BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Terhadap Perlindungan Investor Asing Dalam Kegiatan Penanaman Modal Di Sumatera Utara (Studi Putusan MA - RI No. 382 K/TUN/2010)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional di Indonesia harus dilaksanakan dengan prinsip

  kemandirian. Prinsip kemandirian dalam pembangunan nasional tersebut dapat dilihat pada Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 yang berbunyi “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”. Makna dari kemandirian dalam pembangunan nasional yang dijalankan dewasa ini adalah bahwa meskipun penggunaan dana yang dimiliki oleh pemerintah lebih diutamakan, pembangunan nasional tersebut tidak terlepas dari bantuan dan kerjasama pihak luar, sepanjang dana dari pihak luar tersebut berfungsi sebagai

   pelengkap.

  Dana untuk membiayai pembangunan nasional dapat bersumber baik dari sektor pemerintah maupun dari sektor swasta. Karena dana yang diperlukan untuk membiayai kebutuhan pembangunan nasional cukup besar, sedangkan di pihak lain dana yang dimiliki pemerintah relatif terbatas, kegiatan pembangunan tidak mungkin seluruhnya dilaksanakan dan dibiayai oleh pemerintah. Sebagaimana diatur Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 menyiratkan secara tidak langsung bahwa sektor swasta menjadi salah satu pilar penting dalam pelaksanaan pembangunan nasional.

  Besarnya kebutuhan mengakibatkan pemerintah harus membuka kesempatan bagi para pemilik modal, baik pemilik modal dalam negeri maupun pemilik modal asing untuk 1 Sumantoro, Hukum Ekonomi, (Jakarta : UI-Press, 1986), hal 5. menanamkan modalnya di Indonesia. Setiap penanaman modal akan memberikan konstribusi yang besar bagi pertumbuhan ekonomi sebuah negara, karena penanaman modal akan mendorong berkembangnya aktivitas perekonomian secara keseluruhan. Di samping adanya kebutuhan perekonomian pembangunan, keberadaan penanaman modal baik domestik maupun asing juga memberikan sejumlah manfaat bagi pemerintah yakni dapat menyerap tenaga kerja di negara penerima modal, dapat menciptakan tuntutan bagi produk dalam negeri sebagai bahan baku, menambah devisa apalagi investor asing yang berorientasi ekspor, dapat menambah penghasilan negara dari sektor pajak, adanya alih

   teknologi (transfer of technology) maupun alih pengetahuan (transfer of know how).

  Salah satu fungsi diundangnya investor, khususnya investor asing untuk masuk ke Indonesia adalah memanfaatkan modal, teknologi, skill atau kemampuan yang dimiliki oleh investor guna mengelola potensi-potensi ekonomi “economic resources” yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Secara garis besar, penanaman modal asing terhadap

  

  pembangunan bagi negara sedang berkembang dapat diperinci menjadi 5 (lima) yakni : 1.

  Sumber dana eksternal (modal asing) dapat dimanfaatkan oleh negara sedang berkembang sebagai dasar untuk mempercepat investasi dan pertumbuhan ekonomi; 2. Pertumbuhan ekonomi yang meningkat perlu diikuti dengan perpindahan struktur produksi dan perdagangan;

  3. Modal asing dapat berperan penting dalam memobilisasi dana maupun transformasi struktural;

  4. Kebutuhan akan modal asing menjadi menurun segera setelah perubahan struktural benar - benar terjadi meskipun modal asing di masa selanjutnya lebih produktif; 5. Bagi negara - negara sedang berkembang yang tidak mampu memulai 2 membangun industri - industri berat dan industri strategis, adanya modal asing

  Sentosa Sembiring, Hukum Investasi Pembahasan Dilengkapi dengan Undang - Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal , (Bandung : Nuansa Aulia, 2007), Hal 24. 3 Restu Octavianus, “Penanaman Modal Asing dalam Rangka Investasi di Indonesia”, http://restuoctavianus.blogspot.com/2011/03/penanaman-modal-asing-dalam-rangka.html , diakses terakhir tanggal 30 Maret 2012.

  akan sangat membantu untuk dapat mendirikan pabrik - pabrik baja, alat - alat mesin, pabrik elektronik, industri kimia dasar dan sebagainya.

  Di era liberalisasi perdagangan yang ditandai dengan megacompetition, investor

  

  semakin leluasa dalam berinvestasi. Untuk itu penerima modal harus menyiapkan berbagai sarana dalam menarik investor. Artinya persaingan dalam merebut calon investor semakin terbuka dan penuh kompetisi. Oleh karena itu, sudah tidak dapat lagi

  

  hanya mengandalkan adanya keunggulan komparatif semata, akan tetapi harus dapat menciptakan iklim yang kondusif dan sehat sehingga meningkatnya daya saing Indonesia sebagai tujuan penanaman modal.

  Untuk menarik minat investor menanamkan modal diperlukan sejumlah faktor -

  

  faktor yang dapat menarik minat investor, yakni : 1.

  Faktor Politik Sebab dengan tidak adanya kestabilan politik sulit untuk memprediksi kebijakan apa yang akan diambil oleh pemerintah yang berkaitan dengan dunia usaha.

  2. Faktor Ekonomi Sebab pengusaha itu butuh ketenangan berusaha, berharap mendapat intensif yang memadai dari pemerintah dimana ia berinvestasi dan memperoleh peluang untuk berkembang dengan lingkungannya, dengan karyawannya, dan dengan mitranya secara baik.

  3. Faktor Hukum Sebab berbagai ketentuan hukum yang terkait dengan investasi dirasakan perlu untuk menyesuaikan dengan berbagai perjanjian multilateral, regional maupun bilateral yang diikuti oleh pemerintah Indonesia.

  Indonesia sebagai negara berdaulat sekaligus sebagai negara berkembang mempunyai pola tertentu terhadap konsep hukum dalam kegiatan ekonomi, meliputi konsep pencapaian masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila, konsep ekonomi 4 5 Sentosa Sembiring, Op.Cit, hal 97.

  Keunggulan Komparatif maksudnya adalah Indonesia kaya akan sumber daya alam dan mempunyai tenaga kerja yang murah. 6 Ibid, hal 49. kekeluargaan yang Pancasilais, konsep ekonomi kerakyatan untuk membela kepentingan rakyat.

  Peranan penanaman modal di Indonesia cukup mendukung perkembangan kehidupan ekonomi sesuai dengan konsep hukum dalam kegiatan ekonomi dan cita - cita hukum ekonomi Indonesia. Untuk mendukung penanaman modal di Indonesia maka perlu pembentukan hukum ekonomi dengan perangkat peraturan membutuhkan kajian yang bersifat komprehensif dan pendekatan secara makro dengan informasi yang akurat

  

  demi multidisipliner dari berbagai aspek antara lain : 1.

  Ekonomi dan sosial; 2. Sosiologis dan budaya; 3. Kebutuhan - kebutuhan dasar dan pembangunan; 4. Praktis dan operasional dan kebutuhan ke depan; 5. Moral dan etika bisnis yang berlaku dalam konsep kelayakan dan kepatutan dalam kehidupan manusia dan kemanusiaan yang beradab.

  Pembangunan ekonomi haruslah didukung oleh pembangunan hukum karena antara keduanya saling menunjang, dimana pembangunan ekonomi hanya dapat tercapai apabila ada kepastian hukum. Antara hukum dan ekonomi merupakan dua sistem dari

  

  sistem kemasyarakatan yang saling berinteraksi satu sama lain. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Bagir Manan, salah satu konsep dari globalisasi adalah meletakkan segala kegiatan dan hubungan ekonomi pada peran masyarakat. Berdasarkan konsep ini, maka kesiapan materi hukum harus, di satu pihak diarahkan pada mempersiapkan masyarakat untuk menjadi pelaku ekonomi yang utama termasuk hubungan - hubungan ekonomi global. Di pihak lain, mengurangi atau meniadakan aturan - aturan hukum yang memberikan kewenangan kepada administrasi negara. Pada saat ini, yang terpenting adalah kesiapan aturan hukum yang dapat lebih memberdayakan masyarakat/pelaku 7 8 Restu Octavianus, Loc.Cit.

  Dhaniswara K Harjono, Hukum Penanaman Modal Tinjauan Terhadap Undang - Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal , (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2007), Hal 91. usaha agar menjadi pelaku ekonomi yang mandiri, mampu bersaing dengan pelaku

   ekonomi lain.

  Iklim investasi di Indonesia masih banyak dikeluhkan investor asing. Indonesia dianggap bukan tempat yang kondusif untuk melakukan investasi dibandingkan dengan

10 Vietnam, Thailand, Malaysia, dan Cina. Oleh karena itu, didalam pelaksanaannya pihak

  investor asing enggan untuk datang dan menanamkan modalnya, karena masih ditemukan kendala - kendala yang sangat kompleks diantaranya permasalahan buruh, ketidakpastian hukum, keamanan, dan pelaksanaan otonomi daerah. Selain itu kendala - kendala yang dihadapi investor asing juga berkaitan dengan beberapa permasalahan prosedural dan birokrasi misalnya dalam mengurus perizinan investasi baru, banyaknya pungutan liar, dan lain - lain.

  Tantangan lainnya yang dihadapi calon investor asing di Indonesia adalah bagaimana pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat dapat memberikan iklim yang kondusif untuk terselenggaranya investasi. Pada tingkatan pemerintah pusat, masalah yang dihadapi adalah masih belum terlihatnya yang jelas dalam strategi pengembangan industrilialisasi. Strategi yang demikian sangat diperlukan sehingga birokrasi pada pemerintah daerah propinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota dapat menyatukan dan melakukan koordinasi atas rancangan - rancangan pengembangan investasinya di daerah untuk dapat mendukung tercapainya target - target dari strategi industrilisasi nasional tersebut. 9 Bagir Manan, “Pembangunan dan Pembangunan Ekonomi Nasional dalam Globalisasi”.

  Makalah dalam Seminar Tentang Pendekatan Ekonomi dalam Pengembangan Sistem Hukum Nasional Dalam Rangka Globalisasi , Penyelenggara FH Unpad Bandung, 30 April 1998. 10 Hikmahanto Juwana, “Perlindungan Investasi Asing”, diakses terakhir tanggal 26 April 2012.

  Investor asing akan menanamkan modal di Indonesia apabila adanya perangkat hukum yang jelas. Artinya antara satu ketentuan dengan ketentuan lainnya yang berkaitan dengan investasi tidak saling berbenturan. Perlunya mempersiapkan peta penanaman modal yang memuat peluang apa saja yang komprehensif sehingga dapat dijadikan pegangan bagi para calon investor, ketentuan investasi yang komprehensif sehingga dapat dijadikan pegangan bagi para calon investor jika ia ingin menanamkan modalnya di

11 Indonesia dan adanya kepastian hukum.

  Peranan hukum dalam mendorong penanaman modal asing sangat diperlukan untuk menciptakan kepastian hukum. Para investor sangat membutuhkan adanya kepastian hukum yang diwujudkan melalui kepatuhan terhadap kontrak atau kerjasama yang telah dibuat serta adanya kepastian tentang mekanisme penyelesaian jika terjadi

  

  sengketDengan demikian, kepastian hukum merupakan salah satu faktor untuk bisa menarik modal di satu daerah. Kepastian hukum akan memberikan perlindungan kepada para investor.

  Guna mengundang penanaman modal khususnya investor asing ke Indonesia selain diperlukan adanya pengaturan pemerintah yang konsisten dan terpadu agar dapat memberikan keuntungan bukan hanya kepada investor asing saja tetapi juga kepada pemerintah Indonesia khususnya dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi setiap tahunnya yang kian tahun dirasakan sudah cukup stabil. Kebijakan penanaman modal yang mengandung pembatasan - pembatasan ketat dan merupakan praktis harus diganti oleh kebijakan penanaman modal yang lebih terbuka. Peningkatan penanaman modal 11 12 Sentosa Sembiring, Op.Cit, hal 103.

  Marten Lucky Zebua, “Penanaman Modal Asing dan Ketidakpastian Hukum Sebagai Salah Satu Kendala Dalam Investasi Asing di Indonesia”, diakses terakhir tanggal 26 April 2012. harus tetap di dalam koridor yang telah digariskan dalam pembangunan nasional yang telah direncanakan. Untuk itu, bangsa Indonesia harus mampu membangun iklim yang kondusif, yaitu memelihara stabilitas makro ekonomi, serta terjaminnya kepastian hukum dan kelancaran penanaman modal yang efisien.

  Investor akan mempertimbangkan kemana modalnya akan diinvestasikan dengan beberapa pertimbangan bahwa calon host country hendaknya dapat memberikan jaminan atas kepastian dan perlindungan hukum, adanya birokrasi yang sederhana dan konsisten, serta tersedianya sarana dan prasarana yang memadai. Sebaliknya host country pun menginginkan agar dapat dihindari konsentrasi pasar yang meningkat, repatriasi keuntungan yang berlebihan, adanya transfer pricing, transfer tekhnologi yang tidak

   layak, serta ketergantungan yang tidak diinginkan kepada negara asing.

  Sehubungan dengan hal tersebut, investasi di Indonesia sudah memiliki perangkat peraturan perundang - undangan mengenai penanaman modal secara langsung sejak tahun 1967 dengan diundangkan Undang - Undang No. 1 Tahun 1967 jo Undang - Undang No. 11 Tahun 1970 Tentang Penanaman Modal Asing (UUPMA), dan Undang - Undang No. 6 Tahun 1968 jo Undang - Undang No. 12 Tahun 1970 Tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (UUPMDN) yang kemudian diganti dengan Undang - Undang No.

  25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal.

  Alasan perlunya perubahan undang - undang penanaman modal adalah karena untuk menyesuaikan dengan tantangan dan kebutuhan untuk mempercepat perkembangan perekonomian nasional melalui konstruksi pembangunan hukum nasional di bidang

13 Budhivaja, “3 (tiga) Sisi Pandang Kegiatan Investasi Antara Negara Maju dan Negara

  Berkembang”, http://budhivaja.dosen.narotama.ac.id/files/2012/02/HKINVEST-2012-Capter-III.pdf,, diakses terakhir tanggal 7 Maret 2012.

   penanaman modal yang berdaya saing dan berpihak kepada kepentingan nasional.

  Peraturan perundang - undangan yang berlaku di bidang penanaman modal harus mampu menciptakan suasana yang kondusif agar upaya penarikan investasi dan alokasi sumber dana tersebut dapat terlaksana secara efektif dan efisien dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

  Penanaman modal harus menjadi bagian dari penyelenggaraan perekonomian nasional dan ditempatkan sebagai upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional, mendorong pembangunan ekonomi kerakyatan, serta mewujudkan kesejahteraan masyarakat dalam

   suatu sistem perekonomian yang berdaya saing.

  Mengacu pada ketentuan yang terdapat dalam Undang - Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, maka yang disebut sebagai “Penanaman Modal Asing”, harus memenuhi beberapa unsur berikut : 1.

  Merupakan kegiatan menanam modal; 2. Untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia; 3. Dilakukan oleh penanam modal asing; 4. Menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.

  Berdasarkan ketentuan Pasal 5 Undang - Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, untuk penanaman modal asing (PMA), dilakukan dalam bentuk 14 Salim HS dan Budi Sutrisno,Hukum Investasi di Indonesia, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2008), Hal 5. 15 Lembaran Negara Republik Indonesia No. 67 tahun 2007, Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal.

  perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di wilayah negara Republik Indonesia. Mengenai pendirian dan pengesahan badan usaha penanaman modal asing yang berbentuk perseroan terbatas dilakukan sesuai dengan ketentuan Undang - Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Bahwa terkait dengan penanaman modal asing, di dalam Penjelasan Pasal 8 Ayat (2) Huruf a Undang - Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas bahwa pada saat mendirikan perseroan diperlukan kejelasan mengenai kewarganegaraan pendiri. Warga Negara Asing (WNA) atau badan hukum asing diberikan kesempatan untuk mendirikan badan hukum Indonesia yang berbentuk perseroan sepanjang undang - undang yang mengatur bidang usaha perseroan tersebut memungkinkan.

  Pemerintah menetapkan lebih lanjut bidang - bidang usaha, bentuk - bentuk dan cara - cara kerjasama antara modal asing dan modal nasional dengan memanfaatkan modal dan keahlian asing dalam bidang ekspor serta produksi barang - barang dan jasa - jasa. Berdasarkan Pasal 23 Undang - Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal menegaskan, bahwa dalam bidang - bidang usaha yang terbuka bagi modal asing dapat diadakan kerjasama antara modal asing dengan modal nasional dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 3 Undang - Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal.

  Untuk menanamkan modal di Indonesia, investor asing harus terlebih dahulu meneliti Daftar Negatif Investasi (DNI) yang berisi sektor usaha yang tertutup sama sekali terhadap semua bentuk penanaman modal, hanya tertutup untuk penanaman modal asing, dan yang masih terbuka dengan persyaratan tertentu. Sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden No. 76 Tahun 2007 Tentang Kriteria dan Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha yang Tertutup dan Terbuka dengan Persyaratan di bidang Penanaman Modal, Peraturan Presiden No. 77 Tahun 2007 Tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal, Peraturan Presiden No. 111 Tahun 2007 Tentang Perubahan atas Peraturan Presiden No. 77 Tahun 2007, dan Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2010 Tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.

  Sumber dari kekhawatiran terletak pada kurangnya perlindungan hukum bagi investor asing. Kurangnya perlindungan hukum sudah tidak lagi pada tahap nasionalisasi

  

  oleh pemerintah, melainkan pada beberapa hal yakni : 1.

  Banyak kontrak jangka panjang sebagai perlindungan investasi antara pihak asing dengan pihak Indonesia dibatalkan oleh pengadilan;

  2. Aparatur penegak hukum dianggap kurang mampu meredam demonstrasi para buruh yang mengarah pada anarkisme;

  3. Investor asing menjadi bulan - bulanan oleh para pejabat baik di pusat maupun di daerah untuk hal - hal yang terkait dengan uang sehingga tidak ada ketenangan berinvestasi; 4. Perlindungan hukum tidak memadai karena kerap terjadi konflik horizontal antar departemen di pusat dan konflik vertikal antara pusat dan daerah terkait dengan kebijakan investasi; 5. Berbagai peraturan perundang - undangan di bidang hak kekayaan intelektual tidak berfungsi sebagaimana diharapkan oleh para investor asing. Akibatnya, keuntungan yang diharapkan tak kunjung terwujud dengan maraknya pembajakan;

  6. Peraturan perundang - undangan penanaman modal tidak dapat melindungi investor karena implementasinya tidak seindah seperti yang tertulis. Akibatnya, para pengamat ekonomi memaparkan tidak bertambahnya investasi asing ke Indonesia.

  Salah satu kasus mengenai ketidakpastian hukum terhadap investor asing dalam kegiatan penanaman modal di Sumatera Utara yakni Kasus PT. Socfin Indonesia 16 Hikmahanto Juwana, Loc.Cit.

  (Socfindo) melawan para petani dengan perkara No. 82/G/2009/PTUN-Mdn tanggal 28 Agustus 2009. PT. Socfin Indonesia (Socfindo) merupakan salah satu perusahaan swasta yang berasal dari negara Belgia yang turut membantu sektor perekonomian Indonesia.

  PT. Socfin Indonesia (Socfindo) bergerak dalam bidang perkebunan yaitu perkebunan karet, kelapa sawit, dan tanaman lainnya, serta menjalankan usaha industri pengolahan dari perkebunan tersebut. Pengusaha Belgia (Plantation North Sumatera Limited) membentuk sebuah perusahaan patungan (Joint Venture) dengan Pemerintah Republik Indonesia (Nasionalisasi). Saat ini kepemilikan saham PT. Socfin Indonesia (Socfindo) mempunyai komposisi 90% (sembilan puluh persen) Belgia dan 10% (sepuluh persen) pemerintah Republik Indonesia.

  PT. Socfin Indonesia atau yang disingkat dengan PT. Socfindo adalah pemegang alas hak atas tanah seluas 390 (tiga ratus sembilan puluh) hektar yang merupakan bahagian dari tanah seluas 2.364,91 (dua ribu tiga ratus enam puluh empat koma sembilan puluh satu) hrektar yang terletak di Aek Loba Timur berdasarkan sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) No. 2 tertanggal 28 Januari 1998 yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Asahan dengan tenggang waktu 25 tahun yang akan berakhir pada tanggal 31 Desember 2023.

  Namun pada tahun 2009 beberapa petani setempat melayangkan gugatan Tata Usaha Negara (TUN) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan dengan dalil mengakui bahwa tanah tersebut merupakan tanah peninggalan orang tua dari petani- petani tersebut berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara No. SK.42/HM/LR/1972 luas 48,659 (empat puluh delapan koma enam ratus lima puluh sembilan) hektar, SK No. 118/HM/LR/1971 tanggal 15 November 1971 luas 131,8027

  (seratus tiga puluh satu koma delapan ribu dua puluh tujuh) hektar, SK No. 78/HM/LR/1971 tanggal 21 Agustus 1971 luas 47,2505 (empat puluh tujuh ribu koma dua ribu lima ratus lima) hektar, SK No. 10/HM/LR/1972 tanggal 4 Februari 1972 luas 87,9368 (delapan puluh tujuh koma sembilan ribu tiga ratus enam puluh delapan) Hektar.

  Atas kasus tersebut maka Majelis Hakim PTUN Medan memutuskan mengabulkan gugatan para Penggugat yakni para petani dengan menyatakan sertifikat HGU No. 2 Tahun 1998 dinyatakan batal dan dicabut yang kemudian dikuatkan dengan Putusan Pengadilan Tinggi TUN Medan dengan perkara No. 39/BDG/2010/PT.TUN- Mdn tanggal 19 Januari 2010 dan Putusan Mahkamah Agung RI dengan perkara No. 382 K/TUN/2010 tanggal 8 juli 2010.

  Berdasarkan kasus tersebut, ketidakpastian hukum dapat terjadi dalam berbagai bentuk. Terkadang kebijakan atau peraturan yang bertentangan dengan peraturan perundang - undangan diatasnya, atau yang dibuat tidak mengindahkan peraturan atau tidak mencabut peraturan sebelumnya untuk aspek yang sama. Terkadang juga peraturan dibuat berlaku surut, proses pengambilan keputusan pejabat negara yang tidak konsisten

   dan tidak transparan.

  Tujuan untuk melindungi investor asing dan memberikan kepastian hukum diupayakan dengan membentuk Undang - Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal yang memberikan kesempatan dan kemudahan lebih luas bagi perusahaan modal asing. Dengan paradigma yang baru merupakan langkah maju yang cukup signifikan dalam menarik minat investor asing. Kepastian hukum harus meliputi seluruh bidang hukum terkait penanaman modal tersebut dan penerapannya dalam 17 Camelia Malik, “Jaminan Kepastian Hukum Dalam Kegiatan Penanaman Modal Di Indonesia”, Jurnal Hukum Bisnis Vol. 26 No. 4, Tahun 2007, Hal 20. putusan - putusan badan peradilan di Indonesia. Dengan demikian kepastian hukum tidak saja meliputi kepastian substansi hukum tetapi juga penerapannya dalam putusan -

  

  putusan badan peradilan. Perlu keseriusan pemerintah dalam upaya perlindungan investor asing di Indonesia terutama masalah keamanan, fasilitas, peraturan tenaga kerja, dan perlindungan hukum.

  Tujuan hukum adalah untuk menjaga ketentraman umum, menjaga kedamaian dalam setiap peristiwa dan dengan resiko apapun, terpuaskan keinginan masyarakat akan

  

  keamanan umum. Penegakkan hukum salah satu faktor utama yang dilihat oleh investor asing sebelum berinvestasi di Indonesia, sehingga pemerintah harus memberikan kepastian hukum melalui peraturan dan putusan pengadilan. Hal ini mengingat agar para investor tidak ragu - ragu untuk berinvestasi. Sehingga dengan penegakkan hukum ini dapat menggairahkan para investor asing menanamkan modalnya di Indonesia.

  Meskipun kegiatan penanaman modal memberikan sumbangan positif bagi pembangunan nasional, kegiatan tersebut perlu diatur dan diawasi secara saksama karena motif utama pemilik dana untuk menanamkan modalnya adalah untuk mencari keuntungan. Motif mencari keuntungan sering menjadikan investor mengabaikan pemenuhan terhadap ketentuan perundang - undangan yang berkaitan dengan penanaman modalnya. Perlu dilakukan pengaturan yang tegas dibidang penanaman modal, terutama yang menyangkut perjanjian antara pemerintah dengan pihak swasta. Selain itu, perlu diciptakan dan dipelihara keseimbangan antara motif untuk menyertakan penanaman modal dalam menyukseskan pembangunan nasional sebagaimana yang dikehendaki oleh 18 Mahmul Siregar, Hukum Penanaman Modal dalam Kerangka WTO, (Medan : Pustaka Bangsa, 2011), Hal 208. 19 Philippe Nonet dan Philip Selznick, yang mengutip pendapat Rescoe Pound, An Intruduction to the Philosoply of Law dalam buku Hukum Responsif, (Jakarta : Muma, 2003), Hal 23.

  pemerintah, dengan motif untuk mencari keuntungan yang sebesar - besarnya sebagaimana yang dikehendaki oleh para pemilik modal.

  Keseimbangan tersebut perlu dijaga setiap saat karena pemerintah tentunya menghendaki agar penanaman modal yang telah dilakukan oleh pemilik modal dapat berlangsung dalam jangka waktu yang relatif lama, atau jika dimungkinkan agar penanaman modal dimaksud berlangsung secara langgeng. Di pihak lain, pemilik modal tentunya harus memperoleh daya tarik berupa kelebihan - kelebihan yang terdapat

   disebuah negara yang tidak dimiliki oleh negara - negara lainnya.

  Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka perlu dilakukan penelitian dalam bentuk tesis yang berjudul Analisis Terhadap Perlindungan Investor Asing Dalam Kegiatan Penanaman Modal Di Sumatera Utara (Studi Putusan MA-RI No. 382 K/TUN/2010).

B. Permasalahan

  Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian tesis ini adalah: 1. Bagaimana kebijakan dasar pemerintah terhadap investor asing dan domestik berdasarkan Undang - Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal?

  2. Bagaimana upaya pemerintah dalam memberikan perlindungan terhadap investor asing?

  3. Bagaimana kepastian hukum yang dihadapi oleh investor asing dalam kegiatan penanaman modal di Sumatera Utara dalam putusan MA-RI No. 382 K/TUN/2010? 20 Jonker Sihombing, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, (Bandung : Alumni, 2009), Hal 36.

C. Tujuan Penulisan 1.

  Untuk mengetahui kebijakan dasar pemerintah terhadap investor asing dan domestik berdasarkan Undang - Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal.

2. Untuk mengetahui upaya pemerintah memberikan perlindungan terhadap investor asing.

  3. Untuk menganalisis kepastian hukum yang dihadapi oleh investor asing dalam kegiatan penanaman modal di Sumatera Utara dalam putusan MA-RI No. 382 K/TUN/2010.

D. Manfaat Penulisan 1.

  Secara Teoritis Diharapkan akan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan pengetahuan ilmu hukum, khususnya pengetahuan ilmu hukum penanaman modal.

2. Secara Praktis a.

  Pemerintah, diharapkan sebagai masukan dalam pembuatan keputusan peraturan perundang - undangan yang berkaitan dengan penanaman modal asing. Karena suatu peraturan yang baik adalah peraturan yang tidak saja memenuhi persyaratan - persyaratan formal sebagai suatu peraturan, tetapi menimbulkan rasa keadilan dan kepatutan yang dilaksanakan/ditegakkan dalam kenyataannya.

  b.

  Investor asing, diharapkan dapat lebih memahami dan mengetahui bahwa adanya perlindungan hukum investor asing dalam kegiatan penanaman modal di Indonesia dan diharapkan kehadiran investor asing memberikan dampak positif bagi pertumbuhan pembangunan perekonomian bangsa.

E. Keaslian Penulisan

  Berdasarkan pemeriksaan dan hasil - hasil penelitian yang ada telah ditelusur di perpustakaan Universitas Sumatera Utara, penelitian mengenai “Analisis Terhadap Perlindungan Investor Asing Dalam Kegiatan Penanaman Modal Di Sumatera Utara (Studi Putusan MA - RI No. 382 K/TUN/2010)” belum pernah dibahas oleh mahasiswa lain di lingkungan Universitas Sumatera Utara dan tesis ini asli disusun oleh penulis sendiri dan bukan plagiat atau diambil dari tesis orang lain. Semua ini merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah. Apabila ternyata ada tesis yang sama, maka penulis akan bertanggungjawab sepenuhnya. Dari hasil observasi yang telah dilakukan, ada beberapa tesis yang memiliki topik yang sama, namun dalam hal permasalahan dan pembahasannya jelas berbeda dengan isi tesis ini, yakni:

1. Dedi Harianto/992105108, Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan

  Forum Arbitrase Asing Dalam Kegiatan Penanaman Modal Asing Di Kota Medan; Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah: Forum lembaga arbitrase asing apakah yang selalu dipergunakan oleh para investor (baik investor asing maupun mitra nasionalnya) dalam setiap klausula arbitrase mengenai PMA di Kota Medan, Faktor - faktor apakah yang menjadi pendorong para investor untuk lebih mempergunakan forum arbitrase asing dalam menyelesaikan sengketa PMA, bila dibandingkan dengan mempergunakan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), dan Hal - hal apakah yang merupakan penghambat berkaitan dengan pemilihan forum arbitrase asing tersebut didalam praktek.

  2. Pendapotan Tamba/047005009, Analisa Terhadap Putusan Pailit Dalam Rangka Perlindungan Investor Penanaman Modal Asing; Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah : Bagaimana perkembangan penanaman modal asing di Indonesia, Bagaimana pengaturan kepailitan di Indonesia, Bagaimana perlindungan hukum investor melalui putusan pailit.

  3. Asmin Nasution, Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang - Undang Nomor

  25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya Dengan Domestic Regulations WTO.

  Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah : Bagaimana hubungan ketentuan - ketentuan perdagangan internasional dengan ketentuan penanaman modal yang ditetapkan suatu negara anggota World Trade

  Organization , Apakah prinsip - prinsip hukum perdagangan internasional,

  khususnya disektor jasa telah diterapkan dalam peraturan penanaman modal di Indonesia, apakah prinsip transparansi pada undang - undang penanaman modal sudah mengakomodir Domestic Regulation WTO.

F. Kerangka Teori dan Kerangka Konsepsi

1. Kerangka Teori

  Teori dipergunakan untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik

  

  atau proses tertentu terjadi. Sedangkan kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis. Kerangka teori dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir - butir

   pendapat teori, tesis sebagai pegangan baik disetujui atau tidak disetujui.

  Teori dan penelitian harus secara bersama berfungsi menambah pengetahuan ilmiah seorang peneliti ilmu hukum tidak boleh menilai teori terlepas dari kenyataan, fakta - fakta hukum yang ada di tengah - tengah masyarakat. Dengan demikian dalam melakukan penelitian, seorang peneliti ilmu hukum harus senantiasa mendasarkan diri pada teori yang ada, kemudian hasil penelitian yang dilakukan dapat mendukung,

   memperluas, atau mengoreksi teori tersebut.

  Fungsi teori dalam penelitian tesis ini adalah untuk memberikan arahan/petunjuk

  

  serta menjelaskan gejala yang diamati. Dikarenakan penelitian ini merupakan penelitian hukum, maka kerangka teori diarahkan secara ilmu hukum dan mengarahkan diri kepada unsur hukum.

  Dalam ilmu hukum, ada empat unsur yang merupakan fondasi penting, yaitu: moral, hukum, kebenaran, dan keadilan. Akan tetapi menurut filosof besar bangsa Yunani, yaitu Plato, keadilan merupakan nilai kebajikan yang tertinggi. Menurut Plato,

  

  “Justice is the supreme virtue which harmonize all other virtues.

  21 JJ. M. Wuisman, Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Asas-Asas, Penyunting M. Hisyam, (Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1996), hal 203. 22 23 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung : Mandar Madju, 1994), hal 80. 24 Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Hukum, (Jambi : Mandar Maju, 2008), hal 139.

  Snelbecker dalam Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1993), hal 35. 25 Roscoe Pound, Justice According To Law, (New Haven USA : Yale University Press, 1952), hal 3. Dikaitkan dengan fungsinya sebagai perlindungan kepentingan manusia, hukum mempunyai tujuan dan hukum mempunyai sasaran yang hendak dicapai. Adapun tujuan pokok hukum adalah menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, menciptakan ketertiban dan keseimbangan. Dengan tercapainya ketertiban dalam masyarakat diharapkan kepentingan manusia akan terlindungi. Dalam mencapai tujuannya itu hukum bertugas membagi hak dan kewajiban antar perorangan di dalam masyarakat, membagi wewenang dan mengatur cara memecahkan masalah hukum serta memelihara kepastian

   hukum.

  Membicarakan tujuan dari pada hukum maka akan sangat banyak defenisi yang didapati, karena setiap ahli hukum akan memberikan defenisinya sendiri, sesuai situasi dan kondisi zamannya serta kepentingan - kepentingan saat itu. Walaupun banyak pendapat para ahli hukum tentang tujuan hukum, namun penulis hanya akan menggunakan beberapa pendapat tentang teori tujuan dari hukum, sesuai dengan tujuan penulisan penelitian ini dan sebagai landasan bagi penulisan selanjutnya.

  Gustav Radbruch, mengajarkan konsep tiga ide unsur dasar hukum. Ketiga konsep dasar tersebut dikemukakannya pada era Perang Dunia II. Tujuan hukum yang dikemukakannya tersebut oleh berbagai pakar diidentikkan juga sebagai tujuan hukum. Adapun tiga tujuan hukum tersebut adalah kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Gustav Radbruch mengajarkan adanya skala prioritas yang harus dijalankan, dimana perioritas pertama selalu keadilan, kemudian kemanfaatan, dan terakhir barulah kepastian hukum.

  Hukum menjalankan fungsinya sebagai sarana konservasi kepentingan manusia dalam masyarakat. Tujuan hukum mempunyai sasaran yang hendak dicapai yang membagi hak 26 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta : Liberty, 2003), hal 77. dan kewajiban antara setiap individu didalam masyarakat. Hukum juga memberikan wewenang dan mengatur cara memecahkan masalah hukum serta memelihara kepastian hukum. Berbicara mengenai tujuan hukum pada umumnya menurut Gustav Radbruch memakai asas prioritas. Asas prioritas tersebut dijadikan sebagai sebagai tiga nilai dasar tujuan hukum yaitu : keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Setiap hukum yang diterapkan memiliki tujuan spesifik. Asas prioritas yang telah ditelurkan Gustav Radbruch menjadi titik terang dalam masalah ini. Prioritas keadilan dari segala aspek lain adalah hal penting. Kemanfaatan dan kepastian hukum menduduki strata dibawah

   keadilan.

  Menurut Soedjono Dirdjosisworo dalam pergaulan hidup manusia, kepentingan - kepentingan manusia bisa senantiasa bertentangan satu dengan yang lain, maka tujuan

  

  hukum adalah untuk melindungi kepentingan - kepentingan itu. Kepentingan - kepentingan manusia itu bermacam - macam, seperti kepentingan untuk menikmati apa yang menjadi haknya, kepentingan untuk mendapatkan perlindungan hukum, kepentingan untuk mendapatkan kebahagian hidup lahir dan batin, dan sebagainya.

  Menurut Muchsin sebenarnya hukum bukanlah sebagai tujuan tetapi dia hanyalah sebagai alat, yang mempunyai tujuan adalah manusia, maka yang dimaksud dengan

   tujuan hukum adalah manusia dengan hukum sebagai alat untuk mencapai tujuan itu.

  Secara umum, Van Apeldoorn mengatakan bahwa tujuan hukum ialah mengatur pergaulan hidup secara damai. Maksudnya hukum menghendaki perdamaian, yang 27 Wahyu Marwan, “Tujuan Hukum Menurut Gustav Radbruch”, http://hukum-

  indo.blogspot.com/2011/11/artikel-politik-hukum-tujuan-hukum.html, diakses terakhir tanggal 27 April 2012. 28 Soedjono Dirjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1983), hal 11. 29 Muchsin, Ikhtisar Ilmu Hukum, (Jakarta : Badan Penerbit Iblam, 2006), hal 11. semuanya bermuara kepada suasana damai. Rudolf Von Jhering mengatakan bahwa tujuan hukum ialah untuk memelihara keseimbangan antara berbagai kepentingan. Van Kant mengatakan tujuan hukum ialah untuk menjamin kepastian hukum (Rechtszekerheid, Law Certainty), yakni mengenai hak dan kewajiban di dalam pergaulan hidup masyarakat. Aristoteles mengatakan tujuan hukum itu ialah untuk memberikan kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi anggota masyarakat sebanyak-banyaknya, sedangkan Roscoe Pound mengatakan tujuan hukum ialah sebagai alat untuk membangun masyarakat (law is tool of social engineering).

  Pada dasarnya teori yang berkenaan dengan judul penulis diatas adalah teori yang berkenaan dengan tujuan hukum yakni kepastian hukum yang dikemukakan oleh Van Kant, kepastian hukum berarti bahwa dengan adanya hukum setiap orang mengetahui yang mana dan seberapa haknya dan kewajibannya. Teori kepastian hukum menegaskan bahwa tugas hukum itu menjamin kepastian hukum dalam hubungan - hubungan pergaulan kemasyarakatan. Terjadi kepastian yang dicapai “oleh karena hukum”. Dalam tugas itu tersimpul dua tugas lain yakni hukum harus menjamin keadilan maupun hukum harus tetap berguna. Akibatnya kadang - kadang yang adil terpaksa dikorbankan untuk yang berguna.

  Ada 2 (dua) macam pengertian “kepastian hukum” yaitu kepastian oleh karena hukum dan kepastian dalam atau dari hukum. Kepastian dalam hukum tercapai kalau hukum itu sebanyak - banyaknya hukum undang - undang dan bahwa dalam undang - undang itu tidak ada ketentuan - ketentuan yang bertentangan, undang - undang itu dibuat berdasarkan “rechtswerkelijkheid” (kenyataan hukum) dan dalam undang - undang

   tersebut tidak dapat istilah - istilah yang dapat di tafsirkan berlain - lainan.

  Menurut Sudikno Merokusumo, masyarakat mengharapkan adanya kepastian hukum, karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib. Hukum bertugas menciptakan kepastian hukum karena bertujuan untuk ketertiban masyarakat. Tanpa kepastian hukum orang tidak tahu apa yang harus diperbuatnya sehingga akhirnya timbul keresahan. Tetapi jika terlalu menitikberatkan pada kepastian hukum, dan ketat menaati peraturan hukum maka akibatnya akan kaku serta akan menimbulkan rasa tidak adil. Apapun yang terjadi peraturannya tetap seperti demikian, sehingga harus ditaati dan dilaksanakan. Undang - undang itu sering terasa kejam apabila dilaksanakan secara ketat,

  lex dura, sed tamen scripta (undang - undang itu kejam, tetapi memang demikianlah

   bunyinya).

  Investor asing dalam menanamkan modalnya di Indonesia membutuhkan kepastian hukum dalam berusaha. Oleh karena itu, sudah seharusnya pemerintah memperhatikan aturan - aturan yang berkaitan dengan penanaman modal asing terutama yang berhubungan dengan perlindungan terhadap investor asing dalam bisnis dan bagaimana memperlakukan mereka secara adil.

  Dapat dimaklumi mengapa investor membutuhkan adanya kepastian hukum sebab dalam melakukan investasi selain tunduk kepada ketentuan hukum investasi, juga ada ketentuan lain yang terkait dan tidak bisa dilepaskan begitu saja. Ketentuan tersebut antara lain berkaitan dengan perpajakan, ketenagakerjaan, dan masalah pertanahan.

  30 Solly Lubis, Diktat Teori Hukum, disampaikan pada Rangkaian Sari Kuliah Semester II, (Medan : Program Pasca Sarjana Ilmu Hukum USU), 2007, hal 43. 31 Sudikno Mertokusumo, Op.Cit, hal 136. Semua ketentuan ini akan menjadi pertimbangan bagi investor dalam melakukan investasi.

  Kepastian hukum ini meliputi ketentuan perundang - undangan yang dalam banyak hal tidak jelas bahkan bertentangan, dan juga mengenai pelaksanaan keputusan pengadilan. Kesulitan - kesulitan tersebut dapat dikatakan merupakan kesulitan - kesulitan yang dihadapi oleh negara - negara berkembang yang mengundang penanaman

  

  modal asing untuk membantu pertumbuhan ekonominya. Sebagaimana dikemukakan

  

  oleh ilmuan hukum Charles Himawan :

  Peraturan - peraturan itu kadang - kadang demikian banyaknya sehinggamenimbulkan kekaburan akan hukum yang berlaku. Untuk memanfaatkan modal multinasioanal secara maksimal diperlukan kejernihan hukum. Selanjutnya dikemukakan : “Apabila hukum yang berwibawa berarti hukum yang ditaati orang, baik orang yang membuat hukum itu maupun orang terhadap siapa hukum itu ditujukan, akan terlihat disini, kaitan antara manusia dan hukum. Dirasakan pula perlunya hukum yang berwibawa untuk menunjang pembangunan. Dalam konteks yang berlainan diamati perlunya kepastian hukum untuk menjamin arus modal (capital flow) ke Indonesia.

  Investor membutuhkan adanya kepastian hukum dalam menjalankan usahanya. Artinya, bagi para investor butuh ada satu ukuran yang menjadi pegangan dalam melakukan kegiatan investasinya. Ukuran inilah yang disebut aturan yang dibuat oleh yang mempunyai otoritas untuk itu. Wujud kepastian hukum adalah peraturan - peraturan dari pemerintah pusat yang berlaku umum di seluruh wilayah Indonesia. Kemungkinan lain adalah peraturan tersebut berlaku umum, tetapi hanya bagi golongan tertentu. Selain itu dapat pula peraturan setempat yaitu peraturan yang dibuat oleh penguasa setempat

   yang hanya berlaku didaerahnya saja. 32 Mochtar Kusuma Atmadja, “Investasi di Indonesia dalam Kaitannya dengan Pelaksanaan Perjanjian Hasil Putaran Uruguay”, Jurnal Hukum No 5 Vol 3, 1996, hal 6. 33 Charles Himawan, Hukum sebagai Panglima, (Jakarta : Penerbit buku Kompas Cet 1, 2003), hal 113. 34 Soerjono Soekanto, Beberapa Permasalahan Hukum dalam Kerangka Pembangunan Indonesia, (Jakarta : UI Press Cet 4, 1974), hal 56. Tidak adanya jaminan kepastian hukum dalam kegiatan investasi menyebabkan munculnya berbagai permasalahan. Permasalahan ini kemudian mengakibatkan kurangnya minat investor untuk menanamkan modalnya ke daerah. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya peraturan perundang - undangan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah dengan alasan hak otonom yang nota bene membuat beban tambahan investor. Parahnya lagi produk hukum yang dikeluarkan pemerintah daerah banyak yang berbenturan dengan kebijakan yang diambil oleh pemerintah pusat. Hal tersebut menyebabkan kesan saling berebut kekuasaan. Tidak dapat dielakkan adanya indikator bahwa dengan adanya tumpang tindih itu menandakan belum memberikan jaminan kepastian hukum dan sudah tentu alur konsistensi hukum turut berpengaruh dengan adanya kebijakan yang tumpang tindih. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa iklim investasi di Indonesia tidak lagi kondusif karena stabilitas sosial dan politik serta jaminan keamanan dan penegakkan hukum di dalam negeri masih rawan.

  Kepastian hukum itu sendiri bagi investor asing adalah tolak ukur utama untuk menghitung resiko. Bagaimana resiko dapat dikendalikan dan bagaimana penegakkan hukum terhadap resiko tersebut. Kalau penegakkan hukum tidak mendapat kepercayaan dari investor asing maka hampir dapat dipastikan investor asing tersebut tidak akan berspekulasi ditengah ketidakpastian. Dalam kondisi demikian, para investor asing tidak akan berinvestasi baik dalam bentuk portofolio, apalagi dalam bentuk direct investment.

  Ketidakpastian hukum dapat terjadi dalam berbagai bentuk. Kadang - kadang kebijakan atau peraturan yang bertentangan dengan peraturan perundang - undangan diatasnya, atau yang dibuat tidak mengindahkan peraturan atau tidak mencabut peraturan sebelumnya untuk aspek yang sama. Terkadang juga peraturan dibuat berlaku surut, proses pengambilan keputusan pejabat negara yang tidak konsisten dan tidak transparan. Semua hal tersebut membuat pengusaha dan investor merasa berada dipersimpangan

   jalan, menimbulkan perasaan tidak adanya kepastian hukum dan kepastian usaha.

  Penghindaran terjadinya ketidakpastian hukum dalam mengartikulasikan mandat hukum bukan hanya sekedar untuk memberikan rasa keadilan. Tetapi pertimbangan secara hati - hati dalam menjelaskan makna dan aturan hukum yang ada secara langsung juga akan memberikan keuntungan bukan hanya kepada individu, dan tetapi juga kepada masyarakat umum. Ada beberapa faktor yang menyebabkan ketidakpastian hukum. Faktor - faktor tersebut antara lain terlalu cepatnya perubahan kebijakan dan peraturan perundang-undangan, adanya pertentangan diantara berbagai peraturan perundang -

   undangan, dan kekosongan hukum.

  Sebagaimana hal diatas, maka yang lebih penting adalah bagaimana sektor industri atau investasi tersebut mendapat jaminan hukum untuk dapat mengembangkan bisnis dan usahanya secara lebih efektif dan efisien. Sebab hanya dengan itulah ekonomi biaya tinggi dapat ditekan tanpa harus mengurangi pendapatan pemerintah dari sektor

   pajak.

  Arus modal asing nantinya akan meningkat seiring keseriusan Indonesia dalam menciptakan sistem hukum yang adil dan menyeluruh. Hal ini tentu harus diikuti tingkat transparansi dan akuntabilitas yang tinggi pada seluruh lembaga hukum ysng dapat menciptakan kepastian dikalangan masyarakat investor dalam dan luar negeri, yang menuntut kinerja institusi hukum yang baik dan efektif untuk mengurangi dampak dari 35 Ridwan Khairandy, “Iklim Investasi dan Jaminan Kepastian Hukum dalam era otonomi daerah”, Jurnal Hukum Respublica Vol 5 No. 2, hal 154. 36 37 Ibid , hal 152.

  Nugroho Pratomo, “Pertumbuhan Ekonomi 2007 Masih Bergantung kepada Pemerintah”, Media Indonesia, tanggal 9 November 2007. resiko investasi di Indonesia. Jika hal ini tidak dilakukan segera, pemerintah memiliki

   resiko untuk tidak dapat memenuhi target pertumbuhan ekonominya.

  Hadirnya Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal merupakan langkah maju untuk menarik minat investor, namun kepastian hukum harus meliputi seluruh bidang hukum terkait penanaman modal tersebut dan penerapannya dalam putusan - putusan badan peradilan. Investor akan merasa tenang dalam berusaha dengan adanya kepastian hukum, karena dengan kepastian hukum investor dapat melakukan sejumlah prediksi terhadap rencana usaha yang dilakukannya. Dengan demikian selain faktor politik dan ekonomi, faktor lain yang menjadi pertimbangan investor untuk menanamkan modalnya adalah masalah kepastian dan prediktabilitas

   hukum.

  Berdasarkan hal tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa apabila suatu negara ingin menjadi tujuan investasi, maka hukum terkait prosedural dan kegiatan investasi harus dapat menciptakan kepastian. Dengan adanya korelasi antara kepastian hukum dengan kegiatan investasi, maka kegiatan investasi pun akan berjalan baik.

2. Kerangka Konsepsi

  Guna menghindari kesalahpahaman atas berbagai istilah yang dipergunakan dalam penelitian ini, maka berikut akan dijelaskan maksud dari istilah - istilah sebagai berikut:

  38 39 Todung Mulya Lubis, “Infrastruktur dan Kepastian Hukum”, Kompas, tanggal 14 Juni 2005.

  Mahmul Siregar, Op.Cit, hal 209.

  1. Penanaman Modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan

   usaha di wilayah negara Republik Indonesia.

2. Penanaman Modal Asing adalah penempatan modal dalam suatu Badan Usaha

  (Perseroan Terbatas) oleh orang atau badan hukum asing dengan maksud

   menjalankan perusahaan dengan menanggung resiko.