PENGARUH HARGA JUAL DAN MODAL KERJA TERHADAP PENDAPATAN PERAJIN TAHU:Studi Kasus pada Sentra Industri Tahu Cibuntu Kota Bandung.

(1)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ………. i

KATA PENGANTAR ………. ii

UCAPAN TERIMA KASIH ………. iii

DAFTAR ISI ………. vi

DAFTAR TABEL ………. x

DAFTAR GAMBAR ………. xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ………... 1

1.2 Rumusan Masalah ………... 6

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian ………... 6

1.3.2 Kegunaan Penelitian ………... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka ………... 8

2.1.1 Konsep Industri Kecil ………... 8

2.1.1.1 Pengertian Industri Kecil ………... 8

2.1.1.2 Karakteristik Industri Kecil ………. 9

2.1.1.3 Kekuatan dan Kelemahan Industri Kecil …….. 10


(2)

2.1.3 Pasar Persaingan Monopolistik …..……… 15

2.1.4 Harga Jual ……… 19

2.1.4.1 Konsep Harga ……… 19

2.1.4.2 Teori Harga ……… 22

2.1.4.3 Harga Jual ……… 25

2.1.4.4 Pengaruh Harga Jual terhadap Pendapatan ….. 27

2.1.5 Modal Kerja ………... 27

2.1.5.1 Pengertian Modal Kerja ………... 27

2.1.5.2 Jenis-Jenis Modal Kerja ………... 29

2.1.5.3 Unsur Modal Kerja ………... 30

2..1.5.4 Fungsi Modal Kerja ………... 31

2.1.5.5 Sumber dan Penggunaan Modal Kerja ………. 32

2.1.5.6 Pengaruh Modal Kerja terhadap Pendapatan ... 33

2.1.6 Penelitian Terdahulu ……….... 34

2.2 Kerangka Pemikiran ………... 35

2.3 Hipotesis ……… 39

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Subjek Penelitian ……… 40

3.2 Metode Penelitian ……… 40

3.3 Populasi dan Sampel ……… 41


(3)

3.4 Operasionalisasi Variabel ………... 43

3.5 Teknik Pengumpulan Data ……… 44

3.6 Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ……… 45

3.6.1 Teknik Analisis Data ……… 45

3.6.2 Pengujian Hipotesis ……… 45

3.6.2.1Uji Parsial (Uji t) ……… 46

3.6.2.2Uji Simultan (Uji F) ……… 46

3.6.2.3Uji Koefisien Determinasi (Uji R2) ……… 47

3.7 Uji Asumsi Klasik ……… 48

3.7.1 Uji Multikolinearitas ……… 48

3.7.2 Uji Uji Heterokedastisistas ……… 49

3.7.3 Uji Autokorelasi ……… 50

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Sentra Industri Tahu Cibuntu ……… 53

4.2 Deskripsi Data Hasil Penelitian ……… 54

4.2.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ………... 54

4.2.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ……….. 55

4.2.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan …... 56

4.2.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Pengalaman Usaha ……. 57

4.3 Data Variabel Penelitian ………. 59

4.3.1 Harga Jual ………. 59


(4)

4.3.3 Pendapatan ………. 64

4.4 Uji Hipotesis ………. 66

4.4.1 Koefisien Korelasi antara Variabel-Variabel X dan Y ………. 66

4.4.2 Koefisien Korelasi Ganda dan Koefisien Determinasi ……….. 67

4.4.3 Model Persamaan Regresi ……… 68

4.4.4 Uji Signifikasi ……… 69

4.4.4.1 Uji F ……… 69

4.4.4.2 Uji t ……… 70

4.4.5 Uji Asumsi Klasik ……… 72

4.4.5.1 Uji Multikolinearitas ……… 72

4.4.5.2 Uji Heterokedastis ……… 73

4.4.5.3 Uji Autokorelasi ……… 74

4.5 Pembahasan Hasil Penelitian ……… 75

4.5.1 Pengaruh Harga Jual terhadap Pendapatan ……… 75

4.5.2 Pengaruh Modal Kerja terhadap Pendapatan ……… 76

4.5.3 Implikasi Pendidikan ……… 78

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ………. 82

5.2 Saran ………. 82


(5)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Produksi Tahu Cibuntu Periode Tahun 2007 – 2011 .…… 4

Tabel 1.2 Rata – Rata Pendapatan Perajin Tahu Cibuntu Bulan Juni – Juli 2012 ………. 5

Tabel 3.1 Oprasionalisasi Variabel ………. 43

Tabel 3.2 Ketentuan Nilai Durbin-Watson ……… 52

Tabel 4.1 Jenis Kelamin Responden ………. 54

Tabel 4.2 Usia Responden ………. 55

Tabel 4.3 Tingkat Pendidikan Responden ………. 57

Tabel 4.4 Pengalaman Usaha Responden ………. 58

Tabel 4.5 Pengklasifikasian Responden Berdasarkan Jumlah Harga Jual Tahu Kecil yang Diproduksi Bulan Juli 2012 ………. 59

Tabel 4.6 Pengklasifikasian Responden Berdasarkan Jumlah Harga Jual Tahu Besar yang Diproduksi Bulan Juli 2012 ………. 61

Tabel 4.7 Pengklasifikasian Responden Berdasarkan Jumlah Modal Kerja Bulan Juli 2012 ………. 62

Tabel 4.8 Pengklasifikasian Responden Berdasarkan Pendapatan Bulan Juli 2012 ……….. 64

Tabel 4.9 Koefisien Korelasi antara Variabel-Variabel X dengan Variabel Y ……….. 66

Tabel 4.10 Koefisien Korelasi Ganda dan Koefisien Determinasi antara Variabel-Variabel X dengan Variabel Y ……….. 67


(6)

Tabel 4.11 Nilai Penduga Koefisien Regresi ……… 68

Tabel 4.12 Hasil Uji F ……… 70

Tabel 4.13 Hasil Uji t ……… 71


(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Lingkaran Ketergantungan Usaha Kecil ……… 12

Gambar 2.2 Kurva TR, AR, dan MR dalam Pasar Persaingan Tidak Sempurna ……… 14

Gambar 2.3 Keseimbangan Pasar Persaingan Monopolistik Jangka Pendek yang Mengalami Keuntungan ……… 16

Gambar 2.4 Keseimbangan Pasar Persaingan Monopolistik Jangka Pendek yang Mengalami Kerugian ……… 17

Gambar 2.5 Keseimbangan Perusahaan Persaingan Monopolistik dalam Jangka Panjang ……… 18

Gambar 2.6 Grafik Harga dan Jumlah Barang yang diperjualbelikan …. 23 Gambar 2.7 Akibat Pergeseran Permintaan terhadap Keseimbangan …. 24 Gambar 2.8 Akibat Pergeseran Penawaran terhadap Keseimbangan ….. 25

Gambar 3.1 Uji Durbin-Watson d ……… 52

Gambar 4.1 Jenis Kelamin Responden ……… 55

Gambar 4.2 Usia Responden ……… 56

Gambar 4.3 Tingkat Pendidikan Responden ……… 57

Gambar 4.4 Pengalaman Usaha Responden ……… 58 Gambar 4.5 Pengklasifikasian Responden Berdasarkan Jumlah

Harga Jual Tahu Kecil yang Diproduksi Bulan Juli 2012 … 60 Gambar 4.6 Pengklasifikasian Responden Berdasarkan Jumlah


(8)

Gambar 4.7 Pengklasifikasian Responden Berdasarkan Jumlah

Modal Kerja Bulan Juli 2012 ……… 63

Gambar 4.8 Pengklasifikasian Responden Berdasarkan Pendapatan

Bulan Juli 2012 ……… 65


(9)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Pemerintah Indonesia senantiasa melakukan pembangunan disegala bidang, termasuk pembangunan di bidang ekonomi. Salah satu sektor dalam bidang ekonomi yakni sektor perindustrian. Dalam era globalisasi, sektor perindustrian menghadapi banyak tantangan. Salah satunya dengan adanya AFTA (ASEAN Free Trade Area). Banyak sektor industri yang terkena dampak buruk dari AFTA. Sektor industri yang paling terpuruk akibat imbas dari diberlakukannya AFTA yaitu industri kecil.

Pada hakikatnya, peranan industri kecil dalam perekonomian memiliki peranan penting terutama untuk membantu pemerintah dalam upaya peningkatan kesempatan kerja, pemerataan pendapatan, pembangunan perekonomian pedesaan dan peningkatan ekspor non-migas. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa industri kecil memiliki banyak kelemahan.

Menurut Suryana (2006:121) kelemahan dalam industri kecil tersebut dapat dikategorikan kedalam dua aspek :

1. Aspek kelemahan sruktural, yaitu kelemahan strukturnya, misalnya kelemahan

dalam bidang manajemen dan organisasi, kelemahan dalam pengndalian mutu, kelemahan dalam mengadopsi dan penguasaan teknologi, tenaga kerja masih lokal yang umumnya masih kurang atau tidak memiliki ketrampilan.

2. Kelemahan kultural mengakibatkan kurangnya akses informasi dan lemahnya

berbagai persyaratan guna memperoleh akses permodalan, pemasaran dan bahan baku, seperti informasi mengenai peluang cara memasarkan produk.


(10)

Kelemahan yang dimiliki industri kecil tersebut haruslah diantisipasi dengan solusi kongkrit tidak hanya oleh pelaku industri tersebut namun didukung juga dengan pemerintah serta masyarakatnya. Jika industri kecil terpuruk maka akan mengakibatkan tergangunya stabilitas perekonomian nasional. Walaupun pengaruhnya tidak sebesar industri menegah atau industri besar namun dikarenakan kegiatan dari industri kecil menyentuh langsung pada kegiatan ekonomi masyarakat maka sudah barang tentu akan berpengaruh langsung pada masyarakat terutama masyarakat bawah dan menengah.

Masyarakat haruslah mencintai serta menghargai produk dalam negeri. Dimulai dengan semangat tersebut akan menjadi motivasi pada industri dalam negeri khusunya industri kecil supaya mampu bersaing dalam era globalisasi ini.

Pemerintah pun tidak kalah penting memiliki peranan dalam mengembangkan industri kecil. Pemerintah dengan program-programnya sudah semestinya melakukan bantuan baik moril (pembinaan, penyuluhan, kebijakan) maupun materil seperti JPS (Jaringan Pengaman Sosial), PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat), serta bantuan dana sektor rill lainnya supaya industri kecil dapat berkembang dengan baik.

Seperti di kota Bandung, pemerintah kota Bandung senantiasa berusaha meningkatkan sektor industrinya salah satunya dengan mengkelompokan industri-industri yang ada di kota Bandung. Hal tersebut bertujuan supaya industri-industri-industri-industri yang ada di kota Bandung dapat terkoordinir dengan baik sehingga dapat terpantau perkembangannya. Adapun sentra industri berdasarkan Surat Keputusan


(11)

Walikota Bandung Nomor 530/Kep.295-DISKUKM.PERINDAG/2009 yaitu sebagai berikut :

1. Sentra Sepatu Cibaduyut

2. Sentra Jeans Cihampelas

3. Sentra Kaos dan Sablon Suci

4. Sentra Rajut Binong Jati

5. Sentra Tekstil dan Produk Tekstil Cigondewah

6. Sentra Tahu dan Tempe Cibuntu

Kemudian sentra industri kota Bandung hingga tahun 2010 bertambah 4 (empat) sentra yaitu sebagai berikut :

1. Sentra Spare Part Otomotif Kiaracondong

2. Sentra Boneka Warung Muncang

3. Sentra Boneka Sukamulya

4. Sentra Tas Leuwipanjang

Berdasarkan penjelasan diatas, sentra industri yang ada di kota Bandung yakni 10 (sepuluh) sentra industri. Namun dari 10 (sepuluh) sentra industri tersebut 7 (tujuh) sentra industri diantaranya dijadikan unggulan atau ciri khas kota Bandung yaitu Sentra Industri dan Perdagangan Rajutan Binongjati, Sentra Perdagangan Kain Cigondewah, Sentra Perdagangan Jeans Cihampelas, Sentra Industri Kaos Suci, Sentra Industri Sepatu Cibaduyut, Sentra Industri Tahu Cibuntu dan terakhir Sentra Industri Boneka Sukamulya Sukajadi.

Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan tersebut, terdapat Sentra Industri Tahu Cibuntu. Industri tahu di kota bandung sudah menjadi legenda. Banyak usaha tahu yang berkembang di kota bandung dari zaman dahulu hingga sekarang. Adapun usaha tahu di kota Bandung seperti Tahu Yun Yi, Tahu Lembang (Tahu Tauhid dan Tahu Susu), Tahu Talaga Yun Sen, dan Tahu Ciburial.


(12)

Industri tahu di kota Bandung dalam menjalankan usahanya banyak mengalami problematika. Salah satunya pada Sentra Industri Tahu Cibuntu. Pertumbuhan produksi tahu di Sentra Industri Tahu Cibuntu relatif rendah dan menurun pada akhir tahun ini. Hal tersebut dapat dilihat dari data rata-rata produksi tahu cibuntu yaitu sebagai berikut :

Tabel 1.1

Produksi Tahu Cibuntu Periode Tahun 2007 – 2011

Tahun Rata – Rata Produksi / Unit Usaha

Pertumbuhan (%)

2007 8.691.720 -

2008 8.749.220 0.66

2009 8.827.750 0.89

2010 8.530.020 - 3.37

2011 7.984.460 - 6.39

Sumber : KOPTI Kota Bandung, diolah

Berdasarkan data diatas, rata-rata tahu yang diproduksi tahun 2008 sebesar 8.749.220 butir tahu dan pertumbuhannya sebesar 0,66%. Pada tahun 2009 rata-rata produksi sebesar 8.827.750 butir tahu dan pertumbuhannya meningkat dibanding tahun 2008 yakni sebesar 0,89%. Namun pada tahun 2010 rata-rata produksi sebesar 8.530.020 butir tahu mengalami penurunan yakni pertumbuhannya -3,37%. Selanjutnya pada tahun 2011 rata-rata produksi sebesar 7.984.460 butir tahu mengalami penurunan kembali yakni pertumbuhannya -6,39%.


(13)

Rata-rata produksi tahu cibuntu relatif rendah dan terus menurun akan mempengaruhi pendapatan perajin tahu. Rendahnya produksi tahu cibuntu berdasarkan informasi yang berkembang saat ini disebabkan oleh ketergantuan kedelai impor. Seperti yang telah diketahui bahwa harga kedelai impor semakin naik. Hal tersebut mengakibatkan para perajin tahu kesulitan dalam proses produksi karena mereka harus mempertimbangkan modal usaha dan harga jual hasil produksinya. Puncak dari permasalahan tersebut terjadi pada tanggal 25-27 July 2012 seperti informasi dari media online kompas.com (2012, 25 July) berikut ini :

“Sentra kerajinan tahu Cibuntu, Kota Bandung, resmi berhenti operasi sejenak sebagai bentuk solidaritas kepada gerakan mogok produksi

selama tiga hari terhitung mulai Rabu (25/7/2012)” (kompas.com)

Para perajin tahu cibuntu melakukan aksi mogok produksi. Hal tersebut menyebabkan pendapatan para perajin tahu menurun. Hal tersebut dapat dilihat dari data rata-rata pendapatan perajin tahu cibuntu (sampel penelitian 40 responden) sebagai berikut :

Tabel 1.2

Rata-Rata Pendapatan Perajin Tahu Cibuntu Bulan Juni – July 2012

Bulan Rata-Rata

Pendapatan / Unit Usaha

Pertumbuhan (%)

Juni Rp 36.000.000 -

July Rp 24.000.000 - 33.33 %

Sumber : Pra-Penelitian di Sentra Industri Tahu Cibuntu

Berdasarkan data tersebut, pendapatan perajin tahu mengalami penurunan sebesar -33,33%. Banyak faktor yang mempengaruhi pendapatan perajin tahu menurun. Penulis menduga faktor harga jual dan modal kerja yang mempengaruhi


(14)

pendapatan perajin tahu menurun. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan mengambil judul : PENGARUH HARGA JUAL DAN MODAL KERJA TERHADAP PENDAPATAN PERAJIN TAHU DI SENTRA INDUSTRI TAHU CIBUNTU KOTA BANDUNG.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan maka penulis akan membatasi lingkup dari penelitian ini dalam bentuk identifikasi masalah berupa pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh harga jual terhadap pendapatan perajin tahu ? 2. Bagaimana pengaruh modal kerja terhadap pendapatan perajin tahu ?

3. Bagaimana pengaruh harga jual dan modal kerja terhadap pendapatan perajin tahu ?

1.3Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini berdasarkan masalah yang telah dirumuskan adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengaruh harga jual terhadap pendapatan perajin tahu. 2. Untuk mengetahui pengaruh modal kerja terhadap pendapatan perajin tahu. 3. Untuk mengetahui pengaruh harga jual dan modal kerja terhadap pendapatan


(15)

1.3.2 Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini, yaitu sebagai berikut : 1. Kegunaan Teoritis

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan khususnya bidang kajian ekonomi mikro.

2. Kegunaan Praktis

Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi tambahan untuk pengambilan kebijakan dalam instansi terkait untuk mengembangkan industri khususnya industri kecil


(16)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Objek dan Subjek Penelitian

Setiap penelitian membahas mengenai objek dan subjek yang ditelitinya. Dalam penelitian ini yang menjadi objek terdiri dari dua variabel bebas (X) yaitu Harga Jual (X1) dan Modal Kerja (X2) serta satu variabel terikat (Y) yaitu

pendapatan.

Adapun yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah para perajin tahu di Sentra Industri Tahu Cibuntu Kota Bandung.

3.2 Metode Penelitian

Metode merupakan cara yang dilakukan atau yang diambil oleh peneliti untuk mengkaji persoalan-persoalan atau masalah yang dihadapi. Supaya masalah tersebut dapat dipecahkan dengan tepat, sebuah penelitian harus memilih satu metode penelitian yang sesuai.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik. Menurut Suharsimi Arikunto (2006: 136) mengemukakan bahwa metode deskriptif adalah suatu cara penelitian yang tertuju pada pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang mengenai masalah yang sedang aktual. Data yang terkumpul disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisa.


(17)

Metode deskriptif analitik yaitu metode penelitian yang menggambarkan dan membahas objek yang diteliti berdasarkan faktor yang ada, kegiatannya meliputi pengumpulan data, pengolahan data, dan informasi data serta menarik kesimpulan.

3.3Populasi dan Sampel 3.3.1Populasi

Menurut Suharsimi Arikunto (2006: 130) populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Populasi yang dimaksud dalam suatu penelitian adalah sekelompok objek yang dapat dijadikan sumber penelitian, dapat berupa benda-benda, manusia, gejala, peristiwa, atau hal-hal lain yang memiliki karakteristik tertentu untuk memperjelas masalah penelitian.

Dalam penelitian ini yang dijadikan populasi adalah perajin tahu yang ada di Sentra Industri Tahu Cibuntu Kota Bandung sebanyak 261 unit usaha yang terdapat pada tiga kelurahan yaitu Kelurahan Warung Muncang, Kelurahan Babakan Ciparay, dan Kelurahan Sukahaji. Adapun jumlah unit usaha tersebut berdasarkan data yang ada di Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (KOPTI) Kota Bandung.

3.3.2Sampel

Menurut Suharsimi Arikunto (2006: 131) sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Sedangkan menurut Riduwan (2010: 56) sampel adalah bagian dari populasi yang mempunyai ciri-ciri atau keadaan tertentu yang akan diteliti.


(18)

Adapun rumus untuk menentukan jumlah sampel yang harus diteliti yaitu sebagai berikut :

=

�.�2+ 1 (Riduwan, 2010: 65)

Dimana : n = ukuran sampel keseluruhan N = ukuran populasi sampel d = tingkat presisi yang diharapkan maka :

�= �

�.�2+ 1

�= 261

261. (0,1)2+ 1

�= 261

261.0,01 + 1

�= 261

2,61 + 1

�= 261

3,61

�= 72,29 ≈ ��

Berdasarkan uraian diatas maka sampel yang akan diambil adalah 73 unit usaha tahu Cibuntu.

3.4 Operasionalisasi Variabel

Pada dasarnya variabel yang akan diteliti dikelompokkan dalam konsep teoritis, empiris, dan analitis. Konsep teoritis adalah penelitian yang menggunakan pendapat orang lain sebagai pernyataan untuk meyakinkan dalam penelitian.


(19)

dari konsep teoritis. Sedangkan konsep analitis adalah perolehan data untuk meneliti konsep yang telah dijabarkan dalam konsep empiris. Adapun operasionalisasi variabel dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1

Operasionalisasi Variabel

Variabel Konsep Teoritis Konsep Empiris Konsep Analitis Skala

Pendapatan (Y)

Total uang yang diterima atau terkumpul dalam satu periode (Samuelson, 1999: 214) Jumlah pendapatan yang diperoleh dari hasil penjualan produk tahu Data diperoleh dari jawaban responden mengenai jumlah pendapatan pada bulan July (dalam rupiah) Interval Harga Jual (X1)

Harga jual

merupakan jumlah biaya produksi atau harga pokok

pembelian barang per unit serta beban biaya tetap per unit dan menetukan besarnya jumlah keuntungan yang diinginkan. (Yacob Ibrahin, 2003: 112) Harga jual produk tahu yang diproduksi Data diperoleh dari jawaban responden mengenai harga dari produk tahu yang dijual (dalam rupiah)

Interval

Modal Kerja

(X2)

Keseluruhan aktiva lancar yang dimiliki perusahaan atau dapat pula

dimaksudkan sebagai dana yang harus tersedia untuk membiayai kegiatan operasi perusahaan sehari-hari. (Bambang Riyanto, 1995: 57) Modal usaha perajin tahu yang berbentuk: 1.Kas 2.Piutang 3.Persediaan Bahan Baku Data diperoleh dari jawaban responden mengenai : 1. Kas 2. Piutang 3. Persediaan Bahan Baku (dalam rupiah) Interval


(20)

3.5Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan maka suatu penelitian menggunakan teknik dalam pengumpulan data. Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Kuesioner

Menurut Suharsimi Arikunto (2006: 225) kuesioner atau penyebaran daftar pertanyaan (angket) adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal -hal yang ia ketahui.

2. Wawancara

Riduwan (2010:74) mengemukakan bahwa wawancara adalah suatu cara pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya. Wawancara merupakan sebuah aktifitas yang dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (responden) yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut. 3. Dokumentasi

Suharsimi Arikunto (2006: 105) memberikan pengertian bahwa dokumentasi berasal dari kata dokumen yang artinya barang-barang tertulis. Selanjutnya Suharsimi Arikunto (2006: 231) mengemukakan bahwa metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda, dan sebagainya.


(21)

3.6Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis 3.6.1Teknik Analisis Data

Untuk mengetahui pengaruh dari variabel penelitian Harga Jual (X1),

Modal Kerja (X2), dan Pendapatan (Y) maka pengujian hipotesis dapat dilakukan

dengan menggunakan teknik analisis regresi berganda untuk menguji pengaruh variabel X terhadap variabel Y.

Regresi linier berganda digunakan untuk menganalisis pengaruh langsung antara sebagai (X1) dan (X2) sebagai variabel independen (bebas) terhadap

Pendapatan (Y) sebagai variabel dependen (terikat). Adapun bentuk persamaan dari variabel diatas adalah sebagai berikut:

Y = βο + β 1 X1 + β 2 X2 + e

Keterangan :

Y = Pendapatan 1

= Harga Jual 2

= Modal Kerja

e = variabel pengganggu

β1 β2 = Koefisien masing – masing variabel

3.6.2Pengujian Hipotesis

Dalam penelitian ini, untuk menguji hipotesis digunakan uji statistik berupa uji parsial (uji t), uji simultan (uji f), dan uji koefisien determinasi majemuk (R2).


(22)

3.6.2.1Uji Parsial (Uji t)

Pengujian hipotesis secara individu dengan uji t bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari masing-masing variabel bebas X terhadap variabel terikat Y. Pengujian hipotesis secara individu dapat dilakukan dengan menggunakan rumus :

�=

k k

Sb b

(J. Supranto, 2005: 159)

Kriteria uji t adalah :

1. Jika �hitung > �tabel maka H0 ditolak dan H1 diterima (variabel bebas X berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat Y).

2. Jika thitung < ttabel maka H0 diterima dan H1 ditolak (variabel bebas X tidak

berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat Y). Dalam penelitian ini tingkat kesalahan yang digunakan adalah 0,05 (5%) pada taraf signifikasi 95%.

3.6.2.2Uji Simultan (Uji F)

Pengujian hipotesis secara keseluruhan merupakan penggabungan (overall significance) variabel bebas X terhadap variabel terikat Y, untuk mengetahui seberapa pengaruhnya. Uji t tidak dapat digunakan untuk menguji hipotesis secara keseluruhan. Pengujian dapat dilakukan dengan menggunakan rumus :

1 2

2

 

R k R


(23)

Kriteria uji F adalah :

1. Jika Fhitung < Ftabel maka H0 diterima dan Ha ditolak (keseluruhan

variabel bebas X tidak berpengaruh terhadap variabel terikat Y).

2. Jika Fhitung > Ftabel maka H0 ditolak dan Ha diterima (keseluruhan

variabel bebas X berpengaruh terhadap variabel terikat Y).

3.6.2.3Uji Koefisien Determinasi (Uji R2)

Koefisien Determinasi (R) merupakan cara untuk mengukur ketepatan

suatu garis regresi. Menurut Gujarati (2006: 98) dijelaskan bahwa koefisien determinasi (R2) yaitu angka menunjukan besarnya derajat kemampuan

menerangkan variabel bebas terhadap terikat dari fungsi tersebut.

Pengaruh secara simultan variabel X terhadap Y dapat dihitung dengan koefisien determinasi secara simultan melalui rumus :

�2 = 1 1 22 2

y

y x b y x b

 

(J. Supranto, 2005: 160)

Nilai R2 berkisar antara 0 dan 1 (0 < R2 < 1), dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Jika R2 semakin mendekati angka 1, maka hubungan antara variabel bebas

dengan variabel terikat semakin erat/dekat, atau dengan kata lain model tersebut dapat dinilai baik.

b. Jika R2 semakin menjauhi angka 1, maka hubungan antara variabel bebas

dengan variabel terikat jauh/tidak erat, atau dengan kata lain model tersebut dapat dinilai kurang baik.


(24)

3.7 Uji Asumsi Klasik

Ada tiga pengujian yang akan dilakukan untuk pengujian asumsi klasik yaitu sebagai berikut :

3.7.1 Multikolinieritas

Menurut Agus Widarjono (2007: 131) bahwa uji multikolinieritas adalah adanya suatu hubungan linear antara variabel independen dalam satu garis regresi.

Selanjutnya Agus Widarjono (2007: 113) mengemukakan ada beberapa cara untuk mendeteksi keberadaan multikolinieritas dalam model regresi OLS yaitu sebagai berikut :

a. Mendeteksi nilai koefisien determinasi (R2) dan nilai thitung. Jika R2

tinggi (biasanya berkisar 0,7 – 1,0) tetapi sangat sedikit koefisien regresi yang signifikan secara statistik, maka kemungkinan ada gejala multikolinieritas.

b. Melakukan uji korelasi derajat nol. Apabila koefisien korelasinya tinggi, perlu dicurigai adanya masalah multikolinieritas. Akan tetapi tingginya koefisien korelasi tersebut tidak menjamin terjadi multikolinieritas.

c. Menguji korelasi antar sesama variabel bebas dengan cara meregresi setiap Xi terhadap X lainnya. Dari regresi tersebut, kita dapatkan R2

dan F. Jika nilai Fhitung melebihi nilai kritis Ftabel pada tingkat derajat


(25)

d. Regresi Auxiliary, untuk menguji multikolinieritas hanya dengan melihat hubungan secara individual antara satu variabel independen dengan satu variabel independen lainnya.

e. Variance Inflation Factor (VIF) dan Tolerance, merupakan pedoman

untuk menentukan model regresi bebas dari multikolinieritas yaitu sebagai berikut :

- Mempunyai angka VIF dibawah 10. - Mempunyai angka tolerance mendekati 1

Dalam penelitian ini untuk memprediksi ada atau tidaknya multikolinieritas yakni dengan menggunakan uji Variance Inflation Factor (VIF) dan Tolerance.

Apabila terjadi Multikolinieritas menurut Gujarati (2006: 45) disarankan untuk mengatasinya dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a. Adanya informasi sebelumnya (informasi apriori).

b. Menghubungkan data cross sectional dan data urutan waktu, yang dikenal sebagai penggabung data (pooling the data).

c. Mengeluarkan satu variabel atau lebih.

d. Transformasi variabel serta penambahan variabel baru.

3.7.2 Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dan residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians residual satu pengamatan ke pengamatan lain


(26)

tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas.

Kriteria pengujian untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan melalui analisis grafik hasil output SPSS dengan kriteria berikut :

1) Jika grafik mengikuti pola tertentu misal linier, kuadratik atau

hubungan lain berarti pada model tersebut terjadi heteroskedastisitas. 2) Jika pada grafik plot tidak mengikuti pola atau aturan tertentu maka

pada model tersebut tidak terjadi heteroskedastisitas.

Adapun beberapa akibat yang ditimbulkan akibat adanya heteroskedastisitas (Sumodiningrat, 2001:266) :

a) Penaksir-penaksir OLS tidak akan bias (unbiased)

b) Artinya, penaksir-penaksir kuadrat terkecil adalah unbiased, sekalipun dalam kondisi heteroskedastisitas. Hal ini disebabkan karena di sini tidak digunakan asumsi homoskedastisitas.

c) Varian dari koefisien-koefisien OLS salah.

d) Penaksir-penaksir OLS akan menjadi tidak efisien.

Uji heteroskedastisitas dalam penelitian ini menggunakan metode grafik plot. Jika grafik plot untuk tidak menunjukkan pola tertentu maka tidak terjadi heteroskedastisitas, sebaliknya jika grafik plot menunjukkan suatu pola tertentu, misalnya maka terjadi heteroskedastisitas.

3.7.3 Autokorelasi

Menurut Agus Widarjono (2007: 155) secara harafiah autokorealsi berarti adanya korelasi antara anggota observasi satu dengan observasi lain yang berlainan waktu. Dalam kaitannya dengan asumsi metode OLS, autokorelasi


(27)

merupakan korelasi antara satu variabel gangguan dengan variabel gangguan satu dengan variabel gangguan lain.

Autokorelasi menggambarkan tidak adanya korelasi antara variabel pengganggu disturbance term. Faktor-faktor penyebab autokorelasi antara lain kesalahan dalam menentukan model, pengggunaan lag dalam model dan tidak dimasukannya variabel penting. Akibatnya parameter yang diestimasi menjadi bias dan varian tidak minimum sehingga tidak efisien.

Konsekuensi dari adanya gejala autokorelasi dalam model regresi OLS dapat menimbulkan :

a. Estimator OLS menjadi tidak efisien karena selang keyakinan melebar

b. Variance populasi �2 diestimasi terlalu rendah (underestimated) oleh varians residual taksiran.

c. Akibat butir 2, R2 bisa ditaksir terlalu tinggi (overestimated)

d. Jika �2 tidak diestimasi terlalu rendah, maka varians estimator OLS ( ^� ) e. Pengujian signifikan (t dan F) menjadi lemah.

Dalam penelitian ini, cara yang digunakan untuk mengkaji autokorelasi adalah dengan uji d Durbin-Watson, yaitu dengan cara membandingkan nilai statistik Durbin-Watson hitung dengan Durbin Watson tabel. Mekanisme uji Durbin-Watson adalah sebagai berikut :

a. Lakukan regresi OLS dan dapatkan residual ei

b. Hitung nilai d (Durbin-Watson) c. Dapatkan nilai kritis dL dan dU


(28)

Gambar 3.1 Uji Durbin - Watson d

(Gujarati, 2006: 216) Keterangan : dL = Durbin Tabel Lower

dU = Durbin Tabel Up

H0 = Tidak ada autokorelasi positif

H*0 = Tidak ada autokorelasi negatif

e. Ketentuan nilai Durbin Watson d, penentu ada tidaknya autokorelasi dapat dilihat dengan jelas dalam tabel 3.2 sebagai berikut :

Tabel 3.2

Ketentuan Nilai Uji Durbin-Watson d

Nilai Statistik d Hasil

0 < d < dL Menolak hipotesis nol; ada autokorelasi positif

dL ≤ d ≤ dU Daerah keragu-raguan; tidak ada keputusan

dU≤ d ≤ 4 - dU Menerima hipotesis nol; tidak ada autokorelasi positif /negatif

4 – dU ≤ d ≤ 4 - dL Daerah keragu-raguan; tidak ada keputusan

– ≤ ≤ 4

Menolak H0 Bukti Autokorelasi Positif Dearah Keragu-raguan Menerima H0 atau H*0 atau

kedua-duanya

Dearah Keragu-raguan

Menolak H*0 Bukti Autokorelasi

Negatif

f (d)

d


(29)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan adapun kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Harga jual berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan perajin tahu Cibuntu. Artinya jika harga jual produk tahu naik maka pendapatan akan naik pula. Begitu pula sebaliknya, jika harga jual produk tahu turun maka pendapatan akan menurun.

2. Modal kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan. Hal tersebut berarti, besar kecilnya modal kerja yang dimiliki maka akan mempengaruhi besar-kecilnya pendapatan yang diperoleh.

5.2 Saran

Adapun saran-saran yang dapat penulis rekomendasikan adalah sebagai berikut :

1. Harga jual produk tahu tidak dapat dinaikan begitu saja walaupun biaya produksi naik pula. Dengan mengecilkan ukuran produk tahu yang dilakukan oleh perajin tidak selamanya dapat menjadi solusi untuk mengatasi problematika tersebut. Oleh sebab itulah, perlu upaya peningkatan kualitas produk dengan cara berwirausaha dengan jujur (tidak menggunakan formalin, tidak mengurangi takaran bahan atau bumbu, melakukan proses produksi sesuai standar produksi) serta mengikuti secara aktif pembinaan dari pemerintah,


(30)

BUMN atau perusahaan swasta untuk mengatasi problematika usahanya sehingga dapat berkembang dengan baik. Karena dengan berperan aktif, pengusaha akan mendapatkan informasi usaha, ilmu pengetahuan, serta bantuan dana. Sehingga dapat mengefisiensikan biaya produksi tanpa harus menaikkan harga jual produk. Jika harga jual produk tahu memang harus dinaikan karena tidak dapat dilakukan upaya apapun, jangan takut akan berdampak pada turunnya permintaan tahu sehingga pendapatan usaha juga rendah. Dengan kualitas produk tahu yang terjamin hal tersebut tidak akan terjadi begitu parah. Karena pada hakikatnya, konsumen memang menyukai harga yang murah namun yang perlu dipahami oleh para pengusaha, konsumen lebih tertarik pada produk yang kualitasnya terjamin.

2. Modal kerja sebaiknya dialokasikan secara efektif dan efisien supaya kegiatan usaha dapat berjalan dengan baik. Sebaiknya pengusaha membuat laporan usaha sehingga tidak tercampur dengan keuangan pribadi serta kegiatan usaha dapat terdata dengan baik untuk kepentingan administrasi yang nantinya akan membantu untuk memajukan usahanya karena terkonsep dengan baik pula. 3. Kendala utama perajin tahu adalah ketergantungan kepada kedelai impor yang

harganya semakin naik. Oleh karena itu, pemerintah perlu lebih mengkaji solusi yang terbaik untuk menangani masalah ini. Selain itu, untuk mengurangi bahkan tidak tergantung lagi pada kedelai impor, maka petani kedelai lokal perlu dibina serta didukung dengan baik oleh pemerintah sehingga dapat menghasilkan kedelai yang bermutu baik dibanding dengan


(31)

4. Kebutuhan akan ketersediaan air yang berkualitas baik untuk dapat menghasilkan tahu yang unggul perlu dibenahi dengan baik oleh pihak-pihak terkait karena selain kedelai, air merupakan faktor vital dalam proses produksi.

5. Pemerintah disarankan untuk lebih memperhatikan kelangsungan usaha kecil melalui kebijakan-kebijakan yang tidak berat sebelah kepada usaha kecil serta lebih serius lagi dalam melaksanakan pembinaan kepada UKM (Usaha Kecil Menengah).

6. Pengusaha disarankan berpartisipasi aktif untuk mengikuti program peningkatan usaha rakyat seperti mengikuti pelatihan, seminar, dll.

7. Sentra Industri Tahu Cibuntu Kota Bandung sudah dijadikan sebagai tempat wisata kuliner. Oleh karena itu, dari segi fisik lingkungan usahanya perlu dibenahi dengan baik oleh pihak-pihak terkait terutama seperti sistem pembuangan limbah produksi supaya sentra tersebut dapat benar-benar layak dikunjungi dan meninggalkan kesan yang baik kepada para pengunjungnya. 8. Sebagai warga negara yang baik, masyarakat Indonesia haruslah member

dukungan dengan cara mencintai produk dalam negeri. Jika ada kelemahan misalnya dari aspek kualitas terhadap produk dalam negeri janganlah langsung beralih pada produk lain namun dengan cara memberikan saran yang disalurkan dengan baik demi kemajuan industri dalam negeri.


(32)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Kamaruddin. (1997). Dasar-Dasar Manajemen Modal Kerja. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Ahman, Eeng & Yana Rohmana. (2009). Pengantar Teori Ekonomi Mikro. Bandung: Laboratorium Ekonomi dan Koperasi

Alma, Buchari. (2003). Pengantar Bisnis. Bandung: CV Alfabeta

Anoraga, P dan Sudantoko, D. (2002). Koperasi, Kewirausahaan, dan Usaha Kecil. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta Rineka Cipta

Case, Karl E. & Fair, Ray C. (2002). Prinsip-Prinsip Ekonomi Mikro. Jakarta: Prenhallindo

Gujarati, Damodar. (2006). Ekonometria Dasar. Terjemahan: Sumarno Zain, Jakarta: Erlangga.

Hasibuan, M. (2000). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Bumi Aksara Hatminingsih, Rahdwi. (2010). Pengaruh Persaingan, Harga Jual, dan Diversifikasi

Produk terhadap Pendapatan Pedagang Kuliner Jenis Minuman di Kota Bandung. Skripsi. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia


(33)

Komarudin. (1994). Ensiklopedia Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara

Lipsey, R.G & Steiner P.O. (2003). Pengantar Mikro Ekonomi Edisi Kesepuluh. Jakarta: Binarupa Aksara

Musselman, Vernon A & Jakson. (1992). Pengantar Ekonomi Perusahaan Jilid I

Edisi 9. Jakarta: Erlangga

Pressman, Steven. (2002). Lima Puluh Pemikir Ekonomi Dunia. Jakarta: Murai Kencana PT. Raja Grafindo Persada

Riduwan. (2010). Dasar-Dasar Statistika. Bandung: Alfabeta

Riyanto, Bambang. (1995). Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan, Edisi

Keempat. Yogyakarta: BPFE UGM

Sadono, Sukirno. (2002). Pengantar Teori Mikro Ekonomi. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Saladin, Djaslim. (2004). Manajemen Pemasaran- Analisis Perencanan, Pelaksanaan

dan Pengendalian. Bandung: Linda Karya

Samuelson, Paul A & Nordhaus, William D. (1999). Mikro Ekonomi. Jakarta: Erlangga

Santosa, Purbayu B. & Ashari. (2005). Analisis Statistik dengan Microsoft Excel dan

SPSS. Semarang: Andi

Sari, Ratna. (2012). Pengaruh Harga Jual dan Produk terhadap Laba Pengusaha

Topi di Desa Rahayu Kecamatan Margaasih Kabupaten Bandung. Skripsi.


(34)

Singarimbun, Masri. (1989). Metode Penelitian Survai. Jakarta : LP3ES dan Anggota IKAPI

Subagia, Osa. (2010). Pengaruh Harga Jual dan Diferensiasi Produk terhadap Laba

Pengusaha Tas di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. Skripsi. Bandung:

Universitas Pendidikan Indonesia

Sumodiningrat, Gunawan. (2001). Pengantar Ekonometrika. Yogyakarta: BPFE Supranto, J. (2005). Ekonometri. Bogor: Ghalia Indonesia

Suryana. (2006). Kewirausahaan Pedoman Praktis, Kiat dan Proses Menuju Sukses. Jakarta: Salemba Empat

Syahyunan. (2003). Analisis Modal Kerja. [Online]. Tersedia di: http://library.usu.ac.id/download/fe/manajemen-syahyunan3.pdf

Tati S, Joesron & M. Fathorrozi (2002). Teori Ekonomi Mikro. Jakarta: Salemba Empat

Tulus TH, Tambunan. (2002). Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia Beberapa Isu

Penting. Jakarta: Salemba Empat

BPS – Profil Industri Kecil Kerajinan dan Rumah Tangga. (online), (http//:www.bps.go.id)

Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (KOPTI) Kota Bandung – Laporan Rapat


(35)

Pujianti, Yuli. (2006). Analisis Pengaruh Harga Jual Diferensiasi Produk, dan

Saluran Distribusi terhadap Pendapatan Usaha Kerajinan Anyaman Bambu di Kecamatan Palasah Kabupaten Majalengka. Skripsi. Bandung: Universitas

Pendidikan Indonesia

Pemerintah Daerah Kota Bandung – SK Walikota Bandung Nomor 530/Kep.295-DISKUKM.PERINDAG/2009

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah

www.kompas.com

www.wikipediaindonesia.com

Widarjono, Agus. (2007). Ekonometrika Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Ekonisia FE UII

Yunus, Hadori . (2005). Pengaruh Modal Kerja Terhadap Profitabilitas Pada

Perusahaan Sektor Industri Makanan dan Minuman yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Skripsi. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia


(1)

BUMN atau perusahaan swasta untuk mengatasi problematika usahanya sehingga dapat berkembang dengan baik. Karena dengan berperan aktif, pengusaha akan mendapatkan informasi usaha, ilmu pengetahuan, serta bantuan dana. Sehingga dapat mengefisiensikan biaya produksi tanpa harus menaikkan harga jual produk. Jika harga jual produk tahu memang harus dinaikan karena tidak dapat dilakukan upaya apapun, jangan takut akan berdampak pada turunnya permintaan tahu sehingga pendapatan usaha juga rendah. Dengan kualitas produk tahu yang terjamin hal tersebut tidak akan terjadi begitu parah. Karena pada hakikatnya, konsumen memang menyukai harga yang murah namun yang perlu dipahami oleh para pengusaha, konsumen lebih tertarik pada produk yang kualitasnya terjamin.

2. Modal kerja sebaiknya dialokasikan secara efektif dan efisien supaya kegiatan usaha dapat berjalan dengan baik. Sebaiknya pengusaha membuat laporan usaha sehingga tidak tercampur dengan keuangan pribadi serta kegiatan usaha dapat terdata dengan baik untuk kepentingan administrasi yang nantinya akan membantu untuk memajukan usahanya karena terkonsep dengan baik pula. 3. Kendala utama perajin tahu adalah ketergantungan kepada kedelai impor yang

harganya semakin naik. Oleh karena itu, pemerintah perlu lebih mengkaji solusi yang terbaik untuk menangani masalah ini. Selain itu, untuk mengurangi bahkan tidak tergantung lagi pada kedelai impor, maka petani kedelai lokal perlu dibina serta didukung dengan baik oleh pemerintah


(2)

4. Kebutuhan akan ketersediaan air yang berkualitas baik untuk dapat menghasilkan tahu yang unggul perlu dibenahi dengan baik oleh pihak-pihak terkait karena selain kedelai, air merupakan faktor vital dalam proses produksi.

5. Pemerintah disarankan untuk lebih memperhatikan kelangsungan usaha kecil melalui kebijakan-kebijakan yang tidak berat sebelah kepada usaha kecil serta lebih serius lagi dalam melaksanakan pembinaan kepada UKM (Usaha Kecil Menengah).

6. Pengusaha disarankan berpartisipasi aktif untuk mengikuti program peningkatan usaha rakyat seperti mengikuti pelatihan, seminar, dll.

7. Sentra Industri Tahu Cibuntu Kota Bandung sudah dijadikan sebagai tempat wisata kuliner. Oleh karena itu, dari segi fisik lingkungan usahanya perlu dibenahi dengan baik oleh pihak-pihak terkait terutama seperti sistem pembuangan limbah produksi supaya sentra tersebut dapat benar-benar layak dikunjungi dan meninggalkan kesan yang baik kepada para pengunjungnya. 8. Sebagai warga negara yang baik, masyarakat Indonesia haruslah member

dukungan dengan cara mencintai produk dalam negeri. Jika ada kelemahan misalnya dari aspek kualitas terhadap produk dalam negeri janganlah langsung beralih pada produk lain namun dengan cara memberikan saran yang disalurkan dengan baik demi kemajuan industri dalam negeri.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Kamaruddin. (1997). Dasar-Dasar Manajemen Modal Kerja. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Ahman, Eeng & Yana Rohmana. (2009). Pengantar Teori Ekonomi Mikro. Bandung: Laboratorium Ekonomi dan Koperasi

Alma, Buchari. (2003). Pengantar Bisnis. Bandung: CV Alfabeta

Anoraga, P dan Sudantoko, D. (2002). Koperasi, Kewirausahaan, dan Usaha Kecil. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta Rineka Cipta

Case, Karl E. & Fair, Ray C. (2002). Prinsip-Prinsip Ekonomi Mikro. Jakarta: Prenhallindo

Gujarati, Damodar. (2006). Ekonometria Dasar. Terjemahan: Sumarno Zain, Jakarta: Erlangga.

Hasibuan, M. (2000). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Bumi Aksara Hatminingsih, Rahdwi. (2010). Pengaruh Persaingan, Harga Jual, dan Diversifikasi


(4)

Komarudin. (1994). Ensiklopedia Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara

Lipsey, R.G & Steiner P.O. (2003). Pengantar Mikro Ekonomi Edisi Kesepuluh. Jakarta: Binarupa Aksara

Musselman, Vernon A & Jakson. (1992). Pengantar Ekonomi Perusahaan Jilid I Edisi 9. Jakarta: Erlangga

Pressman, Steven. (2002). Lima Puluh Pemikir Ekonomi Dunia. Jakarta: Murai Kencana PT. Raja Grafindo Persada

Riduwan. (2010). Dasar-Dasar Statistika. Bandung: Alfabeta

Riyanto, Bambang. (1995). Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan, Edisi Keempat. Yogyakarta: BPFE UGM

Sadono, Sukirno. (2002). Pengantar Teori Mikro Ekonomi. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Saladin, Djaslim. (2004). Manajemen Pemasaran- Analisis Perencanan, Pelaksanaan dan Pengendalian. Bandung: Linda Karya

Samuelson, Paul A & Nordhaus, William D. (1999). Mikro Ekonomi. Jakarta: Erlangga

Santosa, Purbayu B. & Ashari. (2005). Analisis Statistik dengan Microsoft Excel dan SPSS. Semarang: Andi

Sari, Ratna. (2012). Pengaruh Harga Jual dan Produk terhadap Laba Pengusaha Topi di Desa Rahayu Kecamatan Margaasih Kabupaten Bandung. Skripsi. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia


(5)

Singarimbun, Masri. (1989). Metode Penelitian Survai. Jakarta : LP3ES dan Anggota IKAPI

Subagia, Osa. (2010). Pengaruh Harga Jual dan Diferensiasi Produk terhadap Laba Pengusaha Tas di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. Skripsi. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia

Sumodiningrat, Gunawan. (2001). Pengantar Ekonometrika. Yogyakarta: BPFE Supranto, J. (2005). Ekonometri. Bogor: Ghalia Indonesia

Suryana. (2006). Kewirausahaan Pedoman Praktis, Kiat dan Proses Menuju Sukses. Jakarta: Salemba Empat

Syahyunan. (2003). Analisis Modal Kerja. [Online]. Tersedia di: http://library.usu.ac.id/download/fe/manajemen-syahyunan3.pdf

Tati S, Joesron & M. Fathorrozi (2002). Teori Ekonomi Mikro. Jakarta: Salemba Empat

Tulus TH, Tambunan. (2002). Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia Beberapa Isu Penting. Jakarta: Salemba Empat

BPS – Profil Industri Kecil Kerajinan dan Rumah Tangga. (online), (http//:www.bps.go.id)

Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (KOPTI) Kota Bandung – Laporan Rapat Anggota Tahunan. 2011


(6)

Pujianti, Yuli. (2006). Analisis Pengaruh Harga Jual Diferensiasi Produk, dan Saluran Distribusi terhadap Pendapatan Usaha Kerajinan Anyaman Bambu di Kecamatan Palasah Kabupaten Majalengka. Skripsi. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia

Pemerintah Daerah Kota Bandung – SK Walikota Bandung Nomor 530/Kep.295-DISKUKM.PERINDAG/2009

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah

www.kompas.com

www.wikipediaindonesia.com

Widarjono, Agus. (2007). Ekonometrika Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Ekonisia FE UII

Yunus, Hadori . (2005). Pengaruh Modal Kerja Terhadap Profitabilitas Pada

Perusahaan Sektor Industri Makanan dan Minuman yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Skripsi. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia