PEMBELAJARAN GEOMETRI BERBANTUAN WINGEOM MELALUI MODEL KOOPERATIF TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN SPASIAL DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA.

(1)

Muhammad Fu’ad, 2013

PEMBELAJARAN GEOMETRI BERBANTUAN WINGEOM MELALUI MODEL KOOPERATIF TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN

KEMAMPUAN SPASIAL DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA (Studi Eksperimen Terhadap Siswa Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Cirebon)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh

MUHAMMAD FU’AD

1102722

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG


(2)

Muhammad Fu’ad, 2013

PEMBELAJARAN GEOMETRI BERBANTUAN WINGEOM MELALUI MODEL KOOPERATIF TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN

KEMAMPUAN SPASIAL DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA (Studi Eksperimen Terhadap Siswa Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Cirebon)

Oleh Muhammad Fu’ad

S.Pd. Universitas Swadaya Gunung Jati 2010

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Pendidikan Matematika

© Muhammad Fu’ad, 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,


(3)

Muhammad Fu’ad, 2013

LEMBAR PENGESAHAN

PEMBELAJARAN GEOMETRI BERBANTUAN WINGEOM MELALUI MODEL KOOPERATIF TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN

KEMAMPUAN SPASIAL DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA

TESIS Oleh

Nama : Muhammad Fu’ad NIM : 1102722

Disetujui dan Disahkan oleh Pembimbing I

Prof. Dr. Sutawanir Darwis

Pembimbing II

Dr. Stanley Dewanto, M.Pd

Mengetahui:

Ketua Jurusan/Program Studi Pendidikan Matematika Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

Turmudi, M.Ed., M.Sc., Ph.D NIP. 196101121987031003


(4)

iii

Muhammad Fu’ad, 2013

ABSTRAK

Muhammad Fu’ad. (2013). Pembelajaran Geometri Berbantuan Wingeom melalui Model Kooperatif Tipe STAD untuk Meningkatkan Kemampuan Spasial dan Disposisi Matematis Siswa.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan spasial dan disposisi matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran geometri berbantuan Wingeom melalui pembelajaraan kooperatif tipe STAD dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen, dengan populasi siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Jamblang Cirebon. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) peningkatan secara signifikan kemampuan spasial matematis siswa yang memperoleh pembelajaran geometri berbantuan Wingeom melalui pembelajaraan kooperatif tipe STAD lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional; 2) disposisi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran geometri berbantuan Wingeom melalui pembelajaraan kooperatif tipe STAD secara signifikan lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.

Kata Kunci: Kemampuan Spasial Matematis, Disposisi Matematis, Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD, Wingeom.


(5)

iii

Muhammad Fu’ad, 2013

DAFTAR ISI

Halaman LEMBAR PERNYATAAN

ABSTRAK... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI... iii

DAFTAR TABEL... v

DAFTAR GAMBAR... viii

DAFTAR DIAGRAM... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan dan Batasan Masalah... 10

C. Tujuan Penelitian... 11

D. Manfaat Penelitian... 11

E. Definisi Operasional... 12

BAB II KAJIAN TEORI A. Kemampuan Spasial Matematis... 13

B. Disposisi Matematis... 15

C. Program Wingeom ... 19

1. Menginstal Program Wingeom... 20

2. Mengoperasikan Program Wingeom... 21

D. Pembelajaran Geometri Berbantuan Wingeom melalui Pembelajaran Geometri Tipe STAD... 23

1. Pembelajaran Geometri Berbantuan Wingeom... 23

2. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD... 27

E. Penelitian yang Pernah Dilakukan... 34

F. Hipotesis Penelitian... 35

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian... 36

B. Populasi dan Sampel... 36

C. Variabel Penelitian... 37


(6)

iv

Muhammad Fu’ad, 2013

1. Tes Kemampuan Spasial Matematis... 38

2. Skala Sikap Disposisi Matematis... 46

3. Lembar Observasi... 46

E. Prosedur Penelitian... 47

F. Teknik Analisis Data... 48

1. Analisis Data Kemampuan Spasial Matematis... 48

2. Analisis Data Disposisi Matematis... 54

3. Analisis Data Lembar Observasi... 56

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Analisis Data Tes Kemampuan Spasial Matematis... 57

1. Analisis Data Pretes Kemampuan Spasial Matematis 59 2. Analisis Data Postes Kemampuan Spasial Matematis... 62

3. Analisis Data N-gain Kemampuan Spasial Matematis... 65

4. Analisis Peningkatan Kemampuan Spasial Matematis Berdasarkan Indikator yang Diukur... 68

B. Analisis Data Disposisi Matematis Siswa... 70

C. Analisis Lembar Observasi... 86

D. Pembahasan... 95

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Kesimpulan... 100

B. Implikasi... 100

C. Saran... 101

DAFTAR PUSTAKA... 102


(7)

v

Muhammad Fu’ad, 2013

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Teknik Pembentukan Kelompok dalam Tim... 30 Tabel 2.2 Konversi Skor Perkembangan Poin Kemajuan... 32 Tabel 2.3 Kriteria Penghargaan... 33 Tabel 3.1 Kisi-kisi Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan Spasial

Matematis... 38 Tabel 3.2 Klasifikasi Koefisien Validitas... 39 Tabel 3.3 Uji Validitas Instrumen Tes Kemampuan Spasial

Matematis... 40 Tabel 3.4 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas... 41 Tabel 3.5 Uji Reliabilitas Instrumen Tes Kemampuan Spasial

Matematis... 42 Tabel 3.6 Klasifikasi Indeks Daya Pembeda Instrumen... 43 Tabel 3.7 Uji Daya Pembeda Instrumen Tes Kemampuan Spasial

Matematis... 43 Tabel 3.8 Klasifikasi Indeks Kesukaran Instrumen... 44 Tabel 3.9 Uji Indeks Kesukaran Instrumen Tes Kemampuan

Spasial Matematis... 44 Tabel 3.10 Rekapitulasi Analisis Hasil Uji Coba Instrumen Tes

Kemampuan Spasial Matematis... 45 Tabel 3.11 Klasifikasi N-gain... 51 Tabel 3.12 Kriteria Persentase Jawaban Skala Sikap... 56 Tabel 4.1 Analisis Deskriptif Data Tes Kemampuan Spasial

Matematis... 57 Tabel 4.2 Analisis Deskriptif Data Pretes Kemampuan Spasial

Matematis... 59 Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Data Pretes Kemampuan Spasial

Matematis... 60 Tabel 4.4 Hasil Uji Homogenitas Data Pretes Kemampuan

Spasial Matematis... 61 Tabel 4.5 Hasil Uji Parametrik t Independen Sample Test Data

Pretes Kemampuan Spasial Matematis... 62 Tabel 4.6 Analisis Deskriptif Data Postes Kemampuan Spasial

Matematis... 63 Tabel 4.7 Hasil Uji Normalitas Data Postes Kemampuan Spasial


(8)

vi

Muhammad Fu’ad, 2013

Tabel 4.8 Hasil Uji Non Parametrik Mann-Whitney Data Postes

Kemampuan Spasial... 64 Tabel 4.9 Analisis Deskriptif Data N-gain Kemampuan Spasial

Matematis... 65 Tabel 4.10 Hasil Uji Normalitas Data N-gain Kemampuan Spasial

Matematis... 66 Tabel 4.11 Hasil Uji Homogenitas Data N-Gain Kemampuan

Spasial Matematis... 67 Tabel 4.12 Hasil Uji Parametrik t Independen Sample Test Data

N-gain Kemampuan Spasial Matematis... 68 Tabel 4.13 Analisis N-Gain Indikator Kemampuan Spasial

Matematis... 69 Tabel 4.14 Analisis Deskriptif Data Disposisi Matematis Siswa... 71 Tabel 4.15 Hasil Uji Normalitas Data Disposisi Matematis Siswa... 71 Tabel 4.16 Hasil Uji Homogenitas Data Disposisi Matematis... 72 Tabel 4.17 Hasil Uji Parametrik t’ Independen Sample Test Data

Disposisi Matematis... 73 Tabel 4.18 Analisis Data Skala Sikap Mengenai Rasa Percaya Diri

pada Siswa Kelas Eksperimen... 74 Tabel 4.19 Analisis Data Skala Sikap Mengenai Rasa Percaya Diri

pada Siswa Kelas Kontrol... 75 Tabel 4.20 Analisis Data Skala Sikap Mengenai Gairah dan

Perhatian Serius pada Siswa Kelas Eksperimen... 76 Tabel 4.21 Analisis Data Skala Sikap Mengenai Gairah dan

Perhatian Serius pada Siswa Kelas Kontrol... 77 Tabel 4.22 Analisis Data Skala Sikap Mengenai Mengenai

Kegigihan Menghadapi dan Menyelesaikan Masalah

pada Siswa Kelas Eksperimen... 79 Tabel 4.23 Analisis Data Skala Sikap Mengenai Kegigihan

Menghadapi dan Menyelesaikan Masalah Siswa pada

Kelas Kontrol... 79 Tabel 4.24 Analisis Data Skala Sikap Rasa Ingin Tahu yang Tinggi

pada Siswa Kelas Eksperimen... 81 Tabel 4.25 Analisis Data Skala Sikap Rasa Ingin Tahu yang Tinggi

pada Siswa Kelas Kontrol... 81 Tabel 4.26 Analisis Data Skala Sikap Kemampuan Berbagi

Pendapat dengan Orang lain pada Siswa Kelas

Eksperimen... 83 Tabel 4.27 Analisis Data Skala Sikap Kemampuan Berbagi


(9)

vii

Muhammad Fu’ad, 2013

Tabel 4.28 Analisis N-Gain Indikator Kemampuan Spasial

Matematis... 85 Tabel 4.29 Aktivitas Presentasi Kelas pada Pembelajaran Geometri

Berbantuan Wingeom melalui Pembelajaran Kooperatif

Tipe STAD... 87 Tabel 4.30 Aktivitas Tim pada Pembelajaran Geometri Berbantuan

Wingeom melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe

STAD... 89 Tabel 4.31 Aktivitas Kuis pada Pembelajaran Geometri

Berbantuan Wingeom melalui Pembelajaran Kooperatif

Tipe STAD... 91 Tabel 4.32 Aktivitas Skor kemajuan individual Pada Pembelajaran

Geometri Berbantuan Wingeom melalui Pembelajaran

Kooperatif Tipe STAD... 93 Tabel 4.33 Aktivitas Rekognisi Tim pada Pembelajaran Geometri

Berbantuan Wingeom melalui Pembelajaran Kooperatif


(10)

viii

Muhammad Fu’ad, 2013

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 4.1 Aktivitas Prsentasi Kelas pada Pembelajaran Geometri

Berbantuan Wingeom melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD...

88 Gambar 4.2 Aktivitas Tim pada Pembelajaran Geometri Berbantuan

Wingeom melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe

STAD...

90 Gambar 4.3 Aktivitas Kuis pada Pembelajaran Geometri Berbantuan

Wingeom melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe

STAD...

92 Gambar 4.4 Aktivitas Skor Kemajuan Individual pada Pembelajaran

Geometri Berbantuan Wingeom melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD...

94 Gambar 4.5 Aktivitas Rekognisi Tim pada Pembelajaran Geometri

Berbantuan Wingeom melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD...


(11)

ix

Muhammad Fu’ad, 2013

DAFTAR DIAGRAM

Halaman Diagram 4.1 Deskripsi Data Tes Kemampuan Spasial Matematis

Siswa...

58 Diagram 4.2 Deskripsi Data N-gain Kemampuan Spasial Matematis

Siswa...

58 Diagram 4.3 Analisis N-gain Indikator Kemampuan Spasial

Matematis Siswa...

69 Diagram 4.4 Analisis Indikator Disposisi Mastematis Siswa... 85


(12)

x

Muhammad Fu’ad, 2013

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman LAMPIRAN A

A.1 Kisi-kisi Soal Pretes dan Postes... 109

A.2 Format Soal Pretes dan Postes... 111

A.3 Kisi-kisi Skala Sikap Disposisi Matematis... 114

A.4 Format Skala Sikap Disposisi Matematis... 115

A.5 Format Lembar Observasi Guru dan Siswa... 117

LAMPIRAN B B.1 Silabus... 121

B.2 RPP Kelas Eksperimen... 125

B.3 RPP Kelas Kontrol... 130

B.4 Lembar Kerja Siswa... 134

LAMPIRAN C C.1 Kisi-kisi Kemampuan Spasial... 139

C.2 Soal dan Jawaban Uji Instrumen Tes ………. 140

C.3 Analisis Hasil Uji Instrumen... 146

C.4 Hasil Validasi Skala Sikap Disposisi Matematis... 151

LAMPIRAN D D.1 Analisis Data Tes Kemampuan Spasial Matematis... 156

D.2 Analisis Data Skala Sikap Disposisi Matematis... 163


(13)

Muhammad Fu’ad, 2013

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif (BNSP 2006: 345).

Selain itu matematika juga merupakan salah satu ilmu dasar yang sangat berperan penting dalam upaya penguasaan ilmu dan teknologi. Oleh karena itu matematika dipelajari pada semua jenjang pendidikan, dengan harapan pendidikan matematika dapat menumbuhkembangkan kemampuan dan pribadi siswa yang sejalan dengan tuntutan kehidupan masa depan (Hodiyah, 2009:1). Matematika juga merupakan ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak, yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan geometri (James dalam Suherman, 2003).

Sebagaimana tercantum dalam BNSP (2006: 346) bahwa mata pelajaran matematika untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/ Madrasah Tsanawiyah (MTs) bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.


(14)

Muhammad Fu’ad, 2013

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Salah satu materi dalam pembelajaran matematika yang dapat meningkatkan kemampuan-kemampuan tersebut adalah materi geometri. Studi tentang geometri dapat membantu anak merepresentasikan kemampuannya dan mencapai pandangan tertentu tentang dunianya. Penguasaan model-model geometri serta sifat-sifatnya dapat memberikan suatu perspektif bagi siswa, sehingga siswa dapat menganalisa dan mengkomunikasikan hal yang terkait dengan bangun-bangun geometri (Muabuai, 2010).

Geometri merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam pembelajaran matematika. Geometri menempati posisi khusus dalam kurikulum matematika menengah, karena banyaknya konsep-konsep yang termuat di dalamnya. Dari sudut pandang psikologi, geometri merupakan penyajian abstraksi dari pengalaman visual dan spasial misalnya bidang, pola, pengukuran dan pemetaan. Sedangkan dari sudut pandang matematik, geometri menyediakan pendekatan-pendekatan untuk pemecahan masalah, misalnya gambar-gambar, diagram, sistem koordinat, vektor, dan transformasi (Muabuai, 2010)

NCTM (2000) menjabarkan empat kemampuan geometri yang harus dimiliki siswa dalam mempelajari geometri, yaitu:

1. Mampu menganalisis karakter dan sifat dari bentuk geometri baik dua dimensi maupun tiga dimensi, dan mampu membangun argumen-argumen matematika mengenai hubungan geometri dengan yang lainnya.

2. Mampu menentukan kedudukan suatu titik dengan lebih spesifik dan gambaran hubungan spasial dengan menggunakan koordinat geometri serta menghubungkannya dengan sistem yang lain.


(15)

3

Muhammad Fu’ad, 2013

3. Aplikasi transformasi dan menggunakannya secara simetris untuk menganalisis situasi matematika.

4. Menggunakan visualisasi, penalaran spasial, dan model geometri untuk memecahkan masalah. Disebutkan dalam kurikulum nasional, siswa diharapkan dapat menguasai materi geometri bidang dan geometri ruang yang notabene juga membutuhkan kemampuan spasial.

National Academy of Science (2006) menyatakan bahwa setiap siswa harus berusaha mengembangkan kemampuan dan penginderaan spasialnya yang sangat berguna dalam memahami relasi dan sifat-sifat dalam geometri untuk memecahkan masalah matematika dan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Nemeth (2007) dalam penelitiannya mengungkapkan pentingnya kemampuan spasial yang nyata sangat dibutuhkan pada ilmu-ilmu teknik dan matematika, khususnya geometri. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Wai, et al. (2009) yang menyatakan bahwa kemampuan spasial memainkan peranan penting dalam mengembangkan keahlian sains, teknologi, teknik dan matematika.

Selanjutnya, Tambunan (2006) dalam hasil penelitiannya menemukan adanya hubungan yang positif antara kemampuan spasial dengan prestasi belajar matematika pada anak usia sekolah. Dari beberapa pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk membantu siswa meningkatkan prestasi belajar matematika dan menguasai konsep geometri, sudah semestinya peningkatan kemampuan spasial siswa diupayakan.

Namun dalam beberapa tahun terakhir, geometri formal kurang begitu berkembang. Hal ini terutama disebabkan oleh tiga hal, yaitu kesulitan dalam membentuk konstruksi nyata yang diperlukan secara akurat, adanya anggapan bahwa untuk melukis bangun geometri memerlukan waktu yang lama, dan kebanyakan siswa mengalami kesulitan dalam pembuktian konsep dasar geometri Euclid dan mempelajari pembuktian tersebut tidak bermanfaat (Lestari, 2009). Selanjutnya, Kariadinata (2010) mengemukakan, banyak persoalan geometri yang memerlukan visualisasi dalam pemecahan masalah dan pada umumnya siswa merasa kesulitan dalam mengkonstruksi bangun ruang geometri.


(16)

Muhammad Fu’ad, 2013

Selain temuan Kariadinata di atas, ada beberapa fakta di lapangan yang ditemukan dalam beberapa penelitian lain yang menyatakan secara tidak langsung bahwa kemampuan spasial siswa masih rendah dan perlu untuk ditingkatkan. Hal ini ditunjukkan oleh beberapa penelitian diantaranya hasil penelitian yang dilakukan oleh Sudarman (Abdussakir, 2009) yang menemukan bahwa masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar geometri, mulai tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Secara tersirat temuan tersebut menunjukkan siswa SMP kesulitan dalam belajar geometri termasuk bangun ruang yang ada pada materi SMP. Selain itu, Nur’aeni (2010) menyatakan bahwa masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami geometri, terutama geometri ruang yang merupakan materi matematika yang paling dibenci oleh siswa. Dari temuan dan pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa kemampuan spasial siswa masih rendah. Rendahnya kemampuan spasial siswa tersebut disebabkan berbagai faktor, diantaranya adalah karena karakteristik matematika yang abstrak.

Selain kemampuan spasial matematis yang telah dipaparkan di atas, juga diperlukan sikap yang harus dimiliki oleh siswa, diantaranya adalah menyenangi matematika, menghargai keindahan matematika, memiliki keingintahuan yang tinggi dan senang belajar matematika. Adanya sikap yang demikian, siswa diharapkan dapat terus mengembangkan kemampuan matematika, menggunakan matematika untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi dalam hidupnya, dan dapat mengembangkan disposisi matematis.

Disposisi matematis merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan keberhasilan belajar siswa (Kesumawati, 2009). Siswa memerlukan disposisi yang akan menjadikan mereka gigih menghadapi masalah yang lebih menantang, untuk bertanggung jawab terhadap proses belajar mereka sendiri, dan untuk mengembangkan kebiasaan baik di matematika. Disposisi siswa terhadap matematika tampak ketika siswa menyelesaikan tugas matematika, apakah dikerjakan dengan percaya diri, tanggung jawab, tekun, pantang putus asa, merasa tertantang, memiliki kemauan untuk mencari cara lain dan melakukan refleksi terhadap cara berpikir yang telah dilakukan.


(17)

5

Muhammad Fu’ad, 2013

yang menjadi tujuan pendidikan matematika di SMP berdasarkan Kurikulum 2006, yaitu, “Peserta didik memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah” (Departemen Pendidikan Nasional, 2006:346).

Dari penilaian ranah afektif seperti yang dikemukakan dalam Kurikulum 2006 tersebut, dapat diketahui betapa pentingnya disposisi matematis dalam proses belajar-mengajar matematika. Dalam proses belajar-mengajar, disposisi matematis siswa dapat dilihat dari keinginan siswa untuk merubah strategi, melakukan refleksi, dan melakukan analisis sampai memperoleh suatu solusi. Disposisi siswa terhadap matematika dapat diamati dalam diskusi kelas. Misalnya, seberapa besar keinginan siswa untuk menjelaskan solusi yang diperolehnya dan mempertahankan penjelasannya.

Namun kenyataan di lapangan ditemukan dari hasil beberapa penelitan bahwa disposisi matematis siswa masih rendah. Diantaranya adalah hasil penelitian yang dilakukan oleh Syaban (2009) menyimpulkan bahwa pada saat ini, daya dan disposisi matematis siswa belum tercapai sepenuhnya. Terlihat dari temuan ini yaitu adanya indikasi akan rendahnya disposisi matematis siswa. Selanjutnya hasil penelitian yang dilakukan oleh (Kesumawati, 2009) menemukan bahwa dari 297 siswa SMP sebagai sampel penelitiannya diperoleh 58% yang digolongkan memiliki disposisi matematis yang rendah.

Hasil penelitian selanjutnya yang dilakukan Ruseffendi (1991) menemukan bahwa “terdapat banyak orang yang setelah belajar matematika bagian yang sederhana pun banyak yang tidak dipahaminya, bahkan banyak konsep yang dipahami secara keliru. Matematika dianggap sebagai ilmu yang sukar, ruwet dan banyak memperdayakan”. Adanya anggapan siswa matematika sebagai ilmu yang sukar, ruwet dan banyak memperdaya, menyebabkan sikap siswa terhadap matematika kurang baik.

Usaha untuk memvisualisasikan ide-ide matematik supaya matematika dapat dipahami oleh siswa dengan benar, khususnya pada materi geometri, membutuhkan suatu pembelajaran yang inovatif. Salah satu pembelajaran yang


(18)

Muhammad Fu’ad, 2013

inovatif diantaranya adalah dengan adanya penggunaan media elektronik yaitu komputer. Djamarah dan Zain (2002), mengemukakan bahwa materi yang abstrak dapat dikonkretkan melalui media. Kehadiran media komputer mempunyai arti yang cukup penting, karena dalam kegiatan tersebut ketidakjelasan materi yang disampaikan dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara. Selain itu media dapat mewakili apa yang kurang mampu diucapkan seorang guru melalui kata-kata atau kalimat tertentu.

Penggunaan komputer sebagai media dalam pembelajaran memiliki kelebihan tersendiri yang tidak dimiliki oleh media lain, misalnya komputer dapat memberikan pelayanan secara repetitif, menampilkan sajian dalam format dan desain yang menarik, animasi gambar dan suara yang baik, dan melayani perbedaan individual (Kusumah, 2005:3). Hal ini menunjukkan bahwa melalui media pembelajaran yang dinamis seperti komputer, siswa diberdayakan untuk menghasilkan gambar-gambar dan konstruksi geometri yang akurat, memanipulasi figur-figur, mengamati pola-pola (dengan visualisasi), serta mengembangkan dugaan-dugaan dan bukti-bukti informal.

Pembelajaran geometri yang menekankan pada kemampuan spasial siswa dapat diajarkan dengan pembelajaran berbantuan komputer yang dapat disesuaikan dengan kemampuan dan pilihan masing-masing siswa dan dapat meningkatkan kemandirian siswa dalam belajar. Komputer memberikan respon yang cepat ketika berinteraksi dengan siswa, sehingga secara pribadi siswa merasa dihargai. Keuntungan lain, pengalaman belajar dengan komputer dapat meningkatkan minat siswa, memotivasi mereka untuk belajar dan meningkatkan kebebasan dalam belajar secara mandiri. Selain itu juga, media komputer dapat membantu siswa untuk meningkatkan kemampuan spasial dengan membuat pelajaran yang abstrak menjadi real. Untuk merealkan pelajaran yang abstrak, komputer masih membutuhkan software tertentu yang didesain khusus untuk materi geometri (Kasmarin, 2010)

Menurut Fey dan Heid (Kusumah, 2008) penggunaan software komputer untuk kegiatan pembelajaran sangat tidak terbatas, beberapa software komputer dapat memberikan pengalaman dan mengonstruksi bangun-bangun geometri,


(19)

7

Muhammad Fu’ad, 2013

melatih kemampuan tilikan ruang, dan melatih keterampilan memecahkan masalah. Telah banyak software yang dibuat secara khusus untuk membantu pembelajaran matematika, seperti Maple, Matlab, Winplot, Wingeom, Winstat, Winmat, dan lain-lain.

Salah satu dynamic mathematics software yang dapat dijadikan media sebagi inovasi pembelajaran konsep geometri adalah Wingeom. Pembelajaran dengan Wingeom dapat membantu siswa memvisualisasikan bentuk geometri dimensi dua maupun dimensi tiga yang abstrak menjadi lebih konkret, sehingga siswa dapat lebih memahami konsep dan mencitrakannya dalam pikiran untuk melatih kemampuan spasial.

Program Wingeom merupakan salah satu perangkat lunak komputer matematika dinamik (dynamic mathematics software) untuk topik geometri. Program ini dapat digunakan untuk membantu pembelajaran geometri dan pemecahan masalah geometri. Program Wingeom merupakan program yang dapat diperoleh dan digunakan secara gratis, dengan mengunduh dari website: (http://www.exeter.edu/public/peanut.html). Salah satu fasilitas yang menarik yang dimiliki program ini adalah fasilitas animasi yang begitu mudah. Misalnya benda-benda dimensi tiga dapat diputar, sehingga visualisasinya akan nampak begitu jelas.

Jika diamati secara seksama, masih rendahnya kemampuan spasial dan disposisi matematis siswa ini tentunya berkaitan erat dengan kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru di dalam kelas. Salah satu keputusan yang perlu diambil guru tentang pembelajaran adalah pemilihan model pembelajaran yang akan digunakan.

Proses pembelajaran matematika yang dilakukan di kelas biasanya kurang memberikan peluang kepada siswa untuk menggali dan menemukan konsep-konsep matematika secara luas. Salah satu faktor yang mempengaruhi hal tersebut adalah masih banyak guru matematika yang menganut paradigma transfer of knowledge, yang beranggapan bahwa siswa merupakan objek dari belajar. Sistem penyampaian materi lebih banyak didominasi oleh guru (teacher-centered), sehingga proses komunikasi hanya satu arah. Guru memegang peran aktif dalam


(20)

Muhammad Fu’ad, 2013

proses pembelajaran sedangkan siswa cenderung diam dan secara pasif menerima materi pelajaran. Mereka hanya didorong pada kemampuan menghafal informasi yang disampaikan oleh guru tanpa dituntut untuk memahami informasi, agar mereka dapat berfikir secara logis untuk dapat memecahkan masalah yang telah mereka hadapi selama mengikuti proses pembelajaran di kelas. Akibatnya siswa juga kurang berani mengungkapkan gagasannya.

Melihat hal seperti itu, pemilihan dan penggunaan strategi, metode, pendekatan, atau model pembelajaran yang menyenangkan dan juga tidak monoton. Model pembelajaran yang menuntut siswa aktif dalam proses belajar, baik secara mental, fisik, maupun sosial tentu sangat dibutuhkan. Dalam paradigma ini, guru mendominasi proses pembelajaran. Kenyataan ini telah diungkapkan oleh Ruseffendi (1991:328), bahwa matematika yang dipelajari siswa di sekolah sebagian besar tidak diperoleh melalui eksplorasi matematika, tetapi melalui pemberitahuan oleh guru. Walaupun dominasi guru dalam proses pembelajaran matematika tidak selamanya tidak baik, karena terdapat guru yang karena ketegasannya di kelas membuat siswa menjadi lebih bersungguh-sungguh.

Adapun upaya yang dapat dilakukan adalah penggunaan model pembelajaran yang berorientasi pada siswa (student-oriented), dimana dalam kegiatan pembelajarannya lebih menekankan kepada keterlibatan siswa secara aktif dalam memahami konsep matematika. Dengan demikian siswa menjadi lebih leluasa memahami sesuatu dengan melakukan dan menemukan konsep-konsep matematika secara mandiri sehingga pembelajaran lebih bermakna.

Salah satu model pembelajaran yang memenuhi kriteria pembelajaran yang diuraikan diatas adalah dengan pembelajaran kooperatif. Model kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang memacu kemajuan individu melalui kelompok yaitu pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning). Slavin (1995:2) menyatakan Cooperative Learning dapat diterapkan pada setiap tingkatan pendidikan untuk mengajarkan berbagai topik/bidang ilmu mulai dari matematika, membaca, menulis, belajar sains dan lain-lain.

Manfaat yang diperoleh ketika siswa belajar kooperatif dijelaskan oleh Filsaime (2008:89) bahwa melalui proses belajar kooperatif, para siswa bisa


(21)

9

Muhammad Fu’ad, 2013

mendengar perspektif-perspektif yang lain, menganalisis klaim-klaim, mengevaluasi bukti-bukti, menjelaskan dan menjustifikasi penalaran mereka, sehingga terbentuk interaksi antar siswa yang baik.

Senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Tarim dan Akdeniz (2007) menyimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif lebih efektif dari metode yang lain dalam meningkatkan prestasi akademik, hubungan yang positif dengan teman dalam kelompok dan saling menguntungkan serta penghargaan terhadap diri sendiri. Pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan yang luas kepada siswa untuk berbicara, menantang, dan mendukung atau menyangkal dari sebuah pendapat yang dipaparkan oleh temannya, serta fokus dalam mencari sebuah penyelesaian masalah. Berdasarkan pemaparan-pemaparan di atas, model pembelajaran kooperatif memungkinkan keterlibatan seluruh siswa secara aktif dalam proses pembelajaran sehingga memberi dampak yang positif terhadap kualitas interaksi, komunikasi, penalaran, yang mana akan meningkatkan disposisi matematis siswa.

Ada beberapa tipe kooperatif yang dipaparkan oleh Slavin (2009) diantaranya adalah Student Teams-Achievement Division (STAD). STAD merupakan salah satu tipe Cooperative Learning yang sederhana. Dalam STAD mempunyai lima komponen utama yaitu presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan individual, rekognisi tim (Slavin:143). Dengan adanya tim disini, diharapkan mempengaruhi motivasi belajar dari setiap siswa karena penilaian yang digunakan yaitu penilaian tim maupun individual. Siswa akan berusaha untuk menjadikan timnya menjadi yang terbaik, sehingga satu sama lain akan terdorong untuk berdiskusi dalam memaparkan materi yang sedang dipelajari.

Dalam diskusi tersebut siswa akan saling melengkapi pengetahuannya satu sama lain. Hal ini memunculkan motivasi eksternal pada setiap siswa. Penilaian dalam STAD juga meliputi penilaian individual. Hal ini membuat setiap siswa mempunyai tanggung jawab terhadap dirinya sendiri untuk mempersiapkan pengetahuannya. Tipe ini dipilih berdasarkan temuan penerapan pembelajaran kooperatif lainnya.


(22)

Muhammad Fu’ad, 2013

Hasil penelitian Slavin menyebutkan bahwa penggunaan STAD dalam pembelajaran matematika di kelas yang di dalamnya terdapat siswa-siswa yang memiliki hambatan akademis, telah berjalan efektif baik untuk meningkatkan perilaku, dan meningkatkan penerimaan terhadap mereka oleh teman-teman di kelas. Selanjutnya hasil penelitian Rogert dan Johnson (dalam Marzuki, 2006) menyimpulkan bahwa tingkat penalaran munculnya ide-ide baru dan solusi lebih besar pada kelas cooperative learning dibandingkan dengan pembelajaran individual, sehingga terbentuk disposisi matematis yang baik.

Berdasarkan beberapa hasil penelitian tersebut model pembelajaran kooperatif tipe STAD diharapkan mampu menumbuhkan kerja sama tim dalam kelompok, meningkatkan keaktifan siswa, siswa mampu menyampaikan ide-ide/ gagasan yang berhubungan dengan materi yang sedang dipelajari, sehingga dari sini siswa mampu meningkatkan kemampuan spasialnya.

Bertitik tolak dari uraian di atas, penulis melakukan penelitian dalam pembelajaran geometri pada pelajaran matematika. Dengan demikian penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: Pembelajaran geometri berbantuan Wingeom melalui model kooperatif tipe STAD untuk meningkatkan kemampuan spasial dan disposisi matematis siswa

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah peningkatan kemampuan spasial siswa yang memperoleh pembelajaran geometri berbantuan Wingeom melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?

2. Apakah disposisi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran geometri berbantuan Wingeom melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik daripada yang memperoleh pembelajaran konvensional?


(23)

11

Muhammad Fu’ad, 2013

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dirumuskan di atas, tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan spasial antara siswa yang memperoleh pembelajaran geometri berbantuan Wingeom melalui pembelajaraan kooperatif tipe STAD dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

2. Mengetahui perbedaan disposisi matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran geometri berbantuan Wingeom melalui pembelajaraan kooperatif tipe STAD dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Bagi peneliti, penelitian ini dapat menjawab keingintahuan serta memberikan informasi mengenai peningkatan kemampuan spasial dan disposisi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran geometri berbantuan Wingeom melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD.

2. Bagi guru, jika pembelajaran geometri dengan bantuan Wingeom ini berhasil maka metode ini dapat diterapkan pada pembelajaran matematika tiga dimensi.

3. Bagi siswa, penggunaan Wingeom akan meningkatkan kemampuan spasial serta dapat menumbuhkan antusiasme dalam belajar matematika khususnya pada materi dimensi tiga.

4. Bagi kepala sekolah, sebagai bahan pertimbangan dalam rangka perbaikan pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan.

5. Bagi praktisi, hasil penelitian ini dapat menjadi tolak ukur dalam rangka menindaklanjuti penelitian ini dengan ruang lingkup yang lebih luas.


(24)

Muhammad Fu’ad, 2013

E. Definisi Operasional

Adapun definisi operasional agar tidak terjadi perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pembelajaran geometri yang dimaksud dalam penelitian ini pembelajaran tentang bangun ruang sisi datar yaitu pada materi prisma dan limas.

2. STAD (Student Teams Achievement Division) merupakan salah satu tipe Cooperative Learning yang sederhana dimana model pembelajaran tersebut mengutamakan adanya kelompok-kelompok serta didalamnya menekankan kerja sama tim untuk mencapai suatu kriteria tertentu yang dinilai berdasarkan skor kemajuan individual yang diberikan dari setiap anggota tim yang diperoleh pada setiap kuis. STAD mempunyai lima komponen utama yaitu presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan individual, dan rekognisi tim.

3. Wingeom adalah suatu dynamic mathematics software yang dirancang untuk pembelajaran geometri yang dapat digunakan untuk menggambar bangun geometri dimensi dua maupun dimensi tiga, serta melakukan animasi gambar. 4. Kemampuan spasial yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan

siswa untuk membayangkan, membandingkan, menduga, menentukan, mengkonstruksi, merepresentasikan dan menemukan informasi dari stimulus visual suatu objek dalam konteks keruangan. Adapun indikator kemampuan spasial yang diukur dalam penelitian ini yaitu; (1) menyatakan kedudukan antar unsur-unsur suatu bangun ruang; (2) mengidentifikasi dan mengklasifikasikan gambar geometri; (3) membayangkan bentuk atau posisi suatu objek geometri yang dipandang dari sudut pandang tertentu; (4) mengkonstruksi dan merepresentasikan model-model geometri yang digambar pada bidang datar; dan (5) menginvestigasi suatu objek geometri.

5. Disposisi matematis adalah kecenderungan untuk berpikir, bersikap, dan berbuat yang positif terhadap matematik. Adapun indikator disposisi matematis yang diukur dalam penelitian ini yaitu; (1) rasa percaya diri; (2) gairah dan perhatian serius; (3) kegigihan menghadapi dan menyelesaikan masalah; (4) rasa ingin tahu yang tinggi; dan (5) kemampuan berbagi pendapat dengan orang lain.


(25)

Muhammad Fu’ad, 2013

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu desain kuasi eksperimen. Pada kuasi eksperimen ini subjek tidak dikelompokkan secara acak tetapi peneliti menerima keadaan subjek seadanya (Ruseffendi, 1998:47). Hal ini dilakukan dengan pertimbangan, bahwa kelas yang ada telah terbentuk sebelumnya, sehingga jika dilakukan lagi pengelompokkan secara acak maka akan menyebabkan kekacauan jadwal pelajaran yang telah ada di sekolah. Jenis desain eksperimen yang digunakan yaitu kelompok kontrol tidak ekivalen (the nonequivalent control group design).

Penelitian ini terdiri dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. pada kelompok eksperimen diberikan pembelajaran dengan model kooperatif tipe STAD berbantuan Wingeom dan kelompok kontrol memperoleh pembelajaran konvensional. Desain eksperimen kelompok kontrol tidak ekivalen (the nonequivalent control group design) adalah sebagai berikut (Ruseffendi, 1998:47).

O X1 O O X2 O Keterangan :

O : Pretes dan postes (kemampuan spasial dan disposisi matematis)

X1 : Perlakuan pembelajaran geometri berbantuan Wingeom melalui model kooperatif tipe STAD

X2 : Perlakuan pembelajaran konvensional B. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Sugiyono (2006) menyatakan bahwa populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan peneliti dan


(26)

Muhammad Fu’ad, 2013

kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Jamblang Cirebon.

Dalam penelitian pengambilan sampel yang tepat merupakan langkah yang sangat penting, sebab hasil penelitian dan kesimpulan berdasarkan sampel yang diambil. Sampel yang tidak atau kurang mewakili populasinya akan mengakibatkan pengambilan kesimpulan yang kelitu (Rusefendi, 2005).

Sampel penelitian ditentukan berdasarkan purposive sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tersebut diantaranya adalah kondisi tempat penelitian dan subjek penelitian. Dalam penelitian ini dipilih sekolah yang mempunyai fasilitas laboratorium komputer karena diperlukan untuk menunjang terlaksananya pembelajaran geometri berbantuan Wingeom. Kemudian dipilih dua kelas yang diperkirakan mempunyai kemampuan yang sama serta berdasarkan rekomendasi guru mata pelajaran matematika di sekolah tersebut. Ini dimaksudkan agar menghindari faktor lain yang dapat mempengaruhi hasil penelitian, sehingga diharapkan jika ada peningkatan yang terjadi memang disebabkan oleh perlakuan yang diberikan, bukan karena faktor lain, misalnya faktor kemampuan awal yang berbeda.

Sampel yang diambil sebanyak dua kelas, yaitu kelas VIII-A dan kelas VIII-B. Selanjutnya kelas VIII-B dijadikan sebagai kelas ekperimen yaitu pemberian perlakuan pembelajaran geometri berbantuan Wingeom melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD, sedangkan kelas VIII-A dijadikan sebagai kelas kontrol yaitu pemberian perlakuan pembelajaran geometri secara konvensional..

C. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran geometri berbantuan Wingeom melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD, sedangkan variabel terikatnya adalah kemampuan spasial dan disposisi matematis siswa.


(27)

38

Muhammad Fu’ad, 2013

D. Instrumen Penelitian

Untuk memperoleh data dan informasi mengenai hal-hal yang ingin dikaji dalam penelitian ini, maka dibuatlah seperangkat instrumen. Instrumen yang digunakan dalam penelitian berupa:

1. Tes Kemampuan Spasial Matematis

Tes kemampuan spasial matematis siswa dibuat dalam bentuk uraian. Tes tertulis ini terdiri dari tes awal (pretes) dan tes akhir (postes). Tes akan diberikan pada siswa setiap kelompok. Soal-soal pretes dan postes dibuat ekuivalen atau relatif sama. Tes awal dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal siswa setiap kelompok dan digunakan sebagai tolak ukur peningkatan prestasi belajar sebelum mendapatkan pembelajaran dengan model pembelajaran yang akan diterapkan, sedangkan tes akhir dilakukan untuk mengetahui perolehan hasil belajar sehingga dapat diketahui ada tidaknya perubahan atau peningkatan yang signifikan setelah mendapatkan pembelajaran dengan model pembelajaran yang akan diterapkan.

Sebelum dijadikan sebagai soal pretes dan postes, instrumen tes yang digunakan dalam penelitian ini diujicobakan terlebih dahulu pada 25 orang siswa kelas IX di SMP Negeri 2 Jamblang Cirebon. Instrumen yang diujicobakan terdiri atas 8 soal mengenai kemampuan spasial. Adapun kisi-kisi tes kemampuan spasial yang diujicobakan disajikan pada tabel berikut.

Tabel 3.1

Kisi-kisi Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan Spasial Kompetensi Dasar Indikator Kemampuan spasial No

Soal Bobot Mengidentifikasi

karakteristik prisma dan limas serta bagian-bagiannya

Membayangkan bentuk atau posisi suatu objek geometri yang dipandang dari sudut pandang tertentu

1 12

Dapat menyatakan kedudukan antar

unsur-unsur suatu bangun ruang. 2,6 4,12

Membuat jaring-jaring prisma dan limas

Mengkonstruksi dan

merepresentasikan model-model geometri yang digambar pada bidang datar

3 4


(28)

Muhammad Fu’ad, 2013

Mengidentifikasi dan

mengklasifikasikan gambar geometri 5 8 Menghitung luas

permukaan prisma dan limas

Menginvestigasi suatu objek geometri 4 4 Menghitung volume

prisma dan limas Menginvestigasi suatu objek geometri 8 4 Alat pengumpul data yang baik dan dapat dipercaya adalah yang memiliki tingkat validitas dan reliabilitas yang tinggi. Oleh karena itu, sebelum instrumen tes digunakan terlebih dahulu akan dilakukan uji coba pada siswa yang telah mendapatkan materi yang akan disampaikan. Setelah uji coba dilakukan analisis untuk mengetahui tingkat validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda instrumen tersebut.

a. Uji Validitas Instrumen

Uji validitas soal dilakukan dengan menggunakan korelasi item-total product moment. Langkah-langkah pengujian validitas adalah sebagai berikut.

Pertama, menghitung koefisien korelasi product moment (r) hitung (rxy), dengan menggunakan rumus seperti berikut:

 



2 2 2 2

XY Y) ( Y N X) ( X N Y) X)( ( XY N

r (Arikunto, 2002:72)……. (3.1)

Keterangan:

rXY = Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y

X = Item soal yang dicari validitasnya Y = Skor total yang diperoleh sampel

Kedua, menginterprestasikan derajat validitas dengan menggunakan kriteria menurut Guilford (Suherman, 2003:113). Dalam hal ini rxy diartikan sebagai

koefisien validitas.

Tabel 3.2

Klasifikasi Koefisien Validitas KoefisienValidasi Keterangan

0,90 < rxy≤ 1,00 Validasi Sangat Tinggi (sangat baik)

0,70 < rxy≤ 0,90 Validasi Tinggi (baik)


(29)

40

Muhammad Fu’ad, 2013

0,20 < rxy≤ 0,40 Validasi Rendah (kurang)

0,00 < rxy≤ 0,20 Validasi Sangat rendah

rxy≤ 0,00 Tidak Valid

Berdasarkan hasil uji coba pada siswa kelas IX di SMP Negeri 2 Jamblang Cirebon, dengan bantuan program Anates 4.0, diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 3.3

Uji Validitas Instrumen Tes Kemampuan Spasial Nomor

Soal Koefisien Korelasi Interpretasi Signifikansi

Korelasi XY 1 0,95 Sangat tinggi Sangat signifikan

0,80 Tinggi

2 0,45 Cukup Tidak signifikan

3 0,77 Tinggi Sangat signifikan

4 0,61 Cukup Signifikan

5 0,69 Cukup Signifikan

6 0,84 Tinggi Sangat signifikan

7 0,61 Cukup Signifikan

8 0,57 Cukup Tidak signifikan

Berdasarkan hasil uji validitas instrumen pada tabel di atas, terdapat dua butir soal yang tidak signifikan yaitu butir soal nomor 2 dan nomor 8. Hal ini berarti bahwa butir soal tersebut tidak valid atau tidak mampu mengukur kemampuan yang hendak diukur. Oleh sebab itu, butir soal tersebut tidak digunakan untuk mengukur kemampuan spasial dalam penelitian ini.

Adapun nilai korelasi xy untuk instrumen tes tersebut yaitu sebesar 0,80. Ini menunjukkan hubungan antara skor yang diperoleh siswa pada perbutir soal dengan skor yg diperoleh siswa secara keseluruhan. Apabila diinterpretasikan berdasarkan kriteria validitas tes dari Guilford, maka secara keseluruhan instrumen tes kemampuan spasial yang diujicobakan memiliki validitas tinggi. Hasil uji validitas instrumen tes selengkapnya dapat dilihat dalam Lampiran C.2. b. Uji Reliabilitas Instrumen

Reliabilitas sama dengan konsistensi atau keajegan. Suatu instrumen penelitian dikatakan mempunyai nilai reliabilitas yang tinggi, apabila tes yang


(30)

Muhammad Fu’ad, 2013

dibuat mempunyai hasil yang konsisten dalam mengukur yang hendak diukur. Ini berarti semakin reliabel suatu tes memiliki persyaratan maka semakin yakin kita dapat menyatakan bahwa dalam hasil suatu tes mempunyai hasil yang sama ketika dilakukan tes kembali. Yaitu jika pengukurannya diberikan pada subyek yang sama meskipun dilakukan oleh orang yang berbeda, waktu yang berbeda, tempat yang beda pula, alat ukur tidak terpengaruh oleh pelaku, situasi, dan kondisi.

Untuk mengetahui koefisien reliabilitas perangkat tes berupa bentuk uraian dipergunakan rumus Cronbach Alpha sebagai berikut (Suherman, 2003:153-154):

11

r =

              

2

t 2 i s s 1 1 p

p ……….. (3.2)

Keterangan : 11

r = Reliabilitas tes secara keseluruhan p = Banyak butir soal (item)

2

i

s = Jumlah varians skor tiap item s2t = Varians skor total

Dengan varian 2

i

s dirumuskan (Suherman, 2003:144):

 

n n x x s

  2 2 2

Sebagai patokan menginterprestasikan derajat reliabilitas digunakan kriteria menurut Guilford (Suherman, 2003:139). Dalam hal ini r11 diartikan sebagai koefisien reliabilitas.

Tabel 3.4

Klasifikasi Koefisien Reliabilitas Koefisien Reliabilitas Keterangan

rxy≤ 0,20 reliabilitas sangat rendah

0,20 < r11≤ 0,40 reliabilitas rendah 0,40 < r11≤ 0,70 reliabilitas sedang 0,70 < r11 ≤ 0,90 reliabilitas tinggi

0,90 < r11 ≤ 1,00 reliabilitas sangat tinggi

Berikut ini hasil analisis reliabilitas instrumen tes kemampuan spasial dengan bantuan Anates 4.0.


(31)

42

Muhammad Fu’ad, 2013

Tabel 3.5

Uji Reliabilitas Instrumen Tes Kemampuan Spasial Koefisien reliabilitas Interpretasi Reliabilitas

0,89 Tinggi

Berdasarkan uji reliabilitas instrumen tes kemampuan spasial pada tabel di atas, diperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0,89. Bila diinterpretasikan dalam kriteria Guilford, instrumen tes tersebut memiliki reliabilitas tinggi. Dengan kata lain, instrumen tes tersebut memiliki kekonsistenan yang tinggi atau akan memberikan hasil yang relatif sama bila diberikan kepada subjek yang sama meskipun pada waktu, tempat, dan kondisi yang berbeda. Hasil uji reliabilitas instrumen tes selengkapnya dapat dilihat dalam Lampiran C.2.

c. Uji Daya Pembeda Instrumen

Daya pembeda atau indeks deskriminasi adalah korelasi antara skor jawaban terhadap sebuah soal dengan skor jawaban seluruh soal (Ruseffendi, 1991 : 199). Atau dapat juga dikatakan sebagai kemampuan butir soal tersebut dalam membedakan siswa (testi) yang berkemampuan tinggi dan yang berkemampuan rendah (Suherman dan Sukjaya, 1990)

Rumusan untuk menentukan daya pembeda (Suherman dan Sukjaya, 1990) adalah :

atau

...………(3.3) Keterangan :

= Daya pembeda

= Jumlah siswa kelompok atas yang menjawab soal dengan benar, atau jumlah benar untuk kelompok kelas atas

= Jumlah siswa kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar, atau jumlah benar untuk kelompok kelas bawah

= Jumlah siswa kelompok atas (diambil dari skor tertinggi)

= Jumlah siswa kelompok rendah (diambil dari skor terendah)

Siswa-siswa yang termasuk ke dalam kelompok kelas atas adalah siswa yang mendapatkan skor tinggi dalam tes tersebut, sedangkan siswa-siswa yang


(32)

Muhammad Fu’ad, 2013

tergolong ke dalam kelompok kelas rendah adalah mereka yang mendapatkan skor rendah.

Kriteria yang digunakan untuk menginterpretasikan daya pembeda adalah seperti pada tabel berikut (Suherman, 2003:161).

Tabel 3.6

Klasifikasi Indeks Daya Pembeda Instrumen Nilai Interpretasi Daya Pembeda

Sangat baik

Baik

Cukup

Kurang baik

Sangat kurang baik

Berikut ini hasil uji daya pembeda instrumen tes kemampuan spasial dengan bantuan Anates 4.0.

Tabel 3.7

Uji Daya Pembeda Instrumen Tes Kemampuan Spasial Nomor Soal Daya Pembeda Interpretasi

1 0,32 Cukup

2 0,36 Cukup

3 0,5 Baik

4 0,25 Cukup

5 0,29 Cukup

6 0,27 Cukup

7 0,29 Cukup

8 0,39 Cukup

Berdasarkan hasil analisis daya pembeda pada tabel di atas, butir soal nomor 3 memiliki daya pembeda yang baik, sedangkan butir soal lainnya memiliki daya pembeda yang cukup. Hal ini berarti butir-butir soal tersebut cukup mampu membedakan mana siswa yang berkemampuan tinggi (pandai) dan mana siswa berkemampuan rendah (tidak pandai). Hasil uji daya pembeda instrumen tes selengkapnya dapat dilihat dalam Lampiran C.2.


(33)

44

Muhammad Fu’ad, 2013

d. Uji Indeks Kesukaran Instrumen

Derajat kesukaran suatu butir soal (Suherman dan Sukjaya, 1990) dinyatakan dengan indeks kesukaran (Difficulty Index) yang diukur berdasarkan perhitungan berikut :

………..………..(3.4) Keterangan :

= Indeks kesukaran

= Jumlah siswa kelompok atas yang menjawab soal dengan benar, atau jumlah benar untuk kelompok kelas atas

= Jumlah siswa kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar, atau jumlah benar untuk kelompok kelas bawah

= Jumlah siswa kelompok atas (diambil dari skor tertinggi)

= Jumlah siswa kelompok rendah (diambil dari skor terendah)

Indeks kesukaran diinterpretasikan dalam kriteria sebagai berikut (Suherman, 2003: 170).

Tabel 3.8

Klasifikasi Indeks Kesukaran Instrumen IK Interpretasi Soal IK = 0,00 Terlalu sukar 0,00 < IK  0,30 Sukar 0,30 < IK  0,70 Sedang 0,70 < IK < 1,00 Mudah

IK = 1,00 Terlalu mudah

Berikut ini hasil uji indeks kesukaran instrumen tes kemampuan spasial dengan bantuan Anates 4.0.

Tabel 3.9

Uji Indeks Kesukaran Instrumen Tes Kemampuan Spasial Nomor Soal Indek Kesukaran Interpretasi

1 0,57 Sedang

2 0,5 Sedang

3 0,64 Sedang

4 0,52 Sedang


(34)

Muhammad Fu’ad, 2013

6 0,57 Sedang

7 0,43 Sedang

8 0,63 Sedang

Berdasarkan tabel di atas, butir soal nomor 5 tergolong sukar, sedangkan butir soal lainnya tergolong sedang. Hasil uji indeks kesukaran instrumen tes selengkapnya dapat dilihat dalam Lampiran C.2.

e. Rekapitulasi Analisis Hasil Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan Spasial Rekapitulasi dari semua perhitungan analisis hasil uji coba instrumen tes kemampuan spasial disajikan secara lengkap dalam tabel berikut:

Tabel 3.10

Rekapitulasi Analisis Hasil Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan Spasial No

Soal Validitas

Korelasi

XY Reliabilitas

Daya Pembeda

Indeks

Kesukaran Signifikansi

1 Sangat tinggi

Tinggi Tinggi

Cukup Sedang Sangat signifikan

2 Cukup Cukup Sedang Tidak

signifikan

3 Tinggi Baik Sedang Sangat

signifikan

4 Cukup Cukup Sedang Signifikan

5 Cukup Cukup Sukar Signifikan

6 Tinggi Cukup Sedang Sangat

signifikan

7 Cukup Cukup Sedang Signifikan

8 Cukup Cukup Sedang Tidak

signifikan

Berdasarkan hasil analisis keseluruhan terhadap hasil uji coba instrumen tes kemampuan spasial, dengan melihat pada kriteria instrumen yang baik berdasarkan tingkat validitas, reliabilitas, daya pembeda dan indeks kesukaran, maka peneliti memutuskan untuk memilih butir soal nomor 1, 3, 5, 6, dan 7. Butir-butir soal tersebut selanjutnya digunakan sebagai soal pretes dan postes untuk mengukur kemampuan spasial dalam penelitian ini. Bentuk soal selengkapnya dapat dilihat dalam Lampiran C.2.


(35)

46

Muhammad Fu’ad, 2013

2. Skala Sikap Disposisi Matematis

Skala sikap yang digunakan pada penelitian ini, diberikan pada saat pretest dan post test. Skala yang dipakai adalah skala Likert dengan pilihan jawaban sangat sering (Ss), sering (Sr), kadang-kadang (Kd), jarang (Jr), dan jarang sekali (Js). Skala sikap ini bertujuan untuk mengetahui sikap siswa terhadap proses pembelajaran yang dilakukan melalui model kooperatif tipe STAD berbantuan Wingeom.

Skala sikap disposisi matematis yang disusun dalam penelitian ini memuat lima indikator, yaitu; (1) rasa percaya diri; (2) gairah dan perhatian serius; (3) kegigihan menghadapi dan menyelesaikan masalah; (4) rasa ingin tahu yang tinggi; (5) kemampuan berbagi pendapat dengan orang lain.

Penyusunan skala sikap diawali dengan pembuatan kisi-kisi skala sikap yang sebelumnya dikonsultasikan terlebih dahulu kepada dosen pembimbing. Dari 30 pernyataan yang disusun, 5 diantaranya dihilangkan karena memiliki makna serupa dan tidak menggambarkan indikator yang dimaksud. Sementara itu, 25 pernyataan lainnya digunakan dalam skala sikap disposisi matematis pada penelitian ini. Daftar pernyataan skala sikap disposisi matematis beserta kisi-kisi selengkapnya dapat dilihat dalam Lampiran A.3 dan A.4.

3. Lembar Observasi

Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data aktivitas siswa dan guru selama proses pembelajaran untuk setiap kali pertemuan. Data aktifitas siswa dan guru selama proses pembelajaran dikumpulkan dengan menggunakan lembar observasi. Lembar observasi ini berupa hasil pengamatan dan kritik/saran tentang jalannya pembelajaran yang sedang berlangsung, sehingga dapat diketahui aspek-aspek apa yang harus diperbaiki atau ditingkatkan.

Observasi ditujukan kepada kelas yang menyelenggarakan pembelajaran geometri berbantuan Wingeom melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD. Observasi ini dilakukan dengan maksud untuk mengetahui kegiatan siswa dan guru selama pembelajaran berlangsung, menurut Ruseffendi (2005) observasi


(36)

Muhammad Fu’ad, 2013

pada hal-hal tertentu lebih baik dari cara lapor diri (skala sikap) karena observasi melihat aktivitas dalam keadaan wajar. Format lembar observasi aktivitas guru dan siswa dapat dilihat dalam Lampiran A.5.

E. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang akan ditempuh dalam penelitian ini terbagi ke dalam tiga tahap, yaitu:

1. Tahap Persiapan

Pada tahap persiapan yang dilakukan peneliti adalah:

a. Melakukan studi kepustakaan tentang kemampuan spasial model kooperatif tipe STAD berbantuan Wingeom.

b. Menyusun instrumen dan perangkat pembelajaran dengan model STAD berbantuan Wingeom.

c. Melakukan validitas instrumen dengan dosen pembimbing dan pakar yang berkompeten dalam bidang matematika serta dalam psikologi.

d. Mengadakan uji coba instrumen kepada siswa yang level kelasnya lebih tinggi dari subjek penelitian.

e. Menganalisis hasil uji coba dan memberikan kesimpulan terhadap hasil uji coba.

2. Tahap Pelaksanaan

Pada tahapan pelaksanaan penelitian, yang dilakukan peneliti adalah: a. Memilih kelompok eksperimen dan kelompok kontrol secara acak

b. Melaksanakan pretes berupa soal kemampuan spasial. Tes ini diberikan baik kepada kelompok eksperimen maupun kepada kelompok kontrol. c. Melaksanakan pembelajaran geometri berbantuan Wingeom melalui

pembelajaran kooperatif tipe STAD kelompok eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelompok kontrol.

d. Memberikan postes pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan spasial setelah mendapatkan perlakuan.


(37)

48

Muhammad Fu’ad, 2013

e. Memberikan skala sikap kepada siswa baik pada kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol. Ini bertujuan untuk mengetahui kegiatan atau pendapat siswa terhadap pembelajaran matematika yang diberikan.

f. Melakukan pengkajian terhadap hal-hal yang dapat menjadi hambatan dan dukungan dalam menerapkan pembelajaran geometri berbantuan Wingeom melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD.

3. Tahap Penarikan Kesimpulan

Langkah-langkah yang dilakukan dalam tahap ini adalah:

a. Melakukan analisis data pretes, postes, skala sikap disposisi matematis dan lembar observasi.

b. Menarik kesimpulan dari data yang diperoleh, yaitu mengenai kemampuan spasial, disposisi matematis dan kegiatan pembelajaran pembelajaran geometri berbantuan Wingeom melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD.

c. Penyusunan laporan. F. Teknik Analisis Data

Secara garis besar, ada dua jenis data yang diperoleh selama penelitian, yaitu data kemampuan spasial matematis dan data disposisi matematis. Teknik analisis dari tiap data tersebut dijelaskan sebagai berikut

1. Analisis Data Kemampuan Spasial Matematis

Data kemampuan spasial matematis diperoleh dari hasil pretes dan postes yang memuat indikator soal kemampuan spasial matematis. Data tersebut kemudian diolah dan dianaslisis secara deskriptif dan inferensial. Analisis statistik deskriptif digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagai mana adanya tanpa bermaksud membuat generalisasi. Sementara itu, analisis statistik inferensial digunakan untuk menganalisis data sampel dan hasilnya diberlakukan untuk populasi (Sugiyono, 2006).


(38)

Muhammad Fu’ad, 2013

Pada statistik inferensial terdapat statistik parametrik dan non parametrik. Statistik parametrik digunakan jika asumsi normal terpenuhi, sedangkan jika asumsi normal tidak dipenuhi maka menggunakan statistik non parametrik. Phophan (dalam Sugiyono, 2006) menyatakan bahwa “...parametric procedures are often markedly more powerful than their nonparametric counterparts”. Maka dari itu, untuk menguji hipotesis penelitian yang telah dirumuskan, peneliti mengupayakan pengujian dengan statistik parametrik terebih dahulu. Jika pada prosesnya asumsi untuk pengujian statistik parametrik tidak terpenuhi, maka pengujian selanjutnya dilakukan dengan menggunakan statistik non parametrik.

Hipotesis dalam penelitian ini merupakan hipotesis komparatif yaitu membandingkan rata-rata kedua kelas yang mewakili suatu populasi. Statistik parametrik yang digunakan untuk menguji hipotesis tersebut yaitu uji t. Untuk melakukan uji t, memerlukan terpenuhinya dua asumsi, yaitu data yang dianalisis harus berdistribusi normal dan data kedua kelompok yang diuji homogen.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk menentukan apakah data yang didapat berdistribusi normal atau tidak. Dikarenakan jumlah data lebih dari 30, maka untuk melakukan uji normalitas digunakan uji Shapiro-Wilk dengan taraf signifikansi 5%. Uji normalitas ini dilakukan terhadap data pretes, data postes atau N-Gain dari dua kelompok siswa (kelas eksperimen dan kelas kontrol).

Jika kedua data berasal dari distribusi yang normal, maka dilanjutkan dengan uji homogenitas. Sedangkan jika hasil pengujian menunjukkan bahwa sebaran dari salah satu atau semua data tidak berdistribusi normal, maka pengujian hipotesis dilanjutkan dengan statistika non parametrik, yaitu dengan menggunakan uji Mann-Whitney.

Perumusan hipotesis untuk uji normalitas adalah sebagai berikut: H0 : Data berdistribusi normal.

H1 : Data tidak berdistribusi normal.

Kriteria pengujian hipotesis berdasarkan P-value (significance atau sig) sebagai berikut:


(39)

50

Muhammad Fu’ad, 2013

Jika dengan , maka H0 diterima

b. Uji Homogenitas

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, jika kedua kelas telah diketahui berdistribusi normal, maka langkah pengolahan data selanjutnya adalah pengujian homogenitas. Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui kedua kelas sampel mempunyai varians yang homogen atau tidak. Pengujian homogenitas varians dilakukan dengan uji statistik Levene’s test dengan taraf signifikansi 5%. Berikut ini rumusan hipotesisnya:

H0 : , varians data kedua kelas homogen.

H1 : , varians data kedua kelas tidak homogen.

Keterangan:

: varians data kelas eksperimen. : varians data kelas kontrol.

Kriteria pengujian hipotesis berdasarkan P-value (significance atau sig) sebagai berikut:

Jika dengan , maka H0 ditolak

Jika dengan , maka H0 diterima

c. Uji Perbedaan Dua Rata-Rata

Uji perbedaan dua rata-rata dilakukan pada data pretes dan data postes atau data N-Gain. Analisis data pretes dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal spasial matematis pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Sementara itu, untuk mengetahui peningkatan kemampuan spasial matematis setelah mendapatkan perlakuan, dilakukan analisis terhadap data postes dan data N-Gain yang sifatnya optional atau tergantung pada hasil analisis terhadap data pretes.

Jika hasil analisis data pretes menunjukkan bahwa kedua kelas memiliki kemampuan awal spasial matematis yang sama, selanjutnya dilakukan uji perbedaan dua rata-rata terhadap data postes untuk melihat apakah terdapat perbedaan kemampuan akhir spasial matematis atau tidak. Jika terdapat perbedaan


(40)

Muhammad Fu’ad, 2013

kemampuan akhir maka selanjutnya dilakukan analisis terhadap data N-gain untuk melihat kelas manakah yang memiliki peningkatan yang lebih baik. Namun jika analisis data pretes menunjukkan bahwa kedua kelas memiliki kemampuan awal yang berbeda, maka untuk melihat bagaimana peningkatannya dilakukan uji perbedaan dua rata-rata terhadap data N-gain. Nilai N-gain ditentukan dengan menggunakan rumus berikut:

…….………(3.5)

Keterangan:

SMI = skor maksimum ideal, SMI dalam penelitian ini yaitu 36. Adapun klasifikasi N-gain menurut Hake, yaitu:

Tabel 3.11 Klasifikasi N-gain

N-gain (g) Klasifikasi N- Tinggi

Rendah

Sedang

Uji perbedaan dua rata-rata terhadap data pretes dan postes dilakukan dengan menggunakan uji 2 pihak (two tailed). Rumusan hipotesisnya sebagai berikut:

H0 : , tidak terdapat perbedaan rata-rata data pretes atau postes

kemampuan spasial matematis siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.

H1 : , terdapat perbedaan rata-rata data pretes kemampuan spasial

matematis siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Keterangan:

: rata-rata kelas eksperimen. : rata-rata kelas kontrol.

Kriteria pengujian hipotesis berdasarkan P-value (significance atau sig) sebagai berikut:

Jika dengan maka H0 ditolak


(41)

52

Muhammad Fu’ad, 2013

Sementara itu, uji perbedaan dua rata-rata terhadap data N-Gain dilakukan dengan menggunakan uji 1 pihak (one tailed), hal ini didasarkan pada kajian teori yang telah dilakukan pada bab II, sehingga peneliti memiliki dugaan bahwa peningkatan kemampuan spasial matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran geometri berbantuan Wingeom melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD (kelas eksperimen) akan lebih baik daripada peningkatan kemampuan spasial matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional (kelas kontrol). Berikut ini rumusan hipotesisnya:

H0 : , tidak terdapat perbedaan rata-rata N-gain kemampuan spasial

matematis antara siswa kelas eksperimen dan siswa kelas kontrol. H1 : , rata-rata N-gain kemampuan spasial matematis siswa kelas

eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Keterangan:

: rata-rata kelas eksperimen. : rata-rata kelas kontrol.

Kriteria pengujian hipotesis berdasarkan P-value (significance atau sig) sebagai berikut:

 Jika , dengan , maka H0 ditolak

 Jika , dengan , maka H0 diterima

Jika hasil pengujian normalitas dan homogenitas terhadap data pretes, data postes atau data N-Gain pada kedua kelas menunjukkan bahwa kedua data berdistribusi normal dan homogen, maka pengujian perbedaan dua rata-rata data selanjutnya menggunakan uji t independent sample test, dengan rumus:

̅ ̅

………(3.6) dengan


(42)

Muhammad Fu’ad, 2013

Untuk uji dua pihak, kriteria pengujian dengan taraf signifikansi adalah terima jika

, sedangkan kriteria pengujian untuk uji satu pihak untuk taraf signifikansi yang sama tolak jika

, dalam hal lainnya diterima, (Sudjana, 2005).

Jika kedua data berdistribusi normal dan tidak homogen maka pengujian

selanjutnya menggunakan uji t’ independent sample test, sebagai berikut: ̅ ̅

…………...………..(3.7)

Kriteria pengujian untuk uji dua pihak adalah terima hipotesis jika

.

Kriteria pengujian untuk uji satu pihak adalah tolak jika

dengan

, ,

dan

(Sudjana, 2005).

Keterangan:

= simpangan baku gabungan dari kedua kelompok = simpangan baku kelompok eksperimen

= simpangan baku kelompok kontrol

̅ = rata-rata skor dari kelompok eksperimen

̅ = rata-rata skor dari kelompok kontrol = banyaknya siswa kelompok eksperimen = banyaknya siswa kelompok kontrol


(43)

54

Muhammad Fu’ad, 2013

Apabila data tidak berdistribusi normal, maka uji statistik yang digunakan adalah dengan pengujian non-parametrik, yaitu uji Mann-Whitney U dengan rumus:

Nilai U dipilih yang paling kecil. Pengujian untuk sampel besar menggunakan pendekatan kurva normal z.

Kriteria pengujian uji satu pihak adalah terima jika untuk taraf signifikansi . Untuk uji dua pihak, kriteria pengujian adalah terima jika .

Keterangan:

= banyaknya siswa kelompok eksperimen = banyaknya siswa kelompok kontrol

= Jumlah banyak kalinya dari unsur-unsur kelompok eksperimen mendahului unsur-unsur kelompok kontrol

= Jumlah banyak kalinya dari unsur-unsur kelompok kontrol mendahului unsur-unsur kelompok eksperimen

= Peringkat unsur kelompok eksperimen = Peringkat unsur kelompok kontrol

Semua perhitungan statistik dilakukan dengan bantuan bantuan SPSS versi 16.0. for windows.

2. Analisis Data Disposisi Matematis Siswa

Data disposisi matematis diperoleh dari skala sikap disposisi matematis yang terdiri dari 25 pernyataan yang memuat indikator disposisi matematis. Hasil jawaban siswa kemudian diubah ke dalam skala Likert yang disesuaikan dengan


(44)

Muhammad Fu’ad, 2013

jenis pernyataan positif atau negatif, yaitu secara aposteriori. Data yang diperoleh dari hasil skala sikap berupa data ordinal, maka agar terdapat kesetaraan data untuk diolah lebih lanjut, data tersebut ditansformasikan ke dalam skala interval, dengan menggunakan Metode of Successive Interval (MSI). Data tersebut kemudian diolah dan dianalisis secara deskriptif dan inferensial.

Prosedur analisis data disposisi matematis serupa dengan prosedur analisis data kemampuan spasial matematis yang telah dijelaskan sebelumnya. Berikut ini rumusan hipotesis disposisi matematis siswa:

H0 : = , tidak terdapat perbedaan rata-rata disposisi matematis siswa antara

kelas eksperimen dan kelas kontrol.

H1 : , rata-rata disposisi matematis siswa kelas eksperimen lebih baik

daripada kelas kontrol. Keterangan:

: rata-rata kelas eksperimen. : rata-rata kelas kontrol.

Kriteria pengujian hipotesis satu pihak (1-tailed) berdasarkan P-value (significance atau sig) sebagai berikut:

 Jika , dengan

, maka H0 ditolak.

 Jika dengan

, maka H0 diterima.

Setelah analisis data secara inferensial, dilakukan analisis lebih lanjut terhadap disposisi matematis pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, berdasarkan indikator disposisi matematis yang diukur. Langkah-langkah analisis data tersebut sebagai berikut:

a. Setiap butir skala sikap pada kedua kelas dihitung menggunakan cara aposteriori menggunakan skala Likert.


(45)

56

Muhammad Fu’ad, 2013

b. Data ordinal yang diperoleh dari hasil perhitungan kemudian ditransformasikan dalam skala interval dengan menggunakan Metode of Successive Interval (MSI), agar terdapat kesetaraan data untuk diolah lebih lanjut.

c. Menentukan rata-rata skor sikap per indikator disposisi matematis yang diukur serta rata-rata skor sikap per item pada kedua kelas.

d. Data hasil perhitungan MSI kemudian dibuat dalam bentuk persentase untuk mengetahui frekuensi masing-masing alternatif jawaban yang diberikan. Untuk menentukan persentase jawaban siswa, digunakan rumus berikut:

n 100

Keterangan:

P = persentase jawaban f = frekuensi jawaban n = banyak responden

e. Data ditabulasi dengan menggunakan persentase berdasarkan kriteria Kuntjraningrat (Maulana, 2002) sebagai berikut:

Tabel 3.12

Kriteria Persentase Jawaban Skala Sikap N-Gain (g) Klasifikasi

Tak seorang pun

Sebagian kecil

Hampir setengahnya

Setengahnya

Sebagian besar

Hampir seluruhnya

Seluruhnya

f. Data dianalisis dan ditafsirkan secara deskriptif dengan cara membandingkan rata-rata skor sikap siswa per item dan per indikator serta berdasarkan presentase jawaban siswa pada kedua kelas.

3. Analisis Data Lembar Observasi

Data hasil observasi dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui aktivitas guru dan siswa selama proses pembelajaran geometri berbantuan Wingeom


(46)

Muhammad Fu’ad, 2013

melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD. Data tersebut dikaji berdasarkan lima komponen pembelajaran dalam STAD, yaitu; (1) presentasi kelas; (2) tim; (3) kuis; (4) skor kemajuan individual; (5) rekognisi tim.


(47)

Muhammad Fu’ad, 2013

Pembelajaran Geometri Berbantuan Wingeom Melalui Model Kooperative Tipe STAD Untuk BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis dan pembahasan hasil, yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Peningkatan kemampuan spasial matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran geometri berbantuan Wingeom melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik secara signifikan daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.

2. Disposisi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran geometri berbantuan Wingeom melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik secara signifikan daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.

B. Implikasi

Implikasi yang ditemukan dari kesimpulan di atas adalah:

1. Pembelajaran geometri berbantuan Wingeom melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD, baik diberikan kepada siswa kelas VIII Sekolah Menengah Pertama.

2. Pembelajaran geometri berbantuan Wingeom melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat diterapkan untuk materi prisma dan limas. C. Saran

1. Pembelajaran geometri berbantuan Wingeom melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif pembelajaran oleh guru untuk meningkatkan kemampuan spasial matematis siswa.

2. Dalam pembelajaran, guru hendaknya memberikan penekanan pada kemampuan spasial matematis, khususnya pada kegiatan mengidentifikasi


(1)

Daftar Pustaka

Abdussakir. (2009). Pembelajaran matematika dengan problem posing. Tersedia: http://abdussakir wordpress.com./2009/02/13/ pembelajaran- matematika- dengan -problem-posing/.[1 januari 2013].

Anku, S. A. (1996). Fostering Student’s Disposition towards Mathematics: a

Case from a Canadian University. [Online]. Tersedia: http://findarticles.com/p/articles/mi_qa3673/is_n4_v116/ai_n2867306 5/. [7 Januari 2013]

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

BSNP. (2006). Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan.

Depdiknas. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta. Depdiknas

Djamarah, S. B. & Zain, A. (2002). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta

Filsaime, D.K. (2008). Menguak Rahasia Berpikir Kritis dan Kreatif. Jakarta: Prestasi Pustaka

Hodiyah, D. (2009). Implementasi Strategi Pembelajaran Think-Talk-Write dalam

Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Koneksi Matematik Siswa SMA. Tesis. Tidak diterbitkan. Bandung: Tesis

Pendidikan Matematika Universitas Pendidikan Indonesia

Ibrahim. (2012). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi, Penalaran dan

Pemecahan Masalah Matematis Serta Kecerdasan Emosional Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah Pada Siswa Sekolah Menengah Atas.

Jiang, Z. (2007). “ The Dynamic Geometry Software as an Effective Learning and

Teaching Tool”. The Electronic Journal of Mathematics and

Technology. 1(3).

Kariadinata, R. (2010). “Kemampuan Visualisasi Geometri Spasial Siswa

Madrasah Aliyah Negeri (Man) Kelas X Melalui Software


(2)

Kasmarin, R. (2010). Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis Teknologi

Informasi dan Komunikasi (TIK) dengan Pemanfaatan Software Incomedia Di Sekolah Menengah Pertama pada Pokok Bahasan Dalil Pytagoras. Skripsi FKIP Universitas Muhamadiyah Surakarta: Tidak

Diterbitkan.

Katz, L. G. (2009). Disposition as Educational Goals. [Online]. Tersedia: http://www.edpsycinteractive.org/files/edoutcomes.html. [3 Desember 2012].

Kesumawati, N. (2009). “Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan Masalah serta Disposisi Matematis Siswa SMP melalui Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik”. Jurusan Pendidikan Matematika FKIP Universitas PGRI Palembang: Tidak Diterbitkan.

Kilpatrick, J., Swafford, J. & Findell, B. (2001). Adding It Up Helping Children

Learn Mathematics. Washington DC: National Academy Press.

Kosa, T. (2008). The Effect Of Virtual and Physical Manipulatives ON Stundens’

Spatial Visulization Skills. 8th International Educational Technology Conference.Eskisehir,Turkey.http://yess4.ktu.edu.tr/YermePapers/tem el%20kosa.pdf. Diakses 27 Maret 2013.

Kusumah, Y. S. (2005). Desain Courseware Matematika dan Implementasinya

dalam Pembelajaran Berbasiskan Software Komputer untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif dan Afektif Siswa. Makalah.

Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI. Tidak Diterbitkan.

_________. (2008). Pengembangan Model Computer Based E-learning untuk

meningkatkan High-Order Mathematical Thinking Siswa SMA. Usul

penelitian Hibah Bersaing Perguruan Tinggi. Bandung: tidak diterbitkan.

Lestari, H.P. (2009). “Pemanfaatan Media Pemblajaran Berbasis ICT dalam

Pembelajaran Geometri”. Makalah Universitas Yogyakarta: Tidak Diterbitkan.

Mariotti, M.A. (2000). “Introduction to Proff: The Mediation of Dynamic


(3)

Marzuki, A. (2006) Implementasi Pembelajaran Kooperatif (cooperative

learning) dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Koneksi dan Pemecahan Masalah Matematik Siswa. Tesis UPI Bandung: tidak

diterbitkan.

Muabuai, Y. (2010). Pembelajaran Geometri melalui Model Kooperatif Tipe

STAD Berbasis Program Cabri Geometry II Plus dalam Upaya Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP. Tesis

Magister pada SPS UPI. Tidak Diterbitkan.

Mulyana, E. (2009). Pengaruh Model Pembelajaran Matematika Knisley

terhadap Peningkatan Pemahaman dan Disposisi Matematis Siswa SMA Program IPA. Disertasi Doktor pada SPS UPI. Tidak Diterbitkan.

National Academy of Science. (2006). Learning to Think Spatially. Washington DC: The National Academics Press.

National Council of Teacher of Mathematics. (2000). Principles and Standards

for School Mathematics. Reston, VA: NCTM.

NCTM. (1989). Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics.[Online].Tersedia:

http://www.krellinst.org/Ais/textbook/manual/stand/NCTME_stand.ht ml. [5 Februari 2013]

NCTM. (1991). Evaluation of Teaching: Standard 6: Promoting Mathematical

Disposition. [Online]. Tersedia:

http://www.fayar.net/east/teacher.web/math/Standards/previous/ProfSt ds/EvTeachM6.htm. [5 November 2008]

Nemeth, B. (2007) Measuement Of The Deelopment Of Spatial Ability by Mental

Cutting Test. Anales Mathematicae et Informaticae 34 pp. 123-128

tersedia: http: //www.ektf.hu/tanszek/matematika/ami. Diakses 27 March 2013.

Nur’aeni, E. (2010). Pengembangan Kemampuan Pemahaman Dan Komunikasi

Matematis Siswa Sekolah Dasar Melalui Pembelajaran Geometri Berbasis Teori Van Hiele. Disertasi SPS UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.


(4)

Pearson Education. (2000). Mathemmatical Disposition. [Online]. Tersedia: http:/www.teachervision.fen.com?math/teacher-training/55328.html? for_printing=1. [3 Desember 2012].

Polking J. (1998). Response To NCTM’s Round 4 Questions [Online] Tersedia: http://www.ams.org/government/argrpt4.html. .[ 10 Januari 2013]

Rudhito, M.A.(2008) Geometri dengan Wingeom Panduan dan Ide Belajar

Geometri dengan Komputer [online].Tersedia:

http://downloads.ziddu.com/downaloadfile.2718762/bab0depan.pdf.htm l.[ 9 Februari 2013]

Ruseffendi, E.T. (1998). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang

Non-Eksakta Lainnya. Semarang : IKIP Semarang Press.

Ruseffendi,E.T. (1991). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan

Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito

Ruseffendi,E.T. (2005). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan & Bidang non-

eksakta lainnya. Bandung: Tarsito

Rusman (2010). Model-Model Pembelajaran. Bandung: Mulia Mandiri Press

Slavin , R. E. (2005). Cooperative Learning: Teori, Riset dan Praktik. Bandung: Nusa Media.

Strong, S. & Smith, R. (2002). Spatial Visualization: Fundamentals and Trends In Enginering Graphics (Vol. 18: No.1) Journal of Industrial

Technology.

Stewart, P & Davis, S. (2005). Developing Disposition of Preservice Teachers

Through Membership in Profesional Organization. Dalam Journal of Authentic Learning.[Online].Volume 2(1), 37 – 46. Tersedia: http://www.oswego.edu/academics/colleges

_and_departments/education/jal/vol2no1/v2n1%204th%20Stewart%2 0Davis%20Dispositions%20of%20Preservice%20Teachers.doc. [3 Juni 2008]

Subroto, S. (2011). Penggunaan Software Cabry 3D Sebagai Alat Peraga Maya

Dalam Pembelajaran Bangun Ruang Di Smp Untuk Meningkatkan Kemampuan Spasial. Tesis UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.


(5)

Sudarman. (2000). Pengaruh Frekuensi Evaluasi terhadap Hasil Belajar

Matematika Siswa dalam Pembelajaran Penemuan Terbimbing (Inkuiri). [Online]. Tersedia:

http://pembelajaranfisika.blogspot.com/2008/06/pengaruh-frekuensi evaluasi-terhadap.html. [3 Desember 2012]

Sudjana. (1996). Metode Statistika. Bandung : Tarsito

Sudjito. G. Y. (2007). Perbedaan Kemampuan Spasial Yang Mendapat

Pendidikan Musik Klasik; Tidak Mendapat Pendidikan Musik Klasik.

Unika Atmajaya, Jakarta.Tersedia:

http//lib.stmsjsys.ac.id/default.aspx? tabID=61&src =k&id =137186 (Diakses 9 Februari 2013)

Suherman, dkk. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika, Bandung: JICA FPMIPA UPI.

Suherman, E. dan Sukjaya, Y. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan

Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung : Wijaya Kusumah

Sumarmo.(2012). Pendidikan Karakter serta Pengembangan Berfikir dan

Disposisi MatematikdalamPembelajaran Matematika.Makalah dalam

Seminar Pendidikan Matematika, NTT.

Sunardi. (2001). Hubungan Tingkat Penalaran Formal dan Tingkat Perkembangan Konsep Geometri Siswa. Jurnal Ilmu Pendidikan. Jakarta LPTK dan ISPI. Jilid 9 No 1 hal 43-53.

Suparno,P. (1997). Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget. Yogyakarta:

Kanisus

Sugiyono. (2006). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Suwarni. (2011). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Komunikasi

Matematik Siswa Sekolah Menengah Atas Melalui Pembelajaran Matematika Berbantuan Wingeom. Tesis UPI. Bandung: Tidak

diterbitkan.

Syaban, M. (2009). Menumbuhkembangkan Daya dan Disposisi Matematis Siswa

Sekolah Menengah Atas Melalui Pembelajaran Investigasi.Universitas


(6)

Syahputra, T. (2011). Peningkatan Kemampuan Spasial dan Disposisi Matematis

Siswa SMP dengan Pendekatan PMRI pada Pembelajaran Geometri Berbantuan Komputer. Disertasi UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.

Tambunan, S.M. (2006). “Hubungan antara Kemampuan Spasial dengan

Kecerdasan Prestasi Belajar Matematika”. Makara, Sosial

Humaniora, Vol. 10, No. 1, 27-32.

Tarim, K. & Akdeniz, F. (2007). The Effect of Cooperative Learning on Turkish Elementary Student Mathematics Achievement and Attitude Toward Mathematics Using TAI and STAD Methode. Jurnal Edu Stud Math

(2008)67:77-91

Trianto. (2007). Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.

Wai, J., Lubinski,D, & Benbow,C.P. (2009). ”Spatial Ability for STEM Domains: Aligning Over 50 Years of Cumulative Psychological Knowledge

Solidifies Its Importance”. Journal of Educational Pschology. Vol.

101, No.4,817-835

Wardhani, S., & Rumiati. (2011). Instrumen Penilaian Hasil Belajar Matematika

SMP: Belajar dari PISA dan TIMSS. Yogyakarta: Kemendiknas,


Dokumen yang terkait

Upaya meningkatkan hasil belajar siswa melalui model pembelajaran kooperatif tipe Stad (Student Teams Achievement Division) pada pembelajaran IPS kelas IV MI Miftahul Khair Tangerang

0 13 0

Pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe FSLC (Formulate-Share-Listen-Create) terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis siswa

16 28 186

Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization (TAI).

6 9 167

PENINGKATAN KEMAMPUAN SPASIAL DAN SELF EFFICACY SISWA KELAS VIII DI SMP NEGERI 1 BINJAI KABUPATEN LANGKAT MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD PADA MATERI GEOMETRI BERBANTUAN WINGEOM.

6 26 54

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DAN SIKAP POSITIF MATEMATIS SISWA MTS.

0 2 43

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN GEOMETRI BERBANTUAN PROGRAM CABRI-3D UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN SPASIAL DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA DENGAN PENDEKATAN PMRI.

0 1 12

MENINGKATKAN KEMAMPUAN SPASIAL DAN SELF-EFFICACY SISWA SMP MELALUI MODEL KOOPERATIF STAD BERBANTUAN WINGEOM.

2 12 44

PEMBELAJARAN GEOMETRI DENGAN WINGEOM UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN SPASIAL DAN PENALARAN MATEMATIS SISWA : Studi Kuasi Eksperimen di MTs Al-Basyariah Kabupaten Bandung.

0 0 60

PEMBELAJARAN GEOMETRI DENGAN PENDEKATAN SAVI BERBANTUAN WINGEOM UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN ANALOGI DAN GENERALISASI MATEMATIS SISWA SMP.

0 2 47

PENINGKATAN KEMAMPUAN SPASIAL DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP DENGAN PENDEKATAN PMRI PADA PEMBELAJARAN GEOMETRI BERBANTUAN KOMPUTER.

15 27 82