PEMBELAJARAN GEOMETRI DENGAN WINGEOM UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN SPASIAL DAN PENALARAN MATEMATIS SISWA : Studi Kuasi Eksperimen di MTs Al-Basyariah Kabupaten Bandung.

(1)

i

PEMBELAJARAN GEOMETRI DENGAN WINGEOM UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN SPASIAL

DAN PENALARAN MATEMATIS SISWA

(Studi Kuasi Eksperimen di MTs Al-Basyariah Kabupaten Bandung) TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

mbar Judul

oleh

BOBBI RAHMAN 1007339

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG


(2)

ii

LEMBAR PENGESAHAN Lembar Pengesahan

Tesis dengan judul:

PEMBELAJARAN GEOMETRI DENGAN WINGEOM UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN SPASIAL

DAN PENALARAN MATEMATIS SISWA Oleh:

Bobbi Rahman NIM.1007339 Telah disetujui oleh

Pembimbing I

Prof. Dr. H. Tatang Herman, M.Ed.

Pembimbing II

Dr. Jarnawi Afgani Dahlan, M.Kes.

Mengetahui

Ketua Program Studi Pendidikan Matematika


(3)

iii

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul ”Pembelajaran Matematika dengan Wingeom untuk Meningkatkan Kemampuan Spasial dan Penalaran Matematis Siswa” beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila di kemudian hari ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, Juni 2012


(4)

iv ABSTRAK

Kemampuan berpikir matematis siswa di Indonesia belum berkembang secara optimal dan masih tergolong rendah. Hal ini dapat dilihat dari data hasil survei TIMSS 2007 dan PISA 2009. Domain konten soal pada studi TIMSS dan PISA yang sulit diselesaikan oleh siswa di Indonesia diantaranya adalah materi geometri, khususnya soal-soal kemampuan spasial dan penalaran geometri. Salah satu dynamic mathematics software yang dapat dijadikan media pembelajaran pada pembelajaran geometri adalah Wingeom. Pada penelitian ini akan diungkap perbedaan peningkatan kemampuan spasial dan penalaran matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran geometri dengan Wingeom dan pembelajaran konvensional. Jenis penelitian ini adalah kuasi eksperimen. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII yang berasal dari dua kelas pada salah satu MTs di Kabupaten Bandung. Instrumen penelitian ini terdiri atas seperangkat tes kemampuan spasial dan penalaran matematis, LKS, Modul Pembelajaran, serta angket Skala Sikap. Desain penelitian yang digunakan adalah Nonequivalent

Control Group Design. Kedua kelas diberikan pretes dan postes mengenai

kemampuan spasial dan penalaran matematis. Kelas eksperimen diberikan angket berupa skala sikap siswa. Hipotesis penelitian diuji melalui uji parametrik (Uji-t dan Uji ANOVA Dua Jalur) dan uji non-parametrik (Uji Mann-Whitney). Hasil penelitian menunjukan bahwa peningkatan kemampuan spasial dan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran geometri dengan Wingeom lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran goemetri dengan konvensional. Faktor media pembelajaran dan kategori kemampuan awal matematis terhadap peningkatan kemampuan spasial dan penalaran matematis, tidak terdapat interaksi. Selain itu, hasil penelitian ini diketahui bahwa siswa memiliki sikap positif terhadap matematika, pembelajaran geometri dengan

Wingeom, serta soal-soal kemampuan spasial dan penalaran matematis.

Kata kunci: Pembelajaran geometri dengan Wingeom, pembelajaran konvensional, kemampuan spasial matematis, kemampuan penalaran matematis, dan sikap siswa.


(5)

v

KATA PENGANTAR

Alhamdulillaahirabbil’alamin, rasa syukur yang tak terhingga penulis ucapkan atas segala nikmat yang telah diberikan Allah SWT, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini yang berjudul “Pembelajaran Geometri dengan

Wingeom untuk Meningkatkan Kemampuan Spasial dan Penalaran Matematis

Siswa”. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada sosok mulia yang telah menunjukkan jalan kebenaran dan kehadirannya sangat dirindukan, Nabi Muhammad SAW.

Tesis ini disusun sebagai salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar Magister Pendidikan di Program Studi Pendidikan Matematika Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

Penulis sudah berupaya optimal dalam menyusun tesis ini. Kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan dan kesempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Bandung, Juni 2012 Penulis,


(6)

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis menyadari dan merasakan sepenuhnya selama penyusunan tesis ini, penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan, arahan, serta motivasi dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Tatang Herman, M.Ed selaku Pembimbing I yang telah meluangkan waktu untuk berdiskusi memberikan bimbingan, arahan dan motivasi kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini sesuai dengan waktu yang diharapkan.

2. Bapak Dr. Jarnawi Afgani Dahlan, M.Kes selaku Pembimbing II yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan arahan dan saran yang sangat berarti kepada penulis demi penyempurnaan tesis ini.

3. Bapak Prof. Yaya S. Kusumah, M.Sc., Ph.D selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika SPs UPI yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk berdiskusi merancang judul penelitian, serta telah memberikan arahan dalam penyusunan tesis ini.

4. Bapak/Ibu Dosen yang telah memberikan bekal ilmu yang sangat berharga bagi penulis demi pengembangan wawasan keilmuan dan kemajuan berpikir, serta memberikan bimbingan bagi penulis selama mengikuti studi.

5. Bapak Endang Suhendi, S.Ag selaku Kepala MTs Al-Basyariah Kabupaten Bandung yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di sekolah yang beliau pimpin.


(7)

vii

6. Keluarga besar mahasiswa SPs UPI Program Studi Pendidikan Matematika, khususnya untuk angkatan 2010/2011 atas kebersamaan, bantuan, dukungan, persahabatan, dan rasa kekeluargaan yang telah terjalin selama perkuliahan. 7. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dan telah

membantu penulis selama penelitian dan penyusunan tesis ini.

Teriring do’a yang tulus, semoga semua bantuan dari berbagai pihak mendapat balasan yang lebih baik dari Allah SWT. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca.

Bandung, Juni 2012 Penulis,


(8)

viii DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

UCAPAN TERIMA KASIH ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Manfaat Penelitian ... 13

E. Definisi Operasional ... 13

BAB II LANDASAN TEORETIS ... 16

A. Kemampuan Spasial Matematis ... 16

B. Kemampuan Penalaran Matematis ... 18

C. Belajar dan Pembelajaran Matematika ... 21

D. Pembelajaran Geometri ... 25

E. Program Wingeom ... 27

F. Pembelajaran Geometri dengan Wingeom ... 28

G. Pembelajaran Konvensional ... 33

H. Penelitian yang Relevan ... 34

BAB III METODE PENELITIAN ... 36

A. Desain Penelitian ... 36

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 37


(9)

ix

D. Teknik Pengumpulan Data ... 50

E. Tahap Penelitian... 50

F. Waktu Penelitian ... 57

G. Prosedur Penelitian ... 58

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 59

A. Hasil Penelitian ... 59

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 88

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 98

A. Kesimpulan ... 98

B. Saran ... 100


(10)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perbedaan Behaviorisme dan Konstruktivisme ... 23

Tabel 2.2 Keterkaitan antara Variabel Bebas, Variabel Terikat, dan Variabel Kontrol ... 37

Tabel 3.2 Interpretasi Koefisien Korelasi Validitas ... 40

Tabel 3.3 Uji Validitas Soal Tes Kemampuan Spasial Matematis ... 40

Tabel 3.4 Uji Validitas Soal Tes Kemampuan Penalaran Matematis ... 41

Tabel 3.5 Klasifikasi Tingkat Reliabilitas ... 42

Tabel 3.6 Uji Reliabilitas Soal Tes Kemampuan Spasial dan Penalaran Matematis ... 42

Tabel 3.7 Koefisien Daya Pembeda ... 44

Tabel 3.8 Uji Daya Pembeda Soal Tes Kemampuan Spasial Matematis ... 44

Tabel 3.9 Uji Daya Pembeda Soal Tes Kemampuan Penalaran Matematis .... 45

Tabel 3.10 Koefisien Tingkat Kesukaran Soal ... 46

Tabel 3.11 Uji Tingkat Kesukaran Soal Tes Kemampuan Spasial Matematis .. 46

Tabel 3.12 Uji Tingkat Kesukaran Soal Tes Kemampuan Penalaran Matematis ... 46

Tabel 3.13 Rekapitulasi Analisis Hasil Ujicoba Soal Tes Kemampuan Spasial Matematis ... 47

Tabel 3.14 Rekapitulasi Analisis Hasil Ujicoba Soal Tes Kemampuan Spasial Matematis ... 48

Tabel 3.15 Jadwal Kegiatan Penelitian ... 57

Tabel 4.1 Kemampuan Spasial Matematis Berdasarkan Kelas dan Kategori Kemampuan Awal Matematis... 60

Tabel 4.2 Uji Normalitas Data Pretes Kemampuan Spasial Matematis ... 61

Tabel 4.3 Uji Mann-Whitney Data Pretes Kemampuan Spasial Matematis ... 62

Tabel 4.4 Uji Normalitas Data Peningkatan Kemampuan Spasial Matematis 63 Tabel 4.5 Uji ANOVA Dua Jalur Data Peningkatan Kemampuan Spasial Matematis ... 64


(11)

xi

Tabel 4.6 Uji Homogenitas Data Peningkatan Kemampuan Spasial Matematis ... 65 Tabel 4.7 Uji Games-Howell Data Peningkatan Kemampuan Spasial

Matematis antar Kemampuan Awal Matematis ... 65 Tabel 4.8 Uji Normalitas Data Peningkatan Kemampuan Spasial Matematis

Berdasarkan Kategori Kemampuan Awal Matematis ... 67 Tabel 4.9 Uji Homogenitas Variansi Data Peningkatan Kemampuan Spasial

Matematis Kategori Kemampuan Awal Matematis Tinggi dan Sedang ... 68 Tabel 4.10 Uji Perbedaan Dua Rerata Data Peningkatan Kemampuan Spasial

Berdasarkan Kategori Kemampuan Awal Matematis ... 68 Tabel 4.11 Kemampuan Penalaran Matematis Berdasarkan Kelas dan

Kategori Kemampuan Awal Matematis ... 70 Tabel 4.12 Uji Normalitas Data Pretes Kemampuan Penalaran Matematis... 71 Tabel 4.13 Uji Mann-Whitney Data Pretes Kemampuan Penalaran Matematis 71 Tabel 4.14 Uji Normalitas Data Peningkatan Kemampuan Penalaran

Matematis ... 73 Tabel 4.15 Uji ANOVA Dua Jalur Data Peningkatan Kemampuan Penalaran

Matematis ... 74 Tabel 4.16 Uji Homogenitas Data Peningkatan Kemampuan Penalaran

Matematis ... 75 Tabel 4.17 Uji Scheffe Data Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis

antar Kemampuan Awal Matematis ... 75 Tabel 4.18 Uji Normalitas Data Peningkatan Kemampuan Penalaran

Matematis Berdasarkan Kategori Kemampuan Awal Matematis .... 78 Tabel 4.19 Uji Homogenitas Variansi Data Peningkatan Kemampuan

Penalaran Matematis Kategori Kemampuan Awal Matematis Tinggi ... 78 Tabel 4.20 Uji Perbedaan Dua Rerata Data Peningkatan Kemampuan


(12)

xii

Tabel 4.21 Distribusi Sikap Siswa terhadap Matematika... 80 Tabel 4.22 Uji Normalitas Data Sikap Siswa terhadap Matematika... 81 Tabel 4.23 Uji–t Satu Sampel Data Sikap Siswa terhadap Matematika ... 81 Tabel 4.24 Distribusi Sikap Siswa terhadap Pembelajaran Geometri dengan

Wingeom ... 82 Tabel 4.25 Uji Normalitas Data Sikap Siswa terhadap Pembelajaran

Geometri dengan Wingeom ... 83 Tabel 4.26 Uji–t Satu Sampel Data Sikap Siswa terhadap Pembelajaran

Geometri dengan Wingeom ... 83 Tabel 4.27 Distribusi Sikap Siswa terhadap Soal-Soal Kemampuan Spasial

dan Penalaran Matematis ... 84 Tabel 4.28 Uji Normalitas Data Sikap Siswa terhadap Soal-Soal Kemampuan

Spasial dan Penalaran Matematis ... 84 Tabel 4.29 Uji–t Satu Sampel Data Sikap Siswa terhadap Soal-Soal

Kemampuan Spasial dan Penalaran Matematis... 85 Tabel 4.30 Hasil Pengamatan Aktivitas Guru selama Pembelajaran Geometri

dengan Wingeom ... 86 Tabel 4.31 Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa selama Pembelajaran Geometri


(13)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A.1 Silabus ... 107

Lampiran A.2 RPP Kelas Eksperimen ... 109

Lampiran A.3 Modul Kelas Eksperimen ... 123

Lampiran A.4 LKS Kelas Eksperimen ... 128

Lampiran B.1 Kisi-Kisi Soal Tes Kemampuan Spasial dan Penalaran Matematis ... 144

Lampiran B.2 Soal Tes Kemampuan Spasial dan Penalaran Matematis ... 146

Lampiran B.3 Alternatif Jawaban dan Penskoran Tes Kemampuan Spasial dan Penalaran Matematis ... 149

Lampiran B.4 Kisi-kisi Skala Sikap Siswa ... 152

Lampiran B.5 Skala Sikap Siswa ... 153

Lampiran B.6 Lembar Observasi ... 155

Lampiran C.1 Analisis Data Uji Coba Soal Tes Kemampuan Spasial Matematis ... 157

Lampiran C.2 Analisis Data Uji Coba Soal Tes Kemampuan Penalaran Matematis ... 162

Lampiran D.1 Daftar Nilai Awal Siswa Kelas Kontrol ... 168

Lampiran D.2 Daftar Nilai Awal Siswa Kelas Eksperimen ... 169

Lampiran D.3 Hasil Pretes Kemampuan Spasial Matematis Kelas Kontrol . 170 Lampiran D.4 Hasil Pretes Kemampuan Penalaran Matematis Kelas Kontrol ... 171

Lampiran D.5 Hasil Pretes Kemampuan Spasial Matematis Kelas Eksperimen ... 172

Lampiran D.6 Hasil Pretes Kemampuan Penalaran Matematis Kelas Eksperimen 173

Lampiran D.7 Hasil Postes Kemampuan Spasial Matematis Kelas Kontrol . 174 Lampiran D.8 Hasil Postes Kemampuan Penalaran Matematis Kelas Kontrol ... 175

Lampiran D.9 Hasil Postes Kemampuan Spasial Matematis Kelas Eksperimen ... 176


(14)

xiv

Lampiran D.10 Hasil Postes Kemampuan Penalaran Matematis Kelas

Eksperimen ... 177

Lampiran D.11 Hasil Pretes, Postes, dan N-Gain Kemampuan Spasial dan Penalaran Matematis Kelas Kontrol ... 178

Lampiran D.12 Hasil Pretes, Postes, dan N-Gain Kemampuan Spasial dan Penalaran Kelas Eksperimen ... 179

Lampiran D.13 Data Sikap Siswa terhadap Matematika... 180

Lampiran D.14 Data Sikap Siswa terhadap Pembelajaran Geometri dengan Wingeom ... 183

Lampiran D.15 Data Sikap Siswa terhadap Soal-Soal Kemampuan Spasial dan Penalaran Matematis ... 186

Lampiran D.16 Data Aktivitas Guru selama Pembelajaran ... 189

Lampiran D.17 Data Aktivitas Siswa selama Pembelajaran ... 190

Lampiran D.18 Uji Statistik Data Kemampuan Spasial Matematis ... 191

Lampiran D.19 Uji Statistik Data Kemampuan Penalaran Matematis ... 205

Lampiran D.20 Pengolahan Skala Sikap Siswa terhadap Matematika ... 219

Lampiran D.21 Pengolahan Data Sikap Siswa terhadap Pembelajaran Matematika dengan Wingeom... 220

Lampiran D.22 Pengolahan Data Sikap Siswa terhadap Soal-Soal Kemampuan Spasial dan Penalaran Matematis ... 221

Lampiran D.23 Uji Normalitas Data Sikap Siswa ... 222

Lampiran D.24 Uji-t Satu Sampel Data Sikap Siswa terhadap Matematika ... 223

Lampiran D.25 Uji-t Satu Sampel Data Sikap Siswa terhadap Pembelajaran Geometri dengan Wingeom ... 224

Lampiran D.26 Uji-t Satu Sampel Data Sikap Siswa terhadap Soal-Soal Kemampuan Spasial dan Penalaran Matematis ... 225

Lampiran D.27 Pengolahan Data Aktivitas Guru ... 226

Lampiran D.28 Pengolahan Data Aktivitas Siswa ... 227

Lampiran E.1 Foto-Foto Penelitian... 228


(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern dewasa ini, tidak terlepas dari peran matematika sebagai ilmu universal. Aplikasi konsep matematika dari yang sederhana sampai yang rumit digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Masalah-masalah pengukuran dan perhitungan transaksi perdagangan pada dasarnya menggunakan prinsip-prinsip matematika. Oleh karena itu, matematika dapat dikatakan memiliki peranan yang sangat besar dalam peradaban kehidupan manusia.

Kondisi yang terjadi saat ini, kemampuan berpikir matematis siswa di Indonesia belum berkembang secara optimal dan masih tergolong rendah. Hal ini berarti peningkatan dan pengembangan mutu pembelajaran matematika harus menjadi prioritas dan mutlak dilakukan. Fakta yang dapat dijadikan indikator masih rendahnya mutu pembelajaran matematika di Indonesia, khususnya kemampuan berpikir matematis siswa yang belum optimal adalah data hasil studi

Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) dan Programme

for International Student Assesment (PISA).

Studi TIMSS yang diselenggarakan oleh International Association for the

Evaluation of Educational Achievement (IEA), merupakan sebuah asosiasi

internasional untuk menilai prestasi dalam pendidikan, diketahui bahwa data hasil survei TIMSS tahun 2007, peringkat belajar matematika siswa kelas VIII Indonesia pada urutan ke-36 dari 49 negara yang turut berpartisipasi. Nilai rerata


(16)

siswa Indonesia berada di bawah rerata internasional. Indonesia hanya memperoleh nilai rerata 397, sedangkan nilai rerata skala internasional adalah 500 (Balitbang, 2011). Selama keikutsertaan Indonesia dalam TIMSS, peringkat belajar matematika siswa Indonesia tidak ada perubahan yang berarti dan selalu menduduki urutan 10 besar terbawah di antara negara-negara peserta lainnya.

Laporan analisis studi PISA tidak jauh berbeda dengan hasil TIMSS. PISA yang diselenggarakan oleh Organisation for Economic Cooperation and

Development (OECD), pada tahun 2009 menyimpulkan bahwa literasi matematis

siswa di Indonesia pada peringkat ke-61 dari 65 negara yang turut berpartisipasi. Skor rerata literasi matematis internasional adalah 500, sedangkan Indonesia hanya memperoleh skor rerata 371 (Balitbang, 2011). Bila dibandingkan dengan hasil laporan PISA selama keikutsertaan Indonesia, skor rerata yang diperoleh siswa Indonesia pada tahun 2009 merupakan skor yang paling rendah.

Rendahnya kompetensi siswa dalam matematika di atas, dapat disebabkan berbagai faktor. Diantaranya, karena matematika memiliki karakteristik yang abstrak, salah satunya materi geometri. Kariadinata (2010) mengungkapkan berdasarkan hasil penelitiannya bahwa banyak persoalan geometri yang memerlukan visualisasi dalam pemecahan masalahnya dan pada umumnya siswa merasa kesulitan dalam mengkonstruksi bangun ruang geometri. Artinya, kemampuan spasial matematis siswa masih lemah. Padahal, bentuk-bentuk geometri dan bangun ruang sudah diperkenalkan kepada anak sejak usia dini seperti mainan berbentuk kubus, balok dan bola.


(17)

Domain konten soal yang diujikan kepada siswa di Indonesia dalam studi PISA salah satunya adalah geometri. Sub-sub komponen konten yang diuji yaitu perubahan dan keterkaitan, ruang dan bentuk, kuantitas, ketidakpastian dan data. Berikut ini adalah contoh soal yang telah diujikan dalam studi PISA kepada siswa akhir pendidikan dasar atau berusia 15 tahun (Wardhani dan Rumiati, 2011).

Analisis hasil studi PISA, ternyata masih banyak siswa Indonesia yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal tersebut. Hanya 33,4% siswa peserta Indonesia yang mampu menjawab benar dan sisanya menjawab salah (Wardhani dan Rumiati, 2011). Hal ini menggambarkan bahwa tingkat kemampuan spasial siswa Indonesia masih tergolong rendah.

Tambunan (2006) dalam hasil penelitiannya menemukan adanya hubungan yang positif antara kemampuan spasial dengan prestasi belajar matematika pada anak usia sekolah. Selanjutnya, Nemeth (2007) mengungkapkan pentingnya kemampuan spasial yang dengan nyata sangat dibutuhkan pada ilmu-ilmu teknik dan matematika, khususnya geometri. Hal ini senada dengan pendapat Wai, et al.

(2009) yang menyatakan bahwa kemampuan spasial memainkan peranan penting dalam mengembangkan keahlian sains, teknologi, teknik dan matematika. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk membantu siswa meningkatkan prestasi belajar matematika dan menguasai konsep-konsep geometri, maka perlu dilatih dan dikembangkan kemampuan spasialnya.


(18)

NCTM (2000) menjabarkan empat kemampuan geometri yang harus dimiliki siswa dalam mempelajari geometri, yaitu: 1) Mampu menganalisis karakter dan sifat dari bentuk geometri baik dua dimensi maupun tiga dimensi, dan mampu membangun argumen-argumen matematika mengenai hubungan geometri dengan yang lainnya; 2) Mampu menentukan kedudukan suatu titik dengan lebih spesifik dan gambaran hubungan spasial dengan menggunakan koordinat geometri serta menghubungkannya dengan sistem yang lain; 3) Aplikasi transformasi dan menggunakannya secara simetris untuk menganalisis situasi matematika; 4) Menggunakan visualisasi, penalaran spasial, dan model geometri untuk memecahkan masalah.

Dalam kurikulum nasional disebutkan bahwa siswa diharapkan dapat menguasai materi geometri bidang dan geometri ruang yang notabenenya juga membutuhkan kemampuan spasial. Selanjutnya, National Academy of Science

(2006) menyatakan bahwa setiap siswa harus berusaha mengembangkan kemampuan dan penginderaan spasialnya yang sangat berguna dalam memahami relasi dan sifat-sifat dalam geometri untuk memecahkan masalah matematika dan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini menegaskan betapa pentingnya kemampuan spasial bagi siswa serta menjadi sebuah tantangan bagi guru untuk merencanakan suatu pembelajaran yang kreatif, efektif dan efisien sehingga materi geometri yang mulanya dianggap sulit oleh siswa dapat dengan mudah dipahami dan tentu saja melalui proses pembelajaran yang menyenangkan tapi tetap bermakna.


(19)

Selain kemampuan spasial, kemampuan penalaran matematis siswa juga penting untuk dikembangkan dalam mempelajari matematika. Menurut Wahyudin (1999), salah satu kecenderungan yang menyebabkan siswa gagal menguasai pokok bahasan matematika, yaitu karena mereka kurang menggunakan nalar yang logis dalam menyelesaikan soal atau persoalan matematika yang diberikan. Hal ini senada dengan Ruseffendi (2001), bahwa menumbuhkan penalaran siswa dalam matematika tidak merupakan masalah sebab sesuai dengan hakikat matematika itu sendiri. Artinya, untuk meningkatkan kemampuan berpikir matematis siswa dapat dilakukan dengan mengembangkan kemampuan penalaran matematis siswa. Selanjutnya, Depdiknas (2002) menyatakan bahwa materi matematika dan penalaran matematis merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, yaitu materi matematika dipahami melalui penalaran dan penalaran dipahami dan dilatihkan melalui belajar materi matematika.

NCTM (2000) mengungkapkan bahwa tujuan pembelajaran penalaran pada siswa tingkat SMP/MTs adalah agar siswa dapat: 1) Menguji pola dan struktur untuk mendeteksi keteraturan; 2) Merumuskan generalisasi dan konjektur hasil observasi keteraturan; 3) Mengevaluasi konjektur, dan 4) Membuat dan mengevaluasi argumen matematis. Selanjutnya, BSNP (2006) memaparkan salah satu tujuan dari pembelajaran matematika adalah agar peserta didik memiliki kemampuan menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. Rekomendasi dari BSNP maupun NCTM


(20)

merupakan penegasan dari pentingnya meningkatkan kemampuan penalaran matematis dalam mempelajari matematika.

Sumarmo (2010) secara garis besar menggolongkan penalaran dalam dua jenis, yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran induktif dimulai dengan menguji contoh-contoh khusus dan berperan untuk menggambarkan suatu konklusi yang lebih umum, sedangkan penalaran deduktif merupakan proses penalaran dari pengetahuan prinsip atau pengalaman umum yang menuntun seseorang memperoleh suatu bentuk kesimpulan yang khusus.

Topik soal dari domain konten geometri yang diujikan TIMSS pada siswa SMP kelas VIII di Indonesia, yaitu mengenai bentuk-bentuk geometri, pengukuran, letak dan perpindahan. Berikut ini adalah salah satu soal yang memerlukan penalaran geometri dan telah diujikan TIMSS pada tahun 2007 (Wardhani dan Rumiati, 2011)

Dari laporan hasil studi TIMSS, disimpulkan bahwa siswa Indonesia lemah dalam menyelesaikan soal-soal penalaran geometri. Siswa Indonesia banyak yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal tersebut. Siswa yang menjawab benar hanya 25,2%. Dari penyelesaian soal-soal yang dibuat siswa, tampak bahwa dosis mekanistik masih terlalu besar dan dosis penalaran masih rendah (Wardhani dan Rumiati, 2011). Padahal, dimensi konten soal sejalan dengan kurikulum SMP yang ada di Indonesia.


(21)

Suatu strategi pembelajaran yang lebih inovatif diharapkan terfokus pada upaya memvisualisasikan ide-ide matematika agar matematika bisa benar-benar dipahami oleh siswa, khususnya pada materi geometri. Salah satu media inovatif yang dapat dilakukan adalah dengan pemanfaatan kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) sebagai sumber belajar maupun media pembelajaran. Kehadiran TIK dapat memberikan nuansa baru untuk menunjang proses pembelajaran matematika.

Komputer merupakan salah satu media pembelajaran hasil dari perkembangan TIK yang sangat berkaitan dengan bidang pendidikan. BSNP (2006) mengungkapkan bahwa untuk meningkatkan keefektifan pembelajaran, sekolah diharapkan menggunakan TIK, seperti komputer, alat peraga, atau media lainnya. Peserta didik secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika dengan mengajukan masalah kontekstual.

Pemanfaatan komputer sebagai media pembelajaran merupakan suatu kolaborasi yang serasi dan sangat positif di antara bidang pendidikan dan teknologi informasi. Komputer dapat memberikan pelayanan secara repetitif, menampilkan sajian dalam format dan desain yang menarik, animasi gambar dan suara yang baik, serta melayani perbedaan individual (Kusumah, 2005). Artinya, penerapan pembelajaran matematika melalui media komputer akan lebih menyenangkan dan lebih bermakna bagi siswa. Selain itu, pembelajaran melalui media komputer dapat menciptakan iklim belajar yang efektif untuk mengoptimalkan kemampuan matematika meskipun setiap siswa memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam menangkap suatu materi yang diajarkan.


(22)

Pemanfaatan komputer dapat ditunjang dengan program perangkat lunak yang lazim disebut software. Menurut Marjuni (2007) beberapa program komputer dapat digunakan sebagai media pembelajaran yang interaktif dan dinamis. Artinya, selain media tersebut dapat digunakan siswa untuk memperoleh visualisasi materi pembelajaran yang menarik dan atraktif, siswa juga dapat memberikan input dan menerima umpan balik (feedback) dari komputer.

Menurut Fey dan Heid (Kusumah, 2008) penggunaan software komputer untuk kegiatan pembelajaran sangat tidak terbatas, beberapa software komputer dapat memberikan pengalaman dan mengonstruksi bangun-bangun geometri, melatih kemampuan tilikan ruang, dan melatih keterampilan memecahkan masalah. Telah banyak software yang dibuat secara khusus untuk membantu pembelajaran matematika, seperti Maple, Matlab, Winplot, Wingeom,Winstat dan

Winmat.

Peragaan tentang visualisasi sangatlah penting dalam pembelajaran geometri, baik peragaan melalui guru maupun bantuan teknologi seperti software

yang dirancang untuk menyampaikan konsep-konsep geometri, sehingga pembelajaran yang mengkombinasikan antara tatap muka dengan guru dan tekonologi sangatlah efektif (Kariadinata, 2010). Salah satu dynamic mathematics

software yang dapat dijadikan media pembelajaran pada pembelajaran geometri

adalah Wingeom. Pembelajaran dengan Wingeom dapat membantu siswa memvisualisasikan bentuk geometri dimensi dua maupun dimensi tiga yang abstrak menjadi lebih konkret, sehingga siswa dapat lebih memahami konsep dan mencitrakannya dalam pikiran untuk melatih kemampuan spasial.


(23)

Menurut Healy dan Hoyles (2001), alat dynamic software tidak hanya dapat memberikan proses solusi tetapi juga dapat membantu siswa untuk membuat kesimpulan logis dari suatu argumentasi. Kemudian Jiang (2007) mengungkapkan bahwa penggunaan dynamic mathematics software dapat menghemat waktu secara signifikan sehingga siswa dapat berkonsentrasi pada tugas-tugas yang berorientasi lebih konseptual. Berdasarkan beberapa pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa dynamic mathematics software dapat menunjang keberhasilan pembelajaran matematika di sekolah.

Selain media pembelajaran, faktor yang dapat mempengaruhi pencapaian hasil belajar siswa adalah kemampuan awal matematis siswa serta sikap siswa terhadap pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Dahar, et al. (2011), bahwa siswa yang memiliki kemampuan awal yang lebih baik, dapat menguasai konsep-konsep baru dengan lebih baik. Artinya, siswa yang memiliki kemampuan awal matematis (KAM) yang baik akan lebih mudah untuk memahami dan menguasai konsep-konsep baru yang akan diajarkan.

Sikap positif siswa terhadap pembelajaran juga akan mendukung keberhasilan belajar siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Ruseffendi (2006), bahwa sikap positif siswa berkorelasi positif terhadap prestasi belajar. Sikap positif siswa dapat terlihat dari kesungguhannya mengikuti pelajaran, menyelesaikan tugas dengan baik, berpartisipasi aktif selama pembelajaran, menyelesaikan tugas-tugas rumah dengan tuntas dan tepat waktu, serta merespon baik tantangan yang diberikan guru. Sebaliknya, sikap negatif siswa terhadap pembelajaran akan membuatnya sulit untuk menerima pembelajaran.


(24)

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan mengenai pentingnya efisiensi dan efektivitas pembelajaran matematika, penulis mengajukan sebuah studi penelitian terhadap aktivitas pembelajaran matematika, khususnya materi geometri dengan Wingeom untuk meningkatkan kemampuan spasial dan penalaran matematis siswa.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka rumusan masalah yang menjadi kajian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. a. Apakah peningkatan kemampuan spasial matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran geometri dengan Wingeom lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran geometri secara konvensional ditinjau dari keseluruhan siswa?

b. Apakah peningkatan kemampuan spasial matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran geometri dengan Wingeom lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran geometri secara konvensional ditinjau dari kategori KAM siswa (tinggi, sedang, dan rendah)?

2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan spasial matematis siswa antar kategori KAM?

3. Apakah terdapat interaksi antara media pembelajaran dan kategori KAM terhadap peningkatan kemampuan spasial matematis siswa?


(25)

4. a. Apakah peningkatan kemampuan penalaran matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran geometri dengan Wingeom lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran geometri secara konvensional ditinjau dari keseluruhan siswa?

b. Apakah peningkatan kemampuan penalaran matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran geometri dengan Wingeom lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran geometri secara konvensional ditinjau dari kategori KAM siswa (tinggi, sedang, dan rendah)?

5. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa antar kategori KAM?

6. Apakah terdapat interaksi antara media pembelajaran dan kategori KAM terhadap kemampuan penalaran matematis siswa?

7. Seberapa baik sikap siswa terhadap matematika, pembelajaran geometri dengan Wingeom, serta soal-soal kemampuan spasial dan penalaran matematis?

C. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan pemaparan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan, tujuan penelitian ini secara spesifik adalah untuk:

1. a. Mengetahui apakah peningkatan kemampuan spasial matematis siswa yang memperoleh pembelajaran geometri dengan Wingeom lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran geometri secara konvensional ditinjau dari keseluruhan siswa.


(26)

b. Mengetahui apakah peningkatan kemampuan spasial matematis siswa yang memperoleh pembelajaran geometri dengan Wingeom lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran geometri secara konvensional ditinjau dari kategori KAM siswa (tinggi, sedang, dan rendah).

2. Mengetahui apakah peningkatan kemampuan spasial matematis siswa berbeda antar kategori KAM.

3. Mengetahui apakah terdapat interaksi antara media pembelajaran dan kategori KAM terhadap kemampuan spasial matematis siswa.

4. a. Mengetahui apakah peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran geometri dengan Wingeom lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran geometri secara konvensional ditinjau dari keseluruhan siswa.

b. Mengetahui apakah peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran geometri dengan Wingeom lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran geometri secara konvensional ditinjau dari kategori KAM siswa (tinggi, sedang, dan rendah).

5. Mengetahui apakah peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa berbeda antar kategori kemampuan awal matematis.

6. Mengetahui apakah terdapat interaksi antara media pembelajaran dan KAM terhadap kemampuan penalaran matematis siswa.

7. Mengetahui seberapa baik sikap siswa terhadap matematika, pembelajaran geometri dengan Wingeom, serta soal-soal kemampuan spasial dan penalaran.


(27)

D. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat dan kontribusi yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Bagi peneliti, penelitian ini dapat menjawab keingintahuan serta memberikan informasi mengenai peningkatan kemampuan spasial dan penalaran matematis siswa melalui pembelajaran dengan Wingeom.

2. Bagi guru, jika pembelajaran geometri dengan Wingeom ini berhasil maka metode ini dapat diterapkan pada pembelajaran matematika dimensi tiga. 3. Bagi siswa, penggunaan Wingeom akan meningkatkan kemampuan spasial

siswa. Selain itu dapat menumbuhkan kenyamanan dan antusiasme dalam belajar matematika, sehingga diharapkan matematika menjadi pelajaran yang menyenangkan bagi siswa, khususnya materi dimensi tiga.

4. Bagi praktisi pendidikan, menambah wawasan mengenai inovasi dalam perkembangan pembelajaran matematika sebagai rujukan dalam penelitian selanjutnya.

E. DEFINISI OPERASIONAL

Berikut dikemukakan beberapa definisi operasional agar tidak terjadi perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini. a. Pembelajaran geometri yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

pembelajaran matematika materi kubus, balok, prisma dan limas.

b. Wingeom adalah suatu dynamic mathematics software yang dirancang untuk

pembelajaran geometri yang dapat digunakan untuk menggambar bangun geometri dimensi dua maupun dimensi tiga, serta melakukan animasi gambar.


(28)

c. Kemampuan spasial adalah suatu keterampilan dalam merepresentasikan, mentransformasi, membangun dan memanggil kembali informasi simbolik tidak dalam bentuk bahasa, serta kemampuan dalam memanipulasi gambar secara mental, merotasikan atau membaliknya.

d. Penalaran matematis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam memberi penjelasan, menganalisis situasi matematis, menarik kesimpulan dan membuktikan kebenaran jawaban.

e. Pembelajaran konvensional (biasa) adalah pembelajaran yang berpusat pada guru yang diawali dengan guru menjelaskan materi pelajaran, kemudian siswa diberi soal-soal latihan maupun pekerjaan rumah sesuai contoh-contoh penyelesaian soal yang telah diberikan guru.

F. HIPOTESIS PENELITIAN

Berdasarkan kajian permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, maka penelitian ini mengajukan hipotesis, yaitu sebagai berikut:

1. a. Peningkatan kemampuan spasial matematis siswa yang memperoleh pembelajaran geometri dengan Wingeom lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran geometri secara konvensional ditinjau dari keseluruhan siswa.

b. Peningkatan kemampuan spasial matematis siswa yang memperoleh pembelajaran geometri dengan Wingeom lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran geometri secara konvensional ditinjau dari kategori KAM siswa (tinggi, sedang, dan rendah).


(29)

2. Peningkatan kemampuan spasial matematis siswa berbeda antar kategori KAM siswa.

3. Terdapat interaksi antara faktor media pembelajaran dan kategori KAM terhadap kemampuan spasial matematis siswa.

4. a. Peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran geometri dengan Wingeom lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran geometri secara konvensional ditinjau dari keseluruhan siswa.

b. Peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran geometri dengan Wingeom lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran geometri secara konvensional ditinjau dari dari kategori KAM siswa (tinggi, sedang, dan rendah)

5. Peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa berbeda antar kategori KAM siswa.

6. Terdapat interaksi antara faktor media pembelajaran dan kategori KAM terhadap kemampuan penalaran matematis siswa.

7. Siswa memiliki sikap positif terhadap matematika, pembelajaran geometri dengan Wingeom, serta soal-soal kemampuan spasial dan penalaran matematis.


(30)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menelaah dan menyelidiki pengaruh pembelajaran geometri dengan Wingeom dalam peningkatan kemampuan spasial dan penalaran matematis siswa. Pengaruh pembelajaran tersebut dilihat dengan cara membandingkan kemampuan spasial dan penalaran matematis siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pembelajaran geometri di kelas eksperimen menggunakan program komputer Wingeom, sedangkan pembelajaran di kelas kontrol secara konvensional.

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode kuasi eksperimen. Sudjana dan Ibrahim (2009) menyatakan bahwa penelitian kuasi eksperimen merupakan suatu penelitian dalam upaya mencari pengaruh variabel tertentu terhadap variabel lain dalam kondisi yang tidak terkontrol secara ketat atau penuh, pengontrolan disesuaikan dengan kondisi yang ada (situasional). Selanjutnya, desain penelitian yang digunakan adalah Nonequivalent Control

Group Design. Desain tersebut digambarkan sebagai berikut.

Kelas Eksperimen : O X O Kelas Kontrol : O O Keterangan:

O : Tes(Pretest atau Posttest) kemampuan spasial dan penalaran matematis X : Perlakuan (pembelajaran geometri dengan Wingeom)


(31)

Penelitian ini terdiri dari variabel bebas, variabel terikat dan variabel kontrol. Variabel bebasnya adalah pembelajaran geometri dengan Wingeom; variabel terikatnya adalah kemampuan spasial dan penalaran matematis; dan variabel kontrolnya adalah kategori kemampuan awal matematis. Kategori kemampuan awal matematis diperoleh dari data hasil ulangan harian siswa. Data tersebut diranking dan dikelompokkan berdasarkan kategori KAM (tinggi, sedang, dan rendah) dengan menggunakan kriteria 27% masing-masing untuk kategori kemampuan awal tinggi dan rendah (Sudjana, 2010). Adapun keterkaitan antara variabel bebas, variabel terikat dan variabel kontrol disajikan pada tabel berikut.

Tabel 3.1

Keterkaitan antara Variabel Bebas, Variabel Terikat, dan Variabel Kontrol Kemampuan yang Diukur Spasial (Sp) Penalaran (Pn)

Pembelajaran (PK) (PW) (PK) (PW)

Kategori Kemampuan

Awal

Tinggi (T) (PK) (T) (PW) (T) (PK) (T) (PW) (T) Sedang (S) (PK) (S) (PW) (S) (PK) (S) (PW) (S) Rendah (R) (PK) (R) (PW) (R) (PK) (R) (PW) (R) Keseluruhan (Sp) (PK) (Sp) (PW) (Pn) (PK) (Pn) (PW) Keterangan:

PK : Pembelajaran geometri secara konvensional PW : Pembelajaran geometri dengan Wingeom

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di MTs Al-Basyariah Kabupaten Bandung. MTs Al-Basyariah merupakan sekolah sederajat SMP yang berakreditasi A. Populasinya adalah seluruh siswa kelas VIII Tahun Ajaran 2011/2012 semester genap yang terdiri dari 6 kelas. Penggunaan Wingeom dalam penelitian ini khusus untuk materi dimensi tiga, sehingga alasan pemilihan kelas VIII sebagai populasi karena materi dimensi tiga merupakan materi pokok pada kelas VIII.


(32)

Sampel penelitian dipilih dengan teknik purposive sampling, yaitu penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2011). Sampel penelitian sebanyak dua kelas, yaitu kelas VIII C yang dijadikan kelas eksperimen dan kelas VIII D dijadikan kelas kontrol. Sampel penelitian tersebut merupakan kelas yang diberikan guru materi pelajaran di tempat dilaksanakannya penelitian dengan pertimbangan bahwa siswa pada kedua kelas yang dijadikan sampel memiliki karakteristik dan kemampuan akademik yang relatif setara.

C. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini, instrumen penelitian yang digunakan berupa tes dan non-tes. Instrumen dalam bentuk tes terdiri dari tes kemampuan spasial dan penalaran matematis dalam bentuk jawaban singkat dan uraian, sedangkan instrumen dalam bentuk non-tes skala sikap siswa dan lembar observasi. Masing-masing instrumen tersebut selengkapnya diuraikan sebagai berikut.

1. Tes Kemampuan Spasial dan Penalaran Matematis

Tes diberikan kepada siswa untuk mengukur kemampuan spasial dan penalaran matematis siswa sebelum dan sesudah proses pembelajaran pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Materi yang diujikan adalah materi dimensi tiga, yaitu Bangun Ruang Kubus, Balok, Prisma dan Limas. Instrumen tes kemampuan spasial matematis terdiri dari enam soal berbentuk essay dengan jawaban singkat, sedangkan instrumen tes penalaran matematis terdiri dari empat soal uraian. Indikator masing-masing kemampuan dapat dilihat pada Lampiran B.1.


(33)

Penyusunan tes instrumen di awali dengan pembuatan kisi-kisi soal, kemudian dilanjutkan dengan penyusunan soal, membuat alternatif jawaban dan aturan skor untuk masing-masing butir soal. Sebelum digunakan, instrumen diujicobakan terlebih dahulu untuk memeriksa validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran soal. Instrumen tes diujicobakan kepada siswa kelas IX SMP N 7 Sumedang sebanyak 34 orang siswa. Perhitungan hasil uji coba tersebut adalah sebagai berikut.

a. Validitas Butir Soal

Menurut Sudijono (2001), validitas dari suatu tes adalah ketepatan mengukur yang dimiliki oleh sebutir soal dalam mengukur apa yang seharusnya diukur lewat butir soal tersebut. Untuk menguji validitas tiap butir soal, skor-skor yang ada pada item tes dikorelasikan dengan skor total. Perhitungan validitas butir soal akan dilakukan dengan rumus korelasi Product Momen dengan angka kasar (Arikunto, 2009: 78), yaitu:

å

å

-

å

å

å

å

å

-= } ) ( }{ ) ( { ) )( ( 2 2 2 2 Y Y N X X N Y X XY N rxy

Keterangan : rxy= koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y

N = banyaknya sampel

X = skor soal nomor ke-i setiap siswa

Y = Skor total setiap siswa

Kemungkinan interpretasinya dengan taraf signifikan 0,05 yaitu: (i) Jika rhit≤ rtabel , maka korelasi tidak signifikan (ii) Jika rhit > rtabel , maka korelasi signifikan


(34)

Interpretasi berdasarkan nilai koefisien korelasi validitas butir soal disajikan pada tabel berikut.

Tabel 3.2

Interpretasi Koefisien Korelasi Validitas Koefisien Korelasi Interpretasi

0,80 < ≤ 1,00 Sangat tinggi

0,60 < ≤ 0,80 Tinggi

0,40 < ≤ 0,60 Cukup

0,20 < ≤ 0,40 Rendah

≤ 0,20 Kurang

Sumber : Arikunto (2009)

Data uji coba diolah dengan bantuan Microsoft Excel 2007. Perhitungan dengan softwareAnates versi 4.0 dapat dilihat pada lampiran C.2. Rangkuman uji validitas tes kemampuan spasial matematis disajikan pada tabel berikut.

Tabel 3.3

Uji Validitas Soal Tes Kemampuan Spasial Matematis Nomor Soal Koefisien Korelasi Interpretasi

1 0,579 Cukup

2 0,768 Tinggi

3 0,601 Tinggi

4 0,854 Sangat Tinggi

6 0,757 Tinggi

7 0,822 Sangat Tinggi

Dari Tabel 2.3, tampak bahwa soal-soal tes kemampuan spasial matematis sudah valid. Artinya, ketujuh soal tersebut dapat dikatakan layak untuk mengukur kemampuan spasial matematis siswa. Soal nomor 1 validitasnya termasuk kategori cukup. Soal nomor 2, 3 dan 6 validitasnya termasuk kategori tinggi. Untuk soal nomor 4 dan 7 koefisien korelasinya lebih dari 0,80 berarti soal tersebut validitasnya sangat tinggi.


(35)

Tabel 3.4

Uji Validitas Soal Tes Kemampuan Penalaran Matematis Nomor Soal Koefisien Korelasi Interpretasi

5a 0,667 Tinggi

5b 0,740 Tinggi

5c 0,737 Tinggi

8a 0,799 Tinggi

8b 0,686 Tinggi

8c 0,854 Sangat Tinggi

8d 0,844 Sangat Tinggi

9a 0,739 Tinggi

9b 0,712 Tinggi

10a 0,827 Sangat Tinggi

10b 0,718 Tinggi

Dari Tabel 3.4 dapat dilihat bahwa semua soal kemampuan penalaran matematis validitasnya termasuk kategori tinggi dan sangat tinggi, berarti dapat disimpulkan bahwa tingkat akurasi semua soal sudah tepat untuk mengukur kemampuan penalaran matematis siswa.

b. Reliabilitas Butir Soal

Menurut Arikunto (2009), suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap (Arikunto, 2009). Untuk mengukur realibilitas digunakan perhitungan Cronbach’s

Alpha atau Koefisien Alpha (Arifin, 2009). Rumus yang digunakan, yaitu:

÷ ÷ ø ö ç ç è æ -÷ ø ö ç è æ

-=

å

2

2 1 1 x i R R s s a Keterangan:

a = reliabilitas instrumen

R = jumlah butir soal 2

i

s = variansi butir soal 2

x


(36)

Tingkat reliabilitas dari soal uji coba kemampuan spasial dan penalaran matematis menggunakan interpretasi dari Guilford (Ruseffendi, 2005: 160), yaitu sebagai berikut:

Tabel 3.5

Klasifikasi Tingkat Reliabilitas Besarnya a Tingkat Reliabilitas 0,00 £ a £ 0,20 Kecil

0,20 <a £ 0,40 Rendah 0,40 <a £ 0,70 Sedang 0,70 <a £ 0,90 Tinggi 0,90 <a £ 1,00 Sangat tinggi

Rangkuman perhitungan reliabilitas dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 dari hasil uji coba soal tes kemampuan spasial dan penalaran matematis dapat dilihat pada tabel dibawah ini, sedangkan untuk perhitungan realibilitas dengan program Anates versi 4.0 dapat dilihat pada Lampiran C.1.

Tabel 3.6

Uji Reliabilitas Soal Tes Kemampuan Spasial Matematis

Kemampuan a Interpretasi

Spasial 0,703 Tinggi

Penalaran 0,918 Sangat Tinggi

Dari Tabel 3.6, tampak bahwa reliabilitas hasil uji coba tes kemampuan spasial termasuk kategori tinggi, sedangkan untuk tes kemampuan penalaran termasuk kategori sangat tinggi. Artinya, tingkat ketepatan dan konsistensi soal-soal tes yang digunakan dalam instrumen sudah layak untuk mengukur kemampuan spasial dan penalaran matematis siswa. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Arikunto (2009) bahwa suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap.


(37)

c. Daya Pembeda

Arikunto (2009) mengungkapkan bahwa daya pembeda soal merupakan kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Daya pembeda suatu butir soal dikatakan tidak baik jika butir soal tersebut dapat dijawab benar oleh siswa yang berkemampuan tinggi maupun siswa yang berkemampuan rendah. Selain itu, jika suatu butir soal tidak dapat dijawab benar oleh siswa berkemampuan tinggi maupun siswa berkemampuan rendah, maka daya pembeda butir soal tersebut juga tidak baik.

Berdasarkan skor hasil uji coba tes kemampuan spasial dan penalaran matematis, seluruh siswa dikelompokkan menjadi tiga kategori dengan jumlah siswa yang seimbang, yaitu kategori siswa yang mendapat skor tinggi, sedang dan rendah. Kelompok siswa yang mendapatkan skor tinggi disebut sebagai kelompok atas, sedangkan kelompok siswa yang mendapat skor rendah disebut sebagai kelompok bawah.

Rumus yang digunakan untuk menghitung daya pembeda dari masing-masing butir soal tes kemampuan spasial dan penalaran matematis, yaitu:

Soal

Maks

Skor

JS

JB

JB

DP

A

B A

.

-=

Keterangan :

DP = Daya pembeda

JBA = Jumlah skor dari kelompok atas (unggul)

JBB = Jumlah skor siswa dari kelompok bawah (asor)


(38)

Daya pembeda instrumen tes kemampuan spasial dan penalaran matematis menggunakan interpretasi sebagai berikut.

Tabel 3.7

Koefisien Daya Pembeda

Koefisien Daya Pembeda Interpretasi

DP≥0,40 Sangat baik

0,30 ≤DP < 0,40 Baik

0,20 ≤DP < 0,30 Cukup

DP < 0,20 Tidak baik

Sumber: Depdiknas (2006)

Rangkuman hasil uji daya pembeda tes kemampuan spasial matematis disajikan pada tabel berikut.

Tabel 3.8

Uji Daya Pembeda Soal Tes Kemampuan Spasial Matematis Nomor Soal Koefisien Daya Pembeda Interpretasi

1 0,136 Tidak baik

2 0,886 Sangat baik

3 0,159 Tidak baik

4 0,545 Sangat baik

6 0,659 Sangat baik

7 0,364 Baik

Dari Tabel 3.8, tampak bahwa ada dua butir soal yang daya pembedanya tidak baik, yaitu soal nomor 1 dan nomor 3. Hal ini dikarenakan soal nomor 1 dapat dijawab benar hampir dari seluruh siswa, sedangkan untuk soal nomor 3 kebanyakan siswa tidak dapat menjawab dengan benar. Artinya, berdasarkan soal nomor 1 dan nomor 3, tidak dapat dibedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dan siswa berkemampuan rendah. Selanjutnya, daya pembeda untuk soal nomor 2, 4 dan 6 dari tabel tampak sudah sangat baik. Berarti dari soal tersebut sudah dapat benar-benar membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dan berkemampuan rendah.


(39)

Rangkuman hasil uji daya pembeda tes kemampuan penalaran matematis disajikan pada tabel berikut.

Tabel 3.9

Uji Daya Pembeda Soal Tes Kemampuan Penalaran Matematis Nomor Soal Daya Pembeda Interpretasi

5a 0,250 Cukup

5b 0,205 Cukup

5c 0,273 Cukup

8a 0,523 Sangat Baik

8b 0,250 Cukup

8c 0,318 Baik

8d 0,318 Baik

9a 0,295 Cukup

9b 0,273 Cukup

10a 0,295 Cukup

10b 0,205 Cukup

Soal tes kemampuan penalaran matematis, dari Tabel 3.9 dapat dilihat bahwa daya pembeda sebagian besar dari soal-soalnya termasuk kategori cukup, yaitu sebanyak 8 soal. Hal ini dikarenakan sebagian besar siswa tidak dapat menjawab dengan benar soal tes yang diberikan. Hanya 1 soal saja yang memiliki daya pembeda sangat baik. Selanjutnya, soal-soal tersebut direvisi atau diperbaiki agar dapat digunakan dalam penelitian.

d. Tingkat Kesukaran Soal

Butir-butir soal dikatakan baik, jika tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah (Arikunto, 2009). Analisis tingkat kesukaran soal perlu untuk dilakukan untuk mengetahui derajat kesukaran butir soal yang telah dibuat. Tingkat kesukaran pada masing-masing butir soal dihitung menggunakan rumus berikut (Sudjana, 2010: 137):


(40)

I

N B

=

Keterangan:

I = Indeks kesukaran untuk setiap butir soal

B = Jumlah nilai yang didapat seluruh siswa dalam menjawab soat yang dimaksudkan

N = Jumlah nilai maksimum ideal seluruh siswa pada butir soal

Klasifikasi interpretasi tingkat kesukaran butir soal yang digunakan, yaitu: Tabel 3.10

Koefisien Tingkat Kesukaran Soal Koefisien Tingkat Kesukaran Interpretasi

TK > 0,70 Mudah

0,30 ≤TK≤ 0,70 Sedang

TK < 0,30 Sukar

Sumber: Depdiknas (2006)

Rangkuman hasil perhitungan uji tingkat kesukaran untuk tiap butir soal tes kemampuan spasial matematis dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.11

Uji Tingkat Kesukaran Soal Tes Kemampuan Spasial Matematis Nomor Soal Koefisien Tingkat

Kesukaran Interpretasi

1 0,432 Sedang

2 0,511 Sedang

3 0,125 Sukar

4 0,545 Sedang

6 0,330 Sedang

7 0,318 Sedang

Berdasarkan Tabel 3.11, dapat dilihat bahwa soal nomor 3 merupakan butir soal kemampuan spasial kategori sukar, sedangkan kelima soal lainnya merupakan kategori sedang. Hal ini menunjukkan bahwa soal nomor 3 yang daya pembedanya tidak baik, erat kaitannya dengan sukarnya soal tersebut. Namun, belum tentu sebenarnya siswa tidak mampu untuk mengerjakan soal nomor 3. Terdapat kemungkinan bahwa soal nomor 3 kurang dapat dipahami maksudnya.


(41)

Tabel 3.12

Uji Tingkat Kesukaran Soal Tes Kemampuan Penalaran Matematis Nomor Soal Tingkat Kesukaran Interpretasi

5a 0,648 Sedang

5b 0,352 Sedang

5c 0,295 Sukar

8a 0,580 Sedang

8b 0,398 Sukar

8c 0,295 Sukar

8d 0,227 Sukar

9a 0,375 Sedang

9b 0,273 Sukar

10a 0,239 Sukar

10b 0,170 Sukar

Dapat dilihat di Tabel 3.12 bahwa butir soal kemampuan penalaran matematis tidak ada yang terlalu mudah maupun terlalu sukar. Sebanyak 7 soal yang termasuk kategori sukar dan 4 soal yang termasuk kategori sedang. Salah satu faktor banyaknya butir soal yang termasuk kategori sukar adalah karena waktu yang disediakan untuk menyelesaikan soal-soal tersebut tidak cukup bagi siswa, sehingga banyak siswa yang tidak sempat menjawab beberapa soal tersebut. Selain itu, siswa juga tidak terbiasa diberikan soal-soal kemampuan penalaran seperti soal tes yang diujicobakan.

Tabel 3.13

Rekapitulasi Analisis Hasil Ujicoba Soal Tes Kemampuan Spasial Matematis Nomor

Soal Validitas Reliabilitas

Daya Pembeda

Tingkat Kesukaran

1 Cukup

Tinggi

Tidak Baik Sedang

2 Tinggi Sangat Baik Sedang

3 Tinggi Tidak Baik Sukar

4 Sangat Tinggi Sangat Baik Sedang

6 Tinggi Sangat Baik Sedang


(42)

Tabel 3.14

Rekapitulasi Analisis Hasil Ujicoba Soal Tes Kemampuan Penalaran Matematis Nomor

Soal Validitas Reliabilitas

Daya Pembeda

Tingkat Kesukaran

5a Tinggi

Sangat Tinggi

Cukup Sedang

5b Tinggi Cukup Sedang

5c Tinggi Cukup Sukar

8a Tinggi Sangat Baik Sedang

8b Tinggi Cukup Sukar

8c Sangat Tinggi Baik Sukar

8d Sangat Tinggi Baik Sukar

9a Tinggi Cukup Sedang

9b Tinggi Cukup Sukar

10a Sangat Tinggi Cukup Sukar

10b Tinggi Cukup Sukar

Berdasarkan hasil analisis terhadap hasil ujicoba tes kemampuan spasial dan penalaran matematis, sebanyak 3 buah soal dari tes kemampuan penalaran tidak digunakan dalam penelitian dengan pertimbangan bahwa waktu tes yang disediakan tidak cukup untuk menyelesaikan semua butir soal kemampuan penalaran. Namun demikian, secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa soal-soal tes tersebut sudah memenuhi syarat dan layak untuk digunakan dalam penelitian setelah dikonsultasikan dengan dosen pembimbing.

2. Skala Sikap

Skala sikap berisi pernyataan-pernyataan untuk mengetahui respon siswa terhadap matematika, pembelajaran geometri dengan Wingeom, serta soal-soal kemampuan spasial dan penalaran matematis. Indikator dari sikap terhadap matematika, yaitu: 1) Menunjukkan kesukaan terhadap pelajaran matematika; 2) Menunjukkan kesungguhan dalam mengikuti pembelajaran matematika; 3) Menunjukkan persetujuan terhadap manfaat matematika. Indikator dari sikap


(43)

terhadap pembelajaran geometri dengan Wingeom, yaitu: 1) Menunjukkan kesukaan terhadap pembelajaran matematika dengan Wingeom; 2) Menunjukkan persetujuan terhadap pembelajaran geometri dengan Wingeom; 3) Menunjukkan partisipasi dalam pembelajaran matematika dengan Wingeom. Selanjutnya, untuk indikator dari sikap terhadap soal-soal kemampuan spasial dan penalaran matematis adalah menunjukkan apresiasi terhadap soal-soal kemampuan spasial dan penalaran matematis.

Skala sikap ini terdiri dari 15 butir pernyataan positif dan 15 butir penyataan negatif. Penyusunan skala sikap berpedoman pada bentuk Skala Likert yang terdiri dari empat pilihan respon, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Untuk pernyataan positif pemberian skornya berturut-turut adalah 4, 3, 2, 1 dan sebaliknya untuk pernyataan negatif diberi skor 1, 2, 3, 4. Alasan menggunakan empat pilihan adalah untuk menghindari respon yang ragu-ragu atau tidak berani memihak dari siswa.

Menganalisa skala sikap siswa dilakukan dengan membandingkan hasil skor respon skala sikap siswa dengan skor netral. Jika skor subjek lebih besar daripada jumlah skor netral maka subjek tersebut memiliki sikap positif. Sebaliknya, jika skor subjek kurang dari skor netral maka subjek tersebut memiliki sikap negatif.

3. Lembar Observasi

Lembar observasi digunakan untuk mengetahui aktivitas yang dilakukan siswa dan guru selama proses pembelajaran berlangsung di kelas eksperimen.


(44)

Lembar Observasi juga dapat digunakan sebagai catatan selama pembelajaran dan dijadikan bahan evaluasi. Aktivitas siswa yang diamati pada kegiatan pembelajaran geometri dengan Wingeom adalah kesungguhan dan keaktifan siswa selama mengikuti proses pembelajaran, sedangkan aktivitas guru yang diamati, yaitu ketepatan dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas eksperimen.

D. Teknik Pengumpulan Data

Data yang dianalisis dari penelitian ini diperoleh melalui tes dan angket. Untuk melihat adanya peningkatan kemampuan spasial dan penalaran matematis siswa, kelas kontrol dan kelas eksperimen masing-masing diberi pretes dan postes. Selanjutnya, untuk mengetahui tentang sikap positif siswa selama proses pembelajaran, yaitu melalui angket skala sikap dan lembar observasi.

E. Tahap Penelitian

Prosedur penelitian dilakukan dalam tiga tahap kegiatan, yaitu; tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap pengolahan data.

1. Tahap Persiapan

Pada tahap ini terdapat beberapa kegiatan yang dilakukan peneliti, antara lain: a. Studi kepustakaan mengenai pembelajaran geometri dengan program

Wingeom, kemampuan spasial dan penalaran matematis siswa.

b. Menyusun instrumen penelitian melalui konsultasi dengan dosen pembimbing, kemudian menguji dan mengolah data hasil uji coba instrumen tersebut.


(45)

c. Mengurus surat perizinan penelitian.

d. Melakukan observasi pembelajaran di sekolah dan berkonsultasi dengan pihak sekolah, yaitu guru bidang studi matematika untuk menentukan waktu, teknis pelaksanaan penelitian, serta meminta data tentang hasil ulangan harian siswa untuk mengelompokkan siswa berdasarkan kemampuan awal matematis.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Kegiatan awal dalam tahap ini adalah memberikan pretes pada kelas kontrol dan kelas eksperimen untuk mengetahui kemampuan awal spasial dan penalaran matematis siswa. Kemudian dilanjutkan dengan pelaksanaan proses pembelajaran matematika materi geometri dengan Wingeom di kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional di kelas kontrol. Peneliti bertindak sebagai guru pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol.

Observasi pada kelas eksperimen dilakukan oleh satu orang guru yang mengajar di tempat pelaksanaan penelitian. Kelas eksperimen dan kelas kontrol mendapat perlakuan yang sama dalam hal jumlah jam pelajaran, materi yang diajarkan, serta soal-soal latihan dan tugas. Selain menggunakan buku paket yang disediakan pihak sekolah, kelas eksperimen diberi modul pembelajaran geometri dengan Wingeom. Baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol, materi pelajaran matematika yang diberikan adalah mengenai dimensi tiga, yaitu Bangun Ruang Kubus, Balok, Prisma dan Limas dengan jumlah pertemuan pembelajaran sebanyak enam kali pertemuan.


(46)

Setelah seluruh kegiatan pembelajaran dilakukan, kelas eksperimen dan kelas kontrol diberi tes akhir (postes). Soal tes akhir yang diberikan sama dengan soal tes awal (pretes), hal ini dilakukan untuk mengetahui besarnya peningkatan kemampuan spasial dan penalaran matematis siswa. Waktu pelaksanaan tes yaitu 100 menit. Selain postes, kelas eksperimen diberikan juga angket skala sikap.

3. Tahap Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan bantuan software SPSS 16.0, dan

Microsoft Excell 2007.

a. Pengolahan Data Hasil Tes Kemampuan Spasial dan Penalaran Matematis Data hasil pretes dan postes diolah dan dianalisis secara kuantitatif. Dari hasil pretes dapat dilihat kemampuan siswa sebelum diberi pembelajaran, sedangkan melalui hasil postes dapat dilihat kemampuan siswa setelah pembelajaran. Peningkatan kemampuan masing-masing siswa dapat dilihat melalui skor gain ternormalisasi. Sebelum data diolah secara statistik, tahapan kegiatan yang dilakukan yaitu:

a) Memberikan skor jawaban siswa sesuai dengan alternatif jawaban dan rubrik penskoran yang digunakan.

b) Peningkatan kemampuan spasial dan penalaran matematis siswa dihitung dengan menggunakan Gain ternormalisasi (N-Gain).

N-gain =

(Meltzer, 2002).

Hasil perhitungan indeks gain diinterpretasikan dengan menggunakan kategori menurut Hake (Meltzer, 2002) sebagai berikut:


(47)

N-gain < 0,3 : rendah

0,3 £ N-gain < 0,7 : sedang

N-gain ≥ 0,7 : tinggi

Untuk melihat gambaran secara umum pencapaian kemampuan spasial dan penalaran matematis siswa dilakukan dengan penghitungan statistik deskriptif, yaitu rerata, simpangan baku, skor maksimal dan minimal. Uji hipotesis dilakukan setelah memeriksa normalitas dan homogenitas data. Taraf signifikansi α = 0,05. a) Uji Normalitas

Rumusan hipotesis yang diuji adalah:

H0 : sampel berasal dari populasi berdistribusi normal H1 : sampel berasal dari populasi tidak berdistribusi normal

Uji normalitas menggunakan uji statistik Kolmogorov-Smirnov dengan kriteria pengujian, jika nilai signifikansi > , maka H0 diterima (Trihendradi, 2008). b) Uji Homogenitas

Adapun hipotesis yang akan diuji adalah: H0 : variansi pada tiap kelompok data homogen

H1 : tidak semua variansi pada tiap kelompok data adalah homogen

Uji statistiknya menggunakan Uji Levene dengan kriteria pengujian yaitu H0 diterima apabila nilai signifikannya > taraf signifikansi (Trihendradi, 2008).

Hipotesis penelitian diuji menggunakan statistik inferensial. Adapun uji statistik yang digunakan pada pengolahan data berupa tes adalah sebagai berikut. a) Uji Perbedaan Dua Rerata

Uji perbedaan dua rerata yang digunakan tergantung dari hasil uji normalitas data dan uji homogenitas variansi data. Hipotesis yang diajukan adalah:


(48)

1) Uji dua pihak/arah (2-tailed) H0 : =

Rerata skor pretes kelas eksperimen sama dengan kelas kontrol H1 : ≠

Rerata skor pretes kelas eksperimen berbeda dengan kelas kontrol 2) Uji sepihak/searah (one-tailed)

H0 : =

Peningkatan kemampuan matematis kelas eksperimen tidak berbeda dengan kelas kontrol

H1 : >

Peningkatan kemampuan matematis kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol

Jika kedua data berdistribusi normal, uji perbedaan dua rerata menggunakan uji statistik parametrik, yaitu uji Idependent-Samples T Test (Uji-t). Jika variansi kedua kelompok data homogen, nilai signifikansi yang diperhatikan adalah nilai pada baris “Equal variances assumed”, sedangkan jika variansi kedua kelompok data tidak homogen nilai signifikansi yang diperhatikan yaitu nilai pada baris “Equal variances not assumed”. Selanjutnya, jika terdapat minimal satu data tidak berdistribusi normal, maka uji perbedaan dua rerata menggunakan uji statistik nonparametrik, yaitu Uji Mann-Whitney karena dua sampel yang diuji saling bebas/independen (Ruseffendi, 1993). Untuk uji dua pihak, kriteria penerimaan H0 bila nilai signifikan > / 2.


(49)

b) Uji ANOVA Dua Jalur

Rumusan hipotesis yang diuji dalam uji ANOVA dua jalur yaitu:

1) Pengaruh pembelajaran terhadap peningkatan kemampuan spasial dan penalaran matematis

H0 : = (tidak ada perbedaan) H1 : ≠ (terdapat perbedaan)

2) Pengaruh kemampuan awal matematis terhadap peningkatan kemampuan spasial dan penalaran matematis

H0 : = = (semua sama)

H1 : ≠ ; untuk suatu ≠ (minimal satu yang berbeda)

3) Pengaruh interaksi faktor pembelajaran dan kategori kemampuan awal matematis terhadap peningkatan kemampuan spasial dan penalaran

H0 : tidak terdapat interaksi faktor media pembelajaran dan kategori kemampuan awal matematis terhadap peningkatan kemampuan matematis

H1 : terdapat interaksi faktor media pembelajaran dan kategori kemampuan awal matematis terhadap peningkatan kemampuan matematis

Kriteria penerimaan H0 bila nilai signifikansi > (Trihendradi, 2008).

c) Uji Perbandingan Tiga Rerata

Uji ini dilakukan membandingkan rerata tiga kemampuan awal yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Uji yang digunakan adalah Uji Scheffe, karena uji ini


(50)

dapat digunakan untuk membandingkan sampel yang saling bebas. Selain itu, uji ini juga berlaku untuk membandingkan sampel yang tidak sama besar (Ruseffendi, 1993). Rumusan hipotesis yang diuji adalah:

H0 : = ; , = 1, 2, 3 (semua sama)

H1 : ≠ ; , = 1, 2, 3 (minimal satu yang berbeda)

Kriteria penerimaan H0, yaitu jika nilai signifikansi > (Trihendradi, 2008). b. Pengolahan Data Skala Sikap

Perhitungan skor sikap siswa dilakukan dengan memberikan skor pada setiap pilihan respon pernyataan sikap siswa dengan model Skala Likert. Setelah data dikumpulkan, kemudian ditransformasi menjadi data interval menggunakan

Microsoft Office Excel 2007. Selanjutnya, masing-masing skor butir pernyataan

dibandingkan dengan skor netralnya. Uji hipotesis menggunakan Uji One-Sample

T Test (uji-t satu sampel). Kriteria pengujian, yaitu terima H0 jika nilai

signifikansi > (Trihendradi, 2008).

c. Pengolahan Data Hasil Observasi

Data hasil observasi aktivitas siswa dan guru selama proses pembelajaran berlangsung pengolahannya dilakukan dengan menghitung persentase rerata penilaian dari observer. Hal ini dapat dijadikan refleksi terhadap proses pembelajaran agar pembelajaran berikutnya dapat menjadi lebih baik dari pembelajaran sebelumnya dan sesuai dengan perencanaan yang telah disusun.


(51)

F. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan mulai bulan Januari 2012 sampai dengan Juni 2012. Jadwal kegiatan penelitian dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.15

Jadwal Kegiatan Penelitian

No Kegiatan Tahun 2012

Jan Feb Mar Apr Mei Jun 1 Penyusunan Proposal

2 Seminar Proposal 3 Penyusunan Instrumen

Penelitian

4 Kunjungan ke Sekolah 5 Pengumpulan Data 6 Pengolahan Data 7 Pengolahan Tesis


(52)

G. Prosedur Penelitian

Berikut ini disajikan diagram alur prosedur pelaksanaan penelitian

Gambar 3.1 Diagram Alur Penelitian

Pelaksanaan Pembelajaran Geometri dengan Konvensional

di Kelas Kontrol Mengembangkan dan

Validasi Instrumen Penelitian

Pemilihan Sampel

Pretes

Pelaksanaan Pembelajaran Geometri dengan Wingeom

di Kelas Eksperimen

Postes

Observasi dan Angket Sikap

Siswa

Pengumpulan Data Analisis Data

Kesimpulan Mengidentifikasi Masalah,

Merumuskan Masalah, Studi Literatur


(53)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis data yang telah disajikan dan pembahasan hasil penelitian yang telah diuraikan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut.

1. Secara keseluruhan peningkatan kemampuan spasial matematis siswa yang memperoleh pembelajaran geometri dengan Wingeom lebih baik daripada pembelajaran konvensional. Bila memperhatikan kemampuan awal matematis, pada kemampuan awal matematis kategori tinggi peningkatan kemampuan spasial matematis siswa yang memperoleh pembelajaran geometri dengan Wingeom dan siswa yang memperoleh pembelajaran geometri dengan konvensional tidak berbeda signifikan. Namun, untuk kemampuan awal matematis kategori sedang dan rendah, peningkatan kemampuan spasial matematis siswa yang memperoleh pembelajaran geometri dengan Wingeom lebih baik daripada pembelajaran konvensional. 2. Perbedaan kemampuan awal matematis memberikan pengaruh signifikan

terhadap peningkatan kemampuan spasial matematis siswa.

3. Tidak terdapat interaksi yang signifikan antara faktor media pembelajaran dan kategori kemampuan awal matematis terhadap peningkatan kemampuan spasial matematis. Artinya, faktor pembelajaran dan kategori kemampuan awal matematis tidak secara bersama-sama memberikan pengaruh terhadap peningkatan kemampuan spasial matematis.


(54)

4. Secara keseluruhan peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran geometri dengan Wingeom lebih baik daripada pembelajaran konvensional. Bila memperhatikan kemampuan awal matematis, untuk kemampuan awal matematis kategori tinggi, peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran geometri dengan Wingeom lebih baik daripada pembelajaran konvensional. Begitu juga dengan kemampuan awal matematis kategori sedang dan rendah. Untuk kemampuan awal matematis kategori sedang dan rendah, peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran geometri dengan Wingeom lebih baik daripada pembelajaran konvensional. 5. Perbedaan kemampuan awal matematis memberikan pengaruh signifikan

terhadap peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa.

6. Tidak tererdapat interaksi yang signifikan antara faktor media pembelajaran dan kategori kemampuan awal matematis terhadap peningkatan kemampuan penalaran matematis. Artinya, faktor pembelajaran dan kategori kemampuan awal matematis tidak secara bersama-sama memberikan pengaruh terhadap peningkatan kemampuan penalaran matematis.

7. Siswa memiliki sikap positif terhadap matematika, pembelajaran geometri dengan Wingeom, soal-soal kemampuan spasial dan penalaran matematis.


(55)

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, ada beberapa hal rekomendasi berhubungan dengan penelitian ini, antara lain:

1. Penelitian ini hanya terbatas pada materi geometri dimensi tiga, yaitu materi kubus, balok, prisma dan limas. Diharapkan pada peneliti lainnya untuk mengembangkan pembelajaran geometri dengan Wingeom pada materi dimensi tiga lainnya, misalnya kerucut, tabung, dan bola.

2. Agar pembelajaran geometri dengan Wingeom dapat diikuti dengan baik oleh setiap siswa, maka sebelum pembelajaran geometri dengan Wingeom

dilakukan, guru harus memperkenalkan istilah-istilah Bahasa Inggris yang ada di program Wingeom.

3. Lembar Kerja Siswa (LKS) maupun modul pembelajaran sangat membantu siswa untuk mengikuti pelajaran. Namun, peran aktif guru juga masih sangat dibutuhkan dalam membimbing dan mengarahkan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran.

4. Pada penelitian ini hanya dikaji kemampuan spasial dan penalaran matematis saja, untuk itu diharapkan pada penelitian lainnya untuk mengkaji penggunaan program Wingeom dalam meningkatkan kemampuan berpikir matematis lainnya.


(56)

DAFTAR PUSTAKA

Abdussakir. (2010). “Pembelajaran Geometri Sesuai Teori Van Hielle”.

El-Hikmah: Jurnal Kependidikan dan Keagamaan. Vol.8 No.2.

Adholpus, T. (2011). “Problems of Teaching and Learning of Geometry in Secondary School in Rivers State, Nigeria”. International Journal of

Emerging Science. 1 (2), 143-152.

Ariani dan Haryanto, D. (2010). Pembelajaran Multimedia di Sekolah. Jakarta: PT Prestasi Pustakaraya.

Arifin, Z. (2009). Evaluasi Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya. Arikunto, S. (2009). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Baharuddin dan Wahyuni, E.N. (2010). Teori Belajar dan Pembelajaran.

Yogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Balitbang. (2011). Survei Internasional PISA. [Online]. Tersedia: http://litbangkemdiknas.net. [10 Januari 2012].

Balitbang. (2011). Survei Internasional TIMMS. [Online]. Tersedia: http://litbangkemdiknas.net. [10 Januari 2012].

Black, A. A. (2005). Spatial Ability and Earth Science Conceptual

Understanding. Springfield: Missoury State University tersedia:

aab208f@smsu.edu [10 Januari 2012].

BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan). (2006). Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan

Menengah. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan.

Dahar, M.A., Dahar, R.T., dan Dahar, R.A. (2011). Prior Achievement is the Indicator of the use of School ResourceInputs and the Best Predictor of Academic Achievement in Punjab (Pakistan). Euro Journals. (10), 179-187.

Dahlan, J.A. (2004). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematika Siswa Sekolah Lanjutan tingkat Pertama Melalui

Pendekatan OPEN-ENDED. Disertasi pada PPS UPI Bandung: Tidak

diterbitkan.

Ekawati, E. (2010). “Pembelajaran Matematika Berbantuan ICT Dalam Meningkatkan Kemampuan Kognitif dan Kemampuan Afektif Siswa”.


(1)

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, ada beberapa hal rekomendasi berhubungan dengan penelitian ini, antara lain:

1. Penelitian ini hanya terbatas pada materi geometri dimensi tiga, yaitu materi kubus, balok, prisma dan limas. Diharapkan pada peneliti lainnya untuk mengembangkan pembelajaran geometri dengan Wingeom pada materi dimensi tiga lainnya, misalnya kerucut, tabung, dan bola.

2. Agar pembelajaran geometri dengan Wingeom dapat diikuti dengan baik oleh setiap siswa, maka sebelum pembelajaran geometri dengan Wingeom dilakukan, guru harus memperkenalkan istilah-istilah Bahasa Inggris yang ada di program Wingeom.

3. Lembar Kerja Siswa (LKS) maupun modul pembelajaran sangat membantu siswa untuk mengikuti pelajaran. Namun, peran aktif guru juga masih sangat dibutuhkan dalam membimbing dan mengarahkan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran.

4. Pada penelitian ini hanya dikaji kemampuan spasial dan penalaran matematis saja, untuk itu diharapkan pada penelitian lainnya untuk mengkaji penggunaan program Wingeom dalam meningkatkan kemampuan berpikir matematis lainnya.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Abdussakir. (2010). “Pembelajaran Geometri Sesuai Teori Van Hielle”.

El-Hikmah: Jurnal Kependidikan dan Keagamaan. Vol.8 No.2.

Adholpus, T. (2011). “Problems of Teaching and Learning of Geometry in Secondary School in Rivers State, Nigeria”. International Journal of Emerging Science. 1 (2), 143-152.

Ariani dan Haryanto, D. (2010). Pembelajaran Multimedia di Sekolah. Jakarta: PT Prestasi Pustakaraya.

Arifin, Z. (2009). Evaluasi Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya. Arikunto, S. (2009). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Baharuddin dan Wahyuni, E.N. (2010). Teori Belajar dan Pembelajaran.

Yogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Balitbang. (2011). Survei Internasional PISA. [Online]. Tersedia: http://litbangkemdiknas.net. [10 Januari 2012].

Balitbang. (2011). Survei Internasional TIMMS. [Online]. Tersedia: http://litbangkemdiknas.net. [10 Januari 2012].

Black, A. A. (2005). Spatial Ability and Earth Science Conceptual Understanding. Springfield: Missoury State University tersedia: aab208f@smsu.edu [10 Januari 2012].

BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan). (2006). Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan.

Dahar, M.A., Dahar, R.T., dan Dahar, R.A. (2011). Prior Achievement is the Indicator of the use of School ResourceInputs and the Best Predictor of Academic Achievement in Punjab (Pakistan). Euro Journals. (10), 179-187.

Dahlan, J.A. (2004). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematika Siswa Sekolah Lanjutan tingkat Pertama Melalui Pendekatan OPEN-ENDED. Disertasi pada PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Ekawati, E. (2010). “Pembelajaran Matematika Berbantuan ICT Dalam Meningkatkan Kemampuan Kognitif dan Kemampuan Afektif Siswa”. Journal EDUMAT. 1(1).


(3)

Forster, P.A. (2006). “Assesing Technology-based Approaches for Teaching and Learning Mathematics”. International Journal of Mathematical Education in Science and Technology. 37 (2): 145-164

Gutierez, A. (1997). Visualization in 3-Dimensional Geometry: In Search of a Framework Valencia (Spain): Universidad de Valencia.

Harmiati, E., dan Rahayu, A. (2008). Peningkatan Motivasi Belajar dan Pemahaman Keruangan Siswa Melalui Pembelajaran Geometri Berbantuan Program Komputer. Laporan penelitian SMA Sang Timur Yogyakarta: tidak diterbitkan.

Healy, L., dan Hoyles, C. (2001). “Software Tools for Geometrical Problem Solving: Potensials and Pitfalls”. International Journal of Computers for Mathematical Learning. 6(3), 235-256.

Jiang, Z. (2007). “ The Dynamic Geometry Software as an Effective Learning and Teaching Tool”. The Electronic Journal of Mathematics and Technology. 1(3).

Kariadinata, R. (2010). “Kemampuan Visualisasi Geometri Spasial Siswa Madrasah Aliyah Negeri (Man) Kelas X Melalui Software Pembelajaran Mandiri”. Jurnal EDUMAT. 1(2).

Kusumah, Y.S. (2005). Desain Courseware Matematika dan Implementasinya

dalam Pembelajaran Berbasiskan Software Komputer untuk

Meningkatkan Kemampuan Kognitif dan Afektif Siswa. Makalah. Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI. Tidak Diterbitkan.

_______. (2008). Pengembangan Model Computer Based E-learning untuk

meningkatkan High-Order Mathematical Thinking Siswa SMA. Usul

penelitian Hibah Bersaing Perguruan Tinggi. Bandung: tidak diterbitkan. Lin, M., dan Petersen, A.L. (1985). Emergence and Characterization of Sex

Defferences in Spatial Ability. A-metal Analysis, Child Development, V. 56.p. 1479-1498.

Mariotti, M.A. (2000). “Introduction to Proff: The Mediation of Dynamic Software Environment”. Educational Studies in Mathematics. 44: 25-53 Marjuni, A. (2007), Media Pembelajaran Matematika dengan Maplet,

Yogyakarta: Graha Ilmu.

Meltzer, D.E. (2002). “The Relationship between Mathematics Preparation and Conceptual Learning Gain in Physics: A Possible “Hidden Variable” in Diagnostics Pretest Scores”. American Journal of Physics. Vol. 70 (12) 1259-1268.


(4)

Mohler, J.L. (2008). “A Review of Spatial Ability Research”. Enginering Design Graphics Journal. 72 (3), 19-30.

Munir. (2008). Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Jakarta: PT Rineka Putra.

National Academy of Science (2006). Learning to Think Spatially. Washington DC: The National Academics Press.

NCTM (The National Council of Teacher of Mathematics). (2000). Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. Reston, VA: Author. Nemeth, B. (2007). Measurement of the Development of Spatial Ability by Mental

Cutting Test. Annales Mathematicae et Informaticae 34 pp. 123-128 tersedia: http://www.ektf.hu/tanszek/matematika/ami. [10 Januari 2012]. Olkun, S. (2003). “Making Connections: Improving Spatial Abilities with

Engineering Drawing Activities”. International Journal of Mathematicsn Teaching and Learning.

Pribadi, B.A. (2009). Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Dian Rakyat. Putra, H.D. (2011). Pembelajaran Geometri dengan Pendekatan SAVI

Berbantuan Wingeom untuk Meningkatkan Kemampuan Analogi dan Generalisasi Matematis Siswa SMP. Tesis UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.

Rudhito, M.A. (2008). Geometri dengan WinGeom Panduan dan Ide Belajar Geometri dengan Komputer. [online]. Tersedia: http://downloads. ziddu.com/downloadfile/2715752/Bab0Depan.pdf.html. [10 januari 2012]

Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

_______. (1993). Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

_______. (1998). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang No- Eksakta Lainnya. Semarang: IKIP Semarang Press.

_______. (2001). Evaluasi Pembudayaan Berpikir Logis Serta Bersikap Kritis dan Kreatif melalui Pembelajaran Matematika Realistik. Makalah disampaikan pada Lokakarya di Yogyakarta. Yogyakarta: Tidak Diterbitkan.


(5)

_______. (2005). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan & Bidang Noneksakta Lainnya. Bandung: Tarsito

_______. (2005). Dasar-Dasar Matematika Modern dan Komputer untuk Guru. Bandung: Tarsito

_______. (2006). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Sanjaya, W. (2008). Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Kencana Prenada Media Group.

Sa’ud, U.S. (2008). Inovasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta

Soedjadi, R. (1991). Wajah Pendidikan Matematika di Sekolah Dasar Kita (beberapa hasil pengamatan lapangan sebagai perbaikan dimanas depan). Makalah Penataran Penyiapan Calon Guru Penatar Dosen PGS-DII Guru Kelas, Jakarta: Tidak diterbitkan

Subiyanto. (1988). Evaluasi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta: Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.

Sudjana, N. (2010). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sudjana, N., dan Ibrahim. (2009). Penelitian dan Penilaian pendidikan. Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sugono, D. (2008). Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa.

Sumarmo, U. (2010). Berpikir dan Disposisi Matematik: Apa, Mengapa, dan Bagaimana dikembangkan pada Peserta Didik. [Online]. Tersedia: http://math.sps.upi.edu/wp-content/upload/2010/02/ BERPIKIR-DAN-DISPOSISI-MATEMATIK-SPS-2010.pdf. [10 Januari 2012].

Suwarni. (2011). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Menengah Atas Melalui Pembelajaran

Matematika Berbantuan Wingeom. Tesis UPI. Bandung: Tidak


(6)

Tambunan, S.M. (2006). “Hubungan antara Kemampuan Spasial dengan Kecerdasan Prestasi Belajar Matematika”. Makara, Sosial Humaniora, Vol. 10, No. 1, 27-32.

Thomas, O.J, dan Holton, D. (2003). “Technology as a Tool for Teaching Undergraduate Mathematics”. Second International Handbook of Mathematics Education. 347-390.

Tim MKPBM. (2003). Common Textbook (edisi revisi): Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA UPI.

Trihendradi, C. (2009). Step by Step SPSS 16 Analisis Data Statistik. Yogyakarta: Andi.

Wahyudin. (1999). Kemampuan Guru Matematika, Calon Guru Matematika, dan Siswa dalam Mata Pelajaran Matematika. Disertasi PPS UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.

Wardhani, S., dan Rumiati. (2011). Instrumen Penilaian Hasil Belajar

Matematika SMP: Belajar dari PISA dan TIMSS. Kemendiknas.

PPPPTK.

Yamin, M. (2011). Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Gaung Persada (GP) Press

Wai, J., Lubinski, D., dan Benbow, C.P. (2009). “Spatial Ability for STEM Domains: Aligning Over 50 Years of Cumulative Psychological Knowledge Solidifies Its Importance”. Journal of Educational Psychology. Vol. 101, No. 4, 817–835


Dokumen yang terkait

Pengaruh strategi heuristik vee terhadap kemampuan penalaran induktif matematis siswa : Penelitian quasi eksperimen di kelas viii MTS Daarul Hikmah, Pamulang Barat

5 38 219

Implementasi Brain-Based Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Spasial dan Self-Concept Matematis Siswa pada Pembelajaran Geometri SMP : Penelitian kuasi eksperimen pada siswa kelas VIII salah satu SMP di Siak.

66 150 62

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SERTA SELF-CONCEPT SISWA MTS MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH : Penelitian Kuasi Eksperimen pada Salah Satu MTs Negeri di Kabupaten Subang.

3 12 60

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN TEKNIK PROBLEM POSING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SEKOLAH DASAR : Studi Eksperimen Kuasi di Kelas V Sekolah Dasar Kecamatan Klari Kabupaten Karawang.

0 2 58

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN METAKOGNITIF UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN HEURISTIK DALAM PENALARAN MATEMATIS DAN SELF-EFFICACY MATEMATIS SISWA SMP : Studi Kuasi Eksperimen di SMPNegeri Bandung.

0 3 62

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING DENGAN STRATEGI KONFLIK-KOGNITIF UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI DAN PENALARAN MATEMATIS SISWA : Penelitian Kuasi Eksperimen di Kelas VIII SMP Negeri 14 Bandung.

0 5 67

PEMBELAJARAN GEOMETRI BERBANTUAN WINGEOM MELALUI MODEL KOOPERATIF TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN SPASIAL DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA.

6 21 54

PEMBELAJARAN GEOMETRI DENGAN METODE INKUIRI BERBANTUAN SOFTWARE CINDERELLA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS.

4 14 39

PEMBELAJARAN GEOMETRI DENGAN PENDEKATAN SAVI BERBANTUAN WINGEOM UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN ANALOGI DAN GENERALISASI MATEMATIS SISWA SMP.

0 2 47

Wingeom, Aplikasi Gratis Untuk Pembelajaran Geometri Wingeom

5 33 209