Pengaruh Perbandingan Tepung Biji Nangka dengan Tapioka dan Jumlah Sodium Bikarbonat Terhadap Mutu Kerupuk

  TINJAUAN PUSTAKA Kerupuk

  Bahan dasar kerupuk adalah pati dengan kandungan amilopektin menentukan daya kembang kerupuk. Semakin tinggi kandungan amilopektin pati maka kerupuk yang dihasilkan akan mempunyai daya kembang yang semakin besar. Pada pembuatan kerupuk sering ditambahkan bahan-bahan lain untuk memperbaiki cita rasa dan nilai nutrisi seperti udang, ikan, telur, dan lain-lain (Pratiningsih, dkk., 2003).

  Proses pembuatan kerupuk pada dasarnya sangat sederhana, namun membutuhkan proses yang panjang. Tahapan utama pembuatan kerupuk adalah persiapan, processing, supply, pemotongan, penebaran, pengeringan, sortasi, dan pengemasan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kerupuk adalah kadar air, volume pengembangan, dan kemasan (Afifah, 2012). Standar mutu kerupuk dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.

  Tabel 1. Standar mutu kerupuk goreng (per 100 g bahan) Komposisi Jumlah Protein (g)

  6 Lemak (g) 30,87 Karbohidrat (g)

  54 Air (g) 6,8 Abu (g) 1 Sumber : Nurhayati (2007).

  Sodium Bikarbonat

  Sodium bikarbonat adalah senyawa kimia dengan rumus NaHCO

  3 . Dalam

  penyebutannya kerap disingkat menjadi bicnat. Senyawa ini termasuk kelompok garam dan telah digunakan sejak lama. Senyawa ini disebut juga baking soda

  (soda kue), natrium hidrogen karbonat, dan lain-lain. Senyawa ini merupakan kristal yang sering terdapat dalam bentuk serbuk. Natrium bikarbonat larut dalam air. Senyawa ini digunakan dalam roti atau kue karena bereaksi dengan bahan lain membentuk gaskarbon dioksida, yang menyebabkan roti "mengembang" (Wikipedia, 2012).

  Natrium bikarbonat merupakan senyawa yang larut sempurna dalam air, tidak higroskopis, tidak mahal, banyak tersedia di pasaran dalam lima tingkat ukuran partikel (mulai dari serbuk halus sampai granula seragam yang mengalir bebas), dapat dimakan dan digunakan secara luas dalam produk makanan sebagai soda kue. Natrium bikarbonat merupakan alkali natrium yang paling lemah, mempunyai pH 8,3 dalam larutan air dalam konsentrasi 0,85%. Zat ini menghasilkan kira-kira 52% karbondioksida (Siregar dan Wikarsa, 2010).

  Natrium bikarbonat merupakan bahan pengembang yang banyak dipakai untuk pembuatan cake dan cukis. Pada saat pemanasan bahan ini dapat menghasilkan gas CO

  2 . Gas ini diperoleh dari garam karbonat atau garam

  bikarbonat. NaHCO

  3 apabila mengalami pemanasan akan menghasilkan natrium

  karbonat, karbondioksida, dan air. Reaksinya adalah sebagai berikut:

  2NaHCO

  3 NaCO 3 (s) + H 2 0 (g) + CO 2 (g)

  Gas CO yang dihasilkan akan membentuk gelembung dalam tekstur kerupuk

  2 (Winarno, 1995).

  

  Sodium bikarbonat merupakan bahan atau campuran bahan yang secara

  alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. Menurut

  SK.Menkes No.722 / Menkes / Per /1X /88 penggunaan sodium bikarbonat yang diperbolehkan adalah 2 g/kg (Menteri Kesehatan RI, 1988).

  Biji Nangka

  Biji nangka diketahui banyak mengandung karbohidrat, protein, dan energi yang tidak kalah besar dibanding buahnya, begitu juga kandungan mineralnya seperti kalsium dan fosfor yang cukup banyak. Hal ini mendorong pengolahan biji nangka dalam berbagai bentuk olahan (Anneahira, 2010).

  

  Biji nangka merupakan sumber karbohidrat (36,7 g/100 g), protein

  (4,2g/100 g), dan energi (165 kkal/100 g), sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan yang potensial. Biji nangka juga merupakan sumber mineral yang baik. Kandungan mineral per 100 gram biji nangka adalah fosfor (200 mg), kalsium (33 mg), dan besi (1,0 mg). Selain dapat dimakan dalam bentuk utuh, biji nangka juga dapat diolah menjadi tepung. Selanjutnya dari tepungnya dapat dihasilkan berbagai makanan olahan (Astawan, 2007).

  Berdasarkan penelitian, diketahui bahwa kandungan oligosakarida tertinggi diperoleh dari daging kelapa, embrio kelapa, daging nangka, dan biji nangka. Dua diantaranya yaitu daging nangka dan biji nangka telah dikonfirmasi merupakan prebiotik yang selektif dalam fermentasi mikroflora dalam suatu sistem usus buatan (Wichienchot, dkk., 2011).

  Oligosakarida adalah jenis karbohidrat yang merupakan polimer dari dua

   

  sampai sepuluh monosakarida yang berhubungan dengan timbulnya flatulensi, yaitu menumpuknya gas-gas dalam perut. Pada umumnya terdapat tiga senyawa oligosakarida yang menyebabkan flatulensi, yaitu rafinosa, stakiosa, dan verbakosa. Ketiga jenis oligosakarida di atas tidak dapat dicerna, karena mukosa usus mamalia (termasuk manusia) tidak mempunyai enzim pencernanya, yaitu alfagalaktosidase. Dengan demikian oligosakarida tersebut tidak dapat diserap oleh tubuh. Banyak usaha yang telah dikerjakan untuk menghilangkan oligosakarida, yang paling umum adalah perendaman yang diikuti proses perkecambahan, dan fermentasi (Kusnandar, 2010).

  Hasil pemecahan oligosakarida rafinosa, stakiosa, dan verbakosa oleh bakteri dalam usus besar akan menghasilkan gas. Mikroba juga dapat memanfaatkan oligosakarida tersebut, yaitu kelompok bakteri asam laktat (misalnya Lactobacillus casei dan bifidobacterium longum) yang dapat tumbuh dalam usus besar manusia dan dapat menekan pertumbuhan mikroba patogen.

  Oligosakarida yang dapat digunakan untuk mendukung pertumbuhan mikroba probiotik disebut dengan prebiotik (Kusnandar, 2010). Perbandingan kandungan biji nangka dengan gandum, beras giling, jagung segar, dan singkong dapat dilihat pada Tabel 2.

  Tabel 2. Perbandingan kandungan nutrisi biji nangka (per 100 g bahan) Komposisi Biji nangka Gandum Beras Jagung Singkong giling segar Kalori (kal) 165,0 249,0 360,0 140,0 146,0 Protein (g) 4,2 7,9 6,8 4,7 1,2 Lemak (g) 0,1 1,5 0,7 1,3 0,3 Karbohidrat (g) 36,7 49,7 78,9 33,1 34,7 Kalsium (mg) 33,0 20,0 6,0 6,0 33,0 Besi (mg) 1,0 6,3 0,8 0,7 0,7 Fosfor (mg) 200,0 140 140,0 118,0 40,0 Air (%) 56,7 40,0 13,0 60,0 62,5 Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan Indonesia (2009)

  Sari biji nangka dapat digunakan sebagai alternatif pengganti susu sapi dan sari kedelai. Berdasarkan uji laboratorium, kandungan fosfor dan kalsium susu biji nangka lebih tinggi daripada susu kedelai. Sementara kadar lemaknya justru lebih rendah. Biji nangka ternyata punya banyak manfaat. Ampas saringan biji nangka pun bisa dimanfaatkan sebagai bahan pembuat kue (Liputan6, 2009). Komposisi kimia tepung dan pati biji nangka dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Komposisi kimia tepung dan pati biji nangka Komposisi Tepung Biji nangka Pati biji (%) giling kering giling basah nangka Kadar air 8,57 6,34 9,94 Protein 9,51 11,83 0,81 Lemak 1,94 2,19 0,90 Kadar abu 3,21 3,74 0,17 Amilosa 39,23 36,67 52,53 pH 6,69 6,81 6,55 Sumber: Mukprasirt dan Sajjaanantakul (2003)

  Tapioka

  Tapioka adalah pati yang diperoleh dari ekstraksi ubi kayu melalui proses pemarutan, pemerasan, penyaringan, pengendapan pati, dan pengeringan. Pada pembuatan tapioka ditambahkan natrium metabisulfit untuk memperbaiki warna sehingga tapioka menjadi putih bersih (Astawan, 2003).

  Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkandengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak terlarut disebut amilopektin. Amilosa mempunyai struktur lurus dengan ikatan á-(1,4)-D-glukosa, sedangkan amilopektin mempunyai cabang dengan ikatan á-(1,4) (1,6)-D-glukosa sebanyak 4 -5 % dari berat total ( Winarno, 2004).

  Bila pati mentah dimasukkan ke dalam air dingin, granula pati akan menyerap air dan membengkak. Namun demikian jumlah air yang diserap dan pembengkakannya terbatas. Peningkatan volume granula pati yang yaitu pada suhu55°C – 65 °C. Granula pati dapat dibuat membengkak luar biasa, tetapi bersifat tidak dapat kembali lagi pada kondisi semula. Perubahan tersebut disebut gelatinisasi. Suhu pada saat granula pati pecah disebut suhu gelatinisasi yang dapat dilakukan dengan penambahan air panas (Winarno, 2004).

  Tapioka dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku ataupun campuran pada berbagai macam produk antara lain kerupuk dan kue lainnya. Selain itu tapioka dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengental (thickener), bahan pengisi, bahan pengikat pada industri makanan olahan (Astawan, 2003). Komposisi kimia tapioka dapat dilihat pada Tabel 4 berikut. Tabel 4. Komposisi kimia tapioka (per 100 g bahan)

  Komposisi Jumlah Kalori (Kal)

  365 Protein (g)

  0,5 Lemak (g)

  0,3 Karbohidrat (g)

  86,6 Air (g)

  12,0 P (mg)

  0,0 Kalsium (mg)

  0,0 Fe (mg)

  0,0 Bdd (%)

  100 Sumber: Departemen Kesehatan R.I., (1996).

  Bahan Tambahan Garam

  Penambahan garam, selain sebagai pemberi cita rasa, juga berfungsi sebagai pengawet tergantung pada konsentrasi yang ditambahkan. Adapun mekanisme garam sebagai pengawet adalah: 1) garam bersifat higroskopis, di mana garam akan menyerap air pada bahan, sehingga tidak dapat digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya, 2) garam bersifat osmotik, di mana garam akan menyerap air pada dinding sel bakteri sehingga terjadi plasmolisis (pemecahan

  • dinding sel), 3) NaCl dimana Cl akan bersifat toksin bagi mikroba (Syarief dan Irawati, 1988).
Garam adalah senyawa (NaCl) yang berwarna putih, berbentuk kristal padat yang diketahui mungkin sebagai penyedap rasa yang tertua. Garam telah lama digunakan dalam proses curing daging dan ikan. Berguna menghambat pertumbuhan mikroorganisme dengan menghidrasi dinding sel tanaman dan hewan (Hughes, 1996).

  Gula

  Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan komoditi perdagangan utama. Gula paling banyak diperdagangkan dalam bentuk kristal sukrosa padat. Gula digunakan untuk mengubah rasa menjadi manis dan

   

  keadaan makanan atau minuman. Gula sederhana, seperti glukosa (yang diproduksi dari sukrosa dengan enzim atau hidrolisis asam), menyimpan energi yang akan digunakan oleh sel (Wikipedia, 2012).

  Bawang putih

  Bawang putih (Allium sativum L.) termasuk tanaman rempah yang bernilai ekonomi tinggi karena memiliki beragam kegunaan. Manfaat utama bawang putih adalah sebagai bumbu penyedap masakan yang membuat masakan menjadi beraroma dan mengandung selera. Meskipun kehadiran dalam bumbu masak hanya sedikit, namun tanpa kehadirannya masakan akan terasa hambar. Selain itu juga bawang putih berfungsi untuk meningkatkan daya awet bahan makanan.

  Aroma khas dari bawang putih berasal dari minyak volatil yang mengandung komponen sulfur (Palungkun dan Budiarti, 1992).

  Senyawa penegas aroma buah-buahan diperoleh dari berbagai ester yang bersifat volatil. Produk senyawa aroma tersebut meningkat ketika mendekati masa klimakterik. Contohnya senyawa penegas aroma pada bawang merupakan senyawa sulfur yang akan menimbulkan bau bila jaringan sel bawang mengalami kerusakan, sehingga terjadi kontak antara enzim dalam bahan dengan substrat (Syarief dan Irawati, 1988).

  Bawang putih termasuk salah satu familia Liliaceae yang populer di dunia ini dengan nama ilmiahnya Allium sativum Linn. Kandungan bawang putih antara lain air mencapai 60,9 - 67,8 %, protein 3,5 – 7 %, lemak 0,3 %, karbohidrat 24,0- 27,4 % dan serat 0,7 %, juga mengandung mineral penting dan beberapa vitamin dalam jumlah tidak besar bawang putih telah dikenal sebagai bumbu dan obat- obatan tradisional yang dapat memberikan cita rasa pada suatu bahan makanan (Wibowo, 1999).

  Telur

  Telur adalah sumber makanan zat protein hewani yang bernilai zat gizi tinggi. Untuk dunia kuliner, telur amat penting peranannya, karena telur banyak kegunaannya di dalam masak-memasak. Fungsi telur dalam penyelenggaraan gizi kuliner sebagai pengental, perekat atau pengikat (Tarwotjo, 1988). Komposisi kimia telur ayam dapat dilihat pada Tabel 5 berikut. Tabel 5. Komposisi kimia telur ayam (per 100 g bahan) Komposisi Kandungan Kalori 162 kal Protein 12,8 g Lemak 11,5 g Karbohidrat 0,7 g Kalsium 54 mg Fosfor 180 mg Besi 2,7 mg Vitamin A 900 SI Vitamin B

  1 0,10 mg

  Vitamin C 0 mg Air 74 g Bdd 90 % Sumber : Departemen Kesehatan (1996).

  Reaksi pencoklatan

  Reaksi pencoklatan adalah perubahan warna menjadi kecoklatan pada saat diolah atau selama penyimpanan yang terjadi pada bahan dan produk pangan, pembentukan warna coklat tersebut dapat dipicu oleh aktivitas enzim atau reaksi kimia. Reaksi pencoklatan terdiri dari reaksi pecoklatan enzimatis dan non enzimatis (Feri, 2010).

  1. Reaksi pencoklatan enzimatis Pembentukan warna coklat ini dipicu oleh reaksi oksidasi yang dikatalis oleh enzim fenol oksidase atau polifenol oksidase. Kedua enzim ini dapat mengkatalis reaksi oksidasi senyawa fenol (misalnya katekol) yang dapat menyebabkan perubahan warna menjadi coklat. Dalam bahan pangan, seperti apel, pisang dan kentang kelompok enzim oksidase tersebut dan senyawa fenol tersedia secara alami. Enzim oksidase akan reaktif dengan adanya oksigen, ketika bahan pangan tersebut terkelupas dan terpotong, maka bagian dalam permukaan akan terpapar oleh oksigen, sehingga akan memicu reaksi oksidasi senyawa fenol dan merubah permukaan bahan pangan menjadi coklat (Feri, 2010).

  2. Reaksi non enzimatis Pada umunya ada tiga jenis reaksi pencoklatan non-enzimatis, yaitu reaksi maillard, karamelisasi dan pencoklatan akibat oksidasi dari vitamin C (Winarno,

  2004).

  a. Reaksi maillard Reaksi antara gula pereduksi dan gugus amin dikenal sebagai reaksi maillard. Warna coklat dalam reaksi maillard disebabkan oleh pembentukan melanoidin, yang merupakan kompleks molekul berberat molekul besar. Reaksi ini diawali reaksi antara grup aldehid atau keton pada molekul gula dengan grup amino bebas pada molekul protein atau asam amino membentuk glucosyl amine.

  Senyawa ini kemudian melalui amadori rearrangement membentuk amino-deoxy ketose. Produk-produk amadori tidak stabil dan setelah melalui serangkaian reaksi yang kompleks menghasilkan komponen aroma dan flavor, serta pigmen coklat melanoidin (Wikipedia, 2012).

  b. Karamelisasi Gula dalam larutan sangat stabil pada pH 3-7. Pencairan gula atau pemanasan larutan gula dengan keberadaan katalis asam atau basa dapat menyebabkan gula mengalami karamelisasi. Karamelisasi menghasilkan warna coklat dan aroma yang disukai. Warna karamel banyak digunakan untuk mewarnai minuman cola dan makanan lain (Wikipedia, 2012).

  Pembuatan Kerupuk Pengukusan

  Pengukusan termasuk salah satu dari cara pengolahan bahan makanan yang menggunakan proses pemanasan (heating processes) dengan suhu tinggi dan penambahan air. Interaksi dari penerapan dua proses tersebut menyebabkan terjadinya proses gelatinisasi pati. Gelatinisasi adalah peristiwa pembengkakan granula pati sedemikian rupa sehinggga granula tersebut tidak dapat kembali pada kondisi semula (Winarno, 2004).

  Pemekaran dan pengembangan molekul protein yang terdenaturasi akan membuka gugus reaktif yang ada pada rantai polipeptida. Selanjutnya akan terjadi pengikatan kembali pada gugus reaktif yang sama atau yang berdekatan. Bila unit ikatan yang terbentuk cukup banyak sehingga protein tidak lagi terdispersi sebagai suatu koloid, maka protein tersebut mengalami koagulasi. Apabila ikatan-ikatan antara gugus-gugus reaktif protein tersebut menahan seluruh cairan, akan terbentuklah gel. Sedangkan bila cairan terpisah dari protein yang terkoagulasi itu, protein akan mengendap (Winarno, 2004).

  Penghancuran Biji Nangka

  Bahan mentah sering berukuran lebih besar dari pada kebutuhan sehingga ukuran bahan ini harus diperkecil. Operasi pengecilan ukuran ini dapat dibagi menjadi dua kategori utama, tergantung pada apakah bahan tersebut cair atau padat. Apabila bahan berbentuk padat, maka operasi pengecilan disebut penghancuran dan pemotongan. Apabila cair disebut emulsifikasi atau atomisasi (Earle, 1969).

  Penghancuran dan pemotongan mengurangi ukuran bahan padat dengan kerja mekanis, yaitu membaginya menjadi partikel-partikel yang lebih kecil.

  Pemotongan dipergunakan untuk memecahkan potongan besar bahan pangan menjadi potongan-potongan kecil yang sesuai untuk pengolahan lebih lanjut (Earle, 1969).

  Pembuatan Adonan

  Faktor terpenting dalam tahap pembuatan adonan adalah homogenitas adonan, karena sifat ini akan mempengaruhi keseragaman produk akhir yang dihasilkan, baik karakteristik fisik, kimia maupun organoleptik. Oleh karena itu, pada saat pencampuran bahan hendaknya dilakukan sampai benar-benar homogen (Susilo, 2001).

  Bila dicampur dengan air, partikel-partikel glutein terhidrasi dan bila dikocok atau diaduk, terjadi kecenderungan memanjang atau membentuk serabut- serabut. Bila pengadukan dilanjutkan serabut-serabut tersebut secara berulang mekar dan mengendur sehingga menuju pada susunan yang sejajar, dan menghasilkan matriks yang liat dan liat yang mampu mengikat gelembung- gelembung gas yang terjadi baik hasil fermentasi maupun dari udara yang masuk selama proses pengadukan (Winarno, 1995).

  Kapasitas hidrasi menunjukkan jumlah air yang dapat diserap oleh tepung. Sifat demikian memberi pengaruh besar terhadap sifat adonan yang terbentuk. Kapasitas hidrasi tepung terigu 191,55% lebih kecil dari pada kapasitas hidrasi tepung tapioka yaitu 333,30%. Pada kapasitas hidrasi tepung relatif besar berarti untuk mencapai konsistensi adonan yang sama diperlukan jumlah tepung yang lebih sedikit (Sutardi dan Supriyanto, 1996).

  Penggorengan

  Proses pencetakan dimaksud untuk memperoleh bentuk dan ukuran yang

   

  lebih seragam dan lebih menarik. Keseragaman ukuran penting untuk memperoleh penampakan dan penetrasi panas yang merata sehingga memudahkan proses penggorengan dan menghasilkan produk garing dengan warna yang lebih seragam (Winarno, 2004).

  Minyak goreng berfungsi sebagai penghantar panas, penambah rasa gurih, dan penambah nilai kalori bahan pangan. Mutu minyak goreng ditentukan oleh titik asapnya, yaitu suhu pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein yang tidak diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Pada umumnya

  o suhu penggorengan adalah 177-211 C (Winarno, 2004). Penggorengan adalah suatu proses untuk memasak bahan pangan dengan menggunakan lemak atau minyak pangan. Terdapat dua cara menggoreng, yaitu menggoreng sangrai (tanpa minyak) dan deep fat frying (bahan terendam minyak). Menggoreng dengan menggunakan minyak adalah suatu teknik pengolahan pangan dengan memasukkan bahan ke dalam minyak panas dan seluruh permukaan bahan mendapat perlakuan panas yang sama, sehingga berwarna seragam (Susilo, 2001).

  Suhu minyak yang baik untuk menggoreng berkisar antara 168 – 196

  C, tergantung dari bahan yang digoreng. Suhu minyak yang rendah (kurang dari 168 C) akan menyebabkan terjadinya kekerasan yang tidak diinginkan (bantat). Suhu minyak yang tinggi (lebih dari 196

  C) akan menyebabkan makanan gosong pada bagian luar sedangkan bagian dalam belum matang (Susilo, 2001).

  Pengemasan

  Setelah produk jadi, dilakukan pengemasan. Pengemasan bahan pangan

   

  harus memperlihatkan tiga fungsi utama, harus dapat mempertahankan produk agar lebih bersih dan memberikan perlindungan terhadap kotoran dan pencemaran lainnya, harus memperhatikan perlindungan kepada bahan pangan terhadap kerusakan fisik, air, oksigen dan sinar, dan harus berfungsi benar, efisien dan ekonomis dalam proses pengepakan (Buckle, dkk., 2009).

  Plastik yang digunakan untuk pengemasan umumnya terbuat dari turunan

   

  senyawa selulosa (cellophane), selulosa-asetat, poliamida (nylon), poliester-resin, polietilen-resin, polipropilen-resin, stiren-resin, polivinillidin klorida (saran) dan polivinil klorida. Plastik tersebut digunakan masing-masing menurut kegunaannya dan jenis bahan baku. Pemilihan plastik sebagai bahan pengemas disebabkan plastik harganya murah, mudah dibentuk, ringan dan tembus pandang. Jadi konsumen dapat melihat bahan secara seutuhnya (Potter, 1986).

  Penelitian Sebelumnya

  Pada penelitian Sabariman dkk. (2010) dengan tujuan penelitian mempelajari pengaruh formulasi tepung ubi jalar, tapioka, dan terigu terhadap mutu kerupuk simulasi yang dihasilkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa formulasi tepung ubi jalar, tapioka, dan terigu berpengaruh nyata terhadap kadar air, kadar abu, kekerasan, mutu hedonik, dan hedonik rasa, dan tekstur tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap mutu hedonik dan hedonik aroma.