DIDONG JALU PADA MASYARAKAT GAYO DI KABUPATEN ACEH TENGAH (STUDI TERHADAP BENTUK DAN FUNGSI).

(1)

DIDONG JALU PADA MASYARAKAT GAYO

DI KABUPATEN ACEH TENGAH

(STUDI TERHADAP BENTUK DAN FUNGSI)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh :

SAMSIAH

209142049

JURUSAN SENDRATASIK

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN


(2)

ABSTRAK

SAMSIAH, NIM 209142049. Skripsi, DIDONG JALU PADA MASYARAKAT GAYO DI KABUPATEN ACEH TENGAH ( STUDI TERHADAP BENTUK DAN FUNGSI ). Medan: Fakultas Bahasa dan Seni. Universitas Negeri Medan, 2013.

Penelitian ini bertujuan untuk membahas tentang proses pertunjukan didong jalu, fungsi didong jalu, bentuk musik dan bentuk penyajian didong jalu pada masyarakat Gayo di Kabupaten Aceh Tengah. Populasi penelitian ini adalah Didong Jalu kesenian tradisional Gayo mempunyai pemain berjumlah 20 orang dalam satu grup, masing-masing terdiri dari 2 orang ceh (vokal), dua orang apit (pendamping ceh), dan selebihnya penunung/penepok (pengikut). Sampel yang digunakan sebanyak 20 orang.

Landasan teoretis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tentang pemgertian musik, unsur-unsur musik, fungsi musik, pertunjukan didong jalu, dan bentuk penyajian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif, ditafsirkan dan dirumuskan antara data yang satu dengan data yang lain agar data tersebut akurat dan cermat. Teknik pengumpulan data meliputi studi kepustakaan, observasi, wawancara dan dokumentasi.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka dapat disimpulkan secara garis besar bahwa kesenian didong jalu memiliki beberapa fungsi yaitu : 1. Sebagai hiburan, 2. Untuk memelihara nilai dan norma adat, 3. Sebagai sosial dan 4. Refleksi dari kegiatan ekonomi. Susunan acara pertunjukan Didong Jalu pada masyarakat Gayo di Kabupaten Aceh Tengah yaitu: Persiapan; kedua group didong harus telah berada di tempat pertandingan satu jam sebelum pertandingan dimulai. Pembukaan (persalaman); gong yang dibunyikan menandai bahwa pertandingan telah dimulai, group yang mendapat giliran pertama mengawali dengan tepukan tangan (tingkah pumu) kemudian diikuti oleh tepuk bantal (penunung) dan beberapa gerakan yang telah ditentukan oleh group itu sendiri. Puncak acara dan penutupan atau ronde gabungan, kedua group akan melantunkan sebuah lagu yang bermakna permintaan maaf. Ketangkasan berbalas syair yang dibalut dengan kata-kata indah dan irama yang menarik dalam Didong Jalu merupakan salah satu keutamaan yang dinilai dalam pertunjukan didong jalu.


(3)

i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga Skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Adapun judul Skripsi ini adalah “Didong Jalu Pada Masyarakat Gayo di Kabupaten Aceh Tengah ( Studi Terhadap Bentuk Dan Fungsi )”.

Skripsi ini dibuat sebagai persyaratan yang telah ditetapkan untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Negeri Medan. Selama proses penelitian, penulis selalu menghadapi berbagai kendala. Tetapi selama menghadapi kendala-kendala tersebut penulis sangat terbantu oleh beberapa pihak baik moral maupun materil. Oleh karena itu, dengan ketulusan dan kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih yang tiada terhingga kepada:

1. Prof. Dr. Ibnu Hajar, M.Si. selaku Rektor Universitas Negeri Medan, 2. Dr. Isda Pramuniati, M.Hum. selaku Dekan Fakultas Bahasa dan Seni

Universitas Negeri Medan,

3. Dra. Tuti Rahayu, M.Si. selaku Ketua Jurusan Sendratasik,

4. Uyuni Widyastuti, M.Pd. selaku Sekretaris Jurusan Sendratasik, serta Dosen Pembimbing Skripsi yang telah banyak memeberikan bimbingan dan motivasi yang sangat bermanfaat untuk penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi,

5. Panji Suroso, M.Si. selaku Kaprodi Pendidikan Seni Musik, serta Dosen Pembimbing Skripsi yang telah banyak memberi bimbingan, semangat dan motivasi untuk penulis dalam menyelesaikan Skripsi.


(4)

ii

6. Teristimewa kepada yang tersayang dan tercinta, Ibunda Kelimah dan Ayahanda Chairul Rasyid yang telah memeberikan kasih sayang, baik moril maupun materil, motivasi, dan doa yang tiada hentinya demi kesuksesan Ananda.

7. Kekasih yang kusayangi Aulia Rakhman yang tiada henti-hentinya memberi semangat yang tulus dan motivasi kepada saya.

8. Saudara-saudaraku tersayang Chamdiyanto Rasyid, Maylida Hanum, dan Joharsyah Rasyid yang telah memberikan motivasi kepada penulis. 9. Teman terbaikku Azizi Apri Indaya, May Sari, Mika dan seluruh

stambuk 09 yang selalu memberi semangat, terima kasih atas kerjasamanya.

Penulis juga menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari yang diharapkan, baik dari segi kalimat, isi, dan juga teknik penguraiannya. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan Skripsi ini.

Akhir kata, semoga Skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dibidang Pendidikan Seni Musik.

Medan, September 2013 Penulis,

Samsiah


(5)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 4.1 Bagan Kepengurusan Didong ... 34

Gambar 4.2 Bantal Didong 1 ... 47

Gambar 4.3. Bantal Didong 2 ... 48


(6)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Batas Wilayah Kabupaten Aceh Tengah ... 28


(7)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kesenian merupakan salah satu bagian dari kebudayaan. Kesenian adalah produk manusia yang dituangkan dalam bentuk karya seni. Bentuk, fungsi, dan penyajiannya akan berkaitan dengan kehidupan masyarakat setempat. Setiap daerah mempunyai suatu kebudayaan yang menjadi ciri khas dari masyarakat tersebut. Setiap daerah berupaya menjaga dan melestarikan kesenian dan kebudayaan yang mereka miliki dengan cara menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Negara Indonesia adalah negara yang sangat kaya akan suku (etnis) serta kesenian daerah. Dari sekian banyak kesenian daerah yang ada di Indonesia terdapat salah satu suku yaitu suku Gayo yang berada di Kabupaten Aceh Tengah. Istilah Gayo merujuk kepada tiga hal, yaitu

urang Gayo1 (orang Gayo), daerah yang mereka diami yang dikenal dengan Gayo atau Tanoh Gayo (tanah Gayo), serta basa Gayo (bahasa yang mereka gunakan). Suku ini digolongkan ke

dalam Proto Melayu atau Melayu tua. Suku Gayo merupakan suku yang terdapat didataran tinggi Gayo, yaitu berada di jantung Provinsi Aceh. Suku Gayo secara mayoritas terdapat di kabupaten

Aceh Tengah, Bener Meriah, Gayo Luesdan 3 kecamatan di Aceh Timur, yaitu kecamatan Serbe

Jadi, Peunaron dan Simpang Jernih. Selain itu suku Gayo juga mendiami beberapa desa di kabupaten Aceh Tamiang dan Aceh Tenggara. Suku gayo sangat kaya akan keberagaman jenis kesenian seperti, Tari Munalo (penyambutan), Saman Gayo, Kekitiken (teka-teki), Kekeberen

1

Urang Gayo (Orang Gayo) mengenal adanya sepuluh sastra lisan, yaitu didong, kekeberen, kekitiken, melengkan, pantun, peribahasa, saer, sebuku, tep onem, dan ure-ure. 1


(8)

(prosa lisan), Melengkan (pidato adat), Sebuku (puisi bertema sedih), dan sa’er (puisi islam),

Didong dan lain sebagainya.

Salah satu jenis kesenian itu adalah didong. Didong merupakan kesenian khas gayo yang mengandalkan tepukan tangan terdiri atas 20 orang atau lebih dalam sebuah grup didong. Didong memang menarik, unik, dan hanya menggunakan kekuatan tubuh sebagai alat sekaligus media didong. Selebihnya, peran ceh (vokalis utama), membuat didong menjadi sebuah seni yang identik dengan komunitas masyarakat gayo.

Pada awalnya didong digunakan sebagai sarana bagi penyebaran agama islam melalui media syair. Para ceh tidak semata-mata menyampaikan tutur kepada penonton yang dibalut dengan nilai-nilai estetika, melainkan di dalamnya bertujuan agar masyarakat/pendengar dapat memaknai hidup sesuai dengan realitas akan kehidupan para Nabi dan tokoh yang sesuai dengan ajaran agama Islam.

Sepanjang sejarah, didong ikut mewarnai seni musik tradisional Indonesia umumnya dan masyarakat Gayo pada khususnya. Didong merupakan salah satu media komunikasi bagi masyarakat karena syair-syairnya selalu mengikuti dan menelaah perkembangan zaman. Melalui didong ini jugalah penjajah Balanda mencoba memecah kekompakan dan kebersatuan masyarakat Gayo yaitu dengan mengadakan pertunjukan mengadu syair antara grup didong yang satu dengan grup lainnya dan lahirlah seni baru yaitu “Didong jalu”.

Didong jalu merupakan seni pertunjukan mengadu kemampuan berdidong antara grup didong yang satu dengan lainnya. Kedua grup ini saling mengadu ketangkasan kata, atau bisa dikatakan dengan berbalas pantun. Seperti berbalas pantun dalam budaya melayu. Hanya saja didong menggunakan bahasa asli gayo baik pada didong jalu maupun didong tunggal. Meski kedua grup ini saling menyerang dengan kata-kata istilah, namun kata yang digunakan untuk


(9)

menyerang lawan dalam didong ini, menggunakan bahasa istilah yang sangat mendalam dan kaya akan makna. Ketangkasan berbalas syair yang dibalut dengan kata-kata indah dan irama yang menarik inilah merupakan salah satu keutamaan yang dinilai dalam didong jalu.

Menurut Drs Mukhtaman Bale (dalam Syari’at dan Adat Istiadat 2005 : 232) didong berasal dari seni tari dan sastra, dilengkapi dengan beberapa jenis instrument tradisional, yang dilakukan oleh Sengeda ketika membangunkan Gajah Putih dari perbaringannya hendak menuju pusat Kerajaan Aceh. Pengikut Sengeda yang mengikuti perjalanan Gajah Putih dari Lingga ke Ujung Aceh mengalunkan lagu dengan kata-kata: Enti dong, enti dong, enti dong, yang artinya jangan berhenti jalan terus.

Didong Jalu (Didong Laga) sama halnya dengan didong tunggal yang tampil hanya dengan satu group tanpa lawan. Didong tunggal di pertunjukkan apabila yang mempunyai acara tidak mampu membayar dua group didong untuk di pertandingkan. Sedangkan didong jalu dimainkan oleh dua grup didong yang saling berbalas pantun. Cara dan syair-syair didong jalu pada prinsipnya tidak boleh bertentangan atau menyimpang dari ketentuan syari’at. Temanya harus berisi pelajaran, kecerdasan, ketepatan dan kecepatan berpikir, dan ketangkasan gerak. Walaupun di dalam syair terdapat kata-kata sindiran, namun kata sindiran harus bermanfaat dan bersifat membangun bagi lawan dan pendengar. Didong tunggal maupun didong jalu pada awalnya hanya mengandalkan vokal, tepukan tangan. Dengan seiring perkembangan zaman didong sekarang ini banyak dijumpai telah menggunakan Bantal dan ada juga yang menggunakan alat musik bantu seperti suling, meskipun permainan suling dalam didong masih jarang di jumpai saat ini.

Pada umumnya didong hanya di mainkan atau diperankan oleh laki-laki saja. Pada masa silam terdapat juga didong wanita atau dalam bahasa Gayo disebut “Didong Banan”. Yang


(10)

diperankan oleh sekelompok wanita akan tetapi itu tidak bertahan lama dikarenakan didong banan merupakan kegiatan yang disebut Pamali atau Sumang (pamali atau sumang maksudnya dimana di dalam adat gayo seorang wanita tidak boleh terlalu berlebihan dalam menggerakkan tubuhnya di depan penonton). Sebab pada kesenian didong bukan hanya pertunjukan suara tetapi juga gerak tubuh yang di pertunjukkan.

Dari berbagai jenis kesenian yang telah di sebutkan terlihat bahwa suku gayo adalah suku yang memiliki kesenian yang sangat menarik dan unik yang dapat menambah wawasan dan pengetahuan akan keluasan dan kedalaman jiwa seni seseorang. Penulis berharap agar semua kalangan khususnya seniman tradisi dapat lebih mengenal dan mempelajari musik gayo tersebut sehingga keberagaman akan jenis kesenian dan kebudayaan di Aceh ini lebih dapat dirasakan dan terkenal hingga kemancanegara. Hal ini yang membuat penulis tertarik untuk mengangkat judul “Didong Jalu Pada Masyarakat Gayo Di Kabupaten Aceh Tengah (Studi Terhadap Bentuk dan Fungsi)”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang, diperoleh identifikasi masalah dalam penelitian ini yaitu : 1. Apa peranan musik dalam pertunjukan didong jalu ?

2. Bagaimanakah sejarah terbentuknya didong jalu ?

3. Bagaimanakah bentuk musik dalam pertunjukan didong jalu ?

4. Jenis instrumen musik apa saja yang berperan dalam kesenian didong jalu? 5. Bagaimana bentuk penyajian didong jalu ?

6. Siapa saja yang berperan dalam memainkan alat musik pada pertunjukan didong jalu? 7. Apa fungsi dari petunjukan didong jalu?


(11)

C. Pembatasan Masalah

Mengingat luasnya cakupan masalah, keterbatasan waktu dan kemampuan teoritis makna penulis merasa perlu membatasi masalah-masalah dan lain-lain yang timbul dari rencana tertentu, untuk memudahkan pemecahan masalah yang dihadapi penelitian ini. Batasan masalah merupakan upaya untuk menetapkan batas-batas permasalahan dengan jelas, yang memungkinkan kita untuk mengidentifikasi faktor mana saja yang termasuk kedalam ruang lingkup permasalahan dan faktor mana yang tidak bias. Dari keterangan di atas maka penulis membatasi masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimanakah sejarah terbentuknya didong jalu ?

2. Apa fungsi dari pertunjukan didong jalu di Kabupaten Aceh Tengah ?

3. Bagaimanakah bentuk musik dalam pertunjukan didong jalu di Kabupaten Aceh Tengah ?


(12)

D. Rumusan Masalah

Rumusan masalah merupakan suatu titik dari penelitian yang hendak dilakukan. Maryeani (2005:14) mengatakan bahwa :

“Rumusan masalah merupakan jabaran detail fokus penelitian yang akan digarap, rumusan masalah menjadi semacam kontrak bagi peneliti karena penelitian merupakan upaya untuk menemukan jawaban pertanyaan sebagaimana terpapar pada rumusan masalahnya, rumusan masalah juga bisa disikapi sebagai jabaran fokus penelitian karena dalam prakteknya proses penelitian senantiasa terfokus pada butir-butir masalah yang telah disempurnakan”.

Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah, maka permasalahan di atas dapat dirumuskan pada : “Bagaimanakah bentuk dan fungsi Didong Jalu Pada masyarakat Gayo di Kabupaten Aceh Tengah”.

E. Tujuan Penelitian

Setiap kegiatan yang dilakukan seseorang, pada umumnya pasti mempunyai tujuan tertentu yang jelas, maka kegiatan tersebut tidak akan dapat terarah karena tidak tahu apa yang ingin dicapai dari kegiatan yang dilakukan tersebut.

Berhasil tidaknya suatu kegiatan penelitian yang dilaksanakan terlihat pada tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Dalam penelitian ini tujuan yang hendak dicapai oleh penulis adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui sejarah terbentuknya didong jalu 2. Untuk mengetahui fungsi dari pertunjukan didong jalu

3. Untuk mengetahui bentuk musik dalam pertunjukan didong jalu


(13)

F. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian yang telah dicapai, diharapkan akan memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Sebagai bahan masukan bagi penulis dan mahasiswa di Jurusan Sendratasik khususnya Program Studi Seni Musik UNIMED, dalam menambah pengetahuan dan wawasan mengenai bentuk penyajian bentuk dan fungsi didong jalu pada masyarakat Gayo di Kabuparen Aceh Tengah.

2. Sebagai bahan informasi kepada lembaga pemerintah atau lembaga pengembangan kebudayaan agar terus memlihara budaya kesenian nusantara yang ada di indonesia khususnya di Kabupaten Aceh Tengah yaitu didong jalu.

3. Bagi masyarakat, dapat memahami dengan objektif perubahan-perubahan yang terjadi pada pertunjukan didong jalu.

4. Untuk dapat memahami dan mengetahui bentuk musik dan fungsi didong jalu pada masyarakat Gayo di Kabupaten Aceh Tengah.

5. Bagi para peneliti, sebagai bahan referensi penelitian-penelitian yang berkaitan dengan pertunjukan didong jalu.


(14)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Asal-usul kesenian didong jalu kiranya belum ada keterangan yang mampu mengungkapkannya. Umur kesenian ini sama tuanya dengan adanya orang Gayo itu sendiri. Cara dan syair-syair didong jalu pada prinsipnya tidak boleh bertentangan atau menyimpang dari ketentuan syari’at. Temanya harus berisi pelajaran, kecerdasan, ketepatan dan kecepatan berpikir, dan ketangkasan gerak. Walaupun di dalam syair terdapat kata-kata sindiran, namun kata sindiran harus bermanfaat dan bersifat membangun bagi lawan dan pendengar.

2. Didong Jalu pada masyarakat Gayo di Kabupaten Aceh Tengah memiliki fungsi sebagai hiburan, memelihara nilai dan norma adat, menanamkan nilai-nilai sosial, dan sebagai refleksi dari kegiatan ekonomi.

3. Pertunjukan didong jalu pada masyarakat Gayo di Kabupaten Aceh tengah ini dimulai dengan di bunyikannya suara gong, yang kemudian group pertama memulainya dengan persalaman/perkenalan kemudian dilanjutkan dengan tingkah pumu, tingkah bantal serta

tepok bantal yang dimainkan secara bersamaan dan berulang-ulang.

4. Syair puisi yang dinyanyikan pada didong jalu tidak memiliki birama, tetapi lebih mengutamakan garapan teks dari pada garapan musik. Terlihat pada liriknya yang banyak perubahan sedangkan melodinya tetap sama atau hampir sama. Hal ini dikarenakan lirik


(15)

dalam syair puisi pada didong jalu adalah berupa pantun yang dapat berubah sesuai dengan kondisi dan situasi pada saat itu.

B. Saran

Dari beberapa kesimpulan di atas, peneliti mengajukan beberapa saran, antara lain : 1. Hendaknya kesenian didong jalu tetap dilestarikan dan diajarkan kepada generasi muda atau

dengan mengadakan perlombaan-perlombaan didong jalu tingkat pelajar, agar generasi muda masyarakat Gayo dapat lebih mengenal didong jalu.

2. Kepada group didong Bujang Gayo agar bisa menjadi contoh bagi group lain yang berseni bukan hanya di daerah sendiri, melainkan berseni keliling kota atau Negara.


(16)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Gayoni, Yusradi Usman. 2009. “Ekologi Sosial Bertutur di Gayo”. www.gayolinge.com. Al-Gayoni, Yusradi Usman. 2010. “ Penyusutan Tutur dalam Masyarakat Gayo Pendekatan

Ekolinguistik.” Medan: Universitas Sumatera Utara.

Ara, L.K.2006. “Puisi Didong Gayo”. Jakarta : Balai Pustaka. Arikunto, Suharsimi, 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta

Aristoteles, 2000. “Defenisi Musik”, Jakarta : www.musik.com. Bano, Panoe. 2003.”Kamus Musik”, Yogyakarta: Kanisius

Havilland, A. William.1999. Function And From of Presentation of Musical Tradition.

Ibrahim, Mahmud, 2005. Syari’at dan Adat Istiadat. Takengon: Yayasan Maqamam Mahmuda. Irwansyah, 2011. Bentuk dan Peranan Musik dalam Pertunjukan Debus di Aceh. Skripsi. Medan:

Universitas negeri Medan.

Langer, K. suzzane. 1996. Studies in Music And Culture.

Maryeani, 2005. “Metode Penelitian Kebudayaan”. Jakarta: Bumi Aksara.

Merriam Alan P. 1964. “The Anthropology of Music”. Evaston III: North Western University Press

Melalatoa, M.J. 1982. “Didong Kesenian Tradisoinal Gayo”

Naiborhu, Torang. 2006. “Gondang Hasapi : Fungsinya Pada Upacara Ritual Parmalim

Sipahasada Batak Toba. Jurnal. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Satori Djama’an dan Komariah Aan, 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta Sodarsono, R.M. 2002. Seni Pertunjukan Indonesia di Era Globalisasi. Yogyakarta: Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan.

Soeharto, M. 1992. Kamus Musik. Jakarta : Gramedia.

Sugiyono, 2008. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Syahputra. 2012. Fungsi, Teknik Permainan Instrument dan Bentuk Penyajian Musik Tradisional

Gondang Hasapi Keluarga Seni Batak Japaris Bagi Masyarakat Batak Toba Di Yogyakarta. Jurnal. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.


(17)

Takari, _____. Zapin Melayu Dalam Peradaban Islam : Sejarah, Struktur Musik, dan Lirik, Jurnal. Medan: Universitar Sumatera Utara.

http://www.indonesiabox.com/didong-kesenian-rakyat-gayo/”. www.myartmusic.co.cc/2009/11/bentuk-musik.html


(1)

D. Rumusan Masalah

Rumusan masalah merupakan suatu titik dari penelitian yang hendak dilakukan. Maryeani (2005:14) mengatakan bahwa :

“Rumusan masalah merupakan jabaran detail fokus penelitian yang akan digarap, rumusan masalah menjadi semacam kontrak bagi peneliti karena penelitian merupakan upaya untuk menemukan jawaban pertanyaan sebagaimana terpapar pada rumusan masalahnya, rumusan masalah juga bisa disikapi sebagai jabaran fokus penelitian karena dalam prakteknya proses penelitian senantiasa terfokus pada butir-butir masalah yang telah disempurnakan”.

Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah, maka permasalahan di atas dapat dirumuskan pada : “Bagaimanakah bentuk dan fungsi Didong Jalu Pada masyarakat Gayo di Kabupaten Aceh Tengah”.

E. Tujuan Penelitian

Setiap kegiatan yang dilakukan seseorang, pada umumnya pasti mempunyai tujuan tertentu yang jelas, maka kegiatan tersebut tidak akan dapat terarah karena tidak tahu apa yang ingin dicapai dari kegiatan yang dilakukan tersebut.

Berhasil tidaknya suatu kegiatan penelitian yang dilaksanakan terlihat pada tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Dalam penelitian ini tujuan yang hendak dicapai oleh penulis adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui sejarah terbentuknya didong jalu 2. Untuk mengetahui fungsi dari pertunjukan didong jalu

3. Untuk mengetahui bentuk musik dalam pertunjukan didong jalu


(2)

F. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian yang telah dicapai, diharapkan akan memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Sebagai bahan masukan bagi penulis dan mahasiswa di Jurusan Sendratasik khususnya Program Studi Seni Musik UNIMED, dalam menambah pengetahuan dan wawasan mengenai bentuk penyajian bentuk dan fungsi didong jalu pada masyarakat Gayo di Kabuparen Aceh Tengah.

2. Sebagai bahan informasi kepada lembaga pemerintah atau lembaga pengembangan kebudayaan agar terus memlihara budaya kesenian nusantara yang ada di indonesia khususnya di Kabupaten Aceh Tengah yaitu didong jalu.

3. Bagi masyarakat, dapat memahami dengan objektif perubahan-perubahan yang terjadi pada pertunjukan didong jalu.

4. Untuk dapat memahami dan mengetahui bentuk musik dan fungsi didong jalu pada masyarakat Gayo di Kabupaten Aceh Tengah.

5. Bagi para peneliti, sebagai bahan referensi penelitian-penelitian yang berkaitan dengan pertunjukan didong jalu.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Asal-usul kesenian didong jalu kiranya belum ada keterangan yang mampu mengungkapkannya. Umur kesenian ini sama tuanya dengan adanya orang Gayo itu sendiri. Cara dan syair-syair didong jalu pada prinsipnya tidak boleh bertentangan atau menyimpang dari ketentuan syari’at. Temanya harus berisi pelajaran, kecerdasan, ketepatan dan kecepatan berpikir, dan ketangkasan gerak. Walaupun di dalam syair terdapat kata-kata sindiran, namun kata sindiran harus bermanfaat dan bersifat membangun bagi lawan dan pendengar.

2. Didong Jalu pada masyarakat Gayo di Kabupaten Aceh Tengah memiliki fungsi sebagai hiburan, memelihara nilai dan norma adat, menanamkan nilai-nilai sosial, dan sebagai refleksi dari kegiatan ekonomi.

3. Pertunjukan didong jalu pada masyarakat Gayo di Kabupaten Aceh tengah ini dimulai dengan di bunyikannya suara gong, yang kemudian group pertama memulainya dengan persalaman/perkenalan kemudian dilanjutkan dengan tingkah pumu, tingkah bantal serta tepok bantal yang dimainkan secara bersamaan dan berulang-ulang.

4. Syair puisi yang dinyanyikan pada didong jalu tidak memiliki birama, tetapi lebih mengutamakan garapan teks dari pada garapan musik. Terlihat pada liriknya yang banyak perubahan sedangkan melodinya tetap sama atau hampir sama. Hal ini dikarenakan lirik


(4)

dalam syair puisi pada didong jalu adalah berupa pantun yang dapat berubah sesuai dengan kondisi dan situasi pada saat itu.

B. Saran

Dari beberapa kesimpulan di atas, peneliti mengajukan beberapa saran, antara lain : 1. Hendaknya kesenian didong jalu tetap dilestarikan dan diajarkan kepada generasi muda atau

dengan mengadakan perlombaan-perlombaan didong jalu tingkat pelajar, agar generasi muda masyarakat Gayo dapat lebih mengenal didong jalu.

2. Kepada group didong Bujang Gayo agar bisa menjadi contoh bagi group lain yang berseni bukan hanya di daerah sendiri, melainkan berseni keliling kota atau Negara.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Gayoni, Yusradi Usman. 2009. “Ekologi Sosial Bertutur di Gayo”. www.gayolinge.com. Al-Gayoni, Yusradi Usman. 2010. “ Penyusutan Tutur dalam Masyarakat Gayo Pendekatan

Ekolinguistik.” Medan: Universitas Sumatera Utara. Ara, L.K.2006. “Puisi Didong Gayo”. Jakarta : Balai Pustaka. Arikunto, Suharsimi, 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta

Aristoteles, 2000. “Defenisi Musik”, Jakarta : www.musik.com. Bano, Panoe. 2003.”Kamus Musik”, Yogyakarta: Kanisius

Havilland, A. William.1999. Function And From of Presentation of Musical Tradition.

Ibrahim, Mahmud, 2005. Syari’at dan Adat Istiadat. Takengon: Yayasan Maqamam Mahmuda. Irwansyah, 2011. Bentuk dan Peranan Musik dalam Pertunjukan Debus di Aceh. Skripsi. Medan:

Universitas negeri Medan.

Langer, K. suzzane. 1996. Studies in Music And Culture.

Maryeani, 2005. “Metode Penelitian Kebudayaan”. Jakarta: Bumi Aksara.

Merriam Alan P. 1964. “The Anthropology of Music”. Evaston III: North Western University Press

Melalatoa, M.J. 1982. “Didong Kesenian Tradisoinal Gayo”

Naiborhu, Torang. 2006. “Gondang Hasapi : Fungsinya Pada Upacara Ritual Parmalim Sipahasada Batak Toba. Jurnal. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Satori Djama’an dan Komariah Aan, 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta Sodarsono, R.M. 2002. Seni Pertunjukan Indonesia di Era Globalisasi. Yogyakarta: Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan.

Soeharto, M. 1992. Kamus Musik. Jakarta : Gramedia.

Sugiyono, 2008. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Syahputra. 2012. Fungsi, Teknik Permainan Instrument dan Bentuk Penyajian Musik Tradisional Gondang Hasapi Keluarga Seni Batak Japaris Bagi Masyarakat Batak Toba Di Yogyakarta. Jurnal. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.


(6)

Takari, _____. Zapin Melayu Dalam Peradaban Islam : Sejarah, Struktur Musik, dan Lirik, Jurnal. Medan: Universitar Sumatera Utara.

http://www.indonesiabox.com/didong-kesenian-rakyat-gayo/”. www.myartmusic.co.cc/2009/11/bentuk-musik.html