MENINGKATKAN KEMAMPUAN ANALOGI DAN GENERALISASI MATEMATIS SISWA SMP MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN DENGAN METODE DISCOVERY.

(1)

Samsul Maarif, 2012

KATA PENGANTAR

Bismillahirohmanirrohim,

Segala puji dan syukur senantiasa dipanjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan nikmat dan karunia-Nya yang diberikan. Sholawat serta salam semoga tercurah kepada junjunan besar Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umat manusia dari zaman kebodohan menuju era yang terang benderang, yang menjadi rahmat bagi seluruh alam. Berkat rahmat dan karunia serta izin-Nya peneliti dapat menyelesaikan penulisan tesis dengan judul

Meningkatkan Kemampuan Analogi dan Generalisasi Matematis Siswa SMP Menggunakan Pembelajaran dengan Metode Discovery” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan Matematika.

Tesis ini terdiri dari lima bab. Bab I berisi uraian tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan hipotesis penelitian. Bab II berisi kajian pustaka, membeberkan kerangka teoritis yang menjadi acuan dalam melakukan penelitian ini. Bab III berisi metodologi penelitian, desain penelitian yang digunakan, pemilihan sampel dan populasi, serta analisis data yang digunakan. Bab IV berisi penjelasan tentang hasil penelitian dan pembahasannya, dan Bab V menjelaskan kesimpulan penelitian dan saran untuk penelitian selanjutnya.

Dengan segala kekurangan dan keterbatasan, penulis berharap semoga tesis ini dapat memberikan sumbangan dan manfaat bagi para pembaca, sehingga


(2)

Samsul Maarif, 2012

dapat memperkaya khasanah penelitian-penelitian sebelumnya, dan dapat memberi inspirasi untuk penelitian lebih lanjut.

Bandung, Juni 2012

Penulis


(3)

Samsul Maarif, 2012

PERSEMBAHAN

Dengan penuh kerendahan hati dan teriring rasa syukur ke hadirat Allah SWT, penulis persembahkan buah karya sederhana ini sebagai bukti cinta kasih kepada: 1. Ayahanda Sholihin dan Ibunda Umi Yati, yang selalu memberikan yang

terbaik bagi anak-anaknya dengan segala yang mereka punya.

2. Adikku Faozi Saiful Ikhsan, yang selalu memberi semangat motivasi.

3. Guru dan dosen penulis, sebagai pembimbing dan penerang jalan hidup dalam meraih kesuksesan.


(4)

Samsul Maarif, 2012

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis menyadari dan merasakan sepenuhnya, bahwa dalam penyelesaian tesis ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, arahan, dan motivasi dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Bapak Prof. Dr. H. Didi Suryadi, M.Ed selaku Pembimbing I dan selaku Direktur SPs UPI, yang dengan kritis memberikan dukungan dan motivasi dalam menyelesaikan tesis ini di tengah-tengah kesibukannya.

2. Bapak Dr. H. Tatang Mulyana, M.Pd. selaku Pembimbing II dan selaku pembimbing akademik penulis, di tengah-tengah kesibukannya dengan penuh kesabaran memberikan arahan dan saran dalam penyusunan dan penyelesaian tesis ini.

3. Bapak Prof. H. Yaya Sukjaya Kusumah, M.Sc., Ph.D selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika SPs UPI beserta stafnya atas layanan terbaiknya selama penulis mengikuti studi di Universitas Pendidikan Indonesia.

4. Ucapan terima kasih dan penghargaan kepada Kepala Sekolah dan dewan guru SMPN 13 Jakarta, khususnya bapak Drs. Sukirman, M.Pd dan bapak Risqi Rahman, M.Pd yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian di SMPN 13 Jakarta.

5. Teman-teman mahasiswa S2 dan S3 Pendidikan Matematika di Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia yang telah banyak membantu dan namanya tidak dapat disebutkan satu persatu.


(5)

Samsul Maarif, 2012

6. Sahabatku di Asrama Rumah Cahaya (Pa Ncep, Pa Dani, Pa Ucu, Pa Ros, Ejong alias Aji, Crisna, Pa Dedy sekeluarga) sahabat yang penuh warna dan keceriaan.

7. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tesis ini baik secara langsung maupun tidak langsung.

Penulis berharap semoga Allah SWT membalas amal dan budi baik mereka. Akhirnya, semoga tesis ini dapat bermanfaat.

Bandung, Juni 2012 Penulis


(6)

Samsul Maarif, 2012

MOTTO

“Semangat dalam bekerja, tekun dalam berdoa” (samsul maarif)

“cogito ergo sum (AKU BERPIKIR KARENA ITU AKU ADA) (discartesius)


(7)

Samsul Maarif, 2012

DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN JUDUL ... i

ABSTRAK ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN ... iii

PERNYATAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

PERSEMBAHAN ... vii

UCAPAN TERIMA KASIH ... viii

MOTTO ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR DIAGRAM ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Rumusan dan Batasan Masalah ...14

C. Tujuan Penelitian ...15

D. Manfaat Penelitian ...16

E. Definisi Oerasional ...17

F. Hipotesis Penelitian ...19

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Metode Pembelajaran Matematika ...21

B. Pembelajaran dengan Metode Discovery ...22

C. Pembelajaran Metode Ekspositori ...31

D. Kemampuan Penalaran Matematis ...32

E. Penalaran Induktif ...34

F. Kemampuan Analogi Matematis ...37

G. Kemampuan Generalisasi Matematis ...39


(8)

Samsul Maarif, 2012

I. Klasifikasi Kemampuan Siswa ...43

J. Teori Belajar yang Mendukung...44

J. Penelitian yang Relevan...51

BAB III METODELOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian ...53

B. Populasi dan Sampel Penelitian ...54

C. Variabel Penelitian ...56

D. Instrumen Penelitian ...57

E. AnalisisHasil Uji Coba ...66

F. Prosedur Penelitian ...73

G. Tekhnik Analisis Data ...75

BAB IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN A. Diskripsi Kegiatan ...84

B. Diskripsi Hasil Pengolahan Data ...97

C. Pembahasan ...144

D. Keterbatasan ...169

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ...171

D. Rekomendasi ...172

DAFTAR PUSTAKA 175


(9)

Samsul Maarif, 2012

DAFTAR TABEL

Tabel Hal

3.1 Keterkaitan Weiner tentang keterkaitan antara Variabel Bebas,

Terikat dan Kontrol...57

3.2 Kriteria Penilaian Kemampuan Analogi Matematis ... 59

3.3 Kriteria Penilaian Kemampuan GeneralisasiMatematis ...59

3.4 Klasifikasi Koefisien Korelasi ...61

3.5 Klasifikasi Reliabilitas ...62

3.6 Klasifikasi Tingkat Kesukaran Soal ...64

3.7 Klasifikasi Nilai Daya Pembeda ...65

3.8 Hasil Uji Validitas Kemampuan Analogi Matematika Siswa ...67

3.9 Hasil Uji Reliabilitas Kemampuan Analogi Matematika Siswa ...68

3.10 Hasil Uji Daya Pembeda Kemampuan Analogi Matematika Siswa...68

3.11 Hasil Uji Tingkat Kesukaran Kemampuan Analogi Matematika Siswa ...69

3.12 Hasil Uji Validitas Kemampuan Generalisasi Matematika ...70

3.13 Hasil Reliabilitas Kemampuan Generalisasi Matematika ...70

3.14 Hasil Uji Daya Pembeda Kemampuan Generalisasi Matematika Siswa ... 71

3.15 Hasil Uji Tingkat Kesukaran Kemampuan Generalisasi Matematika siswa ...71

3.16 Hasil Uji Validitas Skala Sikap Siswa terhadap Matematika ...72

3.17 Hasil Reliabilitas Sikap Siswa terhadap Matematika Matematika ...73

3.18 Keterkaitan Klasifikasi Gain ... 77

4.1 Statistika Diskriptif Kemampuan Analogi Matematis Siswa...98


(10)

Samsul Maarif, 2012

4.3 Uji Normalitas Skor Pretes Kemampuan Analogi Matematis

Siswa ... 101 4.4 Uji Normalitas Skor Pretes Kemampuan Generalisasi Matematis

Siswa ...101 4.5 Uji Homogenitas Variansi Skor Pretes Kemampuan Analogi

Matematis Siswa ...102 4.6 Uji Homogenitas Variansi Skor Pretes Kemampuan Generalisasi

Matematis Siswa ...102 4.7 Uji Kesamaan rataan Pretes Kemampuan Analogi Matematis

Siswa ...103 4.8 Uji Kesamaan rataan Pretes Kemampuan Generalisasi Matematis

Siswa ...104 4.9 Uji Normalitas Skor Postes Kemampuan Analogi Matematis

Siswa ...105 4.10 Uji Homogenitas Variansi Skor Postes Kemampuan Analogi

Matematis Siswa ...105 4.11 Uji Normalitas Skor Postes Kemampuan Generalisasi Matematis

Siswa ...106 4.12 Uji Homogenitas Variansi Skor Postes Kemampuan Generalisasi

Matematis Siswa ...107 4.13 Statistika Diskriptif Skor Gain Ternormalisasi Kemampuan

Analogi Matematis Menurut Metode Pembelajaran dan Kategori

Kemampuan Siswa ...108 4.14 Uji Normalitas Skor Gain ternormalisasi Kemampuan Analogi

Matematis ...111 4.15 Uji Homogenitas Variansi Skor Gain ternormalisasi Kemampuan

Analogi Matematis ...111 4.16 Analisis Variansi Gain Ternormalisasi Kemampuan Analogi

Matematis Menurut Metode Pembelajaran dan Kategori


(11)

Samsul Maarif, 2012

4.17 Perbedaan Rataan Gain Ternormalisasi Kemampuan Analogi

Matematis Siswa Menurut Kategori Kemampuan Siswa ...115 4.18 Statistika Diskriptif Skor Gain Ternormalisasi Kemampuan

Generelisasi Matematis Menurut Metode Pembelajaran dan

Kategori Kemampuan Siswa ...117 4.19 Uji Normalitas Skor Gain ternormalisasi Kemampuan

Generelisasi Matematis ...119 4.20 Uji Homogenitas Variansi Skor Gain ternormalisasi Kemampuan

Generelisasi Matematis ...120 4.21 Analisis Variansi Gain Ternormalisasi Kemampuan Generelisasi

Matematis Menurut Metode Pembelajaran dan Kategori

Kemampuan Siswa ...121 4.22 Perbedaan Rataan Gain Ternormalisasi Kemampuan Generelisasi

Matematis Siswa Menurut Kategori Kemampuan Siswa ...124 4.23 Statistika Diskriptif Skor Skala Sikap Siswa terhadap Matematika

Menurut Metode Pembelajaran dan Kategori Kemampuan Siswa...126 4.24 Uji Normalitas Skor Skala Sikap Siswa terhadap Matematika ...127 4.25 Uji Homogenitas Variansi Skor Skala Sikap Siswa Terhadap

Matematika ...128 4.26 Analisis Variansi Skala Sikap Siswa terhadap Matematika

Menurut Metode Pembelajaran dan Kategori Kemampuan Siswa ...129 4.27 Perbedaan Rataan Skala Sikap Siswa terhadap Matematika

Menurut Kategori Kemampuan Siswa ... 131

4.28 Hasil Pengamatan Aktivitas Guru selama Pembelajaran dengan

Metode Discovery ...134 4.29 Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa selama Pembelajaran dengan

Metode Discovery ...137 4.30 Rangkuman Hasil Penelitian ... 142


(12)

Samsul Maarif, 2012

DAFTAR DIAGRAM DAN GAMBAR Diagram/

Gambar

Hal

2.1 Contoh Soal Analogi Matematis Siswa ...36

3.1 Diagram Alur Pelaksanaan Penelitian ...82

4.1 Siswa Melakukan Pengukuran Segitiga yang Tersedia Pada LKS ...85

4.2 Aktivitas Siswa dalam Menemukan Jumlah Sudut Dalam Segitiga ...87

4.3 Hasil Aktivitas Siswa dalam Menemukan Keliling dan Luas Daerah Segitiga ...93

4.4 Hasil Aktivitas Siswa dalam Menemukan Luas Daerah Segitiga ...95

4.5 Hasil Skala Sikap Siswa terhadap Matematika ...120

4.6 Hasil Pengamatan Aktivitas Guru selama Pembelajaran dengan Metode Discovery ...136

4.7 Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa selama Pembelajaran dengan Metode Discovery ...140


(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam menjalani abad ke 21, kita bangsa Indonesia harus mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) yang benar-benar unggul dan dapat diandalkan untuk menghadapi persaingan bebas di segala bidang kehidupan yang kian ketat sebagai dampak dari globalisasi dunia. Dampak globalisasi dunia tidak hanya kita rasakan pada sendi-sendi perekonomian, pertahanan-keamanan, politik dan sosial budaya semata, namun juga pada sendi-sendi pendidikan pada umumnya. Bila kualitas pendidikan dalam negeri terjamin, maka tentu pendidikan kita minimal akan menjadi tuan di negaranya sendiri. Oleh karena itu merupakan suatu hal yang logis bila kita harus lebih memperhatikan kualitas pendidikan.

Pendidikan merupakan ujung tombak dalam mempersiapkan SDM yang handal, karena pendidikan diyakini akan dapat mendorong memaksimalkan potensi siswa sebagai calon SDM yang handal untuk dapat bersikap kritis, logis dan inovatif dalam menghadapi dan menyelesaikan setiap permasalahan yang dihadapinya. Hal tersebut senada dengan pendapat Sumarmo (2005) yang menyatakan bahwa pendidikan matematika sebagai proses yang aktif, dinamis, dan generatif melalui kegiatan matematika (doing math) memberikan sumbangan yang penting kepada siswa dalam pengembangan nalar, berfikir logis, sistematik, ktitis dan cermat, serta bersikap obyektif dan terbuka dalam menghadapi berbagai permasalahan. Oleh karena itu tidaklah mengherankan bila matematika


(14)

merupakan mata pelajaran yang terdapat dalam setiap jenjang pendidikan, baik pendidikan di lembaga formal maupun di lembaga non formal, bahkan di lembaga latihan kerja serta bidang lain yang berkaitan dengan tujuan peningkatan kualitas SDM sekalipun.

Salah satu fungsi dan tujuan umum pembelajaran matematika di sekolah sebagai lembaga formal (Depdiknas, 2004) adalah untuk mempersiapkan siswa agar dapat mengembangkan kemampuan matematis, melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, serta menggunakan ide-ide matematika dalam kehidupan sehari-hari dan mempelajari berbagai ilmu pengetahuan. Artinya target kompetensi dasar matematik siswa harus dapat ditumbuhkembangkan dalam proses belajar di sekolah sebagai wujud pengembangan proses berpikir siswa.

Tetapi faktanya, hasil penelitian The Third International Mathematics and Science Study (TIMSS) yang dilakukan terhadap siswa SMP kelas dua di Indonesia terhadap nilai rata-rata matematika yang dicapai hanya 397 jauh di bawah rata-rata internasional TIMSS yang mencapai 500 (TIMSS, 2008). Nilai yang dicapai siswa-siswa Indonesia ternyata juga lebih rendah apabila dibandingkan dengan beberapa negara lain di kawasan Asia seperti Taiwan (dengan rata-rata nilai 598), Korea Selatan (597), Singapura (593), Jepang (570) bahkan Malaysia (474). Sedangkan laporan PISA 2006, Indonesia menempati rangking 52 dari 57 negara. Sementara hasil nilai matematika pada Ujian Nasional, pada semua tingkat dan jenjang pendidikan selalu terpaku pada angka yang rendah. Pertama kali pelaksanaan UN, yaitu tahun 2003, pemerintah


(15)

menetapkan standar minimal nilai kelulusan bagi siswa adalah 3,01 dengan rata rata angka kelulusan siswa SMP, SMA dan SMP sebesar 71,55%. Selama beberapa tahun penyelenggaraan UN tingkat SMP/Mts, nilai rata-rata mata pelajaran matematika 7,08 di tahun 2005/2006 dengan nilai terendah 0,67 dan 6,92 di tahun 2006/2007 dengan nilai terendah 0,33 (Yunengsih, dkk. 2008). Hal tersebut menandakan bahwa pembelajaran matematika di Indonesia perlu ditingkatkan proses pembelajaranya sehingga dapat memperoleh hasil belajar matematika yang lebih baik.

Rendahnya kemampuan matematis siswa, bisa jadi salah satunya disebabkan karena kemampuan siswa dalam melakukan penalaran matematis yang masih rendah. Menurut hasil penelitian Rahman (2004) hasil tes awal menunjukkan bahwa kemampuan generalisasi matematik siswa berada pada kualifikasi kurang. Hal senada juga diungkapkan oleh Suryadi (2005) bahwa siswa kelas dua SMP di kota dan kabupaten Bandung mengalami kesulitan dalam kemampuan mengajukan argumentasi serta menemukan pola dan pengujian bentuk umumnya. Begitu juga dengan Herdian (2010) dalam penelitiannya menemukan bahwa kemampuan analogi dan generalisasi matematis siswa yang memiliki kemampuan rendah berada pada kualifikasi kurang. Hal ini dapat terjadi karena proses pembelajaran melalui metode discovery dirasakan lebih sulit bagi siswa lemah, dan sebaliknya bagi siswa pandai. Selain itu, Yuliani (2011) mengemukakan bahwa kemampuan analogi dan generalisasi matematis siswa berkemampuan sedang dan rendah berada pada kualiikasi kurang yang dilakukan dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing.


(16)

Masih rendahnya kualitas kemampuan analogi dan generalisasi matematis merupakan indikasi bahwa tujuan pembelajaran matematika belum tercapai secara optimal. Agar tujuan tersebut dapat tercapai dengan optimal, salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan melaksanakan proses pembelajaran yang berkualitas. Banyak faktor yang mempengaruhi kualitas pembelajaran matematika. Salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah ketepatan dalam penerapan metode pembelajaran oleh guru. Selain itu, rendahnya kemampuan matematis siwa juga disebabkan karena masih belum sepenuhnya dipahami oleh guru tentang pembelajaran sebagai upaya membuat siswa belajar, hal ini nampak di lapangan dominasi guru dalam pembelajaran masih menjadi pilihan para guru sehingga siswa lebih banyak pasif dalam pembelajaran. Hal serupa disampaikan Silver bahwa aktivitas siswa sehari-hari terdiri atas menonton gurunya menyelesaikan soal-soal di papan tulis, kemudian meminta siswa bekerja sendiri dalam buku teks atau LKS yang disediakan (Turmudi, 2008).

Penekanan guru untuk memenuhi target pencapaian kurikulum daripada penguasaan materi mengakibatkan kurang maksimalnya guru mengidentifikasi masalah-masalah yang muncul dalam sebuah pembelajaran di kelas. Guru tidak jarang terkesan tergesa-gesa dalam mengajar sehingga berorientasi pada tujuan bukan pada proses pembelajarannya. Hal tersebut yang menjadikan suatu pembelajaran tidak efektif sehingga proses transfer materi kurang dipahami oleh siswa. Keadaan seperti itulah yang dikhawatirkan menjadi sebuah pembelajaran membosankan dan menjadikan minat siswa dalam pembelajaran matematika kurang.


(17)

Metode yang kerap guru gunakan adalah metode ekspositori dengan menerangkan materi dan selanjutnya memberi contoh soal. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa kemungkinan yaitu: 1) Sekolah sudah memiliki alat peraga tetapi belum memanfaatkannya secara optimal; 2) Sekolah sama sekali belum memiliki alat peraga; 3) Sekolah telah memiliki alat peraga namun belum memadai baik tempat, kualitas maupun kuantitasnya (Asyhadi, 2005).

Rendahnya kemampuan penalaran matematis siswa berdampak pada rendahnya prestasi belajar matematikanya. Hal ini sesuai dengan temuan Wahyudin (Herdian, 2010:1) dalam penelitiannya yang mengungkapkan bahwa salah satu kecenderungan yang menyebabkan sejumlah siswa gagal menguasai dengan baik pokok-pokok bahasan dalam matematika akibat siswa kurang menggunakan nalar yang logis dalam menyelesaikan soal atau persoalan matematika yang diberikan. Hasil penelitian Rif’at (Suzana, 2003: 2) juga menunjukkan kelemahan kemampuan matematis siswa dilihat dari kinerja dalam bernalar. Misalnya, kesalahan dalam penyelesaian soal matematika karena kesalahan menggunakan logika deduktif.

Penalaran dan matematika adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan karena matematika dipahami melalui penalaran, sedangkan penalaran dipahami dan dilatihkan melalui belajar matematika. Ini diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Prowsri dan Jearakul (Priatna, 2003: 4) bahwa pada siswa sekolah menengah Thailand terdapat keterkaitan yang signifikan antara kemampuan penalaran dengan hasil belajar matematika mereka. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan penalaran berperan penting dalam keberhasilan


(18)

siswa. Siswa yang memiliki kemampuan penalaran yang baik diharapkan mempunyai prestasi belajar matematika yang baik pula.

Menurut Mundari (2000) terdapat dua analogi, yaitu analogi induktif dan analogi deklaratif atau analogi penjelas. Analogi induktif adalah analogi yang disusun berdasarkan persamaan prinsipil antara dua fenomena yang berbeda. Sebagai contoh, terdapat kesamaan antara manusia dengan mahluk hidup lainnya. Hewan sebagai makhluk hidup memerlukan sumber makanan dan asupan mineral untuk tumbuh, berkembang biak untuk melestarikan jenisnya. Demikian juga manusia memerlukan sumber makanan dan asupan mineral untuk kelangsungan hidupnya, berkembang biak untuk mempertahankan keturunannya. Atas dasar keserupaan itulah maka tidak salah apabila kita menyimpulkan bahwa kemungkinan hewan itu mempunyai jenis kelamin jantan dan betina seperti manusia. Adapun analogi deklaratif atau analogi penjelas merupakan suatu metode untuk menjelaskan yang belum dikenal atau masih samar, dengan menggunakan hal yang sudah dikenal. Sebagai contoh, ilmu pengetahuan itu dibangun oleh fakta-fakta sebagaimana rumah itu dibangun oleh bahan bangunan seperti batu, pasir semen dan sebagainya, walaupun tidak semua kumpulan fakta itu ilmu sebagaimana tidak semua kumpulan batu itu rumah.

Dengan kasus-kasus analogi siswa dilatih untuk melihat sejauh mana mereka memahami konsep dan melihat struktur mikroskopis konsep dengan menelaah keterkaitan antar konsep dengan kasus analogi, serta membuka pikiran siswa tentang aplikasi atau manfaat dari mempelajari konsep tersebut. sehingga siswa dapat mengontrol atau memonitor pemahaman mereka mengenai sesuatu yang


(19)

sedang dipelajari dan menyadari akan kelebihan dan keterbatasannya dalam belajar sehingga ia akan mencari solusi yang tepat untuk menyempurnakan

kelemahannya dalam belajar.

Selain analogi, generalisasi juga merupakan bagian dari penalaran induktif. Ruseffendi (Rahman, 2004: 3) mengungkapkan bahwa membuat generalisasi adalah membuat konklusi atau kesimpulan berdasarkan kepada pengetahuan (pengalaman) yang dikembangkan melalui contoh-contoh kasus. Dalam melakukan penarikan kesimpulan (generalisasi) anak dapat membuat konjektur berdasarkan pengamatan dari fakta-fakta yang diberikan, baik itu pola tumbuh dan pola berulang yang dinyatakan dengan bilangan atau gambar (geometri). Konjektur ini sangat membantu anak dalam melakukan penarikan kesimpulan.

Menurut Gagne (Herdian, 2010) generalisasi dapat diartikan sebagai transfer belajar yang berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk menangkap struktur pokok, pola dan prinsip-prinsip umum. Lebih lanjut, siswa akan mampu mengadakan generalisasi, yaitu menangkap ciri-ciri atau sifat umum yang terdapat dari sejumlah hal-hal khusus. Apabila siswa telah memiliki konsep, kaidah, prinsip (kemahiran intelektual) dan siasat masalh-masalah tersebut. Dengan demikian, siswa yang memiliki kemampuan generalisasi matematis maka telah terjadi transfer belajar dalam hal membuat kesimpulan matematis yang terlihat dari kegiatan siswa melakukan berbagai strategi terhadap penyelesaian suatu masalah.

Menurut Pott (Herdian, 2010) untuk mengembangkan kemampuan analogi matematis dan generalisasi matematis diperlukan sebuah metode pembelajaran


(20)

yang mempunyai karakteristik membangun katagori, menentukan masalah dan menciptakan lingkungan yang mendukung. Metode pembelajaran yang mempunyai karakteristik tersebut diantaranya Discovery Learning. Hal ini didasarkan pada proses pembelajaran penemuan yang digambarkan Veermans (Yuliani, 2011) yaitu orientasi, menyusun hipotesis, menguji hipotesis, membuat kesimpulan dan mengevaluasi (mengontrol).

Ruseffendi (1991: 329) mengemukakan bahwa metode discovery adalah metode mengajar yang diatur sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan, dimana sebagian atau seluruh pengetahuan ditemukan sendiri dengan bantuan guru. Sejalan dengan Ruseffendi, Sund (Suriadi, 2006: 5) mengungkapkan bahwa penemuan ialah proses mental sehingga siswa mampu mengasimilasikan suatu konsep atau prinsip. Proses mental yang dimaksud antara lain: mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya. Diharapkan, jika siswa secara aktif terlibat didalam menemukan suatu prinsip dasar sendiri, Ia akan memahami konsep lebih baik, ingat lama dan akan mampu menggunakannya kedalam konteks yang lain.

Blake et al. (Rochaminah, 2008: 32) membahas metode discovery yang dipublikasikan oleh Whewell. Whewell mengajukan metode discovery dengan tiga tahap, yaitu: (1) mengklarifikasi, (2) menarik kesimpulan secara induktif, (3) membuktikan kebenaran (verifikasi). Dari tiga tahap tersebut terlihat bahwa dalam metode discovery kektifan siswa sangat dibutuhkan untuk menuangkan ide dari


(21)

suatu masalah matematika sehingga siswa dapat mengklarifikasi sebuah persoalan untuk kemudian mengidentifikasi fakta-fakta untuk menarik sebuah kesimpulan. Setelah siswa menarik kesimpulan siswa juga dapat membuktikan kebenaran dari kesimpulan tersebut.

Metode discovery struktur pembelajarannya adalah induktif, yaitu menekankan siswa untuk menemukan pola-pola, aturan, prinsip, dan struktur matematik melalui eksplorasi terhadap contoh-contoh. Sebagaimana yang dikemukakan Taba (Trisnadi, 2006: 21) bahwa metode discovery melibatkan suatu urutan induktif, urutan ini dimulai tidak dengan penjelasan sebuah prinsip umum tetapi dengan menghadapkan siswa kepada beberapa contoh dari prinsip, dimana mereka dapat menganalisis, memanipulasi dan bereksperimen.

Metode discovery memberi kesempatan yang leluasa kepada siswa untuk belajar melakukan aktivitas bekerja matematika, siswa diberi kesempatan mengembangkan strategi belajarnya secara sendiri maupun berinteraksi dan bernegosiasi dengan sesama siswa serta dengan guru. Melalui kegiatan seperti itu dimungkinkan siswa tidak merasa tertekan, tidak cemas, rasa percaya dirinya muncul dan termotivasi untuk belajar matematika (Yuliani, 2011). Bila hal itu benar-benar terjadi dalam pembelajaran matematika, bukan mustahil sikap positif siswa terhadap matematika akan tumbuh. Ini penting, karena sikap positif terhadap matematika berkorelasi positif dengan hasil belajar matematika. Sehingga diduga metode discovery dapat meningkatkan sikap positif terhadap matematika.


(22)

Dalam kegiatan pembelajaran matematika kondisi siswa sangat berpengaruh berhasil atau tidaknya suatu pembelajaran karena siswa merupakan subjek dari materi yang diberikan oleh guru. Oleh sebab itu, kondisi siswa sangat menentukan berhasil atau tidaknya tujuan pembelajaran tersebut. Pengalaman menyenangkan atau tidak menyenangkan akan berpengaruh pada sikap siswa terhadap pelajaran matematika. Hal tersebut juga akan terlihat perilaku siswa ketika pembelajaran matematika berlangsung. Sebagai contoh, pada pembelajaran terdapat siswa yang hanya diam dan terliahat mengantuk tidak memperhatikan pembelajaran. Setelah

siswa tersebut ditanya, mereka menjawab “tidak suka matematika karena rumit”.

Slameto (Saragih, 2011) mengungkapkan bahwa sikap terbentuk melalui pengalaman yang berulang-ulang, imitasi, sugesti, dan melalui identitas. Hal tersebut menunjukkan jika pembelajaran matematika yang menyenangkan dilakukan secara berulang-ulang akan menjadikan siswa menyenangi pelajaran matematika, sehingga sikap siswa terhadap matematika.

Sikap siswa terhadap matematika tidak dipungkiri dipengaruhi oleh guru dalam menyampaikan materi didepan kelas. Kurangnya guru dalam memfasilitasi, membimbing, memotivasi dan mengajr dengan metode pembelajaran yang tidak tepat. Sehubungan dengan itu, maka kedekatan emosianal antara guru sengan siswa harus dibangun dengan baik. Selain itu, guru juga harus melakukan inovasi dalam pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran yang menarik dan menyenangkan. Dalam kegiatan pembelajaran, guru juga harus bisa membimbing dan memfasilitasi siswa dengan memberikan bimbingan apa yang dibutuhkan oleh siswa. Disamping itu, guru memberikan solusi yang terbaik


(23)

dalam menanggapi pertanyaan/masalah yang diajukan siswa dengan tetap memperdayakan siswa dalam membangun konsep materi yang diajarkan.

Ruseffendi (Darhim, 2004) juga menjelaskan bahwa untuk menumbuhkan sikap positif terhadap matematika antara lain dengan cara mengajarkan matematika sesuai dengan lingkungan dan pengetahuan siswa. Oleh karena itu, sikap siswa terhadap matematika tidak dapat dipisahkan dari kemampuan awal matematika siswa. Siswa dengan kemampuan matematis yang rendah akan cenderung bersikap negatif terhadap matematika, karena mereka sudah memiliki ketakutan terlebih dahulu terhadap pelajaran matematika. Sebaliknya untuk siswa dengan kemampuan matematika yang tinggi akan cenderung bersikap positif terhadap matematika. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa siswa yang memiliki kemampuan matematika rendah akan menjadi bersikap positif terhadap matematika. Pembelajaran dengan metode discovery

menempatkan guru sebagai vasilitator, membimbing dan memotivasi siswa. Di samping itu, adanya masalah yang harus dipecahkan oleh siswa untuk ditarik kesimpulan guru juga membri jawaban yang diperlukan oleh siswa untuk menyimpulkan materi yang diajarkan.

Adanya interaksi antar siswa dalam pembelajaran memberikan kontribusi untuk mengungkapkan pendapat satu sama lain sehingga antara siswa yang kurang memahami materi akan diberi masukan oleh siswa yang memahaminya. Terciptanya situasi pembelajaran yang aktif oleh adanya interaksi antar siswa dapat mendorong siswa untuk menata proses berpikirnya, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan kemampuan analogi dan generalisasi matematis. Hal tersebut


(24)

dapat diakomodir pada pembelajaran dengan metode discovery yang salah satu aspeknya adanya interaksi antar siswa. Oleh sebab itu, perlunya pengelompokan siswa untuk mempermudah adanya interaksi antar siswa berjalan lebih efektif.

Dalam penelitian ini kemampuan siswa diklasifikasikan berdasarkan pengetahuan awal matematika, yang terdiri dari siswa kemampuan tinggi, kemampuan sedang, dan kemampuan rendah. Setiap siswa mempunyai kemampuan yang berbeda dalam memahami matematika. Menurut Galton (Ruseffendi, 1991) dari sekelompok siswa yang dipilih secara acak akan selalu dijumpai siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Hal ini disebabkan kemampuan siswa menyebar secara distribusi normal.

Proses penentuan kelompok tinggi, kelompok sedang dan kelompok rendah ini adalah dengan cara mengurutkan skor hasil belajar matematika sebelumnya (ulangan harian dan ujian tengah semester), serta pengklasifikasian yang dilakukan oleh guru kelas. Hal ini sejalan dengan temuan Begle (Darhim, 2004) melalui penelitiannya bahwa salah satu prediktor terbaik untuk hasil belajar matematika adalah hasil belajar matematika sebelumnya. Lebih lanjut dikatakan bahwa peran variabel kognitif lainnya ternyata tidak sebesar variabel hasil belajar sebelumnya.

Matematika merupakan mata pelajaran yang dipelajari dari jenjang sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Selain itu, sifat matematika sendiri yang abstrak diperlukan juga memahami aspek pemahaman kemampuan siswa. Pemahaman karakteristik kemampuan siswa dapat menjadi modal awal dalam proses pembelajaran karena dengan mengetahui seberapa besar kemampuan awal siswa


(25)

terhdapa materi yang akan diajarkan guru dapat membuat persiapan proses pembelajaran sesuai dengan proporsi kemampuan siswa. Selain itu, guru juga dapat memprediksi perlakukan-perlakuan apa yang ingin dilakukan pada siswa dengan kemampuan-keampuan yang dimilikinya. Hal ini senada dengan pendapat Bagle (Darhim, 2004) yang menyatakan bahwa salah satu prediktor pembelajaran matematika terbaik adalah hasil pembelajaran matematika sebelumnya, dan peranan faktor kognitif lainnya tidak sebesar hasil belajar matematika sebelumnya. Sehingga, kemampuan awal siswa sangat dapat menentukan hasil belajar selanjutnya karena dengan hasil belajar yang diperoleh siswa sebelumnya guru dapat memprediksi perlakuan atau tindakan apa yang harus dilakukan pada siswa berdasarkan kemampuan atau hasil belajar matematika sebelumnya.

Selain itu, dalam kondisi pembelajaran di kelas kemampuan siswa berbeda-beda sehingga diperlukan penyesuaian lingkungan belajar. Pemilihan metode yang tepat diperlukan untuk mengcover semua kemampuan siswa yang terjadi dalam kelas. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Russeffendi (1991), perbedaan kemampuan siswa bukan semata-mata bawaan dari lahir, tetapi juga dipengaruhi oleh lingkungan. Oleh karena itu, pemilihan metode yang tepat untuk pembelajaran matematika sangat diperlukan. Metode discovery yang memberikan kesempatan siswa untuk mengutarakan ide dan pemikiranya untuk menyimpulkan suatu persoalan diduga cocok untuk mengakomodir pembelajaran matematika disesuaikan dengan kemampuan siswa.


(26)

Dari uraian di atas maka melalui penelitian ini akan diungkap

”meningkatkan kemampuan analogi dan generalisasi matematis siswa SMP menggunakan pembelajaran dengan metode discovery”.

B. Rumusan dan Batasan Masalah

Berdasarkan uraian pada pendahuluan di atas, maka rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini difokuskan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Apakah peningkatan kemampuan analogi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode discovery lebih baikdaripada siswa yang memperoleh metode pembelajaran dengan metode ekspositori?

2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan analogi matematis siswa dilihat dari kategori (a) kelompok siswa berkemampuan tinggi, (b) kelompok siswa berkemampuan sedang dan (c) kelompok siswa berkemampuan rendah?

3. Apakah peningkatan kemampuan generalisasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode discovery lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode ekspositori?

4. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan generalisasi matematis siswa dilihat dari kategori (a) kelompok siswa berkemampuan tinggi, (b) kelompok siswa berkemampuan sedang dan (c) kelompok siswa berkemampuan rendah?


(27)

5. Apakah sikap siswa terhadap matematika yang memperoleh pembelajaran dengan metode discovery lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode ekspositori?

6. Apakah terdapat perbedaan sikap siswa terhadap matematika dilihat dari kategori (a) kelompok siswa berkemampuan tinggi, (b) kelompok siswa berkemampuan sedang dan (c) kelompok siswa berkemampuan rendah?

C. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran yang objektif mengenai kemampuan analogi dan generalisasi matematis siswa SMP melalui pembelajaran dengan metode discovery.

Secara rinci tujuan penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan/menelaah peningkatan kemampuan analogi matematis siswa yang yang memperoleh pembelajaran dengan metode discovery dengan siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode ekspositori

2. Mendeskripsikan/menelaah perbedaan peningkatan kemampuan analogi matematis siswa dilihat dari kategori (a) kelompok siswa berkemampuan tinggi, (b) kelompok siswa berkemampuan sedang dan (c) kelompok siswa berkemampuan rendah.

3. Mendeskripsikan/menelaah kemampuan generalisasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode discovery dengan siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode ekspositori.

4. Mendeskripsikan/menelaah perbedaan peningkatan kemampuan analogi matematis siswa dilihat dari kategori (a) kelompok siswa berkemampuan


(28)

tinggi, (b) kelompok siswa berkemampuan sedang dan (c) kelompok siswa berkemampuan rendah.

5. Mendeskripsikan/menelaah sikap siswa SMP terhadap matematika setelah memperoleh pembelajaran dengan metode discovery dengan siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode ekspositori.

6. Mendeskripsikan/menelaah sikap siswa SMP terhadap matematika dilihat dari kategori (a) kelompok siswa berkemampuan tinggi, (b) kelompok siswa berkemampuan sedang dan (c) kelompok siswa berkemampuan rendah.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat dan kontribusi yang berarti bagi pihak-pihak tertentu yang berkecimpung dalam dunia pendidikan diantaranya :

1. Bagi Guru

a. Memberikan informasi tentang implementasi metode discovery dalam meningkatkan hasil belajar siswa;

b. Menjadi salah satu alternatif pembelajaran di sekolah. 2. Bagi Siswa

a. Melatih siswa untuk terlibat aktif dalam pembelajaran;

b. Melatih siswa dalam menemukan konsep matematika dengan cara menemukannya sendiri;


(29)

3. Bagi Sekolah

Penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran dan masukan dalam menerapkan inovasi metode pembelajaran dengan metode discovery

guna meningkatkan mutu pendidikan. 4. Bagi peneliti lain

Menjadi salah satu tambahan bahan rujukan/ referensi untuk melakukan penelitian mengenai penerapan metode discovery di sekolah.

E. Definisi Operasional

Agar tidak terjadi kesalahan dalam menangkap maksud dari penelitian ini, perlu dijelaskan beberapa istilah yang digunakan.

1. Kemampuan analogi matematis adalah ketrampilan menghubungkan dua hal yang berlainan berdasarkan keserupaannya, dan berdasarkan keserupaan tersebut ditarik kesimpulan sehingga dapat digunakan sebagai penjelas atau sebagai dasar penalaran. Adapun indikator dari kemampuan analogi matematis adalah: menentukan kesamaan hubungan dalam suatu pola gambar atau bangun dan menentukan kesamaan hubungan dalam suatu pola sifat dari bangun.

2. Kemampuan generalisasi matematis adalah ketrampilan proses penarikan kesimpulan dengan memeriksa keadaan khusus menuju kesimpulan umum atau pola umum. Adapun indikator dari kemampuan generalisasi adalah:

perception of generality, expression of generality, symbolic expression of generality dan manipulation of generality.


(30)

3. Pembelajaran dengan metode discovery adalah bentuk pembelajaran yang dilaksanakan dengan menemukan kembali konsep, teorema, rumus, aturan dan sejenisnya. Dalam hal ini, guru hanya bertindak sebagai pengarah dan pembimbing saja. adapun langkah-langkah metode pembelajaran discovery

adalah sebagai berikut:

a. guru mermberikan masalah yang harus di pecahkan dalam bentuk pertanyaan atau pernyataan;

b. guru menentukan proses kegiatan mental yang akan dikembangkan; c. alat-alat dan bahan yang diperlukan harus tersedia;

d. pengarahan diberikan melalui tanya jawab;

e. siswa melakukan penyelidikan atau percobaan sampai menemukan konsep atau prinsip yang ditetapkan guru;

f. siswa mengumpulkan data;

g. Guru memberikan jawaban dengan tepat informasi yang diperlukan siswa. 4. Pembelajaran dengan metode ekspositori adalah bentuk pembelajaran yang dilaksanakan dengan menjelaskan materi pelajaran, memberikan contoh, dan siswa mengerjakan latihan secara individual.

5. Sikap siswa terhadap matematika adalah respon yang ditunjukkan untuk menyukai atau tidak menyukai pelajaran matematika yang dinyatakan dengan skor jawaban terhadap skala sikap model Likert dan Fennema- Sherman, yang setiap pernyataan dilengkapi dengan lima pilihan jawaban, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), netral (N), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS).


(31)

6. Kategori kemempuan matematika siswa adalah pengelompokkan siswa didasarkan pada kemampuan awal matematika siswa. Proses penentuan dengan cara mengurutkan skor hasil belajar matematika sebelumnya (ulangan harian dan ujian tengah semester), serta pengklasifikasian yang dilakukan oleh guru kelas. Pengelompokan siswa menjadi tiga kelompok kategori, yaitu kelompok tinggi, sedang, dan rendah dengan perbandingan 30%, 40% dan 30% .

F. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Sugiyono (1999 : 51) mengungkapkan bahwa hipotesis dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, bukan jawaban yang empirik. Berdasarkan kajian permasalahan yang telah diuraikan, maka penelitian ini mengajukan hipotesis sebagai berikut.

1. Peningkatan kemampuan analogi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode discovery lebih baik daripada siswa yang memperoleh metode pembelajaran dengan metode ekspositori;

2. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan analogi matematis siswa dilihat dari kategori (a) kelompok siswa berkemampuan tinggi, (b) kelompok siswa berkemampuan sedang dan (c) kelompok siswa berkemampuan rendah;

3. Peningkatan kemampuan generalisasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode discovery lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode ekspositori;


(32)

4. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan generalisasi matematis siswa dilihat dari kategori (a) kelompok siswa berkemampuan tinggi, (b) kelompok siswa berkemampuan sedang dan (c) kelompok siswa berkemampuan rendah; 5. Sikap siswa terhadap matematika yang memperoleh pembelajaran dengan

metode discovery lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode pembelajaran ekspositori;

6. Terdapat perbedaan Sikap siswa terhadap matematika dilihat dari kategori (a) kelompok siswa berkemampuan tinggi, (b) kelompok siswa berkemampuan sedang dan (c) kelompok siswa berkemampuan rendah.


(33)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode eksperimen. Penelitian eksperimen dapat diartikan sebagai suatu penelitian yang berusaha untuk mengungkap hubungan antara dua variabel atau lebih. Penelitian eksperimen juga dapat difungsikan untuk mencari pengaruh suatu variabel terhadap variabel lainnya. Penelitian ini melibatkan tiga variabel, yaitu variabel bebas, variabel terikat dan variabel kontrol. Metode pembelajaran discovery dan metode pembelajaran ekspositori sebagai variabel bebas. Sikap siswa terhadap matematika, kemampuan analogi matematis dan kemampuan generalisasi matematis sebagai variabel terikat. Kemudian siswa berkemampuan pandai dan siswa berkemampuan lemah sebagai variabel kontrol.

Metode eksperimen yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu dengan cara memberikan perlakuan terhadap subjek penelitian berupa penggunaan metode pembelajaran yang berbeda. Metode discovery diberikan kepada siswa kelompok eksperimen, sedangkan metode pembelajaran ekspositori (metode pembelajaran ekspositori ) diberikan kepada siswa kelompok kontrol.

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah factorial design, yaitu dengan memperhatikan adanya variabel kontrol yang mempengaruhi perlakuan (variabel bebas) terhadap hasil (variabel terikat). Penelitian ini


(34)

akan dilakukan pada siswa dari dua kelas yang dipilih dengan pertimbangan tertentu. Desain penelitian ini berbentuk:

Kelas Eksperimen : O X O

Kelas Kontrol : O O

Dimana:

O : Pretest = posttest (tes kemampuan analogi dan generalisasi matematis siswa)

X : Perlakuan pembelajaran dengan metode discovery

Penelitian ini menggunakan model faktorial 2x2x3, dimana 2 adalah banyaknya faktor pembelajaran (metode pembelajaran discovery dan metode pembelajaran ekspositori), 2 adalah banyaknya faktor kemampuan matematis siswa (kemampuan analogi matematis dan kemampuan generalisasi matematis) dan sikap siswa terhadap matematika, dan 3 adalah banyaknya faktor kemampuan awal siswa (siswa tinggi, siswa sedang dan siswa rendah).

B. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Sugiyono (2008: 117) menyatakan bahwa populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/ subjek yang mempuyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan peneliti dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMP N 13 Jakarta. Berdasarkan peringkat sekolah SMP N 13 Jakarta termasuk dalam klasifikasi sekolah sedang, sehingga kemampuan akademik


(35)

siswanya heterogen dan dapat mewakili siswa dari tingkat kemampuan tinggi, sedang dan rendah.

2. Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2008: 118). Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling (sampel acak bertujuan). Teknik purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel secara sengaja dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2008: 124). Sampel penelitian ini adalah siswa-siswi SMP N 13 Jakarta kelas VII sebanyak dua kelas yaitu kelas VII.6 dan kelas VII.8 dengan masing-masing kelas dipilih 36 orang siswa untuk dijadikan sampel.

Alasan pemilihan sampel adalah siswa kelas VII, karena mereka dianggap sudah bisa beradaptasi dengan pembelajaran baru (lain dari biasa) dan tidak mengganggu program sekolah dalam mempersiapkan siswa untuk mengikuti ujian akhir nasional (jika dipilih siswa kelas IX). Pengelompokkan siswa didasarkan pada kemampuan matematika dengan cara mengurutkan skor hasil belajar matematika sebelumnya (ulangan harian dan ulangan tengah semester) serta pengklasifikasian yang dilakukan oleh guru kelas. Pembagian kemampuan siswa terdiri dari tiga kelompok kategori, yaitu kelompok tinggi, sedang, dan rendah denga perbandingan 30%, 40% dan 30% (Dahlan, 2004).

Hasil pengelompokan kategori kemampuan siswa pada kelas eksperimen dan kontrol sama, yaitu 11 siswa termasuk kategori tinggi, 14 siswa termasuk kategori sedang, dan 11 siswa termasuk kategori rendah.


(36)

Pengelompokkan siswa kategori tinggi, sedang dan rendah pada kelas eksperimen dan kelas kontrol selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran D.1.

C. Variabel Penelitian

Variabel adalah objek penelitian atau apa yang akan menjadi titik perhatian suatu penelitian. Menurut Sudjana (2005: 8) penelitian eksperimen adalah suatu penelitian yang berusaha mencari pengaruh variabel tertentu terhadap variabel lain dalam kondisi yang terkontrol secara ketat. Pada penelitian ini variabel yang digunakan terdiri dari variabel bebas (X), variabel terikat (Y), dan variabel kontrol (Z).

Pada penelitian ini variabel yang digunakan terdiri dari variabel bebas (X), variabel terikat (Y), dan variabel kontrol (Z). Variabel bebas (X) pada penelitian ini yaitu: (a) metode pembelajaran discovery yang diberikan kepada kelompok eksperimen, (b) metode pembelajaran ekspositori yang diberikan kepada kelompok kontrol. Kemudian yang menjadi variabel terikat (Y) pada penelitian ini yaitu: (a) kemampuan analogi matematis; (b) kemampuan generalisasi matematis; dan (c) sikap siswa terhadap matematika. Selanjutnya yang menjadi variabel kontrol (Z) pada penelitian ini adalah (a) siswa kemampuan tinggi; (b) siswa kemampuan sedang; dan (b) siswa kemampuan rendah.

Berikut ini akan ditampilkan keterkaitan antara variabel bebas (metode pembelajaran discovery dan metode pembelajaran ekspositori ), dengan variabel terikat (kemampuan analogi dan generalisasi matematis siswa serta sikap


(37)

siswa terhadap matematika), dan variabel kontrol (siswa kemampuan tinggi, sedang dan rendah). dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1

Keterkaitan Weiner tentang Keterkaitan Antara Variabel Bebas, Terikat dan Kontrol Kemampuan yang diukur Kemampuan Analogi Matematis Siswa (KA) Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa (KG) Sikap Siswa Terhadap Matematika (SS) Metode Pembelajaran MPD

(A) MPE (B) MPD (A) MPE (B) MPD (A) MPE (B) Kel. Siswa

Tinggi (T) KAAT KABT KGAT KGBT SSAT SSBT

Sedang (S) KAAS KABS KGAS KGBS SSAS SSBS

Rendah (R) KAAR KABR KGAR KGBR SSAR SSBR

Seluruh KAA KAB KAA KAB SSA SSB

keterangan:

KA : Kemampuan Analogi Matematis Siswa;

KG : Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa; SS : Sikap Siswa terhadap Matematika

MPD (A) : Metode Pembelajaran Discovery;

MPE (B) : Metode Pembelajaran Ekspositori

Contoh : KAAT adalah kemampuan analogi matematis siswa kemampuan tinggi yang memperoleh pembelajaran dengan metode discovery.

D. Instrumen Penelitian

Sebagai upaya untuk mendapatkan data dan informasi yang lengkap mengenai hal-hal yang ingin dikaji dalam penelitian ini, maka dibuatlah seperangkat instrumen. Penelitian ini menggunakan empat jenis instrumen, yaitu tes, angket, observasi dan wawancara.


(38)

1. `Tes

Tes yang digunakan adalah tes kemampuan analogi dan generalisasi matematis yang terdiri dari tes awal (pretest) dan tes akhir (posttest). Tes yang diberikan pada setiap kelas eksperimen dan kelas kontrol baik soal-soal untuk

pretest maupun posttest ekuivalen/ relatif sama. Tes awal dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal siswa pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol dan digunakan sebagai tolak ukur peningkatan prestasi belajar sebelum mendapatkan pembelajaran dengan metode yang akan diterapkan, sedangkan tes akhir dilakukan untuk mengetahui perolehan hasil belajar dan ada tidaknya pengauh yang signifikan setelah mendapatkan pembelajaran dengan metode pembelajaran yang akan diterapkan. Jadi, pemberian tes pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan pengaruh hasil belajar matematika antara siswa yang mendapat pembelajaran dengan metode pembelajaran discovery

maupun metode pembelajaran ekspositori terhadap kemampuan analogi dan generalisasi matematis siswa.

Untuk memberikan penilaian yang objektif, kriteria pemberian skor untuk soal tes kemampuan analogi dan generalisasi matematis berpedoman pada rubrik penskoran kemampuan analogi matematis dengan mengadopsi kriteria penilaian penalaran matematis dari holistic scoring rubrics (Cai, Lane dan Jakabcsin, 1996). Hal ini dikarenakan kemampuan analogi matematis merupakan bagian dari penalaran.


(39)

Tabel 3.2

Kriteria Penilaian Kemampuan Analogi Matematis

Skor Kriteria

4 Dapat menjawab semua aspek pertanyan tentang analogi dan dijawab dengan benar dan jelas atau lengkap

3 Dapat menjawab hampir semua aspek pertanyaan tentang analogi dan dijawab dengan benar

2 Dapat menjawab hanya sebagian aspek pertanyaan tentang analogi dan dijawab dengan benar

1 Menjawab tidak sesuai atas aspek pertanyaan tentang analogi atau menarik kesimpulan salah

0 Tidak ada jawaban

Tabel 3.3

Kriteria Penilaian Kemampuan Generalisasi Matematis

Instrumen penelitian perlu dilakukan uji coba terlebih dahulu. Uji coba dilakukan pada siswa yang telah mendapatkan materi yang akan disampaikan. Uji coba dilakukan untuk mengetahui tingkat validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda instrumen tersebut.

a. Validitas

Suatu instrumen dikatakan valid (absah atau shahih) apabila instrumen tersebut mampu untuk mengevaluasi/ mengukur apa yang seharusnya dievaluasi.

Skor Kriteria

4 Dapat menjawab semua aspek pertanyan tentang generalisasi dan dijawab dengan benar dan jelas atau lengkap

3 Dapat menjawab hampir semua aspek pertanyaan tentang generalisasi dan dijawab dengan benar

2 Dapat menjawab hanya sebagian aspek pertanyaan tentang generalisasi dan dijawab dengan benar

1 Menjawab tidak sesuai atas aspek pertanyaan tentang generalisasi atau menarik kesimpulan salah


(40)

Oleh karena itu untuk menentukan validitas suatu alat evaluasi hendaknya dilihat dari berbagai aspek diantaranya validitas isi dan validitas muka.

1) Validitas Isi

Validitas isi suatu alat evaluasi artinya ketepatan alat tersebut ditinjau dari segi materi yang dievaluasikan yaitu materi (bahan ajar) yang dipakai sebagai alat evaluasi tersebut yang merupakan sampel representatif dari penguasaan yang dikuasai. Arikunto (2002: 67) menyatakan bahwa validitas isi (content validity), artinya tes yang digunakan merupakan sampel yang mewakili kemampuan yang akan diukur.

Suatu test matematika dikatakan memiliki validitas isi yang baik apabila dapat mengukur Kompetensi Dasar (KD), Standar Kompetensi (SK) serta indikator yang telah ditentukan sesuai dengan kurikulum KTSP. Pertimbangan para pakar (dosen pembibing dan mahasiswa S3 yang sedang menempuh perkuliahan) sangat berperan dalam menyusun validitas isi suatu instrumen dalam hal yang berkaitan dengan konsep-konsep matematika.

2) Validitas Muka

Validitas muka atau sering disebut pula validitas tampilan suatu alat evaluasi yaitu keabsahan susunan kalimat atau kata-kata dalam soal sehingga jelas pengertiannya atau tidak menimbulkan multi tafsir. Validitas muka adalah derajat kesesuaian tes dengan jenjang sekolah/ pendidikan siswa. Soal tes disesuaikan dengan tingkat pendidikan subyek penelitian.


(41)

3) Validitas Butir Soal

Validitas butir soal dari suatu tes adalah ketepatan mengukur yang dimiliki oleh sebutir soal (yang merupakan bagian tak terpisahkan dari tes sebagai suatu totalitas), dalam mengukur apa yang seharusnya diukur lewat butir soal tersebut. Sebuah butir soal dikatakan valid bila mempunyai dukungan yang besar terhadap skor total. Untuk menentukan perhitungan validitas butir soal digunakan rumus korelasi produk moment pearson (Suherman dan Sukjaya, 1990: 154), yaitu :

rxy =

  

 

 

 2 2 2 2 y y N x x N y x xy N keterangan:

rxy = Koefisien korelasi antara variabel x dan variabel y

x = Skor siswa pada tiap butir soal

y = Skor total tiap responden/ siswa

n = Jumlah peserta tes

Tolak ukur untuk menginterprestasikan derajat validitas digunakan kriteria menurut Guilford (Suherman dan Sukjaya, 1990 : 147).

Tabel 3.4

Klasifikasi Koefisien Korelasi

Kriteria: Bila rhitung > rTabel , maka butir soal dikatakan valid.

Besarnya rxy Interprestasi

0,80 < rxy≤ 1,00 Sangat Tinggi

0,60 < rxy≤ 0,80 Tinggi

0,40 < rxy≤ 0,60 Cukup

0,20 < rxy≤ 0,40 Rendah


(42)

b. Reliabilitas

Instrumen memiliki reliabilitas yang baik apabila alat ukur itu memiliki konsistensi yang handal pada tingkatan yang sama, walaupun dikerjakan oleh siapun, di manapun dan kapanpun berada. Suatu alat ukur memiliki daya keajegkan mengukur atau reliabilitas yang baik, bila alat ukur itu memiliki konsistensi yang handal. Untuk mengukur reliabilitas soal menggunakan Rumus

alpha-cronbach yaitu:

               

2

2 1 1 t i n n r  

(Sugiyono, 2002:282 – 283)

Dimana:

n : Banyak soal 2

i

 : Variansi item 2

t

 : Variansi total

Hasil perhitungan koefisien reliabilitas, kemudian ditafsirkan dan diinterpretasikan mengikuti interpretasi menurut J.P. Guilford (Suherman dan Sukjaya, 1990:177), yaitu:

Tabel 3.5

Klasifikasi Reliabilitas

Besarnya r11 Interprestasi

0,90 < r11≤ 1,00 Sangat Tinggi

0,70 < r11≤ 0,90 Tinggi

0,40 < r11≤ 0,70 Sedang

0,20 < r11≤ 0,40 Rendah

r11≤ 0,20 Sangat rendah


(43)

c. Tingkat kesukaran

Arikunto (2002: 207) mengungkapkan bahwa soal tes hasil belajar dapat dinyatakan sebagai butir-butir soal yang baik, apabila butir-butir soal tersebut tidak terlalu sukar dan tidak pula terlalu mudah. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk berusaha memecahkannya, dan soal yang terlalu sukar akan menyebabkan siswa putus asa dan tidak bersemangat untuk mencoba lagi karena di luar jangkauannya.

Taraf kesukaran bertujuan untuk mengetahui bobot soal yang sesuai dengan kriteria perangkat soal yang diharuskan. Penentuan siswa kelompok atas dan siswa kelompok bawah, dilakukan dengan cara mengurutkan terlebih dahulu skor siswa dari yang tertinggi hingga terendah. Arikunto (2002: 212) menyatakan bahwa untuk kelompok kecil, ambil sebanyak 50% siswa yang skornya tertinggi dan 50% siswa yang skornya terendah. Selanjutnya masing-masing disebut kelompok atas dan kelompok bawah.

Tingkat kesukaran pada masing-masing butir soal dihitung dengan menggunakan rumus:

A B B A

J J

S S IK

  

keterangan:

IK = indeks tingkat kesukaran

A

S = jumlah skor kelompok atas

B

S = jumlah skor kelompok bawah A


(44)

B

J = jumlah skor ideal kelompok bawah

Kriteria penafsiran harga Indeks Kesukaran suatu butir soal menurut Suherman dan Sukjaya (1990 : 213) adalah sebagai berikut :

Tabel 3.6

Klasifikasi Tingkat Kesukaran Butir Soal

Nilai TK Klasifikasi

TK = 0,00 Terlalu sukar

0,00 < TK ≤ 0,30 Sukar 0,30 < TK ≤ 0,70 Sedang 0,70 < TK < 1,00 Mudah

TK = 1,00 Sangat mudah

d. Daya Pembeda

Daya pembeda adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan kemampuan siswa. Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi (DP) yang berkisar antara 0,00 – 1,00. Discriminatory power

(daya pembeda) dihitung dengan membagi siswa kedalam dua kelompok, yaitu: kelompok atas (the higher group) – kelompok siswa yang tergolong pandai dan kelompok bawah (the lower group) – kelompok siswa yang tergolong rendah Sukjaya (1990: 202).

Untuk menentukan daya pembeda digunakan rumus:

A B A

J S S

DP  

keterangan:

DP = indeks daya pembeda suatu butir soal

A


(45)

A

J = jumlah skor ideal kelompok atas

Kriteria penafsiran Daya Pembeda suatu butir soal menurut Suherman dan Sukjaya (1990: 202) adalah sebagai berikut :

Tabel 3.7

Klasifikasi Nilai Daya Pembeda

2. Angket

Angket yang digunakan adalah angket sikap siswa terhadap matematika. Angket ini bertujuan mengungkapkan sikap siswa terhadap matematika setelah memperoleh pembelajaran. Angket sikap yang digunakan terdiri dari 5 komponen, yaitu : (a) kepercayaan diri belajar matematika, (b) kecemasan matematika, (c) kegunaan matematika, (d) motivasi dalam belajar matematika, dan (e) peranan guru (Herdian, 2010).

Sebelum angket sikap ini digunakan, terlebih dahulu dilakukan ujicoba pada siswa yang sudah pernah menempuh materi yang akan diajarkan. Tujuan dari ujicoba ini adalah untuk mengetahui apakah pernyataan-pernyataan dalam skala sikap dapat dipakai untuk membedakan sikap siswa terhadap matematika.

Kisi-kisi angket disusun berdasarkan lima komponen di atas, yang setiap komponennya memiliki pernyataan positif dan negatif. Angket sikap ini menggunakan bentuk skala Likert yang dilengkapi lima pilihan jawaban, yaitu

Nilai DP Klasifikasi

DP≤ 0,00 Sangat jelek 0,00 < DP≤ 0,20 Jelek 0,20 < DP≤ 0,40 Cukup 0,40 < DP≤ 0,70 Baik 0,70 < DP≤ 1,00 Sangat baik


(46)

sangat setuju (SS), setuju (S), netral atau ragu-ragu atau tidak tahu (N), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS).

3. Observasi

Observasi merupakan kegiatan melihat sesuatu secara cermat untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang sesuatu itu. Observasi ini digunakan untuk mengamati aktivitas siswa dan guru selama proses pembelajaran berlangsung. Dalam pengumpulan data aktivitas siswa dan guru digunakan lembar observasi yang dilakukan dengan cara membubuhkan tanda ceklist () pada setiap aspek yang dilakukan siswa dan guru selama proses pembelajaran berlangsung yang berupa skor.

4. Wawancara

Pedoman wawancara merupakan panduan yang digunakan untuk mencari informasi tambahan terhadap proses pembelajaran yang sudah dilakukan. Siswa yang dipilih untuk diwawancarai berasal dari kelas eksperimen. Banyaknya siswa yang diwawancarai pada setiap kelasnya adalah 10 orang.

E. Analisis Hasil Uji Coba Instrumen

Instrumen yang diujicobakan dalam penelitian ini ada tiga jenis, (1) instrumen tes kemampuan analogi matematika siswa, (2) instrumen tes kemampuan generalisasi matematika siswa, dan (3) instrumen sikap siswa terhadap matematika. Berikut akan dijabarkan hasil uji coba dan analisis instrumen penelitian ini.


(47)

1. Analisis Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Analogi Matematis Siswa Instrumen tes kemampuan analogi matematika ini terdiri dari enam soal uraian. Masing-masing soal memiliki bobot penilaian sama yaitu empat. Instrumen ini sebelum digunakan dalam penelitian, diujicobakan terlebih dahulu kepada siswa yang telah mendapatkan materi yang akan diajarkan dalam penelitian ini. Uji coba instrumen ini bertujuan untuk melihat validas soal, reliabilitas soal, daya pembeda dan tingkat kesukaran soal. Dari hasil uji validitas terdapat satu item yang tidak valid atau tidak signifikan yaitu item nomor 3. Berikut adalah hasil uji coba instrumen tes kemampuan analogi matematis siswa.

a. Validitas Butir Tes

Validitas butir tes kemampuan analogi matematis siswa dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.8 berikut:

Tabel 3.8

Hasil Uji Validitas Kemampuan Analogi Matematis Siswa

b. Reliabilitas

Koefisien reliabilitas instrumen tes kemampuan analogi matematis siswa dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.9 berikut:

Nomor Soal r xy Interpretasi Signifikansi

1 0.617 Signifikan Tinggi

2 0.645 Signifikan Tinggi

3 0.135 Tidak Signifikan Rendah

4 0.623 Signifikan Tinggi

5 0.679 Signifikan Tinggi


(48)

Tabel 3.9

Hasil Uji Reliabilitas Kemampuan Analogi Matematis Siswa

Nomor Soal Reliabilitas Interpretasi

1

0.64 Tinggi

2 3 4 5 6

c. Daya Pembeda

Indeks Daya Pembeda instrumen tes kemampuan analogi matematis siswa dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.10 berikut:

Tabel 3.10

Hasil Uji Daya Pembeda Kemampuan Analogi Matematis Siswa

Nomor Soal Daya Pembeda Interpretasi

1 0.42 Baik

2 0.52 Baik

3 0.06 Jelek

4 0.48 Baik

5 0.44 Baik

6 0.44 Baik

d. Tingkat Kesukaran

Indeks kesukaran instrumen tes kemampuan analogi matematis siswa dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.11 berikut:


(49)

Tabel 3.11

Hasil Uji Daya Pembeda Kemampuan Analogi Matematis Siswa

Nomor Soal Indeks Kesukaran Interpretasi

1 0.79 Mudah

2 0.40 Sedang

3 0.97 Sangat Mudah

4 0.34 Sedang

5 0.28 Sukar

6 0.34 Sedang

2. Analisis Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa

Instrumen tes kemampuan generalisasi matematis siswa ini terdiri dari 8 soal uraian. Masing-masing soal memiliki bobot penilaian sama yaitu empat. Instrumen ini sebelum digunakan dalam penelitian, diujicobakan terlebih dahulu kepada siswa yang telah mendapatkan materi yang akan diajarkan dalam penelitian ini. Uji coba instrumen ini bertujuan untuk melihat validitas soal, reliabilitas soal, daya pembeda dan tingkat kesukaran soal. Dari hasil uji validitas terdapat satu item yang tidak valid atau tidak signifikan yaitu item nomor 1b dan 4a, akan tetapiuntuk soal no 4b diperbaiki. Berikut adalah hasil uji coba instrumen tes kemampuan generalisasi matematis siswa.

a. Validitas Butir Tes

Validitas butir tes kemampuan generalisasi matematis siswa dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3.12 berikut:


(50)

Tabel 3.12

Hasil Uji Validitas Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa

Untuk soal no. 4a tidak signifikan akan tetapi soal tersebut diperbaiki dan diikutkan menjadi instrumen penelitian karena nilai r = 0,391 > rtabel = 0,297 untuk

n = 44 dalam taraf signifikansi 5%. b. Reliabilitas

Koefisien reliabilitas instrument tes kemampuan generalisasi matematis siswa dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.13 berikut:

Tabel 3.13

Hasil Reliabilitas Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa

Nomor Soal Reliabilitas Interpretasi

1a

0.86 Tinggi

1b 2a 2b 3a 3b 4a 4b

Nomor Soal r xy Interpretasi Signifikansi

1a 0.580 Signifikan Cukup

1b 0.277 Tidak Signifikan Tinggi

2a 0.616 Signifikan Tinggi

2b 0.723 Sangat Signifikan Rendah

3a 0.624 Signifikan Tinggi

3b 0.654 Signifikan Tinggi

4a 0.391 Tidak Signifikan Rendah


(51)

c. Daya Pembeda

Indeks Daya Pembeda instrumen tes kemampuan generalisasi matematis siswa dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.14 berikut:

Tabel 3.14

Hasil Uji Daya Pembeda Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa

Nomor Soal Daya Pembeda Interpretasi

1a 0.33 Cukup

1b 0.20 Jelek

2a 0.56 Baik

2b 0.48 Baik

3a 0.44 Baik

3b 0.42 Baik

4a 0.33 Cukup

4b 0.42 Baik

d. Tingkat Kesukaran

Indeks kesukaran instrumen tes kemampuan generalisasi matematis siswa dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.15 berikut:

Tabel 3.15

Hasil Uji Tingkat Kesukaran Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa

Nomor Soal Indeks Kesukaran Interpretasi

1a 0.83 Mudah

1b 0.63 Sedang

2a 0.30 Sedang

2b 0.37 Sedang

3a 0.26 Sukar

3b 0.25 Sukar

4a 0.33 Sedang

4b 0.25 Sukar

3. Analisis Hasil Uji Coba Angket Sikap Siswa terhadap Matematika

Uji coba angket diujikan kepada 44 siswa yang telah mendapatkan materi yang akan diajarkan dalam penelitian ini. Berdasarkan hasil perhitungan uji


(52)

validitas diperoleh hasil bahwa dari 25 item ada 5 item yang tidak valid, yaitu item nomor 4, 9, 14, 18 dan 24, atau dengan kata lain 20 item lainnya valid. Uji validitas angket sikap siswa terhadap matematika tersaji dalam Tabel 3.16 berikut:

Tabel 3.16

Hasil Uji Validitas Skala Sikap Siswa terhadap Matematika No Soal Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

1 .521* 0.000 44

2 .463** 0.002 44

3 .345* 0.022 44

4 0.196 0.201 44

5 .406** 0.006 44

6 .754** 0.000 44

7 .720** 0.000 44

8 .412** 0.005 44

9 0.131 0.395 44

10 .663** 0.000 44

11 .430** 0.004 44

12 .514** 0.000 44

13 .614** 0.000 44

14 0.056 0.716 44

15 .649** 0.000 44

16 .598** 0.000 44

17 .388* 0.009 44

18 0.023 0.881 44

19 .695** 0.000 44

20 .423* 0.004 44

21 .528** 0.000 44

22 .480** 0.001 44

23 .599** 0.000 44

24 -0.207 0.177 44

25 .523** 0.000 44

* Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed)

Setelah itu dilakukan uji reliabiltas instrument tes kemampuan generalisasi matematis siswa dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.17 berikut:


(53)

Tabel 3.17

Hasil Reliabilitas Angket Sikap Siswa Terhadap Matematika

Nomor Item Reliabilitas Interpretasi

1

0.884 Tinggi

2 3 5 6 7 8 10 11 12 13 15 16 17 19 20 21 22 23 25

F. Prosedur Penelitian

1. Tahap Pendahuluan

Tahap ini diawali dengan dokumentasi teoritis berupa studi kepustakaan terhadap pembelajaran matematika dengan metode pembelajaran discovery, pengungkapan analogi dan generalisasi matematis siswa. Hasil kegiatan ini berupa proposal penelitian, dengan proses bimbingan dengan dosen pembimbing akademik.

Setelah proposal selesai dilanjutkan dengan pembuatan instrument penelitian dan pembuatan lembar kerja siswa dan rancangan pembelajaran untuk


(54)

kemampuan analogi matematis dan soal tes kemampuan.generalisasi matematis, serta skala sikap siswa dan lembar observasi. Uji coba dilaksanakan pada tanggal 26 maret dan 27 maret 2011 di kelas VIII.1 dan VIII.2 SMP N 13 Jakarta.

2. Tahap Pelaksanaan

Dalam tahap pelaksanaan langkah pertama adalah pemberian pretest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan tes kemampuan analogi dan generalisasi matematis yaitu di kelas VII.6 sebagai kelas eksperimen dan kelas VII.8 sebagai kelas kontrol. Adapun penelitian ini dilakukan di SMP N 13 Jakarta yang memiliki kemampuan homogen pada masing-masing kelasnya.

Selanjutnya pemberian pembelajaran dengan metode pembelajaran

discovery pada materi segitiga, persegi panjng dan persegi pada kelas eksperiman sedangkan pada kelas kontrol dengan pembelajaran dengan metode pembelajaran ekspositori dengan materi yang sama. Adapun jumlah pertemuan pada masing-masing kelas yaitu tujuh kali pertemuan. Dalam kelas eksperimen siswa dibagi beberapa kelompok masing-masing kelompok terdapat 4-5 siswa.

3. Tekhnik Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan melalui tes, skala sikap, observasi dan wawancara. Tes yang terdiri dari dua buah tes yaitu tes kemampuan analogi matematis dan tes kemampuan generalisasi matematis. Kedua jenis tes ini diberikan ketika seluruh pembelajaran pada kelas eksperimen dan kelas kontrol sudah selesai.

Skala sikap siswa diberikan untuk menentukan sikap siswa terhadap pelajaran matematika. Skala sikap ini diberikan pada masing-masing siswa di


(55)

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol setelah pembelajaran selesai. Observasi dilakukan menggunakan format observasi yang digunakan untuk mengetahui aktivitas siswa selama proses pembelajaran. Sebagai observer adalah satu orang guru matematika yang bertugas pada tempat penelitian.

G. Teknik Analisis Data

1. Prestes Kemampuan Analogi dan Generalisasi matematis

Untuk mengetahui gambaran kemampuan analogi matematis yang memperoleh pembelajaran dengan metode discovery (MPD) dan siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode ekspositori (MPE) sama maka dilakukan uji kesamaan pada skor pretes kemampuan analogi dan generalisasi matematis.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui normal atau tidaknya distribusi data yang menjadi syarat untuk menemukan jenis statistik yang digunakan dalam analisis selanjutnya. Hipotesis yang digunakan adalah:

H0 : sampel berasal dari populasi berdistribusi normal H1 : sampel berasal dari populasi tidak berdistribusi normal

Uji normalitas menggunakan uji Shapiro-Wilk, karena sampel berukuran lebih dari 30 (Rohendi. dkk, 2010). Kriteria pengujian, jika p value (siq.) ≥  = 0,05 maka H0 diterima dan jika jika p value (siq.) <  = 0,05 maka H0 ditolak. (sulistiyo, 2010).


(56)

b. Uji Homogenitas

Pengujian homogenitas antara kelompok yang memperoleh MPD dan kelompok siswa yang memperoleh MPE dilakukan untuk mengetahui apakah variansi kedua kelompok homogeny atau tidak homogeny. Adapun hipotesis yang akan diajukan adalah:

H0 : 12 = 22 : variansi skor pretes siswa yang memperoleh MPD dan siswa yang memperoleh MPE homogen

H1 : 12 ≠22 :variansi skor pretes siswa yang memperoleh MPD dan siswa yang memperoleh MPE tidak homogen

Uji statistiknya menggunakan uji Levene dengan criteria pengujian adalah terima H0 apabila Siq. Based on Mean > taraf signifikansi ( = 0,05) (Sulistiyo, 2010).

c. Uji Kesamaan Rataan

Melakukan uji kesamaan dua rataan pada data pretes kedua kelompok siswa yang memperoleh MPD dan siswa yang memperoleh MPE untuk kemampuan analogi dan generalisasi matematis. Hipotesis yang diajukan adalah: H0: µ1 = µ2 : rataan pretes siswa yang memperoleh MPD dan siswa yang

memperoleh MPE homogen

H1: µ1 ≠ µ2 : rataan pretes siswa yang memperoleh MPD dan siswa yang memperoleh MPE berbeda dengan tidak signifikan

Jika kedua rataan skor kemampuan analogi dan generalisasi matematis berdistribusi normal dan homogeny maka uji statistik yang digunakan adalah Uji-t


(57)

2. Gain Ternormalisasi Kemampuan Analogi dan Generalisasi Matematis Setelah diperoleh data pretest dan postest, selanjutnya dibuatlah Tabel

pretest dan postest. Kemudian dihitung rerata dan simpangan baku skor pretest

dan postest. Apabila skor pretest tidak berbeda secara signifikan maka untuk pengujian perbedaan rataan dapat digunakan data postest. Namun, Hake (Meltzer, 2002) menyatakan bahwa apabila skor pretest berbeda secara signifikan maka pengujian perbedaan rataan dilakukan terhadap gain ternormalisasi dengan rumus:

pre maks

pre post

S S

S S

g

  

keterangan:

g = indeks gain

SPost = skor Postes

SPre = skor pretes

Hasil perhitungan gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi sebagai berikut:

Tabel. 3.18 Klasifikasi Gain (g)

Besarnya Gain (g) Interpretasi 0,7 g < 1,0 Tinggi 0,3 g < 0,7 Sedang 0,0 g < 0,3 Rendah

a. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui normal atau tidaknya distribusi data yang menjadi syarat untuk menemukan jenis statistik yang digunakan dalam analisis selanjutnya. Hipotesis yang digunakan adalah:


(1)

pokok bahasan, yaitu lingkaran. Masih terbuka kesempatan bagi peneliti lainnya untuk melakukan eksperimen pada pokok bahasan yang berbeda dan mungkin lebih dari satu pokok bahasan.

8. Dalam upaya implementasi metode discovery di sekolah menengah pertama, direkomendasikan kepada para pengambil kebijakan pendidikan untuk mengadakan perubahan-perubahan terhadap paradigma pembelajaran matematika yang selama ini kurang sesuai dengan kaidah-kaidah metode

discovery. Misalnya, tentang pandangan terhadap matematika, siswa dan guru. Dalam pandangan metode discovery, matematika tidak dipandang sebagai suatu ilmu/ bidang kajian yang sudah jadi dan disajikan dalam bentuk akhir, tetapi dipandang sebagai sesuatu yang harus dikontruksi sendiri oleh siswa. 9. Pada proses generalisasi terkait dengan symbolic expression of generality dan

manipulation of generality guru hendaknya menuntun siswa untuk mengaitkan symbol-simbol pada permasalahan kedalam bilangan-bilangan yang kemudian menuntun siswa mengaitkan bilangan-bilangan tersebut pada suatu pola dengan mendaftarnya.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah. (2002). Suatu Pembelajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Analogi Matematika. Tesis S.Ps. UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Ashar. J. (1998). Peningkatan Guru SMP dalam Mengorganisasi Cooperative Learning pada Pembelajaran Matematika di SMP. FKIP Bengkulu.

Araceli, A.V. dkk. (2006). First PISA 2006 Project for International Assessment of 15-Year-Old Student in Science, Mathematics and Reading. Bilbao: Instituto Vasco de Eduacione e Investigacion Educativa.

Asyhadi, A. (2005). Pengenalan Laboratorium Matematika di Sekolah. IHT Media Bagi Staff LPMP Pengelolaan Laboratorium Matematika Tanggal 5 s.d. 11 September 2005 di PPPG Matematika Yogyakarta.

Arikunto, S (1999). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi IV. Jakarta : Rineka Cipta.

________ (2002). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Edisi Revisi. Jakarta: Bumi Aksara.

Bell, F.H.(1987). Teaching and Learning Mathematics (In Secondary Schools). University of Pittsburgh.

Cai, J.L. dkk (1996). Communication in Mathematics K-12 and Beyond. Virginia: NCTM.

Dahlan, J.A. (2004). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematika Siswa Sekolah Menengah Tingkat Pertama (SLTP) Melalui Pendekatan Pembelajaran Open-Ended. Disertasi S.Ps. UPI: Tidak Diterbitkan.

Darhim. (2004). Pengaruh Pembelajaran Matematika Kontekstual terhadap Hasil belajar Matematika Siswa Sekolah Dasar. Disertasi UPI. Bandung : Tidak diterbitkan.

Darsono, M. (2000). Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang Press.

Departemen Pendidikan Nasional. ( 2002). Kurikulum 2004 Standar Kompetensi

Mata Pelajaran Matematika, Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah Jakarta : Depdiknas.


(3)

________. (2006). Standar Isi dan Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan

Dasar dan Menengah. [online]. Tersedia:

//groups.yahoo.com/group/dikmenjur/message/4564.

Dimyati dan Mudjiono. (2002). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka

Cipta.

Edward W.M, Bruce M.K. (1993). Statistical Reasoning in Psychology and Education. New York: Lehigh Press.

Fahrurozi. (2011). Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Matematis Siswa. Jurnal Pendidikan Matematika Edisi khusus Vol. 1.

Fajar, S. (2001). Bagaimana Cara Guru Memanfaatkan Faktor Sikap dalam Pembelajaran. Tersedia di www.fadjarp3g.wordpress.com.

Frederick, H.B. (1978). Teaching and Learning Mathematics ( In Secondary Schools). New York: Brown Company Publishers.

Hake, R.R. (1999). Analizing Change/ Gain Scores. [Online]. Tersedia: http://www.physics.indiana.edu/~sdi/AnalyzingChange-Gain.pdf.

Herdian, (2010). Pengaruh Metode Descovery Terhadap Kemampuan Analogi dan Generalisasi Matematis Siswa SMP. Tesis UPI Bandung: Tidak diterbitkan

Jacobs, J. (2004). The Limits of Discovery Learning. [online]. Tersedia di http://www.joannejacobs.com/mtarchives/013751.html. [November 2009] Kite, C.D. (2005). Discovery Learning, Lesson Planning. [online]. Tersedia:

http://www.members.aol.com/kiteCD2/artel-disclearn.html. [10 November 2009]

Kusumah, Y.S. (2008). Konsep, Pengembangan dan Implementasi Computer

Based Learning dalam Peningkatan Kemampuan High-Order

Mathematics Thinking. Makalah disajikan dalam Pengukuhan Guru Besar Matematika FMIPA UPI.

Lisnawaty, S. (1993). Metode Mengajar Matematika. Jakarta: Rineka Cipta. Muhibbin, S. (2003). Psikologi Belajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Mundari. (2010). Logika. Jakarta: Raja Grafindo Persada.


(4)

Natioanl Council of Teachers of Mathematics. (1989). Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. USA: The Natioanl Council of Teachers of Mathematics, Inc.

Nur, Muhammad. (2004). Pengajaran Berpusat pada Siswa dan Pendekatan Konstruktivisme dalam Pembelajaran. Modul kuliah UNESA: Tidak diterbitkan

Priatna, N. (2003). Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematika Siswa Kelas 3 SLTP di Kota Bandung. Disertasi S.Ps. UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Rahman, A. (2004). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Kemampuan Generalisasi Siswa SMA melalui pembelajaran Berbalik. Tesis S.Ps. UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Robert, A.G, dkk. (2008). TIMSS advanced 2008 Assesment Frame Work. United States of America: The Third Internatioanal Mathematics and Science Study.

Rochaminah, S. (2008). Pengaruh Pembelajaran Penemuan terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dan Matematis Mahasiswa Calon Guru.

Disertasi S.Ps. UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Roestiyah, N.K. (2001). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Ruseffendi, E.T. (1984). Dasar-Dasar Matematika Modern dan Komputer Untuk Guru. Bandung : Tarsito.

. (1991). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dan Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA.

Bandung: Tarsito.

Sagala, S. (2009). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standard Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Persada Media Grup.

Saragih, S. (2011). Penerapan Pendekatan Pembelajaran Matematika Realsistik dengan Kelompok Kecil untuk Meningkatkan Kemampuan Keruangan, Berpikir Logis dan Sikap Positip terhadap Siswa SMP. Disertasi S.Ps. UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Sastrosudirjo, S.S. (1988). Hubungan Kemampuan Penalaran dan Prestasi Belajar untuk Siswa SMP. Jurnal Kependidikan no.1 Tahun ke 18. IKIP Yogyakarta.


(5)

Soekadijo, G.R. (1999). Logika Dasar Tradisional, Simbolik dan Induktif. Jakarta: Gramedia.

Sudijono, A. (2001). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Sudjana,N. (1980). Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung : Sinar Baru. . (2005). Metode Statistika. Bandung: Tarsito.

. (1989). Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : CV. Alfabeta.

Suherman, dkk. (2001). Common TexBook Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika UPI Bandung. Suherman, E. dan Sukjaya, Y. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan

Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung.

Sumarmo, U. (1987). Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa Dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Beberapa Unsur Proses Belajar Mengajar. Disertasi S.Ps. UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

. (2005). Pengembangan Berpikir Matematika Tingkat Tinggi Siswa SLTP dan SMU serta Mahasiswa Strata Satu (S1) Melalui Berbagai Pendekatan Pembelajaran. Laporan Penelitian. SPs. UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Suriadi. (2006). Pembelajaran dengan Pendekatan Discovery yang Menekankan Aspek Analogi Untuk Menigkatkan Pemahaman Matematik dan Kemampuan Berfikir Kritis Siswa SMA. Tesis S.Ps. UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Suriasumantri, J.S. (2005). Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Suriayadi, D. (2005). Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Tidak Langsung dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematik tingkat Tinggi Siswa SLTP. Disertasi Doktor Pada SPs. UPI: Tidak diterbitkan. Suryosubroto. (2002), Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.


(6)

Suzana, Y. (2003). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa Sekolah Menengah Umum melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Kognitif. Tesis UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Trisnadi, A. (2006). Meningkatkan Pemahaman dan Generalisasi Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pembelajaran Pertemuan Terbimbing dalam Kelompok. Tesis S.Ps. UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Turmudi. (2008). Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika. Leuser Cita Pustaka.

Wahyudin. (1999). Kemampuan Guru Matematika, Calon Guru Matematika, dan Siswa dalam Pelajaran Matematika. Laporan penelitian IKIP Bandung. Bandung: Tidak diterbitkan.

Widiarso, W. (2007). Uji Hipotesis Komparatif. [on line]. tersedia. http://elisa.ugm.ac.id/community/home/show/statistikaptu1003/#!/section/ 7013/1336745918.

Widjajanti, D. (2011). Problem Based Learning dan Contoh Implementasinya.

Makalah Universitas Negri Yogyakarta.

Yuliani. (2011). Meningkatkan Kemampuan Analogi dan Generalisasi Matematis Siswa SMP dengan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing. S.Ps. UPI Bandung: Tidak diterbitkan.