STUDI KASUS TENTANG FAMILY QUALITY OF LIFE (FQOL) PADA KELUARGA-KELUARGA YANG MEMILIKI ANAK DOWN SYNDROME DI LEMBAGA PENDIDIKAN X BANDUNG.

(1)

STUDI KASUS TENTANG FAMILY QUALITY OF LIFE (FQoL)

PADA KELUARGA-KELUARGA YANG MEMILIKI ANAK

DOWN SYNDROME DI LEMBAGA PENDIDIKAN X BANDUNG

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat

Memperoleh Gelar Magister Pendidikan pada

Program Studi Pendidikan Kebutuhan Khusus

Oleh

CHRISTINE JELY HARTONO

1004794

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEBUTUHAN KHUSUS

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2013


(2)

=============================================================

Studi Kasus Tentang Family Quality of Life

(FQoL) Pada Keluarga-Keluarga Yang

Memiliki Anak Down Syndrome di Lembaga

Pendidikan X Bandung

Oleh

Christine Jely Hartono

S.Psi Universitas Kristen Maranatha Bandung, 2003

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Pendidikan Kebutuhan Khusus

© Christine Jely Hartono 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Januari 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,


(3)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING :

Pembimbing,

Dr, Zaenal Alimin, M.Ed. NIP. 195903241984031002

Diketahui oleh,

Ketua Program Studi Pendidikan Kebutuhan Khusus


(4)

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Studi Kasus Tentang Family Quality of Life (FQoL) Pada Keluarga-Keluarga Yang Memiliki Anak Down Syndrome di Lembaga Pendidikan X Bandung” ini sepenuhnya karya saya sendiri. Tidak ada bagian di dalamnya yang merupakan plagiat dari karya orang lain dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, Januari 2013 Yang membuat pernyataan,


(5)

ABSTRAK

Kehadiran anak Down Syndrome mempengaruhi pandangan akan kualitas hidup sebuah keluarga (Family Quality of Life). Judul penelitian ini adalah “Studi Kasus Tentang Family Quality of Life (FQoL) pada Keluarga-Keluarga Yang Memiliki Anak Down Syndrome di Lembaga Pendidikan X Bandung”. Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan FQoL pada keluarga yang memiliki anak

Down Syndrome. Metode yang digunakan adalah metode penelitian studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Data penelitian dikumpulkan melalui wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Subyek penelitian adalah tiga keluarga yang terdiri dari orang tua sebagai informan utama dan saudara kandung sebagai informan pendukung. Data diolah dengan melakukan analisis isi, analisis domain, dan analisis taksonomi. Keabsahan data dengan teknik triangulasi data.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) kenyataan hidup keluarga anak

Down Syndrome diwarnai oleh tekanan dan tantangan yang berat, yang dapat meningkatkan level stres orang tua. (2) harapan keluarga seringkali menjadi sulit dicapai karena keluarga tidak menyadari potensi yang mereka miliki, (3) ketidakpuasan hampir ditemukan pada seluruh dimensi FQoL, dari ketiga keluarga tersebut menghayati kepuasan hanya pada maksimal dua dimensi dari seluruh dimensi FQoL, dengan kata lain terdapat rentang kesenjangan yang lebar antara kenyataan dan harapan keluarga. (4) rumusan FQoL pada keluarga anak

Down Syndrome merupakan sebuah intisari dari kenyataan hidup, harapan keluarga, serta permasalahan dan ketidakpuasan dilihat dari rentang kesenjangan antara kenyataan dan harapan pada sembilan dimensi FQoL.

Berdasarkan hal tersebut diatas maka sangat diperlukan usaha-usaha peningkatan FQoL keluarga dan saran-saran dalam penelitian ini berupa saran konkrit yang ditujukan bagi keluarga, tenaga ahli bimbingan konseling, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan dan saran bagi penelitian selanjutnya. Rumusan FQoL ini dapat sebagai referensi dan acuan bagi usaha-usaha peningkatan FQoL bagi keluarga yang memiliki anak Down Syndrome.


(6)

ABSTRACT

The presence of children with Down syndrome influences the view of family quality of life. The title of the research is “A Case Study of Family Quality of Life (FQoL) in Families of Children with Down Syndrome in X Educational Institution Bandung”. The research aimed to formulate Family Quality of Life (FQoL) of families of children with Down syndrome. The method used was case study with qualitative approach. The data for the research were collected through interview, observation, and documentary study. The subjects of the research were three families consisting of parents as the primary informants and siblings as secondary informants. The data were analyzed using content analysis, domain analysis, and taxonomic analysis. The data were validated using triangulation.

The results of the research show that: (1) The real life of families of children with Down syndrome is colored with stresses and difficult challenges that could raise parents’ level of stress; (2) Family’s expectation was frequently difficult to realize because families were not aware of their potentials; (3) Dissatisfaction was almost always found in all dimensions of FQoL; from the three families, satisfaction was only gained for a maximum of two dimensions out of all the dimensions of FQoL; in other words, there was a huge gap between expectations and the real situation of the families; and (4) The formulations of FQoL in families of children with Down syndrome were the essence of the real life, family expectations, and problems and dissatisfactions viewed from the range of gap between reality and expectation in the nine dimensions of FQoL.

Based on the results above, efforts to improve FQoL are needed; and the concrete suggestions provided in the research are intended to the families, experts in the field of counseling and guidance, educational institutions, religious institutions, and the next researchers. The formulations of FQoL can be made references for the attempts to improve FQoL for families of children with down syndrome.


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK i

ABSTRACT ………..…….. ii

KATA PENGANTAR iii

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR BAGAN ……… viii

DAFTAR GAMBAR………. ix

DAFTAR LAMPIRAN x

BAB I PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang Masalah 1

B. Fokus Masalah 6

C. Pertanyaan Penelitian 7

D. Tujuan Penelitian 8 E. Kegunaan Penelitian 8

F. Penjelasan Konsep 9

G. Metode Penelitian 12

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 14 A. Konsep Keluarga ... 14

1. Definisi Keluarga ... 14

2. Ciri-ciri Keluarga ... 14

3. Fungsi Keluarga ... 15

4. Tugas-tugas Keluarga ... 16

5. Tipe Keluarga ... 16

6. Pola Asuh Orang Tua ... 17

7. Karakteristik Anak Berdasarkan Pola Asuh ... 20

B. Anak Down Syndrome ... 20

1. Sejarah Down Syndrome.... 20


(8)

3. Karakteristik Anak Down Syndrome ... 22

4. Klasifikasi Anak Down Syndrome ... 24

5. Hambatan Belajar dan Perkembangan Anak Down Syndrome…. 25 6. Keluarga dengan Anak Down Syndrome ………. 35 C. Family Quality of Life (FQoL) ... 38

1. Definisi QoL ……… 38

2. Konsep QoL………. 39

3. Pengukuran QoL ………. 41

4. Definisi Family Quality of Life (FQoL) ……….. 42

5. Dimensi dari Family Quality of Life (FQoL) ……….. 45

6. The Family Quality of Life Survey 2006 ………...46

7. Konsep QoL Bagi Pendidikan Kebutuhan Khusus ………..47

8. Hasil Penelitian Terdahulu ………... 47

D. Kerangka Pemikiran 53

BAB III METODE PENELITIAN 57 A.Metode dan Desain Penelitian 57

B.Prosedur Penelitian 58

C.Instrumen Penelitian ……….. 61

D.Subyek Penelitian 68

E. Teknik Pengumpulan Data 74

E. Teknik Analisis Data 75

F. Validasi Data 77

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 78

A.Hasil Penelitian 78

1. Kondisi Kenyataan Yang Dialami Keluarga ………... 79

2. Harapan Keluarga ……… 171

3. Penghayatan Permasalahan dan Tingkat Kepuasan Keluarga….. 209


(9)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 306

A.Kesimpulan 306

B.Saran 317

DAFTAR PUSTAKA 327


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel

2.1 Dimensi dan Indikator dalam Family Quality of Life (FQoL)………… 45 3.1 Kisi-kisi Wawancara FQoL……….... 61 4.1 Kenyataan Yang Dialami Keluarga ………... 156 4.2 Harapan Keluarga ……….. 204 4.3 Penghayatan Permasalahan dan Tingkat Kepuasan Keluarga………… 249


(11)

DAFTAR BAGAN

Bagan

2.1 Kerangka Pemikiran ……….. 56 3.1 Prosedur Penelitian ……… 60


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1 Pedoman Wawancara ………...……… 331

2 Pedoman Observasi ………. 345

3 Pedoman Studi Dokumentasi ……….. 348

4 Triangulasi Data ………... 349


(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Memiliki anak yang sehat secara fisik dan psikologis menjadi impian dan harapan yang sangat didambakan oleh setiap keluarga. Namun tidak semua harapan tersebut bisa menjadi kenyataan. Sebagian keluarga memiliki anak yang sejak lahir telah memiliki hambatan–hambatan dalam perkembangannya. Anak yang memiliki hambatan dalam perkembangannya sering diistilahkan sebagai anak berkebutuhan khusus.

Pengertian anak berkebutuhan khusus mengandung makna yang lebih luas, yaitu anak-anak yang memiliki hambatan perkembangan dan hambatan belajar (termasuk di dalamnya anak-anak penyandang cacat). Cakupan konsep anak berkebutuhan khusus dapat dikategorikan menjadi dua kelompok besar yaitu anak berkebutuhan khusus yang bersifat sementara (temporer) dan anak berkebutuhan khusus yang besifat menetap (permanen).

Anak berkebutuhan khusus yang bersifat sementara (temporer) adalah anak yang mengalami hambatan belajar dan hambatan perkembangan disebabkan oleh faktor-faktor eksternal. Misalnya anak yang yang mengalami gangguan emosi karena trauma akibat diperkosa sehingga anak ini tidak dapat belajar. Anak berkebutuhan khusus yang bersifat permanen adalah anak-anak yang mengalami hambatan belajar dan hambatan perkembangan yang bersifat internal dan akibat langsung dari kondisi kecacatan, yaitu seperti anak yang kehilangan fungsi penglihatan, pendengaran, gangguan perkembangan kecerdasan dan kognisi,


(15)

gangguan gerak (motorik), gangguan interaksi-komunikasi, gangguan emosi, sosial dan tingkah laku. Anak berkebutuhan khusus yang bersifat permanen salah satunya adalah anak Down Syndrome dan dalam penelitian ini akan menitikberatkan pada anak Down Syndrome.

Ketika dalam sebuah keluarga hadir seorang anak Down Syndrome, reaksi awal orangtua biasanya kaget, kecewa berat, frustrasi, kecewa bahkan tidak sedikit yang menolaknya. Dalam mengasuh dan membesarkan anak Down Syndrome tentu saja banyak menghadapi tantangan, kendala-kendala tertentu terutama pada ibu yang dianggap memiliki kedekatan emosional tertinggi dengan anaknya, karena tugas-tugas yang saling tumpang tindih.

Berdasarkan wawancara dengan seorang ibu I yang memiliki anak Down Syndrome, beliau menceritakan tentang respon awal saat diinformasikan anaknya

Down Syndrome adalah perasaan bingung, takut, cemas, kecewa, marah bahkan sampai tidak bisa makan berhari-hari. “Banyak hal yang berkecamuk dalam pikiran saya”, ujar ibu tersebut, “perasaan cemas, malu, takut dijauhi, saya merasa bahwa segalanya akan berubah, bahwa orang-orang tidak mau lagi bergaul dengan kami dan jujur saja, ini adalah pikiran egois akibat takut akan hal-hal yang tidak diketahui.” (Kutipan wawancara dengan ibu I, 2012)

Menurut penuturan ibu lainnya (Ibu II) yang juga memiliki anak Down Syndrome, beliau mengatakan, “Saya kaget sekali setelah mendengar penjelasan dokter, saya dan suami menangis, entah menangisi anak kami atau menangisi diri kami sendiri, saya tidak tahu” (Kutipan wawancara dengan ibu II, 2012). Walau


(16)

demikian Ibu II tetap ingin merangkul dan memberitahu anaknya bahwa ia selalu menyayanginya, tidak soal apa yang akan terjadi.

Ibu III yang juga memiliki anak Down Syndrome merasa menjalani kehidupan yang berat, di satu sisi Ibu III harus menjadi istri dan di sisi lain ia harus menjadi ibu dengan segala kesibukan barunya. Ibu III harus mengurus ketiga anaknya (salah satunya anak Down Syndrome) seorang diri, harus mengantar sekolah, menyetir mobil sendiri, membereskan rumah, dan sebagainya. Bahkan sempat suatu waktu dia merelakan waktunya hanya demi kesembuhan sang anak pergi ke Jakarta pulang pergi dengan mengendarai mobil sendiri setiap hari selama 30 hari (berangkat subuh hari dan pulang larut malam) hanya untuk melakukan terapi pengobatan untuk anaknya tersebut. Ini semua dilakukan karena keinginan agar anaknya pulih. Sedangkan di sisi lain Ibu III ini merasa bahwa suaminya kurang mendukungnya bahkan ia merasa suaminya cuek terhadap perkembangan anaknya, suaminya hanya bekerja mencari nafkah menghidupi keluarga tanpa mempedulikan dirinya dan anak-anak. Hal ini tentu saja menimbulkan kelelahan baik secara fisik maupun batinnya sehingga banyak keluhan-keluhan yang diucapkannya khususnya mengenai kekhawatirannya akan masa depan sang anak. (Kutipan wawancara dengan ibu III, 2012)

Itulah beberapa kenyataan hidup yang dialami ibu-ibu yang memiliki anak

Down Syndrome. Sedangkan di sisi lain, banyak harapan yang ingin dicapai bagi anak tersebut di masa mendatang. Kesenjangan antara kenyataan hidup dan harapan tentu saja menimbulkan banyak persoalan dalam keluarga. Keberhasilan orangtua untuk menyesuaikan diri terhadap kenyataan yang ada akan sangat


(17)

berpengaruh terhadap interaksi orang tua dengan anak, pola pengasuhan anak, pendidikan anak, serta pandangan akan masa depan dan kualitas hidup anak tersebut.

Kompleksitas kehidupan seperti itu tentu saja akan mempengaruhi kualitas hidup setiap individu yang ada di dalam keluarga. Konsep mengenai kualitas hidup ini disebut sebagai Quality of life (QoL). QoL dipandang sebagai suatu kondisi antara harapan dan kenyataan yang dialami seseorang dalam jangka waktu tertentu (Levi Anderson, et al., 1990, dalam Fakhoury, et al., 2002). Ahli lainnya menyatakan bahwa QoL merupakan keberfungsian seseorang dibandingkan dengan sesamanya, membandingkan kondisinya sendiri dengan kondisi yang dihadapi orang lain (Lauer, 1999 dalam Fakhoury, et al., 2002). Konsep Qol juga dibangun melalui aspek kognitif yang mempengaruhi penerimaan individual dan perilakunya pada kondisi kehidupan yang obyektif (Awad, et al., 1997 dalam Fakhoury, et al., 2002). QoL dapat dipandang sebagai sebuah konsep yang multidimensional karena menyangkut semua bidang dalam kehidupan, yaitu kesehatan, harapan, pekerjaan, keluarga, lingkungan sekitar, dan situasi-situasi kehidupan lainnya.

QoL dapat diaplikasikan baik sebagai individu maupun keseluruhan keluarga yang dikenal sebagai Family Quality of Live (FQoL). Menurut Zuna

et.al. dalam Schalock (2008), FQoL merupakan pandangan dinamis mengenai kesejahteraan keluarga yang dihayati baik secara kolektif maupun secara subyektif oleh setiap anggota keluarga, dimana kebutuhan-kebutuhan individual maupun kebutuhan keluarga saling berinteraksi satu sama lain. Setiap individu merupakan


(18)

bagian dari keluarga yang saling mempengaruhi satu sama lain. Jadi, walaupun QoL dan FQoL merupakan dua fokus pembahasan yang berbeda namun kedua konsep itu sangat kuat berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lain (Brown, et al, 2003 dalam Baum, 2008). Mengaplikasikan konsep QoL pada keluarga membawa pada aspek-aspek yang lebih luas mengenai kehidupan keluarga dalam rangka memahami pengalaman-pengalaman yang didapat keluarga dan dalam memahami kebutuhan keluarga tersebut.

Pembahasan FQoL ini menjadi sangat penting bagi keluarga-keluarga yang memiliki anak berkebutuhan khusus, dalam hal ini adalah anak Down Syndrome sehingga seluruh kebutuhan yang diperlukan bagi kehidupan dan perkembangan anak Down Syndrome dapat terpenuhi. Sebagaimana telah dibahas diatas bahwa kehadiran seorang anak Down Syndrome dalam sebuah keluarga membuat tekanan berat dalam keluarga tersebut, khususnya bagi sang ibu dan kajian FQoL ini hadir agar setiap anggota keluarga dapat berfungsi secara efektif dan lebih peka akan kebutuhan hidup anak Down Syndrome. Keluarga yang memiliki FQoL yang baik tentu saja mampu mengakomodasikan kebutuhan-kebutuhan setiap anggota keluarga termasuk kebutuhan-kebutuhan belajar sang anak.

Anak Down Syndrome memiliki kebutuhan belajar yang khusus sehingga diperlukan layanan pendidikan kebutuhan khusus, sehingga bagi keluarga dan sekolah kajian FQoL ini sangatlah penting dalam merumuskan Rencana Pembelajaran Individual bagi anak Down Syndrome dan juga dalam merumuskan Rencana Layanan Individual Keluarga. Kajian mengenai FQoL ini membuka


(19)

wawasan bahwa bidang pendidikan kebutuhan khusus itu juga memerlukan warna dari ilmu psikologi dan ilmu sosial lainnya untuk memperkaya bidang kajiannya. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut peneliti merasa tertarik untuk meneliti lebih mendalam mengenai FQoL pada keluarga yang memiliki anak Down Syndrome. Kajian ini menjadi lebih penting lagi karena FQoL berkaitan erat terhadap pemenuhan kebutuhan belajar anak Down Syndrome

sehingga dengan kajian mendalam mengenai FQoL pada keluarga yang memiliki anak Down Syndrome akan dapat mengakomodir kebutuhan belajar anak mereka dalam rangka mengoptimalkan potensi dalam diri anak.

B. FOKUS MASALAH

Quality of Life (QoL) merupakan konsep yang berlaku bagi setiap individu manusia termasuk juga bagi Anak Berkebutuhan Khusus. Anak Down Syndrome

merupakan salah satu diantaranya, mereka memiliki hambatan-hambatan dalam perkembangannya yang membuat mereka perlu mendapat bantuan dari lingkungan dalam seluruh aspek kehidupannya. Bantuan tersebut banyak diberikan dari lingkungan terdekat anak yaitu lingkungan keluarga. Oleh karena itu perlu melihat QoL keluarga secara keseluruhan yang disebut sebagai Family Quality of Life (FQoL).

Kompleksitas persoalan yang dihadapi oleh para keluarga yang memiliki anak Down Syndrome dalam studi pendahuluan diantaranya adanya penolakan terhadap kehadiran anak Down Syndrome, perasaan kecewa yang mendalam, kekhawatiran akan masa depan anak Down Syndrome, adanya kelelahan baik


(20)

secara fisik maupun mental dari orang tua dalam mendidik anak Down Syndrome, adanya ketidakseimbangan peran masing-masing anggota keluarga dan sebagainya. Semuanya itu merupakan kenyataan yang dialami dan dirasakan oleh keluarga saat ini, sementara di sisi lain banyak pula harapan-harapan dalam keluarga yang juga belum dapat terpenuhi. Hal ini tentu saja menyebabkan munculnya kesenjangan yang menimbulkan banyak persoalan dalam keluarga tersebut. Kompleksitas dinamika interaksi dan masalah-masalah yang muncul tentu saja berpengaruh terhadap FQoL pada keluarga-keluarga tersebut.

Berdasarkan hal tersebut, maka yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah bagaimana sebuah keluarga yang memiliki anak Down Syndrome

membangun FQoL keluarga tersebut secara komprehensif.

C. PERTANYAAN PENELITIAN

Berdasarkan fokus masalah di atas dapat diuraikan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana kenyataan hidup yang dialami keluarga yang memiliki anak

Down Syndrome ?

2. Bagaimana harapan keluarga yang memiliki anak Down Syndrome ? 3. Permasalahan apa yang muncul dari kesenjangan antara kenyataan dan

harapan keluarga serta tingkat kepuasan yang dihayati oleh keluarga ? 4. Bagaimana rumusan FQoL pada keluarga yang memiliki anak Down


(21)

D. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian bertujuan untuk merumuskan FQoL pada keluarga-keluarga yang memiliki anak Down Syndrome.

E. KEGUNAAN PENELITIAN

Penelitian mengenai Family Quality of Life (FQoL) ini diharapkan memberikan manfaat sebagai:

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat membangun wacana didaktif dalam bidang pendidikan umum dan pendidikan kebutuhan khusus yang bersinggungan dengan disiplin ilmu psikologi dan ilmu sosial lainnya.

2. Secara praktis, pemahaman mengenai FQoL sangat penting bagi keluarga dan lembaga pendidikan dalam merumuskan Rencana Pembelajaran Individual pada anak Down Syndrome dan merumuskan Rencana Layanan Individual Keluarga bagi keluarga anak Down Syndrome yang mengalami masalah yang berkaitan dengan FQoL.

F. PENJELASAN KONSEP

Untuk menghindari adanya kesalahpahaman mengenai istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, penulis memberikan penjelasan pada istilah-istilah yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu :


(22)

1. Keluarga

Yang dimaksud dengan keluarga menurut Bailon dan Maglaya (1989) dalam Zaidin Ali (2006) adalah dua atau lebih individu yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan, dan adopsi dalam satu rumah tangga, yang berinteraksi satu dengan lainnya dalam peran dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya. Keluarga dalam penelitian ini merupakan sekumpulan orang yang terikat dengan hubungan darah yang terdiri dari ayah, ibu dan anak.

2. Family Quality of Life (FQoL)

Quality of life (QoL) merupakan sebuah kesenjangan, dalam kurun waktu tertentu, antara harapan dan kenyataan yang dipersepsikan seseorang. (Levi & Anderson, 1975; Andrews & Withey, 1976, United Nations, 1990 dalam Walid.K.H. Fakhoury. et al., 2002). Sedangkan FQoL digambarkan sebagai sebuah derajat dimana kebutuhan-kebutuhan setiap anggota keluarga saling bertemu, dimana mereka saling menikmati waktu-waktu kebersamaan dan dimana mereka dapat bersama-sama melakukan aktifitas yang bermakna bagi keluarga tersebut (Turnbull, et al., 2000).

Pengertian FQoL dalam penelitian ini adalah pandangan akan kualitas hidup keluarga secara keseluruhan dilihat dari kenyataan yang dialami, harapan yang ingin dicapai serta penghayatan setiap anggota keluarga atas dimensi-dimensi yang ada dalam FQoL. Penghayatan disini berupa permasalahan yang muncul karena adanya kesenjangan


(23)

antara kenyataan dan harapan serta tingkat kepuasan terhadap dimensi-dimensi tersebut. Dimensi-dimensi-dimensi dalam FQoL menurut Brown, et al.

(2006) adalah :

a) Dimensi kesehatan keluarga

b) Dimensi kesejahteraan ekonomi keluarga c) Dimensi relasi dalam keluarga

d) Dimensi dukungan orang lain

e) Dimensi dukungan kelembagaan bagi anak berkebutuhan khusus f) Dimensi pengaruh sistem nilai

g) Dimensi karir dan persiapan karir

h) Dimensi pemanfaatan waktu luang dan rekreasi i) Dimensi interaksi dengan masyarakat

3. Anak Down Syndrome

Yang dimaksud dengan anak Down Syndrome dalam penelitian ini adalah anak yang telah didiagnosa oleh dokter ahli memiliki hambatan perkembangan yaitu Down Syndrome. Down Syndrome adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan. Menurut Papalia, et al (), bahwa terjadi ke-abnormalan pada kromosom 21 ekstra atau disebut translokasi kromosom 21. Karakteristik fisik dan perilaku anak Down Syndrome yaitu :


(24)

a) Tubuh yang pendek, wajah membulat, mulut selalu terbuka, bidang lebar dan datar.

b) Kemampuan bicara terhambat karena lidah tebal dan otot mulutnya lemah.

c) Mengalami masalah dengan pengelihatannya sering juling dan mengalami hypermetripia dan kadang-kadang menderita astigmatisme, serta memiliki lipatan epikantus pada kelopak mata. d) Keterlambatan pertumbuhan, seperti perkembangan fisik dan

motorik yang lambat, beberapa tidak dapat berjalan sampai usia 3-4 tahun, dan dapat terjadi kegemukan.

e) Mengalami kelainan jantung bawaan selama masa pertumbuhan. f) Mengalami penyempitan kanal telinga sehingga memiliki resiko

yang tinggi mengalami infeksi pernafasan.

g) Selalu tampak gembira, karena tidak sadar akan cacat yang dideritanya.

h) Emosinya kurang stabil, kurang percaya diri, gembira dan bersemangat apabila diberi suatu pujian dan mudah marah.

i) Perilaku anak Down Syndrome cenderung suka menyendiri, kurang dapat berkonsentrasi, belajar dari sesuatu yang diulang-ulang, terkadang tidak mau didekati, kesehariannya diperlukan pendamping untuk mengawasi dan mengajari.

4. Family Quality of Life (FQoL) pada Keluarga-Keluarga Yang


(25)

Yang dimaksudkan dengan istilah diatas adalah pandangan akan kualitas hidup keluarga-keluarga yang memiliki anak Down Syndrome

secara keseluruhan dilihat dari kenyataan yang dialami, harapan yang ingin dicapai serta penghayatan setiap anggota keluarga secara individual atas dimensi-dimensi yang ada dalam FQoL.

G. STRUKTUR ORGANISASI TESIS

Untuk memahami alur pikir dalam penulisan tesis ini, maka perlu adanya struktur organisasi yang berfungsi sebagai pedoman penyusunan laporan penelitian ini, yaitu :

Bab I berisi Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang penelitian, fokus masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penjelasan konsep dan struktur organisasi tesis. Latar belakang penelitian dimaksudkan untuk menjelaskan alasan peneliti melaksanakan penelitian dan pentingnya masalah itu untuk diteliti. Fokus masalah menjelaskan tentang apa yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini dan diakhiri dengan pertanyaan penelitian yang dinyatakan dalam bentuk kalimat tanya. Tujuan penelitian menyajikan tentang hasil yang ingin dicapai setelah penelitian selesai dilakukan, tujuan penelitian dirumuskan dalam bentuk kalimat kerja operasional. Kegunaan penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat baik bagi anak Down Syndrome, keluarga, sekolah, peneliti sendiri dan bagi peneliti lain. Penjelasan konsep menuajikan penjelasan mengenai istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini.


(26)

Bab II berisi kajian pustaka. Kajian pustaka ini berfungsi sebagai landasan teoritik dalam menyusun rumusan masalah dan tujuan penelitian.

Bab III berisi metode penelitian. Metode penelitian ini berisi penjelasan rinci mengenai komponen dari metode penelitian, terdiri dari desain penelitian, prosedur penelitian, instrumen penelitian, subjek penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data dan validasi data.

Bab IV berisi hasil penelitian dan pembahasan. Pada bagian hasil penelitian memaparkan tentang hasil-hasil yang didapat dalam penelitian berdasarkan masalah dan pertanyaan penelitian dan pada bagian pembahasan dilakukan analisa hasil penelitian yang dikaitkan dengan kajian pustaka.

Bab V berisi tentang kesimpulan dan saran yang menyajikan tentang penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisa temuan penelitian dan diakhiri dengan rumusan FQoL untuk keluarga anak Down Syndrome. Saran pada penelitian ini ditujukan pada keluarga (khususnya bagi orang tua), lembaga pendidikan, praktisi pendidikan dan bagi penelitian selanjutnya.

Daftar pustaka memuat semua sumber yang pernah dikutip dan digunakan dalam penulisan tesis. Lampiran berisi semua dokumen yang digunakan dalam penelitian.


(27)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. METODE DAN DESAIN PENELITIAN

Metode yang digunakan adalah metode penelitian studi kasus. Menurut Cresswell (2007), penelitian studi kasus merupakan penelitian dengan pendekatan kualitatif dimana peneliti melakukan penelitian dalam sistem yang dibatasi (satu kasus) atau beberapa kasus, menggalinya secara terperinci, mengumpulkan data secara mendalam melalui berbagai sumber-sumber data (melalui observasi, wawancara, pengamatan audiovisual, dokumentasi), dan melaporkan kasus secara deskripsi dan berdasarkan topik penelitian.

Fokus dari penelitian ini adalah Family Quality of Life (FQoL) dari keluarga-keluarga anak Down Syndrome. Metode studi kasus ini dipilih karena dalam penelitian ini membutuhkan penelusuran yang mendalam untuk dapat mengungkapkan mengapa dan bagaimana setiap anggota keluarga saling berkaitan untuk membentuk FQoL keluarga tersebut. Melalui metode studi kasus ini dapat tergali fakta dari berbagai sumber data, dianalisis dan diinterpretasikan untuk mengangkat substansi dasar yang terdapat dibalik kasus yang diteliti. Dengan demikian penelitian studi kasus yang dilakukan bersifat eksplanatori, yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk menggali sebab dan akibat yang terkandung dalam obyek yang diteliti (Yin, 2003a; 2009).


(28)

B. PROSEDUR PENELITIAN

Prosedur dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Tahap I

Penelitian ini dilakukan pada keluarga-keluarga yang memiliki anak Down Syndrome yang mengikuti pendidikan di Lembaga Pendidikan X di Bandung. Untuk menggali mengapa dan bagaimana sebuah keluarga dengan anak Down Syndrome membangun Family Quality of Life (FQoL) diawali dengan menggali Quality of Life (QoL) secara individual dengan menggali kenyataan-kenyataan yang dialami oleh keluarga-keluarga tersebut baik saat sekarang maupun masa lampau. Dan juga menggali harapan-harapan dari setiap anggota keluarga berkaitan dengan adanya anak Down Syndrome dalam keluarga.

Data mengenai kenyataan yang dialami oleh keluarga dikumpulkan melalui teknik wawancara mendalam, observasi dan studi dokumentasi. Sedangkan data mengenai harapan anggota keluarga serta data mengenai permasalahan dan tingkat kepuasan keluarga dikumpulkan melalui teknik wawancara mendalam. Setelah diketahui kenyataan yang dialami keluarga, harapan-harapan keluarga, permasalahan dalam keluarga dan tingkat kepuasan atas setiap dimensi-dimensi Family Quality of Life (FQoL). maka dapat diketahui bagaimana FQoL keluarga tersebut secara keseluruhan.


(29)

2. Tahap 2

Tahap selanjutnya yang dilakukan adalah membuat rumusan FQoL dari keluarga-keluarga yang memiliki anak Down Syndrome. Kemudian dilakukan validasi terhadap rumusan yang telah dibuat. Proses validasi ini dilakukan melalui peningkatan ketekunan dan triangulasi. Sebagai bahan masukan bagi penelitian berikutnya, rumusan FQoL ini untuk selanjutnya dapat menjadi referensi dan acuan dalam rancangan program bimbingan konseling bagi keluarga-keluarga yang juga memiliki anak Down Syndrome. Untuk lebih jelas, tahapan prosedur penelitian ini digambarkan dalam bagan pada lembar berikut ini :


(30)

Bagan 3.1

Bagan Prosedur Penelitian

Keluarga dengan anak Down Syndrome

Kenyataan Yang Dihadapi Keluarga Yang Memiliki

Anak Down Syndrome

Harapan Keluarga Yang

Memiliki Anak Down

Syndrome

Pengumpulan data melalui :

 Wawancara mendalam

 Observasi

 Studi Dokumentasi

Rumusan FQoL Pada Keluarga Yang Memiliki

Anak Down Syndrome

Pengumpulan data melalui wawancara mendalam

Rencana Pembelajaran

Individual pada anak Down

Syndrome

Rencana Layanan Individual

Keluarga anak Down

Syndrome

Permasalahan dan Tingkat


(31)

C. INSTRUMEN PENELITIAN

Instrumen penelitian dibuat berdasarkan dimensi dari Family Quality of Life (FQoL), berupapedoman wawancara, pedoman observasi dan pedoman studi dokumentasi. Pedoman wawancara berpatokan pada The Family Quality of Life Survey (FQoLS-2006) dari Brown & Brown et al. (2006) yang telah dibuat penyesuaian dalam hal bahasa dan disesuaikan dengan tujuan penelitian ini. Adapun kisi-kisi instrumen penelitian adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1

Kisi-kisi Instrumen Penelitian FQoL

No ASPEK SUB ASPEK INDIKATOR SUMBER DATA

TEKNIK PENGAMBIL

AN DATA

1. Kesehatan Keluarga  Kenyataan yang terjadi dalam kesehatan keluarga

 Anggota keluarga memiliki kesehatan fisik yang baik.

 Anggota keluarga memiliki kesehatan mental yang baik.

 Anggota keluarga punya kesempatan untuk melakukan perawatan kesehatan.

 Orang tua

 Kakak  Wawancara mendalam  Observasi  Studi dokumentasi  Penghayatan keluarga mengenai kesehatan keluarga

 Makna kondisi kesehatan keluarga

 Harapan akan kondisi kesehatan keluarga

 Tingkat kepuasan

 Orang tua

 Kakak

Wawancara mendalam


(32)

pada kondisi kesehatan keluarga

 Permasalahan dalam kondisi kesehatan keluarga

2. Kesejahteraan ekonomi  Kenyataan yang terjadi pada kesejahteraan ekonomi keluarga

 Pendapatan keluarga

 Pemenuhan

kebutuhan keluarga.

 Menabung

 Orang tua

 Kakak  Wawancara mendalam  Observasi  Penghayatan keluarga mengenai kesejahteraan ekonomi keluarga  Makna kesejahteraan ekonomi keluarga

 Harapan akan kesejahteraan ekonomi keluarga

 Tingkat kepuasan pada kesejahteraan ekonomi keluarga

 Permasalahan dalam kesejahteraan

ekonomi keluarga

 Orang tua

 Kakak

Wawancara mendalam

3. Relasi dalam Keluarga  Kenyataan yang terjadi mengenai relasi dalam keluarga

 Peran dan tanggungjawab dalam aktifitas rutin keluarga sehari-hari

 Kebiasaan dan relasi yang terbangun dalam keluarga

 Orang tua

 Kakak

 Wawancara mendalam


(33)

 Penghalang dalam membangun relasi

 Usaha yang dilakukan untuk membina relasi dalam keluarga  Penghayatan mengenai relasi dalam keluarga

 Makna kondisi relasi dalam keluarga

 Harapan akan kondisi relasi dalam keluarga

 Tingkat kepuasan pada kondisi relasi dalam keluarga

 Permasalahan dalam kondisi relasi dalam keluarga

 Orang tua

 Kakak

Wawancara mendalam

4. Dukungan dari orang lain

 Kenyataan yang terjadi dalam hal dukungan dari orang lain  Keluarga mendapatkan dukungan secara praktis dari orang lain.

 Keluarga mendapatkan dukungan secara praktis dari orang lain.

 Orang tua

 Kakak  Pengasuh  Pekerja rumah tangga  Wawancara mendalam  Observasi  Penghayatan keluarga mengenai

 Makna dukungan dari orang lain

 Harapan akan

 Orang tua

 Kakak

Wawancara mendalam


(34)

dukungan dari orang lain

dukungan orang lain

 Tingkat kepuasan dalam hal dukungan dari orang lain

 Permasalahan dalam dukungan dari orang lain

5. Dukungan kelembagaan bagi anak berkebutuhan khusus  Kenyataan yang terjadi dalam hal dukungan kelembagaan bagi anak berkebutuhan khusus

 Layanan jasa (pendidikan/kesehat an/dan lainnya) bagi anak Down

Syndrome yang digunakan keluarga.

 Layanan jasa bagi anak Down Syndrome yang dirasakan perlu namun belum didapat keluarga.

 Orang tua

 Kakak  Guru  Wawancara mendalam  Studi dokumentasi  Penghayatan keluarga mengenai dukungan kelembagaan bagi anak berkebutuhan khusus

 Makna dukungan kelembagaan

 Harapan akan dukungan kelembagaan

 Tingkat kepuasan pada dukungan kelembagaan

 Permasalahan dalam dukungan

kelembagaan

 Orang tua

 Kakak

Wawancara mendalam


(35)

6. Pengaruh sistem nilai  Kenyataan yang terjadi dalam hal pengaruh sistem nilai

 Sistem nilai yang dianut keluarga.

 Bimbingan dan manfaat dari sistem nilai yang dianut.

 Orang tua

 Kakak  Wawancara mendalam  Observasi  Penghayatan keluarga mengenai pengaruh sistem nilai

 Makna sistem nilai keluarga

 Harapan akan sistem nilai keluarga

 Tingkat kepuasan pada sistem nilai keluarga

 Permasalahan dalam sistem nilai keluarga

 Orang tua

 Kakak

Wawancara mendalam

7. Karir dan persiapan karir  Kenyataan yang terjadi dalam hal karir dan persiapan karir.

 Peran setiap anggota keluarga, termasuk peran anak Down Syndrome.

 Karir dalam keluarga

 Persiapan karir bagi anak.

 Orang tua

 Kakak  Wawancara mendalam  Observasi  Penghayatan keluarga mengenai karir dan persiapan karir.

 Makna karir dan persiapan karir keluarga

 Harapan akan karir dan persiapan karir keluarga

 Tingkat kepuasan

 Orang tua

 Kakak

Wawancara mendalam


(36)

pada karir dan persiapan karir keluarga

 Permasalahan dalam karir dan persiapan karir keluarga 8. Pemanfaatan

waktu luang dan rekreasi  Kenyataan yang terjadi dalam hal pemanfaatan waktu luang dan rekreasi.  Aktifitas pemanfaatan waktu luang dan rekreasi yang dilakukan secara individual maupun bersama-sama.

 Orang tua

 Kakak  Wawancara mendalam  Observasi  Studi Dokumentasi  Penghayatan keluarga mengenai pemanfaatan waktu luang dan rekreasi.

 Makna pemanfaatan waktu luang dan rekreasi

 Harapan akan pemanfaatan waktu luang dan rekreasi

 Tingkat kepuasan pada pemanfaatan waktu luang dan rekreasi

 Permasalahan dalam pemanfaatan waktu luang dan rekreasi

 Orang tua

 Kakak

Wawancara mendalam

9. Interaksi dengan masyarakat  Kenyataan yang terjadi dalam hal interaksi

 Keterlibatan anggota keluarga dengan kelompok komunitas masyarakat tertentu.

 Orang tua

 Kakak

 Guru

 Orang tua

 Wawancara mendalam


(37)

dengan masyarakat.

 Respon masyarakat sekitar terhadap keberadaan anak Down Syndrome. peserta didik di sekolah  Penghayatan keluarga mengenai interaksi dengan masyarakat.

 Makna interaksi dengan masyarakat

 Harapan akan interaksi dengan masyarakat

 Tingkat kepuasan dalam hal interaksi dengan masyarakat

 Permasalahan dalam interaksi dengan masyarakat

 Orang tua

 Kakak

Wawancara mendalam

D. SUBYEK PENELITIAN

Penelitian tentang Family Quality of Life (FQoL) merupakan studi kasus terhadap keluarga yang memiliki anak Down Syndrome yang menempuh pendidikan di Lembaga Pendidikan X di Bandung. Penentuan subyek penelitian adalah terbatas pada keluarga-keluarga tertentu yang bisa memberikan informasi yang dibutuhkan dan memenuhi kriteria yang ditetapkan peneliti. Adapun kriteria utama dari subyek penelitian adalah :

1. Keluarga memiliki anak Down Syndrome


(38)

Secara garis besar, informan dapat dibedakan dalam dua kelompok, yaitu: 1. Informan utama, yaitu orang tua anak Down Syndrome.

2. Informan pendukung, yaitu saudara kandung anak Down Syndrome. Informasi dan data yang diberikan oleh informan pendukung ini diharapkan dapat melengkapi informasi dan data yang diperoleh dari informan utama.

Berdasarkan kriteria subyek penelitian yang telah ditentukan maka diambil tiga keluarga yang akan dijadikan subyek dalam penelitian ini. Ketiga keluarga itu untuk selanjutnya disebut sebagai keluarga A, keluarga B, dan keluarga C. Kasus yang terjadi dalam keluarga-keluarga tersebut adalah :

1. Keluarga A

Keluarga ini terdiri dari ayah, ibu dan tiga orang anak. Saat ini ayah berusia 58 tahun dan ibu berusia 53 tahun. Sang ayah bekerja wiraswata dan sang ibu merupakan ibu rumah tangga. Anak pertama berusia 23 tahun, anak kedua berusia 19 tahun dan kedua anak ini saat ini berada di Malaysia. Anak pertama telah menyelesaikan pendidikan di salah satu universitas ternama di Malaysia dan saat ini sedang bekerja di sebuah perusahaan komputer. Anak kedua sedang menempuh pendidikan juga di Malaysia.

Anak ketiga (anak A) berusia 13 tahun, anak ini didiagnosa sebagai anak Down Syndrome sejak lahir. Saat ini anak ini menjadi anak semata wayang bagi kedua orangtuanya dikarenakan kedua kakaknya tinggal di luar negeri. Seluruh perhatian dan kasih sayang orangtua tertuju pada anak


(39)

ini. Sedangkan di pihak lain, ada perbedaan cara pandang dan perlakuan dari orang tua dalam mendidik dan mengasuh anak ini.

Sang ayah memiliki cara pandang yang lebih kuno dan cenderung pesimis terhadap perkembangan anak A sehingga perkembangan belajar yang ditampilkan oleh anak A kurang mendapat penghargaan dan pengakuan dari sang ayah. Sedangkan sang ibu memiliki cara pandang yang positif dan optimis terhadap perkembangan anak A dan ia pun sangat memantau perkembangan belajar anak A. Dikarenakan adanya perbedaan perlakuan dari kedua orang tua membuat anak A seringkali menampilkan perilaku-perilaku yang mencari perhatian dari kedua orang tua. Misalnya beberapa perabot di rumah tanpa alasan dibuang ke kolam ikan, tempat tidur orang tua disiram dengan air, sabun mandi dituangkan ke dalam bak mandi, dan sebagainya. Akibat perilaku tersebut seringkali membuat kedua orang tua kewalahan dalam menangani anak A, sehingga orang tua seringkali menghukum anak A bila perilaku tersebut ditampilkan.

Berdasarkan kisah tersebut di atas maka keluarga A ini dipilih untuk menjadi subyek penelitian, untuk melihat apakah perbedaan perlakuan antara ayah dan ibu terhadap anak A dikarenakan karena adanya kesenjangan antara harapan dengan kenyataan yang dialami khususnya bagi sang ayah. Kesenjangan ini tentu saja akan mempengaruhi pandangan akan FQoL keluarga tersebut.


(40)

2. Keluarga B

Keluarga ini terdiri dari ayah, ibu dan dua orang anak. Saat ini ayah berusia 53 tahun dan ibu berusia 48 tahun. Ayah memiliki usaha wiraswasta dan sang ibu bekerja penuh waktu pada sebuah perusahaan di Bandung. Anak pertama berusia 23 tahun, saat ini ia memutuskan untuk berhenti kuliah dan sedang mencari pekerjaan. Anak kedua (anak B) berusia 18 tahun dan anak ini didiagnosa sebagai anak Down Syndrome

sejak lahir. Anak B ini memiliki riwayat kesehatan yang rumit, ia pernah didiagnosa mengalami kebocoran jantung sebesar 8 milimeter, mengalami tumor otak dan pernah delapan kali rawat inap dengan diagnosa demam berdarah.

Dengan riwayat kesehatan yang demikian rumit membuat perhatian dan kasih sayang orang tua tercurah penuh pada anak B. Sedangkan di satu sisi, sang kakak merasa orang tua tidak memperhatikan dirinya. Perasaan dibedakan ini telah dirasakan sejak kecil sampai sekarang, yang akhirnya memunculkan banyak pertentangan, keributan, pertengkaran antara kakak dengan kedua orang tua, khususnya dengan sang ayah. Banyak perilaku-perilaku kenakalan yang ditampilkan sang kakak, misalnya menolak meneruskan kuliah dan memilih untuk berhenti kuliah padahal keinginan orang tua adalah supaya kakak ini melanjutkan kuliah sampai selesai.

Ketidakharmonisan hubungan yang terjadi antara kakak dengan orang tua ini berbanding terbalik dengan hubungan orang tua dengan anak B. Kedua orang tua, terutama sang ayah sangat mengasihi dan


(41)

memanjakan anak B. Hubungan yang terbangun antara ayah dan anak B ini sangat akrab sekali bila dibandingkan hubungan ibu dengan anak B.

Berdasarkan kisah tersebut di atas maka keluarga B ini dipilih untuk menjadi subyek penelitian, untuk melihat bagaimana permasalahan-permasalahan yang keluarga berkaitan dengan keberadaan anak B, masalah perilaku sang kakak, dapat mempengaruhi pandangan akan FqoL keluarga tersebut.

3. Keluarga C

Keluarga ini terdiri dari ayah, ibu dan dua orang anak. Saat ini ayah berusia 53 tahun dan ibu berusia 42 tahun. Perbedaan usia yang cukup jauh ini mempengaruhi cara pandang orangtua dalam mendidik dan membesarkan anak. Sang ayah memiliki usaha wiraswasta dan sang ibu bekerja penuh waktu pada sebuah perusahaan di Bandung. Banyak waktu sang ibu tersedot untuk pekerjaannya, hampir setiap hari ia bekerja sampai malam, sehingga praktis pengasuhan anak diserahkan pada pengasuh.

Anak pertama berusia 11 tahun dan saat ini duduk di kelas V Sekolah Dasar. Anak kedua (anak C) berusia 8 tahun dan sejak lahir anak ini telah didiagnosa sebagai anak Down Syndrome. Anak C ini juga memiliki hambatan dalam pengelihatan dan pendengarannya. Kedua matanya strabismus dan diduga memiliki hambatan dalam jarak pengelihatannya karena bila ingin melihat ia selalu mendekatkan benda ke matanya. Sampai saat ini anak C belum mendapatkan pemeriksaan mata


(42)

oleh dokter ahli dikarenakan kesulitan dalam mengontrol perilaku dan gerak bola matanya.

Anak C ini juga diduga mengalami hambatan dalam pendengarannya dikarenakan sampai saat ini anak C belum menengok ketika dipanggil namanya dan juga belum ada satu kata pun yang diucapkannya (masih bergumam tanpa makna). Kedua orang tua, khususnya ibu terus berusaha untuk menemukan dokter ahli yang tepat untuk memeriksakan kondisi anak C, walau masih belum menemukan dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu.

Sang kakak memiliki hubungan yang kurang harmonis dengan anak C. Kakak sering merasa iri bila ayah dan ibunya lebih memperhatikan adik dibandingkan dirinya. Seringkali sang kakak membuat nangis anak C karena dipukul atau dicubit oleh kakak. Dan bila anak C membuat keributan dirumah (dengan menangis keras atau bergumam keras) sang kakak akan memarah-marahi anak C dengan kata-kata yang keras juga.

Berdasarkan kisah tersebut di atas maka keluarga C ini juga dipilih untuk menjadi subyek penelitian, untuk melihat apakah masalah-masalah yang hadapi keluarga khususnya berkaitan dengan adanya anak C dalam keluarga mempengaruhi pandangan akan FQoL keluarga tersebut.


(43)

E. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam, observasi dan studi dokumentasi. Ketiga teknik ini digunakan untuk memperoleh informasi yang saling melengkapi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian.

1. Wawancara Mendalam

Teknik wawancara mendalam digunakan untuk mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Wawancara dilakukan terhadap orang tua dan saudara kandung dari keluarga-keluarga yang menjadi subyek penelitian. Wawancara mendalam berlangsung secara bertahap dan dilakukan secara bertatap muka serta individual dengan menggunakan pedoman wawancara. Pedoman wawancara yang digunakan bertujuan untuk mendapatkan ketajaman serta keabsahan data. Wawancara dilakukan untuk mengumpulkan data mengenai dimensi dalam FQoL. 2. Observasi

Peneliti melakukan observasi atau pengamatan langsung terhadap subyek penelitian. Observasi meliputi pengamatan terhadap perilaku yang ditampilkan anggota keluarga saat wawancara berlangsung serta bagaimana perlakuan keluarga terhadap anak Down Syndrome selama proses wawancara, aset personal anggota keluarga, karakteristik lingkungan rumah, dan interaksi antar anggota keluarga. Observasi juga dilakukan dalam setting sekolah yaitu saat anak mengikuti proses belajar mengajar di Lembaga Pendidikan X Bandung.


(44)

3. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi digunakan untuk memperoleh data pelengkap guna mendapatkan gambaran lengkap tentang keluarga khususnya bagi anak

Down Syndrome. Dokumentasi bisa berupa data tentang dokumen pemeriksaan psikologi, pemeriksaan medis anak, dokumen hasil belajar anak, dan sebagainya.

F. TEKNIK ANALISIS DATA

Setelah melalui tahap pengumpulan data yang menghasilkan transkrip wawancara, catatan lapangan dan dokumen-dokumen pendukung, peneliti selanjutnya mengolah dan menganalisis temuan lapangan sehingga menjadi hasil yang bermakna. Peneliti menggabungkan metode analisis, yaitu analisis isi, analisis domain dan analisis taksonomi.

1. Analisis Isi

Menurut Berelson (dalam Bungin, 2007: 155), metode analisis isi adalah teknik untuk memperoleh deskripsi kuantitatif yang obyektif dan sistematis dari suatu komunikasi atau isi komunikasi. Dalam penelitian kualitatif, analisis isi ditekankan pada bagaimana peneliti melihat keajekan isi komunikasi secara kualitatif, memberikan makna pada isi komunikasi, memaknai simbol-simbol dan memaknai isi interaksi simbolis yang terjadi dalam komunikasi.

Sebagai langkah awal dalam penelitian ini, peneliti memberikan kode pada data lapangan. Masing-masing data lapangan yang bersumber


(45)

dari transkrip wawancara, catatan lapangan dan dokumen diberi kode untuk menemukan atau memberikan makna pada isi komunikasi. Setelah itu peneliti membuat klasifikasi-klasifikasi terhadap hasil pengkodean tersebut hingga terbentuklah kategori-kategori.

2. Analisis Domain

Teknik analisis domain digunakan untuk memperoleh gambaran utuh dari subyek yang diteliti melalui domain-domain atau kategori simbolis. Model analisa studi kasus menggunakan teknik analisis ini untuk menemukan domain-domain analisis dan membuat pemetaan terhadap domain-domain tersebut sehingga diketahui domain yang memberikan gambaran menyeluruh terhadap objek penelitian.

Pada saat melakukan analisis isi, peneliti menghasilkan kategori-kategori yang telah dikelompok berdasarkan pengkodean data. Berdasarkan kategori tersebut, peneliti memformulasikan konsep-konsep induk atau domain-domain berdasarkan hubungan-hubungan semantik. Perbedaan analisis isi dan analisis domain terletak pada logika analisis yang digunakan. Analisis isi menggunakan logika verifikasi untuk menjelaskan data, sedangkan analisis domain lebih menekankan pada penggunaan logika deskriptif (Bungin, 2007: 206).

3. Analisis Taksonomi

Pemilihan teknik analisis taksonomi untuk memperoleh analisis yang terfokus dan terperinci dari domain-domain yang telah diperoleh pada tahap analisis domain. Peneliti memilah-milah domain-domain


(46)

menjadi sub-sub domain serta bagian-bagian yang lebih khusus dan terperinci yang umumnya berasal dari domain yang memiliki kesamaan.

Ada dua sifat domain, yaitu domain superior dan domain inferior. Domain superior adalah domain yang amat penting sekaligus mendominasi hampir seluruh deskripsi tujuan penelitian. Domain ini juga menghasilkan sub-sub domain yang banyak dan dapat dikembangkan menjadi sub-sub domain yang baru pula. Sedangkan domain inferior adalah merupakan kebalikan dari domain superior, yaitu kurang atau tidak menghasilkan sub-sub domain yang banyak (Bungin, 2007).

G. VALIDASI DATA

Rencana validasi data dalam penelitian ini menggunakan uji kepercayaan data. Pengujian kepercayaan data menurut Sugiono (2006 : 368) dapat dilakukan melalui perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan, triangulasi, diskusi dengan teman, analisis kasus dan member cek. Dalam penelitian ini uji kepercayaan data dilakukan diantaranya melalui :

1. Peningkatan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan. Dengan cara tersebut maka kepastian data dan urutan peristiwa dapat direkam secara pasti dan sistematis.

2. Triangulasi, dalam pengujian validasi ini diartikan pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu. Triangulasi yang dilakukan dapat dilihat pada gambar berikut ini :


(47)

Gambar 3.1

Triangulasi dengan Tiga Teknik Pengumpulan Data

Wawancara Observasi


(48)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Pada bab ini terdapat empat kesimpulan berdasarkan hasil temuan penelitian dan pembahasan. Kesimpulan pertama berkaitan dengan kenyataan yang dialami keluarga, kesimpulan kedua berkaitan dengan harapan yang ingin dicapai keluarga, kesimpulan ketiga berkaitan dengan permasalahan dan tingkat kepuasan yang dicapai dan kesimpulan keempat berkaitan dengan rumusan FQoL pada keluarga yang memiliki anak Down Syndrome. Kesimpulan yang diambil ini merupakan kesimpulan berdasarkan penelitian yang dilakukan pada tiga keluarga sebagai subyek dalam penelitian ini yaitu keluarga A, keluarga B dan keluarga C. Kesimpulan ini hanya berlaku bagi ketiga keluarga tersebut. Kesimpulan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Kenyataan yang dialami keluarga

Kehadiran anak Down Syndrome dalam keluarga mempengaruhi seluruh sistem sebuah keluarga secara keseluruhan. Kenyataan hidup yang dialami bukanlah hal yang mudah, banyak tantangan dan hambatan seiring dengan perkembangan anak Down Syndrome. Kompleksitas masalah menimbulkan meningkatnya level stres keluarga, khususnya bagi orang tua. Stres orang tua dapat bersumber dari beberapa hal, yaitua : (1) kelahiran tak terduga dari anak

Down Syndrome, (2) tingkat penerimaan terhadap anak Down Syndrome, (3) kebutuhan-kebutuhan yang menyangkut anak Down Syndrome, (4) kecemasan akan masa depan, (5) kurangnya pengetahuan mengenai anak


(49)

Down Syndrome, (6) pengaruh kehadiran anak Down Syndrome terhadap hubungan pernikahan, serta (7) pembatasan sosial terhadap anak Down Syndrome.

Semua hal tersebut diatas dapat menimbulkan stres dalam diri orang tua dan saudara kandung dari anak Down Syndrome. Dampak dari stres ini diduga akan mempengaruhi tingkat pencapaian FQoL sebuah keluarga. Keluarga yang berhasil mengatasi stres diduga akan mendapatkan kepuasan yang lebih dalam dimensi-dimensi FQoL. Keluarga akan memaknai kesehatan yang lebih baik, kesejahteraan ekonomi yang lebih tinggi, menikmati keharmonisan dalam relasi keluarganya, mendapat dukungan sosial dan dukungan kelembagaan secara optimal, mendapat manfaat dari sistem nilai yang keluarga anut, meluangkan waktu bagi keluarga untuk menikmati kebersamaan dan rekreasi keluarga, serta memiliki interaksi sosial yang lebih memuaskan dengan komunitasnya.

Namun yang terjadi sebaliknya bagi keluarga-keluarga yang tidak berhasil keluar dari tekanan hidup dan memiliki level stres yang tinggi diduga akan mempengaruhi pandangan FQoL sebuah keluarga. Mereka akan memaknai kesehatan keluarga yang buruk, kesejahteraan ekonomi yang rendah, relasi keluarga yang kurang harmonis, sedikit mendapat dukungan sosial dan dukungan kelembagaan bagi anak, keragu-raguan terhadap sistem nilai yang dianut, sedikit meluangkan waktu bagi keluarga untuk kegiatan kebersamaan serta interaksi sosial yang terbatas dengan komunitas.


(50)

Harapan yang ingin dicapai sebuah keluarga dapat dengan mudah dicapai oleh keluarga tersebut, artinya bahwa keluarga mempunyai akses dan potensi untuk meraih harapan tersebut. Semakin sempit rentang kesenjangan dengan kenyataan yang dialami maka tingkat pencapaian harapan semakin mudah untuk diraih oleh keluarga tersebut. Namun sebaliknya rentang kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang dialami semakin lebar maka tingkat pencapaian harapan semakin sulit untuk dicapai oleh keluarga tersebut.

3. Permasalahan dan tingkat kepuasan yang dihayati oleh keluarga

Kenyataan yang dialami oleh keluarga yang memiliki anak Down Syndrome, harapan-harapan yang ingin dicapai keluarga serta penghayatan setiap anggota keluarga secara individual atas dimensi-dimensi yang ada dalam FQoL berperan serta dalam membangun rumusan akan FQoL keluarga tersebut. Penghayatan yang muncul berkaitan dengan adanya permasalahan dan tingkat kepuasan yang dihayati oleh anggota keluarga untuk setiap dimensi FQoL. Rentang kesenjangan antara kenyataan dan harapan keluarga mempengaruhi tingkat permasalahan yang dialami keluarga. Semakin lebar rentang kesenjangan berarti keluarga memaknai banyak permasalahan yang terjadi dan sulit mencapai kepuasan dalam dimensi FQoL. Dan sebaliknya semakin sempit rentang kesenjangan berarti keluarga memaknai sedikit permasalahan yang terjadi dan dimungkinkan meraih kepuasan dalam dimensi-dimensi FQoL.


(51)

Hasil dari penelitian ini yaitu tiga keluarga yang memiliki anak Down Syndrome menghayati adanya permasalahan dan ketidakpuasan hampir di semua dimensi-dimensi dalam FQoL tersebut. Keluarga A menghayati adanya permasalahan dalam tujuh dimensi FQoL dan menghayati adanya kepuasan hanya pada dua dimensi FQoL. Sedangkan keluarga B dan C menghayati adanya permasalahan dalam delapan dimensi FQoL dan menghayati adanya kepuasan hanya pada satu dimensi FQoL.

4. Rumusan FQoL pada keluarga-keluarga yang memiliki anak Down Syndrome a) Dimensi kesehatan keluarga

1) Kepuasan pada dimensi kesehatan keluarga diraih keluarga ketika kesenjangan antara kenyataan yang dialami keluarga dengan harapan yang ingin dicapai memiliki rentang yang sempit, kondisi ini akan meningkatkan FQoL keluarga. Kenyataan bahwa kesehatan keluarga terpelihara dengan baik, kebutuhan kesehatan anggota keluarga terpenuhi, serta aksesibilitas pelayanan kesehatan mudah dicapai dimana hal ini sejalan dengan harapan dari keluarga tersebut.

2) Beberapa faktor yang turut mempengaruhi kepuasan pada dimensi kesehatan keluarga salah satunya adalah derajat keparahan dari hambatan yang dimiliki oleh anak Down Syndrome. Semakin berat derajat keparahan hambatan yang dimiliki anak maka kenyataan hidup yang dialami semakin kompleks dan perlu melakukan banyak usaha


(52)

untuk mencapai harapan keluarga sehingga rentan menimbulkan ketidakpuasan akan kondisi kesehatan keluarga.

3) Dimensi kesehatan fisik ini berkaitan erat dengan dimensi dukungan kelembagaan khususnya dukungan layanan kesehatan. Aksesibilitas layanan kesehatan sesuai kebutuhan keluarga khususnya layanan kesehatan bagi anak Down Syndrome, mendukung keluarga dalam mencapai harapan keluarga sehingga kepuasan dalam dimensi kesehatan semakin mudah dicapai.

b) Dimensi kesejahteraan ekonomi keluarga

1) Kepuasan pada dimensi kesejahteraan ekonomi ini tercapai ketika kenyataan yang dialami keluarga sejalan dengan harapan yang ingin diraih keluarga tersebut. Dengan kata lain rentang antara kenyataan dengan harapan keluarga adalah sempit. Kenyataan akan pendapatan keuangan yang diperoleh keluarga setiap bulan dapat digunakan untuk memenuhi semua kebutuhan keluarga termasuk kebutuhan keuangan perawatan dan pendidikan anak Down Syndrome yang demikian besar. Ketika semua kebutuhan terpenuhi dan hal ini sejalan dengan harapan keluarga maka tercapai kepuasan untuk dimensi kesejahteraan ekonomi keluarga yang akan meningkatkan FQoL. Namun demikian hal-hal apa saja yang menjadi kebutuhan sebuah keluarga bersifat relatif, ditentukan oleh keluarga itu sendiri.

2) Dimensi kesejahteraan ekonomi ini berkaitan erat dengan dimensi karir. Ketika keluarga menghayati adanya kepuasan dalam


(53)

kesejahteraan ekonomi keluarga maka akan diiringi dengan kepuasan dalam hal karir dan persiapan karir. Keluarga yang menghayati adanya permasalahan dalam pendapatan keuangan maka kepuasan dalam hal dimensi karir dan persiapan juga mengalami penurunan.

c) Dimensi relasi dalam keluarga

1) Dinamika relasi dalam keluarga menjadi semakin kompleks dengan kehadiran anak Down Syndrome dalam keluarga tersebut. Ketika kenyataan yang terjadi dalam keluarga tercipta kondisi dimana antara anggota keluarga saling mendukung, saling membantu untuk memecahkan masalah, memiliki kepercayaan satu dengan lainnya, mampu bekerjasama mencapai tujuan keluarga, memiliki rasa kepemilikan bersama, dan setiap anggota keluarga melakukan tugas dan tanggungjawabnya masing-masing; dan hal tersebut sejalan dengan harapan keluarga maka kepuasan dalam hal relasi keluarga semakin mudah dicapai. Dengan kata lain rentang kesenjangan yang sempit antara kenyataan dan harapan keluarga memungkinkan tercapainya kepuasan dalam dimensi relasi keluarga.

2) Dimensi relasi dalam keluarga berkaitan erat dengan dimensi pemanfaatan waktu luang dan rekreasi, dimensi karir orang tua, dan dimensi sistem nilai. Keluarga yang dapat meluangkan banyak waktu untuk menikmati kebersamaan, melakukan sesuatu aktifitas secara bersama-sama sebagai sebuah keluarga, memiliki kesamaan sistem nilai; akan meningkatkan kualitas relasi dalam keluarga tersebut.


(54)

d) Dimensi dukungan orang lain

Keluarga yang memiliki anak Down Syndrome merasakan sedikit pihak yang memberikan dukungan terutama dukungan yang bersifat praktis bagi keluarga. Kenyataan bahwa sedikit dukungan yang keluarga terima dan hal ini tidak sesuai dengan harapan keluarga maka rentang kesenjangan antara kenyataan dan harapan semakin lebar sehingga menimbulkan ketidakpuasan dalam dimensi dukungan orang lain ini. Dukungan secara emosional lebih banyak didapat keluarga dibandingkan dukungan praktis. Dukungan emosional berupa penghiburan dan nasehat ketika masa-masa sulit, pelukan dan dukungan doa ketika beban dirasakan sangat berat menekan batin dan sebagainya. Sedang dukungan praktis hanya didapat dari pengasuh anak Down Syndrome dan pembantu rumah tangga yang membantu tugas-tugas rutin rumah tangga.

e) Dimensi dukungan kelembagaan bagi anak berkebutuhan khusus

1) Dukungan kelembagaan dirasakan menjadi sangat penting maknanya bagi perkembangan anak Down Syndrome. Namun kenyataannya aksesibilitas keluarga untuk mendapatkan dukungan kelembagaan yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan anak Down Syndrome tidak semudah yang diharapkan keluarga. Ini berarti bahwa terdapat kesenjangan antara kenyataan dengan harapan keluarga sehingga menimbulkan ketidakpuasan dalam dimensi ini.

2) Dimensi dukungan kelembagaan ini juga dipengaruhi oleh keuangan keluarga. Ketika keluarga memiliki sumber dana yang mencukupi


(55)

maka memungkinkan anak Down Syndrome mendapat layanan sesuai kebutuhan perkembangannya. Namun demikian, aksesibilitas layanan tersebut tetap menjadi faktor utama yang menentukan, walaupun keluarga memiliki sumber dana yang cukup namun bila tidak ada akses untuk mendapatkannya maka semuanya menjadi sia-sia.

f) Dimensi pengaruh sistem nilai

1) Sistem nilai yang berlaku dalam masyarakat Indonesia pada umumnya adalah nilai-nilai keagamaan. Bagi keluarga yang memiliki anak berkebutuhan khusus, pengembangan nilai-nilai spiritualitas, salah satunya melalui nilai-nilai keagamaan menjadi hal yang sangat penting maknanya bagi keluarga. Manfaat nilai-nilai spiritualitas adalah menjadi sumber kekuatan, pegangan hidup yang memampukan keluarga menghadapi kompleksitas dalam kehidupan berkaitan adanya anak Down Syndrome dalam keluarga.

2) Semakin banyak manfaat yang keluarga dapat dari sistem nilai yang dianut dan semakin mudah sebuah keluarga mendapat akses pengembangan spiritualitas khususnya keterlibatan anak Down Syndrome dalam aktifitas keagamaan maka rentang kesenjangan dengan harapan yang ingin dicapai semakin sempit sehingga keluarga memaknai kepuasan dalam dimensi ini. Pengembangan nilai-nilai spiritualitas ini berlaku baik untuk orang tua, kakak maupun bagi anak

Down Syndrome itu sendiri. g) Dimensi karir dan persiapan karir


(56)

1) Dalam hal karir orang tua, tuntutan untuk memenuhi kebutuhan keuangan yang besar membuat kedua orang tua anak Down Syndrome

merasa perlu untuk sama-sama bekerja mencari nafkah. Walaupun ada pula orang tua yang rela menyerahkan karir dengan berhenti kerja demi perkembangan anak Down Syndrome.

2) Dimensi karir ini berkaitan erat dengan dimensi kesejahteraan ekonomi keluarga. Karir yang cenderung meningkat dengan pendapatan keuangan keluarga yang juga cenderung meningkat merupakan harapan yang ingin diraih oleh keluarga anak Down Syndrome

mengingat kebutuhan hidup yang sangat besar berkaitan dengan adanya anak Down Syndrome dalam keluarga. Namun bila kenyataan yang terjadi tidaklah demikian maka rentang kesenjangan antara kenyataan dan harapan pun semakin lebar sehingga menimbulkan ketidakpuasan dalam dimensi karir yang mempengaruhi pandangan akan FQoL.

3) Dalam hal persiapan karir, khususnya bagi persiapan karir anak Down Syndrome, orang tua merasa perlu mempersiapkan karir seoptimal mungkin, apalagi bagi anak yang usianya mulai menginjak dewasa maka persiapan karir merupakan prioritas utama bagi anak tersebut. Semakin optimal persiapan karir yang dilakukan bagi anak maka rentang kesenjangan dengan harapan yang ingin dicapai semakin sempit sehingga tingkat kepuasan dalam dimensi ini akan meningkat. h) Dimensi pemanfaatan waktu luang dan rekreasi


(57)

1) Dimensi pemanfaatan waktu luang dan rekreasi ini berkaitan erat dengan dimensi relasi dalam keluarga. Keluarga yang menghayati adanya kepuasan dalam relasi antara anggota keluarga, mereka akan sering meluangkan waktu untuk pergi bersama, menikmati kebersamaan, dan melakukan sesuatu aktifitas secara bersama-sama sebagai sebuah keluarga.

2) Faktor yang mempengaruhi tingkat kepuasan pada dimensi pemanfaatan waktu luang dan rekreasi ini adalah adanya ketidakharmonisan dalam relasi antar anggota keluarga. Selain itu dimensi karir orang tua juga turut mempengaruhi dimensi ini. Semakin sibuk orang tua dengan pekerjaannya dalam rangka tuntutan pemenuhan kebutuhan keluarga yang amat besar, maka semakin banyak waktu tersedot untuk mengerjakan tugas-tugas pekerjaan, ini berarti bahwa rentang kesenjangan dalam hal pemanfaatan waktu luang dan rekreasi semakin lebar sehingga kepuasan pada dimensi ini mengalami penurunan.

i) Dimensi interaksi dengan masyarakat

1) Beberapa faktor yang mempengaruhi interaksi keluarga dengan masyarakat, salah satunya adalah kesibukan orang tua dalam pekerjaannya sehingga sedikit waktu diluangkan untuk membina interaksi dengan komunitasnya, membuat lingkungan pergaulan orang tua terbatas hanya pada pihak-pihak yang berkaitan dengan pekerjaan saja. Faktor lainnya adalah adanya rasa rendah diri dalam membangun


(58)

interaksi dengan komunitasnya yang muncul karena ada perasaan gagal dalam membangun keluarga yang sesuai dengan harapan mereka dikarenakan kompleksitas masalah berkaitan adanya anak Down Syndrome dalam keluarga. Perasaan-perasaan seperti itu seringkali menghalangi keluarga untuk membangun interaksi dengan komunitas. 2) Dari hal tersebut diatas dapat dikatakan bahwa semakin banyak

kesempatan untuk berinteraksi dan semakin percaya diri keluarga untuk berinteraksi dengan komunitas maka rentang kesenjangan dengan harapan yang ingin dicapai semakin sempit sehingga tingkat kepuasan dalam dimensi ini semakin meningkat.


(59)

B. Saran

Berdasarkan temuan penelitian dan pembahasan yang berkenaan dengan FQoL pada keluarga-keluarga yang memiliki anak Down Syndrome, maka diberikan saran kepada pihak-pihak yang terkait, sebagai berikut :

1. Saran bagi keluarga

Sangat sulit bagi sebuah keluarga untuk mencapai kepuasan dalam dimensi-dimensi FQoL ketika keluarga tersebut mengalami stres dan tantangan yang berat dalam realita hidup sehari-hari. Beberapa saran konkrit bagi keluarga, khususnya bagi orang tua diharapkan keluarga mampu mengadakan perubahan dalam keluarganya.

a) Menghubungi tenaga profesional bidang bimbingan konseling keluarga yang keluarga percayai untuk mengkonsultasikan permasalahan yang keluarga hadapi sehingga dapat dirancang program bimbingan konseling yang spesifik dalam meningkatkan FQoL keluarga dan sesuai dengan kebutuhan keluarga tersebut. Antara pihak keluarga dan konselor hendaknya memiliki keterbukaan dan rasa saling percaya sehingga proses bimbingan berlangsung dengan baik.

b) Bekerjasama dengan pihak sekolah khususnya dalam memantau perkembangan anak serta mengkonsultasikan kebutuhan belajar dan perkembangan anak Down Syndrome. Adanya keterbukaan dengan pihak sekolah dalam mengkomunikasikan masalah-masalah yang berkaitan dengan kebutuhan dan harapan yang ingin diraih keluarga berkaitan dengan anak Down Syndrome.


(60)

c) Membina interaksi yang harmonis dengan komunitas masyarakat tertentu yang dapat memberikan dukungan praktis maupun dukungan emosional bagi keluarga, misalnya dengan lembaga keagamaan atau organisasi perkumpulan orang tua anak Down Syndrome sebagai media berbagi pengalaman antara sesama orang tua dan sebagai perluasan wawasan serta informasi yang berguna bagi keluarga dan secara spesifik bagi perkembangan anak Down Syndrome.

d) Menyatukan kekuatan sebagai sebuah tim dan dengan kebersamaan sebagai sebuah keluarga membantu perkembangan anak Down Syndrome, dan membantu anak berjuang mengatasi keterbatasannya. Komunikasi dalam keluarga merupakan kunci kebersamaan. Komunikasi tidak hanya berarti sekedar berbicara, namun arti yang lebih dalam adalah mendengar dengan empati, hal ini akan memberikan dukungan bagi setiap anggota keluarga sehingga mereka dapat bertoleransi dan mengakomodasikan kebutuhan dari anggota keluarga yang memiliki kebutuhan khusus.

e) Mencari informasi dan pengetahuan-pengetahuan baru seputar kebutuhan perkembangan anak Down Syndrome juga mencari tahu berbagai layanan apa yang dibutuhkan oleh anak.

2. Saran bagi tenaga ahli bimbingan konseling

Salah satu layanan yang sangat diperlukan oleh keluarga untuk meningkatkan FQoL keluarga adalah melalui layanan bimbingan konseling keluarga. Pembuatan program bimbingan konseling keluarga ini dapat dibuat dengan


(61)

mengacu pada rumusan FQoL yang telah diperoleh dalam penelitian ini berdasarkan sembilan dimensi dalam FQoL. Tujuan dari program bimbingan konseling ini adalah untuk mempersempit rentang kesenjangan antara kenyataan dan harapan keluarga dalam sembilan dimensi FQoL dengan tujuan akhir adalah peningkatan FQoL keluarga tersebut. Adapun saran berdasarkan sembilan dimensi FQoL tersebut adalah :

a) Dimensi kesehatan keluarga

Dalam dimensi kesehatan ini melingkupi kesehatan fisik dan juga kesehatan mental. Dalam hal pemeliharaan kesehatan fisik dapat dibantu dengan memberikan informasi yang tepat dalam hal perawatan medis oleh dokter ahli dan berbagai informasi mengenai kesehatan fisik lainnya. Sedangkan untuk usaha pemeliharaan kesehatan mental perlu dibuatkan program bimbingan konseling yang hendaknya dirancang untuk meningkatkan kesehatan mental setiap anggota keluarga berupa bimbingan untuk orang tua keluar dari tekanan batin, meningkatkan kemampuan untuk mengatasi stres akibat kompleksitas permasalahan yang dihadapi berkaitan adanya anak Down Syndrome dalam keluarga serta membantu keluarga dalam menerima kenyataan yang dialami sehingga rentang kesenjangan dengan harapan yang ingin dicapai semakin sempit dan kepuasan keluarga atas kesehatan akan meningkat.

b) Dimensi kesejahteraan ekonomi keluarga

Ketika sebuah keluarga merasa adanya ketidakpuasan dengan kondisi keuangannya berkaitan dengan besarnya kebutuhan perkembangan anak


(62)

Down Syndrome, maka program bimbingan konseling yang dibuat hendaknya dapat membimbing orang tua dalam menentukan prioritas kebutuhan. Kebutuhan mana yang utama harus dipenuhi dan kebutuhan mana yang dapat ditunda. Selain itu program bimbingan juga dirancang meningkatkan kepercayaan diri untuk mengembangkan karir dengan menggali potensi-potensi internal yang orang tua miliki.

c) Dimensi relasi dalam keluarga

Pada dimensi ini, Program bimbingan konseling hendaknya dirancang untuk menemukan akar masalah, kemudian membangun kepercayaan dan komunikasi yang jujur dan terbuka antar anggota keluarga, membantu untuk membangun suasana keluarga yang kondusif dan kerjasama yang baik dengan semua anggota keluarga. Usaha peningkatan kenyataan hidup keluarga melalui program bimbingan ini mempersempit rentang kesenjangan dengan harapan keluarga sehingga kepuasan pada dimensi ini pun akan meningkat.

d) Dimensi dukungan orang lain

Ketika kenyataan yang terjadi adalah keluarga mendapatkan sedikit dukungan dari orang lain maka program bimbingan konseling dapat dirancang untuk membangkitkan daya juang, kreatifitas dan inovasi dalam menghadapi kesulitan-kesulitan keluarga sehari-hari. Saat kenyataan yang terjadi bahwa sedikit pihak yang memberi dukungan, ini tidak akan menjadi kendala bagi keluarga ketika mereka memiliki energi untuk tetap aktif dan kreatif dalam mencari solusi pemecahan masalah.


(63)

e) Dimensi dukungan kelembagaan

Untuk dimensi dukungan kelembagaan, keluarga khususnya orang tua dibimbing untuk secara aktif mencari pengetahuan serta informasi-informasi baru mengenai berbagai hal yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan perkembangan anak Down Syndrome. Sedikitnya dukungan kelembagaan yang keluarga dapatkan salah satunya dapat disebabkan karena keluarga pasif dalam mencari informasi-informasi baru, namun dengan bimbingan untuk selalu aktif dalam mencari informasi dan berbagai pengetahuan baru bagi anak maka rentang kesenjangan dengan harapan akan semakin sempit dan kepuasan pada dimensi ini akan meningkat.

f) Dimensi pengaruh sistem nilai

Pada dimensi ini, keluarga dibimbing untuk menentukan suatu sistem nilai tertentu yang sesuai dengan keyakinan keluarga yang dapat dijadikan pegangan dan kekuatan saat menghadapi kehidupan sehari-hari khususnya saat-saat sulit dalam keluarga. Setelah keluarga menentukan suatu sistem nilai tertentu maka disarankan untuk membangun interaksi dengan komunitas sesuai sistem nilai yang keluarga anut. Bila itu merupakan sistem nilai yang dipilih merupakan nilai-nilai keagamaan maka keluarga dapat membangun komunikasi dan keterbukaan dengan tokoh-tokoh keagamaan dan melakukan pengembangan nilai-nilai spiritualitas dan aktif terlibat dengan aktifitas-aktifitas keagamaan.


(1)

323

Christine Jely Hartono,2013

Studi Kasus Tentang Family Quality Of Life (FQOL) Pada Keluarga-Keluarga Yang Memiliki Anak Down Syndrome Di Lembaga Pendidikan X Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dapat mengembangkan atau melanjutkan penelitian mengenai peran-peran yang dapat dijalankan sekolah dalam mengembangkan FQoL keluarga dan secara khusus QoL siswa Down Syndrome. Kajian ini menjadi krusial mengingat sekolah-sekolah hanya melakukan evaluasi hasil belajar siswa. Eksplorasi mengenai bagaimana sekolah membantu mengembangkan QoL siswa Down Syndrome dapat dimulai oleh peneliti selanjutnya. Pada akhirnya muncul rancangan program-program di sekolah yang menyertakan hasil asesmen faktor-faktor yang berasosiasi dengan QoL siswa Down Syndrome.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Zaidin, H. SKM. MBA. MM. (2006). Pengantar Keperawatan Keluarga. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Alwasilah, C. (2002). Pokoknya Kualitatif, Dasar-dasar Merancang dan Melakukan Penelitian Kualitatif. Jakarta: Pustaka Jaya.

Baum, Nehama. (2008). “Family Quality of Life Orientation : Its Affect on the Family as a Whole and the Individuals Within it”. Journal Inspire Mukibaum Treatment Centres. 2, (2), 9-22.

Brown, I., Roy I. Brown, Nehama T. Baum, Barry J. Isaacs, Ted Myerscough, Shimshon Neikrug, Dana Roth, Jo Shearer and Mian Wang (2006). Family Quality of Life Survey : Main Caregivers of People With Intellectual or Developmental Disabilities. Toronto, ON, Canada : Surrey Place Centre. Brown, R.I., J. MacAdam-Crisp, M. Wang, and Grace Iarocci (2006). “Family

Quality of Life When There Is a Child With a Developmental Disability”. Journal of Policy and Practice in Intellectual Disabilities. 3, (4), 238-245. Bukley, Sue. (2002). Issues for families with children with Down Syndrome.

Down Syndrome Issues and Information. [Online]. Tersedia : http://www.down-syndrome.org/information/family/overview//page=3. [2 Oktober 2012].

Buzzato, L.L. & Ruth Beresin. (2008). “Quality of Life of Parents With Down Syndrome Children”. Journal Einstein . 6, (2), 175-181.

Creswell, John. W. (2007). Qualitative Inquiry and Research Design: Choosing among Five Approaches. Illinois : Sage Publications, Inc.

Cuskelly, Monica, Penny Hauser, and Marcia Van Riper, (2008). Families of Children with Down Syndrome: What We Know and What We Need to Know. [Online]. Tersedia : http://www.down-syndrome.org/reviems/2079/. [5 Maret 2012].

Fakhoury, Walid.K.H. and Stefan Priebe (2002). “Subjective Quality of Life: It’s Association With Other Constructs”. International Review of Psychiatry. 14, 219–224.


(3)

328

Christine Jely Hartono,2013

Studi Kasus Tentang Family Quality Of Life (FQOL) Pada Keluarga-Keluarga Yang Memiliki Anak Down Syndrome Di Lembaga Pendidikan X Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Hallahan, Daniel P. & James M. Kauffman (1982). (2sd Edn). Exceptional Children : Introduction to Special Education. New Jersey : Prentice Hall. Heward, W.L. (2003). Exceptional Children An Introduction to Special

Education. New Jersey: Merrill, Prentice Hall.

Hu, X., M. Wang & X. Fei, (2011). Family Quality of Life of Chinese Families of Children with Intellectual Disabilities. Journal of Intellectual Disability Research. 56, (1), 30-44.

Imandala, Iim, M.Pd. (2012). Perkembangan Bahasa Pada Anak Tunagrahita. [Online]. Tersedia : http://pendidikankhusus.wordpress.com/2012/03/27/ perkembangan-bahasa-pada-anak-tunagrahita/. [27 Maret 2012].

J. Park., L. Hoffman, J. Marquis, A.P. Turnbull, D. Poston, H. Mannan, M.Wang, and L.L. Nelson (2003). “Toward assessing family outcomes of service delivery: validation of a family quality of life survey“. Journal of Intellectual Disability Research. 47, (4/5), 367-385.

Kartono, K. (1990). Pengantar Metodologi Riset Sosial. Bandung: CV.Mandar Maju.

Lam, W.L., & Mackenzie, E.A. (2002). Coping With a Child With Down Syndrome: The Experiences of Mothers in Hong Kong. Qualitative Health Research. 12. (2). 223-237.

Lestari (2008). Gangguan Psikosomatis dan Penatalaksanaannya. [Online]. Tersedia : http://www.Belibis17.tk. 2 Desember 2012.

Lowitzer, Arthur C. (1983). “AAMD's 1983 Classification in Mental Retardation as Utilized by State Mental Retardation/Developmental Disabilities Agencies”. Mental Retardation. 25, 91-287.

Maslow, A. (1954). Motivation and Personality. New York : Harper.

National Dissemination Center for Children with Disabilities. (2010). Down Syndrome. NICHCY Disability Fact Sheet 4ed [Online]. Tersedia : http://www.nichcy.org/. 3 Oktober 2012.

Nazir, M. (2009). Metode Penelitian. Bogor : Ghalia Indonesia.

Papalia, Diane E. & Ruth Duskin Feldman. (2003). Human Development. New York : McGraw-Hill Companies Inc.


(4)

Poston, Denise J., Ann Turnbull, Jiyeon Park, Hasheem Mannan, Janet Marquis, and Mian Wang (2003). “Family Quality of Life: A Qualitative Inquiry”. Journal of Mental Retardation, 41, (5), 313-328.

Poston, Denise J. & Ann P. Turnbull. (2004). Role of Spirituality and Religion in Family Quality of Life for Families of Children With Disabilities. Education and Training in Developmental Disabilities, 39, (2), 95-108.

Pruthi, Gauri. (2007). Language Development In Children With Mental Retardation. National Council of Educational Research and Training. [Online]. Tersedia : http://goertzel.org/dynapsyc/2007/Language%20 development.htm. [27 September 2012].

Rahmi. (2011). Prevalensi Penyakit Jantung Bawaan pada Anak dengan Sindroma Down di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2005-2009. [Online]. Universitas Sumatera Utara. Tersedia : http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21464/4/ Chapter%20II.pdf. [2 Februari 2012].

Rillotta, F., N. Kirby, J. Shearer, and T. Nettelbeck (2011). Family Quality of Life of Australian Families with a Member with an Intellectual/Developmental Disability. Journal of Intellectual Disability Research, 56, (1), 71-86.

Robert, Richard N, Ph.D. (2005). An Outcomes-Based Approach to Evaluating Service Coordination Models. Early Intervention Research Institute. [Online]. Tersedia : http://www.nectac.org/-pdfs/topics/scoord/ FINALOUTCOMESREPORT_Robert.pdf. [4 Oktober 2012].

Santrock, John W. (2007). Child Development. New York : The McGraw-Hill Company, Inc.

Schalock, Robert. L., Ivan Brown, Roy Brown, Robert A. Cummins, David Felce, Leena Matikka, Kenneth D. Keith, and Trevor Parmenter (2002).

“Conceptualization, Measurement, and Application of Quality of Life for Persons With Intellectual Disabilities: Report of an International Panel of Experts”. Journal Mental Retardation. 40, (6), 457-470.


(5)

330

Christine Jely Hartono,2013

Studi Kasus Tentang Family Quality Of Life (FQOL) Pada Keluarga-Keluarga Yang Memiliki Anak Down Syndrome Di Lembaga Pendidikan X Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Schalock, Robert.L (2008). Family Quality of Life and Application Among People with Intellectual Disabilities and Their Families. Institute of Health & Welfare Policy : Yang Ming University.

Sugiyono, (2008), Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung : Penerbit Alfabeta.

Turnbull, Ann P. & H.R Turnbull (2001). From The Old to The New Paradigm of Disability and Families : Research to Enhance Family Quality of Life Outcomes. London : Ablex Publishing.

Wang, Mian. Ann P. Turnbull, Jean Ann Summers, Todd D. Little, Denise J.Poston, Hasheem Mannan, and Rud Turnbull (2004). Severity of Disability and Income as Predictors of Parents Satisfaction with Their Family Quality of Life During Early Childhood Years. Research and Practice for Persons with Severe Disabilities. 29, (2), 89-94.

Wehmeyer, Michael L. & Robert L. Schalock (2002). Self-Determination and Quality of Life : Implications for Special Education Services and Supports. [Online]. Tersedia : http://www.beachcenter.org/Research%5CfullArticles %5CPDF% 5CSD13_Self-Determination%20and%20Quality%20of%20 Life.pdf. [10 Mei 2012].

Yildirim A. (2010). Hopelessness of Mothers Who Have Children With Down Syndrome. [Online]. Tersedia : http://www.faqs.org/periodicals/201010/ 2252369151.html. [10 Juli 2012].

Yin, Robert K. (2008). Case Study Research: Design and Methods (Applied Social Research Methods). Illinois : Sage Publications, Inc.


(6)

Dokumen yang terkait

Efektivitas Solution Focused Family Therapi Untuk Meningkatkan Dukungan Sosial Keluarga Pada Ibu Yang Memiliki Anak Down Syndrome (Application of Solution Focused Family Therapy To Improve Social Support On Mother In Child Minding Down Syndrome )

10 77 127

Komunikasi Antarpribadi Orangtua Anak Down Syndrome (Studi Kasus Komunikasi Antarpribadi Orangtua Anak Down Syndrome di Sekolah Luar Biasa Yayasan Pembinaan Anak Cacat Medan)

21 143 109

PERILAKU COPING PADA IBU YANG MEMILIKI ANAK Perilaku Coping Pada Ibu Yang Memiliki Anak Down Syndrome.

0 2 19

PERILAKU COPING PADA IBU YANG MEMILIKI ANAK DOWN Perilaku Coping Pada Ibu Yang Memiliki Anak Down Syndrome.

0 1 18

PROBLEMATIKA YANG DIHADAPI KELUARGA YANG IBU DAN ANAKNYA MENGALAMI TUNAGRAHITA DITINJAU DARI FAMILY QUALITY OF LIFE.

0 1 40

Studi Deskriptif Mengenai Self-Compassion pada Ibu yang Memiliki Anak Penyandang Down Syndrome di Komunitas "X" Bandung.

0 0 44

Studi Deskriptif Mengenai Resiliency Terhadap Ibu yang Memiliki Anak Down Syndrome Usia 2-6 Tahun di Yayasan "X" Bandung.

0 0 39

Studi Deskriptif Mengenai Gambaran Resiliency Ibu yang Memiliki Anak Down Syndrome di SLB "X" Bandung.

1 1 50

Studi Deskriptif Mengenai Resiliency Pada Orangtua Yang Memiliki Anak Down Syndrome di SPLB "X" Bandung.

0 0 28

Efektivitas Solution Focused Family Therapi Untuk Meningkatkan Dukungan Sosial Keluarga Pada Ibu Yang Memiliki Anak Down Syndrome (Application of Solution Focused Family Therapy To Improve Social Support On Mother In Child Minding Down Syndrome )

0 0 11