Pengaruh Perbandingan Sari Biji Nangka Dengan Sari Buah Naga Merah Dan Perbandingan Zat Penstabil Terhadap Mutu Yoghurt Buah Naga

  Buah Naga

  Tanaman buah naga dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut (Kristanto, 2008): Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Subdivisi : Angiospermae (berbiji tertutup) Kelas : Dicotyledonae (berkeping dua) Ordo : Cactales Famili : Cactaseae Subfamili : Hylocereanea Genus : Hylocereus Spesies : a. Hylocereus undatus (daging putih)

  b. Hylocereus polyrhizus (daging merah) Tanaman kaktus pemanjat penghasil buah naga, ditemukan pertama kali di lingkungan hutan belantara. Tempat asalnya adalah Meksiko, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan bagian utara. Di Meksiko buah naga disebut pitahaya. Sedangkan di Amerika Selatan disebut pitaya roja. Sebagai hasil hutan, buah ini sudah lama dimanfaatkan oleh orang Indian, tetapi selama itu tidak pernah diberitakan dalam media massa dunia (Winarsih, 2007).

  Menurut Ide (2009) jenis buah naga yang telah dibudidayakan ada empat, yaitu: a.

  Buah naga berdaging putih (Hylocereus undatus) yang lebih popular dengan sebutan white pitaya adalah buah naga yang kulitnya berwarna merah, daging berwarna putih, dan biji berwarna hitam berukuran kecil- kecil. Rasa buahnya masam bercampur manis. Dibanding jenis lainnya, kadar kemanisannya tergolong rendah yaitu sekitar 10-13 °Briks.

  b.

  Buah naga berdaging merah (Hylocereus polyrhizus) yang lebih banyak dikembangkan di Cina dan Australia ini memiliki buah dengan kulit berwarna merah dan daging berwarna merah keunguan. Rasa buah lebih manis dibanding Hylocereus undatus.

  c.

  Buah naga berdaging super merah (Hylocereus costaricensis) yang sepintas memang mirip buah Hylocereus polyrhizus. Namun warna daging buahnya lebih merah. Buah ini memiliki kadar kemanisan mencapai 13-15 °Briks.

  d.

  Buah naga kulit kuning berdaging putih (Selenicereus megalanthus) yaitu berpenampilan berbeda dibanding jenis anggota hylocereus dan dikenal sebagai yellow pitaya. Kulit buah berwarna kuning tanpa sisik sehingga cenderung lebih halus. Rasa buahnya jauh lebih manis dibanding buah naga

  .

  lainnya karena memiliki kadar kemanisan 15-18 °Briks Berdasarkan SNI (1995) karakteristik sari buah naga merah cenderung keruh, banyak padatan terlarut, dan sedikit asam. Masalah yang timbul pada minuman sari buah naga adalah timbulnya endapan selama penyimpanan. Untuk mempertahankan kondisi keruh dan mencegah pengendapan dalam pembuatan minuman sari buah diperlukan bahan penstabil. Oleh sebab itu, dalam pembuatan sari buah naga merah ditambahkan bahan penstabil dengan tujuan untuk mendapatkan kestabilan sari buah yang dianjurkan yaitu minimal 50% (Farikha, dkk., 2013).

  Komposisi Kimia Buah Naga Merah

  Buah naga mengandung pektin walaupun dalam jumlah yang lebih rendah dibandingkan dengan apel. Pektin merupakan salah satu serat pangan yang bersifat larut air. Pektin merupakan serat yang berbentuk gel dan dapat memperbaiki otot pencernaan serta mendorong sisa makanan pada saluran pembuangan. Pektin juga dapat meyerap kelebihan air dalam usus, memperlunak feses, serta mengikat dan menghilangkan racun didalam usus (Ide, 2009). Kandungan nilai gizi buah naga merah disajikan pada Tabel 1 berikut:

  Tabel 1. Kandungan nilai gizi buah naga merah per 100 gram

  Zat Kandungan Gizi Air (g) 82,5

  • – 83 Protein (g) 0,159
  • – 0,229 Lemak (g) >– 0,61 Serat kasar (g) 0,7
  • – 0,9 Karoten (mg) 0>– 0,012 Kalsium (mg) 6,3
  • – 8,8 Fosfor (mg)
  • – 36,1 Iron (mg) 0,55
  • – 0,65 Vitamin B (mg) 0,28

  1 – 0,043

  Vitamin B

  2 (mg) 0,043

  • – 0,045 Vitamin B

  3 (mg) 0,297

  • – 0,43 Vitamin C (mg)

  8

  • – 9 Thiamine (mg) 0,28
  • – 0,030 Riboflavin (mg) 0>– 0,044 Niacin (mg) 1,297
  • – 1,300 Abu (g) 0,28 Lain-lain(g)
  • – 0,68 Sumber : Taiwan Food Industry Develop & Research Authoritis (2005)

  Nilai glukosa buah naga putih 353g/kg secara signifikan lebih rendah dari buah naga merah yaitu 401g/kg, kandungan fruktosa buah naga putih yaitu 238g/kg secara signifikan lebih tinggi dari buah naga merah yaitu 158g/kg. Kandungan oligosakarida buah naga merah yaitu 89,6 g/kg dan buah naga putih yaitu 86,2 g/kg. Buah naga bersifat prebiotik karena oligosakarida membantu pertumbuhan L. delbrueckii BCC13296 dan B. Bifidum (Wichienchot dkk., 2010).

  Buah naga mempunyai kandungan zat bioaktif yang bermanfaat bagi tubuh diantaranya antioksidan (dalam asam askorbat, betakaroten, dan antosianin) dan mengandung serat pangan dalam bentuk pektin. Selain itu, dalam buah naga terkandung beberapa mineral seperti kalsium, posfor, besi, dan lain-lain. Vitamin yang terdapat di dalam buah naga antara lain vitamin B

  1 , vitamin B 2 , vitamin B 3 , dan vitamin C (Pratomo, 2008).

  Cahaya merupakan salah satu faktor untuk sintesis asam askorbat dalam tanaman. Dalam tanaman terdapat suatu mekanisme yang mengubah sukrosa, heksosa, dan metabolit lain menjadi asam askorbat. Cahaya, suhu, dan karbondioksida mempengaruhi akumulasi asam askorbat dalam tanaman. Suatu metabolit asam askorbat dihasilkan oleh proses fotosintesis dan senyawa ini kemudian diubah secara alami menjadi asam askorbat (Haris, dkk., 1989). Menurut Kurniawan, dkk., (2010) karbohidrat (glukosa dan galaktosa) yang terkandung tanaman dapat dimanfaatkan sebagai prekursor untuk pembentukan vitamin C.

  Sumber utama dari sifat antioksidan pada buah naga yaitu α-tokoferol, betanins, polifenol, asam askorbat, likopen, dan karotenoid. Senyawa fenolik tertentu yang terdapat pada buah naga putih dan merah adalah hydroxycinnamates (Mahattanatawee, dkk., 2006). Menurut Dembitsky dkk. (2010) ada perbedaan substansial dalam kapasitas antioksidan antara buah naga putih dan merah karena adanya antioksidan yang lebih tinggi dari pigmen merah yang berasal dari betanins dan likopen dalam buah naga merah yaitu mengandung 13,8 ± 0,85 mg betanin ekuivalen per 100 gram daging dan kulit. Vitamin C hanya memberikan kontribusi 4-6% dari kapasitas antioksidan buah naga, sehingga polifenol dan betalains mempertahankan kapasitas antioksidan. Kandungan zat antioksidan buah naga disajikan pada Tabel 2 berikut:

  Tabel 2. Kandungan zat antioksidan buah naga

  TAA (mg/100g TSP (μg GA/g ORAC (μM DPPH (μg

  Buah puree) puree) TE/g puree) GA/g puree) Buah naga 1075.8 ± 71.7 55.8 ± 2.0 7.6 ± 0.1 134.1 ± 30.1 merah Buah naga 523.4 ± 33.6 13.0 ± 1.5 3.0 ± 0.2 34.7 ± 7.3 putih

  Keterangan : TSP = Total Soluble Phenolic, TAA = Total Ascorbic Acid, ORAC =

  

Oxygen Radical Absorbance Capacity , dan DPPH : 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl

  (Sumber : Mahattanatawee dkk., 2006)

  Manfaat Buah Naga Merah

  Buah naga mengandung fitoalbumin yang kemampun antioksidannya sangat tinggi. Antioksidan pada buah naga ini mampu mencegah pembentukan radikal bebas penyebab kanker. Selain itu buah naga rendah kolesterol dan kaya akan vitamin C, E, asam lemak tidak jenuh tunggal, dan serat yang dapat membantu fungsi dari antioksidan (Ide, 2009).

  Buah naga merah juga mengandung senyawa fitokimia yang baik bagi tubuh, diantaranya yaitu flavonoid. Kandungan flavonoid pada daging buah naga merah sebanyak 7,21 ± 0,02 mg CE/100 gram (Wu Li Chen dkk., 2005). Flavonoid yang terkandung dalam buah naga meliputi quercetin, kaempferol, dan isorhamnetin (Teng dan Lay, 2005). Buah naga merah sangat baik untuk sistem peredaran darah, juga memberikan efek mengurangi tekanan emosi dan menetralkan toksik dalam darah.

  Setiap buah naga merah mengandung protein yang mampu menjaga kesehatan jantung, beta karoten untuk kesehatan mata dan menurunkan kadar glukosa dalam darah, serat yang dapat mencegah kanker usus dan memperlancar proses pencernaan, kalsium yang dapat menguatkan tulang, dan fosfor yang berfungsi untuk pertumbuhan badan. Selain itu buah naga juga mengandung vitamin C yang berfungsi sebagai antioksidan yang mempunyai kemampuan memproteksi oksidasi akibat radikal bebas (Ide, 2009).

  Biji Nangka

  Biji nangka merupakan sumber karbohidrat (36,7 g/100 g), protein (4,2 g/100 g), dan energi (165 kkal/100 g), sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan yang potensial. Biji nangka juga merupakan sumber mineral yang baik yaitu kandungan mineral per 100 gram biji nangka adalah fosfor (200 mg), kalsium (33 mg), dan besi (1,0 mg), serta mengandung vitamin C sebnyak 10 mg. Selain dapat dimakan dalam bentuk utuh, biji nangka juga dapat diolah menjadi tepung.

  Selanjutnya dari tepungnya dapat dihasilkan berbagai makanan olahan (Astawan, 2007).

  Berdasarkan penelitian, diketahui bahwa biji nangka dan daging nangka mengandungan oligosakarida tertinggi. Daging nangka dan biji nangka telah dikonfirmasi merupakan prebiotik yang selektif dalam fermentasi mikroflora dalam suatu sistem usus buatan (Wichienchot, dkk., 2011). Oligosakarida rafinosa, stakiosa, dan verbakosa dapat dipecah oleh bakteri dalam usus besar sehingga menghasilkan gas. Mikroba dari kelompok bakteri asam laktat (misalnya

  

Lactobacillus casei dan bifidobacterium longum) yang dapat tumbuh dalam usus

  besar manusia juga dapat memanfaatkan oligosakarida tersebut dan dapat menekan pertumbuhan mikroba patogen. Oligosakarida yang dapat digunakan untuk mendukung pertumbuhan mikroba probiotik disebut dengan prebiotik (Kusnandar, 2010). Kandungan nutrisi biji nangka disajikan pada Tabel 3 berikut:

  Tabel 3. Perbandingan kandungan nutrisi biji nangka per 100 gram Komposisi Biji Gandum Beras Giling Jagung segar Singkong

  Nangka Kalori (kal) 165,0 249,0 360,0 140,0 146,0 Protein (g) 4,2 7,9 6,8 4,7 1,2 Lemak (g) 0,1 1,5 0,7 1,3 0,3 Karbohidrat (g) 36,7 49,7 78,9 33,1 34,7 Kalsium (mg) 33,0 20,0 6,0 6,0 33,0 Besi (mg) 1,0 6,3 0,8 0,7 0,7 Fosfor (mg) 200,0 140 140,0 118,0 40,0 Air (%) 56,7 40,0 13,0 60,0 62,5 Sumber: Direktori Gizi Departemen Kesehatan Indonesia (2009)

  Berdasarkan Liputan6 (2009) sari biji nangka dapat digunakan sebagai alternatif pengganti susu sapi dan sari kedelai. Berdasar uji laboratorium, kandungan fosfor dan kalsium susu biji nangka lebih tinggi daripada susu kedelai. Sementara kadar lemaknya justru lebih rendah. Biji nangka ternyata punya banyak manfaat. Selain itu ampas saringan biji nangka pun bisa dimanfaatkan sebagai bahan untuk pembuatan kue. Biji nangka juga ternyata berpotensi sebagai prebiotik, karena mengandung polisakarida dan oligosakarida yang tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan dan mampu menstimulir pertumbuhan bakteri Lactobacillus (SuaraAgraria, 2013).

  Menurut Marlena (2012) untuk menghasilkan yoghurt biji nangka dengan mutu yang lebih baik sebaiknya menggunakan perbandingan biji nangka dan air 1 : 1 dan konsentrasi carboxy methyl cellulose 0,4%. Pada konsentrasi CMC 0,4% kadar total padatan 24,4%, kadar protein 6,07%, kadar total asam laktat 0,71%, dan total mikroba sebesar 4,33 Log CFU/g.

  Yoghurt

  Yoghurt merupakan salah satu jenis minuman hasil fermentasi susu oleh bakteri asam laktat yang mempunyai khasiat bagi kesehatan dan pengobatan tubuh. Khasiat ini diperoleh karena adanya bakteri dalam yoghurt dan tingkat keasaman yoghurt, sehingga bakteri patogen dapat dihambat. Bakteri yang biasa digunakan dalam pembuatan yoghurt adalah Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus (Tamime dan Robinson, 2007).

  thermophilus

  Pada pembuatan yoghurt dilakukan proses fermentasi dengan memanfaatkan bakteri asam laktat misalnya dari golongan Lactobacillus

  

bulgaricus dan Streptococcus thermophilus. Streptococcus thermophilus

  berkembang biak lebih cepat dan menghasilkan baik asam maupun CO

  2 . Asam dan

  CO2 yang dihasilkan tersebut kemudian merangsang pertumbuhan dari

  

Lactobacillus bulgaricus. Di sisi lain, aktivitas proteolitik dari Lactobacillus

bulgaricus memproduksi peptida penstimulasi dan asam amino untuk dapat

  dipakai oleh Sreptococcus thermophilus. Mikroorganisme ini sepenuhnya bertanggungjawab atas pembentukan tekstur dan rasa yoghurt (Goff, 2003).

  Pada proses fermentasi susu menjadi yoghurt dilakukan sampai pH mencapai 4,4-4,5 yang diikuti dengan terbentuknya flavor asam yang khas akibat terbentuknya senyawa-senyawa asam laktat, asam asetat, asetaldehid, dan senyawa volatil lainnya. Pada pH rendah (asam), protein susu akan mengalami koagulasi sehingga terbentuk koagulan, yang makin lama makin banyak (Wahyudi dan Samsundari, 2008).

  Dalam proses asidifikasi dan fermentasi susu kultur yoghurt mempunyai peran penting. Kualitas hasil akhir yoghurt sangat dipengaruhi oleh komposisi dan preparasi kultur starter, yang umum digunakan adalah L. bulgaricus dengan suhu optimum 42-45°C dan Streptococcus thermophilus dengan suhu optimum 38- 42°C. Selama pertumbuhan terjadi simbiosis antara kedua jenis bakteri. S.

  10 Jumlah bakteri starter * koloni/g min. 10 7 min. 10 7

  4 Protein (Nx6,38) (b/b) % min. 2,7 min. 2,7

  9.3 Listeria monocytogenes

  9.2 Salmonella - negatif/25 g negatif/25 g

  9.1 Bakteri coliform APM/g atau koloni/g maks. 10 maks. 10

  9.0 Cemaran mikroba

  7.4 Raksa (Hg) mg/kg maks. 0,03 maks. 0,03

  7.3 Timah (Sn) mg/kg maks. 40,0 maks. 40,0

  7.2 Tembaga (Cu) mg/kg maks. 20,0 maks. 20,0

  7.1 Timbal (Pb) mg/kg maks. 0,3 maks. 0,3

  7 Cemaran logam

  6 Keasaman (dihitung sebagai asam laktat) (b/b) % 0,5-2,0 0,5-2,0

  5 Kadar abu (b/b) % maks. 1,0 maks. 1,0

  3 Total padatan susu bukan lemak (b/b) % min. 8,2 min. 8,2

  

thermophilus akan berkembang lebih cepat mengawali pembentukan asam laktat

  2 Kadar lemak (b/b) % min 3,0 0,6-2,9 maks. 0,5 min 3,0 0,6-2,9 maks. 0,5

  1.4 Konsistensi - Homogen Homogeny

  1.3 Rasa - asam/khas asam/khas

  1.2 Bau - normal/khas normal/khas

  1.1 Penampakan - cairan kental-padat cairan kental-padat

  Yoghurt tanpa lemak

  Yoghurt tanpa lemak Yoghurt Yoghurt rendah lemak

  No Kriteria Uji Satuan

Yoghurt tanpa perlakuan panas

setelah fermentasi

Yoghurt dengan perlakuan panas setelah fermentasi Yoghurt Yoghurt rendah lemak

  memberikan flavor khas produk akhir yoghurt (Hidayat, dkk., 2006). Syarat mutu yoghurt disajikan pada Tabel 4 berikut: Tabel 4. Syarat mutu yoghurt

  Streptococcus .

Lactobacillus juga akan menguraikan lemak, menghasilkan asam-asam lemak yang

  melalui fermentasi laktosa. Aktivitas enzim proteolitik dari L. bulgaricus menyebabkan terurainya protein susu, menghasilkan asam-asam amino dan peptide-peptide yang akan menstimulasi pertumbuhan

  • negatif/25 g negatif/25 g
    • Sesuai dengan pasal 2 (istilah dan defenisi) Sumber : Badan Standarisasi Nasional (2009)

  Berdasarkan penelitian Ketaren (2012) kadar total padatan yoghurt sari biji nangka dengan perbandingan air 1:1 yaitu 22,85%. Total padatan adalah bagian padat yang terdiri dari bahan yang dicampurkan dan nutrisi yang terkandung didalamnya yaitu lemak, protein, karbohidrat, mineral, vitamin, dan serat yang larut, sehingga semakin banyak jumlah air maka semakin besar pula kemampuan untuk melarutkan kandungan nutrisi yang ada pada yoghurt sari biji nangka.

  Pembuatan Yoghurt Buah Pembuatan sari biji nangka

  Dibuat sari biji nangka dengan cara merebus biji nangka dalam waktu sepuluh menit, hingga sedikit empuk. Namun jangan sampai mendidih karena dapat merusak protein yang ada dalam biji nangka. Kulit biji nangka dikupas dan diblender sampai halus dengan mencampurkan air dengan perbandingan 1:1.

  Setelah biji nangka halus, kemudian disaring untuk memperoleh sari biji nangka (Ketaren, 2012).

  Pembuatan Sari Buah Naga Merah

  Dibuat sari buah naga dengan cara diblanching selama 10 menit. Kemudian kulit buah dikupas dan dipotong menjadi 4 bagian. Setelah itu dilakukan penghancuran dengan penambahan air 1 : 1. Setelah diperoleh jus buah naga kemudian disaring hingga diperoleh sari buah naga (Ristek, 2000).

  Pemanasan Sari Biji Nangka Sari biji nangka dipanaskan sampai mendidih (Hidayat, dkk., 2006).

  Pemanasan bertujuan untuk mematikan mikroorganisme patogen sehingga memacu pertumbuhan bakteri asam laktat, memecah beberapa zat, dan memacu perubahan kimiawi yang menghasilkan faktor-faktor untuk pertumbuhan mikroba. Perlakuan ini akan menambah bahan kering dan kekentalan yoghurt. Pemanasan

  o dilakukan pada suhu 90 C selama 15 menit (Luthana, 2008).

  Homogenisasi

  Homogenisasi campuran bahan-bahan setelah pasteurisasi sangat diperlukan untuk mendapatkan campuran yang benar-benar homogen sehingga diperoleh konsistensi yang stabil dan tidak dapat terjadi pemisahan cream selama inkubasi dan penyimpanan. Homogenisasi juga dapat meningkatkan partikel- partikel kasein sehingga dapat memperbaiki konsistensi gel selama proses koagulasi (Hidayat, dkk., 2006).

  Inokulasi starter o

  Inokulasi starter dilakukan pada suhu 40-45 C dengan menambahkan starter sebanyak 2-5% (Rukmana, 2001). Starter yang ditambahkan dapat berupa campuran bakteri asam laktat yang terdiri dari Streptococcus thermophillus dan

  

Lactobacillus bulgaricus sebanyak 2% - 5% (Luthana, 2008). Menurut Hidayat,

  dkk., (2006) Lactobacillus acidophilus dan Bifidobacterium bifidum merupakan jenis probiotik yang dapat digunakan jika ingin menghasilkan minuman susu fermentasi berprobiotik dengan tingkat keasaman yang rendah.

  Inkubasi

  Inkubasi bertujuan untuk memberikan kondisi yang sesuai dengan kondisi pertumbuhan bakteri. Inkubasi dilakukan pada suhu 43°C selama 4

  • –6 jam. Kriteria selesainya pemeraman sebenarnya lebih baik mengacu bila keasaman sudah mencapai 0,85
  • –0,95% atau pH 4–4,5 sebagai asam laktat. Selama pemeraman akan
timbul senyawa-senyawa asam laktat, asetaldehida, diasetil, asam asetat, dan senyawa-senyawa yang mudah menguap yang dihasilkan oleh bakteri-bakteri starter. Senyawa-senyawa tersebut akan memberikan cita rasa spesifik pada yoghurt (Luthana, 2008).

  Pendinginan

  Pendinginan harus segera dilakukan setelah fermentasi supaya tidak terjadi asidifikasi lanjut. Diusahakan penurunan suhu menjadi 15-20°C dapat tercapai dalam waktu 1-1,5 jam, pada tahap ini masih terjadi pembentukan flavor. Selanjutnya yoghurt yang sudah jadi disimpan pada suhu 5-6°C (Hidayat, dkk., 2006).

  Bahan-Bahan yang Ditambahkan Dalam Pembuatan Yoghurt Susu bubuk Susu adalah bahan baku yang sangat penting untuk menghasilkan produk- produk yang menggunakan mikroba, karena susu merupakan media pertumbuhan mikroba yang sangat baik. Secara umum susu mengandung berbagai komponen zat gizi yang cukup penting seperti air, bahan kering, lemak, protein, kasein, laktosa, mineral, vitamin, dan asam-asam lemak serta senyawa organik lainnya. Susu mengandung karbohidrat berupa laktosa yang dapat difermentasi oleh bakteri homofermentif menjadi asam laktat ( Hidayat, dkk., 2006).

  Susu mengandung bermacam-macam unsur dan sebagian besar terdiri atas zat makanan yang diperlukan bakteri untuk pertumbuhannya. Oleh karena itu pertumbuhan bakteri dalam susu sangat cepat jika pada suhu yang sesuai (Buckle, dkk., 2009). Menurut Tarwotjo (1998) susu bubuk ada yang dibuat dari susu penuh atau susu skim. Banyak pula yang ditambahkan beberapa zat gizi, seperti vitamin A, D, dan kalsium. Susu penuh berarti belum dikurangi atau dihilangkan zat lemaknya (full cream milk). Susu yang dihilangkan zat lemaknya terkenal dengan skim milk atau susu nonfat.

  Susu murni (full cream) mengandung kadar lemak yang tinggi sekitar 3.5%. Segelas susu murni (250 ml) memenuhi 40% kebutuhan vitamin D dan 20% kalsium. sedangkan susu skim kandungan lemaknya hanya 0,3%, dengan kadar kasium yang lebih tinggi dari susu full cream. Dalam setiap 250 ml susu skim terdapat 301 mg kalsium dan dalam susu full cream hanya 276 mg kalsium (Herawati, 2011).

  Gula

  Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan komoditi perdagangan utama. Gula paling banyak diperdagangkan dalam bentuk kristal sukrosa padat. Gula digunakan untuk mengubah rasa menjadi manis dan keadaan makanan atau minuman. Gula sederhana, seperti glukosa (yang diproduksi dari sukrosa dengan enzim atau hidrolisis asam), menyimpan energi yang akan digunakan oleh sel (Wikipedia, 2011).

  Sukrosa atau sakarosa dinamakan juga gula tebu atau gula bit. Secara komersial gula pasir mengandung 99% sukrosa yang dibuat melalui proses penyulingan dan kristalisasi. Apabila dihidrolisis atau dicerna, maka sukrosa pecah menjadi satu unit glukosa dan satu unit fruktosa (Almatsier, 2004)

  Zat Penstabil Carboxy methyl cellulose (CMC)

  Carboxy methyl cellulose bersifat biodegradable, tidak berwarna, tidak

  berbau, tidak beracun, butiran atau bubuk yang larut dalam air namun tidak larut dalam larutan organik, stabil pada rentang pH 2

  • –10, bereaksi dengan garam, logam berat membentuk film yang tidak larut dalam air, transparan, serta tidak bereaksi dengan senyawa organik (Wayan, 2009).

  Turunan selulosa yang dikenal sebagai yang dikenal sebagai carboxy (CMC) sering dipakai dalam industri makanan untuk

  methyl cellulose

  mendapatkan tekstur yang baik. Misalnya pada pembuatan es krim, pemakaian CMC akan memperbaiki tekstur dan kristal laktosa yang terbentuk akan lebih halus. CMC juga sering dipakai dalam bahan makanan untuk mencegah terjadinya retrogradasi. Pembuatan CMC ini adalah dengan cara mereaksikan NaOH dengan selulosa murni, kemudian ditambahkan Na kloroasetat. Karena CMC mempunyai gugus karboksil, maka viskositas larutan CMC dipengaruhi oleh pH larutan, pH optimum adalah 5, dan bila pH terlalu rendah (<3), CMC akan mengendap (Winarno, 2002).

  CMC dapat membentuk sistem dispersi koloid dan meningkatkan viskositas sehingga partikel-partikel yang tersuspensi akan tertangkap dalam sistem tersebut dan tidak mengendap oleh pengaruh gaya gravitasi (Potter dan Norman, 1986). Penambahan bahan pengental kedalam bahan pangan dapat meningkatkan sifat hidrofilik protein dari bahan pangan dan sifat lipofilik dari lemak sehingga air yang diserap prein menjadi lebih banyak. Pengikatan air oleh protein menyebabkan tekstur bahan pangan menjadi lebih lembut dan sifat lipofilik dari lemak menyebabkan lemak terdispersi secara merata kedalam bahan pangan sehingga tekstur menjadi lebih seragam (Winarno, 2008).

  Na-CMC akan terdispersi dalam air, kemudian butir-butir Na-CMC yang bersifat hidrofilik akan menyerap air dan terjadi pembengkakan. Air yang sebelumnya ada di luar granula dan bebas bergerak, tidak dapat bergerak lagi dengan bebas sehingga keadaan larutan lebih mantap dan terjadi peningkatan viskositas (Fennema, dkk., 1996).

  Mekanisme bahan pengental dari Na-CMC mengikuti bentuk konformasi atau streched Ribbon (tipe pita). Tipe tersebut terbentuk dari 1,4

  extended

  • –D glukopiranosil yaitu dari rantai selulosa. Bentuk konformasi pita tersebut karena bergabungnya ikatan geometri zig-zag monomer dengan jembatan hidrogen dengan 1,4 - D glukopiranosil lain, sehingga menyebabkan susunannya menjadi stabil. Na-CMC yang merupakan derivat dari selulosa memberikan kestabilan pada produk dengan memerangkap air dengan membentuk jembatan hidrogen dengan molekul Na-CMC yang lain (Belitz dan Grosch, 1987).

  Na-CMC akan terdispersi dalam air, kemudian butir-butir Na-CMC yang bersifat hidrofilik akan menyerap air dan terjadi pembengkakan. Air yang sebelumnya ada di luar granula dan bebas bergerak, tidak dapat bergerak lagi dengan bebas sehingga keadaan larutan lebih mantap dan terjadi peningkatan viskositas (Fennema, dkk., 1996). Rumus struktur dari carboxy methyl cellulose (Laskowski, 2001) dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Struktur carboxy methyl cellulose (CMC)

  Gum Arab

  Gom (atau gum) arab, dikenal pula sebagai gum acacia adalah salah satu produk getah (resin) yang dihasilkan dari penyadapan getah pada legum (polong-polongan). Gom arab banyak dipakai dalam industri makanan dan kimia lainnya. Ia digunakan sebagai campuran minuman untuk mengurangi tekanan permukaan (surface tension) air dan stabilizer (Wikipedia, 2014).

  Gum arab digunakan dalam industri makanan untuk menentukan rasa, sebagai pengemulsi, untuk mencegah kristalisasi gula dalam permen dan penstabil dalam produk susu beku. Gum arab juga sangat berguna dalam industri kue karena mempengaruhi sifat viskositas dan sifat adhesive yang digunakan untuk menstabilkan permukaan serta sebagai senyawa pengeruh pada bir. Gum arab merupakan serat pangan larut, secara fungsional bekerja dalam tubuh, karena telah ditunjukkan dalam beragam penelitian (Market News Service, 2008).

  Gum arab merupakan polimer alami yang sebagian besar terdiri dari polisakarida dan mengandung kalsium, magnesium, potassium dan kalium yang tinggi, yang menghasilkan arabinosa, galaktosa, ramnosa dan asam glukoronat setelah hidrolisis (Almuslet, dkk., 2012). Selain berfungsi untuk memperbaiki viskositas, tekstur, dan bentuk makanan. Gum arab juga mempertahankan aroma dari bahan yang akan dikeringkan karena gum arab dapat melapisi senyawa aroma, sehingga terlindungi dari pengaruh oksidasi, evaporasi, dan absorbsi air dari udara terbuka terutama untuk produk-produk yang higroskopis (Gujral dan Brar, 2003).

  Besarnya komponen yang terkandung dalam gum arab yaitu galaktosa 36,2 ± 2,3%, arabinosa 30,5 ± 3,5%, rhamnosa 13,0 ± 1,1%, asam glukoronik 19,5 ± 0,2%, dan protein 2,24 ± 0,15% (Glicksman, 1992).

  Gum arab pada dasarnya merupakan serangkaian satuan-satuan D- galaktosa, L-arabinosa, asam D-galakturonat. Gum arab mempunyai gugus arabino galactan protein (AGP) dan gliko protein (GP) yang berperan sebagai pengemulsi dan pengental (Safitri, 2012). Adapun struktur kimia dari gum arab seperti Gambar 2 di bawah ini.

  Gambar 2. Struktur kimia gum arab (Williams dan Phillips, 2004