PEMBELAJARAN GEOMETRI DENGAN PENDEKATAN SAVI BERBANTUAN WINGEOM UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN ANALOGI DAN GENERALISASI MATEMATIS SISWA SMP.

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini dunia pendidikan dihadapkan pada tantangan mampu melahirkan sumber daya manusia (SDM) yang memenuhi tuntutan global, sebab pendidikan merupakan suatu wadah kegiatan untuk membangun masyarakat dan karakter bangsa secara berkesinambungan, yaitu membina mental, intelektual, dan kepribadian dalam rangka membentuk manusia seutuhnya. Oleh karena itu, pendidikan perlu mendapat perhatian, penanganan, dan prioritas secara intensif dari pemerintah, masyarakat, maupun pengelola pendidikan.

Pembelajaran merupakan suatu proses yang tidak hanya mentransfer informasi dari guru kepada siswa, tetapi juga melibatkan berbagai tindakan dan kegiatan agar hasil belajar menjadi lebih baik. Namun, pembelajaran di kelas masih berfokus kepada guru sebagai satu-satunya sumber pengetahuan dengan metode ceramah sebagai pilihan utama, sehingga proses pembelajaran yang terjadi secara satu arah, siswa hanya mengetahui dan tidak mengalami apa yang dipelajarinya. Dalam hal ini, guru aktif sedangkan siswa pasif. Paradigma “guru mengajar” masih dipertahankan dan belum berubah menjadi paradigma “siswa belajar”. Meier (2002: 42) mengatakan bahwa:

Learning doesn't automatically improve by having people stand up and move around. But combining physical movement with intellectual activity and the use of all the senses can have a profound effect on learning.


(2)

2

Guru ditekankan untuk lebih memenuhi target pencapaian kurikulum daripada target penguasaan materi. Proses ini telah mengabaikan sisi perkembangan individu siswa sebagai manusia yang tidak hanya diajar secara intelektual, tetapi diperlukan kemampuan mengambil makna dari apa yang diperolehnya. Banyak sekali guru matematika yang menggunakan waktu pelajaran 45 menit secara tidak efektif dan rutinitas. Hal ini dapat membahayakan dan merusak seluruh minat siswa (Sobel dan Maletsky, 2004).

Realitas inilah yang terus mengukuhkan posisi pelajaran matematika sebagai pelajaran yang menakutkan bagi sebagian siswa dan menggejala baik di tingkat SD, SMP, maupun SMA (Turmudi, 2008). Bagi banyak orang, nama matematika menimbulkan kenangan masa sekolah yang merupakan beban berat. Bahkan Piaget mengungkapkan bahwa siswa cerdas sekalipun secara sistematis menemui kegagalan dalam pelajaran matematika (Maier, 1985). Hal ini diperkuat oleh Ruseffendi (1991) yang menyatakan bahwa matematika (ilmu pasti) bagi anak-anak pada umumnya merupakan mata pelajaran yang tidak disenangi, kalau bukan mata pelajaran yang paling dibenci. Hal ini terlihat dari rendahnya hasil belajar matematika yang diperoleh siswa. Lebih dari itu suasana belajar menjadi tidak menarik, cenderung membosankan, dan rutinitas belaka (Asyhadi, 2005).

Saat ini belum ada sesuatu data atau fakta yang dapat dijadikan bukti bahwa hasil pembelajaran matematika di Indonesia sudah berhasil baik. Berdasarkan hasil studi Program for International Students Assessment (PISA) tahun 2006 menunjukkan siswa Indonesia berada pada peringkat ke-52 dari 57 negara. Kemudian dari laporan Trends in International Mathematics and Science


(3)

3

Study (TIMSS) tahun 2007, Indonesia berada pada peringkat ke-36 dari 48 negara dalam kontes matematika pada tingkat internasional (Kesumawati, 2010).

Keadaan ini sangat ironis dengan kedudukan dan peran matematika untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Ternyata matematika hingga saat ini belum menjadi pelajaran yang difavoritkan. Faktor klasik yang menyebabkan rendahnya hasil belajar matematika siswa salah satunya adalah pembelajaran yang diselenggarakan guru di sekolah. Widdiharto (2004) menyatakan bahwa pembelajaran matematika di SMP cenderung berorientasi pada buku teks, guru mendominasi pembelajaran, dan materi matematika kurang berkaitan dengan konteks dunia nyata siswa. Kebanyakan guru dalam mengajar masih kurang memperhatikan kemampuan berpikir siswa, atau dengan kata lain tidak mempertimbangkan tingkat kognitif siswa sesuai dengan perkembangan usianya.

Berbagai penelitian terus dilakukan untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa, yang secara spesifik pada kemampuan matematisnya. Salah satu kemampuan matematis yang berperan penting dalam keberhasilan siswa adalah kemampuan penalaran. Hal ini dikarenakan matematika dan penalaran adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Matematika dipahami melalui penalaran, sedangkan penalaran dipahami dan dilatihkan melalui belajar matematika. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan Prowsri dan Jearakul (Priatna, 2003) pada siswa sekolah menengah Thailand, terdapat keterkaitan yang signifikan antara kemampuan penalaran dengan hasil belajar matematika mereka. Hal ini menunjukkan kemampuan penalaran berperan penting


(4)

4

dalam keberhasilan siswa. Siswa dengan kemampuan penalaran yang baik diharapkan memiliki prestasi belajar matematika yang baik pula.

Penalaran di antaranya terdiri atas penalaran deduktif dan penalaran induktif. Copi (Sumarmo, 1987) mengatakan bahwa penalaran deduktif adalah proses penalaran yang konklusinya diturunkan secara mutlak menurut premis-premisnya. Penalaran induktif menurut Soekadijo (1999) adalah penalaran yang konklusinya lebih luas daripada premisnya.

Menurut Copi, Suppes, Shurter dan Pierce, serta Soekadijo (Sumarmo, 1987) penalaran deduktif meliputi: modus ponens, modus tollens, silogisme hipotetik, dan silogisme dengan kuantifikasi. Penalaran induktif meliputi: analogi, generalisasi, dan hubungan kausal. Dalam penelitian ini akan dikaji jenis penalaran induktif, yaitu analogi dan generalisasi.

Sastrosudirjo (1988) mengungkapkan bahwa analogi kemampuan melihat hubungan-hubungan, tidak hanya hubungan benda-benda tetapi juga hubungan antara ide-ide, dan kemudian mempergunakan hubungan itu untuk memperoleh benda-benda atau ide-ide lain. Soekadijo (1999) mengemukakan bahwa analogi berbicara tentang dua hal yang berlainan, yang satu bukan yang lain, tetapi dua hal yang berlainan itu dibandingkan satu dengan yang lain. Dalam mengadakan perbandingan, dicari persamaan dan perbedaan di antara hal-hal yang dibandingkan. Jika perbandingan itu hanya memperlihatkan persamaannya saja tanpa melihat perbedaannya, maka timbulah analogi, yaitu persaman (keserupaan) di antara dua hal yang berbeda.


(5)

5

Selain analogi, generalisasi juga merupakan bagian dari penalaran induktif. Ruseffendi (Rahman, 2004) mengungkapkan bahwa membuat generalisasi adalah membuat konklusi atau kesimpulan berdasarkan kepada pengetahuan (pengalaman) yang dikembangkan melalui contoh-contoh kasus. Dalam melakukan penarikan kesimpulan (generalisasi) siswa dapat membuat konjektur berdasarkan pengamatan dari fakta-fakta yang diberikan, baik itu pola tumbuh dan pola berulang yang dinyatakan dengan bilangan (aritmetika) atau gambar (geometri). Konjektur ini sangat membantu siswa dalam melakukan penarikan kesimpulan.

Proses bernalar perlu dikembangkan dalam pembelajaran matematika. Hal ini dikarenakan proses penalaran merupakan bagian yang esensial dari berpikir matematika. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan kemampuan penalaran matematika siswa, baik secara keseluruhan maupun dikelompokkan menurut tahap kognitifnya, memiliki skor yang masih rendah (Sumarmo, 1987). Rendahnya kemampuan penalaran matematis siswa berdampak pada rendahnya prestasi belajar matematikanya.

Berdasarkan hasil penelitian, Wahyudin (1999) menemukan bahwa salah satu kelemahan yang ada pada siswa adalah kurang memiliki kemampuan bernalar yang logis dalam menyelesaikan persoalan atau soal-soal matematika. Sejalan dengan itu, hasil penelitian Rif’at (Suzana, 2003) juga menunjukkan kelemahan kemampuan matematika siswa dilihat dari kinerja dalam bernalar. Misalnya, kesalahan dalam penyelesaian soal matematika disebabkan karena kesalahan menggunakan logika deduktif. Hal senada juga dikemukakan oleh Matz (Priatna,


(6)

6

2003) bahwa kesalahan yang dilakukan siswa sekolah menengah dalam mengerjakan soal matematika dikarenakan kurangnya penalaran terhadap kaidah dasar matematika. Sementara itu Vinner et al. (Suzana, 2003) mengemukakan bahwa kesalahan siswa dalam memahami konsep metematika disebabkan karena proses generalisasi yang tidak tepat.

Beberapa temuan di atas menunjukkan kemampuan penalaran siswa khususnya analogi dan generalisasi masih rendah. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Priatna (2003) yang menemukan bahwa kualitas kemampuan penalaran (analogi dan generalisasi) matematika siswa SMP masih rendah karena skornya hanya 49% dari skor ideal. Kemampuan analogi dan generalisasi matematis siswa yang rendah serta sikap negatif siswa terhadap pelajaran matematika, tidak terlepas dari kegiatan pembelajaran yang dilakukan di kelas. Siswa hendaknya diberi kesempatan untuk menggali dan menemukan sendiri konsep-konsep matematika dengan lebih banyak terlibat di dalam proses pembelajaran.

Salah satu cabang matematika di sekolah yang memiliki ruang lingkup yang luas adalah geometri. Berdasarkan penyebaran standar kompetensi untuk satuan pendidikan SMP, materi geometri mendapatkan porsi yang paling besar (41%) dibandingkan dengan materi lain seperti aljabar (29%), bilangan (18%), serta statistika dan peluang (12%). Namun, penguasaan siswa dalam memahami konsep geometri masih rendah dan perlu ditingkatkan (Abdussakir, 2009). Begitu juga dengan Jiang (2008) yang menuturkan bahwa salah satu bagian dari matematika yang sangat lemah diserap oleh siswa di sekolah adalah geometri, di


(7)

7

mana kebanyakan siswa yang memasuki sekolah menengah atas memiliki pengetahuan ataupun pengalaman yang terbatas mengenai geometri.

Berdasarkan sudut pandang psikologi, geometri merupakan penyajian abstraks dari pengalaman visual dan spasial, misalnya bidang, pola, pengukuran dan pemetaan. Berdasarkan sudut pandang matematis, geometri menyediakan pendekatan-pendekatan untuk pemecahan masalah, misalnya gambar-gambar, diagram, sistem koordinat, vektor, dan transformasi. Geometri penting untuk dipelajari oleh siswa, karena di samping geometri menonjol pada struktur yang berpola deduktif, geometri juga menonjol pada teknik-teknik geometris yang efektif dalam membantu penyelesaian masalah dari banyak cabang matematika, serta menunjang mata pelajaran lain.

Ruseffendi (Mulyana, 2003) mengungkapkan salah satu manfaat pengajaran geometri adalah untuk meningkatkan berfikir logis dan kemampuan membuat generalisasi yang benar. Menurut Sabandar (2002) pengajaran geometri di sekolah diharapkan akan memberikan sikap dan kebiasaan sistematik bagi siswa untuk bisa memberikan gambaran tentang hubungan-hubungan di antara bangun-bangun tersebut. Oleh karena itu, perlu disediakan kesempatan serta peralatan yang memadai agar siswa bisa mengobservasi, mengeksplorasi, mencoba, serta menemukan prinsip-prinsip geometri lewat aktivitas informal untuk kemudian meneruskannya dengan kegiatan formal menerapkannya apa yang mereka pelajari.

Mengingat pentingnya pembelajaran geometri di sekolah, tetapi kurangnya penguasaan konsep geometri bagi siswa menyebabkan terhambatnya


(8)

8

penguasaan materi ajar lainnya. Kemungkinan terbesar penyebab dari permasalahan ini adalah cara pengajaran guru yang selalu berfokus pada buku ajar dan kurangnya strategi atau pendekatan pembelajaran yang dapat memudahkan siswa dalam belajar geometri. Ruseffendi (1991) menyatakan apabila menginginkan siswa belajar geometri secara bermakna, tahap pengajaran disesuaikan dengan tahap berfikir siswa, sehingga siswa dapat memahaminya dengan baik untuk memperkaya pengalaman dan berfikir siswa, juga untuk persiapan meningkatkan berfikirnya pada tahap yang lebih tinggi.

Selanjutnya Ruseffendi (1991) juga mengemukakan bahwa agar pembelajaran geometri lebih menarik bagi siswa dan konsep-konsep geometrinya lebih dapat dipahami siswa secara benar, kita dapat memanfaatkan hasil-hasil penelitian dalam pembelajaran geometri, misalnya hasil penelitian Van Hiele, karena hasil penelitian Van Hiele menunjukkan dapat mengatasi kesulitan belajar siswa dalam geometri.

Menurut Van Hiele (Suherman, 2001), tiga unsur utama dalam pengajaran geometri adalah waktu, materi pengajaran, dan metode pengajaran yang diterapkan, jika ditata secara terpadu maka akan dapat meningkatkan kemampuan berfikir siswa pada tingkatan yang lebih tinggi. Kaitan yang erat antara waktu, materi dan metode mengajar ini memungkinkan siswa menjadi sukar dalam memahami konsep geometri, apabila guru kurang terbiasa menggunakan metode mengajar yang berbeda dari biasanya. Dengan demikian, jika guru dapat menata dan memadukan ketiga komponen utama pembelajaran


(9)

9

geometri, maka siswa dapat melaksanakan tahap berfikir menurut Van Hiele hingga tahap akurasi.

NCTM (Siregar, 2009) menyatakan bahwa secara umum kemampuan geometri yang harus dimiliki siswa adalah: (1) Mampu menganalisis karakter dan sifat dari bentuk geometri baik 2D atau 3D, dan mampu membangun argumen-argumen matematika mengenai hubungan geometri dengan yang lainnya, (2) Mampu menentukan kedudukan suatu titik dengan lebih spesifik dan gambaran hubungan spasial dengan menggunakan koordinat geometri serta menghubungkannya dengan sistem yang lain, (3) Aplikasi transformasi dan menggunakannya secara simetris untuk menganalisis situasi matematika, (4) Menggunakan visualisasi, penalaran spasial, dan model geometri untuk memecahkan permasalahan. Untuk itu NCTM (Mulyana, 2003) menganjurkan agar dalam pembelajaran geometri siswa dapat memvisualisasikan, menggambarkan, serta memperbandingkan bangun-bangun geometri dalam berbagai posisi, sehingga siswa dapat memahaminya.

Salah satu pendekatan yang dipandang dapat memfasilitasi pembelajaran geometri adalah pendekatan SAVI. Meier (2002) mengemukakan pembelajaran dengan pendekatan SAVI adalah pembelajaran yang menggabungkan gerakan fisik dengan aktivitas intelektual dan penggunaan semua indra yang dapat berpengaruh besar pada pembelajaran. Unsur-unsur dari pendekatan SAVI antara lain: Somatis (belajar dengan berbuat), misalnya siswa diminta menggambarkan bangun geometri ruang. Auditori (belajar dengan mendengarkan), seperti siswa diminta mengungkapkan pendapat atas informasi yang telah didengarkan dari


(10)

10

penjelasan guru, misalnya siswa diminta menjelaskan perbedaan persegi dengan belah ketupat. Visual (belajar dengan mengamati dan menggambarkan), melalui bantuan program Wingeom siswa diharapkan dapat mengamati bangun-bangun geometri secara jelas dan mampu menggambarkannya. Intelektual (belajar dengan memecahkan masalah dan merenungkan), misalnya siswa diminta mengerjakan soal-soal latihan dari materi yang telah dijelaskan oleh guru.

Menurut Meier (2002) pembelajaran geometri menjadi optimal apabila keempat unsur SAVI tersebut terdapat dalam satu peristiwa pembelajaran. Siswa akan belajar sedikit tentang konsep-konsep geometri dengan menyaksikan presentasi (Visual), tetapi mereka dapat belajar lebih banyak jika mereka dapat melakukan sesuatu (Somatis), membicarakan atau mendiskusikan apa yang mereka pelajari (Auditori), serta memikirkan dan mengambil kesimpulan atau informasi yang mereka peroleh untuk diterapkan dalam menyelesaikan soal (Intelektual).

Dalam pembelajaran dengan pendekatan SAVI digunakan dynamic geometry software, yaitu Wingeom sebagai media visual bagi siswa. Program Wingeom memuat geometri dimensi dua dan tiga dalam jendela yang terpisah. Salah satu fasilitas menarik yang dimiliki program ini adalah fasilitas animasi yang begitu mudah, misalnya benda-benda dimensi dua atau tiga dapat diputar sehingga visualisasinya akan tampak begitu jelas.

Menurut David Wees (Rahman, 2004) ada beberapa pertimbangan tentang penggunaan dynamic geometry software seperti Wingeom dalam pembelajaran matematika, khususnya geometri, di antaranya memungkinkan


(11)

11

siswa untuk aktif dalam membangun pemahaman geometri. Program ini memungkinkan visualisasi sederhana dari konsep geometris yang rumit dan membantu meningkatkan pemahaman siswa tentang konsep tersebut. Siswa diberikan representasi visual yang kuat pada objek geometri, siswa terlibat dalam kegiatan mengkonstruksi sehingga mengarah kepada pemahaman geometri yang mendalam sehingga siswa dapat melakukan penalaran yang baik, terutama pada analogi dan generalisasi.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti perlu melakukan penelitian dengan harapan pembelajaran geometri dengan pendekatan SAVI berbantuan Wingeom dapat meningkatkan kemampuan analogi dan generalisasi matematis siswa SMP. B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini, yaitu:

1. Apakah kemampuan analogi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran geometri dengan pendekatan SAVI berbantuan Wingeom lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?

2. Apakah kemampuan generalisasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran geometri dengan pendekatan SAVI berbantuan Wingeom lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?

3. Bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran geometri dengan pendekatan SAVI berbantuan Wingeom?


(12)

12 C. Tujuan Penelitian

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk memperoleh deskripsi tentang pembelajaran dengan pendekatan SAVI berbantuan Wingeom terhadap kemampuan analogi dan generalisasi matematis siswa. Secara khusus, penelitian ini bertujuan:

1. Mengkaji kemampuan analogi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran geometri dengan pendekatan SAVI berbantuan Wingeom. 2. Mengkaji kemampuan generalisasi matematis siswa yang memperoleh

pembelajaran geometri dengan pendekatan SAVI berbantuan Wingeom. 3. Mengkaji sikap siswa terhadap pembelajaran geometri dengan pendekatan

SAVI berbantuan Wingeom. D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan kontribusi yang berarti bagi pihak-pihak tertentu yang berperan dalam dunia pendidikan, di antaranya:

1. Bagi guru, pembelajaran dengan pendekatan SAVI dapat menjadi alternatif pembelajaran matematika lainnya dan memberikan pengalaman mengembangkan strategi dengan menggunakan media komputer dalam pembelajaran.

2. Bagi siswa, pembelajaran dengan pendekatan SAVI memberikan pengalaman baru dalam belajar matematika, mendorong siswa untuk terlibat aktif dalam pembelajaran di kelas, serta membantu siswa meningkatkan kemampuan bernalarnya.


(13)

13

3. Bagi sekolah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan masukan dalam menerapkan inovasi model pembelajaran dengan pendekatan SAVI berbantuan Wingeom guna meningkatkan mutu pendidikan.

4. Bagi peneliti lain, penelitian ini dapat menjadi salah satu bahan rujukan/referensi tambahan untuk melakukan penelitian mengenai pembelajaran dengan pendekatan SAVI di sekolah.

E. Hipotesis

Berdasarkan kajian permasalahan yang telah diuraikan, maka penelitian ini mengajukan hipotesis sebagai berikut:

1. Kemampuan analogi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran geometri dengan pendekatan SAVI berbantuan Wingeom lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

2. Kemampuan generalisasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran geometri dengan pendekatan SAVI berbantuan Wingeom lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

F. Definisi Operasional

Agar tidak terjadi kesalahan dalam menangkap maksud dari penelitian ini, perlu dijelaskan beberapa istilah yang digunakan.

1. Materi pembelajaran geometri dalam penelitian ini mengenai geometri bidang, yaitu bangun-bangun geometri berdimensi dua, dalam hal ini adalah segiempat.


(14)

14

2. Pembelajaran dengan pendekatan SAVI memiliki unsur-unsur belajar Somatif, belajar Auditori, belajar Visual, dan belajar Intelektual. Apabila keempat unsur tersebut terdapat dalam setiap pembelajaran, maka siswa dapat belajar secara optimal. Berikut akan dijelaskan keempat unsur SAVI tersebut. a. Belajar Somatif, yaitu belajar dengan indera peraba, kinetis, praktis,

melibatkan fisik, dan menggunakan tubuh sewaktu belajar. Aktivitas belajar somatif seperti siswa diminta menggambar bangun geometri. b. Belajar Auditori, yaitu belajar dengan melibatkan kemampuan auditori

(pendengaran). Siswa diminta mengungkapkan pendapat atas informasi yang telah didengarkan dari penjelasan guru. Dalam hal ini siswa diberi pertanyaan oleh guru tentang materi yang telah diajarkan, misalnya siswa diminta menjelaskan perbedaan persegi dan belah ketupat.

c. Belajar Visual, yaitu belajar dengan melibatkan kemampuan visual (penglihatan), dengan alasan bahwa di dalam otak terdapat lebih banyak perangkat memproses informasi visual daripada indera yang lain. Dalam penelitian ini digunakan program Wingeom agar siswa dengan jelas dapat mengetahui bangun-bangun geometri yang dipelajari.

d. Belajar Intelektual, yaitu bagian untuk merenung, mencipta, memecahkan masalah, dan membangun makna. Dalam proses belajar intelektual, siswa diminta mengerjakan soal-soal latihan dari materi yang telah dijelaskan oleh guru.


(15)

15

3. Wingeom yang dimaksud dalam penelitian ini adalah software geometri interaktif berdimensi dua yang dapat digunakan untuk menggambar atau mengkonstruksi bangun datar serta dapat melakukan pengukuran pada bangun datar tersebut.

4. Kemampuan analogi matematis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah menghubungkan dua hal yang berlainan berdasarkan keserupaannya, dan berdasarkan keserupaan tersebut ditarik kesimpulan sehingga dapat digunakan sebagai penjelas atau sebagai dasar penalaran. Indikator dari kemampuan analogi pada penelitian ini adalah siswa dapat menentukan keserupaan hubungan dalam suatu pola gambar dan sifat dari bangun segiempat.

5. Kemampuan generalisasi matematis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah proses penarikan kesimpulan dengan memeriksa keadaan khusus menuju kesimpulan umum (generalisasi induktif). Generalisasi didasari oleh prinsip, apa yang beberapa kali terjadi dalam kondisi tertentu dapat diharapkan akan selalu terjadi apabila kondisi yang sama terpenuhi. Indikator dari kemampuan generalisasi pada penelitian ini adalah perception of generality (mengidentifikasi pola), expression of generality (menentukan pola), dan symbolic expression of generality (menentukan pola umum). 6. Sikap siswa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sikap siswa terhadap

proses pembelajaran dengan pendekatan SAVI berbantuan program Wingeom.


(16)

16

7. Pembelajaran konvensional yang dimaksud dalam penelitian ini adalah proses belajar mengajar yang biasa dilakukan guru di kelas, pembelajaran yang bersifat informatif dari guru kepada siswa, siswa mendengar, mencatat, dan mengerjakan latihan yang diberikan oleh guru.


(17)

38 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan menggunakan pendekatan eksperimental. Penelitian dilakukan dengan cara memberikan perlakuan terhadap subjek berupa penggunaan metode pembelajaran yang berbeda. Pembelajaran dengan pendekatan SAVI berbantuan Wingeom diberikan kepada siswa kelompok eksperimen, sedangkan pembelajaran konvensional diberikan kepada siswa kelompok kontrol. Pada penelitian ini diperlukan sekolah yang memiliki laboratorium komputer dan siswanya mampu mengoperasikan komputer.

Desain penelitian yang digunakan adalah non randomized pretest-posttest control group design (Fraenkel dan Wallen, 1993).

O X O

O O

Keterangan:

O : Pretest dan posttest (tes kemampuan analogi dan generalisasi matematis siswa).

X : Pembelajaran geometri dengan pendekatan SAVI berbantuan Wingeom. B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 29 Bandung yang memiliki laboratorium komputer. Siswa pada SMP tersebut telah dapat mengoperasikan


(18)

39

komputer. Waktu penelitian dilaksanakan pada Semester II Tahun Ajaran 2010/2011. Jadwal kegiatan penelitian dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1. Jadwal Kegiatan Penelitian

No Kegiatan Bulan

Februari Maret April Mei Juni 1 Pembuatan Proposal

2 Seminar Proposal 3 Menyusun Instrumen

Penelitian

4 Observasi ke Sekolah dan Pelaksanaan KBM di Kelas Eksperimen dan Kontrol 5 Pengumpulan Data 6 Pengolahan Data 7 Penulisan Tesis C. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMP Negeri 29 Bandung kelas VII pada Semester II Tahun Pelajaran 2010/2011. SMP Negeri 29 Bandung dipilih sebagai tempat penelitian karena merupakan sekolah dengan level menengah (sedang). Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik purposive sampling (sampel acak bertujuan). Teknik purposive sampling merupakan teknik pengambilan sampel secara sengaja dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2008). Sampel yang nantinya terpilih tidak berdasarkan pengacakan, peneliti menerima sampel yang sudah terbentuk sebelumnya. Hal ini dilakukan karena pada penelitian ini diperlukan sekolah yang memiliki laboratorium komputer dan siswanya mampu mengoperasikan komputer.


(19)

40

Sampel terdiri dari dua kelas, yaitu kelas VII-I sebagai kelas eksperimen dan kelas VII-F sebagai kelas kontrol. Masing-masing kelas terdiri dari 36 siswa. Sampel penelitian tersebut diperoleh dengan cara sebagai berikut: Pertama, memilih satu sekolah yang memiliki laboratorium komputer. Kedua, memilih dua kelas yang memiliki perbedaan rerata hasil belajar yang tidak berbeda secara signifikan. Ketiga, dari dua kelas tersebut dipilih kelas eksperimen dan kontrol. Kelas yang siswanya mampu menggunakan komputer berdasarkan rekomendasi guru TIK dipilih sebagai kelas eksperimen dan kelas lainnya sebagai kelas kontrol.

D. Variabel Penelitian

Pada penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel tidak bebas (variabel terikat). Variabel bebas yaitu faktor yang dipilih, dimanipulasi, diukur oleh peneliti untuk melihat pengaruh terhadap gejala yang diamati. Variabel bebas ini disebut juga dengan variabel sebab. Berdasarkan pengertian di atas maka yang menjadi variabel bebas pada penelitian ini yaitu: pembelajaran dengan pendekatan SAVI berbantuan Wingeom dan pembelajaran konvensional.

Variabel terikat yaitu faktor yang diamati dan diukur untuk mengetahui efek variabel bebas. Variabel terikat ini juga disebut variabel akibat. Berdasarkan pengertian tersebut maka yang menjadi variabel terikat pada penelitian ini yaitu: kemampuan analogi matematis dan kemampuan generalisasi matematis serta sikap siswa terhadap matematika.


(20)

41 E. Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan tiga jenis instrumen, yaitu tes kemampuan analogi dan generalisasi matematis, skala sikap siswa, serta lembar observasi. 1. Tes Kemampuan Analogi dan Generalisasi Matematis

Tes yang digunakan terdiri dari tes awal (pretest) dan tes akhir (posttest). Tes yang diberikan pada setiap kelas eksperimen dan kontrol, baik soal-soal untuk pretest maupun posttest adalah sama. Tes awal dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal siswa pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol dan digunakan sebagai tolak ukur peningkatan prestasi belajar sebelum mendapatkan pembelajaran dengan metode yang akan diterapkan, sedangkan tes akhir dilakukan untuk mengetahui perolehan hasil belajar dan ada tidaknya pengaruh yang signifikan setelah mendapatkan pembelajaran dengan metode yang telah diterapkan. Jadi, pemberian tes pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar kemampuan analogi dan generalisasi matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan SAVI berbantuan Wingeom dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

Sebelum tes dijadikan instrumen penelitian, tes tersebut akan diukur face validity dan content validity oleh ahli (expert) dalam hal ini dosen pembimbing dan rekan sesama mahasiswa. Langkah selanjutnya adalah tes diujicobakan untuk memeriksa validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukarannya. Ujicoba dilakukan pada siswa yang telah mempelajari materi yang akan diujikan. Analisis instrumennya menggunakan program Anates v.4 kemudian masing-masing hasil yang diperoleh dikonsultasikan menggunakan ukuran tertentu.


(21)

42 a. Validitas

Suatu instrumen disebut valid apabila instrumen tersebut dapat mengukur apa yang mesti diukur. Untuk menentukan validitas suatu instrumen dapat dilihat dari aspek validitas isi, validitas muka, dan validitas butir soal.

1) Validitas Isi

Validitas isi suatu instrumen menunjukkan ketepatan instrumen tersebut ditinjau dari segi materi yang diujikan. Menurut Arikunto (2002) bahwa validitas isi (content validity) artinya tes yang digunakan merupakan sampel yang mewakili kemampuan yang akan diukur. Pertimbangan dari ahli seperti dosen dan guru matematika yang telah berpengalaman dalam bidangnya sangat berperan dalam penyusunan validitas isi suatu instrumen yang berkaitan dengan konsep matematika.

2) Validitas Muka

Validitas muka disebut juga dengan validitas tampilan. Validitas muka adalah kevalidan susunan kalimat dalam soal agar jelas dan tidak menimbulkan salah arti. Soal tersebut disesuikan dengan tingkat pendidikan subjek penelitian. 3) Validitas Butir Soal

Sebuah butir soal disebut valid apabila memiliki pengaruh yang besar terhadap skor total. Validitas butir soal dari suatu tes merupakan ketepatan mengukur apa yang seharusnya diukur melalui butir soal tersebut. Untuk menentukan perhitungan validitas butir soal digunakan rumus korelasi produk momen Pearson (Kusumah dan Suherman, 1990), yaitu:


(22)

43

( )( )

( )

(

)

(

( )

)

− − − = 2 2 2 2 y y N x x N y x xy N rxy Keterangan:

rxy = koefisien korelasi antara variabel x dan variabel y

x = skor siswa pada tiap butir soal y = skor total tiap responden/ siswa n = jumlah peserta tes

Tolak ukur untuk menginterpretasikan derajat validasi soal menggunakan kriteria Guilford (Kusumah dan Suherman,1990) yaitu:

Tabel 2. Klasifikasi Koefisien Validitas Nilai Interpretasi 0,90 1,00 Sangat tinggi

0,70 0,90 Tinggi

0,40 0,70 Sedang

0,20 0,40 Rendah

0,00 0,20 Sangat rendah

b. Reliabillitas

Reliabilitas tes dihitung untuk mengetahui tingkat konsistensi tes tersebut. Sebuah tes disebut reliabel jika tes itu menghasilkan skor yang konsisten, yaitu jika pengukurannya diberikan pada subjek yang sama meskipun dilakukan oleh orang yang berbeda, waktu yang berbeda, tempat yang berbeda pula maka alat ukur tersebut memberikan hasil yang sama (Sugiyono, 2008).

Koefisien reliabilitas dari tes berbentuk uraian dapat ditentukan menggunakan rumus alpha (Kusumah dan Suherman, 1990) sebagai berikut:


(23)

44         −       −

=

2

2 11 1 1 t i s s n n r Keterangan:

r11 = reliabilitas tes secara keseluruhan

n = banyak butir soal (item)

2

i

s = jumlah varians skor tiap item

2 t

s = varians skor total

Apabila r hitung > r tabel, maka butir soal dikatakan reliabel. Dalam memberikan interpretasi terhadap koefisien reliabilitas tes digunakan kriteria menurut Guilford (Kusumah dan Suherman, 1990) sebagai berikut:

Tabel 3. Klasifikasi Koefisien Reliabilitas Nilai Interpretasi

0,20 Sangat rendah

0,20 0,40 Rendah

0,40 0,60 Sedang

0,60 0,80 Tinggi

0,80 1,00 Sangat tinggi

c. Daya Pembeda

Daya pembeda adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan kemampuan siswa. Sebuah soal dikatakan memiliki daya pembeda yang baik apabila siswa yang berkemampuan tinggi dapat mengerjakan soal dengan baik dan siswa yang berkemampuan rendah tidak dapat mengerjakannya dengan baik. Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi yang berkisar antara 0,00 – 1,00. Discriminatory power (daya pembeda) dihitung


(24)

45

dengan membagi siswa kedalam dua kelompok, yaitu: kelompok atas (the higher group) – kelompok siswa dengan kemampuan tinggi dan kelompok bawah (the lower group) – kelompok siswa dengan kemampuan rendah. Untuk menentukan daya pembeda digunakan rumus:

A B A

J S S

DP = −

Keterangan:

DP = indeks daya pembeda suatu butir soal

A

S = jumlah skor kelompok atas

B

S = jumlah skor kelompok bawah

A

J = jumlah skor ideal kelompok atas

Klasifikasi interpretasi untuk daya pembeda butir soal yang digunakan menurut Kusumah dan Suherman (1990) sebagai berikut:

Tabel 4. Klasifikasi Daya Pembeda Nilai DP Klasifikasi DP ≤ 0,00 Sangat Tidak Baik 0,00 < DP ≤ 0,20 Tidak Baik

0,20 < DP ≤ 0,40 Sedang 0,40 < DP ≤ 0,70 Baik 0,70 < DP ≤ 1,00 Sangat baik

d. Tingkat Kesukaran

Menurut Arikunto (2002) suatu tes dinyatakan baik apabila butir-butir soalnya tidak terlalu sukar dan tidak pula terlalu mudah. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk berusaha memecahkannya, sedangkan soal yang


(25)

46

terlalu sukar dapat membuat siswa putus asa mencoba memecahkan karena diluar penguasaannya.

Dalam menentukan tingkat kesukaran soal dilakukan dengan cara mengurutkan terlebih dahulu skor siswa dari yang tertinggi hingga terendah. Arikunto (1990) menyatakan bahwa ambil sebanyak 50% siswa yang skornya tertinggi sebagai kelompok atas dan 50% siswa yang skornya terendah sebagai kelompok bawah.

Tingkat kesukaran soal merupakan peluang menjawab benar suatu soal pada tingkat kemampuan tertentu, yang biasanya dinyatakan dengan indeks atau persentase. Semakin besar persentase tingkat kesukaran maka semakin mudah soal tersebut. Tingkat kesukaran butir soal dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

B A

B A

J J

S S IK

+ + =

Keterangan:

IK = indeks tingkat kesukaran

A

S = jumlah skor kelompok atas

B

S = jumlah skor kelompok bawah

A

J = jumlah skor ideal kelompok atas

B

J = jumlah skor ideal kelompok bawah

Klasifikasi interpretasi untuk tingkat kesukaran soal yang digunakan menurut Kusumah dan Suherman (1990) sebagai berikut:


(26)

47

Tabel 5. Klasifikasi Tingkat Kesukaran Nilai TK Klasifikasi TK = 0,00 Terlalu sukar 0,00 < TK ≤ 0,30 Sukar

0,30 < TK ≤ 0,70 Sedang 0,70 < TK < 1,00 Mudah

TK = 1,00 Sangat mudah

2. Skala Sikap Siswa

Skala sikap bertujuan untuk mengetahui sikap siswa terhadap proses pembelajaran dengan pendekatan SAVI berbantuan Wingeom. Skala sikap ini berupa angket yang terdiri dari pernyataan positif dan negatif. Pembuatan skala sikap berpedoman pada bentuk skala Likert dengan lima option, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Netral atau ragu-ragu atau tidak tahu (N), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS).

Menurut Suherman (Siregar, 2009) pemberian skor untuk setiap pernyataan adalah: bernilai 1 untuk Sangat Tidak Setuju (STS), bernilai 2 untuk Tidak Setuju (TS), bernilai 3 untuk Netral atau ragu-ragu atau tidak tahu (N), bernilai 4 untuk Setuju (S), dan bernilai 5 untuk Sangat Setuju (SS) apabila pernyataan favorable (pernyataan positif), sebaliknya diberikan nilai 1 untuk Sangat Setuju (SS), bernilai 2 untuk Setuju (S), bernilai 3 untuk Netral atau ragu-ragu atau tidak tahu (N), bernilai 4 untuk Tidak Setuju (TS), dan bernilai 5 untuk Sangat Tidak Setuju (STS) apabila pernyataan unfavorable (pernyataan negatif).

Selanjutnya angket tersebut diuji validitas isi butir pernyataan dengan meminta pertimbangan rekan sesama mahasiswa kemudian dikonsultasikan dengan dosen pembimbing. Hal ini bertujuan agar angket yang dibuat sesuai


(27)

48

dengan indikator yang telah ditentukan dan dapat memberikan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian.

3. Lembar Observasi

Lembar observasi digunakan untuk mengetahui aktivitas guru dan siswa selama pembelajaran dengan pendekatan SAVI berbantuan Wingeom berlangsung. Aktivitas guru yang diamati adalah kemampuan guru melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan SAVI berbantuan Wingeom. Hal ini bertujuan untuk memberikan refleksi pada pembelajaran, agar pembelajaran berikutnya menjadi lebih baik.

Sedangkan aktivitas siswa yang diamati adalah keaktifan siswa dalam memperhatikan penjelasan guru, bekerjasama dalam kelompok, menanggapi dan mengemukakan pendapat, serta keterampilan dalam menggunakan program Wingeom. Observasi dilakukan oleh peneliti dan guru matematika.

F. Analisis Hasil Ujicoba Instrumen

Pada penelitian ini terdapat dua jenis instrumen yang diujicobakan, yaitu instrumen tes kemampuan analogi metematis dan intrumen tes kemampuan generalisasi matematis. Kedua instrumen diujicobakan pada siswa kelas VIII-D di SMP Negeri 1 Cipatat. Berikut disajikan hasil analisis ujicoba kedua instrumen. 1. Analisis Hasil Ujicoba Tes Kemampuan Analogi Matematis

Tes kemampuan analogi matematis terdiri dari 4 soal uraian yang memiliki masing-masing bobot empat. Berikut disajikan perhitungan validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran dari tes kemampuan analogi matematis.


(28)

49 a. Validitas Tes

Berdasarkan hasil ujicoba tes kemampuan analogi matematis diperoleh validitas seperti pada tabel berikut.

Tabel 6. Validitas Tes Kemampuan Analogi Matematis Siswa Nomor Soal

1 2 3 4

r xy 0.74 0.58 0.79 0.70

Interpretasi Tinggi Sedang Tinggi Sedang Signifikansi Sangat

Signifikan Signifikan

Sangat

Signifikan Signifikan

Dari 4 soal yang digunakan untuk menguji validitas tes kemampuan analogi matematis diperoleh soal nomor 1 dan 3 yang memiliki validitas yang tinggi dengan kriteria sangat signifikan dan soal nomor 2 dan 4 memiliki validitas yang sedang dengan kriteria signifikan.

b. Reliabilitas Tes

Berdasarkan hasil ujicoba tes kemampuan analogi matematis diperoleh koefisien reliabilitas seperti pada tabel berikut.

Tabel 7. Reliabilitas Tes Kemampuan Analogi Matematis Siswa Reliabilitas 0.51

Interpretasi Sedang

Reliabilitas butir soal kemampuan analogi matematis secara keseluruhan adalah 0.51. Hal ini menunjukkan tes kemampuan analogi matematis memiliki reliabilitas yang sedang.

c. Daya Pembeda Tes

Berdasarkan hasil ujicoba tes kemampuan analogi matematis diperoleh indeks daya pembeda seperti pada tabel berikut.


(29)

50

Tabel 8. Daya Pembeda Tes Kemampuan Analogi Matematis Siswa Nomor Soal

1 2 3 4

Daya Pembeda 0.35 0.27 0.57 0.42 Interpretasi Sedang Sedang Baik Baik

Dari 4 soal yang digunakan untuk menguji daya pembeda tes kemampuan analogi matematis diperoleh soal nomor 1 dan 2 memiliki daya pembeda yang sedang dan soal nomor 3 dan 4 memiliki daya pembeda yang baik. d. Tingkat Kesukaran Tes

Berdasarkan hasil ujicoba tes kemampuan analogi matematis diperoleh indeks kesukaran seperti pada tabel berikut.

Tabel 9. Tingkat Kesukaran Tes Kemampuan Analogi Matematis Siswa Nomor Soal

1 2 3 4

Indeks Kesukaran 0.8 0.84 0.57 0.69 Interpretasi Mudah Mudah Sedang Sedang

Dari 4 soal yang digunakan untuk menguji tingkat kesukaran tes kemampuan analogi matematis diperoleh soal nomor 1 dan 2 memiliki tingkat kesukaran yang mudah dan soal nomor 3 dan 4 memiliki tingkat kesukaran yang sedang.

2. Analisis Hasil Ujicoba Tes Kemampuan Generalisasi Matematis

Tes kemampuan generalisasi matematis terdiri dari 4 soal uraian yang memiliki masing-masing bobot empat. Berikut disajikan perhitungan validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran dari tes kemampuan generalisasi matematis.


(30)

51 a. Validitas Tes

Berdasarkan hasil ujicoba tes kemampuan generalisasi matematis diperoleh validitas seperti pada tabel berikut.

Tabel 10. Validitas Tes Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa Nomor Soal

1 2 3 4

r xy 0.76 0.62 0.70 0.86

Interpretasi Tinggi Sedang Sedang Tinggi Signifikansi Sangat

Signifikan Signifikan Signifikan

Sangat Signifikan

Dari 4 soal yang digunakan untuk menguji validitas tes kemampuan generalisasi matematis diperoleh soal nomor 1 dan 4 memiliki validitas yang tinggi dengan kriteria sangat signifikan dan soal nomor 2 dan 3 memiliki validitas yang sedang dengan kriteria signifikan.

b. Reliabilitas Tes

Berdasarkan hasil ujicoba tes kemampuan generalisasi matematis diperoleh koefisien reliabilitas seperti pada tabel berikut.

Tabel 11. Reliabilitas Tes Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa Reliabilitas 0.70

Interpretasi Tinggi

Reliabilitas butir soal kemampuan generalisasi matematis secara keseluruhan adalah 0.70. Hal ini menunjukkan tes kemampuan generalisasi matematis memiliki reliabilitas yang tinggi.

c. Daya Pembeda Tes

Berdasarkan hasil ujicoba tes kemampuan analogi matematis diperoleh indeks daya pembeda seperti pada tabel berikut.


(31)

52

Tabel 12. Daya Pembeda Tes Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa Nomor Soal

1 2 3 4

Daya Pembeda 0.38 0.30 0.53 0.60 Interpretasi Sedang Sedang Baik Baik

Dari 4 soal yang digunakan untuk menguji daya pembeda tes kemampuan generalisasi matematis diperoleh soal nomor 1 dan 2 memiliki daya pembeda yang sedang dan soal nomor 3 dan 4 memiliki daya pembeda yang baik. d. Tingkat Kesukaran Tes

Berdasarkan hasil ujicoba tes kemampuan generalisasi matematis diperoleh indeks kesukaran seperti pada tabel berikut.

Tabel 13. Tingkat Kesukaran Tes Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa

Nomor Soal

1 2 3 4

Indeks Kesukaran 0.78 0.57 0.71 0.70 Interpretasi Mudah Sedang Mudah Sedang

Dari 4 soal yang digunakan untuk menguji tingkat kesukaran tes kemampuan generalisasi matematis diperoleh soal nomor 1 dan 3 memiliki tingkat kesukaran yang mudah dan soal nomor 2 dan 4 memiliki tingkat kesukaran yang sedang.

G. Teknik Analisis Data

Data hasil pretest dan posttest yang diperoleh kemudian dihitung rerata dan standar deviasi. Jika skor pretest kelas eksperimen dan kontrol tidak berbeda secara signifikan maka untuk pengujian perbedaan rerata dapat digunakan data posttest. Akan tetapi, Hake (Meltzer, 2002) menyatakan apabila skor pretest


(32)

53

berbeda secara signifikan maka uji perbedaan rerata dilakukan terhadap gain ternormalisasi dengan rumus:

pre maks

pre pos

S S

S S

g

− − =

Keterangan:

g = indeks gain Spos = skor posttest

Spre = skor pretest

Smaks = skor maksimum

Hasil perhitungan indeks gain diinterpretasikan dengan menggunakan kategori menurut Hake (Meltzer, 2002) sebagai berikut:

g < 0,3 : rendah 0,3 ≤ g < 0,7 : sedang g ≥ 0,7 : tinggi

Data hasil pretest dan posttest selanjutnya dianalisis. Untuk memudahkan dalam melakukan analisis data, penulis menggunakan program SPSS v.16. Berikut tahapan-tahapan dalam analisis data.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas skor pretest dan posttest menggunakan rumus Chi kuadrat, yaitu:


(33)

54 Keterangan:

n = banyaknya subjek

= frekuensi dari yang diamati = frekuensi yang diharapkan

Setelah dilakukan perhitungan, ! "# $ dibandingkan dengan "%& ' pada taraf signifikan 0,05 dan derajat kebebasan (dk) = J – 3, di mana J menyatakan banyaknya kelas interval. Jika ! "# $ < "%& ' maka dapat dinyatakan bahwa data tersebut berdistribusi normal. Apabila data tidak berdistribusi normal, dapat dilakukan dengan pengujian nonparametrik.

Pada program SPSS v.16 pengujian normalitas menggunakan uji Kormogorov-Smirnov pada taraf signifikan α = 0,05. Hipotesis yang diajukan adalah:

H0 : Sampel berasal dari data berdistribusi normal.

H1 : Sampel berasal dari data berdistribusi tidak normal.

Kriteria pengujiannya adalah tolak H0 jika p-value (Sig.) < α = 0,05 sedangkan

untuk kondisi lainnya H0 diterima.

2. Uji Homogenitas

Pengujian homogenitas antara kelas eksperimen dan kontrol dilakukan untuk mengetahui apakah varians kedua kelompok sama atau berbeda. Uji statistiknya menggunakan uji-F, dengan rumus:

(! "# $ ))& *%+ , - '


(34)

55

Kriteria pengujiannya adalah terima ./ apabila (! "# $ ("%& ' di mana dkpembilang = (nbesar – 1) dan dkpenyebut = (nkecil – 1) pada taraf signifikan 0,05

(Sudjana, 2005).

Pada program SPSS v.16 pengujian homogenitas menggunakan uji Levene pada taraf signifikan α = 0,05. Hipotesis yang diajukan adalah:

H0 : σx2 = σy2

H1 : σx2 ≠ σy2

Keterangan:

σx2

= varians nilai tes matematika pada kelas eksperimen

σy2

= varians nilai tes matematika pada kelas kontrol H0 = varians kedua kelompok adalah homogen

H1 = varians kedua kelompok tidak homogen

Kriteria pengujiannya adalah tolak H jika p-value (Sig.) < 0 α = 0,05 sedangkan untuk kondisi lainnya H0 diterima.

3. Uji Perbedaan Rerata

Uji perbedaan rerata ini dilakukan terhadap data hasil pretest dan posttest pada kelas eksperimen dan kontrol. Uji perbedaan rerata menggunakan uji satu pihak dengan taraf signifikan α = 0,05. Hipotesis yang diajukan adalah:

H0 : x = y


(35)

56 Keterangan:

μx = rerata skor siswa kelas eksperimen

μy = rerata skor siswa kelas kontrol

H0 = rerata skor siswa kelas eksperimen tidak lebih baik daripada kelas kontrol

H1 = rerata skor siswa kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol

Kriteria pengujiannya adalah tolak H jika p-value (Sig.) < 0 α = 0,05 sedangkan

untuk kondisi lainnya H diterima. 0

Jika kedua rerata skor berdistribusi normal dan homogen maka uji statistik yang digunakan adalah uji-t (Sudjana, 2005) dengan rumus:

0 12 12 )3 14 541 di mana,

) 4 1 ) 5 44 5 4 2 1 ) Keterangan:

) = simpangan baku gabungan dari kedua kelas ) = simpangan baku kelas eksperimen

) = simpangan baku kelas kontrol 12 = rerata skor posttest kelas eksperimen 12 = rerata skor posttest kelas kontrol 4 = banyaknya siswa kelas eksperimen 4 = banyaknya siswa kelas kontrol


(36)

57

Kriteria pengujiannya adalah tolak H0 jika 0! "# $ 6 0"%& ' dalam hal lainnya H0

diterima. Apabila tidak berdistribusi normal, dapat dilakukan dengan pengujian nonparametrik, yaitu Uji Mann-Whitney (Siegel, 1985) sebagai berikut:

1 1

1 2 1

2 ) 1 (

R n

n n n

U = + + −

Keterangan:

U = statistik uji Mann Whitney

n1, n2 = ukuran sampel pada kelompok 1 dan kelompok 2

R1 = jumlah ranking yang diberikan pada kelompok yang ukuran

sampelnya n1

Untuk sampel berukuran besar (n > 20), Siegel (1985) menyarankan untuk menggunakan pendekatan distribusi normal dengan bentuk statistik sebagai berikut:

7 8 124%4& 34%4& 4%5 4&5 1

12 Keterangan:

z = statistik uji z yang berdistribusi normal N(0,1)

Untuk data berdistribusi normal tetapi tidak homogen digunakan uji- 0 sebagai berikut:

0 12 12


(37)

58

Pada SPSS v.16 uji-t dan uji Mann-Whitney yang digunakan adalah uji satu pihak pada taraf signifikan α = 0,05. Hipotesis yang diajukan adalah:

H0 : x = y

H1 : x > y

Keterangan:

x = rerata skor siswa kelas eksperimen y = rerata skor siswa kelas kontrol

H0 = rerata skor siswa kelas eksperimen tidak lebih baik daripada kelas kontrol

H1 = rerata skor siswa kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol

Kriteria pengujiannya adalah tolak H0 jika × p-value (Sig.) < α = 0,05 sedangkan

untuk kondisi lainnya H0 diterima.

4. Data Skala Sikap Siswa

Untuk mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran geometri dengan pendekatan SAVI berbantuan Wingeom dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: pemberian skor skala sikap yang berpedoman pada model Likert yang dilengkapi lima pilihan jawaban, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Netral atau ragu-ragu atau tidak tahu (N), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Sikap siswa dikatakan positif jika skor sikap siswa lebih besar daripada skor sikap netralnya, demikian sebaliknya.


(38)

59 H. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini dirancang untuk memudahkan dalam pelaksanaan penelitian. Selanjutnya prosedur penelitian ini dapat dilihat pada diagram berikut.

Gambar 1. Diagram Alur Penelitian

Kelas Kontrol Pelaksanaan Pembelajaran

Konvensional Studi Pendahuluan:

Identifikasi Masalah, Rumusan Masalah,

Studi Literatur, dll

Pengembangan & Validasi: Pendekatan Pembelajaran,

Instrumen Penelitian, dan Ujicoba

Pemilihan Sampel Penelitian

Pretest

Kelas Eksperimen Pelaksanaan Pembelajaran dengan Pendekatan SAVI berbantuan Wingeom

Posttest Observasi dan

angket sikap siswa Pengumpulan Data Analisis Data


(39)

85 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai perbedaan kemampuan analogi dan generalisasi matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran geometri dengan pendekatan SAVI berbantuan Wingeom dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Siswa yang memperoleh pembelajaran geometri dengan pendekatan SAVI berbantuan Wingeom memiliki kemampuan analogi matematis yang lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

2. Siswa yang memperoleh pembelajaran geometri dengan pendekatan SAVI berbantuan Wingeom memiliki kemampuan generalisasi matematis yang lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

3. Setelah memperoleh pembelajaran geometri dengan pendekatan SAVI berbantuan Wingeom, siswa menunjukkan sikap positif. Aktivitas belajar siswa meningkat dari pertemuan ke-1 s.d ke-6.


(40)

86 B. Saran

Berdasarkan kesimpulan, penulis mengemukakan beberapa saran sebagai berikut:

1. Bagi guru matematika, pembelajaran dengan pendekatan SAVI berbantuan Wingeom dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif model pembelajaran untuk diimplementasikan dalam pengembangan pembelajaran matematika di kelas, terutama untuk meningkatkan kemampuan analogi dan generalisasi matematis siswa.

2. Dalam menerapkan pembelajaran dengan pendekatan SAVI berbantuan Wingeom sebaiknya guru membuat skenario dan perencanaan yang matang, mempersiapkan laboratorium komputer berserta program yang akan digunakan siswa untuk mengeksplorasi kemampuannya. Dengan demikian, pembelajaran dapat berjalan secara sistematis sesuai rencana dan tidak ada waktu yang terbuang oleh hal-hal yang tidak relevan.

3. Perlu dikembangkan oleh pihak sekolah melalui Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Matematika, soal-soal untuk meningkatkan lima kemampuan matematis siswa, khususnya soal-soal penalaran, terutama analogi dan generalisasi, agar siswa terbiasa mengerjakan soal-soal tersebut sehingga dapat meningkatkan kemampuan matematis siswa.

4. Perlu dilakukan penelitian lanjutan pada level sekolah tinggi atau rendah atau terhadap jenjang pendidikan lain, seperti sekolah dasar, sekolah menengah atas, dan perguruan tinggi.


(41)

iv

ABSTRAK ...i

KATA PENGANTAR ...ii

DAFTAR ISI ...iv

DAFTAR LAMPIRAN ...v

DAFTAR TABEL ...vi

DAFTAR GAMBAR ...vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Rumusan Masalah ...11

C. Tujuan Penelitian ...12

D. Manfaat Penelitian ...12

E. Hipotesis Penelitian ...13

F. Definisi Operasional ...13

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Teori Belajar yang Mendukung ...17

B. Pembelajaran dengan Pendekatan SAVI ...24

C. Pembelajaran Konvensional ...27

D. Kemampuan Penalaran Matematis ... 28

E. Penalaran Induktif ...30

F. Kemampuan Analogi Matematis ...32

G. Kemampuan Generalisasi Matematis ...34

H. Penelitian yang Relevan ...37

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ...38

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ...38

C. Populasi dan Sampel ...39

D. Variabel Penelitian ...40

E. Instrumen Penelitian ...41

F. Analisis Hasil Ujicoba Instrumen ...48

G. Teknik Analisis Data ...52

H. Prosedur Penelitian ...59

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ...60

B. Pembahasan ...79

C. Keterbatasan Penelitian ...84

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ...85

B. Saran ...86 DAFTAR PUSTAKA


(42)

v LAMPIRAN A BAHAN AJAR

1. Silabus Penelitian ...92

2. RPP Kelas Eksperimen ...94

3. RPP Kelas Kontrol ...112

4. Lembar Kerja Siswa (LKS) ...130

LAMPIRAN B INSTRUMEN PENELITIAN 1. Kisi-Kisi Soal Kemampuan Analogi Matematis Siswa ...172

2. Soal Kemampuan Analogi Matematis Siswa ...173

3. Kunci Jawaban Soal Kemampuan Analogi Matematis Siswa ...176

4. Kisi-Kisi Soal Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa ...178

5. Soal Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa ...180

6. Kunci Jawaban Soal Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa ...184

7. Kisi-Kisi Skala Sikap Siswa Dalam Pembelajaran dengan Pendekatan SAVI berbantuan Wingeom. ...188

8. Skala Sikap Siswa Dalam Pembelajaran dengan Pendekatan SAVI berbantuan Wingeom ...189

9. Kunci Jawaban Skala Sikap Siswa Dalam Pembelajaran dengan Pendekatan SAVI berbantuan Wingeom ...191

10. Lembar Observasi Siswa ...192

LAMPIRAN C UJI COBA INSTRUMEN 1. Data Uji Coba Kemampuan Analogi Matematis Siswa ...195

2. Analisis Data Uji Coba Kemampuan Analogi Matematis Siswa ...200

3. Data Uji Coba Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa ...203

4. Analisis Data Uji Coba Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa ...208

LAMPIRAN D DATA HASIL PENELITIAN 1. Data Hasil Pretest Kemampuan Analogi Matematis Siswa ...212

2. Analisis Data Hasil Pretest Kemampuan Analogi Matematis Siswa ...214

3. Data Hasil Pretest Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa ...215

4. Analisis Data Hasil Pretest Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa ...217

5. Data Hasil Posttest Kemampuan Analogi Matematis Siswa ...218

6. Analisis Data Hasil Posttest Kemampuan Analogi Matematis Siswa ...220

7. Data Hasil Posttest Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa ...221

8. Analisis Data Hasil Posttest Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa ...223

9. Data Angket Sikap Siswa terhadap Matematika ...224 SURAT-SURAT PENELITIAN

1. Surat Izin Penelitian

2. Surat Keterangan telah Melakukan Ujicoba Soal 3. Surat Keterangan telah Melakukan Penelitian


(43)

vi Tabel

3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian ...39

3.2 Klasifikasi Koefisien Validitas ...43

3.3 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas ...44

3.4 Klasifikasi Daya Pembeda ...45

3.5 Klasifikasi Tingkat Kesukaran ...47

3.6 Validitas Tes Kemampuan Analogi Matematis Siswa ...49

3.7 Reliabilitas Tes Kemampuan Analogi Matematis Siswa ...49

3.8 Daya Pembeda Tes Kemampuan Analogi Matematis Siswa...50

3.9 Tingkat Kesukaran Tes Kemampuan Analogi Matematis Siswa ...50

3.10 Validitas Tes Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa ...51

3.11 Reliabilitas Tes Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa...51

3.12 Daya Pembeda Tes Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa ...52

3.13 Tingkat Kesukaran Tes Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa ...52

4.14 Rekapitulasi Skor Pretest dan Posttest Kemampuan Analogi Matematis Siswa ...61

4.15 Uji Normalitas Tes Kemampuan Analogi Matematis Siswa ...62

4.16 Uji Homogenitas Tes Kemampuan Analogi Matematis Siswa ...63

4.17 Uji Perbedaan Rerata Skor Pretest Kemampuan Analogi Matematis Siswa ...64

4.18 Uji Perbedaan Rerata Skor Posttest Kemampuan Analogi Matematis Siswa ...65

4.19 Rekapitulasi Skor Pretest dan Posttest Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa ...65

4.20 Uji Normalitas Tes Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa ...67

4.21 Uji Homogenitas Tes Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa 68 4.22 Uji Perbedaan Rerata Skor Pretest Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa ...68

4.23 Uji Perbedaan RerataSkor Posttest Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa ...69

4.24 Sikap Siswa Terhadap Pelajaran Matematika ...70

4.25 Sikap Siswa terhadap Pembelajaran dengan Pendekatan SAVI ...72

4.26 Sikap Siswa terhadap Pembelajaran Berbantuan Wingeom ...73

4.27 Hasil Pengamatan Aktivitas Guru Selama Pembelajaran Dengan Pendekatan Savi Berbantuan Wingeom ...76

4.28 Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa Selama Pembelajaran dengan Pendekatan SAVI Berbantuan Wingeom ...78


(44)

vii Gambar

3.1 Diagram Alur Penelitian ...59 4.2 Perbandingan Rerata Hasil Pretest dan Posttest Kemampuan

Analogi Matematis Siswa ...61 4.3 Perbandingan Rerata Hasil Pretest dan Posttest Kemampuan

Generalisasi Matematis Siswa ...66 4.4 Perkembangan Aktifitas Guru Pada Pembelajaran dengan

Pendekatan SAVI berbantuan Wingeom ...77 4.5 Perkembangan Aktifitas Siswa Pada Pembelajaran dengan


(45)

Alamsyah. (2002). Suatu Pembelajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Analogi Matematika. Tesis UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Arikunto, S. (2002). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Asyhadi, A. (2005). Pengenalan Laboratorium Matematika di Sekolah. IHT Media Bagi Staf LPMP Pengelola Laboratorium Matematika Tanggal 5 s.d. 11 September 2005 di PPPG Matematika Yogyakarta.

Dahar, R.W. (1996). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Darhim. (2004). Pengaruh Pembelajaran Matematika Kontekstual Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Sekolah Dasar. Disertasi UPI. Bandung: tidak diterbitkan.

Djaafar, J. T. (2001). Kontribusi Strategi Pembelajaran Terhadap Hasil Belajar. Padang: UNP.

Fitrianingsih, I. (2009). Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan SAVI Ditinjau dari Motivasi Belajar Siswa. Skripsi Universitas Muhammadiyah Surakarta: tidak diterbitkan.

Fraenkel, J. R dan Wallen, N. (1993). How to Design and Evaluate Research in Education. Singapore: Mc. Graw Hill.

Hake, R. R. (1999). Analyzing Change / Gain Scores. [Online]. Tersedia: http: //www.physics.indiana.edu/∼sdi/Analyzingchange-Gain.pdf. (10 September 2010).

Harmiati, E dan Rahayu, A. (2008). Peningkatan Motivasi Belajar dan Pemahaman Keruangan Siswa Melalui Pembelajaran Geometri Berbantuan Program Komputer. Laporan penelitian SMA Sang Timur Yogyakarta: tidak diterbitkan.

Kamulyan, Mulyadi, S., dan Surtikanti. (1999). Belajar dan Pembelajaran. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Kesumawati, N. (2010). Peningkatan Kemampuan Pemahaman, Pemecahan Masalah, dan Disposisi Matematis Siswa SMP Melalui Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi pada SPs UPI: tidak diterbitkan.

Kusumah, Y. S. (2008). Konsep, Pengembangan, dan Implementasi Komputer-Based Learning dalam Peningkatan Kemampuan High-Order Mathematical Thinking. Makalah disajikan dalam Pengukuhan Guru Besar Pendidikan Matematika FMIPA UPI.

Kusumah, Y. S dan Suherman, E. (1990). Petunjuk Praktis Untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusumah.


(46)

Meier, Dave. (2002). The Accelarated Learning Handbook. Panduan Kreatif dan Efektif Merancang Program Pendidikan dan Penelitian. Bandung: Kaifa. Meltzer, D.E. (2002). “The Relationship between Mathematics Preparation and

Conceptual Learning Gain in Physics: A Possible “Hidden Variable” in Diagnostics Pretest Scores”. American Journal of Physics. Vol. 70 (12) 1259-1268.

Mulyana, E. (2003). Masalah Ketidaktepatan Istilah dan Simbol dalam Geometri SLTP Kelas 1. Makalah FPMIPA UPI.

Mundiri. (2000). Logika. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Naga, S. D. (1980). Berhitung Sejarah dan Perkembangannya. Jakarta: Gramedia. Nasution, S. (1998). Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar.

Jakarta: Bumi Aksara.

Nooriafshar, M. (2002). “The Use Innovate Teaching Methods for “maximizing” The Enjoyment from Learning”. International Journal for Mathematics Teaching and Learning.

Nur’aeni, E. (2010). Pengembangan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar Melalui Pembelajaran Geometri Berbasis Teori Van Hiele. Disertasi SPs UPI: tidak diterbitkan.

Priatna, N. (2003). Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematika Siswa Kelas 3 SLTP di Kota Bandung. Disertasi UPI Bandung: tidak diterbitkan. Rahman, A. (2004). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Kemampuan

Generalisasi Siswa SMA melalui pembelajaran Berbalik. Tesis UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Ruseffendi, E. T. (1991). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dan Pengajaran Matematika Untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

_______________. (1993). Statistika Dasar Untuk Penelitian Pendidikan. Bandung. IKIP Bandung.

Sabandar, J. (2002). Pembelajaran Geometri dengan Menggunakan Cabri Geometry II. Kumpulan Makalah, Pelatihan. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma. Sastrosudirjo, S. S. (1988). Hubungan Kemampuan Penalaran dan Prestasi Belajar

Untuk Siswa SMP. Jurnal Kependidikan no.1 Tahun ke 18: IKIP Yogyakarta. Siegel, I .E. (1985). Parental Beliefs System: The Psycological Consequences for


(47)

Geometer’s Sketchpad dengan Siswa yang Belajar Geometri Tanpa Geometer’s Sketchpad. Tesis UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Sobel, M. A. dan Maletsky, E. M. terj. Dr. Suyono, M.Sc. (2004). Mengajar Matematika. Ed. 3. Jakarta: Erlangga.

Soekadijo, G. R. (1999). Logika Dasar Tradisional, Simbolik, dan Induktif. Jakarta: Gramedia.

Sudjana. (2005). Metode Statistika. Bandung: Tarsito.

Suparno. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius. Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: CV. Alfabeta.

Suherman, E. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA Universitas Pendidikan Indonesia.

Sumarmo, U. (1987). Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa Dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Beberapa Unsur Proses Belajar Mengajar. Disertasi UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Suriadi. (2006). Pembelajaran dengan Pendekatan Discovery yang Menekankan Aspek Analogi Untuk Menigkatkan Pemahaman Matematik dan Kemampuan Berfikir Kritis Siswa SMA. Tesis UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Suzana, Y. (2003). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa Sekolah Menengah Umum melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Kognitif. Tesis UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Syofni. (1989). Hubungan Kemampuan Penalaran dalam Matematika dan Prestasi Matematika Siswa Kelas I SMAN di Kodya Surabaya. Tesis UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Trisnadi, A. (2006). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Generalisasi Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama melalui Pembelajaran Penemuan Terbimbing dalam Kelompok. Tesis UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Turmudi. (2008). Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika (berparadigma Eksploratif dan Investigasi). Jakarta: Leuser Cita Pustaka. Wahyudin. (1999). Kemampuan Guru Matematika, Calon Guru Matematika, dan

Siswa dalam Pelajaran Matematika. Laporan penelitian IKIP Bandung: tidak diterbitkan.

Widdiharto. R. (2004). Model-Model Pembelajaran Matematika SMP. Yogyakarta: PPPG Matematika.


(1)

v

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A BAHAN AJAR

1. Silabus Penelitian ...92

2. RPP Kelas Eksperimen ...94

3. RPP Kelas Kontrol ...112

4. Lembar Kerja Siswa (LKS) ...130

LAMPIRAN B INSTRUMEN PENELITIAN 1. Kisi-Kisi Soal Kemampuan Analogi Matematis Siswa ...172

2. Soal Kemampuan Analogi Matematis Siswa ...173

3. Kunci Jawaban Soal Kemampuan Analogi Matematis Siswa ...176

4. Kisi-Kisi Soal Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa ...178

5. Soal Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa ...180

6. Kunci Jawaban Soal Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa ...184

7. Kisi-Kisi Skala Sikap Siswa Dalam Pembelajaran dengan Pendekatan SAVI berbantuan Wingeom. ...188

8. Skala Sikap Siswa Dalam Pembelajaran dengan Pendekatan SAVI berbantuan Wingeom ...189

9. Kunci Jawaban Skala Sikap Siswa Dalam Pembelajaran dengan Pendekatan SAVI berbantuan Wingeom ...191

10. Lembar Observasi Siswa ...192

LAMPIRAN C UJI COBA INSTRUMEN 1. Data Uji Coba Kemampuan Analogi Matematis Siswa ...195

2. Analisis Data Uji Coba Kemampuan Analogi Matematis Siswa ...200

3. Data Uji Coba Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa ...203

4. Analisis Data Uji Coba Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa ...208

LAMPIRAN D DATA HASIL PENELITIAN 1. Data Hasil Pretest Kemampuan Analogi Matematis Siswa ...212

2. Analisis Data Hasil Pretest Kemampuan Analogi Matematis Siswa ...214

3. Data Hasil Pretest Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa ...215

4. Analisis Data Hasil Pretest Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa ...217

5. Data Hasil Posttest Kemampuan Analogi Matematis Siswa ...218

6. Analisis Data Hasil Posttest Kemampuan Analogi Matematis Siswa ...220

7. Data Hasil Posttest Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa ...221

8. Analisis Data Hasil Posttest Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa ...223

9. Data Angket Sikap Siswa terhadap Matematika ...224 SURAT-SURAT PENELITIAN

1. Surat Izin Penelitian

2. Surat Keterangan telah Melakukan Ujicoba Soal 3. Surat Keterangan telah Melakukan Penelitian


(2)

vi

DAFTAR TABEL

Tabel

3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian ...39

3.2 Klasifikasi Koefisien Validitas ...43

3.3 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas ...44

3.4 Klasifikasi Daya Pembeda ...45

3.5 Klasifikasi Tingkat Kesukaran ...47

3.6 Validitas Tes Kemampuan Analogi Matematis Siswa ...49

3.7 Reliabilitas Tes Kemampuan Analogi Matematis Siswa ...49

3.8 Daya Pembeda Tes Kemampuan Analogi Matematis Siswa...50

3.9 Tingkat Kesukaran Tes Kemampuan Analogi Matematis Siswa ...50

3.10 Validitas Tes Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa ...51

3.11 Reliabilitas Tes Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa...51

3.12 Daya Pembeda Tes Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa ...52

3.13 Tingkat Kesukaran Tes Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa ...52

4.14 Rekapitulasi Skor Pretest dan Posttest Kemampuan Analogi Matematis Siswa ...61

4.15 Uji Normalitas Tes Kemampuan Analogi Matematis Siswa ...62

4.16 Uji Homogenitas Tes Kemampuan Analogi Matematis Siswa ...63

4.17 Uji Perbedaan Rerata Skor Pretest Kemampuan Analogi Matematis Siswa ...64

4.18 Uji Perbedaan Rerata Skor Posttest Kemampuan Analogi Matematis Siswa ...65

4.19 Rekapitulasi Skor Pretest dan Posttest Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa ...65

4.20 Uji Normalitas Tes Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa ...67

4.21 Uji Homogenitas Tes Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa 68 4.22 Uji Perbedaan Rerata Skor Pretest Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa ...68

4.23 Uji Perbedaan RerataSkor Posttest Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa ...69

4.24 Sikap Siswa Terhadap Pelajaran Matematika ...70

4.25 Sikap Siswa terhadap Pembelajaran dengan Pendekatan SAVI ...72

4.26 Sikap Siswa terhadap Pembelajaran Berbantuan Wingeom ...73

4.27 Hasil Pengamatan Aktivitas Guru Selama Pembelajaran Dengan Pendekatan Savi Berbantuan Wingeom ...76

4.28 Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa Selama Pembelajaran dengan Pendekatan SAVI Berbantuan Wingeom ...78


(3)

vii

DAFTAR GAMBAR Gambar

3.1 Diagram Alur Penelitian ...59 4.2 Perbandingan Rerata Hasil Pretest dan Posttest Kemampuan

Analogi Matematis Siswa ...61 4.3 Perbandingan Rerata Hasil Pretest dan Posttest Kemampuan

Generalisasi Matematis Siswa ...66 4.4 Perkembangan Aktifitas Guru Pada Pembelajaran dengan

Pendekatan SAVI berbantuan Wingeom ...77 4.5 Perkembangan Aktifitas Siswa Pada Pembelajaran dengan


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah. (2002). Suatu Pembelajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Analogi Matematika. Tesis UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Arikunto, S. (2002). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Asyhadi, A. (2005). Pengenalan Laboratorium Matematika di Sekolah. IHT Media Bagi Staf LPMP Pengelola Laboratorium Matematika Tanggal 5 s.d. 11 September 2005 di PPPG Matematika Yogyakarta.

Dahar, R.W. (1996). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Darhim. (2004). Pengaruh Pembelajaran Matematika Kontekstual Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Sekolah Dasar. Disertasi UPI. Bandung: tidak diterbitkan.

Djaafar, J. T. (2001). Kontribusi Strategi Pembelajaran Terhadap Hasil Belajar. Padang: UNP.

Fitrianingsih, I. (2009). Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan SAVI Ditinjau dari Motivasi Belajar Siswa. Skripsi Universitas Muhammadiyah Surakarta: tidak diterbitkan.

Fraenkel, J. R dan Wallen, N. (1993). How to Design and Evaluate Research in Education. Singapore: Mc. Graw Hill.

Hake, R. R. (1999). Analyzing Change / Gain Scores. [Online]. Tersedia: http: //www.physics.indiana.edu/∼sdi/Analyzingchange-Gain.pdf. (10 September 2010).

Harmiati, E dan Rahayu, A. (2008). Peningkatan Motivasi Belajar dan Pemahaman Keruangan Siswa Melalui Pembelajaran Geometri Berbantuan Program Komputer. Laporan penelitian SMA Sang Timur Yogyakarta: tidak diterbitkan.

Kamulyan, Mulyadi, S., dan Surtikanti. (1999). Belajar dan Pembelajaran. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Kesumawati, N. (2010). Peningkatan Kemampuan Pemahaman, Pemecahan Masalah, dan Disposisi Matematis Siswa SMP Melalui Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi pada SPs UPI: tidak diterbitkan.

Kusumah, Y. S. (2008). Konsep, Pengembangan, dan Implementasi Komputer-Based Learning dalam Peningkatan Kemampuan High-Order Mathematical Thinking. Makalah disajikan dalam Pengukuhan Guru Besar Pendidikan Matematika FMIPA UPI.

Kusumah, Y. S dan Suherman, E. (1990). Petunjuk Praktis Untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusumah.


(5)

Maier, H. (1985). Kompendium Didaktik Matematika. Bandung: CV Remaja Karya. Meier, Dave. (2002). The Accelarated Learning Handbook. Panduan Kreatif dan

Efektif Merancang Program Pendidikan dan Penelitian. Bandung: Kaifa. Meltzer, D.E. (2002). “The Relationship between Mathematics Preparation and

Conceptual Learning Gain in Physics: A Possible “Hidden Variable” in Diagnostics Pretest Scores”. American Journal of Physics. Vol. 70 (12) 1259-1268.

Mulyana, E. (2003). Masalah Ketidaktepatan Istilah dan Simbol dalam Geometri SLTP Kelas 1. Makalah FPMIPA UPI.

Mundiri. (2000). Logika. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Naga, S. D. (1980). Berhitung Sejarah dan Perkembangannya. Jakarta: Gramedia. Nasution, S. (1998). Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar.

Jakarta: Bumi Aksara.

Nooriafshar, M. (2002). “The Use Innovate Teaching Methods for “maximizing” The Enjoyment from Learning”. International Journal for Mathematics Teaching and Learning.

Nur’aeni, E. (2010). Pengembangan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar Melalui Pembelajaran Geometri Berbasis Teori Van Hiele. Disertasi SPs UPI: tidak diterbitkan.

Priatna, N. (2003). Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematika Siswa Kelas 3 SLTP di Kota Bandung. Disertasi UPI Bandung: tidak diterbitkan. Rahman, A. (2004). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Kemampuan

Generalisasi Siswa SMA melalui pembelajaran Berbalik. Tesis UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Ruseffendi, E. T. (1991). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dan Pengajaran Matematika Untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

_______________. (1993). Statistika Dasar Untuk Penelitian Pendidikan. Bandung. IKIP Bandung.

Sabandar, J. (2002). Pembelajaran Geometri dengan Menggunakan Cabri Geometry II. Kumpulan Makalah, Pelatihan. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma. Sastrosudirjo, S. S. (1988). Hubungan Kemampuan Penalaran dan Prestasi Belajar

Untuk Siswa SMP. Jurnal Kependidikan no.1 Tahun ke 18: IKIP Yogyakarta. Siegel, I .E. (1985). Parental Beliefs System: The Psycological Consequences for


(6)

Siregar, N. (2009). Studi Perbandingan Kemampuan Penalaran Matematik Siswa Madrasah Tsanawiyah Pada Kelas yang Belajar Geometri Berbantuan Geometer’s Sketchpad dengan Siswa yang Belajar Geometri Tanpa Geometer’s Sketchpad. Tesis UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Sobel, M. A. dan Maletsky, E. M. terj. Dr. Suyono, M.Sc. (2004). Mengajar Matematika. Ed. 3. Jakarta: Erlangga.

Soekadijo, G. R. (1999). Logika Dasar Tradisional, Simbolik, dan Induktif. Jakarta: Gramedia.

Sudjana. (2005). Metode Statistika. Bandung: Tarsito.

Suparno. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius. Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: CV. Alfabeta.

Suherman, E. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA Universitas Pendidikan Indonesia.

Sumarmo, U. (1987). Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa Dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Beberapa Unsur Proses Belajar Mengajar. Disertasi UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Suriadi. (2006). Pembelajaran dengan Pendekatan Discovery yang Menekankan Aspek Analogi Untuk Menigkatkan Pemahaman Matematik dan Kemampuan Berfikir Kritis Siswa SMA. Tesis UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Suzana, Y. (2003). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa Sekolah Menengah Umum melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Kognitif. Tesis UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Syofni. (1989). Hubungan Kemampuan Penalaran dalam Matematika dan Prestasi Matematika Siswa Kelas I SMAN di Kodya Surabaya. Tesis UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Trisnadi, A. (2006). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Generalisasi Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama melalui Pembelajaran Penemuan Terbimbing dalam Kelompok. Tesis UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Turmudi. (2008). Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika (berparadigma Eksploratif dan Investigasi). Jakarta: Leuser Cita Pustaka. Wahyudin. (1999). Kemampuan Guru Matematika, Calon Guru Matematika, dan

Siswa dalam Pelajaran Matematika. Laporan penelitian IKIP Bandung: tidak diterbitkan.

Widdiharto. R. (2004). Model-Model Pembelajaran Matematika SMP. Yogyakarta: PPPG Matematika.