Pengaruh Konsentrasi Natrium Tripolifosfat Dengan Campuran Tepung Tapioka dan Tepung Sagu Terhadap Mutu Bakso Sapi

(1)

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM TRIPOLIFOSFAT

DENGAN CAMPURAN TEPUNG TAPIOKA DAN TEPUNG SAGU

TERHADAP MUTU BAKSO SAPI

SKRIPSI

OLEH :

EFFIN CHERNANDA 040305030/THP

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2008


(2)

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM TRIPOLIFOSFAT

DENGAN CAMPURAN TEPUNG TAPIOKA DAN TEPUNG SAGU

TERHADAP MUTU BAKSO SAPI

SKRIPSI

OLEH :

EFFIN CHERNADA 040305030/THP

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana di Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2008


(3)

Judul Skripsi : Pengaruh Konsentrasi Natrium Tripolifosfat Dengan Campuran Tepung Tapioka dan Tepung Sagu Terhadap Mutu Bakso Sapi

Nama : Effin Chernanda

NIM : 040305030

Departemen : Teknologi Pertanian Program Studi : Teknologi Hasil Pertanian

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Ir. Hotnida Sinaga, M.Phil Ir. Sentosa Ginting, M.P Ketua Anggota

Mengetahui

Ir. Saipul Bahri Daulay, M.Si Ketua Departemen


(4)

ABSTRACT

THE USE OF TAPIOCA AND SAGO FLOUR MIXTURE AND SODIUM TRIPOLYPHOSPHATE IN PRODUCTION OF

BEEF BALLS

The aim of this research was to know the effect of the amount of tapioca and sago flour mixture and consentration of sodium tripolyphosphate on the quality of beef balls. The research had been performed using factorial completely randomized design (CRD) with two factors, i.e; the amount of tapioca and sago flour mixture (T) : (22,5, 25, 27,5, 30 and 32,5%) and sodium tripolyphosphate consentration (N) : (0, 0,1 and 0,2%). Parameters analyzed were moisture content, protein content, ash content, fat content, and organoleptic values (colour, taste, and plialibility). The result showed that the amount of tapioca and sago flour mixture had highly significant effect on the protein content, ash content, and fat content, but only had significant effect on the moisture content. The concentration of sodium tripolyphosphate, had highly significant effect on the protein content, ash content, fat content, and organoleptic values of colour and taste. The interaction of the amount of tapioca and sago flour mixture and the concentration of sodium tripolyphosphate had highly significant effect on the protein content, ash content and fat content. The 22,5% amount of tapioca and sago flour mixture and 0,2% concentration of sodium tripolyphosphate produced the better and more acceptable quality of beef balls.

Keyword : Beef balls, Tapioca flour , Sagu flour , Sodium tripolyphosphate

ABSTRAK

PENGGUNAAN CAMPURAN TEPUNG TAPIOKA DAN TEPUNG SAGU DAN NATRIUM TRIPOLIPOSFAT DALAM PEMBUATAN BAKSO DAGING SAPI

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh jumlah campuran tepung tapioka dan tepung sagu dan konsentrasi natrium tripoliposfat terhadap mutu bakso daging sapi. Penelitian ini menggunakan metode rancangan acak lengkap dengan dua faktor, yaitu jumlah campuran tepung tapioka dan tepung sagu (T) ; (22,5, 25, 27,5, 30 dan 32,5%) dan konsentrasi natrium nitrat (N) ; (0, 0,1 dan 0,2%). Parameter yang dianalisa adalah kadar air, kadar protein, kadar abu, kadar lemak, dan nilai organoleptik (warna, rasa, dan kekenyalan). Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah campuran tepung tapioka dan tepung sagu memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar protein, kadar abu dan kadar lemak. Tetapi berbeda nyata dengan kadar air. Konsentrasi natrium tripoliposfat memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar protein, kadar abu, kadar lemak dan nilai organoleptik warna dan rasa. Interaksi jumlah campuran tepung tapioka dan tepung sagu dan konsentrasi natrium nitrat memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar protein, kadar abu dan lemak. Jumlah campuran tepung tapioka dan tepung sagu 22,5% dan konsentrasi natrium tripoliposfat 0,2 % menghasilkan bakso daging sapi yang lebih baik dan dapat diterima.


(5)

(6)

RINGKASAN

EFFIN CHERNANDA “Pengaruh Konsentrasi Natrium Tripolifosfat dengan Campuran Tepung Tapioka dan Tepung Sagu Terhadap Mutu Bakso Sapi”, dibimbing oleh Ir. Hotnida Sinaga, M.Phil selaku ketua komisi pembimbing dan Ir. Sentosa Ginting, M.P selaku anggota komisi pembimbing.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi natrium tripolifosfat dengan campuran tepung tapioka dan tepung sagu terhadap mutu bakso sapi.

Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan dua faktor. Faktor I : jumlah tepung tapioka dan tepung sagu (perbandingan 2:1) dari berat total campuran, (T) yaitu T1 = 22,5%, T2 = 25%,

T3 = 27,5%, T4 =30% dan T5 = 32,5% . Faktor II : konsentrasi natrium

tripolifosfat (N), yaitu N1 = 0%, N2 = 0,1%, dan N3 = 0,2%. Dengan parameter

analisis kadar air (%), kadar protein (%), kadar abu (%), kadar lemak (%), dan nilai organoleptik (numerik).

1. Kadar Air

Jumlah campuran tepung tapioka dan tepung sagu (perbandingan 2:1) (T) berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar air bakso daging sapi yang dihasilkan. Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan T1 (jumlah campuran

tepung 22,5%) yaitu 71,71 % dan terendah terdapat pada perlakuan T5 (jumlah

campuran tepung 32,5%) yaitu 53,97 %.

Konsentrasi natrium tripolifosfat (N) berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar air bakso daging sapi yang dihasilkan. Kadar air tertinggi terdapat


(7)

pada perlakuan N1 (konsentrasi natrium tripolifosfat 0%) yaitu sebesar 64,09 %

dan yang terendah terdapat pada perlakuan N3 (konsentrasi natrium tripolifosfat

0,2%) yaitu sebesar 60,93 %.

Interaksi jumlah campuran tepung tapioka dan tepung sagu (perbandingan 2 : 1) dan konsentrasi natrium tripolifosfat berpengaruh tidak nyata

(P>0,05) terhadap kadar air bakso daging sapi yang dihasilkan. Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan T1N1 (22,5% dan 0%) yaitu 73,66 % dan kadar air

terendah terdapat pada perlakuan T5N3 (32,5% dan 0,2%) yaitu sebesar 52,60 %. 2. Kadar Protein

Jumlah campuran tepung tapioka dan tepung sagu (perbandingan 2 : 1) (T) berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar protein bakso daging sapi yang dihasilkan. Kadar protein yang tertinggi terdapat pada perlakuan T5 (jumlah

campuran tepung 32,5%) yaitu 9,46 % dan yang terendah terdapat pada perlakuan T1 (jumlah campuran tepung 22,5%) yaitu 7,70 %.

Konsentrasi natrium tripolifosfat (N) berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar protein bakso daging sapi yang dihasilkan. Kadar protein tertinggi terdapat pada perlakuan N3 (konsentrasi natrium tripolifosfat 0,2%) yaitu sebesar

9,35 % dan yang terendah terdapat pada perlakuan N1 (konsentrasi natrium

tripolifosfat 0%) yaitu 8,09 %.

Interaksi jumlah campuran tepung tapioka dan tepung sagu (perbandingan 2 : 1) dan konsentrasi natrium tripolifosfat berpengaruh sangat

nyata (P<0,01) terhadap kadar protein bakso daging sapi yang dihasilkan. Kadar protein tertinggi terdapat pada perlakuan T5N3 (32,5% dan 0,2%) yaitu sebesar


(8)

9,87 % dan kadar protein terendah terdapat pada perlakuan T1N1 (22,5% dan 0%)

yaitu 7,06 %. 3. Kadar Abu

Jumlah campuran tepung tapioka dan tepung sagu (perbandingan 2 : 1) (T) berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar abu bakso daging sapi yang dihasilkan. Kadar abu tertinggi terdapat pada perlakuan T5 (jumlah campuran

tepung 32,5%) yaitu 1,92 % dan yang terendah pada perlakuan T1 (jumlah

campuran tepung 22,5%) yaitu 1,11 %.

Konsentrasi natrium tripolifosfat (N) berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar abu. Kadar abu tertinggi terdapat pada perlakuan N3 (konsentrasi

natrium tripolifosfat 0,2%) yaitu 1,95 % dan yang terendah terdapat pada perlakuan N1 (konsentrasi natrium tripolifosfat 0%) yaitu 1,21 %.

Interaksi jumlah campuran tepung tapioka dan tepung sagu (perbandingan 2 : 1) dan konsentrasi natrium tripolifosfat berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar abu bakso daging sapi yang dihasilkan. Kadar abu tertinggi terdapat pada perlakuan T5N3 (32,5% dan 0,2%) yaitu sebesar 2,60 %

dan kadar abu terendah terdapat pada perlakuan T1N1 (22,5 % dan 0 %) yaitu

0,98 %.

4. Kadar Lemak

Jumlah campuran tepung tapioka dan tepung sagu (perbandingan 2 : 1) (T) berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar lemak bakso daging sapi yang dihasilkan. Kadar lemak tertinggi terdapat pada perlakuan T1 (jumlah

campuran tepung 22,5%) yaitu sebesar 6,75% dan yang terendah terdapat pada perlakuan T5 (jumlah campuran tepung 32,5%) yaitu 4,52 %.


(9)

Konsentrasi natrium tripolifosfat (N) berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar lemak bakso daging sapi yang dihasilkan. Kadar lemak tertinggi terdapat pada perlakuan N1 (konsentrasi natrium tripolifosfat 0%) yaitu sebesar

6.84 % dan yang terendah terdapat pada perlakuan N3 (konsentrasi natrium

tripolifosfat 0,2%) yaitu 4,87 %.

Interaksi jumlah campuran tepung tapioka dan tepung sagu (perbandingan 2 : 1) dan konsentrasi natrium tripolifosfat berpengaruh sangat

nyata (P<0,01) terhadap kadar lemak bakso daging sapi yang dihasilkan. Kadar lemak tertinggi terdapat pada perlakuan T1N1 (22,5% dan 0%) yaitu sebesar

9,72 % dan kadar lemak terendah terdapat pada perlakuan T5N3 (32,5% dan 0,2%)

yaitu 3,89 %.

5. Nilai Organoleptik Warna, Rasa dan Kekenyalan

Jumlah campuran tepung tapioka dan tepung sagu (perbandingan 2 : 1) (T) berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai uji organoleptik warna, rasa dan kekenyalan bakso daging sapi yang dihasilkan.

Konsentrasi natrium tripolifosfat (N) berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai uji organoleptik bakso daging sapi yang dihasilkan. Nilai uji organoleptik tertinggi terdapat pada perlakuan N3 (konsentrasi natrium

tripolifosfat 0,2%) yaitu 2,08 dan yang terendah terdapat pada perlakuan N1

(konsentrasi natrium tripolifosfat 0%) yaitu sebesar 1,94.

Interaksi jumlah campuran tepung tapioka dan tepung sagu (perbandingan 2 : 1) dan konsentrasi natrium tripolifosfat berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai uji organoleptik bakso daging sapi.


(10)


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... i

RINGKASAN ... ii

RIWAYAT HIDUP ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian ... 5

Hipotesa Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA Bakso ... 6

Komposisi Kimia Daging Sapi ... 8

Standart Mutu dan Nilai gizi Bakso Sapi ... 10

Bahan-bahan Pembuatan Bakso Daging Sapi ... 12

Tepung Tapioka ... 13

Tepung Sagu ... 15

Bumbu-bumbu ... 16

Es atau Air Es ... 18

Peranan Natrium Tripolifosfat ... 19

Proses Pembuatan Bakso Daging Sapi ... 20

BAHAN DAN METODA PENELITIAN Bahan Penelitian ... 22

Waktu dan Tempat Penelitian ... 22

Reagensia ... 22

Alat Penelitian ... 22

Metoda Penelitian ... 23


(12)

Pelaksanaan Penelitian ... 24

Pembuatan Bakso Daging Sapi ... 24

Parameter Penelitian Kadar Air ... 25

Kadar Protein ... 26

Kadar Abu ... 26

Kadar Lemak ... 27

Uji Organoleptik (Warna, Rasa, dan Kekenyalan) ... 27

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2:1) terhadap Parameter yang Diamati ... 30

Pengaruh Konsentrasi Natrium Tripolifosfat terhadap Parameter yang Diamati ... 31

Kadar Air Pengaruh Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2:1) terhadap Kadar Air Bakso Daging Sapi ... 33

Pengaruh Konsentrasi Natrium Tripolifosfat terhadap Kadar air Bakso Daging Sapi ... 34

Pengaruh Interaksi Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2:1) dan Konsentrasi Natrium Tripolifosfat terhadap Kadar Air ... 35

Kadar Protein Pengaruh Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2:1) terhadap Kadar Protein Bakso Daging Sapi ... 35

Pengaruh Konsentrasi Natrium Tripolifosfat terhadap Kadar Protein Bakso Daging Sapi ... 37

Pengaruh Interaksi Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2:1) dan Konsentrasi Natrium Tripolifosfat terhadap Kadar Protein ... 39

Kadar Abu Pengaruh Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2:1) terhadap Kadar Abu Bakso Daging Sapi ... 41

Pengaruh Konsentrasi Natrium Tripolifosfat terhadap Kadar Abu Bakso Daging Sapi ... 43

Pengaruh Interaksi Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2:1) dan Konsentrasi Natrium Tripolifosfat terhadap Kadar Abu ... 45

Kadar Lemak Pengaruh Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2:1) terhadap Kadar Lemak Bakso Daging Sapi ... 47

Pengaruh Konsentrasi Natrium Tripolifosfat terhadap Kadar Lemak Bakso Daging Sapi ... 49


(13)

Pengaruh Interaksi Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2:1) dan Konsentrasi Natrium

Tripolifosfat terhadap Kadar Lemak ... 50

Uji Organoleptik Warna, Rasa dan Kekenyalan Pengaruh Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2:1) terhadap Uji Organoleptik Warna, Rasa dan Kekenyalan Bakso Daging Sapi ... 52

Pengaruh Konsentrasi Natrium Tripolifosfat terhadap Uji Organoleptik Warna, Rasa dan Kekenyalan Bakso Daging Sapi .. 53

Pengaruh Interaksi Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2:1) dan Konsentrasi Natrium Tripolifosfat terhadap Uji Organoleptik Bakso Daging Sapi... 54

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 56

Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 58


(14)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1. Komposisi Kimia Aneka Bakso ... 8

2. Komposisi Kimia Daging Sapi dalam 100 gram Bahan ... 9

3. Mutu Sensoris Bakso Daging ... 11

4. Komposisi Kimiawi Bakso Daging Sapi ... 13

5. Komposisi Kimia Tepung Tapioka dalam 100 gram Bahan ... 14

6. Komposisi Kimia Tepung Sagu dalam 100 gram Bahan ... 16

7. Skala Hedonik Warna dan Rasa ... 28

8. Skala Hedonik Kekenyalan ... 28

9. Hasil Analisis Pengaruh Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2:1) terhadap Parameter yang Diamati ... 30

10. Hasil Analisis Pengaruh Konsentrasi Natrium Tripolifosfat terhadap Parameter yang Diamati ... 31

11. Uji LSR Pengaruh Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2:1) terhadap Kadar Air Bakso Sapi... 33

12. Uji LSR Pengaruh Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2:1) terhadap Kadar Protein Bakso Daging Sapi ... 35

13. Uji LSR Pengaruh Konsentrasi Natrium Tripolifosfat terhadap Kadar Protein Bakso Daging Sapi ... 37

14. Uji LSR Pengaruh Interaksi Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2:1) dan Konsentrasi Natrium Tripolifosfat terhadap Kadar Protein Bakso Daging Sapi ... 40

15. Uji LSR Pengaruh Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2:1) terhadap Kadar Abu Bakso Daging Sapi ... 42

16. Uji LSR Pengaruh Konsentrasi Natrium Tripolifosfat terhadap Kadar Abu Bakso Daging Sapi ... 43


(15)

17. Uji LSR Pengaruh Interaksi Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2:1) dan Konsentrasi Natrium

Tripolifosfat terhadap Kadar Abu Bakso Daging Sapi ... 45 18. Uji LSR Pengaruh Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung

Sagu (perbandingan 2:1) terhadap Kadar Lemak Bakso Daging Sapi .... 47 19. Uji LSR Pengaruh Konsentrasi Natrium Tripolifosfat terhadap Kadar

Lemak Bakso Daging Sapi ... 49 20. Uji LSR Pengaruh Interaksi Jumlah Campuran Tepung Tapioka

dengan Tepung Sagu (perbandingan 2:1) dan Konsentrasi Natrium

Tripolifosfat terhadap Kadar Lemak Bakso Daging Sapi ... 51 21. Uji LSR Pengaruh Konsentrasi Natrium Tripolifosfat terhadap Uji


(16)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman 1. Rumus Kimia Tripolifosfat ... 20 2. Skema Pembuatan Bakso Daging Sapi ... 29 3. Grafik Hubungan Jumlah Campuran Tepung Tapioka dan Tepung

Sagu (perbandingan 2:1) dengan Kadar Air Bakso Daging Sapi ... 34 4. Grafik Hubungan Jumlah Campuran Tepung Tapioka dan Tepung

Sagu (perbandingan 2:1) dengan Kadar Protein Bakso Daging Sapi ... 37 5. Grafik Hubungan Konsentrasi Natrium Tripolifosfat dengan Kadar

Protein Bakso Daging Sapi ... 38 6. Grafik Hubungan Jumlah Campuran Tepung Tapioka dan Tepung

Sagu (perbandingan 2:1) dengan Natrium Tripolifosfat Terhadap

Kadar Proein Bakso Daging Sapi ... 41 7. Grafik Hubungan Jumlah Campuran Tepung Tapioka dan Tepung

Sagu (perbandingan 2:1) dengan Kadar Abu Bakso Daging Sapi ... 43 8. Grafik Hubungan Konsentrasi Natrium Tripolifosfat dengan Kadar

Abu Bakso Daging Sapi ... 44 9. Grafik Hubungan Jumlah Campuran Tepung Tapioka dan Tepung

Sagu (perbandingan 2:1) dengan Natrium Tripolifosfat Terhadap

Kadar Abu Bakso Daging Sapi ... 46 10. Grafik Hubungan Jumlah Campuran Tepung Tapioka dan Tepung

Sagu (perbandingan 2:1) dengan Kadar Lemak Bakso Daging Sapi ... 48 11. Grafik Hubungan Konsentrasi Natrium Tripolifosfat dengan Kadar

Protein Bakso Daging Sapi ... 50 12. Grafik Hubungan Jumlah Campuran Tepung Tapioka dan Tepung

Sagu (perbandingan 2:1) dengan Natrium Tripolifosfat Terhadap

Kadar Protein Bakso Daging Sapi ... 52 13. Grafik Hubungan Konsentrasi Natrium Tripolifosfat Terhadap Uji


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Hasil Analisis Kadar Air (%) ... 54

2. Hasil Analisis Kadar Lemak (%) ... 56

3. Hasil Analisis Kadar Protein (%) ... 57

4. Hasil Analisis Kadar Abu (%) ... 58

5. Hasil Analisis Uji Organoleptik (Skor) ... 59

6. Hasil Analisis Bakso Daging Sapi Tanpa Penambahan Natrium Tripolifosfat pada 0 hari ... 60


(18)

(19)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.

Skripsi ini berjudul “Pengaruh Konsentrasi Natrium Tripolifosfat dengan Campuran Tepung Tapioka dan Tepung Sagu Terhadap Mutu Bakso Sapi“ yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada komisi pembimbing Ir. Hotnida Sinaga, M.Phil selaku ketua komisi pembimbing dan Ir. Sentosa Ginting, M.P selaku anggota komisi pembimbing, atas arahan dan bimbingan yang diberikan selama penyusunan skripsi ini.

Terima kasih yang teramat besar penulis ucapkan kepada yang tersayang Ayahanda Cherfani Effendi, Ibunda Arlina dan juga Abang-abang tersayang

(Al-muaz dan Al-fanani) yang telah memberikan motivasi, spirit dan perhatian yang sangat penulis perlukan, dan juga untuk keluarga patumbak yang penulis sayangi terima kasih atas dukungan moril dan materilnya, untuk mba’lul sayang dan shely terimakasih. Terima kasih untuk Bu Herla atas bantuan dan bimbingannya, untuk bang Ahmad TEP’01 terimakasih banyak atas bantuannya. Terima kasih juga kepada seluruh teman seperjuangan stambuk 2004 (Dede (sepupu), Gorep, Kusno’, Rahma, Bujing, irda, yamin, Eri, Eka, Sopy n Batak) atas seluruh bantuan dan semangatnya selama mengikuti masa kuliah dan untuk semua temen-temen Efpamas Kos terimakasih atas semua bantuan dan dukungan


(20)

nya terutama buat bang mbos, bang vj , kak nur, edwin dan ewad. Untuk yang tidak tetuliskan penulis mohon maaf tapi kalian tetap akan selalu diingat. Dan untuk seseorang yang jauh dimata dekat dihati terimakasih atas semangatnya ya

‘you are my motivator’ .

Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, Juli 2008 Penulis


(21)

ABSTRACT

THE USE OF TAPIOCA AND SAGO FLOUR MIXTURE AND SODIUM TRIPOLYPHOSPHATE IN PRODUCTION OF

BEEF BALLS

The aim of this research was to know the effect of the amount of tapioca and sago flour mixture and consentration of sodium tripolyphosphate on the quality of beef balls. The research had been performed using factorial completely randomized design (CRD) with two factors, i.e; the amount of tapioca and sago flour mixture (T) : (22,5, 25, 27,5, 30 and 32,5%) and sodium tripolyphosphate consentration (N) : (0, 0,1 and 0,2%). Parameters analyzed were moisture content, protein content, ash content, fat content, and organoleptic values (colour, taste, and plialibility). The result showed that the amount of tapioca and sago flour mixture had highly significant effect on the protein content, ash content, and fat content, but only had significant effect on the moisture content. The concentration of sodium tripolyphosphate, had highly significant effect on the protein content, ash content, fat content, and organoleptic values of colour and taste. The interaction of the amount of tapioca and sago flour mixture and the concentration of sodium tripolyphosphate had highly significant effect on the protein content, ash content and fat content. The 22,5% amount of tapioca and sago flour mixture and 0,2% concentration of sodium tripolyphosphate produced the better and more acceptable quality of beef balls.

Keyword : Beef balls, Tapioca flour , Sagu flour , Sodium tripolyphosphate

ABSTRAK

PENGGUNAAN CAMPURAN TEPUNG TAPIOKA DAN TEPUNG SAGU DAN NATRIUM TRIPOLIPOSFAT DALAM PEMBUATAN BAKSO DAGING SAPI

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh jumlah campuran tepung tapioka dan tepung sagu dan konsentrasi natrium tripoliposfat terhadap mutu bakso daging sapi. Penelitian ini menggunakan metode rancangan acak lengkap dengan dua faktor, yaitu jumlah campuran tepung tapioka dan tepung sagu (T) ; (22,5, 25, 27,5, 30 dan 32,5%) dan konsentrasi natrium nitrat (N) ; (0, 0,1 dan 0,2%). Parameter yang dianalisa adalah kadar air, kadar protein, kadar abu, kadar lemak, dan nilai organoleptik (warna, rasa, dan kekenyalan). Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah campuran tepung tapioka dan tepung sagu memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar protein, kadar abu dan kadar lemak. Tetapi berbeda nyata dengan kadar air. Konsentrasi natrium tripoliposfat memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar protein, kadar abu, kadar lemak dan nilai organoleptik warna dan rasa. Interaksi jumlah campuran tepung tapioka dan tepung sagu dan konsentrasi natrium nitrat memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar protein, kadar abu dan lemak. Jumlah campuran tepung tapioka dan tepung sagu 22,5% dan konsentrasi natrium tripoliposfat 0,2 % menghasilkan bakso daging sapi yang lebih baik dan dapat diterima.


(22)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Indonesia ternyata sampai sekarang konsumsi protein kita masih bisa dikatakan kurang, terutama bagi masyarakat yang mempunyai golongan ekonomi yang masih lemah atau rendah (miskin). Hal ini terjadi karena pada masyarakat yang berada digolongan ekonomi yang masih lemah tersebut tidak terlalu memikirkan akan kebutuhan protein bagi tubuh mereka terutama kebutuhan protein yang berasal dari hewan yang memiliki harga yang masih relatif mahal dan susah dijangkau oleh masyarakat pada umumnya. Hal tersebut lah yang dapat menyebabkan masyarakat Indonesia mengalamai kekurangan gizi karena kurangnya asupan seperti daging-dagingan yang kaya akan proteinnya. Pola konsumsi masyarakat kita pada umumnya masih sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan.

Salah satu cara yang dapat kita tingkatkan dalam mengkonsumsi protein yang berasal dari hewan ternak adalah dengan mengolahnya menjadi dendeng, telur asin, bakso, abon dan lain-lain. Produk olahan daging yang sangat populer sampai saat ini adalah bakso, karena dari segi ekonomis bakso masih bisa dijangkau oleh semua kalangan, hal ini dapat terjadi karena bila dilihat dari segi pembuatannya yang menggunakan penambahan tepung yang lebih banyak dari pada jumlah daging yang digunakan.

Bakso merupakan produk olahan daging, dimana daging tersebut telah di haluskan dan di campurkan dengan bumbu-bumbu, tepung dan dibentuk menjadi bola-bola kecil lalu direbus dalam air mendidih. Bakso ini telah dikenal oleh


(23)

seluruh lapisan masyarakat. Secara teknis pembuatan bakso ini tergolong sangat

mudah karena dapat dilakukan siapa saja. Secara nilai gizi bakso dapat memenuhi kebutuhan gizi masyarakat dan sangat disukai (Widyaningsih dan Murtini, 2007).

Bakso didefinisikan sebagai daging yang dihaluskan, dicampur dengan tepung yang mengandung pati, lalu dibentuk bulat-bulat dengan tangan sebesar kelereng atau bisa juga lebih besar dan direbus di dalam air mendidih terlebih dahulu apabila akan dikonsumsi atau diolah lebih lanjut (Purnomo, 1990).

Dalam pembuatan bakso daging, kesegaran dan jenis daging sangat mempengaruhi mutu dari bakso daging tersebut. Oleh karena itu, digunakan jenis daging yang benar-benar cocok dan bermutu tinggi. Sebaiknya dipilih jenis daging yang benar-benar masih segar, berdaging tebal dan tidak banyak lemaknya, sehingga rendemen yang dihasilkan tinggi. Selain itu, cara pengolahan dari bakso juga dapat mempengaruhi mutu bakso, misalnya jika lemak atau urat-uratnya terikut maka warna bakso yang dihasilkannya akan kotor atau agak abu-abu (Wibowo, 2006).

Untuk menghasil produk bakso yang berkualitas tinggi maka diperlukan cara pengolahan yang benar dengan memperhatikan prinsip-prinsip pengendalian mutu yang benar. Misalnya dalam menggunakan bahan-bahan tambahan kimia yang berfungsi untuk meningkatkan mutu dari bakso tersebut. Misalnya dalam menggunakan bahan kimia seperti natrium tripolifosfat yang berfungsi untuk

memperbaiki tekstur dan meningkatkan daya cengkram terhadap air (Sinaga, 1996).


(24)

Selain dari daging yang menjadi bahan utama dalam pembuatan bakso ini adalah tepung, yang dapat meningkatkan nilai gizi. Oleh karena itu tepung yang digunakan haruslah yang mengandung pati. Supaya hasil bakso menjadi lebih baik maka penggunaan tepungnya dapat dicampur dengan tepung lainnya, seperti penggunaan tepung tapioka dapat di campur dengan tepung sagu.

Tepung tapioka juga diperlukan dalam pembuatan bakso, untuk menghasilkan bakso daging sapi yang lezat dan bermutu tinggi jumlah tepung yang digunakan sebaiknya paling banyak adalah 15% dari berat daging. Idealnya tepung tapioka yang ditambahkan adalah 10% dari berat daging. Sering kita jumpai bakso yang mutunya tidak bagus, hal tersebut terjadi karena jumlah tepungnya mencapai 40 – 50% dari berat daging (Wibowo, 2006).

Tepung sagu mempunyai komponen yang lebih dominan seperti tepung tapioka yaitu kandungan karbohidratnya yang tinggi. Dalam pembuatan bakso tepung sagu dapat digunakan sebagai bahan pengikat. Dengan menambahkan tepung sagu ke dalam adonan bakso akan dapat menghasilkan bakso yang memiliki tekstur yang lebih kenyal dan padat, tekstur tersebut adalah tekstur yang menjadi ciri khas dari bakso (Haryanto dan Pangloli, 1992).

Bakso tanpa bahan pengawet memiliki masa simpan maksimal satu hari pada suhu kamar dan dua hari pada suhu dingin. Menurut Damayanti (2007), bakso merupakan bahan pangan yang mudah rusak karena bakso memiliki kandungan protein yang cukup tinggi, kadar air yang tinggi dan pH yang netral. Hal tersebutlah yang menyebabkan bakso tanpa bahan kimia tidak dapat disimpan terlalu lama.


(25)

Hebohnya penggunaan formalin sebagai bahan pengawet dalam pembuatan bakso menyadarkan kita khususnya masyarakat konsumen akan perlunya kehati-hatian dalam mengkonsumsi setiap makanan yang akan dicerna oleh tubuh kita. Dari penelitian para ahli, terbukti bahwa bahan-bahan pengawet

makanan alami yang bisa menggantikan formalin telah tersedia di alam (Syarifah, 2007).

Bahan kimia yang termasuk aman dan dapat menggantikan peranan formalin sebagai bahan pengawet dalam pembuatan bakso ini adalah natrium tripolifosfat. Natrium tripolifosfat dapat meningkatkan daya hidrasi air, memperbaiki tekstur, meningkatkan kapasitas emulsi lemak dari miofibril protein pada pembuatan bakso yang dihasilkan teksturnya akan semakin kenyal, selain itu juga dapat digunakan sebagai pengawet (konsentrasinya kecil). Dengan alasan tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Pengaruh Konsentrasi Natrium Tripolifosfat Dengan Campuran Tepung Tapioka dan Tepung Sagu Terhadap Mutu Bakso Sapi”.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi natrium tripolifosfat dengan campuran tepung tapioka dan tepung sagu terhadap mutu bakso sapi.


(26)

Kegunaan Penelitian

- Sebagai sumber informasi pada pembuatan bakso sapi

- Sebagai sumber data di dalam penyusunan skripsi di progam studi Teknologi Hasil Pertanian Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Hipotesa Penelitian

- Diduga ada pengaruh jumlah natrium tripolifosfat terhadap mutu bakso daging sapi.

- Diduga ada pengaruh jumlah campuran tepung tapioka dengan tepung sagu terhadap mutu bakso daging sapi.

- Diduga ada interaksi antara jumlah campuran tepung tapioka dan tepung sagu dengan jumlah natrium tripolifosfat terhadap mutu bakso daging sapi.


(27)

TINJAUAN PUSTAKA

Bakso

Bakso merupakan produk olahan daging, dimana daging tersebut telah dihaluskan dan dicampurkan dengan bumbu-bumbu, tepung dan dibentuk menjadi bola-bola kecil lalu direbus dalam air mendidih. Bakso ini telah dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat. Secara teknis pembuatan bakso ini tergolong sangat mudah karena dapat dilakukan siapa saja. Secara nilai gizi bakso dapat

memenuhi kebutuhan gizi masyarakat dan sangat disukai (Widyaningsih dan Murtini, 2007).

Pada umumnya bakso terbuat dari daging sapi, tetapi dapat juga dibuat dari daging jenis lain termasuk dari daging ikan. Selain daging sapi dapat juga digunakan daging kelinci, daging ayam, atau daging ternak darat yang lainnya. Bakso daging dapat dibuat bervariasi, misalnya dengan menambahkan telur didalamnya atau juga menambah jeroan seperti urat sapi dan cara pembuatannya pun tidak berbeda-beda (Wibowo, 2006).

Seperti pada produk olahan daging lainnya, bakso mempunyai masa simpan yang relatif singkat pada suhu kamar. Salah satu usaha untuk memperpanjang masa simpan bakso adalah dengan penambahan bahan pengawet. Dengan penambahan bahan pengawet seperti boraks selain dapat meningkatkan daya simpan juga dapat memperbaiki sifat fisik dari produk yang dihasilkan (Ngudiwaluyo dan Suharjito, 2003).


(28)

Dalam pembuatan bakso daging, kesegaran dan jenis daging sangat mempengaruhi mutu dari bakso daging tersebut. Oleh karena itu, digunakan jenis daging yang benar-benar cocok dan bermutu tinggi. Sebaiknya dipilih jenis daging yang benar-benar masih segar, berdaging tebal dan tidak banyak lemaknya, sehingga rendemen yang dihasilkan tinggi. Selain itu, cara pengolahan dari bakso juga dapat mempengaruhi mutu bakso, misalnya jika lemak atau urat-uratnya terikut maka warna bakso yang dihasilkannya akan kotor atau agak abu-abu (Wibowo, 2006).

Bakso merupakan campuran yang homogen dari daging, tepung pati dan juga bumbu-bumbu yang telah mengalami ekstruksi dan pemasakan maka cara dari pembuatan bakso pun tidak sulit. Daging digiling halus dicampur dengan tepung dan bumbu hingga menjadi berbentuk pasta yang halus lalu dibentuk bulat dan di rebus hingga matang, agar hasil bakso lebih baik maka perlu ditambahkan bahan kimia yang aman seperti natrium tripolifosfat (Riyadi, 2007).

Penggunaan boraks dalam produk makanan telah dilarang, karena dapat membahayakan kesehatan, sehingga perlu diupayakan bahan pengawet lain sebagai pengganti boraks. Usaha peningkatan masa simpan bakso dapat dilakukan juga dengan memperbaiki kemasan dan penggunaan suhu penyimpanan yang lebih rendah dari suhu kamar. Salah satu pengawet yang dapat dikatakan aman yaitu natrium tripolifosfat. Makanan yang menggunakan pengawet ini biasanya hanya tahan sekitar 2 - 3 hari (pada suhu kamar), bakso merupakan makanan yang menggunakan pengawet yang awet / tahan lama bila disimpan di dalam


(29)

Menurut Gartini (2008) formalin dan boraks sudah sering digunakan dalam pembuatan bakso, saat ini sudah diawasi ketat dan dibatasi

distribusinya. Selain itu Badan POM dan instansi terkait terus melakukan KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi) kepada masyarakat, baik produsen maupun konsumen. ''Agar mereka tidak memproduksi dan atau mengkonsumsi pangan yang mengandung bahan berbahaya''. Adapun bahan pengawet lainnya yang dapat digunakan sebagai pengganti formalin dan boraks adalah natrium tripolifosfat yang dapat berfungsi sebagai pengemulsi, pemantap dalam pembuatan bakso (Gartini, 2008).

Karena bakso dapat dibuat dengan berbagai jenis daging, maka komposisi kimia dari masing-masing bakso berbeda-beda. Seperti terlihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi Kimia Aneka Bakso

Jenis Bakso Air

(%) Protein (%) Lemak (%) KH (%) Abu (%) Garam (%) Bakso sapi bermutu tinggi

Bakso sapi biasa Bakso ikan nila Bakso ikan mas Bakso ikan pari

76,52 77,85 59,55 66,3 73,25 14,68 6,95 18,95 20,15 12,4 2,46 0,31 7,05 13,25 - - - 13,4 15,3 - 2,34 1,75 5,11 5,4 2,2 2,00 - - - - Sumber: Wibowo (2006).

Komposisi Kimia Daging Sapi

Daging adalah sekumpulan otot yang melekat pada kerangka. Istilah daging dibedakan dengan karkas. Daging adalah bagian yang sudah tidak mengandung tulang, sedangkan karkas berupa daging yang belum dipisahkan dari tulang atau kerangkanya. Kualitas daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging adalah genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur,


(30)

pakan dan bahan aditif (hormon, antibiotik, dan mineral), serta keadaan stress (Karo-karo, 2008).

Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam memenuhi kebutuhan gizi. Selain mutu proteinnya tinggi, pada daging terdapat pula kandungan asam amino esensial yang lengkap dan seimbang. Keunggulan lain, protein daging lebih mudah dicerna ketimbang yang berasal dari nabati. Bahan

pangan ini juga mengandung beberapa jenis mineral dan vitamin (Karo-karo, 2008).

Daging merupakan sumber protein yang berkualitas tinggi, mengandung protein, vitamin dan mineral khususnya besi. Komposisi kimia daging sapi 100g bahan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi Kimia Daging Sapi dalam 100 g Bahan

Komponen Satuan Jumlah

Kalori Protein Lemak Hidrat Arang Kalsium Fosfor Besi Vitamin A Vitamin B1

Vitamin C Air Kal g g g mg mg mg SI mg mg g 207,00 18,80 14,00 0,00 11,00 170,00 2,80 30,00 0,08 0,00 66,00 Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI., (1996).

Daging sapi yang merupakan bahan dasar pembuatan bakso sapi haruslah merupakan daging yang segar yaitu daging yang diperoleh segera setelah pemotongan dengan kata lain daging tersebut belum mengalami proses penyimpanan. Jenis daging tersebut akan dapat menghasilkan mutu bakso yang prima atau yang bermutu tinggi (Winarno dan Rahayu, 1994).


(31)

Kadar air daging pada hewan muda lebih besar daripada hewan tua. Kadar air cenderung berkurang bila daging telah mengalami pemasakan atau proses-proses perlakuan lainnya. Protein daging terdiri dari protein sederhana dan protein terkonjugasi dengan radikal dan non protein. Berdasarkan asalnya protein daging dapat dibedakan dalam tiga kelompok yaitu protein sarkoplasma, protein miofibril, dan protein jaringan ikat (Muchtadi, 2000).

Standart Mutu dan Nilai Gizi Bakso Sapi

Dalam pembuatan bakso diperlukan daging. Daging tersebut haruslah memiliki komponen gizi yang baik sehingga bakso tersebut memiliki nilai gizi yang tinggi. Komposisi daging relatif mirip satu sama lain, terutama kandungan proteinnya yang berkisar 15-20 % dari berat bahan. Protein daging lebih mudah dicerna dibandingkan dengan yang bersumber dari bahan pangan nabati. Nilai protein daging yang tinggi disebabkan oleh kandungan asam amino esensialnya yang lengkap dan seimbang. Akibat proses pengolahan dan komponen bumbu yang digunakan, bakso memiliki nilai gizi lebih baik dibandingkan dengan daging segarnya. Bakso dapat juga digunakan sebagai alternatif sumber protein hewani (Karo-karo, 2008)

Cara yang paling mudah untuk menilai mutu bakso adalah dengan menilai mutu sensoris atau mutu organoleptiknya. Hasil pengujian mutu sensoris ini dapat diperkuat dengan pengujian fisik, kimiawi, dan mikrobiologis yang tentu saja memerlukan teknik, peralatan dan tenaga khusus (Purnomo, 1990).

Kadar lemak pada daging berkisar antara 20-30%, tergantung pada jenis dan spesies, makanan, dan umur ternak. Daging juga merupakan sumber vitamin


(32)

kalsium, fosfor, dan zat besi, serta vitamin B kompleks (niasin, riboflavin dan tiamin), tetapi rendah kadar vitamin C (Karo-karo, 2008).

Paling tidak ada 5 parameter sensoris dalam penentuan mutu bakso, yaitu penampakan warna, bau, rasa dan tekstur. Mutu sensoris dari bakso daging dapat kita lihat pada Tabel 3.

Table 3. Mutu Sensoris Bakso Daging

Parameter Bakso Daging

Penampakan

Warna

Bau

Rasa

Tekstur

Bentuknya bulat, halus berukuran seragam, bersih dan cemerlang, tidak kusam, sedikitpun tidak berjamur dan berlendir.

Cokelat muda cerah atau sedikit agak kemerahan atau cokelat muda agak keputihan atau abu-abu. Warna tersebut merata.

Bau khas daging segar rebus dominan, tanpa bau tengik, masam, basi atau busuk. Bau bumbu cukup tajam.

Rasa lezat, enak, rasa daging dominan dan rasa bumbu menonjol tapi tidak berlebihan. Tidak terdapat rasa asing yang mengganggu.

Tekstur kompak, elastis, kenyal tetapi tidak liat atau membal, tidak ada serat daging, tidak lembek, tidak basah berair dan tidak rapuh.


(33)

Bahan-bahan Pembuatan Bakso Daging Sapi

Semakin segar daging semakin bagus mutu bakso yang akan dihasilkan. Selain itu daging hendaknya tidak banyak berlemak dan tidak banyak berurat. Lemak dan urat yang terdapat pada daging sebaiknya dipisahkan dulu. Namun untuk membuat bakso urat justru digunakan daging yang banyak uratnya atau seratnya dan lemaknya tetap dipisahkan. Bahkan pada bakso urat biasanya di dalamnya diisi urat-urat daging sapi tersebut (Wibowo, 2006).

Kualitas daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging adalah genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan dan bahan aditif (hormon, antibiotik, dan mineral), serta keadaan stres. Faktor setelah pemotongan yang mempengaruhi kualitas daging adalah metode pelayuan, metode pemasakan, tingkat keasaman (pH) daging, bahan tambahan (termasuk enzim pengempuk daging), lemak intramuskular (marbling), metode penyimpanan dan pengawetan,

macam otot daging, serta lokasi otot (Karo-karo, 2008).

Jenis daging juga dapat dibedakan berdasarkan umur sapi yang disembelih. Daging sapi yang dipotong pada umur sangat muda (3-14 minggu) disebut veal, yang berwarna sangat terang. Daging yang berasal dari sapi muda

umur 14-52 minggu disebut calf (pedet), sedangkan yang berumur lebih dari satu

tahun disebut beef (Karo-karo, 2008).

Daging telah diketahui sebagai bahan yang mudah rusak, hal ini disebabkan karena komposisi gizinya yang baik bagi manusia maupun bagi mikroorganisme, dan juga karena pencemaran permukaan pada daging oleh


(34)

mikroorganisme perusak. Sampai saat ini suhu rendah selalu digunakan untuk memperlambat kecepatan berkembangnya pencemaran mikroba perusak pada permukaan bahan dari tingkat awal sampai ketingkat akhir dimana terjadinya kerusakan (Buckle, et al., 1987).

Komposisi kimiawi dari produk olahan daging sapi yaitu bakso adalah seperti pada Tabel 4 berikut ini :

Table 4. Komposisi Kimiawi Bakso Daging Sapi

Komponen Jumlah

Air (%) Protein (%) Lemak (%) Karbohidrat (%) Abu (%) Garam (%)

77,85 12,95 6,50 0,00 1,75 0,00 Sumber: Wibowo, (2006).

Tepung Tapioka

Tepung tapioka juga diperlukan dalam pembuatan bakso, untuk menghasilkan bakso daging sapi yang lezat dan bermutu tinggi jumlah tepung yang digunakan sebaiknya paling banyak adalah 15% dari berat daging. Idealnya tepung tapioka yang ditambahkan adalah 10% dari berat daging. Sering kita jumpai bakso yang tepungnya mencapai kira-kira 40 – 50% dari berat daging. Bakso yang tersebut diduga rasa dan mutunya kurang bagus (Wibowo, 2006).

Tepung tapioka merupakan pati yang berasal dari umbi singkong yang dikeringkan dan dihaluskan. Tepung tapioka dibuat secara langsung dari singkong yang masih segar. Tepung ini biasanya berwarna putih agak kekuning-kuningan dan mempunyai tekstur yang licin. Kandungan pati yang terdapat pada tepung tapioka ini adalah sekitar 85% dan amilosanya adalah sekitar 30% dengan suhu gelatinisasi 52ºC - 64ºC. Tepung ini biasanya dapat digunakan untuk membuat


(35)

berbagai pangan olahan, seperti kerupuk, kue kering, jajanan tradisional (kue-kue basah). Selain itu tepung tapioka juga digunakan sebagai pengental, bahan pemadat dan pengisi, bahan pengikat pada industri makanan olahan (Suprapti, 2005).

Tepung tapioka dapat digunakan sebagai bahan pengikat karena memenuhi syarat-syarat berikut ini :

1. Memiliki rasa yang enak

2. Memiliki daya serap yang baik terhadap air 3. Warna yang dihasilkan baik

4. Harganya relatif murah (Rust, et al., 1973)

Tepung tapioka memiliki kandungan pati yang lebih tinggi. Pati memegang peranan penting dalam menentukan tekstur makanan, dimana campuran ganula pati dan air bila dipanaskan akan membentuk gel. Pati yang telah berubah menjadi gel bersifat irreversible dimana molekul-molekul pati

saling melekat dan membentuk suatu gumpalan sehingga viskositasnya akan semakin meningkat (Anderson, 1997).

Komposisi kimia dari tepung tapioka dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Komposisi Kimia Tepung Tapioka dalam 100g

Komposisi Jumlah

Kalori (kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Air (g) Fosfor (mg) Bdd (%)

362,00 0,50 0,30 86,9

12,00 0,00 100 Sumber : Departemen Kesehatan R.I., (1996).


(36)

Tepung Sagu

Tepung sagu mempunyai komponen yang lebih dominan seperti tepung tapioka yaitu kandungan karbohidratnya yang tinggi. Dalam pembuatan bakso tepung sagu dapat digunakan sebagai bahan pengikat. Dengan menambahkan tepung sagu ke dalam adonan bakso akan dapat menghasilkan bakso yang memiliki tekstur yang lebih kenyal dan padat, tekstur tersebut adalah tekstur yang menjadi ciri khas dari bakso (Haryanto dan Pangloli, 1992)

Tepung sagu adalah pati yang telah diekstrak dari batang sagu. Biasanya tepung ini digunakan untuk pengolahan makanan, pakan, kosmetika, industri kimia, dan juga untuk pengolahan kayu. Batang sagu ini dapat diolah menjadi tepung sagu yaitu dengan cara sederhana menggunakan alat-alat yang biasa kita pakai di dapur rumah tangga. Tapi untuk penggunaan di industri biasanya pengolahannya telah menggunakan alat-alat mekanis untuk mengefisienkan waktu dan biaya (Habib, 2008).

Sebagai sumber bahan pangan, tepung sagu dikonsumsi secara langsung atau digunakan untuk industri pangan, dan juga dapat berperan sebagai produk perantara, yaitu dalam industri gula cair yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai industri pengolahan pangan (Haryanto dan Pangloli, 1992).

Tepung sagu mengandung amilosa dan amilopektin yang akan dapat mempengaruhi daya larut dari pati sagu dan suhu gelatinisasi. Bila kadar amilosa pada pati tinggi maka pati sagu tersebut akan bersifat kering, cenderung higoskopis lebih kuat dan kurang lengket karena amilosa bersifat mengikat. Adapun kadar amilosa pada pati sagu adalah 27% dan amilopektinnya adalah 73%


(37)

dan pada konsentrasi yang sama pati sagu mempunyai viskositas yang tinggi dibandingkan dengan pati-pati serealia yang lain (Habib, 2008).

Adapun komposisi kimia dari tepung sagu yang akan digunakan untuk pembuatan bakso ini sebaiknya seperti pada Tabel 6. sebagai berikut :

Table 6. Komposisi Kimia Tepung Sagu dalam 100 g Bahan

Komposisi Jumlah

Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g)

Air (g)

Fosfor (mg) Kalsium (mg)

Besi (mg)

Kalori (kal)

Bdd (%)

0,70 0,20 84,70 14,00 13,00 11,00 1,50 353,00 100,00

Menurut Haryanto dan Pangloli (1992) suhu gelatinisasi tergantung dari suspensi pati, semakin tinggi konsentrasi suspensi patinya maka suhu gelatinisasinya akan semakin lambat tercapai. Selain itu suhu gelatinisasi dari tiap jenis pati berbeda-beda, antara 52º

C sampai 78º

C adapun menurut Knight (1989), suhu gelatinisasi dari tepung sagu adalah sekitar 60º

C - 72º

C.

Bumbu-bumbu

Seperti kita ketahui penggunaan bumbu-bumbu di dalam memasak yaitu berfungsi untuk dapat memberikan rasa, aroma, dan ciri khas pada masakan tersebut. Tapi di dalam teorinya bumbu masakan tidak hanya berfungsi sebagai hal tersebut tetapi juga berfungsi sebagai pengawet makanan alami. tetapi konsentarsinya sebagai pengawet tidak dapat dikatakan sebagai pengawet yang sebenarnya. Penggunaan bumbu yang tepat pada suatu masakan akan dapat Sumber : Departemen Kesehatan R.I., (1996).


(38)

bumbu masakan tersebut dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu, bumbu basah atau bumbu segar dan juga bumbu kering (Tarwotjo, 1998).

Rempah-rempah apapun dapat digunakan sebagai bumbu, tetapi biasanya dalam pembuatan bakso digunakan bumbu-bumbu seperti bawang merah, bawang putih, merica bubuk, garam dan biasanya ditambah sedikit MSG ( Riyadi, 2007).

Dalam pembuatan makanan yang menggunakan garam, biasanya garam memegang peranan penting sebagai pemberi cita rasa dan juga sebagai pengawet, adapun mekanisme garam sebagai pengawet yaitu :

- Garam bersifat higoskopis dimana garam akan menyerap kandungan air pada bahan sehingga tidak dapat digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya.

- Garam bersifat osmotik dimana garam akan menyerap air pada dinding sel bakteri sehingga terjadi plasmolisis (pemecahan dinding sel).

- NaCl Na+ + Cl- dimana Cl- akan bersifat toksin bagi mikroba.

(Syarief dan Irawati, 1988).

Menurut Wibowo, (2006), garam dapur yang digunakan biasanya 2,5% dari berat daging, sedangkan bumbu penyedap lainnya sekitar 2% dari berat daging.

Bawang merah termasuk suatu sayuran umbi yang multi guna dan yang paling penting digunakan sebagai bumbu dapur sehari-hari dan penyedap berbagai makanan. Keuntungan dari mengkonsumsi bawang merah adalah selain sebagai penyedap bahan pangan, bergizi dan berkhasiat sebagai obat, juga sangat baik untuk kesehatan didalam tubuh ( Rukmana, 1994).


(39)

Bawang putih mempunyai jenis yang cukup banyak tetapi tidak ada perbedaan yang mencolok kecuali pada bentuk umbinya. Senyawa allicin pada bawang putih merupakan penyebab utama timbulnya bau yang sangat tajam. Bawang putih penting untuk dapat mencegah atherosklerosis dan penyakit jantung. Bawang putih mengandung yodium yang tinggi dan banyak mengandung sulfur ( Wirakusumah, 2000).

Es atau Air Es

Es dapat berfungsi terhadap adonan yaitu menambah air ke adonan sehingga adonan tidak kering selama pembentukannya (agar adonan dapat mudah di bentuk ) maupun pada saat perebusan. Penambahan es atau air es ini juga dapat meningkatkan jumlah rendemennya. Untuk itu dapat digunakan es sekitar 10 % - 15 % dari berat daging bahkan sampai 30 % dari berat daging (Wibowo, 2005).

Menurut Elviera (1998). Jumlah pengguaan es meningkat dengan

meningkatnya jumlah penggunaan tepung pati. Dan menurut Syarief dan Irawati (1988) es adalah air yang membeku pada suhu titik beku atau

di bawah titik beku yaitu sekitar -2ºC – (-24ºC).

Temperatur pencincangan di atas 16oC akan menyebabkan ketidak stabilan emulsi yang terbentuk sehingga tidak diperbolehkan jika emulsi tersebut akan disimpan selama waktu yang agak lama sebelum diproses dibawah kondisi yang memungkinkan pertumbuhan bakteri, oleh karena itu maka di gunakan penambahan es untuk dapat menurunkan suhu dari daging tersebut, sehingga pertumbuhan dari bakteri akan terhambat ( Willson, 2001).

Dalam pembuatan bakso ini digunakan es yang bertujuan agar aroma dan rasa dari bakso yang dihasilkan menjadi gurih, hal ini terjadi karena es dapat tetap


(40)

membekukan atau mendinginkan daging sehingga daging tersebut tetap terjaga kestabilan suhunya (tetap segar), maka aroma dan rasa dari bakso yang terbentuk adalah menjadi gurih ( Riyadi, 2007).

Peranan Natrium Tripolifosfat

Pemakaian boraks sebagai bahan pengenyal bakso tidak kalah mengkhawatirkan dibanding dengan penggunaan formalin. Padahal, ada bahan lain yang dapat ditambahkan pada bakso. Bahan kimia yang boleh ditambahkan itu bernama natrium tripolifosfat dengan konsentrasi maksimum 0,4%. Tetapi dari berbagai penelitian yng telah dilakukan oleh beberapa ahli, pemakaian natrium

tripolifosfat sebesar 0,2% sudah efektif untuk mengenyalkan bakso. ( Legowo, 2006).

Natrium tripolifosfat merupakan alkali yang dapat berfungsi menjadi bahan tambahan makanan, kegunaan alkali fosfat termasuk natrium tripolifosfat pada umumnya adalah untuk meningkatkan pH daging. Natrium tripolifosfat dan NaCl memiliki sifat yang sinergisme sehingga selain pH daging dapat meningkat juga dapat meningkatkan daya ikat air, sehingga dapat mengurangi penyusutan produk. Adapun manfaat lainnya adalah untuk meningkatkan keempukan, kekenyalan, serta menstabilkan warna. Selain itu natrium tripolifosfat juga bisa

sebagai anti oksidan sehingga dapat menghambat terjadinya ketengikan ( Sunarlim, 1992).

Menurut Rust, et al., (1973) natrium tripolifosfat selain dapat mengikat air,

ia juga dapat meningkatkan daya ikat protein. Semakin lama terjadi kontak antara natrium tripolifosfat dengan garam dan daging pada suhu rendah maka akan menghasilkan daya ikat dan kekenyalan yang lebih baik pada bakso pada saat


(41)

setelah pemasakan (merebusnya di dalam air mendidih). Hal tersebut terjadi karena daya hidrasi daging sebagai bahan dasar pembuatan bakso dikembalikan seperti semula, berdasarkan absorpsi air oleh protein.

Alkali fosfat berfungsi untuk memperbaiki tekstur bakso pada khususnya dan produk daging pada umumnya, tapi semua ini tergantung dari jenis fosfatnya. Efektifitas alkali fosfat akan menurun secara linier dengan semakin panjangnya rantai molekul. Jenis alkali fosfat yang paling efektif dengan rantai molekul pendek adalah pirofosfat dan berturut-turut tripolifosfat, tetrapolifosfat dan hexapolifosfat (Sunarlim, 1992).

Adapun rumus kimia dari tripolifosfat adalah pada Gambar 1, yaitu :

HO P O P O P OH

Gambar 1. Rumus Kimia Tripolifosfat

Proses Pembuatan Bakso Daging Sapi

Daging sapi dibersihkan dan dipisahkan dari lemak dan uratnya lalu dipotong-potong kecil (dicincang) baru di lakukan penggilingan hingga halus

(lumat), penggilingan ini bertujuan untuk mempermudah pembentukan adonan. Daging yang sudah benar-benar halus (lumat) dan bersih siap untuk dicampurkan dengan bahan lain (Bapeda-pemda, 2008).

Daging yang telah lumat dicampur dengan tepung tapioka dan bumbu-bumbu yang telah dihaluskan. Bila perlu digiling kembali, sehingga dihasilkan

OH OH OH


(42)

adonan bakso yang benar-benar telah homogen dan benar-benar sudah halus. Adonan yang telah dibentuk dituang ke dalam wadah dan siap untuk dibentuk bola-bola kecil. Pencetakan dilakukan dengan tangan, dengan cara mengepal-ngepal adonan dan kemudian ditekan sehingga adonan yang telah memadat akan keluar berupa bulatan. Dapat juga digunakan sendok untuk membentuknya. Adonan yang telah dibentuk langsung direbus dalam air yang mendidih. Perebusan dilakukan sampai bakso matang, matangnya bakso ditandai dengan mengapungnya bakso di atas permukaan air perebusan, kemudian ditiriskan bakso dan setelah dingin dapat dikemas dan dipasarkan


(43)

BAHAN DAN METODA

Bahan Penelitian

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging segar yang diperoleh dari Pajak Sore, Padang Bulan, Medan. Dan bahan tambahan berupa tepung tapioka, tepung sagu, es serut, natrium tripolifosfat, dan bumbu-bumbu yang terdiri dari bawang merah, bawang putih, merica bubuk dan garam.

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Mei di Laboratorium Teknologi Pangan Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Reagensia

- Aquadest - Indikator mengsel - HCl 0,1 N - Alkohol 96% - NaOH pekat 40% - H2SO4 pekat

- K2SO4 - CuSO4

Alat Penelitian

- Oven - Desikator - Timbangan - Pipet tetes - Alumunium foil - Alat Destilasi - Beaker glass - Erlenmeyer

- Labu Kjeldahl - Soxhlet


(44)

Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan menggunakan metoda Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan dua faktor yang terdiri dari :

Faktor I : Jumlah Tepung Tapioka dan Tepung Sagu dengan perbandingan (2:1), yang terdiri dari 5 taraf, yaitu :

T1 = 22,5%

T2 = 25%

T3 = 27,5%

T4 = 30%

T5 = 32,5%

Faktor II : Jumlah Natrium tripoliphosfat, yang terdiri dari 3 taraf , yaitu : N1 = 0%

N2 = 0,1%

N3 = 0,2%

Kombinasi perlakuan (Tc) = 5 x 3 = 15, dengan jumlah ulangan minimum perlakuan (n) adalah :

Tc (n-1) > 15 15 (n-1) > 15 15n > 30 n > 2


(45)

Model Rancangan (Bangun, 1991).

Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dua faktorial dengan model sebagai berikut :

Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk Dimana :

Yijk = Hasil pengamatan dari faktor T pada huruf ke-I dan faktor S pada taraf ke-j dengan ulangan K.

µ = Efek Nilai Tengah.

αi = Efek dari faktor T pada taraf ke-i.

βj = Efek dari faktor S pada taraf ke-j.

(αβ)ij = Efek interaksi dari faktor T pada taraf ke-i dan faktor S pada taraf ke-j.

εijk = Efek galat dari faktor T pada taraf ke-i dan faktor S pada taraf ke-j dalam ulangan K.

Pelaksanaan Penelitian

Pembuatan Bakso Daging Sapi

- Daging sapi dibersihkan dan dipisahkan antara lemak, urat dan dagingnya

- Dipotong kecil-kecil lalu di giling halus

- Ditambahkan es serut sebanyak 15 % dari berat daging lalu dicampurkan dengan tepung tapioka dan tepung sagu sesuai dengan perlakuan (22,5%, 25%, 27,5%, 30% dan 32,5%) hingga adonan menjadi homogen.


(46)

- Dicampurkan bumbu-bumbu yang telah dihaluskan seperti bawang merah, bawang putih dan merica 1% serta garam 2,5% dari berat daging, di campur hingga homogen

- Setelah homogen ditambahkan Natrium tripoliphosfat sesuai perlakuan (kontrol (0%), 0,1% dan 0,2%) lalu diaduk lagi hingga homogen kembali.

- Setelah homogen dibentuk bulat-bulat adonan dengan menggunakan bantuan sendok

- Kemudian direbus bakso didalam air mendidih sampai bakso terapung diatas permukaan air perebusan.

- Diangkat dan di tiriskan lalu di dinginkan.

- Dilakukan analisa terhadap kadar air, kadar protein, kadar abu dan uji organoleptik terhadap warna, rasa dan kekenyalan pada waktu 0 hari. - Disimpan pada suhu rendah (suhu freezer) selama 5 hari dan dilakukan

analisa terhadap kadar air, kadar protein, kadar abu dan uji organoleptik terhadap warna, rasa dan kekenyalan.

Parameter Penelitian Kadar Air (AOAC, 1970).

Ditimbang contoh sebanyak 2 g dalam alumunium yang telah ditimbang beratnya terlebih dahulu. Dikeringkan dalam oven selama 4 jam dengan suhu 105°C dan dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit dan ditimbang. Dilakukan pengulangan hingga diperoleh berat yang konstan.


(47)

Pengurangan berat ini adalah jumlah banyaknya air yang diuapkan dari bahan dengan perhitungan sebagai berikut :

Kadar Air (%) x 100% awal

berat

akhir berat -awal berat

=

Kadar Protein (AOAC, 1984)

Contoh di hitung dengan menentukan N Nitrogen yang dikali dengan faktor konversi 6,25% dan dapat ditetapkan secara semi mikro kjeldahl. 2 g contoh dimasukkan ke dalam tabung kjeldahl 100 ml dan ditambahkan 2 g campuran K2SO4 dan CuSO4.5H2 (1:1) dan 5 ml H2SO4 pekat lalu di destruksi

sampai cairan berwarna hijau jernih dan dibiarkan dingin. Setelah dingin di tambahkan 10 ml aquadest dan dipindahkan kedalam labu suling. Ditambahkan 10ml NaOH pekat (40%) sampai terbentuk warna hitam dan segera didestilasi. Hasil penyulingan ditampung dengan erlenmeyer lalu ditetesi dengan indikator mengsel 3-4 tetes (425 mg metil red dan 500 mg metil blue yang dilarutkan

dengan 100 ml alkohol 96%). Hasil dari penyulingan dititrasi dengan larutan 0,1 N HCl juga dengan menggunakan cara yang sama pada blanko.

Kadar Protein (%) x 100% a

6,25 x 0,014 x N x b) -(c

=

Keterangan : a = Berat contoh (g)

b = Volume titrasi blanko (ml HCl) c = Volume titrasi contoh (ml HCl)

N = Normalitas larutan HCl yang digunakan. 6,25 = Faktor konversi (perkalian)


(48)

Kadar Abu (Sudarmadji, et al., 1989).

Ditimbang contoh sebanyak 5 g di dalam kurs porselin, dimasukkan dalam muffle dengan suhu 600°C sampai diperoleh abu yang berwarna keputih-putihan. Lalu dimasukkan krus porselin ke desikator selama 15 menit dan ditimbang setelah dingin.

Kadar Abu (%)

c b a

= x 100%

a = Berat kurs porselin dan bahan sebelum pengabuan (g) b = Berat kurs porselin dan bahan setelah pengabuan (g) c = Berat awal bahan (g)

Kadar Lemak (Sudarmadji, et al., 1989).

Ditimbang contoh sebanyak 3 g dan dimasukkan kedalam selongsong, dimasukkan contoh tersebut kedalam soxhlet kemudian air pendingin balik

dialirkan melalui kondensor. Tabung ekstraksi dipasang pada alat destilasi soxhlet

dengan pelarut benzene. Diekstraksi selama 5 jam. Dilakukan penimbangan yang

sebelumnya dilakukan pengeringan selongsong dalam oven pada suhu 100oC selama 1 jam. Dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit. Penimbangan dilakukan sampai berat konstan. Perbedaan berat contoh sebelum dan sesudah ekstraksi merupakan persentase dari lemak yang terekstraksi.

Kadar lemak x 100%

awal berat

akhir berat -awal berat

=

Berat awal = berat sebelum dilakukan ekstraksi Berat akhir = berat sesudah dilakukan ekstraksi


(49)

Uji Organoleptik (warna, rasa dan kekenyalan) (Soekarto, 1985).

Uji organoleptik terhadap warna, rasa dan kekenyalan dilakukan dengan uji kesukaan oleh 10 panelis dengan ketentuannya sebagai berikut :

Proporsi nilai organoleptik : Warna = 30% Rasa = 30% Kekenyalan = 40%

Tabel 7. Skala Hedonik Warna dan Rasa

Skala hedonik Skala numerik Sangat suka

Suka Agak suka Tidak suka

4 3 2 1

Tabel 8. Skala Hedonik Kekenyalan

Skala hedonik Skala numerik Sangat kenyal

Kenyal Agak kenyal Tidak kenyal

4 3 2 1


(50)

SKEMA PEMBUATAN BAKSO DAGING SAPI

Gambar 2. Skema Pembuatan Bakso Daging Daging Sapi Segar

Dibersihkan dan dipisahkan lemak dengan uratnya

Dipotong dan digiling halus

Ditambah es serut 15% dan dicampur tepung tapioka dan tepung sagu

Tepung tapioka : tepung sagu (2 : 1) T1 = 22,5 %

T2 = 25 %

T3 = 27,5 %

T4 = 30 %

T5 = 32,5 %

Ditambah bumbu-bumbu halus, bawang merah, bawang putih dan

merica 1 % serta garam 2,5 %

Ditambah natrium tripolifosfat

N1 = kontrol (0%)

N2 = 0,1 %

N3 = 0,2%

Dibentuk bulat-bulat adonan

Direbus dalam air mendidih hingga bakso terapung dan ditiriskan lalu didinginkan

Dilakukan analisa 0 hari • Kadar air

• Kadar protein

• Kadar abu

• Kadar lemak

• Uji organoleptik (Warna, Rasa dan kekenyalan)

Disimpan dalam freezer dengan suhu -10OC selama 5 hari


(51)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2 : 1) terhadap Parameter yang Diamati

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan campuran tepung tapioka dengan tepung sagu (perbandingan 2:1) dalam pembuatan bakso daging sapi berpengaruh terhadap kadar air, kadar lemak, kadar protein, kadar abu, dan uji organoleptik (warna, rasa, dan kekenyalan) seperti terlihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Hasil Analisis Pengaruh Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2 : 1) terhadap Parameter yang Diamati

Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu

(Perbandingan 2:1) (%) Kadar Air (%) Kadar Protein (%) Kadar Abu (%) Kadar Lemak (%) Uji Organoleptik Warna, Rasa dan Kekenyalan (skor) T1 = 22.5

T2 = 25

T3 = 27.5

T4 = 30

T5 = 32.5

71.71 65.92 62.60 59.17 53.97 7.70 8.45 9.00 9.16 9.46 1.11 1.35 1.43 1.70 1.92 6.75 6.38 5.46 4.80 4.52 1.94 1.93 2.05 2.01 2.02

Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa jumlah campuran tepung memberikan pengaruh terhadap parameter yang diuji. Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan T1 (jumlah campuran tepung 22,5%) yaitu sebesar 71,71 % dan yang terendah pada perlakuan T5 (jumlah campuran

tepung 32,5%) yaitu sebesar 53,97 %. Kadar protein terendah terdapat pada perlakuan T1 (jumlah campuran tepung 22,5%) yaitu sebesar 7,70 % dan yang


(52)

1,92 % dan yang terendah pada T1 (jumlah campuran tepung 32,5%) yaitu 1,11 %.

Kadar lemak tertinggi terdapat pada perlakuan T1 (jumlah campuran tepung

22,5%) yaitu 6,75 % dan yang terendah pada perlakuan T5 (jumlah campuran

tepung 32,5%) yaitu sebesar 4,52 %. Nilai uji organoleptik warna, rasa dan kekenyalan terendah terdapat pada perlakuan T2 (jumlah campuran tepung 25%)

yaitu sebesar 1,93 % dan yang tertinggi pada T3 (jumlah campuran tepung 27,5%)

yaitu sebesar 2,05 %.

Semakin besar jumlah campuran tepung tapioka dengan tepung sagu

(perbandingan 2 : 1) dalam pembuatan bakso daging sapi maka kadar air akan menurun tetapi tidak terhadap kadar protein, kadar lemak, kadar abu, uji organoleptik warna, rasa dan kekenyalan.

Pengaruh Konsentrasi Natrium tripolifosfat terhadap Parameter yang Diamati

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi natrium tripolifosfat dalam pembuatan bakso daging sapi berpengaruh terhadap kadar air, kadar lemak, kadar protein, kadar abu, dan uji organoleptik (warna, rasa, dan kekenyalan) seperti terlihat pada Tabel 10.


(53)

Tabel 10. Hasil Analisis Pengaruh Konsentrasi Natrium Tripolifosfat terhadap Parameter yang Diamati

Konsentrasi Natrium Tripolifosfat (%) Kadar Air (%) Kadar Protein (%) Kadar Abu (%) Kadar Lemak (%) Uji Organoleptik Warna, Rasa dan kekenyalan (skor) N1 = 0

N2 = 0,1

N3 = 0,2

64.09 62.39 60.93 8.09 8.82 9.35 1.21 1.35 1.95 6.84 5.69 4.87 1.94 1.95 2.08

Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa konsentrasi natrium tripolifosfat memberikan pengaruh terhadap parameter yang diuji. Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan N1 (konsentrasi natrium tripolifosfat 0%) yaitu sebesar 64,09 %

dan yang terendah terdapat pada perlakuan N3 (konsentrasi natrium tripolifosfat

0,2%) yaitu sebesar 60,93 %. Kadar protein tertinggi terdapat pada perlakuan N3

(konsentrasi natrium tripolifosfat 0,2 %) yaitu 9,35% dan yang terendah terdapat pada perlakuan N1 (konsentrasi natrium tripolifosfat 0%) yaitu 8,09 %.

Kadar abu tertinggi terdapat pada perlakuan N3 (konsentrasi natrium

tripolifosfat 0,2%) yaitu 1,95 % dan yang terendah terdapat pada perlakuan N1

(konsentrasi natrium tripolifosfat 0%) yaitu 1,21. Kadar lemak tertinggi terdapat pada perlakuan N1 (konsentrasi natrium tripolifosfat 0%) yaitu 6,93 % dan yang

terendah terdapat pada perlakuan N3 (konsentrasi natrium tripolifosfat 0,2%) yaitu

4,12 %. Nilai uji organoleptik warna, rasa dan kekenyalan tertinggi terdapat pada perlakuan N3 (konsentrasi natrium tripolifosfat 0,2%) yaitu 2,08 dan yang

terendah terdapat pada perlakuan N1 (konsentrasi natrium tripolifosfat 0 %) yaitu


(54)

Nilai uji organoleptik kekenyalan tertinggi terdapat pada perlakuan N3

(konsentrasi natrium tripolifosfat 0,2%) yaitu sebesar 1,35 dan yang terendah pada N2 (konsentrasi natrium tripolifosfat 0,1%) yaitu sebesar 1,31. Semakin tinggi

konsentrasi natrium tripolifosfat digunakan dalam pembuatan bakso daging sapi maka kadar air dan kadar lemak akan semakin menurun, sedangkan pada kadar protein dan kadar abu meningkat, pada uji organoleptik warna, rasa dan kekenyalan adalah acak menurut garis liniernya.

Kadar Air

Pengaruh Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2 :1) Terhadap Kadar Air Bakso Sapi

Dari daftar analisis sidik ragam (Lampiran 1) dapat dilihat bahwa jumlah campuran tepung tapioka dengan tepung sagu (perbandingan 2 : 1) berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar air bakso sapi.

Dari hasil uji LSR (Least Significant Range) pengaruh jumlah campuran

tepung tapioka dengan tepung sagu (perbandingan 2 :1) terhadap kadar air bakso sapi seperti terlihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Uji LSR Pengaruh Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan tepung Sagu ( perbandingan 2 : 1 ) terhadap Kadar Air Bakso Sapi.

Jarak LSR Perlakuan Rataan (%) Notasi

P 0.05 0.01 0.05 0.01

- - - T1 71.71 a A

2 2.89 3.89 T2 65.91 b B

3 3.04 4.06 T3 62.60 c BC

4 3.12 4.16 T4 59.17 d C

5 3.2 4.22 T5 53.97 e D

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% menurut uji LSR.


(55)

Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa perlakuan T1 berbeda sangat nyata

dengan T2, T3, T4 dan T5, T2 berbeda nyata dengan T3 dan berbeda sangat nyata

dengan T4 dan T5, T3 berbeda nyata dengan T4 dan berbeda sangat nyata dengan T5

dan T4 berbeda sangat nyata dengan T5. Kadar air tertinggi didapat pada perlakuan

T1 yaitu sebesar 71.71 dan yang terendah pada T5 yaitu 53,97%.

Penurunan kadar air bakso sapi yang dihasilkan oleh sejumlah campuran tepung dapat dijelaskan sebagai berikut, bahwa dengan semakin meningkatnya jumlah tepung campuran yang digunakan maka kadar air bakso akan semakin menurun.

Penurunan ini disebabkan karena pada daging terdapat kandungan protein yang dapat mengikat air sehingga meningkatkan WHC (Water Holding Capacity)

apabila ditambah tepung maka sebagian air yang terikat pada daging tersebut akan terikat dengan tepung sehingga kadar air menjadi turun(Aberly, et al., 1996).

Hubungan antara jumlah campuran tepung tapioka dengan tepung sagu (perbandingan 2 : 1) dengan kadar air mengikuti garis regresi linier seperti terlihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Grafik Hubungan Jumlah Campuran Tepung Tapioka dan Tepung Sagu (perbandingan 2 : 1) Terhadap Kadar Air Bakso

ŷ = -1.6892x + 109.12

r =-0.9894

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00

0 22.5 25 27.5 30 32.5

Jumlah Campuran Tepung (%)

K

a

d

a

r

A

ir

(

%


(56)

Pengaruh Konsentrasi Natrium Tripolifosfat terhadap kadar Air Bakso Daging Sapi

Dari hasil analisa sidik ragam (Lampiran 4) dapat dilihat bahwa konsentrasi natrium tripolifosfat berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar air bakso daging sapi sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Pengaruh Interaksi Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2 : 1) dan konsentrasi Natrium Tripolifosfat Terhadap Kadar Air Bakso Daging Sapi

Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa jumlah campuran tepung tapioka dengan tepung sagu (perbandingan 2 : 1) dan konsentrasi natrium tripolifosfat berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar air bakso daging sapi sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Kadar Protein

Pengaruh Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2 :1) Terhadap Kadar Protein Bakso Sapi

Dari daftar analisa sidik ragam (Lampiran 2) dapat dilihat bahwa jumlah campuran tepung tapioka dengan tepung sagu (perbandingan 2 :1) berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar protein bakso daging sapi. Hasil uji LSR pengaruh jumlah campuran tepung tapioka dengan tepung sagu (perbandingan 2 : 1) terhadap kadar protein bakso daging sapi seperti terlihat pada Tabel 12.


(57)

Tabel 12. Uji LSR Pengaruh Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2 : 1) terhadap Kadar Protein Bakso Daging Sapi.

Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi

P 0.05 0.01 0.05 0.01

- - - T1 7.70 a A

2 0.27 0.36 T2 8.45 a AB

3 0.28 0.38 T3 9.00 ab AB

4 0.29 0.39 T4 9.16 bc BC

5 0.30 0.39 T5 9.46 c C

Keterangan : Notasi Huruf yang berbeda menunjukkan berbeda sangat nyata pada taraf 5% dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% menurut uji LSR

Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa perlakuan T1 berbeda tidak nyata

terhadap T2, T3, dan berbeda sangat nyata dengan T4 dan T5, perlakuan T2 berbeda

tidak nyata dengan T3, berbeda nyata dengan T4 dan berbeda sangat nyata dengan T5. Perlakuan T3 berbeda tidaknyata dengan T4 dan berbeda sangat nyata dengan T5, perlakuan T4 berbeda tidak nyata dengan T5. Kadar protein tertinggi terdapat pada perlakuan T5 (jumlah campuran tepung 32,5%) yaitu sebesar 9,46%

dan terendah pada T1 (jumlah campuran tepung 22,5%) yaitu sebesar 7,70%.

Hubungan antara jumlah campuran tepung tapioka dengan tepung sagu (perbandingan 2 : 1) terhadap kadar protein mengikuti garis linier seperti terlihat pada Gambar 4.

Hal ini disebabkan karena jumlah kadar protein yang semakin meningkat selama penyimpanan beku pada tingkat penambahan tepung, air yang awalnya terikat dengan protein sebagian akan terikat dengan tepung, maka kadar air bahan semakin menurun dan total bahan kering meningkat, akibatnya proteinnya semakin meningkat.

Menurut Buckle, et al., (1987) walaupun kadar protein bahan tinggi tapi


(58)

sampai batas minimum dan dapat dipertahankan untuk jangka waktu yang cukup lama.

Gambar 4. Grafik Hubungan Jumlah Campuran Tepung Tapioka dan Tepung Sagu (perbandingan 2 : 1) Terhadap Kadar Protein Baso Daging Sapi

Pengaruh Konsentrasi Natrium Tripolifosfat Terhadap Kadar Protein Bakso Daging Sapi

Dari daftar analisa sidik ragam (Lampiran 2) dapat dilihat bahwa konsentrasi natrium tripolifosfat berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar protein bakso daging sapi. Hasil uji LSR pengaruh konsentrasi natrium tripolifosfat terhadap kadar protein bakso daging sapi dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Uji LSR Pengaruh Konsentrasi Natrium Tripolifosfat terhadap Kadar Protein Bakso Daging Sapi

Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi

P 0.05 0.01 0.05 0.01

- - - N1 8.09 a A

2 0.21 0.28 N2 8.82 b B

3 0.22 0.29 N3 9.35 c C

Keterangan : Notasi Huruf yang berbeda menunjukkan berbeda sangat nyata pada taraf 5% dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% menurut uji LSR

ŷ= 0.1692T + 4.101

r = 0.9285

0.0 2.0 4.0 6.0 8.0 10.0 12.0

0 22.5 25 27.5 30 32.5

Jumlah Campuran Tepung (%)

K a d a r P ro te in ( % )


(59)

Dari Tabel 13 dapat dilihat bahwa perlakuan N1 berbeda sangat nyata

dengan N2 dan N3, N2 berbeda sangat nyata dengan N3. Kadar protein tertinggi

terdapat pada perlakuan N3 (konsentrasi natrium tripolifosfat 0,2%) yaitu sebesar

9,35% dan kadar protein terendah yaitu pada N1 (Konsentrasi natrium tripolifosfat

0%) yaitu sebesar 8,09%.

Hubungan antara konsentrasi natrium tripolifosfat terhadap kadar protein bakso daging sapi mengikuti garis linier seperti pada gambar 5.

Gambar 5. Grafik Hubungan Konsentrasi Natrium Tripolifosfat dengan Kadar Protein Bakso Daging Sapi.

Semakin tinggi konsentrasi natrium tripolifosfat yang digunakan maka kadar proteinnya meningkat juga. Peningkatan ini terjadi karena natrium tripolifosfat dapat meningkatkan daya ikat air, sehingga kelarutan protein akan meningkat dan konsentrasi protein pun akan semakin meningkat. Semakin tinggi konsentrasi natrium tripolifosfat yang digunakan maka semakin banyak air yang terdapat di dalam daging yang akan diikat oleh protein. Hal ini sesuai dengan Rust, et al., (1973) semakin lama terjadi kontak antara natrium tripolifosfat

dengan garam dan daging pada suhu rendah maka akan menghasilkan daya ikat ŷ = 6.3x + 8.126

r = 0.9913

4.00 6.00 8.00 10.00

0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25

konsentrasi Natrium Tripolifosfat (%)

K

a

d

a

r

P

ro

te

in

(

%


(60)

dan kekenyalan yang lebih baik pada bakso pada saat setelah pemasakan (merebusnya di dalam air mendidih). Hal tersebut terjadi karena daya hidrasi daging sebagai bahan dasar pembuatan bakso dikembalikan seperti semula, berdasarkan absorpsi air oleh protein. Dan juga menurut Aberle, et al., (1996)

yang menyatakan bahwa penggunaan Natrium tripolifosfat dapat meningkatkan solubolisation (kenaikan protein) karena pH meningkat maka hubungannya dengan ikatan muatan + dan muatan – yang terdapat pada protein dapat meningkat sehingga dapat mengikat air lebih banyak, hal ini terjadi terutama pada daging.

Pengaruh Interaksi Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2 : 1) dan konsentrasi Natrium Tripolifosfat Terhadap Kadar Protein Bakso Daging Sapi

Dari hasil analisis sidik ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa jumlah campuran tepung tapioka dengan tepung sagu (perbandingan 2 : 1) dan konsentrasi natrium tripolifosfat berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar protein bakso daging sapi.

Hasil uji LSR menunjukan bahwa pengaruh interaksi jumlah campuran tepung tapioka dengan tepung sagu (perbandingan 2 : 1) dan konsentrasi natrium tripolifosfat terhadap kadar protein bakso daging sapi dapat dilihat pada Tabel 14


(61)

Tabel 14. Uji LSR Pengaruh Interaksi Jumlah Campuran Tepung Tapioka dengan Tepung Sagu (perbandingan 2 : 1) dan Konsentrasi Natrium Tripoloifosfat terhadap Kadar Protein Bakso Daging Sapi.

Jarak LSR Perlakuan Rataan Notasi

P 0.05 0.01 0.05 0.01

- - - T1N1 7.06 e D

2 0.47 0.63 T1N2 7.79 d D

3 0.49 0.66 T1N3 8.24 bc BC

4 0.51 0.67 T2N1 7.23 e D

5 0.52 0.68 T2N2 8.68 c BC

6 0.53 0.70 T2N3 9.45 ab AB

7 0.53 0.70 T3N1 8.56 c BC

8 0.54 0.67 T3N2 8.92 c BC

9 0.54 0.72 T3N3 9.53 ab AB

10 0.55 0.73 T4N1 8.73 c BC

11 0.55 0.73 T4N2 9.09 bc BC

12 0.55 0.74 T4N3 9.67 a AB

13 0.55 0.74 T5N1 8.88 c BC

14 0.56 0.74 T5N2 9.64 ab AB

15 0.56 0.74 T5N3 9.87 a A

Keterangan : Notasi Huruf yang berbeda menunjukkan berbeda sangat nyata pada taraf 5% dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% menurut uji LSR

Dari Tabel 14 diketahui bahwa dapat dilihat bahwa kadar protein tertinggi terdapat pada perlakuan T5N3 (32,5% dan 0,2%) yaitu 9,87% dan yang terendah

terdapat pada perlakuan T1N1 (22,5% dan 0 %) yaitu 7,06%.

Perubahan kadar protein pada masing-masing perlakuan jumlah campuran tepung tapioka dengan tepung sagu (perbandingan 2 : 1) dan konsentrasi natrium

tripolifosfat yang berbeda mengikuti garis regresi linier seperti terlihat pada Gambar 6.

Pengaruh interaksi antara konsentrasi campuran tepung dengan konsentrasi natrium tripolifosfat dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi campuran tepung dan konsentrasi natrium tripolifosfat maka akan meningkatkan kadar protein. Hal ini disebabkan karena jika kadar airnya semakin menurun maka kadar


(62)

dan juga karena natrium tripolifosfat dapat meningkatkan daya ikat air, sehingga kelarutan protein akan meningkat maka konsentrasi protein akan semakin meningkat.

Jadi hubungan antara penambahan tepung tapioka dan tepung sagu dengan natrium tripolifosfat terhadap bakso sapi yang dihasilkan adalah tepung dan natrium tripolifosfat ini dapat saling sinergis dalam mengikat air bebas dalam bahan, sehingga jumlah protein didalam berat bahan keringnya akan semakin meningkat.

Hubungan antara jumlah campuran tepung dengan natrium tripolifosfat terhadap kadar protein terdapat pada Gambar 6.

Gambar 6. Grafik Hubungan Jumlah Campuran Tepung Tapioka dan Tepung Sagu (perbandingan 2 : 1) dengan Natrium Tripolifosfat Terhadap Kadar Protein Bakso Daging Sapi

N1: ŷ = 0.514T+ 6.55

r = 0.8648

N2: ŷ= 0.411T + 7.591

r = 0.9202

N3: ŷ= 0.348T+ 8.308

r = 0.7352 2

4 6 8 10 12

0 22.5 25 27.5 30 32.5

Jumlah Campuran Tepung dengan Konsentrasi Natrium Tripolifosfat (%)

K

a

d

a

r

P

ro

te

in

(

%

)


(1)

* : nyata tn : tidak nyata

Lampiran 3.

Data Analisa Kadar Abu (%)

Perlakuan

Ulangan Total Rataan

I II III

T1N1 0.97 0.99 0.98 2.94 0.98

T1N2 1.13 1.12 1.13 3.38 1.13

T1N3 1.24 1.22 1.23 3.69 1.23

T2N1 1.13 1.15 1.14 3.42 1.14

T2N2 1.22 1.26 1.22 3.70 1.23

T2N3 1.67 1.69 1.68 5.04 1.68

T3N1 1.14 1.18 1.16 3.48 1.16

T3N2 1.28 1.34 1.32 3.94 1.31

T3N3 1.75 1.84 1.9 5.49 1.83

T4N1 1.21 1.2 1.21 3.62 1.21

T4N2 1.52 1.46 1.49 4.47 1.49

T4N3 2.43 2.39 2.41 7.23 2.41

T5N1 1.56 1.52 1.54 4.62 1.54

T5N2 1.64 1.57 1.61 4.82 1.61

T5N3 2.63 2.43 2.75 7.81 2.60

Total 22.52 22.36 22.77 67.65

Rataan 1.50 1.49 1.52 1.50

Tabel Sidik Ragam Analisa Kadar Abu

SK db JK KT Fhitung F0.05 F0.01

Perlakuan 14 9.36 0.67 270.27 ** 2.05 2.77

T 4 3.52 0.88 355.95 ** 2.69 4.02

Linier 1 3.46 3.46 1397.89 ** 4.17 7.56

Kuadratik 1 0.01 0.01 2.87 tn 4.17 7.56

Kubik 1 0.01 0.01 3.80 tn 4.17 7.56

Kuartik 1 0.04 0.04 17.35 ** 4.17 7.56

N 2 4.67 2.33 943.70 ** 3.32 5.39

Linier 1 152.55 152.55 61678.20 ** 4.17 7.56

Kuadratik 1 0.50 0.50 202.87 ** 4.17 7.56

K x S 8 1.17 0.15 59.07 ** 2.27 3.17

Galat 30 0.07 0.00

Total 44 9.43

fk 101.7005

Keterangan ** : sangat nyata * : nyata tn : tidak nyata


(2)

Lampiran 4.

Data Analisa Kadar Lemak (%)

Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III

T1N1 8.63 10.71 9.82 29.16 9.72

T1N2 7.61 7.75 7.82 23.18 7.73

T1N3 5.97 5.68 5.69 17.34 5.78

T2N1 8.02 7.55 7.71 23.28 7.76

T2N2 6,74 5.65 6.51 12.16 6.08

T2N3 5.46 4.82 5.59 15.87 5.29

T3N1 7.35 7.75 6.92 22.02 7.34

T3N2 6.19 5.54 5.7 17.43 5.81

T3N3 4.99 4.97 4.92 14.88 4.96

T4N1 2.13 5.3 5.25 14.49 4.83

T4N2 4.49 4.97 4.87 14.33 4.78

T4N3 4.45 4.42 4.42 13.29 4.43

T5N1 4.40 4.57 4.62 13.59 4.53

T5N2 4.15 3.96 4.07 12.18 4.06

T5N3 3.86 3.92 3.88 11.66 3.89

Total 77.71 87.56 87.79 254.87

Rataan 5.55 5.84 5.85 5.75

Tabel Sidik Ragam Analisa Kadar Lemak

SK db JK KT Fhitung F0.05 F0.01

Perlakuan 14 123.59 8.83 14.17 ** 2.05 2.77

T 4 69.20 17.30 27.77 ** 2.69 4.02

Linier 1 60.35 60.35 96.87 ** 4.17 7.56

Kuadratik 1 0.70 0.70 1.13 tn 4.17 7.56

Kubik 1 2.13 2.13 3.42 tn 4.17 7.56

Kuartik 1 5.60 5.60 8.99 ** 4.17 7.56

N 2 32.17 16.08 25.82 ** 3.32 5.39

Linier 1 2165.12 2165.12 3475.09 ** 4.17 7.56

Kuadratik 1 3.22 3.22 5.17 * 4.17 7.56

K x S 8 22.22 2.78 4.46 ** 2.27 3.17

Galat 30 18.69 0.62

Total 44 142.28


(3)

Keterangan ** : sangat nyata * : nyata tn : tidak nyata

Lampiran 5.

Data Analisa Organoleptik Warna, Rasa dan Kekenyalan (%)

Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III

T1N1 2 1.89 1.89 5.78 1.93

T1N2 2.09 1.8 1.89 5.78 1.93

T1N3 1.98 1.8 2.09 5.87 1.96

T2N1 1.89 1.89 1.89 5.67 1.89

T2N2 1.89 1.89 1.89 5.67 1.89

T2N3 2.2 1.98 1.89 6.07 2.02

T3N1 2 2 2 6.00 2.00

T3N2 1.89 2.09 1.98 5.96 1.99

T3N3 2.3 1.98 2.19 6.47 2.16

T4N1 2 1.89 1.8 5.69 1.90

T4N2 2 2 1.98 5.98 1.99

T4N3 2.4 2 1.98 6.38 2.13

T5N1 2 1.98 1.89 5.87 1.96

T5N2 2 1.98 1.89 5.87 1.96

T5N3 2.2 2.1 2.09 6.39 2.13

Total 30.84 29.27 29.34 89.45

Rataan 2.06 1.95 1.96 1.99

Tabel Sidik Ragam Analisa Organoleptik Warna, Rasa dan Kekenyalan

SK db JK KT Fhitung F0.05 F0.01

Perlakuan 14 0.32 0.02 1.85 tn 2.05 2.77

T 4 0.09 0.02 1.83 tn 2.69 4.02

Linier 1 0.05 0.05 3.72 tn 4.17 7.56

Kuadratik 1 0.01 0.01 0.55 tn 4.17 7.56

Kubik 1 0.00 0.00 0.30 tn 4.17 7.56

Kuartik 1 0.03 0.03 2.36 tn 4.17 7.56

N 2 0.19 0.09 7.57 ** 3.32 5.39

Linier 1 266.71 266.71 21478.08 ** 4.17 7.56

Kuadratik 1 0.03 0.03 2.50 tn 4.17 7.56

K x S 8 0.04 0.01 0.43 tn 2.27 3.17

Galat 30 0.37 0.01

Total 44 0.69

fk 177.8067222

Keterangan ** : sangat nyata * : nyata tn : tidak nyata


(4)

Lampiran 6.

Hasil Analisis Bakso Daging Sapi Tanpa Penambahan Natrium Tripolifosfat

pada 0 hari

Jumlah Campuran

Tepung Tapioka

dengan Tepung

Sagu

(Perbandingan 2:1)

(%)

Kadar

Air

(%)

Kadar

Protein

(%)

Kadar

Abu

(%)

Kadar

Lemak

(%)

T

1

= 22.5

T

2

= 25

T

3

= 27.5

T

4

= 30

T

5

= 32.5

80.11

76.92

72.60

68.17

62.97

8.70

9.45

11.00

11.16

12.46

2.11

2.35

2.43

2.70

2.92

8.75

7.38

6.46

5.80

5.52


(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

EFFIN CHERNANDA

dilahirkan di Jakarta pada tanggal 22 Januari

1987. Anak ketiga dari 3 bersaudara dari Ayahanda Cherfani Effendi dan

Ibunda Arlina yang beragama Islam.

Pada tahun 1998 lulus dari SD Negeri Nusa Indah II, pada tahun 2001

lulus dari SLTP Negri 7 Bekasi dan pada tahun 2004 lulus dari SMU Negeri 6

Bekasi, dan diterima di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui

jalur SPMB di Departemen Teknologi Pertanian program studi Teknologi Hasil

Pertanian.

Penulis

telah

mengikuti

Praktek

kerja

Lapangan

di

PT. Sinar Sosro di Tanjung Morawa – Sumatera Utara. Selama mengikuti kuliah

penulis aktif menjadi anggota IMTHP (Ikatan Mahasiswa Teknologi Hasil

Pertanian), aktif menjadi pengurus di HmI (Himpunan mahasiswa Islam) periode

2005-2007, aktif menjadi anggota ATM (Agriculture Teknologi Moslem) periode

2004-2006.