HUBUNGAN PENERAPAN ISO 9001: 2000 DAN ORGANISASI PEMBELAJAR DENGAN KINERJA STAF: Studi di Lembaga P2PNFI Regional I Jayagiri dan P2PNFI Regional II Semarang.

(1)

DAFTAR ISI

Hal.

LEMBAR PERSETUJUAN ... ABSTRAK ... ABSTRACT ... KATA PENGANTAR …………... DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ...

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ... B. Identifikasi dan Rumusan Masalah ... C. Tujuan Penelitian ... D. Penjelasan Istilah... ... E. Sistematika Penulisan...

BAB II. KAJIAN TEORITIS

A. Konsep ISO 9001 ... B. Konsep Organisasi Pembelajar ... C. Belajar Sepanjang Hayat ... D. Organisasi Pembelajar dalam Perspektif Pembelajaran

Sepanjang Hayat ... E. Organisasi Pembelajar Sebagai Implementasi Pendidikan

Luar Sekolah ... F. Konsep Kinerja ...

i iii iv v xi xi xiii xiv 1 17 20 21 22 24 45 58 62 67 70


(2)

G. Penelitian yang Relevan ... H. Kerangka Berfikir ... I. Hipotesa Penelitian ...

III. METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Populasi Penelitian... B. Defenisi Operasional dan Variabel Penelitian... C. Instrumen Penelitian ... D. Proses Pengembangan Instrumen ... E. Teknik Pengumpulan Data ... F. Prosedur Pengumpulan Data ... G. Teknik Analisis Data ...

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Umum Lembaga P2PNFI ... B. Deskripsi Analisis Data ... C. Deskripsi dan Analisis Data Hubungan Antar Variabel ... D. Pembahasan ...

BAB V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI

A. Kesimpulan ...……….. B. Rekomendasi …...………

DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN-LAMPIRAN …... RIWAYAT HIDUP ...

81 87 90 92 94 105 106 109 109 110 113 120 147 168 183 185 188 193 396


(3)

DAFTAR TABEL

Tabel Hal.

2.1. 3.1 4.1. 4.2. 4.3. 4.4. 4.5. 4.6. 4.7. 4.8. 4.9. 4.10

Hubungan Prinsip Manajemen Mutu Dengan ISO

9001:2000... Pedoman Untuk memberikan Interpretasi Koefisien

Korelasi ... Distribusi Frekwensi Skor Penerapan ISO 9001:2000 di P2PNFI Regional I Jayagiri ... Distribusi Frekwensi Skor Penerapan ISO 9001:2000 di Lembaga di P2PNFI Regional II Semarang ... Distribusi Frekwensi Tingkat Penerapan ISO 9001:2000 Indikator 1 s.d 8 di Lembaga P2PNFI Regional I Jayagiri .. Distribusi Frekwensi Tingkat Penerapan ISO 9001:2000 Indikator 1 s.d 8 Di Lembaga P2 PNFI Regional II

Semarang ... Distribusi Frekwensi Skor Organisasi Pembelajar di

Lembaga P2PNFI Regional I Jayagiri ... Distribusi Frekwensi Skor Organisasi Pembelajar di

Lembaga P2PNFI Regional II Semarang ... Distribusi Frekwensi Organisasi Pembelajar Indikator 1 s.d 5 d Lembaga P2PNFI Regional I Jayagiri ... Distribusi Frekwensi Organisasi Pembelajar Indikator 1 s.d 5 d Lembaga P2PNFI Regional II Semarang ... Distribusi Frekwensi Skor Kinerja Staf di Lembaga

P2PNFI Regional I Jayagiri ... Distribusi Frekwensi Skor Kinerja Staf di Lembaga

P2PNFI Regional II Semarang ...

43 108 122 123 124 130 137 138 139 142 146 147


(4)

4.11. 4.12. 4.13. 4.14. 4.15 4.16. 4.17. 4.18.

Korelasi Parsial Variabel Penerapan ISO 9001:2000 Dengan Kinerja Staff Dengan Pengontrolan terhadap Variabel Organisasi Pembelajar di Lembaga P2PNFI Regional I Jayagiri ... Korelasi Parsial Variabel Organisasi Pembelajar Dengan Kinerja Staf Dengan Pengontrolan terhadap Variabel Penerapan ISO 9001:2000 di Lembaga P2PNFI Regional I Jayagiri ...

Korelasi parsial Variabel Penerapan ISO 9001:2000 dengan Variabel Organisasi Pembelajar dengan

Pengontrolan Terhadap Variabel Kinerja Staf di Lembaga P2PNFI Regional I Jayagiri ... Korelasi Parsial Variabel Penerapan ISO 9001:2000 Dengan Kinerja Staff Dengan Pengontrolan Terhadap Variabel Organisasi Pembelajar di Lembaga P2PNFI Regional II Semarang ... Korelasi Parsial Variabel Organisasi Pembelajar Dengan Kinerja Staf Dengan Pengontrolan Terhadap Variabel Penerapan ISO 9001:2000 di Lembaga P2PNFI Regional II Semarang ... Korelasi Parsial Variabel Penerapan ISO 9001:2000 dengan Variabel Organisasi Pembelajar dengan

Pengontrolan Terhadap Variabel Kinerja Staf di Lembaga P2PNFI Regional II Semarang ... Komparasi Nilai Kinerja Sebelum ISO dengan Sesudah ISO Di Lembaga P2PNFI Regional I Jayagiri ... Komparasi Nilai Kinerja Sebelum ISO dengan Sesudah ISO Di Lembaga P2PNFI Regional II Semarang ...

155 157 159 160 162 164 166 167


(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Nama Gambar Hal.

2.1. 2.2. 2.3. 2.4. 4.1.

Bagan organisasi yang berorientasi pelanggan... Skema Pendekatan Proses Dalam ISO 9001: 2000 ... The Damn Cycle ... Paradigma Penelitian ... Model Penelitian ...

30 37 59 90 148


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Hal.

1 2 3.1. 3.2. 3.3. 3.4. 3.5. 3.6. 3.7. 3.8. 3.9. 3.10. 3.11. 3.12. 3.13 3.14. 4.1. 4.2.

Lampiran 1. Ijin Melaksanakan Penelitian di P2PNFI

Regional I Jayagiri ... Lampiran 2. Ijin Melaksanakan Penelitian di P2PNFI

Regional II Semarang ……….. Kisi-kisi Instrumen Penelitian Variabel Penerapan ISO 9001: 2000 ... Kisi-Kisi Instrumen Variabel Organisasi Pembelajar ... Kisi-Kisi Instrumen Variabel Peningkatan Kinerja ... Kuesioner Penerapan ISO 9001:2000 ... Kuesioner Organisasi Pembelajar ... Kuesioner Kinerja ... Data Ujicoba Intrumen Penerapan ISO 9001:2000 ... Data Ujicoba Instrumen Organisasi Pembelajar ... Data Ujicoba Instrumen Kinerja .Sebelum ISO... Data Ujicoba Instrumen Kinerja Staf Sesudah ISO ... Validitas Dan Reliabilitas Ujicoba Variabel ISO ………... Validitas Dan Reliabilitas Ujicoba Variabel Organisasi Pembelajar ……….. Validitas Dan Reliabilitas Ujicoba Variabel Kinerja Sebelum ISO ... Validitas Dan Reliabilitas Ujicoba Varibel Kinerja Sesudah ISO ……….. Data Penerapan ISO 9001:2000 Di P2PNFI Regional

Jayagiri ... Data Organisasi Pembelajar Responden Di P2PNFI Regional I Jayagiri ...

193 194 195 205 209 212 219 223 225 231 235 237 239 243 246 248 250 266


(7)

4.3.

4.4.

4.5.

4.6.

4.7.

4.8.

4.9.

4.10.

4.11 4.12.

Data Kinerja Sebelum ISO 9001:2000 Responden Di P2PNFI Regional I Jayagiri ... Data Kinerja Sesudah ISO 9001:2000 Responden Di P2PNFI Regional I Jayagiri ... Analisa Data Peningkatan Kinerja Staf di PPNFI Regional I Jayagiri ... Data Penerapan ISO 9001:2000 Responden Di P2PNFI Regional II Semarang ... Data Penelitian Organisasi Pembelajar Di P2PNFI Regional II Semarang ... Data Penelitian Kinerja Sebelum ISO 9001:2000 Di P2PNFI Regional II Semarang ... Data Penelitian Kinerja Sesudah ISO Di P2PNFI Regional II Semarang ... Analisa Data Peningkatan Kinerja di P2PNFI Regional II Semarang ... Hasil Analisa Data Penelitian di P2PNFI Regional I Jayagiri. Hasil Analisa Data Penelitian di P2PNFI Regional II

Semarang...

274

278

282

284

300

308

312

316 318


(8)

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Negara Republik Indonesia sebagai negara yang merdeka, berdaulat dan bebas dari penjajahan memiliki tujuan seperti yang tertulis pada pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu: mencerdaskan kehidupan bangsa. UUD 1945 mengamanatkan mengenai pentingnya pendidikan bagi seluruh warga negara sebagaimana diatur dalam Pasal 28C Ayat (1) bahwa setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia, dan Pasal 31. menjelaskan tanggung jawab pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan, bahwa:

(1) Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan;

(2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya;

(3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa;

(4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional; serta

(5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia (Majelis Permusyawaratan Rakyat/ Sekretariat Jenderal, Naskah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, 2008: 24).

Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) selaku penanggung jawab sistem pendidikan nasional bertekad mewujudkan cita-cita luhur tersebut, diawali


(9)

Nasional. Renstra merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Tahun 2005, Presiden mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 7 tentang RPJMN Tahun 2004–2009 yang mengamanatkan tiga misi pembangunan nasional, yaitu: (1) Mewujudkan negara Indonesia yang aman dan damai; (2) Mewujudkan bangsa Indonesia yang adil dan demokratis; (3) Mewujudkan bangsa Indonesia yang sejahtera. Untuk mewujudkannya, bangsa kita harus menjadi bangsa yang berkualitas, sehingga setiap warga negara mampu meningkatkan kualitas hidup, produktivitas dan daya saing terhadap bangsa lain di era global.

Misi pembangunan nasional pada butir yang ketiga tersebut dijadikan pegangan oleh Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) sebagai pedoman bagi semua tingkatan pengelola pendidikan, mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, satuan pendidikan, dan masyarakat dalam merencanakan dan melaksanakan program pembangunan pendidikan nasional serta mengevaluasi hasilnya. Depdiknas selaku pemegang amanah pelaksanaan sistem pendidikan nasional memiliki kewajiban untuk mewujudkan misi pembangunan tersebut. Perspektif pembangunan pendidikan tidak hanya ditujukan untuk mengembangkan aspek intelektual saja melainkan juga watak, moral, sosial dan fisik peserta didik, atau dengan kata lain menciptakan manusia Indonesia seutuhnya.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat


(10)

dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Pemerintah dituntut untuk mewujudkan fungsi dan tujuan tersebut, oleh karena itu sebagai penyelenggara pendidikan berhak mengarahkan, membimbing, membantu, dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Undang-undang dan peraturan tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip dalam penyelenggaraan pendidikan nasional yang tercakup dalam Rencana Strategis Depdiknas (2005: 4-5), yaitu:

1. Demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa;

2. Satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna, diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat;

3. Memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran;

4. Mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat; dan

5. Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.

Berdasarkan hal tersebut, maka ditetapkanlah tujuan pembangunan pendidikan nasional jangka menengah yang tertuang dalam Renstra Depdiknas (2005: 5-6 ) sebagai berikut: (1) Meningkatkan iman, takwa, akhlak mulia; (2) Meningkatkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi; (3) Meningkatkan sensitifitas dan kemampuan ekspresi estetis; (4) Meningkatkan kualitas jasmani; (5) Meningkatkan pemerataan kesempatan belajar pada semua jalur, jenis, dan


(11)

jenjang pendidikan bagi semua warga negara secara adil, tidak diskriminatif, dan demokratis tanpa membedakan tempat tinggal, status sosial-ekonomi, jenis kelamin, agama, kelompok etnis, dan kelainan fisik, emosi, mental serta intelektual; (6) Menuntaskan program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun secara efisien, bermutu, dan relevan sebagai landasan yang kokoh bagi pengembangan kualitas manusia Indonesia; (7) Menurunkan secara signifikan jumlah penduduk buta aksara; (8) Memperluas akses pendidikan nonformal bagi penduduk laki-laki maupun perempuan yang belum sekolah, tidak pernah sekolah, buta aksara, putus sekolah dalam dan antar jenjang serta penduduk lainnya yang ingin meningkatkan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan; (9) Meningkatkan daya saing bangsa dengan menghasilkan lulusan yang mandiri, bermutu, terampil, ahli dan profesional, mampu belajar sepanjang hayat, serta memiliki kecakapan hidup yang dapat membantu dirinya dalam menghadapi berbagai tantangan dan perubahan; (10) Meningkatkan kualitas pendidikan dengan tersedianya standar pendidikan nasional dan standar pelayanan minimal (SPM), serta meningkatkan kualifikasi minimun dan sertifikasi bagi tenaga pendidik dan tenaga kependidikan lainnya; (11) Meningkatkan relevansi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan melalui peningkatan hasil penelitian, pengembangan dan penciptaan ilmu pengetahuan dan teknologi oleh perguruan tinggi serta penyebarluasan dan penerapannya pada masyarakat; (12) Menata sistem pengaturan dan pengelolaan pendidikan yang semakin efisien, produktif, dan demokratis dalam suatu tata kelola yang baik dan akuntabel; (13) Meningkatnya efisiensi dan efektifitas manajemen pelayanan pendidikan melalui


(12)

peningkatan pelaksanaan manajemen berbasis sekolah, peran serta masyarakat dalam pembangunan pendidikan, serta efektivitas pelaksanaan otonomi dan desentralisasi pendidikan termasuk otonomi keilmuan; dan (14) Mempercepat pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme untuk mewujudkan Depdiknas yang bersih dan berwibawa.

Tujuan pembangunan pendidikan jangka menengah di atas, merupakan suatu yang ideal, jika dapat tercapai maka warga Negara Indonesia akan menjadi warga Negara Indonesia yang seutuhnya, berfungsi sebagai subyek yang memiliki kapasitas untuk mengaktualisasikan potensi dan dimensi kemanusiaan secara optimal. Dimensi kemanusiaan itu mencakup tiga hal paling mendasar, yaitu (1) afektif yang tercermin pada kualitas keimanan, ketakwaan, akhlak mulia termasuk budi pekerti luhur serta kepribadian unggul, dan kompetensi estetis; (2) kognitif yang tercermin pada kapasitas pikir dan daya intelektualitas untuk menggali dan mengembangkan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi; dan (3) psikomotorik yang tercermin pada kemampuan mengembangkan keterampilan teknis, kecakapan praktis, dan kompetensi kinestetis.

Pendidikan merupakan proses sistematis untuk meningkatkan martabat manusia secara holistik, yang memungkinkan ketiga dimensi kemanusiaan paling elementer di atas dapat berkembang secara optimal. Dengan demikian, pendidikan seyogyanya menjadi wahana strategis bagi upaya mengembangkan segenap potensi individu, sehingga cita-cita membangun manusia Indonesia seutuhnya dapat tercapai. Pencapaian manusia Indonesia seutuhnya diperjelas dengan Ketentuan Umum Penjelasan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang


(13)

Sistem Pendidikan Nasional, Departemen Pendidikan Nasional berkewajiban untuk mencapai Visi Pendidikan Nasional sebagai berikut: “...Terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah”. (Renstra Depdiknas, 2005: 7). Departemen Pendidikan Nasional memiliki tanggung jawab untuk mewujudkan visi dengan menjabarkan visi tersebut yang lebih konkrit bahwa pendidikan yang diharapkan pada tahun 2025 nanti akan menghasilkan: “ ... Insan Indonesia cerdas dan kompetitif (Insan Kamil / Insan Paripurna), maksudnya adalah insan yang cerdas secara komprehensif, yang meliputi cerdas spiritual, cerdas emosional, cerdas sosial, cerdas intelektual, dan cerdas kinestetis “. (Renstra Depdiknas, 2005: 7).

Renstra Depdiknas Tahun 2005-2009 dalam rangka komitmen global diarahkan guna mempercepat sasaran Konvensi Hak-Hak Anak (Convention on The Rights of the Child) yang menyatakan: ”Setiap negara di dunia melindungi

dan melaksanakan hak-hak anak tentang pendidikan dengan mewujudkan wajib belajar pendidikan dasar bagi semua secara bebas” (Artikel 28) dan konvensi mengenai hak azasi manusia (HAM) yang menyatakan: “Setiap orang berhak atas pendidikan. Pendidikan harus bebas biaya, setidaknya pada pendidikan dasar (Dikdas). Pendidikan dasar harus bersifat wajib. Pendidikan teknik dan profesi harus tersedia secara umum dan pendidikan yang lebih tinggi harus sama-sama dapat dimasuki semua orang berdasarkan kemampuan” (Deklarasi HAM, Artikel 26). Hal ini sejalan dengan pencapaian sasaran pembangunan yang disepakati


(14)

dalam Kerangka Aksi Dakar mengenai Pendidikan Untuk Semua (PUS) atau

Education for All (EFA).

Upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam memenuhi komitmen internasional di bidang pendidikan, adalah dengan melakukan perbaikan indikator kinerja Pendidikan Untuk Semua (PUS), dengan menekankan pada peran masyarakat dan pemerintah dalam pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan. Namun, upaya inovatif sangat diperlukan untuk mempercepat kemajuan, khususnya untuk menjamin penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun terutama bagi siswa yang berasal dari keluarga miskin yang belum memperoleh kesempatan belajar, serta penuntasan buta aksara sebagai salah satu indikator penting dalam meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia.

Penjabaran visi pendidikan yang dimaksud di atas lebih konkrit lagi dirumuskan dalam bentuk misi pendidikan nasional, khususnya misi yang pertama yaitu : “ ...Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia“. (Renstra Depdiknas, 2005-2009; 10). Pemerintah berusaha untuk menjalankan misi perluasan akses ini, program yang dilakukan adalah menyelenggarakan pendidikan formal, dan nonformal, yang bertujuan untuk memberikan layanan pendidikan seluas-luasnya bagi masyarakat. Pendidikan formal diperuntukkan bagi masyarakat yang dapat mengakses pendidikan, sedangkan pendidikan non formal ditujukan kepada masyarakat yang tidak terlayani dan tidak dapat mengakses pendidikan non formal. Program-program pendidikan non formal yang diperuntukkan kepada masyarakat antara lain meliputi: (1) pendidikan


(15)

keaksaraan, (2) pendidikan kesetaraan, (3) kursus-kursus, (4) pelatihan, (5) pendidikan anak usia dini ( UU. No. 20 Tahun 2003: Pasal 26 ayat 3)

Program pendidikan non formal yang diselenggarakan harus dapat meningkatkan daya saing agar masyarakat yang tidak dapat mengakses pendidikan tersebut dapat meningkatkan kualitas hidupnya. Tuntutan meningkatkan daya saing bagi penyelenggara pendidikan non formal ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional butir 6 yaitu: “ ...Meningkatkan daya saing bangsa dengan menghasilkan lulusan yang mandiri, bermutu, terampil, ahli dan profesional, mampu belajar sepanjang hayat, serta memiliki kecakapan hidup yang dapat membantu dirinya dalam menghadapi berbagai tantangan dan perubahan“.

Tuntutan daya saing ini, berimplikasi kepada penyelenggara program pendidikan non formal, agar program pendidikan yang dilaksanakan memiliki standar mutu yang telah ditentukan. Program pendidikan yang bermutu dapat diperoleh melalui proses penelitian dan pengembangan, proses ini dapat dilakukan secara internal oleh penyelenggara pendidikan atau masyarakat ataupun secara eksternal dari lembaga yang ditunjuk pemerintah untuk melakukan penelitian dan pengembangan mutu pendidikan non formal yaitu Balai Pengembangan Pendidikan Nonformal-Informal (BPPNFI). Balai Pengembangan Pendidikan Nonformal-Informal (BPPNFI), merupakan lembaga yang dibentuk oleh Departemen Pendidikan nasional bertugas dan bertanggung jawab untuk mengembangkan dan melaksanakan program pendidikan luar sekolah.


(16)

Tahun 2007 BPPPNFI berdasarkan Surat Keputusan menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia berubah menjadi Pusat Pengembangan Pendidikan Non Formal dan Informal (P2-PNFI) Regional I Jayagiri. BPPNFI Regional II Semarang berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor : 08/2008 tanggal 31 Maret 2008 berubah menjadi P2PNFI Regional II Semarang. P2PNFI mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan teknis, pengkajian dan pengembangan model pendidikan nonformal dan informal serta fasilitasi pengembangan sumber daya di bidang pendidikan nonformal dan informal di wilayah kerjanya.

P2PNFI juga bertugas untuk melaksanakan visi pendidikan nasional khususnya butir ke dua dan ketiga yaitu: “ ... peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing keluaran pendidikan, dan peningkatan tata kelola, akuntabilitas, dan citra publik pengelolaan pendidikan. Wujud dari pelaksanaan visi tersebut maka, maka P2PNFI harus memiliki sertifikasi standart mutu pelayanan, yang dimaksud disini adalah ISO 9001.

ISO 9001:2000 merupakan Quality Management Systems Requirements

atau kualitas manajemen layanan ditujukan untuk digunakan di organisasi manapun yang merancang, membangun, memproduksi, memasang dan / atau melayani produk apapun atau memberikan bentuk jasa apapun. Definisi dari Standar ISO 9001 untuk sistem manajemen kualitas (Quality Management System, QMS) adalah: "struktur organisasi, tanggungjawab, prosedur-prosedur,

proses-proses, dan sumber-sumber daya untuk penerapan manajemen kualitas"


(17)

System) merupakan sekumpulan prosedur terdokumentasi dan praktek-praktek

standar untuk manajemen sistem yang bertujuan menjamin kesesuaian dari suatu proses dan produk (barang dan/ atau jasa) terhadap kebutuhan atau persyaratan tertentu. Kebutuhan atau persyaratan itu ditentukan atau dispesifikasikan oleh pelanggan dan organisasi.

ISO 9001: 2000 disusun berlandaskan pada delapan prinsip manajemen kualitas yang dapat digunakan sebagai suatu kerangka kerja yang akan membimbing organisasi menuju peningkatan kinerja, prinsip-prinsip tersebut adalah : Prinsip 1 : Fokus Pelanggan; Prinsip 2 : Kepemimpinan; Prinsip 3 : Keterlibatan Orang; Prinsip 4 : Pendekatan Proses; Prinsip 5 : Pendekatan Sistem Terhadap Manajemen; Prinsip 6 : Peningkatan Terus Menerus; Prinsip 7 : Pendekatan Faktual Dalam Pembuatan Keputusan; Prinsip 8: Hubungan Pemasok Yang Saling Menguntungkan (Gaspersz, 2006 : 75).

Standar ini memberikan sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi oleh sebuah organisasi apabila mereka hendak memperoleh kepuasan pelanggan sebagai hasil dari barang dan jasa yang secara konsisten memenuhi permintaan pelanggan tersebut. ISO 9001: 2000 bukan merupakan standar produk, karena tidak menyatakan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh produk (barang dan/atau jasa). Tidak ada kriteria penerimaan produk dalam ISO 9001: 2000, sehingga kita tidak dapat menginspeksi suatu produk terhadap standar-standar produk. ISO 9001: 2000 hanya merupakan standar-standar sistem manajemen kualitas oleh karenanya lembaga hanya boleh menyatakan bahwa sistem manajemen kualitasnya yang telah memenuhi standar internasional - bukan


(18)

produk berstandar internasional dan diharapkan bahwa produk yang dihasilkan dari suatu sistem manajemen kualitas internasional akan berkualitas baik (standar). Jasa layanan P2PNFI yang dimaksud dalam ISO 9001 adalah jasa/ layanan yang diberikan kepada para peserta belajar, bimbingan dan kepada lembaga-lembaga pemakai produk berupa model pembelajaran, pelatihan dan lulusan kursus yang dibina oleh P2PNFI.

Berubah atau melakukan perubahan dalam prosesnya terjadi suatu aktivitas yang disebut belajar (learning). Aktivitas belajar ini ada yang disadari atau tidak

disadari. Apa yang dipelajari adalah segala sesuatu yang terjadi dalam perubahan itu sendiri baik yang terjadi karena dorongan lingkungan maupun karena diinginkan. Dalam suatu lembaga dalam hal ini P2PNFI, perubahan itu bisa terjadi karena adanya faktor tuntutan dari para konsumen setianya ataupun karena faktor lingkungan yang terus melakukan perubahan agar dapat memenuhi tuntutan tugas dan fungsi dari didirikannya lembaga tersebut. Oleh karenanya semua lembaga harus selalu belajar atau belajar terus menerus (continuing education) sepanjang lembaga itu ingin mempertahankan keberadaannya. Suatu

lembaga yang belajar disebut dengan Learning Organization (organisasi

pembelajar). Hal ini terjadi karena selain sebagai tempat yang menghasilkan karya-karya unggulan (pilot project), model pembelajaran dan media

pembelajaran, para staf, tenaga fungsional (pamong) juga dituntut untuk menghasilkan modul-modul pembelajaran. Modul ini juga digunakan oleh lembaga penyelenggara pendidikan luar sekolah lain sebagai media dalam pembelajaran dan penyelenggaraan kegiatannya. P2PNFI juga dijadikan tempat


(19)

untuk berlatih bagi para mahasiswa pendidikan luar sekolah, serta staf dari lembaga penyelenggara pendidikan luar sekolah lainnya. Oleh sebab itu P2PNFI Regional I dan Regional II sebagai suatu lembaga rujukan utuk melakukan pembelajaran secara terus menerus di bidang manajemen dengan menerapkan ISO 9001:2000.

P2PFNI adalah salah satu contoh lembaga yang melakukan transformasi dari lembaga klasik yang bertujuan mengembangkan kegiatan belajar masyarakat menjadi balai terdepan dan unggul dalam inovasi program-program Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda. Perubahan ini tentu saja tidak mudah untuk dilakukan, terutama dalam memberikan pengalaman dan layanan dalam kualitas yang tinggi dalam kegiatannya. Bentuk perubahan manajemen layanan ini dipilih oleh P2PNFI karena lembaga ini perlu untuk memperhatikan trend tuntutan yang akan terjadi di masa depan yaitu produk yang memenuhi kepuasan pelanggan. Untuk itu lembaga perlu menyiapkan organisasinya dalam menghadapi tantangan tersebut. Upaya-upaya yang dilakukan ditataran pucuk pimpinan manajemen diimbangi dengan melakukan pembelajaran atau organisasi pembelajar dari para pamong belajar dan staf struktural P2PNFI sehingga terjadi proses belajar berkelanjutan (continuing education), belajar sepanjang hayat (lifelong education). Organisasi pembelajar oleh Peter Senge (1990: 3) diartikan sebagai :

“…organizations where people continually expand their capacity to create the results they truly desire, where new and expansive patterns of thinking are nurtured, where collective aspiration is set free, and where people are continually learning to see the whole together”.


(20)

Proses organisasi pembelajar dapat terjadi jika dalam lembaga tersebut orang-orangnya terus meningkatkan kapasitas dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang benar-benar dipilih atau diinginkan, di mana sesuatu yang baru dan cara berfikir ekspansi adalah alamiah datang dari orang-orang tersebut, bebas menentukan aspirasinya secara kolektif, dan orang-orang secara berkelanjutan belajar untuk melihat seluruhnya secara bersama-sama. Kewajiban lembaga adalah mencari cara atau menciptakan suasana untuk melakukannya. Cara atau pendekatan ini dalam pendidikan non formal disebut sebagai belajar secara terus menerus atau belajar sepanjang hayat (lifelong learning).

Belajar sepanjang hayat dijelaskan dalam, General Conference of UNESCO (Cross, KP, 1981:249) meliputi tiga hal yaitu: “... restructuring at the existing system of education, the full development of all education potential out side the formal system, and the development of self directed learner, ... “. Dari

penjelasan UNESCO ini belajar sepanjang hayat terjadi untuk memperbaiki sistem pendidikan yang ada, mengembangkan seluruh potensi pendidikan diluar sistem pendidikan formal dan mengembangkan kemampuan untuk belajar sendiri. Tujuan utama pendidikan sepanjang hayat ini adalah untuk belajar mendalami keterampilan dasar, dan motivasi untuk mempelajari berbagai macam aspek kehidupanya.

Belajar sepanjang hayat dalam tempat kerja merupakan tuntutan dasar bagi setiap individu atau orang dewasa agar dapat mengembangkan diri untuk memenuhi standar sumberdaya manusia yang ditentukan dan dibutuhkan oleh P2PNFI. Pentingnya belajar secara terus-menerus yang dilakukan oleh individu


(21)

atau staf di tempat kerja merupakan tuntutan dari penerapan ISO yang difokuskan untuk memenuhi kepuasan layanan bagi pelanggan. Selain itu masyarakat juga semakin haus dengan pendidikan, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu lembaga harus terus menerus belajar dan berbenah diri, agar selalu terjadi transformasi dari lembaga yang klasik menjadi lembaga yang dapat memenuhi tuntutan pasarnya (costumer driven).

Penerapan ISO 9001 sebagai pedoman layanan P2PNFI merupakan hal baru, sehingga menuntut seluruh unsur yang ada dalam lembaga tersebut, agar selalu melakukan learning organization (organisasi pembelajar) untuk

mewujudkan visi dan misi lembaga. Sebagai organisasi pembelajar P2PNFI dituntut untuk menciptakan suasana kerja atau lingkungan kerja yang dapat meningkatkan iklim pembelajar, dan peningkatan kemampuan personal seluruh staff. Organisasi pembelajar oleh Anita (Longworth N, 2003:19) dinyatakan sebagai berikut: “... a continous process of learning and re-learning throughout every operation business... “. Seluruh staf dan pamong harus selalu belajar dan

belajar terus-menerus melalui setiap pekerjaan yang dihadapi sehari-hari.

Staf atau pengelola lembaga serta pamong dituntut untuk melaksanakan klausul-klausul dan menerapkannya didalam pekerjaan sehari-hari serta menjadi organisasi pembelajar. organisasi pembelajar dijelaskan oleh Senge (1990:3) meliputi 5 (lima) hal, yaitu : (1) Personel mastery (kemampuan menilai kekuatan

diri), (2) Shared vision (kemampuan berbagi visi), (3) System thinking (cara

berfikir systemik), (4) Mental model (mentalitas yang baik), (5) Team learning


(22)

Kelima disiplin pembelajaran ini merupakan sesuatu yang ada dalam tiap individu. Bagaimana setiap individu menerima perubahan, merespon perubahan cara kerja menggunakan ISO 9001 dengan baik dan berupaya melakukan pekerjaan sebaik-baiknya dengan menggunakan prosedur kerja yang baru, melakukan pembelajaran agar dapat menguasai prosedur kerja baru. Namun karena perubahan ini ada - terjadi di dalam konteks kelembagaan maka pembelajaran ini tidak lagi menjadi kewajiban individu-individu melainkan menjadi pembelajaran bersama di dalam organisasi. Sistem kerja berdasarkan ISO merupakan system kerja secara kelompok (group). Hasil kerja seseorang

merupakan bagian dari kerja kelompok (working group). Setiap individu harus

berupaya untuk bisa menilai kemampuan dirinya sebagai bagian dari kemampuan kelompok, bisa berbagi visi untuk mencapai tujuan kelompok, memiliki mentalitas yang baik, memiliki kemampuan belajar dalam kelompok serta memiliki cara berfikir secara system.

Perubahan manajemen kerja yang lama menjadi manajemen berlandaskan kualitas layanan memerlukan suatu upaya yang cukup besar agar dapat melakukan dengan pola kerja baru, sehingga menjadi terinternalisasi pada diri tiap individu, dan menjadikan cara kerja individu menjadi cara kerja kelompok merupakan hasil dari organisasi pembelajar. Pemilihan cara kerja berlandaskan ISO merupakan suatu upaya untuk memperbaiki cara kerja dengan melakukan pembelajaran secara terus menerus, sesuai dengan visi Direktorat Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal yaitu: “...Terwujudnya manusia Indonesia pembelajar sepanjang hayat”.


(23)

Pembelajaran secara terus-menerus yang dilakukan oleh setiap individu dapat membentuk profesionalisme atau tingkat kompetensi dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi pelayanan pendidikan (kinerja). Kemampuan atau kompetensi ini merupakan pilar profesi seperti yang dikatakan oleh Kamil M., (2007:119) yang menyebutkan ada beberapa karakteristik profesional seseorang yang memiliki kompetensi kuat yaitu:

1. Mampu melakukan suatu pekerjaan tertentu secara rasional,

2. Menguasasi perangkat pengetahuan tentang seluk beluk apa yang menjadi tugas pekerjaannya,

3. Menguasasi perangkat keterampilan tentang cara bagaimana dan dengan apa harus melakukan tugas pekerjaannya,

4. Memahami basic standart tentang ketentuan kelayakan normatif minimal

kondisi dan proses yang dapat ditoleransikan dan kriteria keberhasilan yang diterima dari apa yang dilakukannya,

5. Memiliki motivasi dan aspirasi unggulan dalam melakukan tugas dan pekerjaannya,

6. Memiliki kewenangan yang memancarkan atas penguasaan perangkat kompetensinya yang dalam batas tertentu dapat didemonstrasikan.

Perolehan kemampuan tersebut diatas, dilakukan melalui suatu proses pembelajaran yang terus-menerus dalam sebuah organisasi berlandaskan pada ISO, organisasi pembelajar dalam kehidupan sebuah organisasi bertujuan untuk membangun atau membentuk performa seluruh individu yang terlibat dalam organisasi tersebut. Performa atau kinerja seluruh individu dalam organisasi akan selalu mengalami perubahan kearah peningkatan layanan yang bermutu yaitu dengan menerapkan ISO dalam keseluruhan pelaksanaan tugas-tugas organisasi, dan dampaknya pada setiap individu tersebut dituntut untuk melakukan pembelajaran secara terus-menerus.

Lembaga P2PNFI telah menjalankan manajemen kerja berdasarkan ISO 9001:2000 selama lima tahun. Sejak diterapkan sampai saat ini diharapkan sudah


(24)

terjadi suatu proses kerja yang baik berdasarkan ISO 9001:2000 karena telah terjadi suatu proses organisasi pembelajar atau belajar berkesinambungan sebagai upaya mewujudkan komitmen terhadap keputusan lembaga dalam penerapan ISO 9001:2000 sebagai tolok ukur kualitas layanannya kepada masyarakat. Untuk itu perlu dilakukan suatu penelitian di kedua lembaga P2PNFI sebagai suatu lembaga pusat pengembang program pendidikan non formal dan informal yang menggunakan manajemen ISO 9001:2000. Apakah di lembaga ini ISO 9001:2000 sudah dapat diimplementasikan dengan baik dan bagaimana organisasi pembelajar yang terjadi di kedua lembaga. Bila penerapan ISO 9001:2000 dan organisasi pembelajar dapat terwujud bagaimana kinerja staf sebagai dampak dari adanya penerapan ISO 9001:2000 dan organisasi pembelajar. Setelah lima tahun bila tidak dilakukan suatu penelitian terhadap pelaksanaan penerapan ISO 9001:2000, organisasi pembelajar serta kinerja staf di lembaga tersebut maka tidak akan diperoleh informasi apakah pelaksanaan penerapan ISO 9001:2000 dapat berjalan dengan baik, juga tidak diketahui apakah terjadi suatu pembelajaran terus menerus (life long learning). Organisasi yang berbasis pembelajaran lebih berfokus pada

upaya melakukan pekerjaan dengan lebih baik, dan memandang pembelajaran sebagai cara terbaik untuk meningkatkan kinerja jangka panjang.

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah

Uraian pada latar belakang di atas, menunjukkan bahwa melakukan perubahan dari suatu lembaga yang konvensional menjadi lembaga yang berlandaskan kerja berdasarkan manajemen kualitas telah dilakukan oleh sebab itu seluruh personel P2PNFI harus melaksanakan kebijakan yang telah diputuskan


(25)

untuk mendukung keberhasilan penerapan ISO sebagai standar kerja tersebut, permasalahannya adalah : Apakah penerapan ISO 9001:2000 dapat berjalan di Lembaga P2PNFI Regional I Jayagiri dan P2PNFI Regional II Semarang dengan baik meskipun tidak mudah untuk merubah tata cara kerja konvensional menjadi tata cara kerja berlandaskan layanan yang bermutu. Prinsip-prinsip dalam sistem manajemen kualitas ISO 9001 yang menjadi variabel dalam menentukan adanya standart kualitas meliputi: Prinsip 1 : Fokus Pelanggan; Prinsip 2 : Kepemimpinan; Prinsip 3 : Keterlibatan Orang; Prinsip 4 : Pendekatan Proses; Prinsip 5 : Pendekatan Sistem Terhadap Manajemen; Prinsip 6 : Peningkatan Terus Menerus; Prinsip 7 : Pendekatan Faktual Dalam Pembuatan Keputusan; Prinsip 8 : Hubungan Pemasok Yang Saling Menguntungkan. Kedelapan prinsip ini merupakan suatu kesatuan ISO yang akan memberi dampak kepada staf dan tenaga fungsional bahwa kualitas layanan yang ada menjadi kurang memenuhi standar jika mereka tidak bekerja sesuai dengan standar yang dikehendaki, untuk itu harus melakukan pembelajaran secara terus menerus agar dapat memberikan pelayanan yang berkualitas.

Apakah Penerapan ISO 9001:2000 dapat mendorong seluruh staf untuk melakukan pembelajaran terus menerus sebagai upaya untuk menjawab tuntutan kerja dalam memberikan layanan yang berkualitas kepada masyarakat belajar. untuk melakukan organisasi pembelajaran. Pembelajaran yang dilakukan oleh suatu lembaga meliputi lima disiplin, yaitu : personel mastery (kemampuan

menilai kekuatan diri), shared vision (kemampuan berbagi visi), system thinking


(26)

(kemampuan belajar bekerja dalam tim). Kelima disiplin ini mempengaruhi kepada prilaku staff P2PNFI dari prilaku kerja lama menjadi prilaku kerja baru sesuai standar ISO yang diperoleh melalui proses belajar. Organisasi yang menerapkan standar layanan berdasarkan ISO akan mendorong seluruh komponen di dalamnya baik secara individu, tim maupun secara organisasional untuk terus menerus melakukan pembelajaran. Terus menerus melakukan perbaikan dan inovasi agar tercapai suatu standar kerja yang sesuai dengan persyaratan mutu layanan berbasis ISO.

Apakah penerapan ISO 9001:2000 dan adanya organisasi pembelajar dapat meningkatkan kinerja staf di Lembaga P2PNFI Regional I Jayagiri dan P2PNFI Regional II Semarang. Kinerja yang meningkat pada aspek kuantitatif dan kualitatif.

Uraian pada latar belakang dan identifikasi masalah yang telah dipaparkan tentang penerapan ISO 9001 sebagai wujud dari organisasi pembelajar untuk memberikan layanan yang terstandar di P2PNFI peneliti akan membatasi penelitian ini pada aspek penerapan ISO 9001:2000 pengaruhnya terhadap organisasi pembelajar serta kinerja staff di lembaga P2PNFI. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah ada hubungan antara penerapan ISO 9001:2000 dengan kinerja staf di Lembaga P2PNFI Regional I Jayagiri dan Regional II Semarang?

2. Apakah ada hubungan antara organisasi pembelajar dengan kinerja staf di Lembaga P2PNFI Regional I Jayagiri dan Regional II Semarang?


(27)

3. Apakah ada hubungan antara penerapan ISO 9001:2000 dan organisasi pembelajar dengan kinerja staf di Lembaga P2PNFI Regional I Jayagiri dan Regional II Semarang ?

4. Apakah ada peningkatan kinerja staf di Lembaga P2PNFI Regional I Jayagiri dan Regional II Semarang ?

C. Tujuan Penelitian.

Tujuan dalam penelitian ini ada dua yaitu tujuan secara umum dan tujuan secara khusus. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan penerapan ISO 9001:2000 dengan organisasi pembelajar dan kinerja staf di lembaga P2PNFI Regional I Jayagiri dan P2PNFI Regional II Semarang.

Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Mengetahui hubungan penerapan variabel ISO 9001:2000 dengan kinerja staf.

b. Mengetahui hubungan organisasi pembelajar dengan kinerja staf.

c. Mengetahui hubungan antara penerapan ISO 9001:2000 dan organisasi pembelajar dengan kinerja staf.

d. Mengetahui peningkatan kinerja staf sesudah penerapan ISO 9001:2000. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi secara positif dalam tataran teoritik maupun praksis. Dalam tataran teoritik penelitian ini dapat memberikan tambahan wawasan tentang peningkatan mutu layanan pendidikan melalui penerapan ISO 9001:2000 yang dipercaya dapat menjadi penggerak peningkatan kinerja yang standar terutama layanan dalam bidang pendidikan luar


(28)

sekolah. Selain itu penelitian ini akan memberi informasi tentang bentuk penjabaran pendidikan luar sekolah di dalam lembaga penyelenggara pendidikan nonformal khususnya belajar sepanjang hayat sebagai kajian utama yakni terjadinya organisasi pembelajar dan perbaikan kinerja staf sebagai dampak dari adanya kegiatan belajar terus menerus atau belajar berkesinambungan yang dilakukan oleh di lembaga P2PNFI. Secara khusus penelitian ini bermanfaat bagi mahasiswa Program Studi Pendidikan Luar Sekolah Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia Bandung, dalam melakukan penelitian lanjutan.

Dalam tataran praksis penelitian ini dapat berguna bagi pemangku kepentingan yaitu lembaga-lembaga terkait bidang pendidikan nonformal ditingkat pusat yaitu : Direktorat Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal (Ditjen PNFI) maupun ditingkat penyelenggara program yaitu lembaga-lembaga penyelenggara pendidikan nonformal dalam pembuatan kebijakan penerapan ISO 9001:2000 sebagai acuan standar mutu layanan pendidikan dan menerapkan organisasi pembelajar yang sesuai sebagai upaya peningkatan kualitas kinerja staf di lembaganya.

D. Penjelasan Istilah.

Berikut ini beberapa istilah, konsep serta variabel yang digunakan yang digunakan dalam penelitian ini :

Penerapan ISO 9001:2000 adalah kemampuan dari staf dan pamong belajar dalam melakukan atau melaksanakan kedelapan prinsip ISO 9001:2000.

Organisasi pembelajar adalah suatu keadaan, usaha, pembelajaran yang dilakukan oleh suatu organisasi atau lembaga serta seluruh individu di dalamnya


(29)

untuk meningkatkan kemampuan yang dilakukan secara terus menerus, dengan cara berfikir yang baru dan luas, memiliki kemampuan menilai diri, memiliki mental yang baik dan tangguh, mampu untuk berbagi visi, serta mampu bekerjasama sebagai suatu tim, untuk memenuhi tuntutan perubahan agar dapat mencapai tujuan yang ingin dicapai yaitu sesuai standar ISO 9001:2000.

Kinerja adalah suatu hasil atau kondisi atau prestasi yang diperoleh sebagai hasil dari suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang atas tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai yang telah ditetapkan sebelumnya. Peningkatan kinerja adalah suatu kondisi adanya peningkatan aspek kinerja seseorang yang bekerja di lembaga P2PNFI sebagai dampak dari diterapkannya ISO 9001:2000 sebagai standar dalam bekerja dan adanya organisasi pembelajar yang dilakukan oleh staf.

Staf struktural adalah orang atau petugas yang bertugas di lembaga P2PNFI dibidang struktural. Staf fungsional atau pamong belajar adalah orang atau petugas yang bertugas sebagai pamong belajar di lembaga P2PNFI.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan disertasi ini disajikan dalam V (lima) bab dengan uraian penulisan sebagai berikut:

Bab I. Pendahuluan.

Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, penjelasan istilah dan sistematika penulisan.


(30)

Bab II berisikan uraian teori tentang penerapan ISO 9001:2000, organisasi pembelajar dan kinerja staf; kerangka pemikiran; serta hipotesis penelitian.

Bab III. Metode Penelitian.

Bab ini berisikan uraian tentang lokasi dan populasi penelitian, definisi operasional variabel penelitian, instrumen penelitian, proses pengembangan instrumen, teknik pengumpulan data, prosedur pengumpulan data serta teknik analisis data.

Bab IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan.

Bab ini berisikan uraian tentang deskripsi data, analisis data dan pembahasan terhadap temuan penelitian.

Bab V. Kesimpulan dan Rekomendasi.

Bab ini berisikan uraian tentang kesimpulan dari hasil penelitian dan rekomendasi yang ditujukan pada para pembuat kebijakan, kepada para pengguna hasil penelitian dan pada peneliti selanjutnya.

Daftar Pustaka.

Pada bagian ini dicantumkan daftar pustaka yang menjadi rujukan dalam penelitian ini.


(31)

92

BAB III.

METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Populasi Penelitian.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode metode expost facto. Furchan (1982: 50) mengatakan penelitian expost facto ialah

suatu penyelidikan ilmiah yang mengamati variabel terikat sebagai hasil dari satu atau lebih variabel bebas, di mana variabel bebas tersebut tidak dapat dimanipulasi oleh peneliti. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan korelasional. Penggunaan teknik korelasional menurut Sudjana (1988: 352) adalah untuk melihat hubungan satu atau lebih variabel bebas dengan satu atau lebih variabel terikat.

Lokasi yang dijadikan tempat penelitian adalah Lembaga P2PNFI Regional I Jayagiri dan P2PNFI Regional II Semarang. Kedua lembaga ini dijadikan lokasi penelitian, didasarkan pada berbagai pertimbangan, yaitu:

1. Berdasarkan hasil studi pendahuluan dari beberapa lembaga P2PNFI, P2PNFI Regional I Jayagiri dan Regional II Semarang telah menerapkan standar layanan berdasarkan ISO 9001:2000 dan telah mendapat sertifikat ISO 9001:2000.

2. Penerapan ISO 9001: 2000 mensyaratkan adanya delapan prinsip yang menjadi dasar dalam pelaksanaan kinerjanya. Hal ini menyebabkan seluruh staf harus melakukan pembelajaran secara terus menerus agar dapat menerapkan layanan berdasarkan ISO 9001:2000.


(32)

93

3. Adanya semangat terjadinya organisasi organisasi pembelajar di lembaga tersebut.

4. Adanya kinerja baru yang berlandaskan semangat ISO 9001:2000 dan organisasi pembelajar.

Populasi menurut Sugiyono (2009: 389) diartikan sebagai ”wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. McMillan dan Schumacher (2001:169) mendefinisikan populasi sebagai: ”A group of elements or cases, whether individuals, objects, or events, that conform to specific criteria and to which we intend to generalize the results of the research”. Berdasarkan defenisi-definisi tersebut dapat

disimpulkan populasi bukan hanya orang, namun kadang-kadang juga obyek, kejadian, yang memiliki sejumlah karakteristik/sifat yang dimiliki oleh subyek atau obyek penelitian untuk diteliti dan disimpulkan sebagai suatu hasil penelitian. Populasi adalah kelompok besar dan wilayah yang menjadi lingkup penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh staff dan pamong di P2PNFI Regional I dan II. Adapun ciri atau karakteristik populasi penelitian ini adalah :

1. Staf dan tenaga fungsional (pamong) yang telah bekerja di P2PNFI lebih dari 2 tahun.

2. Staf dan tenaga struktural yang tergabung dalam tim atau kelompok kerja sebagai berikut :


(33)

94

b. Seksi Fasilitasi dan Sumberdaya. c. Seksi Informasi.

d. Pamong Belajar

e. Sub Bagian Tata Usaha.

3. Staf fungsional (pamong) teridir dari kelompok kerja sebagai berikut : a. Pamong Keaksaraan Fungsional,

b. Pamong Pendidikan Anak Usia Dini, c. Pamong Kesetaraan, dan

d. Pamong Lifeskill.

Seluruh staf dan tenaga fungsional yang sesuai dengan ciri-ciri di atas akan dijadikan responden dalam penelitian ini. Jumlah populasi penelitian di P2PNFI Regional I Jayagiri berjumlah 90 orang, sedang populasi penelitian di P2PNFI Regional II Semarang berjumlah 84 orang.

B. Definisi Operasional dan Variabel Penelitian.

Sebagai acuan mengenai beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini, dijelaskan beberapa definisi operasional, sebagai berikut :

1. Standar ISO 9001: 2000.

Standar ISO 9001: 2000 untuk sistem manajemen kualitas (Quality Management System, QMS) adalah: "struktur organisasi, tanggungjawab,

prosedur-prosedur, proses-proses, dan sumber-sumber daya untuk penerapan manajemen kualitas. Dalam penelitian ini penerapan Standar ISO 9001:2000 dimaksudkan sebagai standar Sistem manajemen kualitas yang dilaksanakan berdasarkan delapan prinsip yaitu : 1. Fokus Pelanggan, 2. Kepemimpinan, 3.


(34)

95

Keterlibatan Orang, 4. Pendekatan Proses, 5. Pendekatan Sistem Terhadap Manajemen, 6. Peningkatan Terus Menerus, 7. Pendekatan Faktual Dalam Pembuatan Keputusan, 8. Hubungan Pemasok Yang Saling Menguntungkan. Penerapan ISO 9001:2000 di ukur menurut persepsi staf terhadap kemampuan dalam melakukan atau melaksanakan kedelapan prinsip yang dijabarkan dalam klausul-klausul ISO 9001:2000 pada situasi pekerjaan yang sesungguhnya.

Prinsip 1 : Fokus Pada Pelanggan adalah Layanan yang diberikan oleh P2PNFI didasarkan atas pemahaman terhadap kebutuhan, keinginan dan harapan atas produk pembelajaran pendidikan luar sekolah pada saat ini dan masa depan " yang dicirikan dengan adanya : (1) Komitmen manajemen, (2) mengutamakan pelanggan, (3) kinerja sistem manajemen kualitas dengan tujuan peningkatan kepuasan pelanggan, (4) umpan balik dari pelanggan, (5) peningkatan pelayanan sesuai dengan kebutuhan pelanggan, (5) memenuhi kepuasan pelanggan sesuai dengan persyaratan yang dibutuhkan oleh pelanggan, (6) Mengidentifikasi persyaratan yang terkait dengan produk, Meninjau-ulang persyaratan yang terkait dengan pelanggan, Melakukan komunikasi dengan pelanggan, (7) Menetapkan proses-proses untuk memelihara hak milik pelanggan, (8) Memantau informasi yang berkaitan dengan persepsi pelanggan agar mengetahui apakah organisasi telah memenuhi kebutuhan pelanggan., (9) Mengambil tindakan untuk menghilangkan penyebab ketidaksesuaian produk yang tidak ditemukan, (10) Meningkatkan terus-menerus efektivitas dari sistem manajemen kualitas melalui penggunaan kebijakan kualitas, tujuan-tujuan kualitas, hasil-hasil audit, analisis data, tindakan korektif dan preventif, dan peninjauan ulang manajemen, (11)


(35)

96

Merencanakan audit internal untuk menentukan apakah system manajemen mutu sudah.

Prinsip 2 : Kepemimpinan. dalam Sistem Manajemen Kualitas adalah kemampuan untuk membawa seluruh staff lembaga P2PNFI mewujudkan visi lembaga menjadi visi bersama yang dicirikan dengan adanya : (1) . Tanggung jawab manajemen meliputi komitmen manajemen , fokus pelanggan, kebijakan mutu, tanggungjawab, wewenang dan komunikasi, peninjauan ulang manajemen; (2) Pengelolaan sumber daya meliputi penyediaan sumberdaya, dan infrastruktur; (3) Peningkatan meliputi peningkatan terus menerus, mengidentifikasi masalah aktual dan masalah potensial yang ada dan memverifikasi bahwa perubahan-perubahan ke arah peningkatan terus menerus tetap berlangsung.

Prinsip 3 : Keterlibatan Orang. dalam ISO 9001 : 2000 adalah seluruh personel di dalam lembaga P2PNFI terlibat dalam perencanaan dan penerapan rencana serta mengendalikan rencana pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya atau kelompoknya dicirikan dengan adanya: (1) Tanggung jawab dan wewenang serta mengkomunikasikan kepada mereka yang terlibat dalam operasional dari Sistem Manajemen Kualitas ISO 9001: 2000, (2) Komunikasi internal yang efektif, (3) Lingkungan kerja yang mendukung proses kerja secara optimal, (4) Kemampuan, kepedulian terhadap pemeliharaan catatan-catatan pendidikan, pelatihan, keterampilan dan pengalaman kerja dari personel, (5) Menetapkan prosedur tertulis untuk melakukan tindakan korektif dengan persyaratan-persyaratan yang didefinisikan, (6) menetapkan prosedur tertulis untuk melakukan tindakan preventif.


(36)

97

Prinsip 4 : Pendekatan Proses. Pendekatan Proses adalah kumpulan aktivitas yang saling berhubungan yang dilakukan melalui identifikasi, penerapan, pengelolaan dan melakukan peningkatan yang berkesinambungan agar input (materi, persyaratan, peralatan, intruksi) berubah menjadi output (produk, jasa) yang sesuai dengan harapan pelanggan yang dicirikan dengan adanya: (1) Penetapan langkah-langkah untuk implementasi sistem manajemen kualitas ISO 9001: 2000 dan kebutuhan peningkatan terus-menerus, (2) Tanggung jawab dan wewenang, (3) Penyediaan sumber daya, (4) Realisasi produk meliputi: perencanaan realisasi produk dan desain dan pengembangan.

Prinsip 5 Pendekatan Sistem Terhadap Manajemen. adalah pengidentifikasian, pemahaman dan pengelolaan sistem dari proses yang saling terkait untuk pencapaian dan peningkatan sasaran lembaga P2PNFI dengan efektif dan efisien yang dicirikan dengan adanya : (1) Manual sistem manajemen mutu;(2) Tanggung jawab manajemen meliputi: fokus pelanggan dan kebijakan kualitas; (3) Pengelolaan sumber daya meliputi : penyediaan sumber daya dan infrastruktur; (4) Realisasi produk meliputi : perencanaan realisasi produk, proses yang terkait dengan pelanggan, desain dan pengembangan, dan pembelian; (5) Pemantauan, analisis dan peningkatan meliputi: pengukuran dan pemantauan, pengendalian produk nonkonformans, analisis data, peningkatan.

Prinsip 6 : Peningkatan Terus Menerus adalah suatu aktivitas peningkatan kemampuan kerja yang dilakukan dengan pendekatan penstabilan untuk kemudian ditingkatkan kembali dicirikan dengan adanya: (1) Menerapkan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk mencapai hasil-hasil yang direncanakan


(37)

98

dan peningkatan terus-menerus; (2) Komitmen menuju pengembangan dan peningkatan sistem manajemen kualitas: (3) Kebijakan kualitas itu sesuai dengan tujuan dari organisasi dan Menetapkan mekanisme untuk meninjau-ulang kesesuaian kebijakan kualitas: (4) Laporan kepada manajemen tentang kinerja dari sistem manajemen kualitas, termasuk kebutuhan-kebutuhan untuk pe-ningkatan; (5) Menetapkan dan merencanakan periode waktu peninjauan-ulang manajemen dan peninjauan berulang-ulang pada produk.; (6) Menerapkan dan memelihara sistem manajemen mutu dan terus menerus; (7) Meningkatkan efektivitas sistem manajemen kualitas secara terus-menerus; (8) Melakukan peningkatan berkelanjutan terhadap efektifitas manajemen mutu dan mengambil tindakan untuk mengurangi penyebab ketidak sesuaian

Prinsip 7 : Pendekatan faktual dalam pembuatan keputusan. adalah keputusan dibuat berdasarkan atas fakta dan data yang dapat dipertanggungjawabkan dicirikan dengan adanya: (1) menetapkan tujuan-tujuan kualitas; (2) Penetapan rencana-rencana dan menerapkan proses-proses pengukuran, pemantauan, analisis dan peningkatan yang diperlukan.

Prinsip 8: Hubungan Dengan Pemasok Yang Saling Menguntungkan. adalah hubungan yang saling tergantung dan saling menguntungkan dalam rangka meningkatkan kemampuan keduanya (lembaga dan pemasok) dengan cara melakukan mengidentifikasi dan menseleksi pemasok yang baik, melibatkan pemasok dalam mengidentifikasi kebutuhan lembaga, melibatkan pemasok dalam mengembangkan strategi lembaga, membina kemitraan dengan pemasok, berbagi informasi penting dengan pemasok, membuat aktivitas bersama dengan pemasok


(38)

99

dalam pengembangan lembaga, serta memastikan bahwa output dari pemasok sesuai dengan harapan lembaga dicirikan dengan adanya pengendalian proses pembeliannya agar menjamin produk yang dibeli sesuai dengan persyaratan

2. Organisasi pembelajar.

Organisasi pembelajar adalah suatu keadaan, usaha, pembelajaran yang dilakukan oleh suatu organisasi atau lembaga untuk meningkatkan kemampuan orang-orangnya yang dilakukan secara terus menerus, dengan cara berfikir yang baru dan luas, memiliki kemampuan menilai diri, memiliki mental yang baik dan tangguh, mampu untuk berbagi visi, serta mampu bekerjasama sebagai suatu tim, untuk memenuhi tuntutan perubahan agar dapat mencapai tujuan yang ingin dicapai yaitu sesuai standar ISO 9001:2000 yang menjadi tujuan bersama.

Dalam penelitian ini organisasi pembelajar ditunjukkan dengan adanya lima disiplin pembelajaran yaitu : (1) Disiplin kemampuan personal (personal mastery), (2) Disiplin berbagi visi (share Vision), (3) Disiplin berfikir sistemik

(system thinking), (4) Disiplin model mental (mental model) dan (5) Disiplin

pembelajaran tim (team learning). Penerapan organisasi pembelajar akan diukur

berdasarkan persepsi staf terhadap kemampuan dalam melakukan organisasi pembelajar dalam menghadapi berbagai tantangan pada pelaksanaan tugasnya.

Disiplin kemampuan personal (personal mastery) adalah disiplin yang

mendorong sebuah organisasi untuk terus-menerus belajar bagaimana menciptakan masa depannya, yang hanya akan terbentuk jika individu-individu para anggota organisasi mau dan mampu terus belajar menjadikan dirinya sebagai seorang master di bidang ilmunya. Disiplin personal mastery terbentuk


(39)

100

dicirikan oleh tumbuhnya keterampilan-keterampilan individual para anggota organisasi untuk melakukan kontemplasi (refleksi) diri; keterampilan untuk memahami akan kelebihan dan kelemahan kompetensi intelektual, emosional maupun sosial dirinya; serta keterampilan untuk melakukan revisi atas visi pribadinya, dan kemudian keterampilan untuk membangun kondisi kerja yang sesuai dengan keadaan organisasinya. Kualitas disiplin personal mastery

seseorang dicirikan oleh kuatnya disiplin-disiplin berikut ini :

1. Memiliki kesadaran akan hakikat dirinya, sehingga mampu memahami diri sendiri secara mendalam.

2. Mampu melakukan penyelarasan (alignment) antara visi pribadinya

dengan visi bersama sehingga memiliki keseimbangan antara visi pribadi dengan pemahaman yang mendalam terhadap kondisi organisasi.

3. Memiliki kesadaran tentang posisi dan kemampuan-kemampuan dirinya relatif di antara anggota-anggota lain dalam organisasinya, sehingga terjadi hubungan interpersonal yang baik.

4. Konsisten untuk membangun kondisi lingkungan kerja yang kondusif untuk suburnya proses belajar bersama.

Disiplin Berbagi Visi (shared vision) adalah : Keterampilan untuk

menyesuaikan antara visi pribadi dengan visi organisasi, serta keterampilan berbagi visi agar mencapai tujuan pribadi yang terkandung dalam visi bersama organisasi. Kualitas disiplin berbagi visi sebuah organisasi dicirikan :


(40)

101

1. Visi bersama merupakan gambaran yang dibawa oleh seluruh anggota dalam suatu organisasi, untuk kemudian diwujudkan sebagai visi bersama.

2. Kuatnya komitmen terhadap kebenaran dan tidak mudah putus asa ketika menghadapi tekanan maupun ketidakpastian akibat tuntutan perubahan. 3. Kuatnya keyakinan bahwa mereka memiliki kemampuan untuk

menciptakan masa depan bersama, dan komitmen untuk menggunakan semua kompetensi yang mereka miliki.

4. Memiliki tingkat pemahaman yang baik tentang masa depan (visi) organisasi.

Disiplin berpikir sistemik (system thinking): yaitu disiplin untuk

memahami apa sebenarnya yang kita pelajari. Kemampuan untuk berfikir secara sistemik yaitu keterampilan untuk memahami struktur hubungan antara berbagai faktor internal maupun eksternal yang mempengaruhi eksistensi organisasi, keterampilan untuk berpikir integratif dan tuntas, keterampilan untuk berpikir komprehensif, serta keterampilan untuk membangun organisasi yang adaptif. Kualitas disiplin berfikir sistem dicirikan oleh hal-hal berikut ini :

1. Memiliki kemampuan untuk memahami hubungan saling pengaruh antara faktor-faktor internal maupun eksternal organisasi secara kontekstual.

2. Mampu menstrukturkan asumsi-asumsi, atau faktor-faktor penyebab dari suatu masalah secara benar.


(41)

102

3. Mampu melihat setiap permasalahan secara komprehensif tentang pola keterkaitan dan pola sebab akibat adanya perubahan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

4. Mampu menunjukkan apa yang telah kita miliki saat ini, dan bagaimana kita sebaiknya meraih sasaran atau visi organisasi.

5. Mampu saling koreksi (menilai) kelebihan dan kelemahan dari kebiasaan-kebiasaan kerjanya.

6. Kuatnya kesadaran bahwa seluruh anggota organisasi harus mengetahui bagaimana mereka bekerja bersama dalam arena organisasi, untuk membangun kerjasama cerdas.

7. Memiliki kebiasaan untuk berfikir secara terbuka dan positif.

Disiplin Model Mental(Mental Model).Keterampilan untuk menemukan

prinsip dan nilai-nilai bersama, serta tumbuhnya semangat berbagi nilai untuk menumbuhkan keyakinan bersama sehingga menguatkan semangat dan komitmen kebersamaan, merupakan disiplin yang dibutuhkan untuk membangun disiplin model mental organisasi. Kualitas disiplin model mental seseorang atau organisasi dicirikan oleh kuatnya disiplin-disiplin berikut ini :

1. Para anggota organisasi memiliki kesamaan atau kesadaran akan pentingnya model mental bersama, sebagai landasan berfikir.

2. Mampu membuka atau membahas asumsi-asumsi dan nilai-nilai yang disepakati bersama.

3. Kuatnya rasa saling terbuka dan tulus dalam bekerjasama di antara seluruh anggota organisasi.


(42)

103

4. Mampu menciptakan keselarasan (alignment) antara model mental

individual dengan model mental bersama (organisasi).

5. Memiliki jati diri dan paradigma organisasi yang kuat, sehingga mampu menghadapi tekanan atau tuntutan perubahan lingkungan yang dinamis. 6. Mampu membuat keputusan kunci didasarkan pada pemahaman bersama

atas nilai-nilai yang diyakini.

Disiplin Pembelajaran Tim (Team learning). Kemampuan untuk

membangun ikatan emosional, semangat berdialog, keterampilan bekerjasama secara tim, kemampuan belajar dan beradaptasi, serta usaha untuk meningkatkan partisipasi, memiliki rasa saling membutuhkan satu dengan yang lainnya untuk dapat bertindak sesuai dengan rencana bersama. Kualitas tim pembelajar organisasi dicirikan oleh kuatnya disiplin-disiplin berikut ini :

1. Memiliki kemampuan dan kebiasaan untuk saling pengertian dan kemampuan untuk membangun kesepakatan bersama.

2. Mau dan mampu melaksanakan kerjasama cerdas, sehingga terjadi proses pengkayaan wawasan dan pandangan.

3. Komunitas organisasi memiliki kemampuan yang tinggi untuk melakukan proses dialog (berbagi nilai, berbagi visi maupun berbagi pengetahuan) untuk membangun kecerdasan bersama.

3. Kinerja.

Kinerja adalah suatu hasil atau kondisi (prestasi) yang diperoleh sebagai hasil dari suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang atas tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya sesuai dengan tujuan yang


(43)

104

ingin dicapai yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam penelitian ini kinerja yang akan diteliti dalam penelitian ini diteliti dikelompokkan dalam dua ukuran, yaitu: 1. Kualitas dan 2. Kuantitas. Ukuran kinerja berdasarkan kualitasnya dapat diidenfitifikasi sebagai berikut :

1. Kualitas kerja yang mencakup : ketepatan cara kerja, ketepatan waktu, layanan yang bermutu

2. Kemampuan komunikasi : kemampuan komunikasi yang baik dengan sesama staf (internal) baik vertikal maupun horizontal, kemampuan komunikasi yang baik dengan pelanggan (eksternal).

3. Keterlibatan dalam proses kerja meliputi : tanggung jawab, kerjasama, partisipasi dan kontribusi.

4. Kemampuan dalam melakukan pekerjaan meliputi : konsistensi, dan efektivitas dalam bekerja.

5. Pengelolaan sumber daya, yaitu: efektivitas penggunaan sumber-sumber organisasi.

Kinerja berdasarkan ukuran kuantitasnya dapat diidentifikasi sebagai berikut : 1.Proses kerja, meliputi : kehadiran, absensi.

2.Kemampuan melaksanakan pekerjaan, meliputi : kecepatan penyelesaian pekerjaan, kecepatan menyelesaikan masalah, jumlah masalah yang dapat diselesaikan, kemampuan dalam mengurangi jumlah kesalahan bekerja, 3.Perluasan pekerjaan, meliputi : kemampuan menangani sejumlah pekerjaan

diluar tugas pokok, kemampuan mengangani pekerjaan sesuai dengan tuntutan pelanggan.


(44)

105

4.Output pekerjaan, meliputi : banyaknya jumlah atau hasil kerja.

Pengukuran terhadap kinerja staf dilakukan oleh staf berdasarkan persepsi mereka terhadap kemampuan melaksanakan tugasnya secara kualitas dan kuantitas.

Variabel penelitian menurut Sugiyono (2006:42) adalah “segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya”. Nazir (1988: 149) dalam bukunya yang berjudul Metode Penelitian mengatakan variabel adalah konsep yang mempunyai bermacam-macam nilai. Kerlinger (1973:29) menyatakan bahwa: “a symbol to which numerals or value are assigned”. Variabel adalah konstruk atau sifat yang akan dipelajari, yang diambil

dari suatu nilai yang berbeda. Variabel adalah bagian terpenting dari suatu penelitian, karena variabel inilah yang menjadi titik tolak dari suatu penelitian.

Variabel dalam penelitian ini terdiri atas tiga variabel yang terdiri dari dua variabel bebas dan satu variabel terikat. Variabel-variabel tersebut adalah sebagai berikut : Variabel bebas, yakni : a. Penerapan ISO 9001: 2000 yang disimbolkan dengan (X1); b. Organisasi pembelajar yang disimbolkan dengan (X2); Variabel terikat adalah kinerja staff yang disimbolkan dengan (Y).

C. Instrumen Penelitian

Sugiyono (2006: 114) menyatakan bahwa melakukan penelitian pada dasarnya adalah melakukan pengukuran terhadap fenomena sosial maupun alam. Oleh karenanya dalam melakukan penelitian harus ada alat ukur yang baik. Alat ukur dalam penelitian biasanya dinamakan instrumen penelitian. Jadi instrumen


(45)

106

penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam atau sosial yang diamati.

Instrumen dalam penelitian ini adalah angket. Angket atau kuesioner adalah suatu alat berisi sejumlah pertanyaan yang disajikan secara tertulis yang disertai dengan alternatif jawaban yang diberikan kepada responden. Angket disusun bersasarkan kisi-kisi yang dikebangkan dari landasan teori dan definisi operasional variabel (terlampir) dikembangkan menjadi pertanyaan tertutup dengan jawaban yang telah disediakan.

Secara operasional angket disusun dalam tiga bagian yaitu: pertama berisi pertanyaan tentang penerapan ISO 9001: 2000, bagian kedua berisi pertanyaan tentang organisasi pembelajar yang dilakukan, dan bagian ketiga berisi pertanyaan tentang penilaian terhadap kinerja staff. Jawaban bagi kuesioner variabel penerapan ISO dan organisasi pembelajar disusun dengan menggunakan skala likert dengan empat pilihan jawaban yaitu : Ya sepenuhnya (4), Ya (3), Tidak (2) dan Tidak sepenuhnya (1). Jawaban bagi kuesioner kinerja staf disusun dalam bentuk rating scale dengan lima pilihan jawaban. Responden diminta

untuk memberi nilai pada setiap pertanyaan dengan memberi nilai pada jawaban yang diberikan. Selanjutnya jawaban responden dikonversi pada kategori sebagai berikut: Baik Sekali (5), Baik (4), Rata-rata (3), Kurang (2), dan Kurang Sekali (1).

D. Proses Pengembangan Instrumen.

Untuk mendapatkan data yang baik dan tepat maka angket yang disusun harus diuji coba terlebih dahulu, untuk mengetahui validitas dan reliabilitasnya.


(46)

107

Validitas menurut Furchan (1982:281) adalah suatu keadaan yang menunjukkan sejauh mana suatu alat mampu mengukur apa yang seharusnya diukur. Reliabilitas menurut Furchan (1982:285) adalah derajad keajegan alat tersebut dalam mengukur apa apa saja yang diukurnya.

Uji validitas dengan melakukan uji butir dengan menggunakan rumus Product Moment dari Pearson. Sedang reliabilitas instrumen akan diuji dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach’s. Rumus kedua uji tersebut adalah sbb: 1) Rumus Product Moment.

N. ∑ XY - ( ∑ X) (∑Y) r xy =

√ [N. ∑X 2 - (∑X) 2] [N. ∑Y 2 - (∑Y) 2]

Keterangan:

r xy = Koefisien korelasi regresi linier product moment

N = Jumlah responden ∑XY = Jumlah total data X Y ∑ X = Jumlah total data X ∑ Y = Jumlah total data Y

Pengujian signifikansinya digunakan rumus sebagai berikut:

r √ n – 2 t hitung =

√ 1 – r2

Dimana:

t = nilai hitung

r = koefisien korelasi hitung n = jumlah responden


(47)

108

2) Rumus Alpha Cronbach’s (Surapranata, 2006:114) k ∑σ b2 r 11 = 1 –

k– 1 σ2t

Keterangan :

r11 = Reabilitas instrumen k = Jumlah butir soal ∑σ b2 = Jumlah butir variabel σ2

t = Varian total

Tingkat hubungan koefisien korelasi hasil uji coba instrumen menurut Sugiyono (2007: 250) dapat dikonsultasikan pada tabel 3.1 berikut ini

Tabel 3.1

Pedoman Untuk memberikan Interpretasi Koefisien Korelasi Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,00 - 0,199 0,20 - 0,399 0,40 - 0,599 0,60 - 0,799 0,80 - 1,000

Sangat rendah Rendah Sedang Kuat Sangat kuat

Uji coba instrumen dilakukan terhadap 30 orang yang terdiri dari staf dan pamong P2PNFI Regional I Jayagiri dan P2PNFI Regional II Semarang. Perhitungan validitas butir item pertanyaan dilakukan dengan mengkorelasikan skor butir dengan skor total. Untuk menentukan valid tidaknya butir pertanyaan dilakukan dengan membandingkan nilai r-hitung dikonsultasikan dengan r-tabel. Jika r-hitung lebih besar dari r-tabel maka butir pertanyaan dinyatakan valid, sebaliknya jika r-hitung lebih kecil dari r-tabel maka butir pertanyaan dinyatakan tidak valid atau gugur. Berdasarkan tabel r-hitung untuk jumlah kasus 30 orang dengan signifikansi 0,05 dan dk (30-2) diperoleh nilai sebesar 0,374. Seluruh item pertanyaan pada variabel penerapan ISO, organisasi pembelajar dan kinerja


(48)

109

staf memiliki nilai r-hitung lebih besar dari nilai r-tabel dengan demikian maka seluruh butir pertanyaan dinyatakan valid.

Validitas butir ini kemudian dilakukan dengan menghitung koefisien reliabilitas menggunakan rumus alpha cronbach.

Hasil perhitungan menunjukkan perolehan sbb: (1) Variabel Penerapan ISO diperoleh hasil r hitung sebesar 0,754, (2) Variabel Organisasi Pembelajar diperoleh r hitung sebesar 0, 756, dan (3) Variabel Kinerja diperoleh r hitung sebesar sebesar 0,767. Dengan demikian seluruh butir pertanyaan memiliki reliabilitas yang kuat untuk dijadikan instrumen penelitian.

E. Teknik Pengumpulan Data.

Pengumpulan data dalam penelitian ini dengan memberikan angket kepada responden untuk selanjutnya ditinggal dan dipelajari kemudian diberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang ada pada angket. Pemilihan teknik ini didasarkan atas keefektifan sebab tidak semua responden dapat langsung memberikan jawaban karena responden memiliki kesibukan tugas yang berbeda-beda, dan banyaknya waktu yang mereka gunakan di lapangan.

F. Prosedur Pengumpulan Data.

Prosedur atau tahapan yang dilakukan sehubungan dengan pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Pengembangan kisi-kisi instrumen variabel penelitian b. Pembuatan instrumen penelitian


(49)

110

d. Validitas dan realibilitas instrumen e. Perbaikan instrumen

f. Penyebaran instrumen kepada responden g. Responden mengisi kuesioner

h. Penarikan kuesioner dari responden i. Pengolahan data

j. Penyusunan disertasi

G. Teknik Analisis Data

Teknik analisa data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah analisis korelasional. Analisis korelasi digunakan untuk mencari arah dan kuatnya hubungan antara dua variabel atau lebih, baik hubungan yang bersifat simetris, kausal dan reciprocal. Kuatnya hubungan antar variabel yang dihasilkan dari analisis korelasi dapat diketahui berdasarkan besar kecilnya koefisien korelasi yang harganya antara minus satu (-1) sd plus satu (+ (1). Koefisien korelasi yang mendekati minus 1 atau plus 1, berarti hubungan variabel tersebut sempurna negatif atau sempurna positif. Bila koefisien korelasi (r) tinggi, pada umumnya koefisien regresi (b) juga tinggi, sehingga daya prediktifnya akan tinggi. Bila koefisien korelasi minus (-), maka pada umumnya koefisien regresi juga minus (-) dan sebaliknya. Data yang akan dianalisis menggunakan teknik korelasional ini adalah data variabel X1 (ISO 9001:2000) dengan Variabel Y (Kinerja staf), variabel X2 (Organisasi Pembelajar) dengan Variabel Y (Kinerja staf). Untuk melihat korelasi antar kedua variabel akan digunakan rumus Product Moment (r) dari Pearson, dengan rumus sbb:


(50)

111

N. ∑ XY - ( ∑ X) (∑Y)

r xy =

√ [N. ∑X 2 - (∑X) 2] [N. ∑Y 2 - (∑Y) 2]

Pengujian signifikansi koefisien korelasi digunakan uji t (Sugiyono, 2007: 230) dengan rumus sebagai berikut :

r √ N - 2 t =

√ 1 – r2 Di mana :

ρ = Koefisien korelasi Product Moment N = jumlah responden (populasi)

Selanjutnya dilakukan analisis korelasi ganda terhadap variabel X1 dan X2

dengan variabel Y. Untuk melihat korelasi antar ketiga variabel rumus yang digunakan (Sugiyono, 2007: 233) adalah sebagai berikut:

ryx12 + ryx22- 2ryx1 ryx2 rx1x2

Ry.x1x2 =

1– rx1x2

Di mana :

Ry.x1x2 = Korelasi antara variabel X1 dan X2 secara bersama-sama dengan

variabel Y

ryx1 = Korelasi antara X1 dengan Y

ryx2 = Korelasi antara X2 dengan Y

rx1x2 = Korelasi antara X1 dengan X2

Pengujian signifikansi terhadap koefisien korelasi ganda digunakan uji F (Sugiyono, 2007: 235) dengan rumus sebagai berikut :


(51)

112

R2 / k

Fh =

(1 – R 2) / ( N – k – 1 )

Di mana :

R = Koefisien korelasi ganda k = Jumlah variable independen N = Jumlah responden

Selanjutnya dilakukan analisis korelasi ganda terhadap variabel X1 dan X2

serta variabel Y. Untuk melihat korelasi antar ketiga variabel rumus yang digunakan (Sugiyono, 2007: 236) sebagai berikut:

ryx1 - ryx2 . rx1x2

Ry.x1x2 =

1– r2

x1x2 - 1r2yx2

Pengujian signifikansi koefisien korelasi Parsil digunakan uji t (Sugiyono, 2009: 237) dengan rumus sebagai berikut :

rp √ N – 2-1

t =

√ 1 – r2 p


(52)

183

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat ditarik berdasarkan hasil analisisa data pada Bab IV adalah sebagai berikut :

1. Secara umum terdapat hubungan yang sangat kuat antara penerapan ISO 9001:2000 dengan kinerja staff di Lembaga P2PNFI Jayagiri. Kuatnya hubungan ini tidak menunjukkan staf struktural dan pamong belajar memiliki kemampuan penerapan ISO yang sama. Staf struktural di Lembaga P2PNFI Regional I Jayagiri memiliki kemampuan penerapan ISO 9001:2000 yang lebih baik dari pada pamong belajar.

Secara umum terdapat hubungan yang kuat antara penerapan ISO 9001:2000 dengan kinerja staf di Lembaga P2PNFI Regional II Semarang. Staf struktural maupun pamong belajar memiliki tingkat kemampuan penerapan ISO 9001:2000 yang sama baiknya. Hal ini mengindikasikan: (1) Staf struktural dan pamong belajar menjalankan tugasnya sesuai dengan standar ISO 9001:2000; (2) Pamong belajar memahami tugasnya sebagai ujung tombak pelayanan kepada konsumen yaitu masyarakat pengguna program pendidikan nonformal yang diselenggarakan atau dihasilkan oleh P2PNFI Regional II Semarang; (3) Staf struktural merupakan pelaksana manajemen operasional lembaga dan sebagai pendukung pamong dalam memberikan layanan kepada konsumen.


(1)

187

kemauan untuk terus menerus belajar meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam bekerja bersama: pimpinan dan rekan atau tim kerja untuk secara bersama-sama mencari jalan keluarnya.

4. Studi ini tentu memiliki keterbatasan, diantaranya keterbatasan yang berkaitan dengan subyek penelitian yang tingkat pemahamannya terhadap ISO 9001: 2000 dan pelaksanaan organisasi belajar yang terkait dengan kebijakan-kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan di dalam lembaga tidak dapat dimanipulasi atau distandarkan oleh peneliti. Untuk itu direkomendasikan kepada para peneliti lanjutan jika melakukan penelitian tentang keterkaitan penerapan ISO 9001:2000 dan organisasi pembelajar dengan kinerja staf dengan variabel-variabel lain untuk memperluas pengetahuan dan memperoleh data sebanyak-banyaknya demi perbaikan dan peningkatan mutu layanan Lembaga P2PNFI Regional I Jayagiri dan P2PNFI Regional II Semarang di masa yang akan datang.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

AGAOGLU, E. (2006). The Reflection of the Learning Organization, Concept to School of Education. Eskisehir- Turkey: Anadolu University, Faculty of Education. Journal of Distance Education, 10 (1) 12.Tersedia:

tojde.anadolu.edu.tr/tojde21/pdf/article_12. (25 Maret 2010)

Amstrong, M. and Baron, A. (1998). Performance Management. London: Institute of Personnel and Development.

---. (1999). A Handbook of Human Resource Management Practice. London: Kogan Page.

Burgoyne. (1994). Personnel Management Plus. University of Lancaster: Centre for The Study of Management Learning.

Candy, P. and Crebert, R.G. (1991). Lifelong learning: An enduring mandate for higher education. Higher Education Research and Development 10 (1), 3-15.

Cross, K.P. (1981). Adults as Learners. San Francisco: Jossey-Bass.

Dave, R.H. (1976). Foundations Of Lifelong Learning. Hamburg: Unesco Institute For Education and Pergamon Press.

Dharma, S. (2010). Manajemen Kinerja Falsafah Teori dan Penerapannya. Yogjakarta: Pustaka Pelajar.

De Cenzo and Robbins. (1999). Human Resource Management. New York: John Wiley Inc.

De Kluyver, C. D. (2000) Strategic Thinking, An Executive Perspective,.New Jersey: Prentice Hall, Inc.

Furchan, A. (1982). Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.

Garvin, D A. (1993). Building a Learning Organization. USA : Harvard Bussiness Review, July-August.

Gaspersz, V. (1997). Manajemen Kualitas: Penerapan Konsep-Konsep Kualitas Dalam Bisnis Total. Jakarta: Yayasan Indonesia Emas dan PT Gramedia Pustaka Utama.


(3)

---, (2006). ISO 9001:2000 And Continual Quality Improvement. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Harbour, J. L. (1997). Performance Measurement, Oregon : Productivity Press. Hatton, M. J. (1997). Lifelong Learning, Policies, Practise and Program.

Canada: School of Media Studies at Humber College.

Iskandar, A. (1997). Mencari Jati Diri Profesional Pendidikan Luar Sekolah. Surabaya: Makalah Seminar Nasional PLS dan Konferensi ISPPI. (tidak diterbitkan).

ISO/IWA 2:2003. (2005). Guidelines for The Application of ISO 9001:2000 In Education. International Project Task Group. Tersedia: http//www.isoiwa2.sep.gob.mx:8080/ (02 Desember 2010)

Kamil, M. (2007). Model Pelatihan Pendidikan Luar Sekolah (Konsep dan Aplikasi). Bandung: Dewa Ruci.

Katzenbach, J and Smith, D. (1993). The Magic of Teams, Harvard Business Scholl Press: Boston, MA.

Kerlinger, Fred, N. (1973). Foundation of Behavioral Research. London: Holt Rinehart and Winston.

Knapper C. K. and Cropley A. J. (2000). Lifelong Learning in Higher Education, London: Kogan Page.

Kumpikaitè, V. (2008) . Human Resource Development in Learning Organization. Laisves Kaunas Lithuania : Departement of Management, Faculty of Economics and management, Kaunas University of Technology. Journal Of Bussiness Economics and Management, 9(1) 2008.www.vgtu.lt/upload/leid_konf/kumpikaite_25-32. (25 April 2010) Larsen, K. et all (1996). Learning Organizations (Part 2). University of Albany. May 13, Tersedia: http://home.nycap.rr.com/klarsen/learnorg/ (25 Maret 2010)

Lee A. (1997). Lifelong Learning, Workforce Development and Economic Success, dalam Lifelong Learning Policies, Practices, and Programs. Canada: APEC Publications.

Longworth, N. and W. K. D. (1996). Lifelong Learning, New vision, new implication, new roles for people, organizations, nations and communities in the 21 st century. London : Kogan Page.


(4)

---, (2003). Lifelong Learning in Action. London: Kogan Page. Mangkunegara, A.P. (2005). Evaluasi Kinerja SDM. Bandung: Refika Aditama. Maryatina, R. S. (2003). Pengaruh Proses Implementasi ISO 9001: 2000

Terhadap Kompetensi Karyawan di Puskesmas Kramat Jati. Tesis pada FPS Universitas Indonesia: tidak diterbitkan. Jurnal Garuda Dikti. Tersedia:

http://www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=74893 (25 Februari 2010).

McMillan, J.H. and Schumacher, S. (2001). Research Education. New York: Longman.

Marquardt J. M. & Reynolds, A. (1994). The Global Learning Organization. New York: Irwin. Inc

Mayo, A. (2008). Training Journal, Final Word. Ely: Aug 2006. http://proquest.umi.com/pqdweb. (Desember 05, 2008)

Moeheriono. (2009). Pengukuran Kinerja Berbasis Kompetensi. Bogor : Ghalia Indonesia.

Nazir, M. (1988). Metode Penelitian, Jakarta: Rajawali.

Noe, R.A., Hollenbeck, Gerhart, B., Wright, P.M. (2000). Human Resource Management, Gaining a Competitive Advantage, 3rd Ed. New York: McGraw-Hill Companies,Inc.

Nonaka, I. and Takeuchi, H. (1995). The knowledge-Creating Company. USA: Oxford University Press

Pamuji, S. (2008). Kepemimpinan Pemerintahan di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara..

Pamungkas, W. (2003). Pengetahuan dan Praktek Learning Organization Pada Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Kerajinan dan Batik (BBKB, FPS Universitas Indonesia. Jurnal Garuda Dikti. Tersedia: http://www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=74899 (25 Februari 2010)

Ridhwan, M. (2003). Penerapan Organisasi Pembelajar Pada Direktorat Paten Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Departemen Kehakiman dan Hak Azazi Manusia, FPS Universitas Indonesia. Jurnal Garuda Dikti.Tersedia:http://www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?i d=75986 (2 Februari 2010)


(5)

Rifa’i, RC. A. (2009). Disain Pembelajaran Orang Dewasa. Semarang: UNNES Press.

Roszak, L.A. D. M.T. (2008). Implementation and Function of Quality Management in the Research Centre. Polandia: Institute Engineering materials and Biomaterials. Jurnal of Achievement in Materials and Manufacturing Engineering. Vol 30 (2).

Rudman, R. (1995). Performance Planning and Review, Making Employee Appraisals Work. Australia: Business & Prefessional Publishing Pty Limited.

Rufaida, E. Y. (2003). Manajemen Perubahan Pada Penerapan ISO 9001 : 2000 di Perusahaan Perak HS, FPS Universitas Indonesia: Jurnal Garuda

Dikti. Tersedia:

http://www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=74897 (25 Februari 2010)

Senge, P. M. (1990). The Fifth Discipline: the Art and Practice of the Learning Organization, New York: Doubleday.

Smith J., Spurling A., (1999). Lifelong Learning Riding The Tiger, NewYork: The Lifelong Learning Foundation.

Sturnman, Michael C. (2001). Searching for the Inverted U-shaped Relationship Between Time and performance: Meta Analyses of the Experience / Performance, tenure/ Performance, and Age/ Performance Relationship. USA: Journal of Management. (30 April2010)

Suardi, R. (2003). Sistem Manajemen Mutu ISO 9000: 2000, Penerapannya Untuk Mencapai TQM. Jakarta. PPM.

Sudjana. (1988). Metode Statistika. Bandung: Tarsito.

Sugiyono. (2006). Metode Penelitian Kuantitatif – Kualitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta.

---, (2009), Metode Penelitian Bisnis. Bandung : Alfabeta.

Surapranata, S. (2006). Analisis Validitas, Reliabilitas dan Interpretasi Hasil Tes. Bandung: Rosdakarya.

Surya, M. (1997), Psikologi Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Timpe, A. D. (2001). Kinerja, Seri Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : PT Gramedia Asri Media.


(6)

Tjakraatmadja, J.H. (2006). Knowledge Management Dalam Konteks Organisasi Pembelajar, Bandung: Sekolah Bisnis dan Manajemen – Institut Teknologi Bandung

Tricker, R. (2001). ISO 9001: 2000 For Small Businesse. Oxford : Butterworth-Heineman.

Trisnamansyah, S. (2007). Teori dan Perkembangan Implementasi Program Pendidikan Nonformal. Bandung: Sekolah Pasca Sarjana UPI, tidak diterbitkan.

Wibowo. (2009). Manajemen Kinerja. Jakarta. Rajawali Pers.

Wick, C. W. and Lean, L. S. (1995). Creating a Learning Organization: From ideas to action, Human Resource Management. USA: Summer.