Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Wacana Toleransi Pada Sinetron (Analisis Wacana Kritis Sinetron Tukang Bubur Naik Haji The Series Episode 439-441) T1 362009038 BAB II

(1)

BAB II

KERANGKA TEORI

2.1Komunikasi Massa

Komunikasi merupakan suatu proses sosial di mana individu-individu menggunakan simbol-simbol untuk menciptakan dan menginterpretasikan makna dalam lingkungan mereka. Pada umumnya, komunikasi dilakukan secara lisan atau verbal yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. Apabila tidak ada bahasa verbal yang dapat dimengerti oleh keduanya, komunikasi masih dapat dilakukan dengan menggunakan gerak-gerik badan, menunjukkan sikap tertentu, misalnya tersenyum, menggelengkan kepala, mengangkat bahu. Cara seperti ini disebut komunikasi dengan bahasa nonverbal.

Secara Etimologis komunikasi berasal dari bahasa latin communicatio yang mana istilah ini berasal dari kata communis yang artinya sama. Kata “sama” disini yang dimaksudkan adalah kesamaan makna mengenai suatu pesan yang disampaikan oleh komunikator/pengirim pesan dan diterima oleh komunikan/penerima pesan (Effendy: 1998:10). Menurut Harold Lasswell pada dasarnya komunikasi merupakan suatu proses yang menjelaskan siapa, mengatakan apa, dengan saluran apa, kepada siapa, dengan akibat apa atau hasil apa (Who Says What In Which Channel To Whom and With What Effect?) (Mulyana, 2007:69). Untuk menjelaskan komunikasi tersebut menunjukkan bahwa dalam komunikasi terdapat 5 unsur, antara lain:

1. Komunikator/ sumber (Communicator, Source, Sender) 2. Pesan (Message)

3. Media (Channel, Media)

4. Komunikan(Communicant, Receiver) 5. Efek (Effect, Impact)


(2)

Dengan pola pikir dan hasil cipta, manusia dapat mengkomunikasikan segala pemikiran kepada khalayak luas baik berbentuk gagasan, ide, atau opini yang di encode ke dalam pesan komunikasi. Pesan adalah apa yang dikomunikasikan oleh sumber kepada penerima. Pesan merupakan seperangkat simbol verbal dan nonverbal yang mewakili perasaan, nilai, gagasan atau maksud dari sumber. Pesan memiliki tiga komponen yaitu makna, simbol yang digunakan untuk menyampaikan makna, dan bentuk atau organisasi pesan (Mulyana, 2007: 70). Pertama, komunikator menyandi atau encode pesan yang disampaikan kepada komunikan. Ini berarti komunikator memformulasikan pikiran dan atau perasaannya ke dalam lambang/simbol (bahasa) yang diperkirakan akan dimengerti oleh komunikan. Berdasarkan rujukan masa lalu, rujukan nilai, pengetahuan, persepsi, pola pikir dan perasaan, komunikan menerima dan menafsirkan simbol yang mengandung pikiran dan perasaan komunikator dalam konteks pengertiannya. Proses ini disebut sebagai mengawa-sandi atau encode (Effendy, 1998:13). Simbol sendiri adalah suatu proses komunikasi yang dipengaruhi oleh kondisi sosial budaya yang berkembang pada suatu masyarakat (Cangara, 2006:95).

Simbol disini juga bisa merupakan pesan, dimana pesan tersebut adalah yang paling utama dalam suatu proses komunikasi. Pesan yang disampaikan pada proses komunikasi merupakan sesuatu yang disampaikan pengirim kepada penerima. Pesan (message) dalam proses komunikasi, tidak bisa lepas dari apa yang disebut simbol dan kode, karena pesan dikirim komunikator kepada penerima terdiri dari rangkaian simbol dan kode. Pesan yang disampaikan dapat berupa informasi, pengetahuan, hiburan, dan sebagainya. Salah satu bentuk hiburan disini adalah sinetron.


(3)

2.2 Sinetron

Sinetron sendiri menurut Veven Sp. Wrdhana, sinetron merupakan penggabungan dari “sinema” dan “elektronik”. Elektronik dalam sinetron mengacu pada medium penyiarannya, yaitu televisi yang merupakan medium elektronik (Wardhana, 1994:27). Sinetron merupakan suatu bentuk hiburan bagi masyarakat. Sekarang ini sinetron banyak ditonton oleh masyarakat, karena masyarakat butuh akan hiburan.

Televisi merupakan salah satu media untuk menyampaikan pesan sosial, politik, agama, dan lainnya dengan berbagai cara seperti dakwah Islam yang disampaikan lewat media massa televisi dengan format acara kuis, ceramah agama, iklan dan sinetron yang bernuansa Islami. Dari sekian banyak program acara yang ada di televisi, sinetron merupakan program acara yang mendapat sambutan hangat dari masyarakat. Hal tersebut menandakan, jika perhatian masyarakat terhadap sinetron sangat luar biasa dibandingkan dengan program acara yang lain, karena ketepatannya dalam menyampaikan pesan terbukti cukup berhasil.

Penggarapan suatu sinetron tidak terlepas dari kebutuhan masyarakat yang heterogen. Para pembuat sinetron mencoba untuk menaksir tontonan seperti apa yang paling disukai oleh masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat melalui rating suatu sinetron. Semakin tinggi suatu sinetron berarti senetron tersebut dilihat banyak orang. Atas dasar inilah banyak sinetron yang menghiasi layar kaca.

Dalam pembuatan sinetron tidak jauh berbeda dengan dengan pembuatan film. Pada tahapan penulisan dan format naskah juga tidak jauh berbeda. Pembuatan sinetron menggunakan kamera elektronik dengan video recorder, bahannya berupa pita didalam kaset, penyajiannya ditayangkan dari stasiun televisi dan diterima melalui layar kaca pesawat televisi di rumah-rumah. Sinetron merupakan sinema elektronik tentang sebuah cerita yang didalamnya membawa misi tertentu kepada pemirsa, misi ini dapat berbentuk pesan moral untuk pemirsa atau realitas moral yang ada di kehidupan masyarakat sehari-hari (Kuswandi,


(4)

1996:120). Isi atau Konten dalam sebuah Sinetron bermacam-macam, diantaranya yaitu :

1. Isi Cerita atau Tema

Merupakan unsur terpenting dari sebuah cerita, hal ini dikarenakan isi cerita merupakan unsur pokok cerita yang biasanya dapat terlihat pada saat adanya konflik yang diceritakan dari cerita tersebut.

2. Rangkaian atau Kejadian

Pada rangkaian atau kejadian harus memiliki hubungan antara satu dan yang lainnya (sebab-akibat), karena akan menentukan nasib suatu tokoh. Biasanya tokoh yang mempunyai karakter negatif atau jahat (antagonis) akan diperkenalkan atau ditampilkan terlebih dahulu.

3. Karakter Tokoh Utama

Pada sebuah sinetron terdapat tokoh-tokoh yang terbagi menjadi empat (4) karakter, yaitu:

a. Protogonis : tokoh utama yang berkarakter positif, yang memperjuangkan kebahagiaan.

b. Antagonis : tokoh utama yang berkarakter negatif, yang selalu mematahkan kebahagian.

c. Tritagonis : peran pendamping bisa menjadi pendukung atau penentang tokoh utama, tatapi bisa juga sebagai penengah atau perantara.

d. Peran Pembantu : tokoh yang dimasukan sebagai pelengkap 4. Percakapan atau Dialog

Yang dimaksud dialog adalah percakapan yang terdiri dari dua (2) orang atau lebih sehingga menjadi dialog. Namun dalan sinetron semua itu didasari oleh naskah. Naskah dibuat terlebih dahulu oleh pembuat naskah (script writer) yang kemudian diberikan kepada pemeran atau tokohnya untuk dimainkan atau ditampilkan.


(5)

Tujuan sinetron seperti halnya media massa lainnya, sinetron pada intinya mempunyai tujuan tertentu yaitu memberikan pendidikan dan hiburan. Tujuan pendidikan sebagai media komunikasi massa, sinetron merupakan salah satu sarana untuk menyampaikan pendidikan. Nilai pendiidkan sinetron mempunyai makna seperti pesan-pesan yang berisikan pendiidkan/ edukasi, etikan dan moral penonton. Sinetron memberikan banyak pendiidkan bagi penontonnya tentang bagaimana cara bergaul dengan orang lain, bersikap, dan bertingkah laku sesuai dengan tatanan norma dan nilai budaya dalam masyarakat. Sedangkan tujuan hiburan, sinetron banyak memberikan hiburan bagi penonton, dengan menonton sinetron dapat menghilangkan kepenatan yang ditimbulkan dari aktivitas sehari-hari.

2.3Sinetron Sebagai Bentuk Komunikasi Massa

Para ahli komunikasi berpendapat bahwa komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa. Menurut Bittner (Rakhmat, 1997:148), komunikasi massa yang paling sederhana “mass communication is a message communicated through as mass medium to a large number of people” (komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah orang). Menurut Deddy Mulyana komunikasi massa (mass communication) adalah komunikasi yang menggunakan media massa, baik cetak (surat kabar, majalah) atau elektronik (radio, televisi), yang dikelola oleh suatu lembaga atau orang yang dilembagakan, yang ditujukan kepada sejumlah besar orang tersebar di banyak tempat, anonim, dan heterogen (Mulyana, 2007:75). Dengan demikian psan-pesan dalam komunikasi massa disalurkan melalui meda massa, bersifat massa, dan ditujukan pada khalayak yang luas.

Komunikasi massa merupakan bagian dari hidup manusia, karena setiap saat manusia dipengaruhi oleh komunikasi massa. Baik media cetak maupun yang sudah menjadi bagian penting bagi kehidupan pada umumnya. Masing- masing


(6)

media tersebut memiliki karakteristik tersendiri. Menurut Nurudin karakteristik komunikasi Massa terdiri dari (2003: 16-29) :

1. Komunikator bersifat melembaga

Terdiri dari gabungan antara berbagai macam unsur dan bekerjasama satu sama lain dalam sebuah lembaga. Didalam komunikasi massa, komunikator adalah lembaga media massa itu sendiri.

2. Komunikan bersifat anonim dan heterogen

Bersifat heterogen, artinya pengguna media itu beragam pendidikan, umur, jenis kelamin, status sosial, tingkat ekonomi, latar belakang budaya, kepercayaan yang tidak sama. Selain itu dalam komunikasi massa, komunikator tidak mengenal komunikan (anonim) karena komunikasinya menggunakan media dan tidak tatap muka.

3. Pesan bersifat umum

Pesan-pesan dalam komunikasi massa itu tidak ditujukan kepada satu orang atau satu kelompok masyarakat tertentu. Dengan kata lain, pesan-pesan itu ditujukan kepada khalayak yang plural. Seperti televisi ditujukan dan untuk dinikmati orang banyak, maka pesannya harus bersifat umum

4. Komunikasinya berlangsung satu arah

Komunikator dan komunikannya tidak dapat melakukan kontak langsung. Komunikator aktif menyampaikan pesan dan komunikan pun aktif menerima pesan, namun diantara keduanya tidak dapat melakukan dialog sebagaimana halnya dalam komunikasi antarpribadi. Dengan demikian komunikasi massa itu bersifat satu arah.

5. Komunikasi massa menimbulkan keserempakan

Dalam komunikasi massa penyebaran pesan dilakukan secara serempak. Serempak disini berarti khalayak bisa menikmati media tersebut hampir bersamaan.


(7)

6. Komunikasi massa mengandalkan peralatan teknis

Media massa sebagai alat utama dalam menyampaikan pesan kepada khalyaknya sangat membutuhkan bantuan peralatan teknis. Peralatan teknis yang dimaksud seperti pemancar untuk media elektronik. Televisi merupakan media massa yang tidak akan lepas dari pemancar. Karena peran satelit akan memudahkan proses pemancaran pesan yang dilakukan oleh media elektronika seperti televisi.

7. Dikontrol oleh Gatekeeper.

Gatekeeper merupakan orang yang sangat berperan dalam penyebaran informasi melalui media massa. Gatekeeper ini berfungsi sebagai orang yang ikut menambah atau mengurangi, menyederhanakan, mengemas agar semau informasi yang disebarkan lebih mudah dipahami. Gatekeeper juga berfungsi untuk menginterpretasikan pesan, menganalisis, menambah atau mengurangi pesan-pesannya.

Salah satu media massa yang hingga sekarang ini masih digemari oleh masyarakat adalah televisi. Televisi atau televisi siaran (broadcast television) merupakan media dari jaringan komunikasi dengan ciri-ciri yang dimiliki komunikasi massa, yaitu berlangsung satu arah, komunikatornya melembaga, pesannya bersifat umum, sasarannya menimbulkan keserempakan, dan komunikannya heterogen (Effendy, 1998:21). Televisi merupakan media elektronik yang mempunyai efek paling besar terhadap khalayak dibanding dengan media elektronik lainnya seperti radio, karena televisi merupakan media audio visual yang bersifat informatif, hiburan, pendidikan, pengetahuan dan juga alat kontrol sosial.

Televisi merupakan media penyampaian pesan/informasi yang bersifat audio-visual sehingga khalayak yang menontonnya dapat dengan mudah dan cepat menyerap pesan yang disampaikan. Informasi yang disampaikan melalui televisi akan lebih mudah dimengerti karena lebih jelas terdengar secara audio dan terlihat secara visual (Kuswandi, 1996:8). Hiburan yang diinginkan masyarakat dapat


(8)

terpenuhi dengan adanya media massa sebagai alat penyampaian pesan yang semakin beragam dan berkembang dengan kehadiran televisi di setiap rumah.Perkembangan teknologi pertelevisian saat ini sudah sedemikian pesat sehingga dampak siarannya menyebabkan seolah-olah tidak ada lagi batas antara satu dengan yang lainnya terlebih setelah digunakannya satelit untuk memancarkan signal televisi.

Televisi lebih banyak mengemas dan menghadirkan program-program acara dalam format hiburan diantaranya yaitu tayangan sinetron. Kehadiran sinetron merupakan bentuk aktualitas komunikasi dan interaksi manusia sehari-hari yang diolah berdasarkan alur cerita untuk mengangkat kehidupan manusia sehari-hari. Pesan sinetron dapat mewakili aktualitas kehidupan manusia dalam realitas sosialnya. Dengan kata lain, sinetron merupakat cerminan kehidupan nyata dari masyarakat sehari-hari.

2.4Toleransi Masyarakat Beragama

Di era globalisasi, umat manusia dihadapkan dengan hubungan antar umat manusia di dunia tanpa batas, ketergantungan menjadikan manusia harus senantiasa membuka jalan untuk menghilangkan perbedaan. Kenyataan bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri, tetapi memerlukan proses sosialisasi terus menerus, terutama dengan jalan menjalin hubungan dengan antar agama. Perbedaan agama tidak hendak menjadi sumber permusuhan antar suku dan bangsa. Maka dalam hal ini toleransi antar umat beragama sangat perlu untuk disosialisasikan.

Menurut W.J.S Peorwadarminta, toleransi berasal dari kata toleran yang berarti sifat atau sikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kelakuan dsb) yang lain atau bertentangan dengan pendiriannya. Toleransi adalah sifat atau sikap toleran dua kelompok yang berbeda kebudayaan itu saling berhubungan dengan penuh (1976:1084). Menurut Soerjono Soekanto toleransi yaitu suatu sikap yang


(9)

merupakan perwujudan pemahaman diri terhadap sikap pihak lain yang tidak setuju (Soekanto, 1985:518).

Jadi toleransi beragama adalah suatu sikap manusia sebagai umat yang beragama, untuk menghormati, menghargai, dan tidak mengganggu ibadah serta sistem keyakinan pada penganut agama-agama lain. Toleransi berarti memberikan keleluasaan penganut agama lain.

Dalam hubungan antar agama, toleransi dapat berupa toleransi ajaran agama atau toleransi dogmatis dan toleransi bukan ajaran agama atau toleransi praksis (Hardjana, 1993:115). Dengan toleransi dogmatis, maka pemeluk agama tidak menonjolkan ajaran agamanya masing-masing, dan dengan toleransi praksis maka pemeluk agama akan membiarkan pemeluk agama lain melaksanakan keyakinan mereka masing-masing.

Islam mengajarkan kepada umatnya untuk menghormati, menyayangi, dan dan mengasihi orang lain tanpa memandang latar belakang atau asal ususlnya. Walaupun mempunyai perbedaan prinsip, ideologi, bahkan ajaran agama. Hal tersebut sebagaimana yang ditegaskan dalam Al-Quran dalam surat Al-Hujarat ayat 13, yang berarti “wahai kamu laki-laki dan perempuan dan kami ciptakan kamu dalam bentuk suku dan bangsa supaya kalian saling kenal mengenal. Sesungguhnya diantara kamu yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertakwa diantara kamu. Sungguh Allah Maha Tahu dan Maha Waspada” ( Al-Quran dan terjemahannya, 2006:517). Ayat tersebut dengan jelas menerangkan, bahwa Tuhan menghendaki penciptaan manusia yang beragam. Keberagaman sengaja diciptakan sebagai media untuk saling mengenal, berdialog, dan bekerjasama akan memunculkan kedamaian dan ketentraman dalam kehidupan.

Dalam buku “Islam Inklusif Menuju Sikap Terbuka dalam Beragama”, Alwi Shihab menegaskan ada dua komitmen penting dalam menumbuh kembangkan kehidupan antar agama guna menciptakan keharmonisan, yaitu toleransi dan pluralisme (1997:41). Pada lintasan sejarah, dari praktik Nabi Muhammad SAW, bisa dilihat bagaimana toleransi terhadap umat lain ditegakkan, dengan


(10)

melindungi minoritas dalam melaksanakan Ibadah sesuai dengan keyakinanya (Spencer, 2003:226)

2.4.1 Toleransi menurut Negara

1. Landasan Idiil, yaitu Pancasila (sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa)

2. Landasan Konstitusional, yaitu Undang-Undang Dasar 1945, pasal 29 ayat 1 : “Negara berdasar atas Ketuhanan yang Maha Esa”. Dan pasal 29 ayat 2: “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya dan kepercayaannya itu” (MPR RI, 76:2007)

3. Landasan Strategis, yaitu Ketetapan MPR No. IV tahun 1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara. GBHN dan pembangunan Nasional tahun 2000, dinyatakan bahwa sasaran pembangunan bidang agama adalah terciptanya suasana kehidupan beragama dan kepercayaan terhadap Ketuhanan Yang Maha Esa, yang penuh keimanan ketaqwaan, penuh kerukunan yang dinamis antar umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, secara bersama-sama makin memperkuat landasan spiritual, moral, dan etika bagi pembangunan nasional, yang tercermin dalam suasana kehidupan yang harmonis, serta dalam kukuhnya persatuan dan kesatuan bangsa selaras dengan penghayatan dan pengamalan Pancasila

2.4 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang sudah dilakukan adalah penelitian Veronica Dian Anggraeni mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Komunikasi Universitas Kristen Satya Wacana, yang berjudul Ketika Toleransi Sedang Dipertanyakan? (Analisis Wacana Kritis Pada Film Tanda Tanya “?”) pada tahun 2012. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana representasi wacana toleransi yang di bawa oleh film Tanda Tanya “?”. Film ini merupakan film yang mengangkat toleransi agama sebagai ide cerita. Film ini gagal tayang di Bioskop karena mendapat pencekalan dari FPI karena dianggap memberikan makna


(11)

toleransi yang salah. Dalam penelitian tersebut menggunakan pendekatan analisis wacana kritis model Teun A. Van Djik dalam menganalisis representasi wacana toleransi pada film Tanda Tanya “?”. Hasil penelitiannya bahwa film Tanda Tanya “?” tidak berhasil memberikan makna toleransi, karena terdapat sebuah dominasi Islam dan pencitraan diri dari agama Islam yang dikemas sutradara dengan tema toleransi. Sehingga hasil penelitiannya tentang toleransi tidak dapat diwujudkan dalam kerangka kehidupan multikultural, yang direpresantasikan dalam film Tanda Tanya “?”.

Laurentia Helena melakukan penelitian yang berjudul Media dan Kekuasaan (Studi Analisis Wacana Kritis Metro Xin Wen terhadap Etnis Tionghoa) pada tahun 2012. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui bagaimana wacana pemberitaan Metro Xin Wen terhadap citra etnis Tionghoa di Indonesia merupakan bagian dari Bangsa Indonesia. Dalam penelitiannya memberikan hasil bahwa wacana yang terkandung merupakan konstruksi dari citra yang diinginkan Metro Xin Wen tentang etnis Tinghoa yaitu sebagai bagian dari Bangsa Indonesia. Upaya memproduksi wacana untuk sampai pada citra etnis Tionghoa sebagai bagian dari Bangsa Indonesia dilakukan dengan dekonstruksi wacana pada konteks sosial mengenai hubungan antara etnis Tionghoa dengan masyarakat Indonesia yang selama ini menjadi penghambat. Wacana tersebut dikatakan mendekonstruksi, dengan pengkajian konteks sosial mengenai wacana yang ditanamkan oleh penguasa dan kognisi sosial dari berbagai pendapat yang mengakibatkan hubungan tidak harmonis antara etnis Tionghoa dengan masyarakat Indonesia. Wacana yang mendekonstruksi berupaya agar tidak terjadi stereotipe dan prasangka buruk yang menjadi penghalang kehidupan pluralisme yang harmonis, yang kemudian wacana diarahkan pada wawasan solidaritas dan keharmonisan antar budaya, agama, dan etnis. Upaya Metro Xin Wen mengarahkan adanya persatuan ditunjukkan dengan pencitraan etnis Tionghoa yang merupakan bagian dari Bangsa Indonesia.


(12)

Uraian diatas merupakan penelitian yang sudah dilakukan berkaitan dengan representasi wacana toleransi yang dibawa oleh suatu film dan wacana pemberitaan pada program Metro Xin Wen yang berkaitan dengan etnis Tionghoa dan analisisnya menggunakan pendekatan analisis wacana kritis Teun A. Van Dijk. Sedangkan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana makna wacana toleransi dalam sinetron Tukang Bubur Naik Haji The Series episode 439-441. Oleh karena itu analisis yang akan dilakukan pada penelitian ini dalam konteks wacana toleransi yang disampaikan dalam sinetron Tukang Bubur Naik Haji The Series episode 439-441 yang mengangkat konsep mengenai perayaan tahun baru Imlek, serta menggunakan pendekatan analisis wacana kritis Teun A. Van Dijk untuk menganalisisnya.


(13)

2.6 Kerangka Pikir Penelitian

Gambar 1

Media massa terdiri dari media cetak dan dan media elektronik. Salah satu media elektronik yang hingga saat ini masih mendapat sambutan hangat dan digemari oleh masyarakat adalah televisi. Perkembagnan televisi semakin pesat dengan menyuguhkan berbagai macam program acara. Sinetron merupakan salah satu program acara yang banyak disuguhkan stasiun televisi. RCTI merupakan

Media Massa

Televisi

Sinetron Tukang Bubur Naik Haji The Series

episode 439-441

Pesan

Wacana toleransi

Mengetahui wacana toleransi sinetron

Tukang Bubur Naik Haji The Series episode

439-Analisis wacana model Van Djik

- Teks

- Kognisi sosial - Konteks sosial


(14)

salah satu stasiun televisi yang menyuguhkan sinetron kepada masyarakat yaitu sinetron Tukang Bubur Naik Haji The Series. Sinetron ini banyak disukai oleh masyarakat hal tersebut terlihat dari perolehan rating yang sering menduduki posisi pertama. Dalam episode 439-441 dimunculkan karakter keluarga berketurunan Tionghoa yaitu keluarga Wan Wan. Pada episode tersebut digambarkan Wan Wan dan keluarganya merupakan warga baru. Sebagai warga baru, keluarga Wan Wan dikenal sebagai keluarga yang baik hati dan ramah. Menjelang perayaan tahun baru Imlek, keluarga Wan Wan berencana mengadakan pementasan Barongsai di kampung tempat tinggalnya yang baru. Dimana dalam hidup bersosial Wan Wan dan keluarganya ingin memberikan hiburan kepada para warga. Selain itu juga sinetron ini sudah tayang lebih dari 500 episode. Sinetron ini tentunya tidak hanya memberikan hiburan saja namun juga terkandung pesan-pesan yang ingin disampaikan, salah satunya wacana toleransi. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan analisis yang mendalam mengenai wacana toleransi yang disampaikan sinetron Tukang Bubur Naik Haji The Series pada episode 439-441. Untuk mengetahui wacana toleransi yang disampaikan sinetron ini, akan dianalisis dengan Anlisis Wacana Kritis model Van Dijk.


(1)

merupakan perwujudan pemahaman diri terhadap sikap pihak lain yang tidak setuju (Soekanto, 1985:518).

Jadi toleransi beragama adalah suatu sikap manusia sebagai umat yang beragama, untuk menghormati, menghargai, dan tidak mengganggu ibadah serta sistem keyakinan pada penganut agama-agama lain. Toleransi berarti memberikan keleluasaan penganut agama lain.

Dalam hubungan antar agama, toleransi dapat berupa toleransi ajaran agama atau toleransi dogmatis dan toleransi bukan ajaran agama atau toleransi praksis (Hardjana, 1993:115). Dengan toleransi dogmatis, maka pemeluk agama tidak menonjolkan ajaran agamanya masing-masing, dan dengan toleransi praksis maka pemeluk agama akan membiarkan pemeluk agama lain melaksanakan keyakinan mereka masing-masing.

Islam mengajarkan kepada umatnya untuk menghormati, menyayangi, dan dan mengasihi orang lain tanpa memandang latar belakang atau asal ususlnya. Walaupun mempunyai perbedaan prinsip, ideologi, bahkan ajaran agama. Hal tersebut sebagaimana yang ditegaskan dalam Al-Quran dalam surat Al-Hujarat ayat 13, yang berarti “wahai kamu laki-laki dan perempuan dan kami ciptakan kamu dalam bentuk suku dan bangsa supaya kalian saling kenal mengenal. Sesungguhnya diantara kamu yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertakwa diantara kamu. Sungguh Allah Maha Tahu dan Maha Waspada” ( Al-Quran dan terjemahannya, 2006:517). Ayat tersebut dengan jelas menerangkan, bahwa Tuhan menghendaki penciptaan manusia yang beragam. Keberagaman sengaja diciptakan sebagai media untuk saling mengenal, berdialog, dan bekerjasama akan memunculkan kedamaian dan ketentraman dalam kehidupan.

Dalam buku “Islam Inklusif Menuju Sikap Terbuka dalam Beragama”, Alwi Shihab menegaskan ada dua komitmen penting dalam menumbuh kembangkan kehidupan antar agama guna menciptakan keharmonisan, yaitu toleransi dan pluralisme (1997:41). Pada lintasan sejarah, dari praktik Nabi Muhammad SAW, bisa dilihat bagaimana toleransi terhadap umat lain ditegakkan, dengan


(2)

melindungi minoritas dalam melaksanakan Ibadah sesuai dengan keyakinanya (Spencer, 2003:226)

2.4.1 Toleransi menurut Negara

1. Landasan Idiil, yaitu Pancasila (sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa)

2. Landasan Konstitusional, yaitu Undang-Undang Dasar 1945, pasal 29 ayat 1 : “Negara berdasar atas Ketuhanan yang Maha Esa”. Dan pasal 29 ayat 2: “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya dan kepercayaannya itu” (MPR RI, 76:2007)

3. Landasan Strategis, yaitu Ketetapan MPR No. IV tahun 1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara. GBHN dan pembangunan Nasional tahun 2000, dinyatakan bahwa sasaran pembangunan bidang agama adalah terciptanya suasana kehidupan beragama dan kepercayaan terhadap Ketuhanan Yang Maha Esa, yang penuh keimanan ketaqwaan, penuh kerukunan yang dinamis antar umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, secara bersama-sama makin memperkuat landasan spiritual, moral, dan etika bagi pembangunan nasional, yang tercermin dalam suasana kehidupan yang harmonis, serta dalam kukuhnya persatuan dan kesatuan bangsa selaras dengan penghayatan dan pengamalan Pancasila

2.4 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang sudah dilakukan adalah penelitian Veronica Dian Anggraeni mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Komunikasi Universitas Kristen Satya Wacana, yang berjudul Ketika Toleransi Sedang Dipertanyakan? (Analisis Wacana Kritis Pada Film Tanda Tanya “?”) pada tahun 2012. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana representasi wacana toleransi yang di bawa oleh film Tanda Tanya “?”. Film ini merupakan film yang mengangkat toleransi agama sebagai ide cerita. Film ini gagal tayang di Bioskop karena mendapat pencekalan dari FPI karena dianggap memberikan makna


(3)

toleransi yang salah. Dalam penelitian tersebut menggunakan pendekatan analisis wacana kritis model Teun A. Van Djik dalam menganalisis representasi wacana toleransi pada film Tanda Tanya “?”. Hasil penelitiannya bahwa film Tanda Tanya “?” tidak berhasil memberikan makna toleransi, karena terdapat sebuah dominasi Islam dan pencitraan diri dari agama Islam yang dikemas sutradara dengan tema toleransi. Sehingga hasil penelitiannya tentang toleransi tidak dapat diwujudkan dalam kerangka kehidupan multikultural, yang direpresantasikan dalam film Tanda Tanya “?”.

Laurentia Helena melakukan penelitian yang berjudul Media dan Kekuasaan (Studi Analisis Wacana Kritis Metro Xin Wen terhadap Etnis Tionghoa) pada tahun 2012. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui bagaimana wacana pemberitaan Metro Xin Wen terhadap citra etnis Tionghoa di Indonesia merupakan bagian dari Bangsa Indonesia. Dalam penelitiannya memberikan hasil bahwa wacana yang terkandung merupakan konstruksi dari citra yang diinginkan Metro Xin Wen tentang etnis Tinghoa yaitu sebagai bagian dari Bangsa Indonesia. Upaya memproduksi wacana untuk sampai pada citra etnis Tionghoa sebagai bagian dari Bangsa Indonesia dilakukan dengan dekonstruksi wacana pada konteks sosial mengenai hubungan antara etnis Tionghoa dengan masyarakat Indonesia yang selama ini menjadi penghambat. Wacana tersebut dikatakan mendekonstruksi, dengan pengkajian konteks sosial mengenai wacana yang ditanamkan oleh penguasa dan kognisi sosial dari berbagai pendapat yang mengakibatkan hubungan tidak harmonis antara etnis Tionghoa dengan masyarakat Indonesia. Wacana yang mendekonstruksi berupaya agar tidak terjadi stereotipe dan prasangka buruk yang menjadi penghalang kehidupan pluralisme yang harmonis, yang kemudian wacana diarahkan pada wawasan solidaritas dan keharmonisan antar budaya, agama, dan etnis. Upaya Metro Xin Wen mengarahkan adanya persatuan ditunjukkan dengan pencitraan etnis Tionghoa yang merupakan bagian dari Bangsa Indonesia.


(4)

Uraian diatas merupakan penelitian yang sudah dilakukan berkaitan dengan representasi wacana toleransi yang dibawa oleh suatu film dan wacana pemberitaan pada program Metro Xin Wen yang berkaitan dengan etnis Tionghoa dan analisisnya menggunakan pendekatan analisis wacana kritis Teun A. Van Dijk. Sedangkan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana makna wacana toleransi dalam sinetron Tukang Bubur Naik Haji The Series episode 439-441. Oleh karena itu analisis yang akan dilakukan pada penelitian ini dalam konteks wacana toleransi yang disampaikan dalam sinetron Tukang Bubur Naik Haji The Series episode 439-441 yang mengangkat konsep mengenai perayaan tahun baru Imlek, serta menggunakan pendekatan analisis wacana kritis Teun A. Van Dijk untuk menganalisisnya.


(5)

2.6 Kerangka Pikir Penelitian

Gambar 1

Media massa terdiri dari media cetak dan dan media elektronik. Salah satu media elektronik yang hingga saat ini masih mendapat sambutan hangat dan digemari oleh masyarakat adalah televisi. Perkembagnan televisi semakin pesat dengan menyuguhkan berbagai macam program acara. Sinetron merupakan salah satu program acara yang banyak disuguhkan stasiun televisi. RCTI merupakan

Media Massa

Televisi

Sinetron Tukang Bubur Naik Haji The Series

episode 439-441

Pesan

Wacana toleransi

Mengetahui wacana toleransi sinetron

Tukang Bubur Naik Haji The Series episode

439-Analisis wacana model Van Djik

- Teks

- Kognisi sosial - Konteks sosial


(6)

salah satu stasiun televisi yang menyuguhkan sinetron kepada masyarakat yaitu sinetron Tukang Bubur Naik Haji The Series. Sinetron ini banyak disukai oleh masyarakat hal tersebut terlihat dari perolehan rating yang sering menduduki posisi pertama. Dalam episode 439-441 dimunculkan karakter keluarga berketurunan Tionghoa yaitu keluarga Wan Wan. Pada episode tersebut digambarkan Wan Wan dan keluarganya merupakan warga baru. Sebagai warga baru, keluarga Wan Wan dikenal sebagai keluarga yang baik hati dan ramah. Menjelang perayaan tahun baru Imlek, keluarga Wan Wan berencana mengadakan pementasan Barongsai di kampung tempat tinggalnya yang baru. Dimana dalam hidup bersosial Wan Wan dan keluarganya ingin memberikan hiburan kepada para warga. Selain itu juga sinetron ini sudah tayang lebih dari 500 episode. Sinetron ini tentunya tidak hanya memberikan hiburan saja namun juga terkandung pesan-pesan yang ingin disampaikan, salah satunya wacana toleransi. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan analisis yang mendalam mengenai wacana toleransi yang disampaikan sinetron Tukang Bubur Naik Haji The Series pada episode 439-441. Untuk mengetahui wacana toleransi yang disampaikan sinetron ini, akan dianalisis dengan Anlisis Wacana Kritis model Van Dijk.


Dokumen yang terkait

Analisis Produksi Terhadap Program Sinetron Tukang Bubur Naik Haji The Series (Episode 402 Dan 403)

1 13 129

KONSTRUKSI KARAKTER KEJUJURAN PADA SINETRON TUKANG BUBUR NAIK HAJI ANALISIS ISI EPISODE 839-840 DALAM Konstruksi Karakter Kejujuran Pada Sinetron Tukang Bubur Naik Haji Analisis Isi Episode 839-840 Dalam Perspektif Pembelajaran Pendididikan Pancasila Dan

0 1 15

KONSTRUKSI KARAKTER KEJUJURAN PADA SINETRON TUKANG BUBUR NAIK HAJI ANALISIS ISI EPISODE 839-840 DALAM Konstruksi Karakter Kejujuran Pada Sinetron Tukang Bubur Naik Haji Analisis Isi Episode 839-840 Dalam Perspektif Pembelajaran Pendididikan Pancasila Dan

0 1 15

MOTIF PEMIRSA MENONTON SINETRON TUKANG BUBUR NAIK HAJI THE SERIES DI RCTI (Studi Deskriptif Kuantitatif Tentang Motif Pemirsa di Surabaya Dalam Menonton Sinetron Tukang Bubur Naik Haji The Series di RCTI).

0 0 107

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Wacana Toleransi Pada Sinetron (Analisis Wacana Kritis Sinetron Tukang Bubur Naik Haji The Series Episode 439-441) T1 362009038 BAB I

0 0 7

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Wacana Toleransi Pada Sinetron (Analisis Wacana Kritis Sinetron Tukang Bubur Naik Haji The Series Episode 439-441) T1 362009038 BAB IV

0 1 67

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Wacana Toleransi Pada Sinetron (Analisis Wacana Kritis Sinetron Tukang Bubur Naik Haji The Series Episode 439-441) T1 362009038 BAB V

0 1 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Wacana Toleransi Pada Sinetron (Analisis Wacana Kritis Sinetron Tukang Bubur Naik Haji The Series Episode 439-441)

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Wacana Toleransi Pada Sinetron (Analisis Wacana Kritis Sinetron Tukang Bubur Naik Haji The Series Episode 439-441)

0 1 10

MOTIF PEMIRSA MENONTON SINETRON TUKANG BUBUR NAIK HAJI THE SERIES DI RCTI (Studi Deskriptif Kuantitatif Tentang Motif Pemirsa di Surabaya Dalam Menonton Sinetron Tukang Bubur Naik Haji The Series di RCTI) SKRIPSI

1 0 20