PENINGKATAN KEMAMPUAN SPASIAL DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP DENGAN PENDEKATAN PMRI PADA PEMBELAJARAN GEOMETRI BERBANTUAN KOMPUTER.

(1)

DAFTAR ISI

Halaman

BAB I PENDAHULUAN..……….... 1

A. Latar Belakang Masalah ……….. 1

B. Pembatasan Masalah ……….. 17

C. Rumusan Masalah ……….. 17

D. Tujuan Penelitian ……….. 19

E. Manfaat Penelitian ……….. 20

F Definisi Operasional ……….. 20

BAB II. KAJIAN PUSTAKA 25 A. Pengertian Kemampuan Spasial ……… 25

B. Penelitian yang Relevan Tentang Kemampuan Spasial .. 28

C. Pengertian Disposisi Matematis ……… 45

D. Geometri……… 47

E. Pendidikan Matematika Realistik Indonesia …… 52

F. Teori Belajar Pendukung ………... 60

G. Hipotesis Penelitian ……….... 64

BAB III. METODE PENELITIAN ………. 69

A. Disain Penelitian ……… 69

B. Populasi dan Sampel Penelitian ……… 72

C. Instrumen Penelitian dan Pengembangannya………….. 76

D. Perangkat Pembelajaran ……… 95

E. Prosedur Penelitian ……… 98

F. Teknik Analisis Data ………. 101

G. Waktu Penelitian……….. 104

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……. 105

A. Deskripsi Data dan Analisis Hasil Penelitian …………. 105

B. Uji Normalitas dan Uji Homogenitas Varian Nilai KAM 110 C. Uji Hipotesis Beda Rata-Rata Data KAM Berdasarkan Kategori Sekolah……… 113

D. Uji Hipotesis Beda Rata-Rata Data KAM Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran……… 113

E. Analisis Deskriptif Data Kemampuan Spasial ……….. 114

F. Analisis Inferensial Data Peningkatan Kemampuan Spasial Siswa…..……… 119

HALAMAN JUDUL ……….. i

HALAMAN PENGESAHAN ……… ii

PERNYATAAN ……… iii

HALAMAN KHUSUS ……… iv

KATA PENGANTAR ……… v

ABSTRAK ……… viii

ABSTRACT ……… ix

DAFTAR ISI ……… x

DAFTAR TABEL ……… xii

DAFTAR GAMBAR ……… xviii

DAFTAR LAMPIRAN ……… xx


(2)

G. Rangkuman Hasil Uji Hipotesis Statistik Data

Peningkatan Kemampuan Spasial Siswa……… 150

H. Analisis Deskriptif Data Disposisi Matematis Siswa….. 152

I. Analisis Inferensial Data Disposisi Matematis Siswa…. 158 J. Rangkuman Hasil Uji Hipotesis Statistik Data Peningkatan Disposisi Matematis Siswa ……… 197

K. Pembahasan ……… 199

BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI……….. 230

A. Kesimpulan……… ……… 230

B. Implikasi……….……… 234

C. Keterbatasan PG-PMRI…..……… 235

D. Rekomendasi………..……… 235

DAFTAR PUSTAKA ……… 236

LAMPIRAN ………. 242


(3)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

1.1 Keterkaitan Antara Kemampuan Spasial dan Program

Cabri-3D ……… 13

2.1 Jumlah Mahasiswa yang Sesuai Menurut Level Van Hiele... 40 3.1 Keterkaitan antara Pendekatan Pembelajaran, Kemampuan

Spasial, Kategori Sekolah dan KAM Siswa ……… 71 3.2 Keterkaitan antara Pendekatan Pembelajaran, DM, Kategori

Sekolah dan Kelompok KAM Siswa ………..………… 72 3.3 Posisi Ranking Sekolah Sampel Penelitian ……….. 74 3.4 Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Sebagai Sampel

Penelitian……….……….. 74

3.5 Banyaknya Siswa yang Masuk Kelompok KAM Tinggi,

Menengah, dan Rendah ……….…….. 75 3.6 Hasil Pertimbangan Validasi Isi Tes KS... 77 3.7 Hasil Pertimbangan Validasi Muka Tes KS... 78 3.8 Pedoman Penskoran Jawaban Siswa pada Ujicoba Tes KS…. 79 3.9 Hasil Perhitungan Validitas Soal Tes KS Data Ujicoba……… 83 3.10 Reliabilitas Soal Tes KS Data Ujicoba ……….. 85 3.11 Perhitungan Mendapatkan Skor Skala DM untuk Pernyataan

Positif Butir 1(+)……….. 88 3.12 Perhitungan Mendapatkan Skor Skala DM untuk Pernyataan

Negatif Butir 2(-) ………..……….. 88 3.13 Analisis Validitas Butir Skala DM Data Ujicoba ………….. 90 3.14 Komposisi Skala DM Setelah Pengguguran ………. 94 3.15 Keterkaitan Antara Masalah, Hipotesis Penelitian dan

Kelompok Data ……… 102

3.16 Waktu dan Kegiatan Penelitian ……….. 104 4.1 Sebaran Sampel Berdasarkan Kelompok KAM, Kategori

Sekolah dan Pendekatan Pembelajaran ……….. 106 4.2 Deskripsi Data KAM Berdasarkan Kategori Sekolah,

Pendekatan Pembelajaran, dan Gabungannya ………. 107 4.3 Deskripsi Data KAM Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran,

Kelompok KAM Siswa dan Gabungannya ……… 109 4.4 Hasil Uji Normalitas Data KAM Siswa Berdasarkan Kategori

Sekolah dan Pendekatan Pembelajaran ……….. 111 4.5 Hasil Uji Homogenitas Varian Nilai KAM Berdasarkan

Kategori Sekolah ………. 112 4.6 Uji Beda Rata-rata Data KAM Siswa Berdasarkan Kategori

sekolah ………. 113

4.7 Uji Beda Rata-rata Data KAM Siswa Berdasarkan

Pendekatan Pembelajaran………. 114 4.8 Deskripsi KS Siswa Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran… 115


(4)

4.9 Analisis Deskriptif Data KS Siswa dan nilai N-Gain

Berda-sarkan Kategori Sekolah dan Pendekatan Pembelajaran……… 116 4.10 Deskripsi KS Siswa Berdasarkan KAM, dan Pendekatan

Pembelajaran ……… 118

4.11 Uji Normalitas Data Peningkatan KS Siswa Berdasarkan

Pendekatan Pembelajaran………... 120 4.12 Analisis Peningkatan KS Siswa Berdasarkan Pendekatan

Pembelajaran………. …

121 4.13 Uji Homogenitas Varian Data Peningkatan KS Siswa

Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran………. 123 4.14 Uji Beda Peningkatan KS Siswa ………. 124 4.15 Uji Normalitas Data Peningkatan KS Siswa Sekolah Kategori

Baik Setelah Pembelajaran PG-PMRI ………. 125 4.16 Analisis Peningkatan KS Siswa Sekolah Kategori Baik

Setelah Pembelajaran PG-PMRI ………. 126 4.17 Uji Normalitas Data Peningkatan KS Siswa Sekolah Kategori

Baik Setelah Pembelajaran P-KV………. 127 4.18 Peningkatan KS Siswa Sekolah Kategori Baik Setelah

Pembelajaran P-KV ………. 128 4.19 Uji Normalitas Data Peningkatan KS Siswa Sekolah Kategori

Sedang Setelah Pembelajaran PG-PMRI……… 128 4.20 Peningkatan KS Siswa Sekolah Kategori Sedang Setelah

Pembelajaran PG-PMRI……… 129 4.21 Uji Normalitas Data Peningkatan KS Siswa Sekolah

Kategori Sedang Setelah Pembelajaran P-KV……….. 130 4.22 Peningkatan KS Siswa Sekolah Kategori Sedang Setelah

Pembelajaran P-KV……… 131

4.23 Uji Homogenitas Varian Data Peningkatan KS Siswa Sekolah

Kategori Baik………. 132

4.24 Uji Perbedaan Peningkatan KS Siswa Sekolah Kategori baik . 134 4.25 Uji Homogenitas Varian Data Peningkatan KS Siswa Sekolah

Kategori Sedang………. 135

4.26 Uji Perbedaan Peningkatan KS Siswa

Sekolah Kategori Sedang ………...……….. 136 4.27 Uji Normalitas Data Peningkatan KS Setiap Kelompok KAM 138 4.28 Uji Nyata Peningkatan Setiap Kelompok KAM ………. 139 4.29 Uji Homogenitas Varian dari Levene Data Peningkatan KS

Siswa Setiap Kelompok KAM ……….. 141 4.30 Uji Perbedaan Peningkatan KS Siswa Setiap Kelompok KAM 143 4.31 Uji Homogenitas Varian dari Levene terhadap Peningkatan

KS Siswa Berdasarkan Interaksi antara Pendekatan

Pembelajaran dan Kategori Sekolah ……….. 144 4.32 Ringkasan Hasil Uji Perbedaan dan Interaksi antara

Pendekatan Pembelajaran dan Kategori Sekolah ……… 145 4.33 Uji Homogenitas Varian dari Levene terhadap Peningkatan

KS Siswa Berdasarkan Interaksi antara Pendekatan

Pembelajaran dan Kelompok KAM Siswa………. 147 xiii


(5)

4.34 Ringkasan Hasil Uji Perbedaan dan Interaksi antara

Pendekatan Pembelajaran dan Kelompok KAM Siswa………

148 4.35 Uji Nyata Perbedaan Peningkatan KS Siswa Antar Kelompok

KAM (Uji Post Hoc-LSD)... 150 4.36 Rangkuman Hasil Uji Hipotesis Data Peningkatan KS ……… 150 4.37 Deskripsi DM Siswa Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran… 152 4.38 Analisis Deskriptif Data DM Siswa dan nilai N-Gain

Berdasarkan Kategori Sekolah dan Pendekatan Pembelajaran.. 154 4.39 Deskripsi DM Siswa Berdasarkan KAM dan Pendekatan

Pembelajaran……… 156

4.40 Uji Normalitas Data Peningkatan DM Siswa Berdasarkan

Pendekatan Pembelajaran……….. 159 4.41 Analisis Peningkatan DM Siswa Berdasarkan Pendekatan

Pembelajaran……….. 161

4.42 Uji Homogenitas Varian Data Peningkatan DM Siswa

Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran……….. 162 4.43 Uji Beda Peningkatan DM Siswa pada Pembelajaran

PG-PMRI dan P-KV……… 163

4.44 Uji Normalitas Data Peningkatan DM Siswa Sekolah

Kategori Baik Setelah Pembelajaran PG-PMRI……… 165 4.45 Uji Normalitas Data Peningkatan DM Siswa Sekolah

Kategori Baik Setelah Pembelajaran P-KV……… 165 4.46 Analisis Peningkatan DM Siswa Sekolah Kategori Baik

Setelah Pembelajaran PG-PMRI……….... 166 4.47 Peningkatan DM Siswa Sekolah Kategori Baik Setelah

Pembelajaran P-KV……… 167

4.48 Uji Normalitas Data Peningkatan DM Siswa Sekolah

Kategori Sedang Setelah Pembelajaran PG-PMRI……… 168 4.49 Uji Normalitas Data Peningkatan DM Siswa Sekolah

Kategori Sedang Setelah Pembelajaran P-KV………... 169 4.50 Analisis Peningkatan DM Siswa Sekolah Kategori Sedang

Setelah Pembelajaran PG-PMRI……… 170 4.51 Analisis Peningkatan DM Siswa Sekolah Kategori Sedang

Setelah Pembelajaran P-KV………... 171 4.52 Uji Homogenitas Varian Data Peningkatan DM Siswa pada

Sekolah Kategori Baik……… 172 4.53 Uji Perbedaan Peningkatan Rata-Rata Skor DM Siswa Pada

Sekolah Kategori Baik ……….. 173 4.54 Uji Homogenitas Varian Data Peningkatan DM Siswa pada

Sekolah Kategori Sedang………. 175 4.55 Uji Perbedaan Peningkatan DM Siswa pada Sekolah

Kategori Sedang………. 176

4.56 Uji Normalitas Data Peningkatan Rata-Rata Skor DM Siswa

pada Kelompok KAM Tinggi…….……… 178 4.57 Uji Nyata Peningkatan Rata-Rata Skor DM Siswa pada

Kelompok KAM Tinggi ……….. 179


(6)

4.58 Uji Normalitas Data Peningkatan Rata-Rata Skor DM Siswa

pada Kelompok KAM Menengah……… 180 4.59 Uji Nyata Peningkatan Rata-Rata Skor DM Siswa pada

Kelompok KAM Menengah.……… 181 4.60 Uji Normalitas Data Peningkatan Rata-Rata Skor DM Siswa

pada Kelompok KAM Rendah……….……… 182 4.61 Uji Nyata Peningkatan Rata-Rata Skor DM Siswa pada

Kelompok KAM Rendah……… 183

4.62 Uji Homogenitas Varian Data Peningkatan DM Siswa pada

Kelompok KAM Tinggi……….. 185 4.63 Uji Perbedaan Peningkatan DM Siswa KAM Tinggi……… 186 4.64 Uji Homogenitas Varian Peningkatan DM Siswa KAM

Menengah………... 187 4.65 Uji Perbedaan Peningkatan Rata-Rata Skor DM Siswa Pada

Kelompok KAM Menengah………… 188

4.66 Uji Homogenitas Varian Data Peningkatan DM pada

Kelompok KAM Rendah……… 190

4.67 Uji Perbedaan Peningkatan DM Siswa KAM Rendah……… 191 4.68 Uji Homogenitas Varian dari Levene terhadap Data

Peningkatan DM Siswa ……… 192 4.69 Ringkasan Hasil Uji Perbedaan dan Interaksi antara

Pendekatan Pembelajaran dan Kategori Sekolah Terhadap

Peningkatan DM Siswa……….. 193 4.70 Uji Homogenitas Varian dari Levene terhadap Data

Peningkatan DM Siswa………. 194 4.71 Ringkasan Hasil Uji Perbedaan dan Interaksi antara

Pendekatan Pembelajaran dan Kelompok KAM Terhadap

Peningkatan DM Siswa……….. 195 4.72 Uji Nyata Perbedaan Peningkatan DM Siswa Antar Kelompok

KAM (Uji Post Hoc-LSD) ……… 197 4.73 Rangkuman Hasil Uji Hipotesis Data Peningkatan DM ……... 197


(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

1.1 Sudut BCD pada Kubus Kelihatan Besarnya Kurang dari

900 …... 5 1.2 Hasil Pekerjaan Siswa pada Penelitian Fauzan (1996)…… 5 1.3 Soal yang Disuguhkan Kepada Siswa, Siswa Diminta

Menggambar Bangun ini Jika Dilihat Tepat dari Depan

(Fauzan, 1996)………. 6

1.4 Hasil Pekerjaan Siswa Jika Bangun pada Gambar 1.3

Dilihat Tepat dari Depan ………... 6 1.5 Membandingkan Panjang Ruas Garis FE dengan Ruas

Garis CD ……… 7

1.6 Model Kotak Berbentuk Kubus Terbuat dari Karton …… 15 1.7 Model Kubus Digambar pada Bidang Datar ……….. 15 1.8 Proses Peralihan Representasi Bangun Ruang Tiga

Dimensi Menjadi Representasi Gambar Dua Dimensi …. 16 1.9 Rotasi Kubus pada Sumbu m ……… 21 1.10 Membandingkan Panjang Segmen Garis CE dan DF…….. 21 1.11 Bangun Geometri RuangDilihat Tepat dari Atas……… 22 1.12 Menentukan Tiga Bangun Geometri Ruang yang Cocok

Sesuai Urutannya... 22 1.13 Obyek Sederhana yang Dapat Ditemukan pada Gambar

Sebelah Kanan ………..…………. 23

2.1 Contoh Tugas Tes Kemampuan Visual Spasial ………

31 2.2 Satu Contoh Tugas Membangun Kubus ………. 37 2.3 Satu Contoh Tugas Menggambar Mesin ………. 37 2.4 Satu Contoh Tugas Rotasi Mental ……… 37 2.5 Interaksi Kognitif dalam Aktivitas Geometri ………….. 51 2.6 Penggunaan Model Gambar-Gambar Untuk Menyatakan

Persentase ……….. 55

2.7 Level Pemahaman dan Pergeseran dari “Model of” ke

“Model for”………. 57

2.8 Mencari Dua Bingkai Diantara A, B, C, D, E, dan F yang Bersama-sama Akan Membentuk Bingkai Seperti Model

Paling Kiri ... 63

3.1 Bagan Prosedur Penelitian ………. 100

4.1 Skor KS Siswa Ditinjau dari Kategori Sekolah dan

Pendekatan Pembelajaran……….... 117 4.2 Skor KS Siswa Ditinjau dari Kelompok KAM dan

Pendekatan belajaran……… 119 4.3 Rata-rata N-Gain KS Siswa Ditinjau dari Kategori

Sekolah dan Pendekatan Pembelajaran ………... 146 4.4 Rata-rata N-Gain KS Siswa Ditinjau dari Kelompok

KAM dan Pendekatan Pembelajaran………... 149 xvi


(8)

4.5 Skor Awal dan Skor Akhir DM Siswa Ditinjau dari

Kategori Sekolah ……… 155 4.6 Skor Awal dan Skor Akhir DM Siswa Ditinjau dari

Kelompok KAM ………. 157

4.7 Skor Rata-rata N-Gain DM Siswa Ditinjau dari Kategori

Sekolah dan Pendekatan Pembelajaran……… 193 4.8 Skor Rata-rata N-Gain DM Siswa Ditinjau dari

Kelompok KAM dan Pendekatan Pembelajaran…………. 196


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Halaman

A-1 Buku Pedoman Guru ……….. 242

A-2 Lembar Kegiatan Siswa (LKS)……… 292

A-3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) 330 A-4 Naskah Pedoman Wawancara………. 367

A-5 Naskah Pedoman Observasi……….. 368

A-6 a. Naskah Soal Pretes Kemampuan Spasial……….. 369

b. Naskah Soal Postes Kemampuan Spasial………. 375

A-7 Naskah Angket Disposisi Matematis……… 381

A-8 Kisi-kisi dan Teknik Penskoran tes Kemampuan Spasial 384 A-9 Kunci Jawaban tes Kemampuan Spasial………. 386

A-10 Lembar Validasi Buku Pedoman Guru……….. 393

A-11 Lembar Validasi (LKS)……….. 394

A-12 Lembar Validasi Naskah Pedoman Wawancara……….. 395

A-13 Lembar Validasi Naskah Pedoman Observasi…………. 396

A-14 Lembar Validasi Naskah Soal Kemampuan Spasial…… 397

A-15 Lembar Validasi Naskah Angket Disposisi Matematis… 398 B-1 Hasil Validasi Buku Pedoman Guru……… 401

B-2 Hasil Validasi LKS……….. 403

B-3 Hasil Validasi Soal Kemampuan Spasial……… 405

B-4 Hasil Validasi Angket Disposisi Matematis……… 407

B-5 Data Ujicoba Tes Kemampuan Spasial di Salah Satu SMP di Medan ……….. 411

B-6 Hasil Analisis Korelasi Menggunakan SPSS 17,0 Data Ujicoba Kemampuan Spasial Siswa ……… 412

B-7 DataUjicoba Skala Disposisi Matematis Siswa ……….. 414

B-8 Perhitungan Skala Disposisi Matematis Data Ujicoba… 422 B-9 Hasil Analisis Statistik Data Ujicoba Disposisi Matematis Siswa ……….. 434

C-1 Skor Kemampuan Awal Matematik (KAM) Siswa……. 437

C-2 Skor Pretes, Postes, dan N-Gain Kemampuan Spasial Sekolah Kategori Baik……….. 441

C-3 Skor Pretes, Postes, dan N-Gain Kemampuan Spasial Sekolah Kategori Sedang………. 443

C-4 Skor Awal, Skor Akhir dan N-Gain Disposisi Matematis Siswa……… 445

D-1 Uji Normalitas Data KAM Siswa ……….. 449 xviii


(10)

D-2 Deskripsi Kemampuan Spasial Siswa Berdasarkan

Pendekatan Pembelajaran ……… 451 D-3 Analisis Peningkatan Kemampuan Spasial Siswa

Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran ….………. 459 D-4 Deskripsi Disposisi Matematis Siswa Berdasarkan

Pendekatan Pembelajaran …………..………. 464 D-5 Analisis Peningkatan Disposisi Matematis Siswa

Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran……….. 471 E-1 Surat Keterangan Izin Penelitian……… 476 E-2 Suasana Proses Pembelajaran di Kelas……….…. 479


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Konsep tentang berfikir spasial cukup menarik untuk dibahas mengingat banyak penelitian sebelumnya yang menemukan bahwa anak menemukan banyak kesulitan untuk memahami objek atau gambar bangun geometri. Berfikir spasial merupakan kumpulan dari keterampilan-keterampilan kognitif, yang terdiri dari gabungan tiga unsur yaitu konsep keruangan, alat representasi, dan proses penalaran (National Academy of Science, 2006).

Kemampuan spasial merupakan satu konsep dalam berfikir spasial. Linn dan Petersen (dalam National Academy of Science, 2006) mengelompokkan kemampuan spasial ke dalam tiga kategori yaitu: (1) persepsi spasial, (2) rotasi mental, dan (3) visualisasi spasial. Dipandang dari konteks matematika khususnya geometri ternyata kemampuan spasial sangat penting untuk ditingkatkan, hal ini mengacu dari hasil penelitian berikut ini. National Academy of Science (2006) mengemukakan bahwa setiap siswa harus berusaha mengembangkan kemampuan dan penginderaan spasialnya yang sangat berguna dalam memahami relasi dan sifat-sifat dalam geometri untuk memecahkan masalah matematika dan masalah dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Giaquinto (2007), persepsi dari suatu objek atau gambar dapat dipengaruhi secara ekstrim oleh orientasi objek tersebut. Untuk dapat mengenali suatu objek/gambar dengan tepat diperlukan kemampuan spasial. Hannafin, Truxaw, Jennifer, dan Yingjie (2008), dalam penelitiannya menemukan bahwa


(12)

siswa dengan kemampuan spasial yang tinggi secara signifikan lebih mampu dalam matematikanya. Penelitian lainnya telah menunjukkan bahwa kemampuan kognitif seperti kemampuan spasial diprediksi berhasil dalam lingkungan belajar tertentu, khususnya dalam geometri. Kemampuan spasial yang baik akan menjadikan siswa mampu mendeteksi hubungan dan perubahan bentuk bangun geometri.

Jika dipandang dari konteks kehidupan sehari-hari kemampuan spasial juga perlu ditingkatkan, hal ini mengacu dari pendapat Barke dan Engida (2001) yang mengemukakan bahwa kemampuan spasial merupakan faktor kecerdasan utama yang tidak hanya penting untuk matematika dan science, tetapi juga perlu untuk keberhasilan dalam banyak profesi. Sedangkan Gadner (dalam Republika on line, 2008) yang pada intinya menulis bahwa anak membutuhkan kemampuan spasial dalam aktivitas bereksplorasi misalnya ketika anak melukis, mewarnai, menempel, bermain kertas lipat, dll. Seorang pilot juga sangat membutuhkan kemampuan spasial yang tinggi untuk mengetahui dengan baik dimana tanah/lapangan selama dia bermanuver. Demikian juga seorang nakoda kapal laut pasti sangat membutuhkan kemampuan spasial yang tinggi dalam menjalankan tugasnya.

Dalam konteks hubungan lintas ilmu/bidang studi maka kemampuan spasial sangat dibutuhkan. Strong dan Roger (2002) mengemukakan bahwa dalam teknologi industri kemampuan spasial sangat bermanfaat dalam penerapan seperti simulasi, multi media dan pemodelan. Alias, Thomas, dan David (2002) mengemukakan bahwa dibutuhkan kemampuan spasial yang baik untuk dapat


(13)

belajar dan memecahkan masalah-masalah teknik. Pendapat yang hampir sama juga dikemukakan oleh Rafi dan Samsudin (2007) yang menemukan dalam penelitiannya di Malaysia bahwa hampir semua topik dalam “menggambar mesin” sangat membutuhkan kemampuan spasial yang tinggi. Sedangkan (National Academy of Science, 2006) berpendapat bahwa banyak bidang ilmu yang membutuhkan kemampuan spasial dalam penerapan ilmu tersebut antara lain astronomi, pendidikan, geografi, geosains, dan psikologi. Sedangkan Nemeth (2007) dalam penelitiannya menemukan pentingnya kemampuan spasial yang dengan nyata sangat dibutuhkan pada ilmu-ilmu teknik dan matematika khususnya geometri. Kemampuan ini tidak ditemukan secara genetik tetapi sebagai hasil proses belajar yang panjang.

Dalam konteks kurikulum, NCTM (2000) telah menentukan 5 standar isi dalam standar matematika, yaitu bilangan dan operasinya, pemecahan masalah, geometri, pengukuran, dan peluang dan analisis data. Dalam geometri terdapat unsur penggunaan visualisasi, penalaran spasial dan pemodelan. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan spasial merupakan tuntutan kurikulum yang harus diakomodasi dalam pembelajaran di kelas. Dalam kurikulum nasional di Indonesia, dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi siswa/mahasiswa dituntut untuk dapat menguasai materi geometri bidang dan geometri ruang yang notabene juga membutuhkan kemampuan spasial.

Demikian pentingnya kemampuan spasial ini sehingga kita semua terutama para guru dituntut untuk memberikan perhatian yang lebih dari cukup agar kemampuan spasial diajarkan dengan sungguh-sungguh sesuai dengan


(14)

amanat kurikulum. Namun demikian, kelihatan para guru belum dapat menterjemahkan amanat kurikulum ini dalam penerapannya di depan kelas. Memang kurikulum matematika di Indonesia tidak secara eksplisit mencantumkan topik spasial ini dalam sub mata pelajaran geometri. Namun para guru semestinya dapat menterjemahkan bahwa kemampuan ini sangat dibutuhkan siswa dan perlu diajarkan secara sungguh-sungguh ketika mengajar geometri. Kenyataan menunjukkan bahwa kemampuan spasial ini kurang mendapat perhatian sungguh-sungguh oleh kebanyakan guru. Ketika mengajar geometri khususnya tentang bangun ruang seperti kubus, balok, limas atau prisma, kebanyakan guru memberi penekanan pada pemberian informasi banyaknya rusuk, banyaknya bidang sisi, menghitung luas bidang sisi, dan informasi lainnya yang sifatnya mekanis dan hafalan. Jarang sekali ditemukan guru yang mengajak siswanya berfikir untuk menemukan sesuatu pola tertentu kalau suatu bangun geometri dibalik, diputar, atau bagaimana cara melukis bangun geometri tiga dimensi di papan tulis atau di kertas siswa. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila ada siswa yang menyatakan bahwa sisi kubus pada gambar yang dilihatnya berbentuk jajar genjang atau belah ketupat. Bahkan banyak siswa kelas 7 dan 8 SMP pada saat ditunjukkan gambar seperti Gambar 1. 1, tidak dapat menentukan besar sudut BCD, apakah besarnya tepat 900 atau kurang dari 900. Ini menunjukkan bahwa kemampuan spasial siswa masih sangat lemah.

Fakta lainnya sebagaimana hasil penelitian Fauzan (1996) di Sumatera Barat. Fauzan meneliti kemampuan persepsi ruang siswa kelas I SMA di tiga daerah berbeda yaitu daerah kota, daerah pantai dan daerah desa.


(15)

Masing-masing siswa ditiap daerah ini dibaginya atas tiga kelompok yaitu kelompok tinggi, sedang dan rendah. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa semua siswa kelompok sedang dan rendah di ketiga daerah tersebut, sangat lemah kemampuan persepsi ruangnya (yaitu kemampuan untuk mengenal dan membedakan stimulus yang berkaitan dengan ruang). Dalam penelitiannya itu Fauzan (1996) menemukan beberapa kelemahan siswa tersebut,

1) persepsi siswa terikat pada tampilan gambar

2) siswa membutuhkan bantuan peraga untuk menjawab hampir setiap pertanyaan yang diajukan

3) siswa tidak menguasai konsep-konsep geometri dasar

Lebih lanjut Fauzan memaparkan kelemahan-kelemahan siswa kelas I SMA tersebut. Sebagai contoh ditemukannya siswa yang tidak menguasai konsep sudut siku-siku. Salah seorang siswa yang diberi kode nama KRP menggambar segitiga dan besar sudutnya seperti Gambar 1. 2.

Gambar 1.2 Hasil Pekerjaan Siswa pada Penelitian Fauzan (1996)

A B

C D

E F

G H

Gambar 1.1 Sudut BCD pada Kubus Kelihatan Besarnya Kurang dari


(16)

Contoh lainnya adalah ketika siswa disuguhkan gambar bentuk bangunan seperti Gambar 1.3, dan siswa diminta menggambar bangun tersebut yang dilihat tepat dari depan. Siswa yang diberi kode nama PRP melukis seperti Gambar 1.4.

atas

kiri

depan

Gambar 1.3 Soal yang Disuguhkan Kepada Siswa, Siswa Diminta Menggambar Bangun ini Jika Dilihat Tepat dari Depan (Fauzan, 1996)

Gambar 1.4 Hasil Pekerjaan Siswa Jika Bangun pada Gambar 1.3 Dilihat Tepat dari Depan

Fakta berikutnya adalah hasil penelitian Ryu, Yeong, dan Song (2007) yang menemukan dalam penelitiannya, dari 7 siswa berbakat matematika yang ditelitinya, 5 diantaranya mengalami kesulitan membayangkan obyek 3 dimensi dalam ruang yang digambarkan pada bidang datar. Kesalahan-kesalahan siswa yang ditemukannya antara lain adalah Ketergantungan siswa pada fakta visual, misalnya siswa X berfikir FE >CD karena FE = AB dan AB>CD. Sementara siswa Y berfikir EF lebih panjang dari CD karena adanya GF dan HE, sehingga CD = GH (Gambar 1.5)


(17)

Gambar 1. 5 Membandingkan Panjang Ruas Garis FE dengan Ruas Garis CD (Sumber: Ryu, Yeong, dan Song, 2007)

Dari beberapa fakta di atas, menunjukkan bahwa kemampuan spasial tidak dapat diabaikan oleh guru, bahkan harus mendapat penekanan lebih dalam proses belajar mengajar di sekolah. Sebagaimana yang pernah menjadi fokus penilaian oleh PISA (Programme for International Student Assessment) bahwa ada tiga domain penilaian yang setiap tiga tahun di tinjau ulang yaitu membaca, matematika dan science. Pada 2003 matematika merupakan domain penilaian utama PISA dan di dalamnya tercakup empat subdomain, yang salah satu diantaranya adalah kemampuan spasial siswa. Disamping topik kemampuan spasial yang perlu mendapat perhatian dengan sungguh-sungguh oleh para guru, yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana cara penyampaian topik tersebut kepada para siswa. Kemampuan spasial siswa yang rendah ini disebabkan oleh karena penekanan pembelajaran geometri oleh guru cenderung pada pemberian informasi yang sifatnya mekanis dan menghafal. Misalnya menentukan banyak rusuk kubus, menghitung luas bidang sisi, menghitung volum tanpa penekanan yang memadai pada aspek keruangan dari bangun geometri yang dipelajari (Fauzan, 1996). Topik yang penting namun kalau cara pengajarannya tidak menarik minat siswa, maka hasil pembelajaran yang diperoleh siswa tidak akan


(18)

maksimal. Oleh karena itu diperlukan suatu pendekatan pembelajaran yang tepat agar topik yang diajarkan guru mendapat perhatian sungguh-sungguh dari para siswanya sehingga mendapatkan hasil yang maksimal.

Pendekatan pembelajaran matematika realistik adalah pendekatan pengajaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang 'real' bagi siswa, menekankan ketrampilan 'proses of doing mathematics', berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri dan pada akhirnya menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik secara individu maupun kelompok. Pada pendekatan ini peran guru tak lebih dari seorang fasilitator, moderator atau evaluator sementara siswa berfikir, mengkomunikasikan penalarannya, Berkolaborasi menghargai pendapat orang lain.

Secara umum, pendekatan matematika realistik terdiri dari lima karakteristik yaitu: (1) penggunaan “konteks real” sebagai titik tolak belajar matematika; (2) penggunaan “model” yang menekankan penyelesaian secara informal sebelum menggunakan cara formal atau rumus; (3) mengaitkan sesama topik dalam matematika; (4) penggunaan metode interaktif dalam belajar matematika dan (5) menghargai variasi jawaban dan kontribusi siswa.

Anh Le (2006) dalam penelitiannya mengajar geometri di Middle School Vietnam yang menerapkan pembelajaran matematika realistik menemukan bahwa siswa terdorong untuk membangun pengetahuan mereka secara gradual dari informal ke formal. Keaktifan dan kreativitas siswa meningkat selama pembelajaran menggunakan Realistic Mathematics Education (RME).


(19)

Pembelajaran menggunakan RME memungkinkan siswa untuk “menemukan” kembali pengetahuan matematika dan sebahagian besar siswa aktif berpartisipasi dalam diskusi sesama mereka. Anh Le merekomendasikan untuk mempertimbangkan pengajaran geometri menggunakan RME di Vietnam. Berikutnya Anh Le melaporkan bahwa penggunaan pembelajaran RME di Vietnam secara signifikan meningkatkan prestasi matematika siswa, khususnya siswa di daerah perkotaan mempunyai prestasi lebih tinggi dari siswa di daerah pedesaan dan daerah terpencil. Pembelajaran menggunakan RME pada kelompok siswa berkemampuan rendah sangat dianjurkan, karena siswa berkesempatan untuk menggunakan matematika informal.

Arifin (2008) dalam penelitiannya di kelas IV Sekolah Dasar menemukan bahwa siswa yang mengikuti pembelajaran matematika realistik dengan strategi kooperatif mengalami peningkatan dalam hal motivasi berprestasi, kemampuan pemecahan masalah matematika, hasil belajar matematika, aktivitas dalam kegiatan belajar matematika dan ketuntasan belajar siswa dibandingkan jika siswa mengikuti pembelajaran secara konvensional.

Sulastri (2009) dalam penelitiannya di SMP se kabupaten Bandung menemukan bahwa siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan pendekatan pendidikan matematika realistik berkategori lebih baik dalam hal kemampuan komunikasi matematis, sikap positip terhadap pembelajaran matematika, keaktifan selama kegiatan pembelajaran berlangsung, dibandingkan jika siswa mengikuti pembelajaran biasa.


(20)

Eriadi (2008) dalam penelitiannya di SMP menemukan bahwa terdapat peningkatan kemampuan pemahaman geometri siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan pendekatan pendidikan matematika realistik. Demikian juga aktivitas dan respon siswa lebih baik jika mereka mengikuti pembelajaran menggunakan pendekatan pendidikan matematika realistik, dibandingkan jika mereka mengikuti pembelajaran secara konvensional.

Asmida (2009) dalam penelitiannya di SMP menemukan bahwa siswa yang mengikuti pembelajaran pendidikan matematika realistik mendapatkan hasil yang lebih baik dalam hal kemampuan penalaran matematis, peningkatan kemampuan komunikasi matematis, prestasi siswa (kelompok rendah, sedang dan tinggi) dan sikap positip terhadap matematika dibandingkan jika mereka mendapatkan pembelajaran biasa.

Hidayat (2009) dalam penelitiannya di SMP menemukan bahwa siswa yang diajar dengan pendekatan matematika realistik memperoleh hasil yang lebih baik dalam hal kemampuan komunikasi matematis, peningkatan kemandirian belajar matematika, keaktifan siswa, dibandingkan jika siswa mengikuti pembelajaran langsung.

Disamping diperlukan pendekatan pembelajaran yang tepat agar mendapatkan hasil pembelajaran yang maksimal, maka sarana dan prasarana mempunyai peran yang signifikan untuk meningkatkan kemampuan dan disposisi matematis siswa setelah suatu pembelajaran selesai dilaksanakan. Untuk meningkatkan kemampuan spasial dan disposisi matematis siswa dapat digunakan perangkat keras komputer dan perangkat lunak seperti geometri sketchpad dan


(21)

geometri cabri. Penggunaan komputer dapat membantu pembelajaran agar siswa mempunyai pemahaman dan penguasaan konsep yang tepat dari materi yang dipelajarinya. Tidak kalah pentingnya adalah meningkatkan disposisi matematis siswa.

Pertanyaannya adalah mengapa dengan disposisi matematis siswa? Apakah disposisi matematis siswa selama ini negatif? Sebagaimana diketahui bahwa beberapa tahun terakhir ini, setiap akhir pelaksanaan ujian nasional, selalu ditemukan masalah ketidakyakinan siswa terhadap kemampuannya sendiri. Ketika menghadapi ujian nasional siswa sangat cemas, terlebih jika menghadapi soal-soal matematika. Siswa tidak memiliki rasa percaya diri, mereka lebih percaya pada jawaban-jawaban yang diperolehnya secara instan melalui SMS dan cara-cara lain yang tidak lazim. Indikasi ini dapat dilihat dengan banyaknya kebocoran dan ketidakjujuran siswa pada setiap pelaksanaan ujian nasional. Hal ini sesuai dengan pendapat Jhonson (2006) yang mengemukakan bahwa siswa tidak gigih belajar matematika. Selain itu hasil penelitian dalam National Academy of Science (2006) banyak siswa yang tidak yakin dapat berhasil belajar matematika. Berita terbaru adalah pernyataan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia mengenai faktor penyebab menurunnya persentase kelulusan siswa pada ujian nasional 2010 yang antara lain disebabkan oleh kesadaran siswa yang rendah. Mardapi (2010) memperkuat pernyataan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia ini yang pada intinya menyatakan bahwa faktor penyebab menurunnya persentase kelulusan siswa pada ujian nasional 2010 selain karena kesadaran siswa yang rendah juga disebabkan karena rendahnya rasa percaya diri siswa.


(22)

Penelitian ini menawarkan suatu strategi pembelajaran untuk dapat meningkatkan disposisi matematis siswa yaitu dengan pembelajaran geometri berbantuan cabri-3D dengan pendekatan PMRI. Strategi ini dilakukan dengan alasan bahwa siswa dapat lebih aktif dan bebas menuangkan ide-idenya serta dapat menikmati pembelajaran matematika apabila pembelajaran tersebut dilaksanakan dengan bantuan komputer. Chacon (2008) mengemukakan bahwa siswa menunjukkan motivasi yang tinggi belajar metematika dengan bantuan komputer dan mereka menikmati situasi belajar dengan gembira. Gejala ini menunjukkan bahwa siswa mempunyai disposisi matematika yang baik. Selain itu Sulastri (2009) dan Asmida (2009) juga menemukan dalam penelitian mereka bahwa siswa bersikap positip mengikuti pendekatan pembelajaran matematika realistik.

Pembelajaran geometri berbantuan program cabri 3-D dilakukan dengan alasan bahwa lebih 50% siswa memandang matematika sebagai pelajaran hafalan (Schackow, 2005) Selain itu Olson (dalam Schackow, 2005) mengemukakan kebanyakan siswa kelas geometri tidak menyenangi matematika dan 40% dari mereka frustrasi. Sedangkan Tobias (dalam Johnson, 2006) menyatakan siswa paranoid dan cemas pada matematika. Dengan pembelajaran geometri berbantuan cabri 3D siswa dapat memanipulasi sendiri bangun ruang geometri pada layar monitor komputernya, siswa dapat memutar atau membalik gambar sekehendaknya. Kegiatan ini jelas tidak mengharuskan siswa menghafal. Siswa belajar dengan pemahaman yang dibentuk dari pengalaman mereka memanipulasi gambar bangun geometri tersebut sekehendak mereka. Tabel 1.1 menunjukkan


(23)

hubungan antara kemampuan spasial dan aktivitas pembelajaran yang dilakukan menggunakan komputer khususnya memanfaatkan program cabri-3D.

Tabel 1.1.

Keterkaitan Antara Kemampuan Spasial dan Program Cabri-3D No. Indikator Kemampuan

Spasial

Aktivitas Pembelajaran yang Dilakukan Menggunakan Program

Cabri-3D 1. Mampu membayangkan

po-sisi suatu obyek geometri sesudah obyek geometri itu mengalami rotasi, refleksi, atau dilatasi

Gambar bangun geometri dapat diputar, diseret, dicerminkan, atau dibalik pada bidang lukis di layar monitor komputer.

2. Mampu membandingkan kai-tan hubungan logis dari unsur-unsur suatu bangun geometri ruang

a. Panjang 2 diagonal ruang bangun geometri dapat dibandingkan dengan memberi label ukuran panjang masing-masing diagonal itu

b. Besar 2 sudut pada bidang sisi tertentu dari bangun geometri ruang dapat dibandingkan dengan memberi label besar sudut masing-masing. 3. Mampu menduga secara

akurat bentuk sebenarnya dari bangun geometri ruang yang dipandang dari sudut pandang tertentu.

Bentuk sebenarnya suatu bangun ruang geometri dapat dikonfirmasi di layar monitor dengan cara memutar gambarnya sesuai dengan sudut pandang yang ditentukan

4. Mampu menentukan obyek yang cocok pada posisi tertentu dari sederetan obyek bangun geometri ruang.

Di layar monitor dapat dilukis sederetan bangun geometri ruang, siswa diminta menentukan bangun geometri ruang yang cocok pada urutan berikutnya.

5. Mampu mengkonstruksi mo-del yang berkaitan dengan suatu obyek geometri ruang

Dibidang gambar layar monitor dapat dikonstruksi gambar obyek geometri ruang secara tiga dimensi

6. Mampu merepresentasikan model-model bangun geome-tri yang digambar pada bi-dang datar

Dengan menggunakan cabri-3D, gambar 3 dimensi dapat direpresentasikan seperti gambar pada bidang datar.

7. Mampu menemukan obyek sederhana yang dilekatkan dalam Gambar yang lebih kompleks

Di layar monitor komputer dapat di gambar berbagai bangun geometri, sehingga dapat digambarkan secara coba dan coba lagi sehingga didapat gambar yang lebih tepat.


(24)

Selain itu manipulasi dengan program cabri-3D lebih menguntungkan dari pada manipulasi secara phisik. Keuntungannya antara lain: (a) Perubahan gambar dari satu posisi ke posisi lain, dapat diulang-ulang (b) Memungkinkan siswa merekam konfigurasi dan potongan-potongan gerak dan (c) Secara dinamis mengkaitkan representasi berbeda dari objek yg sama. Clements dan Millen (dalam Karakirik: 2005).

Sedangkan Facione (2000) mengemukakan bahwa teknologi memungkinkan siswa menemukan sendiri konjektur, dan pada saat yang sama membantu siswa meningkatkan level berfikir mereka dalam geometri. Selain itu Ruseffendi (2008), mengemukakan sentralnya pengajaran matematika adalah pemecahan masalah dan yang kedua adalah memanfaatkan hasil-hasil teknologi canggih seperti kalkulator dan komputer. Di The Ohio State University di Colombus, selain kalkulator anak-anak belajar geometri dengan komputer melalui program LOGO. Sedangkan Chacon (2008) mengemukakan dengan bantuan komputer siswa menunjukkan motivasi yang tinggi dan menikmati situasi belajar dengan gembira.

Pada akhir-akhir ini penggunaan komputer sebagai alat bantu pembelajaran tidak dapat diabaikan.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka akan dilakukan suatu penelitian yang berjudul: Meningkatkan Kemampuan Spasial dan Disposisi Matematis Siswa SMP dengan Pendekatan PMRI pada Pembelajaran Geometri Berbantuan Komputer.


(25)

Penelitian ini menggunakan pendekatan PMRI, karena dengan pendekatan PMRI siswa berkesempatan membuat, memanipulasi dan merekayasa model yang konteks dengan permasalahan yang dihadapinya. Misalnya jika siswa diberikan permasalahan membuat model bak air berbentuk kubus. Maka pada proses pemodelan dalam PMRI siswa dapat membuat model kotak berbentuk kubus terbuat dari karton dengan berbagai ukuran.

Namun demikian ketika siswa diminta menggambar kotak tersebut pada lembar kertasnya atau dipapan tulis banyak siswa mengalami kesulitan. Karena kotak model yang dibuatnya berbentuk kubus tetapi ketika digambar pada bidang datar bentuknya tidak seperti model kubus yang dipegangnya.

Sebenarnya proses peralihan dari Gambar 1.6 (Model kotak berbentuk kubus terbuat dari karton) ke Gambar 1.7 (Gambar kotak model yang digambar pada bidang datar) dapat dijembatani oleh gambar bangun ruang secara tiga dimensi menggunakan program Cabri-3D. Gambar tiga dimensi di layar monitor tersebut dapat dibalik, diputar atau dimanipulasi sekehendak siswa. Hal ini dapat meyakinkan siswa bahwa gambar tiga dimensi tersebut memang benar-benar merupakan representasi bangun benda ruang asli.

A B

C D

E F

G H

Gambar 1.6 Model Kotak Berbentuk Kubus Terbuat dari Karton


(26)

Dengan mencermati gambar tiga dimensi tersebut siswa diharapkan dapat melukiskan bangun ruang itu pada bidang datar dua dimensi yaitu di kertas buku tulisnya atau di papan tulis.

Proses perubahan tampilan dari model kotak berbentuk kubus terbuat dari karton yang selanjutnya direpresentasikan dengan gambar kubus secara tiga dimensi di layar monitor komputer dan kemudian dapat direpresentasikan pada bidang dua dimensi akan memudahkan siswa memahaminya, sehingga tidak terdapat lompatan proses berfikir siswa dari bangun model kotak berbentuk kubus terbuat dari karton yang berdimensi 3 langsung ke gambar bangun ruang tersebut pada bidang dua dimensi. Hal ini merupakan masalah utama selama ini, dimana siswa mengalami kesulitan memahami bangun ruang tiga dimensi yang digambarkan pada bidang dua dimensi. Proses peralihan representasi bangun ruang tiga dimensi ke representasi gambar 2 dimensi tersebut dapat digambarkan seperti pada Gambar 1. 8.

Gambar 1. 8 Proses Peralihan Representasi Bangun Ruang Tiga Dimensi Menjadi Representasi Gambar Dua Dimensi

A B

C D

E F

G H

a) Model Kubus Terbuat b) Gambar Kubus Tiga Dimensi c) Gambar Kubus

Dari Karton Dapat Diputar atau Dibalik Dilukis pada Bidang Datar di Layar Monitor Komputer


(27)

B. Pembatasan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang masalah, kelemahan-kelemahan siswa yang ditemukan oleh Fauzan (1996) dan hasil penelitian Ryu, Yeong, dan Song (2007) yang pada intinya menemukan bahwa siswa mengalami kesulitan membayangkan obyek tiga dimensi dalam ruang yang digambarkan pada bidang datar serta ketergantungan siswa pada fakta visual. Maka masalah penelitian ini dibatasi pada kemampuan spasial siswa yang berasal dari stimulus secara visual. Hal ini sesuai dengan Sobanski (2002) yang mengklasifikasikan persentase orang belajar melalui pancainderanya. Sobanski mengemukakan bahwa orang belajar melalui indera perasa (3%), penciuman (3%), sentuhan (6%), suara (13 %), dan penglihatan (75%).

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah di atas, terdapat beberapa aspek yang menjadi perhatian dan kajian dalam penelitian ini. Aspek-aspek tersebut antara lain adalah pembelajaran geometri berbantuan komputer khususnya program cabri-3D dengan pendekatan PMRI. Selain itu dikaji secara mendalam peningkatan kemampuan spasial siswa setelah mendapat pembelajaran geometri berbantuan komputer khususnya program cabri-3D dengan pendekatan PMRI. Kajian memperhatikan aspek lainnya yaitu disposisi matematis siswa, kemampuan awal matematika siswa (tinggi, menengah, dan rendah), pendekatan pembelajaran secara konvensional, kategori sekolah (baik dan sedang). Rumusan utama penelitian ini adalah: Apakah penerapan pembelajaran geometri berbantuan


(28)

komputer khususnya program cabri-3D dengan pendekatan PMRI dapat meningkatkan kemampuan spasial dan disposisi matematis siswa.

Rumusan masalah utama dalam penelitian ini dapat diuraikan dalam rumusan yang lebih rinci sebagai berikut:

1. Apakah terdapat peningkatan kemampuan spasial siswa yang mendapat pembelajaran geometri berbantuan komputer khususnya program cabri-3D dengan pendekatan PMRI ditinjau dari aspek: a) pendekatan pembelajaran b) kategori sekolah (baik, sedang) c) kemampuan awal matematika siswa (tinggi, menengah, rendah).

2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan spasial siswa yang mendapat pembelajaran geometri berbantuan komputer khususnya program cabri-3D dengan pendekatan PMRI dan yang mendapat pembelajaran secara konvensional ditinjau dari aspek: a) pendekatan pembelajaran b) kategori sekolah (baik, sedang) c) kemampuan awal matematika siswa (tinggi, menengah, rendah).

3. Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dan kategori sekolah terhadap peningkatan kemampuan spasial siswa

4. Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dan kemampuan awal matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan spasial siswa

5. Apakah terdapat peningkatan disposisi matematis siswa yang mendapat pembelajaran geometri berbantuan komputer khususnya program cabri-3D dengan pendekatan PMRI ditinjau dari aspek: a) pendekatan pembelajaran b)


(29)

kategori sekolah (baik, sedang) c) kemampuan awal matematika siswa (tinggi, menengah, rendah).

6. Apakah terdapat perbedaan peningkatan disposisi matematis siswa yang mendapat pembelajaran geometri berbantuan komputer khususnya program cabri-3D dengan pendekatan PMRI dan yang mendapat pembelajaran secara konvensional ditinjau dari aspek: a) pendekatan pembelajaran b) kategori sekolah (baik, sedang) c) kemampuan awal matematika siswa (tinggi, menengah, rendah).

7. Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dan kategori sekolah terhadap peningkatan disposisi matematis siswa

8. Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dan kemampuan awal matematika siswa terhadap peningkatan disposisi matematis siswa D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang diuraikan di atas, tujuan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui rata-rata peningkatan kemampuan spasial siswa setelah pembelajaran geometri berbantuan komputer khususnya program cabri-3D dengan pendekatan PMRI

2. Untuk mengetahui rata-rata peningkatan kemampuan spasial siswa yang lebih tinggi ditinjau dari pendekatan pembelajaran, kategori sekolah, kemampuan awal matematika siswa.

3. Untuk mengetahui efek interaksi antara pendekatan pembelajaran dan kategori sekolah terhadap kemampuan spasial siswa


(30)

4. Untuk mengetahui efek interaksi antara pendekatan pembelajaran dan kemampuan awal matematika terhadap kemampuan spasial siswa

5. Untuk mengetahui rata-rata peningkatan disposisi matematis siswa setelah pembelajaran geometri berbantuan komputer khususnya program cabri-3D dengan pendekatan PMRI

6. Untuk mengetahui rata-rata peningkatan disposisi matematis siswa yang lebih tinggi ditinjau dari pendekatan pembelajaran, kategori sekolah, kemampuan awal matematika siswa.

7. Untuk mengetahui efek interaksi antara pendekatan pembelajaran dan kategori sekolah terhadap disposisi matematis siswa

8. Untuk mengetahui efek interaksi antara pendekatan pembelajaran dan kemampuan awal matematika terhadap disposisi matematis siswa

E. Manfaat Penelitian

Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat diperoleh manfaat antara lain:

1. Para guru di sekolah menengah pertama dapat mempertimbangkan penekanan pembelajaran geometri pada aspek pemahaman keruangan dengan memanfaatkan teknologi komputer khususnya menggunakan software program cabri-3D menggunakan pendekatan PMRI.

2. Sebagai sumbangan pemikiran memperkaya khasanah pembelajaran matematika khususnya untuk peningkatan kemampuan spasial melalui pembelajaran geometri berbantuan komputer khususnya program Cabri-3D dengan pendekatan PMRI.


(31)

F. Definisi Operasional

Agar tidak terjadi perbedaan interpretasi dalam menterjemahkan istilah-istilah pada penelitian ini maka istilah-istilah-istilah-istilah tersebut didefinisikan terlebih dahulu sebagai berikut:

1. Kemampuan Spasial

Kemampuan spasial yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa membayangkan, membandingkan, menduga, menentukan, mengkonstruksi, merepresentasikan dan menemukan informasi dari stimulus visual dalam konteks keruangan. Indikator-indikatornya adalah sebagai berikut: 1) Mampu membayangkan posisi suatu obyek geometri sesudah obyek geometri

itu mengalami rotasi, refleksi atau dilatasi. Misalnya membayangkan posisi bidang ABFE jika kubus ABCDEFGH dirotasi 900 searah gerak jarum jam pada sumbu m

2) Mampu membandingkan kaitan hubungan logis dari unsur-unsur suatu bangun ruang misalnya membandingkan panjang dua segmen garis dalam suatu bangun ruang seperti gambar 1. 10.

E

A

F

B H

G

C D

m


(32)

Gambar 1. 10 Membandingkan Panjang Segmen Garis CE dan DF

3) Mampu menduga secara akurat bentuk sebenarnya dari bangun ruang geometri yang dipandang dari sudut pandang tertentu. misalnya seperti ditunjukkan pada Gambar 1. 11.

Gambar 1. 11 Bangun Geometri RuangDilihat Tepat dari Atas

4) Mampu menentukan obyek yang cocok pada posisi tertentu dari sederetan obyek bangun geometri ruang, misalnya seperti ditunjukkan pada Gambar 1. 12.

Gambar 1. 12 Menentukan Tiga Bangun Geometri Ruang yang Cocok pada Urutan Berikutnya.

5) Mampu mengkonstruksi model yang berkaitan dengan suatu obyek geometri ruang. Misalnya mampu membuat model kubus, atau balok, atau kerucut, atau prisma yang terbuat dari karton, atau model dalam bentuk rumus untuk menentukan luas bidang sisi bangun ruang, atau bentuk rumus untuk menentukan volum bangun ruang (dikenal sebagai “model for” pada PMRI).

E

A B

F

H G

C D

B C D

A

T


(33)

6) Mampu merepresentasikan model-model bangun geometri yang digambarkan pada bidang datar. Misalnya siswa dapat menggambar kubus atau limas pada kertas buku tulisnya atau di papan tulis.

7) Mampu menemukan obyek sederhana yang dilekatkan dalam gambar yang lebih kompleks, misalnya seperti ditunjukkan pada Gambar 1.13.

(a) (b) (c) (d) (e) (f) Gambar 1. 13 Obyek Sederhana yang Dapat Ditemukan pada Gambar

Sebelah Kanan. (Sumber: Linn dan Petersen dalam National Academy of Science (2006)

2. Disposisi Matematis

Disposisi Matematis adalah kecenderungan untuk berfikir, bersikap dan berbuat yang positip terhadap matematika. Karakteristiknya adalah:

1) Menunjukkan sikap percaya diri dalam belajar matematika (Confidence) 2) Menunjukkan kegigihan dalam menyelesaikan permasalahan matematika

(Perseverance)

3) Menunjukkan fleksibilitas dalam mengeksplorasi ide-ide matematika (Flexibility)

4) Menunjukkan rasa keingintahuan yang tinggi dalam belajar matematika (Curiosity, Interest)

5) Dapat menerapkan matematika dalam kehidupan sehari-hari (Application) 6) Menunjukkan refleksibilitas untuk memonitor belajar geometri


(34)

7) Menunjukkan sikap kooperatif dan penghargaan terhadap orang lain dalam

belajar matematika (Appreciation) (di modifikasi dari NCTM,1989)

3. Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia

Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu pendekatan pembelajaran matematika sekolah yang mengutamakan realitas dan pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran. Pendidikan matematika realistik berorientasi pada karakteristik antara lain: (1) menggunakan konteks “dunia nyata” (2) menggunakan model-model (3) menggunakan produksi dan konstruksi (4) menggunakan interaktif antar siswa-guru (5) menggunakan keterkaitan.

4. Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran Konvensional yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu pembelajaran yang saat ini lazim diterapkan para guru di depan kelas. Pada awal pertemuan guru berceramah menjelaskan topik dan inti materi pembelajaran, memberi latihan, tanya jawab seperlunya, memberikan drill dan tugas pekerjaan rumah. Rutinitas ini berlangsung terus tanpa membedakan materi bahasan dan tingkat kecerdasan siswa yang tidak sama.


(35)

BAB III

METODE PENELITIAN A.Disain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen quasi yang menerapkan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI). Pendekatan PMRI diterapkan pada pembelajaran geometri berbantuan program cabri-3D. Disain penelitian adalah 2x2x3 (2 pendekatan pembelajaran yaitu pendekatan pembelajaran PMRI dan pendekatan pembelajaran konvensional, 2 kategori sekolah yaitu kategori baik dan kategori sedang, dan 3 kelompok kemampuan awal matematika (KAM) siswa yaitu kelompok KAM tinggi, kelompok KAM menengah, dan kelompok KAM rendah. Kategori sekolah ditentukan berdasarkan ranking SMP/MTS pada Nilai Ujian Nasional Tahun Pelajaran 2008/2009.

Ranking SMP/MTS yang dimaksud di atas disusun oleh Pusat Penilaian Pendidikan-Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional 2009. Ranking sekolah disusun berdasarkan nilai matematika siswa dari 342 SMP/MTS di kota Medan. Semua sekolah di atas, dibagi atas 4 kategori sekolah yaitu sekolah dengan kategori sangat baik, baik, sedang dan kurang. Selanjutnya dipilih dua sekolah yaitu satu sekolah berkategori baik, dan satu sekolah berkategori sedang. Dari masing-masing sekolah dipilih dua kelas, satu kelas sebagai kelas eksperimen dan satu kelas lagi sebagai kelas kontrol. Siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dibagi atas tiga kelompok yaitu kelompok KAM tinggi, kelompok KAM menengah dan kelompok KAM rendah.


(36)

Pembagian kelompok KAM siswa didasarkan pada nilai matematika pada rapor semester 3.

Sebelum pembelajaran dilaksanakan, pada kelas eksperimen maupun pada kelas kontrol diberikan pretes kemampuan spasial (KS) dan skala disposisi matematis (DM) siswa. Selanjutnya kelas eksperimen diberikan perlakuan pembelajaran geometri berbantuan program cabri-3D dengan pendekatan PMRI (PG-PMRI), sedangkan pada kelas kontrol diberikan pembelajaran geometri secara konvensional (P-KV) (tidak diberikan perlakuan pembelajaran secara khusus). Di akhir rangkaian pembelajaran pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol diberikan postes. Penelitian ini termasuk disain kelompok kontrol pretes-postes (pretest-posttest-control group design) (Ruseffendi, 2005: 50) seperti berikut:

O1 X1 O2 O1 O2

X1 adalah pembelajaran dengan PG-PMRI O1 adalah pretes

O2 adalah postes O1 setara O2

Penelitian ini melibatkan variabel bebas dan variabel tak bebas. Variabel bebasnya adalah pembelajaran (PG-PMRI dan P-KV). Variabel tak bebasnya adalah KS dan DM siswa. Selain melibatkan dua jenis variabel di atas, penelitian ini juga melibatkan kategori sekolah yaitu sekolah kategori baik dan sekolah kategori sedang. Selain itu kelompok KAM juga diperhatikan. Siswa pada masing-masing sekolah dikelompokkan atas kelompok KAM tinggi, kelompok KAM menengah dan kelompok KAM rendah. Tabel 3.1 menunjukkan keterkaitan


(37)

antara pendekatan pembelajaran, KS, kategori sekolah dan kelompok KAM siswa. Sedangkan Tabel 3.2 menunjukkan keterkaitan antara pendekatan pembelajaran, DM siswa, kategori sekolah dan KAM siswa.

Tabel 3.1.

Keterkaitan antara Pendekatan Pembelajaran, KS, Kategori Sekolah dan KAM Siswa

Pendekatan

Pembelajaran PG-(P) PMRI P-KV (K)

Kategori Sekolah

Kelompok

KAM

Siswa

Baik (B)

Sedang (S)

Total (T)

Baik (B)

Sedang (S)

Total (T)

Tinggi (T) KS-BTP KS-STP KS-TTP KS-BTK KS-STK KS-TTK

Menengah (M) KS-BMP KS-SMP KS-TMP KS-BMK KS-SMK KS-TMK

Rendah (R) KS-BRP KS-SRP KS-TRP KS-BRK KS-SRK KS-TRK

KS-BP KS-SP KS-TP KS-BK KS-SK KS-TK

KS-P KS-K

Keterangan:

KS-BP : Kemampuan spasial siswa berasal dari sekolah kategori baik yang memperoleh pembelajaran PG-PMRI

KS-SP : Kemampuan spasial siswa berasal dari sekolah kategori sedang yang memperoleh pembelajaran PG-PMRI

KS-BK : Kemampuan spasial siswa berasal dari sekolah kategori baik yang memperoleh pembelajaran geometri secara konvensional (P-KV) KS-TK : Kemampuan spasial siswa berasal dari sekolah kategori sedang yang


(38)

Tabel 3.2

Keterkaitan antara Pendekatan Pembelajaran, DM, Kategori Sekolah dan Kelompok KAM Siswa

Pendekatan

Pembelajaran PG-(P) PMRI P-KV (K)

Kategori Sekolah

Kelompok

KAM

Siswa

Baik (B)

Sedang (S)

Total (T)

Baik (B)

Sedang (S)

Total (T)

Tinggi (T) DM-BTP DM-STP DM-TTP DM-BTK DM-STK DM-TTK

Menengah (M)

DM-BMP DM-SMP

DM-TMP

DM-BMK DM-SMK DM-TMK

Rendah (R) DM-BRP DM-SRP DM-TRP DM-BRK DM-SRK DM-TRK

DM- BP DM-SP DM-TP DM-BK DM-SK DM-TK

DM-P DM-K

Keterangan:

DM-BP : Disposisi matematis siswa berasal dari sekolah kategori baik yang memperoleh pembelajaran PG-PMRI

DM-SP : Disposisi matematis siswa berasal dari sekolah kategori sedang yang memperoleh pembelajaran PG- PMRI

DM-BK : Disposisi matematis siswa berasal dari sekolah kategori baik yang memperoleh pembelajaran P-KV

DM-SK : Disposisi matematis siswa berasal dari sekolah kategori sedang yang memperoleh pembelajaran P-KV

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian ini adalah siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) di kota Medan. Ditetapkannya populasi ini dengan alasan bahwa siswa pada jenjang SMP berada pada masa transisi antara tahap berfikir konkrit dan tahap berfikir formal. Pada tahap ini kemampuan spasial sangat dibutuhkan untuk memperkuat bekal siswa memasuki tahap berfikir formal di SMA dan Perguruan Tinggi.


(39)

Sampel penelitian adalah siswa SMP kelas VIII. Dipilih kelas VIII karena pada kelas VIII ini siswa SMP baru saja melampaui kelas VII yang pada umumnya pada kelas VII ini siswa masih berada dalam tahap berfikir konkrit. Ini sesuai dengan teori perkembangan kognitif dari Piaget yang mengemukakan bahwa tahap operasi konkrit (umur dari sekitar 7 tahun sampai sekitar 11-12 tahun atau lebih) ( Ruseffendi, 2006: 134). Pada kelas VIII secara bertahap cara berfikir siswa beralih ketahap berfikir formal. Pada masa kelas VIII inilah terjadinya masa transisi peralihan tahap berfikir siswa dari tahap berfikir konkrit ke tahap berfikir formal.

Kemampuan spasial membutuhkan abstraksi berfikir siswa, yaitu berfikir tentang obyek matematika yang tidak terlihat secara visual. Siswa dapat merepresentasi dan memanipulasi obyek geometri secara utuh dengan imajinasi mental mereka. Oleh karena itu pada kelas VIII ini adalah masa yang paling tepat untuk memberikan pembelajaran yang terkait dengan kemampuan spasial siswa. Selain itu pertimbangan lain mengapa kelas VIII SMP ditetapkan sebagai sampel penelitian adalah terdapatnya sejumlah topik geometri yang cocok diberikan dengan menggunakan pendekatan pembelajaran PMRI. Topik geometri tersebut juga cocok diajarkan dengan menggunakan komputer berbantuan program cabri-3D.

Sampel penelitian ditentukan menggunakan teknik sampel berstrata. Berdasarkan hasil UN SMP/MTS di kota Medan yang dipublikasikan oleh Pusat Penilaian Pendidikan-Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional 2009. Ada 342 SMP/MTS di kota Medan yang telah


(40)

diranking berdasarkan nilai matematika yang diperoleh siswa masing-masing sekolah. 342 sekolah di atas, dibagi atas 4 kategori sekolah yaitu sekolah dengan kategori sangat baik, baik, sedang dan kurang baik. Selanjutnya dipilih dua sekolah yaitu satu sekolah berkategori baik, dan satu sekolah berkategori sedang. Dalam penelitian ini tidak dipilih sekolah dengan kategori sangat baik, karena siswa yang berasal dari sekolah berkategori sangat baik hasil belajarnya cenderung akan baik dan baiknya itu bisa terjadi bukan akibat baiknya pembelajaran yang dilakukan (Darhim, 2004: 64). Demikian juga sampel tidak dipilih dari sekolah berkategori kurang baik karena siswa yang berasal dari sekolah berkategori kurang baik hasil belajarnya cenderung kurang baik dan kurang baiknya itu bisa terjadi bukan akibat kurang baiknya pembelajaran yang dilakukan (Darhim, 2004: 64). Tabel 3.3 menunjukkan posisi ranking sekolah yang terpilih sebagai sampel penelitian ini. Sedangkan Tabel 3.4 menunjukkan kelas eksperimen dan kelas kontrol sebagai sampel penelitian.

Tabel 3.3.

Posisi Ranking Sekolah Sampel Penelitian Ranking Sekolah

Berdasarkan Nilai Matematika Siswa

Kategori Sekolah

Sekolah Sampel

Banyaknya Sekolah Ranking

1 – 85 Sangat Baik -

86 – 171 Baik 1 107

172 – 257 Sedang 1 180

258 – 342 Kurang -

Tabel 3.4.

Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Sebagai Sampel Penelitian No. Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

1. Kelas VIII/C Kelas VIII/B 2. Kelas VIII/5 Kelas VIII/4


(41)

Dari sekolah kategori baik dan sedang, masing-masing dipilih secara acak dua kelas sebagai kelas subyek penelitian, satu kelas sebagai kelas eksperimen dan satu kelas lagi sebagai kelas kontrol. Siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dibagi atas tiga kelompok yaitu kelompok KAM tinggi, menengah dan rendah. Pengelompokan berdasarkan nilai matematika (n) rapor semester 3, nilai ini telah dikonfirmasi kepada guru matematika pada kelas terpilih. Pengelompokan ini dilakukan agar semua jenjang kemampuan siswa terwakili dalam sampel. Kriteria pengelompokan adalah sebagai berikut: n + s : Kelompok KAM tinggi

- s ≤ n < + s : Kelompok KAM menengah n < - s : Kelompok KAM rendah keterangan: n : nilai rapor semester 3

: nilai rata-rata kelas rapor semester 3 s : simpangan baku nilai rapor semester 3

Tabel 3.5 menunjukkan komposisi siswa yang masuk dalam kelompok KAM tinggi, menengah dan rendah.

Tabel 3.5.

Banyaknya Siswa yang Masuk Kelompok KAM Tinggi, Menengah, dan Rendah

Kelompok Siswa

Kategori Sekolah

Jumlah

Baik Sedang

Kls VIII/B

Kls. VIII/C

Kls. VIII/4

Kls. VIII/5

KAM Tinggi 4 4 5 7 20

KAM Menengah 31 30 32 28 121

KAM Rendah 1 2 3 5 11


(42)

C. Instrumen Penelitian dan Pengembangannya

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ada dua jenis yaitu tes dan non tes. Instrumen tes digunakan untuk mengukur kemampuan spasial siswa, sedangkan instrumen non tes berbentuk skala angka 1 sampai dengan 5 digunakan untuk mengetahui disposisi matematis siswa sebelum pembelajaran maupun sesudah pembelajaran, lembar observasi, dan pedoman wawancara.

1. Tes Kemampuan Spasial

Tes kemampuan spasial digunakan untuk mengukur kemampuan spasial siswa setelah selesai pembelajaran geometri berbantuan program cabri-3D dengan pendekatan PMRI. Sebelum perangkat tes digunakan terlebih dahulu perangkat tes divalidasi untuk mengetahui validitas isi dan validitas mukanya. Validasi isi dan validasi muka dilaksanakan dengan memberikan perangkat pembelajaran kepada ahlinya untuk ditelaah. Validitas isi dan validitas muka melibatkan 5 orang penimbang yang terdiri dari seorang mahasiswa S3 Pendidikan Matematika UPI dan 4 orang guru matematika SMP yang telah berpengalaman mengajar matematika di SMP.

Unsur-unsur dari validasi isi adalah (1) Butir soal sesuai dengan indikator, (2) Isi materi sesuai dengan tujuan penilaian (3) Isi materi yang ditanyakan sesuai dengan jenjang, jenis sekolah dan tingkat kelas (4) Butir soal tidak tergantung pada butir sebelumnya dan (5) Tabel, grafik, diagram, kasus, atau yang sejenisnya bermakna (jelas keterangannya atau ada hubungannya dengan masalah yang ditanyakan.


(43)

Unsur-unsur validasi muka adalah (1) Rumusan kalimat dalam bentuk kalimat tanya atau perintah yang menuntut jawaban (2) Ada petunjuk yang jelas cara mengerjakan/ menyelesaikan soal (3) Rumusan kalimat komunikatif (4) Kalimat menggunakan bahasa yang baik, serta sesuai dengan ragam bahasanya (5) Rumusan kalimat tidak menimbulkan penafsiran ganda atau salah pengertian (6) Menggunakan bahasa/kata yang umum (bukan bahasa lokal) dan (7) Soal tidak mengandung kata-kata yang dapat menyinggung perasaan siswa.

Untuk melihat keseragaman penilaian dari kelima penimbang apakah mereka memberikan pertimbangannya secara seragam pada validasi isi dan validasi muka digunakan statistik Q-Cochran dengan hipotesis statistik:

H0 : Semua penimbang memberi pertimbangan yang seragam

H1 :Ada penimbang yang memberi pertimbangan tidak sama, dengan kriteria pengujian: jika probabilitas > 0,05 maka tidak ada alasan untuk menolak H0.

Tabel 3.6 menunjukkan hasil pertimbangan validasi isi dengan menggunakan statistik Q-Cochran. Sedangkan Tabel 3.7 menunjukkan pertimbangan validasi muka.

Tabel 3.6

Hasil Pertimbangan Validasi Isi Tes KS

.n 20

Q-Cochran’s 3,333

.df 19


(44)

Pada Tabel 3.6 probabilitas sig = 0,504 lebih besar dari 0,05. Ini bermakna pada taraf keyakinan 95% tidak ada alasan menolak H0. Dengan demikian disimpulkan bahwa kelima penimbang memberikan pertimbangan yang seragam dari aspek validasi isi terhadap butir-butir tes KS. Demikian juga pada Tabel 3.7 probabilitas sig = 0,171 lebih besar dari 0,05. Ini bermakna pada taraf signifikansi 95% tidak ada alasan menolak H0. Dengan demikian disimpulkan bahwa kelima penimbang memberikan pertimbangan yang seragam dari aspek validasi muka terhadap butir-butir tes KS.

Tabel 3.7.

Hasil Pertimbangan Validasi Muka Tes KS

.n 20

Q-Cochran’s 6,400

.df 19

Sig 0,171

Dari hasil validasi dari aspek validasi isi dan validasi muka oleh para penimbang terlihat bahwa semua penimbang memberikan pertimbangan secara seragam, Tidak ada saran substansial dari para penimbang yang memerlukan perombakan besar dari naskah tes KS yang telah disusun, walaupun ada beberapa catatan dari para penimbang, namun catatan tersebut bersifat revisi ringan yang pada umumnya menyangkut kesalahan ketik dan tata letak. Selanjutnya dilakukan Ujicoba di kelas VIII/B pada salah satu SMP di Medan yang tidak termasuk sampel penelitian. Para siswa sebelumnya telah menerima pembelajaran geometri berbantuan program cabri-3D dengan pendekatan PMRI. Ujicoba dilaksanakan untuk melihat validitas dan reliabilitas tiap butir soal. Penskoran terhadap jawaban


(45)

siswa pada ujicoba mengikuti kriteria penskoran yang dimodifikasi dari Facione (1994) seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3.8.

Tabel 3.8.

Pedoman Penskoran Jawaban Siswa pada Ujicoba Tes KS Indikator yang Diukur Nomor

Soal

Kriteria

Penskoran skor

Skor Maksimum

Mampu membayangkan posisi suatu obyek geometri sesudah obyek geometri itu mengalami rotasi, refleksi atau dilatasi. 1a,1b • Tidak menjawab sama sekali, atau jawaban salah 0 4 • Jawaban benar, tanpa alasan, atau alasan salah 1

• Jawaban benar

dan alas an benar

2

Mampu membandingkan kaitan hubungan logis dari unsur-unsur suatu bangun ruang. 10, 15 • Tidak menjawab sama sekali, atau jawaban salah 0 4

• Jawaban benar

,tanpa alasan, atau alasan salah

1

• Jawaban benar

dan alas an benar

2

Mampu menduga secara akurat bentuk suatu obyek dipandang dari sudut pandang tertentu 2,3,4,16 • Tidak menjawab sama sekali, atau jawaban salah 0 8

• Jawaban benar

,tanpa alasan, atau alasan salah

1

• Jawaban benar

dan alas an benar 2 17 • Tidak meggambar sama sekali atau gambar salah semua 0 4 • Menggambar satu lukisan dan benar 1


(46)

• Menggambar dua lukisan dan benar 2 • Menggambar tiga lukisan dan benar 3 • Menggambar

empat lukisan dan benar 4 18,19,20 • Tidak meggambar sama sekali, atau gambarnya salah 0 6 • Menggambar satu lukisan dan benar 1 • Menggambar dua lukisan dan benar 2

Mampu menentukan obyek yang cocok pada posisi tertentu dari sederetan obyek bangun geometri ruang

12a, 12b, 14a, 14b • Tidak menjawab sama sekali, atau jawaban salah 0 8

• Jawaban benar

,tanpa alasan, atau alasan salah

1

• Jawaban benar

dan alas an benar

2

Mampu mengkonstruksi model yang berkaitan dengan suatu obyek geometri ruang. 6a • Tidak meggambar sama sekali, atau gambarnya salah 0 1 • Menggambar

dan benar 1

5, 6b, 6c, 7 • Tidak menjawab sama sekali, atau jawaban salah 0 8 • Menuliskan hasil akhir langsung dan benar, tanpa proses 1 • Menuliskan proses pencarian 2


(47)

jawab dan jawaban benar

Mampu merepresentasikan model-model bangun geometri yang digambarkan pada bidang datar.

8, 11 • Tidak meggambar sama sekali, atau gambarnya salah 0 4 • Menggambar satu lukisan dan benar 1 • Menggambar dua lukisan dan benar 2

Mampu menemukan obyek sederhana yang dilekatkan dalam gambar yang lebih kompleks 9 • Tidak menjawab sama sekali atau jawaban salah semua 0 4 • Menebalkan hanya satu Gambar dan benar 1 • Menebalkan dua Gambar dan benar 2 • Menebalkan tiga Gambar dan benar 3 • Menebalkan empat Gambar dan benar 4 13 • Tidak menjawab sama sekali atau jawaban salah semua 0 3 • Mengarsir hanya satu Gambar dan benar 1

• Mengarsir dua

Gambar dan benar

2

• Mengarsir tiga

Gambar dan benar

3 Skor Maksimal Ideal adalah 54


(48)

Validitas soal tes KS diukur menggunakan rumus korelasi product moment Pearson dengan mengkorelasikan antara skor yang diperoleh siswa pada suatu butir soal dengan skor total (Sugiyono, 2001: 233)

( )( )

( )

( )

− − − = ) . ).( . ( . . . 2 2 2 2 Y Y N X X N Y X Y X N rXY Keterangan:

X : skor yang diperoleh siswa pada suatu butir soal Y : skor total yang diperoleh siswa

N : banyaknya pasangan skor

Kriteria untuk menentukan tingkat validitas soal menggunakan kriteria Guilford (Ruseffendi, 2005:160)

0,90 - 1,00 : sangat tinggi 0,70 - 0,90 : tinggi 0,40 - 0,70 : sedang 0,20 - 0,40 : rendah 0,00 - 0,20 : kecil

Untuk mengetahui signifikansi secara statistik tingkat validitas soal maka koefisien korelasi r dibandingkan dengan nilai r pada tabel harga kritis product momen r dengan taraf signifikansi tertentu. Ketentuan validitas instrumen sahih apabila r hitung lebih besar dari r kritis (Sugiyono, 2001: 233)

Reliabilitas tes KS diukur menggunakan rumus Cronbach-Alpha (Suherman, 1994: 163) sebagai berikut:

= 1 ∑

Keterangan: : koefisien reliabilitas soal n : banyaknya butir soal

∑ : Jumlah varians skor setiap butir soal : Varians skor total


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Alias, M.; Black. T, R..; dan Gray, D. E. (2002). Effect of Instruction on Spatial Visualization Ability in Civil Engineering Students, International Education Journal Vol. 3, No. 1, 2002 tersedia: http://iej.cjb.net diakses tgl. 15 Nopember 2008

Anh, Le, T. (2006). Applying Realistic Mathematics Education in Vietnam: Teaching Middle School Geometry. Potsdam: Disertasi Universitat Potsdam.

Anku, S. E. (1996). Fostering Student’s Disposition Toward Mathematics: A Case from a Canadian University: Journal Eduation, Vol. 116. 1996

Arifin, Z. (2008). Meningkatkan Motivasi Berprestasi, Kemampuan Pemecahan Masalah dan Hasil Belajar Siswa Kelas IV SD melalui Pembelajaran Matematika Realistik dengan Strategi Kooperatif di Kabupaten Lamongan. Bandung: Disertasi UPI

Asmida (2009). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis Siswa SMP melalui Pendidikan Realistik. Bandung: Tesis UPI Azwar, S. (2008). Penyusunan Skala Psikologi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Barke, H. D. dan Engida, T. (2001). Structural Chemistry and Spatial Ability in

Different Cultures, Research in Europe: University of Muenster

Black, A. A. (2005). Spatial Ability and Earth Science Conceptual Understanding. Springfield: Missoury State University tersedia: aab208f@smsu.edu diakses tgl. 15 Nopember 2008

Chacon, I. M. (2008). Student’s Attitudes to Mathematics and Technology Comparative Study Between the United Kingdom and Spain. London: City University

Clements, D. H. dan Battista, M. T. (1992). Geometry and Spatial Reasoning. Handbook of Research on Mathematics Teaching and Learning, editor:Douglas A. Grouws, New York: Macmillan Library Reference Darhim (2004). Pengaruh Pembelajaran Matematika Kontekstual Terhadap Hasil

Belajar dan Sikap Siswa Sekolah Dasar Kelas Awal dalam Matematika. Bandung: PPS UPI


(2)

Dindyal, J. (2003) Students’ Thinking in School Geometry: The Need for an Inclusive Framework. Singapore: National Institute of Education

Eriadi (2008). Penerapan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa SMP. Bandung: Tesis UPI

Facione, P. A. (1994). Holistic Critical Thinking Scoring Rubric. (Online). Tersedia:www.temple. Edu/tlc/resources/handouts/holistic20Critical20 Thinking20Scoring%20Rubric.v2.pdf.

--- (2000). The Disposition Toward Critical Thinking: Its Character, Measurement, and Relationship to Critical Thinking Skill, Santa Clara University. Informal Logic Vol. 20, No. 1 (2000) pp.61-84

Fauzan, A. (1996). Penelusuran Kemampuan Persepsi Ruang Siswa Kelas I SMU di Propinsi Sumatera Barat. (Tesis). Surabaya: Program Pascasarjana IKIP Surabaya

Ferguson, A.,G. (1985) Statistical Analysis in Psychology and Education, Fifth Edition.USA: Mc Graw-Hill International Book Company

Garderen, D. V. (2006). Spatial Visualization, Visual Imagery, and Mathematical Problem Solving of Students with Varying Abilities. Journal of Learning Disabilities, Vol. 39 no. 6. December 2006 p. 496-506

Giaquinto (2007). Visual Thinking in Mathematics An epistemological study. New York: Oxford University Press

Gravemeijer, K. (1994). Developing Realistic Mathematics Education, Utrecht: CD-Beta Press

Gutierez, A. (1997). Visualization in 3-Dimensional Geometry: In Search of a Framework Valencia (Spain): Universidad de Valencia

Hake, R.R. (2002). "Re: Normalized Gains, "post of of 11 Apr 2002 20:25:41-0700 to ASSESS, AERA-D, EvalTalk, PhysLrnR, POD; online at <http://lists.asu.edu/cgi-bin/wa?A2=ind0204&L=aera-d&P=R1481>. Hannafin, R. D.; Mary, P. Truxaw; Jennifer, R. V.; dan Yingjie, L. (2008).

Effects of Spatial Ability and Instructional Program on Geometry

Achievement. University of Connecticut, tersedia:

robert.hannafin@uconn.edu diakses tgl. 15 Desember 2008

Hegarty, M. dan Maria, K.. (1999). Types of Visual-Spatial Representations and Mathematical Problem Solving. Journal of Educational Psycology Vol. 91 No. 4, 684-689. Tersedia: hegarty@psych.ucsb.edu diakses tgl. 24 Nopember 2008


(3)

Hidayat, E. (2009). Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematik dan Kemandirian Belajar Siswa dengan Menggunakan Pendidikan Matematika Realistik. Bandung: Tesis UPI

Johnson (2006). Attitude or Anxiety: Mathematics Disposition of High School Algebra I. Student’s Tesis: Friends University

Jones, Keith (1998). Visualisation, Imagery, and The Development of Geometrical Reasoning. UK: University of Southampton.

Karakirik (2005). An Alternative Approach to Logo-Base Geometry. The Turkish On line Journal of Educational ISSN. 1303-6521 Volume 4. Issue 1 Article 1

Kilpatrick, J. (2008). The Mathematics Teacher and Curriculum Change. Portugal: University of Georgia

Kinard, J.T dan Kozulin, A. (2008). Rigorous Mathematical Thinking New York:. Cambridge University Press

Lach, T. and Lynae, S. (2004) The Role of Playing Games in Developing Algebraic Reasoning, Spatial Sense, and Problem Solving. Webster District School

Mardapi, Djemari (2010). “Siswa Tidak Percaya Diri” Kutipan dalam Siaran Berita RCTI (27-4-2010)

Misretta, R. M. (2000). Enhancing Geometric Reasoning. Adolescence, Vol. 35, No.138,Summer 2000. San Diego, CA 92117

National Academy of Science (2006). Learning to Think Spatially, Washington DC: The National Academics Press.

NCTM (2000). Handbook of Research on Mathematics Teaching and Learning, Editor: Douglas A. Grows USA: Macmillan Library Reference

NCTM (1989). Curiculum and Evaluation Standards for School Mathematics. Reston, VA

Nemeth, B. (2007). Measurement of the Development of Spatial Ability by Mental Cutting Test. Annales Mathematicae et Informaticae 34 pp. 123-128 tersedia: http://www.ektf.hu/tanszek/matematika/ami. diakses tgl. 15 Nopember 2008

Olkun, S. (2003). Making Connections: Improving Spatial Abilities with Engineering DrawingActivities. International Journal of Mathematics Teaching and Learning. Tersedia: http://www.ex.ac.uk/cimt/ijmtl/ijabout. diakses tgl. 15 Desember 2008


(4)

Park, H. S. (2006). Gender Difference in Mathematical Disposition of Middle School Studens in Korea. Korea: Seowon University

Rafi, A.; Samsudin, K. Anuar; dan Ismail, Azniah (2006). On Improving Spatial Ability Through Computer Mediated Engineering Drawing Instruction. Educational Technology & Society, 9(3), 149-159. Tersedia: ahmadrafi.eshaq @mmu.edu.my diakses tgl. 15 Nopember 2008

Rafi, A. dan Samsudin, K. Anuar (2007). The Relationships of Spatial Experience, Previous Mathematics Achievment, and Gender with Perceived Ability in Learning Engineering Drawing. Journal of Technology Education Vol 18 No. 2. pp. 53-67 diakses tgl. 15 Desember 2008

Republika On Line (2008). Melihat Dari Mata Pengamat Dunia. Diakses tgl. 24 Maret 2009

Ruseffendi, E. T. (2008). Perkembangan Pendidikan Matematika. Bandung: Diktat Tidak Diterbitkan

---. (2006)., Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Penerbit Tarsito

---. (2005). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non Eksakta Lainnya. Bagi para Peneliti, Penulis Skripsi, Penulis Tesis, Penulis Disertasi, Dosen Metode Penelitian, dan Mahasiswa. Bandung: Tarsito. --- (1991). Penilaian Pendidikan dan Hasil Belajar Siswa Khususnya

dalam Pengajaran Matematika untuk Guru dan Calon Guru. UPI: Diktat Perkuliahan

Ryu, H. A.; Yeong, O. C.; dan Song, H. S. (2007). Mathematically Gifted Students’ Spatial Visualization Ability of Solid Figures, The International Group for the Psychology of Mathematics Education, Vol.4,pp.137-144. Seoul:PME diakses 24 Nopember 2008

---. (2005)., Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non Eksakta Lainnya. Bandung: Penerbit Tarsito

Santoso, S. (2000). SPSS Mengolah Data Statistik Secara Profesional. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo

--- (2000). Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo

Saads, S. dan Gary, D. (2003). Spatial Abilities, Van Hiele Levels, and Language Use in Three Dimensional Geometry, United Kingdom: University of Southampton. diakses tgl. 16 Nopember 2008


(5)

Schackow (2005). High School Student’s Attitudes Toward Mathematics. Academic Exchange Quarterly

Sha, Tin, K. (2006). Gender Diffrences in Spatal Ability: Relationship to Spatial Experience among Chinese Gifted Students in Hongkong, tersedia: davidchan@cuhk.edu.hk diakses tgl. 16 Nopember 2008

Sobanski, J. (2002). Visual Math, See How Math Makes Sense. New York:Learning Express, LCC

Strong, S. dan Smith, R. (2002). Spatial Visualization: Fundamentals and Trends in Enginering Graphics (Vol. 18: No. 1) Journal of Industrial Technology

Sulastri, Y. L. (2009). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik siswa Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Bandung. Bandung: Tesis, UPI

Sumarmo, Utari (2006). Pembelajaran Keterampilan Membaca Mathematics pada Siswa Sekolah Menengah (Makalah). Bandung: FPMIPA-UPI Sugiyono dan Wibowo. Eri. (2001) Statistika Penelitian dan Aplikasinya dengan

SPSS 10.0 for Windows. Bandung: Penerbit Alfabeta

Suryadi, Didi (2010). Metapedadidaktik dan Didactical Design Research (DDR) Sintesis Hasil Pemikiran Berdasarkan Lesson Study. UPI: FPMIPA Suherman, Erman (1994). Evaluasi Proses dan Hasil Belajar Matematika.

Jakarta: Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI

Syahputra, Edi (2009). Spatial Ability Profile of Junior High School Mathematics Majalah Paradikma (Jurnal Ilmiah Pendidikan ISSN:1978-8002. Vol. 2 No. 1 Edisi Juni 2009 Hal. 204-213

---.(2011). Improving Spatial Ability and Mathematical Disposition of SMP Students’ with PMRI Approach to Learning Geometry Using Computer. International Proceeding: “Excellent Practice Pedagogic”, 2011). Bandung: RIZQI Press

---.(2011). Implementation of Curriculum on Improving Spatial Ability with Realistic Mathematics Approach. (“Proceeding of International Seminar Educational Comparative in Curriculum for Active Learning Between Indonesia and Malaysia”, 2011). Bandung: Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia.

Tai, D. W. S.; Chao, H. Y.; Liang, C. L.; dan Sue, J. L. (2003). A Study on the Effects of Spatial Ability in Promoting the Logical Thinking Abilities of Students with Regard to Programming Language. Word Transactions on


(6)

Engineering and Technology Education Vol. 2 No. 2, 2003 (251-254) diakses tgl. 15 Nopember 2008

The Programme for International Student Assesment (PISA 2003). The Performance of Canada’s, science and Problem Solving, tersedia: www.pisa.gc.ca diakses tgl. 15 Nopember 2008

Treffers, A. (1991). Realistics Mathematics Education in the Netherlands 1980-1990. Dalam Streefland (Ed), Realistic Mathematics Education in Primary School: On the Occasion of the Opening of the Freudenthal Institute (pp. 11-20). Utrecht: CD-Beta Press

Vallee, G. B. dan Ronald, R. K. (2007). Visual-Spatial Representation in Mathematical Problem Solving by Deaf and Hearing Students. Oxford University tersedia: journals.permission@oxfordjournals.org diakses tgl. 20 Nopember 2008

Velez, M. C.; Deborah, S.; dan Marilyn, T. (2006). Understanding Visualization through Spatial Ability Diffrences. New Jersey: The State University tersedia: mariacv,silver,mtrmaine@caip.rutgers.edu diakses tgl. 15 Nopember 2008

Van den Heuvel-Panhuizen, M. (2003). The Didactical Use of Models in Realistic Mathematics Education: An Example from a Longitudinal Trajectory on Percentace. Educational Studies in Mathematics, 54(1), 9-35

Webb, R. M.; David, L.; dan Camilla, P. B. (2007). Spatial Ability: A Neglegted Dimension in Talent Searches for Intellectually Precocious Youth, Journal of Educational Psychology, Vol. 99, No. 2, 397-420 diakses tgl. 15 Nopember 2008