KELIMPAHAN DAN KEANEKARAGAMAN BURUNG DI

KELIMPAHAN DAN KEANEKARAGAMAN BURUNG DI KAWASAN
TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO

1)

Doni IrsanNaufal*, 1)Elyska Ghasya Al Khairiyah*, 1)Harnizar*, 1)Heny Hermawati*, 1)Indah
Octaviara Sari*, 1)Putri*, 1)Alfathan Luthfi, 1)Hajar Indra Wardhana, 1)Rizky Aprizal, 1)Uchy Agustina
1

Program Studi Biologi, Fakultas Sains danTeknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jalan Ir. H. Juanda No.95 Ciputat 15412 Tangerang Selatan Indonesia

ABSTRAK
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) merupakansalahsatu taman nasional yang berada di
provinsi Jawa Barat. Satwa burung (avifauna) merupakan salah satu marga satwa yang mudah dijumpai
hampir di setiap tempat dan mempunyai posisi yang penting sebagai salah satu kekayaan satwa di Indonesia
(Wisnubudi,2009).
Penelitianinibertujuanunukmengetahuikenakeragaman,
kelimpahan,
dominansidanpenyebaranburung di kawasan Taman NasionalGunungGedePangrango (TNGGP), Situ
Gunung, Sukabumi, Jawa Barat. Penelitian dilakukan pada 21-23 April 2017 dengan menggunakan metode

Point Count (titik hitung), dengan mengamati titik yang berbeda selama 10 menit dengan radius 40 meter.
Hasil pengamatan pada kawasan danau dan curug Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Situ Gunung,
Sukabumi, Jawa Barat, ditemukan 32 spesies dengan jumlah 86 individu. Tingkat kemerataan pada kawasan
danau dan curug termasuk kedalam kategori stabil dan memiliki pola penyebaran yang seragam. Sedangkan
tingkat keanekaragaman dan dominansi pada kedua kawasan tersebut masing-masing memiliki tingkat yang
berbeda.
Kata kunci: Curug, danau, habitat, keanekaragaman

PENDAHULUAN
Menurut UU No. 5 Tahun 1990,
taman nasional merupakan kawasan
pelestarian yang mempunyai ekosistem
asli, dikelola dengan sistem zonasi yang
dimanfaatkan untuk tujuan peneilitian,
ilmu
pengetahuan,
pendidikan,
menunjang budidaya, pariwisata, dan
rekreasi. Taman nasional berperan dalam
pelestarian

keanekaragaman
hayati,
sehingga penunjukkan dan penetapannya
sedapat mungkin diupayakan bisa
mencakup perwakilan semua tipe
ekosistem yang ada di berbagai Pulau di
Indonesia.
Provinsi
Jawa
Barat
merupakan salah satu habitat terakhir bagi
kehidupan berbagai jenis flora dan fauna
endemik
sebagai
komponen
keanekaragaman hayati di Indonesia
(Basalamah et al., 2010)

Taman Nasional Gunung Gede
Pangrango (TNGGP) merupakan salah

satu taman nasional yang berada di
provinsi Jawa Barat. TNGGP memiliki
luas kawasan ±21.975 ha. Bila ditinjau
dari segi konservasi, kawasan ini
mempunyai keanekaragaman hayati yang
cukup tinggi.
Keadaan suatu kawasan dapat
dilihat
dari
keanekargaman
dan
kelimpahan jenis burung yang ditemukan
dalam kawasan tersebut. Keberadaan
burung merupakan salah satu komponen
dalam ekosistem, yang dapat dijadikan
sebagai indikator apakah lingkungan
tersebut mendukung kehidupan suatu
organisme atau tidak karena mempunyai
1


hubungan
timbal
balik
dansaling
tergantung dengan lingkungannya.

selama 10 menitdengan radius 40 m.
Parameter
yang
diamati
adalah
jumlahjenisdanjumlahindividu
di
lokasipengamatan, padamasing-masing
habitat yang berbeda. Setelah data
terkumpul,
data
dianalisis
menggunakanrumussebagaiberikut :


Menurut Bibby et al., (1998),
burung sebagai indikator perubahan
lingkungan, dapat digunakan sebagai
indikator dalam mengambil keputusan
tentang
rencana
strategis
dalam
konservasi lingkungan yang lebih luas
(Paramitaet al., 2015)

1. Indeks
Keanekaragaman
Shannon-Wiener or Shannon
Index Diversity (H’ atau Dshannon)

Menurut Wirasiti et al.. (2004),
burung merupakan satwa yang memiliki
arti penting bagi suatu ekosistem maupun
bagi kehidupan manusia. Atas dasar peran

dan manfaat ini, maka keberadaan burung
perlu dipertahankan (Rusmendro, 2009).
Pada dasarnya, setiap jenis burung
memiliki potensi habitat yang berbedabeda, suatu habitat yang digemari oleh
suatu jenis burung belum tentu sesuai
untuk jenis burung yang lain (Sujatnikaet
al., 1995).

s

H’ = - ∑ pi log pi
i=1

Keterangan :
∑=¿ sum
s

= number of species

pi = proportion of individuals found

in the i species and estimated as ni/N
¿

METODOLOGI

= number of individuals pf species i

N
= the total number of individuas
of all species

Lokasi pengamatan dilakukan
dikawasan Taman Nasional Gunung Gede
Pangrango (TNGGP), Situ Gunung,
Sukabumi, Jawa Barat, Indonesia pada
21-23 April 2017. Pengamatan dilakukan
di dua habitat yang berbeda yaitu
danaudancurug.Pengamatandilakukanpad
awaktupagi 07.01 – 10.00 danpada sore
15.30 – 16.30. Peralatan yang

digunakandalampengamataniniadalahbino
kuler,
tabulasi
data,
bukupanduanlapangan “Birds Field Guide
– Mckinnon”, stopwatch dankamera.

log = log2 (log 10 and log have also been
used)

Nilaiindekskeanekaragaman
ShannonWiener diklasifikasikansebagaiberikut :
H’ ≤ 1
:
menunjukkan
tingkat keanekeragamanrendah
H’ ¿ H’ ≤ 3
:
menunjukkan
tingkat keanekaragaman sedang


Pengamataninidilakukan dengan
menggunakan teknik Point Count
(titikhitung) denganmengikutijalur yang
telahada.
Padametodeinipengamatmengamatipada
lima titik yang berbeda, denganjarak
antartitik
100-200
m.
Disetiaptitikpengamatan
dilakukan

H’ ¿ 3
:
menunjukkan
tingkat keanekaragaman tinggi

2. Shannon evenness (J’ or Eshannon)
H'


2

J’ = Hmax

dimana Hmax = loge S

Range: 0 – 1 greatest evenness

J’

= Evenness

H’

= diversity index value (Shannon)

S

= total number of species


MI =

dimana
n,
adalah
total
jumlahindividu di dalamkuadrat,
N
adalahjumlah
total
darisemuaindividu,
dan
S
besaradalahjumlah
total
darikuadrat. NilaiindeksMorisita’s
(MI) memilikiketetapan, apabila:

3. Simpson index dominance

λ=

∑ Pi

n2– N
∑¿
¿
S¿
¿

2

MI ¿ 1, maka nilainya seragam
MI = 1, makanilainyaterdistribusi
acak, dan

Pi = ni/N

MI
¿
1,
berkelompok

4. Distribusi(Distribution)
menggunkan Indeks Morisita (MI)
denganrumus:

3

maka

nilainya

8

Ab
Av
Cb
Ap
Di
Gs
Pa
Sc
Aj
Hc
Pg
Sb
Ms
Cfs

7
6
5
4
3
2
1

Ht
Cf
Msa
Cl
Ds
Os
Pf
Scs
Ae
Lp
Or
Dtm
Cm

0

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.5
4

Cv
Ms
Dt
Ei
Pg
Zp
Ab
Dtm
Ae
Msa
Cm
Scs
Pf
At

3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0

Gambar 1. Grafik Jumlah Spesies di Kawasan Danau

Gambar 2. Grafik Jumlah Spesies pada Kawasan Curug

4

Berdasarkan hasil pengamatan
yang dilakukan pada dua lokasi yang
berbeda, yaitu di Danau dan di Curug,
dijumpai 27 jenis burung di Danau dan
14 jenis burung di Curug. Pengamatan
dilakukan pada pagi hari dengan metode
Point Count. Untuk melihat jenis yang
didapatkan di kedua lokasi dapat dilihat
pada grafik 1 dan 2. Pengamatan
dilakukan pada pagi hari antara pukul
06.00-11.00 pada plot pengamatan yang
telah ditentukan, dimana waktu tersebut
merupakan saat yang tepat bagi burung
untuk mencari makan, sehingga peluang
burung yang teramati besar (Fachrul,
2006).
Berdasarkan hasil pengamatan
pada tabel 1, terlihat bahwa pada waktu
pagi hari di masing-masing habitat
didapatkan kenakeragaman jenis burung
yang relatif tinggi. Hal ini diduga karena
pada pagi hari, jenis-jenis burung sedang
memulai aktifitas hariannya, terutama
mencari makan. Sedangkan pada sore hari
terdapat kecenderungan beberapa jenis
burung sedang istirahat atau melakukan
aktifitas lainnya seperti bertengger atau
berdiam diri.
Di lokasi Danau Situ Gunung,
jenis burung Walet Linchi (Collocalia
linchi) banyak ditemui dibandingkan
dengan jenis burung lainnya, hal tersebut
dapat dilihat pada grafik 1 yang
menunjukan bahwa burung Walet Linchi
(Collocalia linchi) menduduki posisi
tertinggi. Burung ini bercirikan adanya
warna putih di daerah dada yang menjadi
pembeda antara walet linchi dengan
spesies walet lainnya. Burung ini
termasuk jenis burung dengan ukuran
relatif kecil kisaran 9-10 cm. Burung
walet kecil yang sangat polositik dengan
ekor persegi; umumnya bagian atas tubuh
burung bewarna sangat biru dengan leher
bewarna cokelat, perut putih, dan pada
panggul terdapat bintik-bintik gelap.
Burung ini jarang mengeluarkan suaranya

dan umumnya suara yang dihasilkan
berbunyi "krrr" yang berulang, serak, atau
"churrr". (Chantler, P. & Boesman, P.
2017)
Menurut Nazarrudin dan Widodo
(2008) habitat makro burung walet yaitu
daerah
yang
mimiliki
kawasan
persawahan,
perkebunan
atau
perladangan serta sumber air seperti
danau dan permukaan laut sebagai
penunjang kebutuhan pakan. Burung
Walet hanya menempati daerah yang
masih belum tersentuh oleh kehidupan
modern seperti pedesaan yang masih
murni, kawasan pertanian yang tidak
menggunakan pestisida serta daerah yang
jauh dari kawasan industri dan sumber
polusi.
Menurut Farimansyah (1981),
keanekaragaman jenis vegetasi yang
tinggi merupakan tempat sumber pakan,
tempat berlindung maupun tempat
bersarang dari jenis-jenis burung lainnya.
Umumnya kawasan hutan pegunungan
akan memiliki jumlah jenis burung yang
relatif tinggi, bila dibandingkan dengan
padang rumput yang produktivitasnya
rendah. Hal ini disebabkan komposisi
yang cenderung melimpah sehingga
memiliki jumlah jenis burung yang
beragam. (Wisnubudi, G,. 2009).
Fungsi dan penggunaan habitat
oleh burung dapat dilihat dari aktivitas
burung yang teramati, yang dilakukan
oleh burung dikategorikan menjadi 4
kelompok, yaitu makan, istirahat,
bersarang, dan bermain. Namun, tidak
seluruh aktivitas burung dapat teramati
pada saat pengamatan. Sebagian besar
individu jenis burung lebih banyak
teramati sedang bermain (berkicau dan
terbang) dan beristirahat. Jenis burung di
danau dan di curug beserta aktifitasnya
dapat dilihat pada tabel 1 dan tabel 2.
Burung jenis Cabai bunga api
(Dicaeum trigonostigma) banyak ditemui
di Curug dibanding denga jenis burung
5

lainnya. Burung ini berukuran sangat
kecil (8 cm), berwarna jingga dan biru.
Burung jantan dewasa: memiliki kepala,
sayap, dan ekor kebiruan dan punggung,
tunggir, dan perut jingga khas, dan pada
tenggorokan kelabu. Burung betina
memiliki punggung, sayap, dan ekor
berwarna zaitun, perut kuning, tunggir
jingga kehijauan. Sedangkan pada burung
remaja sama halnya seperti burung betina,
tetapi tanpa warna kuning dan jingga.

3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0

Suara pada burung jenis cabai bunga api
yaitu “Brrr brrr”, “zit zit zit” diulang atau
“ci-cií-ciit-ciit-ciit-ciit”. Habitat burung
ini banyak ditemui di hutan, semak, hutan
mangrove, pekarangan dan permukiman.
Aktifitas yang biasa dilakukan burung ini
diantaranya, beterbangan di atas tajuk
pohon-pohon kecil, mencari makan
berupa buah-buahan kecil. (Chantler, P. &
Boesman, P. 2017).

Gambar 3. Indeks Keanekaragaman Shannon Wiener

Keragaman
merupakan
sifat
komunitas yang menunjukkan tingkat
keanekaragaman jenis organisme yang
ada di dalamnya. Menurut Krebs (1978),
keanekaragaman
(diversity)
yaitu
banyaknya jenis, yang biasanya diberi
istilah kekayaan jenis (species richnes).
Berdasarkan grafik 3, didapatkan nilai
indeks keanekaragaman (H’) sebesar
3.163848 pada kawasan Danau Situ
Gunung. Hal tersebut menandakan bahwa
tingkat keanekaragaman burung yang

berada dikawasan Danau Situ Gunung
adalah tinggi. Tingkat keanekaragaman
tersebut didapatkan berdasarkan kriteria
indeks keanekaragaman Shannon Wiener.
Berdasarkan hasil perhitungan,
diperoleh nilai indeks keanekaragaman
pada kawasan Curug adalah 2.578019
yang
menandakan
bahwa
tingkat
keanekaragaman di kawasan tersebut
adalah sedang. Keanekaragaman jenis
burung berbeda dari suatu tempat ke
6

tempat lainnya, halini tergantung pada
kondisi lingkungan dan faktor yang
mempengaruhinya.Terdapat
perbedaan
nilai indeks keanekaragaman pada
kawasan Danau dan Curug di Situ
Gunung.
Lebih
tingginya
tingkat
keanekaragaman pada kawasan Danau
dibandingkan
dengan
Curug
mengindikasikan bahwa kawasan tersebut
baik untuk mendukung kehidupanburung
seperti
adanya
sumber
pakan.
Ruskhanidar
dan
Hambal
(2007)
menyatakanbahwa setiap makhluk hidup
akan memilihtempat yang sesuai dengan
keperluan hidupnya.Keberadaan vegetasi
yang dijadikan sarang atau tempat tinggal
oleh burung-burung pada kawasan
tersebut juga menjadi faktor yang
membedakan tingkat keanekaragaman
pada kedua kawasan tersebut. Menurut
Swastikaningrum
et
al.,
(2012),
indekskeanekaragaman didukung secara
penuh olehkondisi ekologis dalam suatu

kawasan.Distribusi vertikal dari dedaunan
atau stratifikasi tajuk juga merupakan
faktor
yangmempengaruhi
keanekaragaman jenis burung. Krebs
(1978) menyebutkan ada enam faktor
yang saling berkaitan yangmenentukan
naik turunnya keragaman jenis suatu
komunitas yaitu : waktu,heterogenitas
ruang,
persaingan,
pemangsaan,
kestabilan lingkungan danproduktivitas.
Selain ke enam faktor tersebut,
Soerianegara (1996) menambahkanbahwa
keanekaragaman jenis tidak hanya
ditentukan
oleh banyaknya jenis,
tetapiditentukan juga oleh banyaknya
individu dari setiap jenis.
Lebih
rendahnya
tingkat
keanekaragaman pada kawasan curug
juga disebabkan oleh waktu dan cuaca
yang berbeda dengan kawasan danau.
Pengamatan pada kawasan curug
dilakukan pada cuaca yang sedang turun
hujan.

0.8

0.79

0.79

0.78

Danau
Curug

0.78

0.77

0.77

0.76

7

Gambar 4. Shannon evenness
Keanekaragaman
jenis
tidak
hanya berarti kekayaan atau banyaknya
jenis, tetapi juga kemerataan (evenness)
dari kelimpahan individu tiap jenis. Hasil
analisis indeks kemerataan adalah
0.772736 untuk kawasan Danau dan
0.791265 untuk kawasan Curug. Hal
tersebut menunjukkan bahwa nilai indeks
kemerataan pada kedua kawasan tersebut
termasuk kedalam kategori stabil. Krebs
(1986),
menyatakan
nilai
indeks
kemerataan berkisar antara 0-1. Apabila
nilai E < 0,20 dapat dikatakan kondisi
penyebaran jenis tidak stabil, sedangkan
apabila nilai E 0,21 < E < 1 dapat
dikatakan kondisi penyebaran jenis stabil.

Keadaan komunitas yang stabil
menunjukkan bahwa komunitas tersebut
tidak terdapat spesies yang mendominasi
dan penyebaran atau distribusi spesies
secara
merata
sehingga
tidak
menimbulkan persaingan dalam bertahan
hidup
(Nainggolanet
al.,
2015).
Penyebaran burung yang cukup merata di
kedua kawasantersebut disebabkan oleh
vegetasi
penyusun
habitat
yang
mendukung bagi kelangsungan hidup
berbagai jenis burung disana.Beberapa
jenis burung menggunakan berbagai tipe
habitat tersebut untuk mencari makan,
reproduksi, dan menjaga kelangsungan
hidupnya.

0.1
0.09
0.08
0.07
0.06
Danau
Column1

0.05
0.04
0.03
0.02
0.01
0

Gambar 5. Dominansi

Nilai indeks dominansi setiap
waktu pengamatan pada setiap habitatnya
memiliki dominansi yang berbeda-beda.

Menurut Fachrul (2007), kisaran indeks
dominansi (D) 0-1. Apabila D = 0 berarti
tidak terdapat spesies yang mendominansi
8

spesies yang lain atau struktur komunitas
dalam keadaan tidak stabil. Tetapi
apabila D = 1 berarti terdapat spesies
lainnya atau struktur stabil, karena
tekanan
ekologis.
Berdasarkan
perhitungan nilai indeks dominansi pada
kawasan danau diperoleh hasil sebesar
0.053333 dan hasil perhitungan pada
kawasan curug sebesar 0.085799. Hal
tersebut menunjukkan bahwa struktur
komunitas dalam keadaan tidak stabil.
Diketahui bahwa hasil indeks dominansi
mempunyai hubungan yang terbalik
dengan indeks keanekaragaman jenis
(H’), dimana bila keanekaragaman jenis
rendah maka dominansinya tinggi dan
sebaliknya, jika keanekaragaman jenisnya

tinggi maka dominansinya akan rendah
(Syahadat et al.,2015). Dengan adanya
jumlah spesies yang kecil maka
penguasaan habitat akan semakin besar,
dan dominansi akan tersebar lebih merata.
Namun, jika jumlah jenis sedikit,
memungkinkan jumlah individu untuk
hidup dan berkembang lebih baik, karena
pada kondisi ini akan memengaruhi
persaingan
antara
jenis
dalam
menggunakan sumber daya alam yang
ada sebagai mana dinyatakan oleh
Alikodra (1988) bahwa kompetisi terjadi
ketika organisme-organisme, baik jenis
yang sama maupun dari jenis yang lain,
menggunakan sumber daya yang ada
(Syadahat et al., 2015).

1.2

1

0.8
Danau
Curug

0.6

0.4

0.2

0

Gambar 6. Grafik Indeks Morisita

Burung memiliki persebaran
merata secara vertikal maupun horizontal.
Persebaran dan keanekaragaman burung
pada setiap wilayah berbeda, hal tersebut

dipengaruhi oleh luasan habitat, struktur
vegetasi, serta tingkat kualitas habitat di
masing-masing wilayah (Gafur et al.,
2016). Burung adalah salah satu
9

pengguna ruang yang cukup baik, dilihat
dari keberadaan penyebarannya dapat
secara horizontal dan vertikal. Secara
horizontal, burung dapat diamati dari tipe
habitat yang dihuni oleh burung tersebut,
sedangkan secara vertikal, dapat diamati
dari stratifikasi profil hutan yang
dimanfaatkan oleh burung (Fachrul,
2006).

yang lain dalam populasi. Penyebaran
atau distribusi individu dalam satu
populasi bermacam- macam, pada
umunya memperlihatkan tiga pola
penyebaran, yaitu penyebaran secara
acak, penyebaran secara merata, dan
penyebaran
secara
berkelompok
(Rahardjanto, 2001). Terbentuknya pola
persebaran tersebut dipengaruhi oleh
berbagai mekanisme.

Penyebaran merupakan pola tata
ruang individu yang satu relatif terhadap

Gambar 2. Tiga pola dasar sebaran spasial individu dalam suatu habitat (a) acak, (b)
mengelompok, dan (c) seragam
Persebaran burung dapat diamati
dengan menggunakan perhitungan Indeks
Morisita. Indeks Morisita (MI) adalah
parameter kualitatif yang digunakan
untuk menentukan pola penyebaran jenis
dalam suatu komunitas. Indeks morisita
digunakan untuk melihat penyebaran
suatu jenis mengelompok atau tidak
(Imran, 2015). Berdasarkan pengamatan
yang dilakukan pada Taman Nasional
Gunung Gede Pangrango (TNGGP),
diperoleh hasil indeks morisita pada
danau sebesar 0,96 dan indeks morisita
pada curug sebesar 0,16. Nilai Indeks
Morisita (MI) memiliki ketetapan , salah
satunya adalah apabila MI < 1, maka
nilainya seragam. Oleh karena itu,
berdasarkan hasil pengamatan yang
diperoleh menunjukkan bahwa pola
penyebaran burung yang terdapat di

danau dan curug Taman Nasional Gunung
Gede Pangrango (TNGGP) adalah pola
penyebaran seragam. Pola penyebaran
seragam (uniform) merupakan hasil dari
adanya interaksi negatif antar individu,
misalkan adanya kompetisi atas makanan
dan ruang tumbuh. Pola penyebaran
seragam akan terjadi bila tingkat
kompetisi antar individu sama. Menurut
Abas (1980), persebaran jenis burung
dapat dipengaruhi oleh ketersediaan
pakan, perilaku hidup, makanan air
pelindung dan ruang lingkup merupakan
kebutuhan yang penting bagi kehidupan
burung yang terbentuk dalam suatu
habitat (Zuhalmi dan Prastowo, 2015).
Hasil pengamatan pada dua
habitat yaitu danau dan curug Taman
Nasional Gunung Gede Pangrango, Situ
10

Gunung,
Sukabumi,
Jawa
Barat
berdasarkan
metode
Point
Count
ditemukan 32 spesies dengan jumlah 86
individu. Pada lokasi Danau Situ Gunung,
jenis burung Walet Linchi (Collocalia
linchi) banyak ditemui dibanding jenis
burung lainnya yang menunjukan burung
ini menduduki posisi tinggi pertama
sedangkan burung jenis Cabai bunga api
(Dicaeum trigonostigma) banyak ditemui
di Curug dibandingkan dengan jenis
burung lainnya. Hal ini menandakan
bahwa habitat tersebut mendukung
keberadaan jenis burung yang ada.
Keanekaragaman (H’) sebesar 3.163848
pada kawasan Danau Situ Gunung yang
menandakan
bahwa
tingkat
keanekaragaman burung yang berada
dikawasan Danau adalah tinggi. Tingkat
keanekaragaman tersebut didapatkan
berdasarkan
kriteria
indeks
keanekaragaman,
sedangkan
pada
kawasan Curug adalah 2.578019 yang
menandakan
bahwa
tingkat
keanekaragaman di kawasan tersebut
adalah sedang.

salah satunya adalah apabila MI < 1,
maka nilainya seragam. Oleh karena itu,
berdasarkan hasil pengamatan yang
diperoleh menunjukkan bahwa pola
penyebaran burung yang terdapat di
danau dan curug Taman Nasional Gunung
Gede Pangrango (TNGGP) adalah pola
penyebaran seragam.

Kemerataan (evenness) yang
didapat
pada
pengamatan
adalah
0.772736 untuk kawasan Danau Situ
Gunung dan 0.791265 untuk kawasan
Curug
Situ
Gunung.Hal
tersebut
menunjukkan bahwa nilai indeks
kemerataan pada kedua kawasan tersebut
termasuk kedalam kategori stabil.
Berdasarkan perhitungan nilai indeks
dominansi pada kawasan danau diperoleh
hasil sebesar 0.053333
dan hasil
perhitungan pada kawasan curug sebesar
0.085799. Hal tersebut menunjukkan
bahwa struktur komunitas dalam keadaan
tidak stabil.

Basalamah, F. Zulfa, A. dkk. 2010. Status

DAFTAR PUSTAKA
Abas, Y. 1980. Inventarisasi Satwa
Burung dan Studi Pengetahuan
Habitat terhadapPopulasi dan
Keragaman Jenis Burung Taman
Nasional
Gunung
Gede
Pangrango.
Departemen
Manajemen
Hutan,
Fakultas
Kehutanan, Institut Pertanian
Bogor. (Tidakditerbitkan).
Alikodra, H. S. 1988. Dasar-dasar
Pengelolaan Habitat. Proyek
Pendidikan
dan
Latihan
Pengaturan KSDA, Bogor.
Populasi Satwa Primata Di
Taman Nasional Gunung Gede
Pangrango dan Taman Nasional
Halimun Salak, Jawa Barat.
Jurnal Primatologi Indonesia vol 7
No.12: 55-59
Bibby C, Martin J and Stuart M, 1998.
Expedition Field Techniques: Bird
Survey.
London:
Royal
Geographical Society
Chantler, P. &Boesman, P. (2017). Glossy
Swiftlet (Collocaliaesculenta). In:
delHoyo, J., Elliott, A., Sargatal,
J., Christie, D.A. & de Juana, E.
(eds.). Handbook of the Birds of
the World Alive. LynxEdicions,
Barcelona.
(diaksesdari

Melalui indeks morisita, diperoleh
hasil pada danau sebesar 0,96 dan indeks
morisita pada curug sebesar 0,16. Nilai
Indeks Morisita (MI) memiliki ketetapan ,
11

http://www.hbw.com/node/55264
pada 30 Mei 2017).

MerumahkanWalet.
PenebarSwadaya. Jakarta

Fachrul, M. F. 2007. Metode Sampling
Bioekologi.
Jakarta.

PT

Rahardjanto,
Tumbuhan.

BumiAksara.

A.

2001.

Ekologi

Malang:
Universitas
Muhammadiyah Malang Press.

Farimansyah, 1981. Keragaman Jenis

Ruskhanidardan Muhammad H, 2007.

Burung
pada
Berbagai
Lingkungan
dan
Sekitarnya.
Skripsi Tidak Dipunlikasikan.
Departemen Manajemen Hitan,
Fakulktas Kehutanan IPB. Bogor,
Indonesia.

Kajian Tentang Keanekaragaman
Spesies
Burung
di
Hutan
Mangrove Aceh BesarPasca
Tsunami 2004. JurnalKed Hewan,
1(2): 76-84.

Gafur, A., Labiro, E., dan Ihsan, M. 2016.

Rusmendro H, 2009. Perbandingan

Asosiasi
JenisBurungpadaKawasanHutan
Mangrove diAnjungan Kota Palu.
Warta Rimba. Volume 4, Nomor
1.

Keanekaragaman Burung Pada
Pagi Dan Sore Hari Di Empat
Tipe
Habitat
Di
Wilayah
Pangandaran, Jawa Barat. Jurnal
VIS VITALIS, 2(1): 8-16.

Imran, M. F. 2015. Struktur, Komposisi,

Sujatnika, PJ, T.R. Soehartono, M.J.

Sebarandan Potensi Jelutung
Rawa (Dyeralowii.) dan Jelutung
Darat
(Dyeracostulata.)
di
Tanjung jabung Timur, Jambi.
(Skripsi). Institut Pertanian Bogor,
Bogor, Indonesia.

Crosby dan A. Mardiastuti, 1995.
Melestarikan Keanekaragaman
Hayati Indonesia: Pendekatan
Daerah BurungEndemik (DEB).
PHPA/Bird Life Internasional
Indonesia Programme Jakarta.

Krebs, C.J. 1978. Ecological

Soerianegara, I. 1996. Ekologisme Dalam

Methodology. Harper dan Row,
Publisher, New York.

Konsep Pengelolaan Sumberdaya
Hutan Secara Lestari dalam
Ekologi,
Ekologis
medan
Pengelolaan Sumberdaya Hutan.
E. Suhendang; C. Kusmana;
Istomo&
L.
Syaufina
(penyunting). Jurusan Manajemen
Hutan IPB. Bogor.

Nainggolan, F. H., Dewi, B. S., dan
Darmawan,
A.
2015.
Keanekaragaman Jenis Burung:
Studi Kasus di Hutan Desa
Cugung Kesatuan Pengelolaan
Hutan Lindung Model Gunung
Rajabasa Kabupaten Lampung
Selatan. Seminar Nasional Sains
& Teknologi VI. Lembaga
Penelitian
dan
Pengabdian
Universitas Lampung. Lampung.

Swastikaningrum, Hening, Bambang I
dan
Sucipto H, 2012. Jenis Burung
pada Berbagai Tipe Pemanfaatan
Lahan di Kawasan Muara Kali
LamongPerbatasan
Surabaya-

Nazzarudindan A. Widodo. 2008.Sukses
12

Gresik.
Journal
ofBiological
Researches, 17( 2): 1 – 13.

VITALIS, Vol.
September 2009.

Syahadat, Faqih., Erianto., dan Siahaan,

02

No.

2,

Wirasiti, NN., N. M. RaiSuarnidan AAG.

Sarma.
2015.
Studi
Keanekaragaman Jenis Burung
Diurnal di Hutan Mangrove
Pantai
Air
Mata
Permai
Kabupaten Ketapang. Jurnal
Hutan Lestari (2015). Vol. 3 (1) :
21 – 29

RakaDalem, 2004. Jenis-Jenis
Dan Karakteristik Burung Yang
Ditemukan Di Kawasan Bedugul
Dan Sekitarnya.Jurusan Biologi
FMIPA Universitas Udayana Bali.
Zuhalmi, A., dan Prastowo, P. 2015.
Keanekaragaman Burung RawaRawa Payau Muara Tapus
Kecamatan
Manduamas
Kabupaten
Tapanuli Tengah
Provinsi
Sumatera
Utara.
JurnalBiosains Vol. 1 No. 3
Desember 2015

Wisnubudi, G. 2009. Penggunaan Strata
Vegetasi oleh Burung di Kawasan
Wisata Taman Nasional Gunung
Halimun – Salak. Fakultas Biologi
Universitas Nasional. Jakarta. VIS

13

LAMPIRAN

Sg

:Tepus Putih (Stachyris grammiceps)

Av

: Cipoh Jantung (Aegithina viridissima)

Cf

: Walet Sarang Putih (Collocalia fuciphaga)

Cb

: Walet Palem Asia (Cypsiurus balasiensis)

Cl

: Walet Linci (Collocalia linchi)

Di

: Kicuit Hutan (Dendronanthus indicus)

Ds

: Cabai Gunung (Dicaeum sanguinolentum)

Gs

: Perkutut Jawa (Geopelia Striata )

Os

: Cenenen Pisang (Orthotomus sutorius )

Pa

: Kipasan (Phipidura albicollis )

Ht

: Layang-layang (Hirundo tahitica)

Sc

: Kenari (Serinus canaria)

Aj

: Kerak Kerbau (Acridotheres javanicus )

Ap

: Kareopadi (Ammarus Phoenicurus)

Hc

: Cekakak (Halicon cianohenthos)

Lp

: Bondol Peking (Lonchura punctulata)

Sb

: Sikatan Belang (Ficedula westermanni)

Cfs

: Wiwik (Cacomantis flaberifomis)

Mc

: Kicuit Batu (Motocilla cinerea)

Cv

: Walet (Collocalia vestia)

Ms

: Pelanduk Semak (Malacocincla sepiarium)

Or

: Cenenen Kelabu (Orthotomus ruficeps )

Dt

: Cabai Bunga Api (Dicaeum trigonostigma)

Ei

: Sikatan Ninon (Eumyias indigo)

Pg

: Merbah Cerukcuk (Pycnonotus gosavier)

Zp

: Kacamata Biasa (Zosterops palpebrosus)

Ab

: Walet Gunung (Aerodiamus brevirostris)

Dtm

: Cabe Jawa (Dicaeum trochileum)

Ae

: Madu Gunung (Aethopyga eximia)

Msa

: Sikatan Bubik (Muscicapa sibirika)

Cm

: Wiwik Kelabu (Cacomantis merulinus)

Scs

: Tekukur (Spilopecia chinensis )

Pf

: Perenjak Jawa (Prinia familiaris )

At

: Cipoh (Aegtina tiphia)

Tabel 1. Jumlah Spesies pada Kawasan Danau
No

Nama Jenis

Jumlah

1
2

Tepus Putih (Stachyris grammiceps)
Walet Gunung (Aerodiamus brevirostris)

3
3

3
4

Layang-Layang (Hirundo tahitica)
Kicuit Hutan (Dendronanthus indicus)

2
1

5
6

Cipoh Jantung (Aegithina viridissima)
Walet Sarang Putih (Collocalia fuciphaga)

1
1

7
8

Tekukur (Spilopelia chihensis)
Pelanduk Semak (Malacocincla sepiarium)

6
1

9
10

Kipasan (Phipidura albicollis)
Perenjak Jawa(Prinia familiaris)

5
2

11
12

Walet Linci (Collocalia linchi)
Burung Kenari (Serinus canaria)

7
1

13
14

Cabai Gunung (Dicaeum sanguinolentum)
Walet Palem Asia (Cypsiurus balasiensis)

2
1

15
16

Cenenen Pisang (Orthotomus sutorius)
Perkutut Jawa (Geopelia Striata)

1
1

17
18

Kareopadi (Ammarus Phoenicurus)
Bondol Peking (Lonchura punctulata)

1
1

19
20

Cekakak (Halicon cianohenthos)
Kerak Kerbau (Acridotheres javanicus)

3
1

21
22

Merbah Cerukcuk (Pycnonotus gosavier)
Madu Gunung (Aethopyga eximia)

2
1

23
24

Cenenen Kelabu (Orthotomus ruficeps)
Pelanduk Semak (Malacocincla sepiarium)

3
1

25

Sikatan Belang (Ficedula westermanni)

1

26

Cenenen Pisang (Orthotomus sutorius)

2

27
28

Wiwik Kelabu (Cacomantis merulinus)
Cabai Jawa (Dicaeum trochileum)

1
3

29
30

Sikatan Bubik (Muscicapa sibirika)
Burung Wiwik (Cacomantis flaberifomis)

1
1

Table 2. Jumlah Spesies pada Kawasan Curug
CURUG

CURUG

CURUG

No

Nama Jenis

Jumlah

1

Sikatan Ninon (Eumyias indigo)

3

2

Kicuit Batu (Motocilla cinerea)

2

3

Merbah Cerukcuk (Pycnonotus gosavier)

1

4

Walet (Collocalia vestia)

2

5

Sikatan Sisi Gelap (Muscicapa sibirika)

1

6

Madu Gunung (Aethopyga eximia)

3

7

Kacamata Biasa (Zosterops palpebrosus)

1

8

Cabai Bunga Api (Dicaeum trigonostigma)

4

9

Cabe Jawa (Dicaeum trochileum)

2

10

Walet Gunung (Aerodiamus brevirostris)

1

1

Pelanduk Semak (Malacocincla sepiaria)

1

12

Cipoh (Aegtina tiphia)

2

13

Wiwik Kelabu (Cacomantis merulinus)

1

14

Perenjak Jawa (Prinia familiaris)

1

15

Tekukur (Spilopecia chinensis )

1

Table 3. Analisa Danau

Species
no

Pi

ln Pi

pi*lnpi

J'

LAMDA(ƛ
)

MI

1

No.
Individua
l
3

0.05

-2.99573

0.149787

0.77273
6

0.0025

0.96

2

3

0.05

-2.99573

0.149787

0.0025

3

2

0.033333

-3.4012

0.113373

0.001111

4

1

0.016667

-4.09434

0.068239

0.000278

5

1

0.016667

-4.09434

0.068239

0.000278

6

1

0.016667

-4.09434

0.068239

0.000278

7

6

0.1

-2.30259

0.230259

0.01

8

1

0.016667

-4.09434

0.068239

0.000278

9

5

0.083333

-2.48491

0.207076

0.006944

10

2

0.033333

-3.4012

0.113373

0.001111

11

7

0.116667

-2.14843

0.250651

0.013611

12

1

0.016667

-4.09434

0.068239

0.000278

13

2

0.033333

-3.4012

0.113373

0.001111

14

1

0.016667

-4.09434

0.068239

0.000278

15

1

0.016667

-4.09434

0.068239

0.000278

16

1

0.016667

-4.09434

0.068239

0.000278

17

1

0.016667

-4.09434

0.068239

0.000278

18

1

0.016667

-4.09434

0.068239

0.000278

19

3

0.05

-2.99573

0.149787

0.0025

20

1

0.016667

-4.09434

0.068239

0.000278

21

2

0.033333

-3.4012

0.113373

0.001111

22

1

0.016667

-4.09434

0.068239

0.000278

23

3

0.05

-2.99573

0.149787

0.0025

24

1

0.016667

-4.09434

0.068239

0.000278

25

1

0.016667

-4.09434

0.068239

0.000278

26

2

0.033333

-3.4012

0.113373

0.001111

27

1

0.016667

-4.09434

0.068239

0.000278

28

3

0.05

-2.99573

0.149787

0.0025

29

1

0.016667

-4.09434

0.068239

0.000278

30

1

0.016667

-4.09434

0.068239

0.000278

H'=

3.163848

0.053333

60

Hasil rumus Shannon-Wiener

H'

Nilai indeks keanekaragaman Shannon-Wiener

3.163848
Tingkat
keanekaragaman tinggi

H'>3

Hasil rumus Shannon evenness

J'

0.772736

Hasil rumus Simpson index dominance

ƛ

0.053333

Hasil rumus distribution menggunakan indeks
Morisita's

MI

Ketetapan Morisita's

MI>1

0.96
Maka nilainya seragam

Tabel 4. Analisa Curug
Species
no
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

No.
Individual
3
2
1
2
1
3
1
4
2
1
1
2
1
1
1
26

Pi

ln Pi

pi*lnpi

J'

LAMDA(ƛ)

MI

0.115385
0.076923
0.038462
0.076923
0.038462
0.115385
0.038462
0.153846
0.076923
0.038462
0.038462
0.076923
0.038462
0.038462
0.038462

-2.15948
-2.56495
-3.2581
-2.56495
-3.2581
-2.15948
-3.2581
-1.8718
-2.56495
-3.2581
-3.2581
-2.56495
-3.2581
-3.2581
-3.2581
H'=

0.249171
0.197304
0.125311
0.197304
0.125311
0.249171
0.125311
0.28797
0.197304
0.125311
0.125311
0.197304
0.125311
0.125311
0.125311
2.578019

0.791265

0.013314
0.005917
0.001479
0.005917
0.001479
0.013314
0.001479
0.023669
0.005917
0.001479
0.001479
0.005917
0.001479
0.001479
0.001479
0.085799

0.16

Hasil rumus Shannon-Wiener
Nilai indeks keanekaragaman Shannon-Wiener

H'
H'>2

2.578019
Tingkat
keanekaragaman sedang

Hasil rumus Shannon evenness

J'

0.791265

Hasil rumus Simpson index dominance

ƛ

0.085799

Hasil rumus distribution menggunakan indeks
Morisita's

MI

Ketetapan Morisita's

MI>1

0.16
Maka nilainya seragam