PENGARUH PEMBELAJARAN IPA TERPADU MODEL CONNECTED PADA MATERI KEPENDUDUKAN DAN LINGKUNGAN TERHADAP PENGUASAAN KONSEP DAN SIKAP ILMIAH SISWA MTS.

(1)

Hal.

PERNYATAAN………. i

ABSTRAK ……… ii

KATA PENGANTAR ………. iv

DAFTAR ISI ……… vi

DAFTAR TABEL ……… viii

DAFTAR GAMBAR ………... x

DAFTAR LAMPIRAN ………... xi

BAB I PENDAHULUAN ……… 1

A. Latar Belakang Masalah ……….. 1

B. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian………... 7

C. Batasan Masalah ………... 8

D. Tujuan………...……...………. 9

E Manfaat Penelitian……… F. Asumsi ..………..……… G. Hipotesis.………... 10 10 10 BAB II PEMBELAJARAN IPA TERPADU MODEL CONNECTED, PENGUASAAN KONSEP KEPENDUDUKAN DAN LINGKUNGAN, DAN SIKAP ILMIAH SISWA... 11

A. Pembelajaran Terpadu Model Connected... 11

B. Pembelajaran Kooperatif... 20

C. Penguasaan Konsep…………...……… 26

D. Sikap Ilmiah……….. 30

E. Tinjauan Pembelajaran Kependudukan dan Lingkungan………... 35

F. Penelitian Lain yang Relevan……… 45

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ………. 48

A. Definisi Operasional ………. 48

B. Metode dan Desain Penelitian ………...………... 50


(2)

F. Analisis Data Penelitian ... 65

G. Alur Penelitian………... 69

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ………. 70

A. Hasil Penelitian ……… 70

1. Penguasaan Konsep Terhadap Materi Kependudukan dan Lingkungan………. 70

2. Sikap Ilmiah Siswa Pada Pembelajaran Materi Kependudukan dan Lingkungan………. 78

3. Tanggapan Siswa Terhadap Kegiatan Pembelajaran Materi Kependudukan dan Lingkungan………. 86

B. Pembahasan ………. 88

1. Peningkatan Penguasaan Konsep Siswa………. 88

2. Peningkatan Sikap Ilmiah Siswa……… 96

3. Tanggapan Siswa Terhadap Kegiatan Pembelajaran……….. 102

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………. 106

A. Kesimpulan ……….. 106

B. Keterbatasan Penelitian……….. 107

C. Saran ………. 108

DAFTAR PUSTAKA ……….. 109


(3)

Tabel Hal.

2.1 Sintaks Pembelajaran Terpadu... 18

2.2 Sintaks Pembelajaran Kooperatif... 24

2.3 Kategori dan Subkategori Dimensi Kognitif Taksonomi Bloom... 27

2.4 Pedoman Pemberian Skor Jawaban Pernyataan Sikap Ilmiah.. 35

2.5 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Kelas VII... 36

3.1 Desain Penelitian static group pretest-postest design... 51

3.2 Pedoman Pemberian Skor Jawaban Pernyataan Sikap Ilmiah.. 52

3.3 Interpretasi Indeks Validitas Soal………. 54

3.4 Interpretasi Indeks Reliabilitas Soal………... 55

3.5 Interpretasi Indeks Daya Pembeda Soal………... 56

3.6 Interpretasi Indeks Tingkat Kesukaran Soal...……….. 56

3.7 Hasil Uji Coba Penguasaan Konsep………. 60

3.8 Hasil Uji Coba Sikap Ilmiah Siswa……….. 62

3.9 Kategori Peningkatan Belajar Berdasarkan Indeks Gain…….. 66

3.10 Rekapitulasi Uji Prasyarat………. 68

4.1 Statistik Deskriptif Nilai Pretes dan Nilai Postes Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol………. 70

4.2 N-Gain Penguasaan Konsep Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol... 71

4.3 Hasil Uji Normalitas Pretes dan Postes Penguasaan Konsep pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol... 72

4.4 Hasil Uji Homogenitas Pretes dan Postes Penguasaan Konsep pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol... 73

4.5 Hasil Uji Perbedaan Dua Rata-rata Pretes Penguasaan Konsep pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol... 74


(4)

4.7 Hasil Uji Coba Perbedaan Dua Rata-rata N-gain Penguasaan

Konsep pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol... 76 4.8 N-gain Ranah Kognitif Penguasaan Kognitif Penguasaan

Konsep Siswa... 77 4.9 Statistik Deskriptif Nilai Awal dan Nilai Akhir Sikap Ilmiah

Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol... 78 4.10 N-Gain ternormalisasi Sikap Ilmiah Siswa Kelas Eksperimen

dan Kelas Kontrol... 79 4.11 Hasil Uji Normalitas Skor Awal dan Skor Akhir Sikap Ilmiah

Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol... 80 4.12 Hasil Uji Homogenitas Skor Awal dan Skor Akhir Sikap

Ilmiah Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol... 81 4.13 Hasil Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Skor Awal Sikap Ilmiah

Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol... 83 4.14 Hasil Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Skor Akhir Sikap Ilmiah

Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol... 83 4.15 Hasil Uji Perbedaan Dua Rata-Rata N-gain Sikap Ilmiah

Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol... 84 4.16 N-gain Setiap Indikator Sikap Ilmiah Siswa... 85 4.17 Tanggapan Siswa Setelah Dilakukan Pembelajaran pada


(5)

Gambar Hal.

2.1 Pembelajaran Terpadu Model Connected………. 16

2.2 Alur Penyusunan Perencanaan Pembelajaran Terpadu... 18 3.1 Bagan Alur Penelitian... 69 4.1 Rata-Rata Nilai Pretes Dan Postes Kelas Eksperimen Dan

Kelas Kontrol... 71 4.2 Nilai N-Gain Setiap Kategori Ranah Kognitif... 78 4.3 Nilai Rata-Rata Sikap Ilmiah Kelas Eksperimen dan Kelas

Kontrol dalam Skala 0-3... 79 4.4 Grafik Sikap Ilmiah Siswa untuk Setiap Indikator... 86 4.5 Grafik Tanggapan Siswa Terhadap Kegiatan Pembelajaran 87


(6)

Lampiran Hal.

A.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Eksperimen……… 115

A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kontrol……….. 133

B.1 Hasil Uji Coba Instrumen Penguasaan Konsep……….. 149

B.2 Hasil Uji Coba Instrumen Skala Sikap Ilmiah………. 158

C.1 Instrumen Penelitian Penguasaan Konsep………... 168

C.2 Instrumen Penelitian Sikap Ilmiah Siswa……… 178

C.3 Instrumen Penelitian Angket Respon Siswa……… 179

D.1 Hasil Penelitian Penguasaan Konsep……….. 180

D.2 Hasil Penelitian Sikap Ilmiah Siswa……… 185

E.1 Analisis Data Penguasaan Konsep……….. 190


(7)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Majunya suatu negara sangat ditentukan oleh majunya pendidikan di negara tersebut. Pada era globalisasi saat ini, seluruh negara di dunia berusaha melakukan pembenahan di segala bidang termasuk bidang pendidikan. Hal ini juga dilakukan oleh negara Indonesia, yaitu dengan melakukan perbaikan kurikulum yang disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin maju. Adapun tujuan pendidikan nasional di Indonesia yang tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah sebagai berikut.

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warganegara yang demokratis serta bertanggung jawab (Puskur, 2010).

Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu pendidikan yang memiliki potensi besar dan peranan strategis dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan rumusan tujuan pendidikan nasional dalam menghadapi tantangan di masa yang akan datang. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan (Depdiknas, 2006).Sesuai pernyataan Cain & Evans (dalam Rustaman,


(8)

2004) bahwa pembelajaran IPA mengandung empat hal yaitu konten atau produk, proses atau metode, sikap, dan teknologi. Dari pernyataan tersebut maka sangat penting untuk menyelenggarakan pembelajaran yang dapat memfasilitasi siswa untuk mengalami dan memahami IPA sebagai produk, proses, sikap, dan teknologi.

Penetapan Kurikulum Satuan Pendidikan (KTSP) saat ini merupakan salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan. Dengan penetapan KTSP saat ini, sekolah beserta perangkatnya diberi wewenang untuk menyusun kurikulum sesuai dengan kondisi dan potensi sekolahnya masing-masing. Salah satu implikasi darikurikulum KTSP ini pada tingkat SMP/MTs adalah adanya perubahan pendekatan pembelajaran IPA di mana dalam pembelajaran IPA tersebut menggunakan pendekatan terpadu, berbeda dengan kurikulum sebelumnya yang diajarkan secara terpisah. IPA Terpadu untuk jenjang SMP dan MTs meliputi disiplin ilmu Kimia, Fisika, dan Biologi (Puskur, 2006).

IPA Terpadu merupakan pembelajaran IPA yang disajikan sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan, artinya siswa tidak belajar ilmu Fisika, Biologi, dan Kimia secara terpisah sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri, melainkan semua diramu dalam kesatuan (Salirawati, 2009). Pembelajaran IPAsecara terpadudirasa sesuai untuk diberikan kepada siswa karena selaras dengan pengalaman hidup siswa yang bersifat kompleks dan terpadu, yakni menyangkut berbagai aspek yang saling terkait (Depdiknas, 2004). Kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan dengan model pengalaman hidup dalam masyarakat dapat lebih


(9)

dipahami dan menjadi pembelajaran yang bermakna bagi siswa karena proses pembelajaran tersebut sesuai dengan realita kehidupan.

Selain itu, pembelajaran IPA terpadu juga dirasa lebih sesuai apabila kita memperhatikan dan mempertimbangkan tingkat berfikir siswa SMP/MTs. Menurut Piaget (Dahar, 2011), terdapat hubungan fungsional antara tindakan fisik, tindakan mental dan perkembangan berpikir logis. Setiap individu mengalami tingkat-tingkat perkembangan intelektual yaitu sensori-motor (0-2 tahun), pra-operasional (2-7 tahun), operasional konkret (7-11 tahun), dan operasi formal (>11 tahun). Berdasarkan perkembangan intelektual tersebut maka siswa SMP/MTs kelas VII yang rata-rata berusia 12-13 tahun termasuk kategori formal awal di mana siswa berada pada masa peralihan dari berpikir konkret ke abstrak. Siswa pada masa tersebut mulai dapat berpikir secara abstrak namun masih dalam tahap awal sehingga masih diperlukan bantuan yang sifatnya nyata atau dapat diamati dengan panca indera sehingga dapat menjembatani siswa dalam memahami konsep yang bersifat abstrak.Menurut Trianto (2011), pembelajaran IPA terpadudapat memfasilitasi fase peralihan yang dialami siswa dengan memberikan gambaran nyata melalui pembelajaran yang saling berkaitan antara satu konsep dengan konsep yang lain sehingga terbentuk suatu pengetahuan yang utuh. Hal ini selaras Ausubelyang menyatakan bahwa belajar akan bermakna jika anak didik dapat mengaitkan konsep yang dipelajari dengan konsep yang sudah ada dalam struktur kognitifnya danpernyataan Bruner yang menyatakan bahwa belajar akan berhasil lebih baik jika selalu dihubungkan dengan kehidupan orang yang sedang belajar(Dahar, 2011). Konsep-konsep dasar yang dikuasai oleh siswa


(10)

ini selanjutnya diharapkan dapat menjadi bekal siswa untuk memecahkan masalah dalam belajar dan dalam kehidupan sehari-hari (Rustaman, 2004). Hal ini selaras dengan pernyataan Dahar (2011) bahwa konsep-konsep merupakan batu-batu pembangun (building blocks) dalam berpikir yang merupakan dasar bagi proses-proses mental yang lebih tinggi untuk memutuskan prinsip-prinsip dan generalisasi-generalisasi.

Adapun kenyataan yang terjadi di lapangan. pelaksanaan pembelajaran IPA terpadu belum sepenuhnya terlaksana. Meski sudah menjadi IPA terpadu namun kenyataan dalam pelaksanaannya masih dilakukan secara terpisah. Menurut Salirawati (2009), guru yang mengajar IPA di SMP/MTsadalah guru lulusan Pendidikan Fisika, Biologi, dan Kimia yang terpisah, maka dalam praktiknya pembelajaran IPA terpadu yang dimaksud dalam kurikulum mengalami banyak kendala. Selama ini guru IPA di sekolah telah terbiasa dengan pembagian tugas sebagai guru Fisika, guru Kimia dan guru Biologi. Dengan adanya IPA terpadu membuat guru IPA harus dapat mengajarkan Fisika, Kimia, dan Biologi secara terpadu. Menurut Indrawati (2009), alasan yang sering dikemukakan oleh para guru untuk tidak menerapkan pembelajaran IPA terpadu adalah keterbatasan alokasi waktu persiapan pembelajaran, sarana, lingkungan belajar, dan jumlah peserta didik tiap kelas yang terlalu banyak. Pada jenjang SD, guru kelas masih memungkinkan untuk bekerja sendiri namun memerlukan waktu yang relatif lama dalam mempersiapkan pembelajaran terpadu. Pada jenjang SMP dan SMA, guru Biologi, Kimia, Fisika memungkinkan adanya kerja sama namun di lapangan para guru sulit untuk melakukan team teaching. Menurut Rohmawati (2010),


(11)

kemampuan guru IPA dalam mengintegrasikan antar mata pelajaran, pokok bahasan ataupun pada sub pokok bahasan masih sangat terbatas, sehingga perlunya pengetahuan khusus tentang perancangan pembelajaran terpadu.

Selain belum dapat terlaksananya pembelajaran IPA secara terpadu, pembelajaran IPA saat ini cenderung berorientasi pada tes atau ujian (Puskur, 2010). Berdasarkan hasil tes PISA (Program for International Student Assessment) tahun 2009 dengan peserta 65 negara, Indonesia berada pada peringkat ke-60 untuk sains (Balitbang, 2012). Adapun tiga hasil studi internasional sebelumnya yang telah dilakukan yaitu PIRLS 2006, PISA 2006 dan TIMSS 2007 diperoleh kesimpulan bahwa kemampuan siswa Indonesia untuk bidang sains, matematika dan membaca berada di bawah rata-rata skor internasional dan hampir tidak ada yang dapat menjawab soal-soal yang menuntut pemikiran tingkat tinggi dalam memecahkan suatu masalah (Tandrio, 2012). Hal ini senada dengan temuan Sliming (dalam Wahidin, 2006) yang menyatakan bahwa siswa hanya menghapal konsep dan kurang mampu menggunakan konsep tersebut dalam kehidupan nyata.

Kondisi siswa yang hanya menghapal dan kurang mampu menggunakan konsep inisecara tidak langsung berdampak pada sikap siswa dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu contoh perilaku buruk yang saat ini terjadi yaitu aktivitas manusia yang kurang bertanggung jawab terhadap lingkungan dengan membuka lahan untuk perkebunan kelapa sawit, pertambangan dan pemukiman penduduk tanpa memikirkan dampak yang terjadi terhadap lingkungan di sekitarnya (Sumbogo, 2011).Kurangnya penumbuhkembangansikap ilmiah (scientific


(12)

attitude) di sekolah diduga dapat menjadi salah satupenyebab buruknya sikap manusia karena sikap ilmiah dalam kegiatan pembelajaran memiliki peran dalam membangun karakter siswa (Rustaman, 2010).

Keadaan masyarakat dan lingkungan yang semakin memprihatinkan saat ini sebetulnya dapat diatasi sejak dini melalui pembelajaran IPA. Hal ini sejalan dengan pernyataan DIKTI (dalam Uno & Mohamad, 2011) yaitu penanaman pemahaman dan kesadaran tentang pentingnya menjaga kelestarian kualitas lingkungan sangat baik apabila mulai diterapkan melalui pendidikan pada anak. Materi yang berhubungan dengan kependudukan dan lingkungan telah mulai diajarkan untuk siswa tingkat SMP/MTs kelas VII pada mata pelajaran IPA. Materi ini penting untuk diajarkan sejak dini dari beberapa sudut pandang yang berbeda yang diterapkan dalam pembelajaran IPA terpadu pada siswa agar siswa lebih memahami peran siswa sebagai salah satu komponen ekosistem dan dapat bertindak lebih bijak terhadap lingkungan di sekitar melalui penumbuhkembangan sikap ilmiah dalam kegiatan pembelajaran.Hal tersebut selaras dengan pernyataan Trianto (2011), pemahaman konsep yang baik dari beberapa sudut pandang dapat membuat siswa lebih bijak dalam menyikapi atau menghadapi kejadian yang ada di depan mereka. Adapun pembelajaran IPA yang biasa dilakukan di sekolah adalah pembelajaran yang belum memadukan Biologi, Kimia, Fisika dalam satu kesatuan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif. Hal ini mengakibatkan pembelajaran tersebut masih bersifat hafalan konsep, siswa kurang mampu melihat hubungan antar konsep, dan kurang menumbuhkan sikap ilmiah siswa.


(13)

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, maka dilakukan sebuah penelitian untuk mengetahui bagaimana pengaruh model pembelajaran IPA terpadu dengan model connected terhadap penguasaan konsep dan sikap ilmiah siswa. Model connected dipilih karena menurut Rustaman (2004), model connected merupakan salah satu model pengintegrasian yang cocok untuk diterapkan di Indonesia dan sesuai dengan kurikulum pendidikan yang ada di Indonesia. Penelitian ini diberi judul “Pengaruh Pembelajaran IPA Terpadu Model Connected pada Materi Kependudukan dan Lingkungan Terhadap Penguasaan Konsep dan Sikap Ilmiah Siswa MTs”.

B. Rumusan Masalah Dan Pertanyaan Penelitian

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Bagaimanakah penguasaan konsep dan sikap ilmiah siswa setelah mendapatkan model pembelajaran IPA terpadu dengan model connected dan model pembelajaran kooperatif pada materi kependudukan dan lingkungan?”. Rumusan masalah tersebut dijabarkan lebih rinci dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pengaruh model pembelajaran IPA terpadu dengan model connected dan model pembelajaran kooperatif terhadap penguasaan konsep siswa?

2. Bagaimanakah pengaruh model pembelajaran IPA terpadu dengan model connected dan model pembelajaran kooperatif terhadap sikap ilmiah siswa? 3. Bagaimanakah tanggapan siswa terhadap model pembelajaran IPA terpadu

dengan model connected dan model pembelajaran kooperatif dalam materi kependudukan dan lingkungan?


(14)

C. Batasan Masalah Penelitian

Untuk lebih mengarahkan penelitian maka peneliti membatasi permasalahan sebagai berikut:

1. Penguasaan konsep yang akan diukur adalah ranah kognitif berdasarkan klasifikasi hasil belajar dari revisi taksonomi Bloom dengan jenis pengetahuan faktual dan konseptual (Anderson, 2001) yang diuji dengan soal pilihan ganda. Adapun tipe soal yang digunakan adalah soal jenjang C1

(mengingat), C2 (memahami), C3 (menerapkan), C4 (menganalisis), C5

(mengevaluasi), dan C6 (mencipta).

2. Sikap ilmiah yang akan diukur adalah sikap yang berkaitan dengan pengalaman belajar. Sikap ilmiah tersebut diukur berdasarkan indikator sikap ilmiah menurut Carin (1997) yang meliputi memupuk rasa ingin tahu (being curious) dalam memahami dunia sekitarnya, mengutamakan bukti dalam arti kesimpulan yang diperoleh perlu ditunjang oleh bukti empiris yang berkaitan dengan fakta, skeptis terhadap pendapat dari orang lain, menerima perbedaan dan menghormati pandangan yang berbeda, dapat bekerja sama, bersikap positif terhadap kegagalan. Sikap ilmiah siswa akan diukur menggunakan skala sikap yang terdiri dari pernyataan positif dan pernyataan negatif.

3. Model pembelajaran IPA terpadu dengan model connected (keterhubungan) yang diterapkan pada penelitian ini merujuk pada model pembelajaran terpadu menurut Trianto (2011) dengan sintak pembelajaran yaitu pendahuluan, presensi materimembimbing pelatihan, menelaah pemahaman dan memberikan umpan balik, mengembangkan dengan memberikan


(15)

kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan, menganalisis dan mengevaluasi. Model pembelajaran IPA terpadu dengan model connected ini menghubungkan 3 (tiga) mata pelajaran Biologi, Kimia, dan Fisika dalam satu tahun pelajaran bagi kelas VII. Adapun materi kependudukan dan lingkungan yang dipadukan meliputi konsep kepadatan populasi manusia, perubahan materi di lingkungan sekitar, kecepatan benda dalam kehidupan sehari-hari dan peranan manusia dalam pengelolaan lingkungan.

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis penguasaan konsep dan sikap ilmiah siswa yang diberi model pembelajaran IPA terpadu dengan model connected dan model pembelajaran kooperatif pada materi kependudukan dan lingkungan. Tujuan penelitian ini dijabarkan secara rinci sebagai berikut.

1. Menganalisis penguasaan konsep siswa pada materi kependudukan dan lingkungan melalui model pembelajaran IPA terpadu dengan model connecteddan model pembelajaran kooperatif.

2. Menganalisis sikap ilmiah siswa pada materi kependudukan dan lingkungan melalui model pembelajaran IPA terpadu dengan model connecteddan model pembelajaran kooperatif.

3. Menganalisis respon siswa terhadap model pembelajaran IPA terpadu dengan model connecteddan model pembelajaran kooperatif pada materi kependudukan dan lingkungan.


(16)

E. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak di antaranya sebagai berikut.

1. Bagi siswa, pembelajaran IPA terpadu diharapkan meningkatkan penguasaan konsep serta sikap ilmiah siswapada materi kependudukan dan lingkungan. 2. Bagi guru, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pengetahuan dan

wawasan tentang perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran terpadu model connected dalam mata pelajaran IPA untuk SMP/MTs

3. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan dan bahan pertimbangan untuk melakukan penelitian lain.

F. Asumsi Penelitian

1. Pembelajaran terpadu memberi pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa (Trianto, 2011).

2. Konsepsi siswa dapat berubah sesuai pengalaman belajar (Dahar, 2011) 3. Sikap ilmiah siswa dapat terbentuk dari pengalaman belajar (Dahar, 2011)

G. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas maka hipotesis penelitian ini adalah “Terdapat perbedaan yang signifikan dari penguasaan konsep dan sikap ilmiah siswa antara siswa yang diberi model pembelajaran IPA terpadu dengan model connecteddan model kooperatif”.


(17)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Definisi Operasional

1. Pembelajaran IPA terpadu model connected merupakan model pembelajaran terpaduyang memadukan beberapa bidang studiyaitu biologi, kimia, fisika dalam satu disiplin ilmu yaitu IPA Sintaks model pembelajaranterpadu ini merujuk pada model pembelajaran terpadu menurut Trianto (2011) dengan sintak pembelajaran yaitu pendahuluan, presensi materimembimbing pelatihan, menelaah pemahaman dan memberikan umpan balik, mengembangkan dengan memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan, menganalisis dan mengevaluasi. Dalam penelitian ini konsep yang dipadukan adalah masalah kependudukan, pencemaran lingkungan, dan peranan manusia dalam pengelolaan lingkungan dengan mengangkat tema banjir.

1. Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif dengan struktur kelompok yang heterogen. Model pembelajaran ini merupakan pembelajaran yang biasa dilakukan di sekolah dan dijadikan sebagai perlakuan pada kelas kontrol dengan sintaks pembelajaran merujuk pada sintaks kooperatif Arends (2007) yaitu menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa, menyajikan informasi, mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar, membimbing kelompok bekerja dan belajar,


(18)

evaluasi, dan memberikan penghargaan. Adapun tipe dari pembelajaran kooperatif ini adalah tipe think-pair-square. Setiap siswa memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut sendiri (think). Siswa berpasangan dengan salah satu rekan dalam kelompok dan berdiskusi dengan pasangannya (pair). Kedua pasangan bertemu kembali dalam kelompok berempat (square). Pembelajaran kooperatif di kelas kontrol diberikan pada siswa dalam mata pelajaran IPA dengan tidak memadukan atau menghubungkan konsep-konsep biologi, kimia, dan fisika yang dipelajari.

2. Pengaruh dalam penelitian ini merupakan peningkatan N-gainterhadap kemampuan penguasaan konsep dan sikap ilmiah siswadari kegiatan pembelajaran model pembelajaran IPA terpadu untuk kelas eksperimen dan model pembelajaran kooperatif untuk kelas kontrol. N-gain tersebut kemudian diuji untuk mengetahui apakah peningkatan tersebut berbeda signifikan.

3. Penguasaan konsep merupakan skor tes siswa dalam menguasai materi pembelajaran. Penguasaan konsep akan dijaring dengan menggunakan tes penguasaan konsep ranah kognitif berdasarkan revisi taksonomi Bloom yang mencakup jenjang C1 (mengingat), C2 (memahami), C3 (menerapkan), dan C4

(analisis), C5 (menilai), dan C6 (membuat). Data dikumpulkan melalui tes

penguasaan konsep dengan bentuk pilihan ganda.

4. Sikap ilmiah merupakan skor yang diharapkan muncul pada siswa setelah pembelajaran. Sikap ilmiah yang akan ditumbuhkan dalam pembelajaran adalah memupuk rasa ingin tahu, mengutamakan bukti, bersikap skeptis, mau


(19)

menerima perbedaan, dapat bekerja sama, dan bersikap positif terhadap kegagalan. Sikap ilmiah siswa tersebut akan diukur menggunakan skala sikap yang terdiri dari beberapa pernyataan positif dan pernyataan negatif yang diberikan sebelum dan setelah kegiatan pembelajaran. Untuk setiap pernyataan positif dan negatif diberi nilai dari rentang 0-3.

B. Metode dan Desain Penelitian

Metode penelitian ini adalah kuasi eksperimen dan sampel penelitian yang digunakan tidak dipilih secara acak murni melainkan secara acak kelas. Hal ini terjadi karena dalam pendidikan tidak memungkinkan terjadinya pemilihan untuk setiap individu untuk kemudian dimasukkan ke dalam kelompk karena dalam pendidikan siswa sudah diatur dalam kelas-kelas (Fraenkel & Wallen, 2006).. Penelitian ini disebut penelitian eksperimen karena adanya perlakuan yang diberikan kepada kelompok eksperimen berupa penerapan model pembelajaran IPA terpadu model connectedsedangkan kelompok yang lain mendapatkan model pembelajaran kooperatif.. Desain yang digunakan dalam penelitian adalah The Matching-Only PretestPosttest Control Group Designyaitu desain penelitian pretes-postes yang melibatkan dua kelompok yang diasumsikan memiliki kemampuan yang setara sehingga apabila terjadi perbedaan hasil dapat diketahui bahwa perbedaan tersebut diakibatkan adanya perlakuan(Fraenkel and Wallen, 2006). Desain ini digambarkan pada Tabel 3.1.


(20)

Tabel 3.1. The Matching-Only Pretest Posttest Control Group Design

Kelas Pretes Perlakuan Postes

Eksperimen M O1 X1 O2

Kontrol M O1 X2 O2

Keterangan:

O1 = tes awal sebelum diberi perlakuan baik pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

O2 = tes akhir setelah diberi perlakuan baik pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

X1 = pembelajaran menggunakan model pembelajaran IPA terpadu dengan model connected

X2 = pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe think pair

square

C. Populasi dan Sampel Penelitian

Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kelas VII MTS “X” di Purwakarta yang berjumlah empat kelas pada semester satu sedangkan sampel penelitiannya sebanyak dua kelas yang dipilih secara acak kelas. Satu kelas akan dijadikan sebagai kelas eksperimen yaitu diberikan model pembelajaran IPA terpadu dengan model connected dan satu kelas lagi dijadikan sebagai kelas kontrol yang mendapatkan model pembelajaran kooperatif tipe think pair square yang belum memadukan materi pembelajaran.

D. InstrumenPenelitian 1. Jenis Instrumen

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dirancang untuk menganalisis pengaruh pembelajaran terpadu pada materi kependudukan dan lingkungan terhadap penguasaan konsep, sikap ilmiah siswa, dan tanggapan


(21)

siswa terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan. Untuk memperoleh data yang diperlukan, digunakan instrumen sebagai berikut:

a. Soal penguasaan konsep akan diberikan sebelum dan setelah pembelajaran untuk mengukur penguasaan konsep siswa baik pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Sebelum digunakan sebagai instrumen penelitian, soal tes dipertimbangkan oleh dosen ahli dan diuji coba terlebih dahulu.

b. Pengukuran skala sikap ilmiah diberikan kepada kelas kontrol dan kelas eksperimen pada sebelum dan setelah pembelajaran untuk mengetahui sikap ilmiah siswa pada materi kependudukan dan lingkungan. Skala sikap berisi pernyataan-pernyataan positif dan negatif. Setiap pernyataan dihubungkan dengan jawaban siswa yang diungkapkan dengan empat pilihan jawaban yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS). Pedoman pemberian skor dapat dilihat pada Tabel 3.2. Skala sikap ini kemudian diuji coba dan hasilnya dianalisis untuk membakukan skalanya serta diuji validitas dan reliabilitasnya.

Tabel 3.2. Pedoman Pemberian Skor Jawaban Pernyataan Sikap Ilmiah Jawaban Pernyataan

Positif

Skor Jawaban Pernyataan Negatif

Skor Sangat Setuju (SS) 3 Sangat Setuju (SS) 0 Setuju (S) 2 Setuju (S) 1 Tidak Setuju (TS) 1 Tidak Setuju (TS) 2 Sangat Tidak Setuju (STS) 0 Sangat Tidak Setuju

(STS)

3 (Arikunto, 2009) c. Angket tentang kegiatan pembelajaran diberikan kepada kelas kontrol dan

kelas eksperimen untuk mengetahui tanggapan siswa tentang pembelajaran yang telah dilakukan.


(22)

2. Uji Coba Instrumen

Sebelum digunakan untuk mengambil data dalam penelitian, instrumen diuji coba dan dianalisis kelayakannya melalui uji validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, serta distraktor instrumen tersebut sehingga instrumen layak digunakan dalam penelitian. Berikut ini uraian uji coba untuk setiap instrumen yang digunakan dalam penelitian.

a. Instrumen Penguasaan Konsep

Uji coba instrumen penguasaan konsep dilakukan untuk memperoleh soal yang memadai dari segi validitas, reliabilitas, daya pembeda, tingkat kesukaran dan pola jawaban soal (distractor). Analisis uji coba instrumen penguasaan konsep dilakukan melalui program Anates versi 4.0.

1) Uji validitas

Instrumen yang baik harus memiliki kesahihan atau validitas yang baik. Data dikatakan valid bila sesuai kenyataan yaitu mampu menjaring data yang menggambarkan keadaan sebenarnya, mengukur apa yang ingin diukur (Arikunto, 2009). Untuk menghitung validitas instrumen penguasan konsep dapat dilakukan dengan menggunakan rumus Product Momentberikut.

) ) ( )( ) ( ( ) )( ( 2 2 2 2 y y x x y x xy rxy            (Arikunto, 2009) Keterangan:

N = jumlah subjek X = skor item Y = skor total


(23)

Indeks validitas soal yang didapatkan kemudian diinterpretasikan dengan kriteria menurut Arikunto (2009) pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3. Interpretasi Indeks Validitas Soal Besarnya nilai r Interpretasi Antara 0, 800 – 1, 00

Antara 0, 600 – 0, 800 Antara 0, 400 – 0,600 Antara 0, 200 – 0, 400 Antara 0, 00 – 0, 200

Tinggi Cukup Agak Rendah Rendah Sangat rendah

(Arikunto, 2009) b) Uji reliabilitas

Reliabilitas soal merupakan tingkat keajegan soal yakni sejauh mana suatu soal dapat dipercaya untuk menghasilkan skor yang ajeg yaitu relatif tidak berubah walaupun diujikan pada situasi yang berbeda-beda. Untuk menghitung reliabilitas instrumen penguasan konsep dapat dilakukan dengan menggunakan rumus metode belah dua (split half) berikut.

(Arikunto, 2009) Keterangan :

r 11= reliabilitas instrumen

r 1/21/2= rxy yang disebutkan sebagai indeks korelasi antara belahan

instrumen

Bila sudah mendapatkan angka reliabilitas maka dilanjutkan denganmenginterpretasikan nilai r tersebut. Tabel interpretasi indeks reliabilitas aoal dapat dilihat pada Tabel 3.4.

2 . r ½ ½

r

11=


(24)

Tabel 3.4. Interpretasi Indeks Reliabilitas Soal Besar Nilai r Interpretasi 0,800 – 1,000 Sangat Tinggi 0,600 – 0,800 Tinggi 0,400 – 0,600 Cukup 0,200 – 0,400 Rendah 0,000 – 0,200 Sangat Rendah

(Arikunto, 2009) c). Uji daya pembeda

Tujuan dari uji daya pembeda pada butir soal adalah untuk mengkategorikan apakah soal yang digunakan dapat membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Untuk mengetahui daya pembeda butir soal dapat menggunakan rumus sebagai berikut.

DP = 

JA BA

JB BB

(Arikunto, 2009)

Keterangan:

DP = Daya Pembeda

BA = Jumlah kelompok atas yang menjawab benar JA = Jumlah peserta kelompok atas

BB = Jumlah kelompok bawah yang menjawab benar JB = Jumlah peserta kelompok bawah

Setelah mendapatkan nilai daya pembeda dari butir soal, maka nilai tersebut dapat diinterpretasikan menjadi soal dengan daya pembeda rendah, cukup, tinggi dan sangat tinggi berdasarkan kriteria pada Tabel 3.5.


(25)

Tabel 3.5. Interpretasi Indeks Daya Pembeda Soal Daya Pembeda Keterangan

0,00 - 0,20 Rendah 0,21 - 0,40 Cukup 0,41 - 0,70 Tinggi 0,71 - 1,00 Sangat tinggi ( Arikunto, 2009)

d). Uji tingkat kesukaran soal

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit. Jika soal terlalu mudah tidak akan merangsang siswa untuk memecahkan soal tersebut sedangkan jika soal terlalu sulit akan menyebabkan keputusasaan pada siswa yang mengakibatkan menurunnya keinginan siswa untuk mencoba lagi. Untuk mengetahui tingkat kesukaran butir soal dapat menggunakan rumus sebagai berikut.

TK =

JS B

(Arikunto, 2009) Keterangan:

TK = tingkat kesukaran

B = banyaknya siswa yang menjawan benar JS = Jumlah seluruh siswa

Setelah mendapatkan nilai indeks tingkat kesukaran dari butir soal, maka indeks nilai tersebut dapat diinterpretasikan menjadi soal dengan tingkat kesukaran sukar, mudah, dan sedang berdasarkan kriteria pada tabel 3.6.

Tabel 3.6. Interpretasi Indeks Tingkat Kesukaran Soal Tingkat Kesukaran Keterangan

0,00 - 0,30 Sukar 0,31 - 0,70 Sedang

0,71 - 1,00 Mudah


(26)

b. Instrumen Sikap Ilmiah

Langkah-langkah penyusunan sikap ilmiah siswa (Stiggins, 1994) adalah sebagai berikut.

1) Menentukan pernyataan sikap. Aspek yang ditelaah meliputi pendapat siswa terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan sehingga dapat diketahui sikap siswa secara menyeluruh apakah setuju atau tidak setuju pada pernyataan yang diberikan.

2) Menyusun pernyataan, masing-masing pernyataan memiliki kecenderungan positif atau negatif.

3) Konsultasi dengan pembimbing untuk mendapatkan validasi butir isi pernyataan.

4) Melakukan uji coba terhadap pernyataan yang telah disusun. Uji coba pernyataan sikap ini diberikan kepada siswa kelas VIII semester 1 di Purwakarta.

5) Menganalisis hasil uji coba untuk membakukan skalanya sehingga skala tersebut dapat berharga 3-2-1-0 untuk pernyataan positif dan 0-1-2-3 untuk pernyataan negatif. Bobot skor yang telah dibakukan selanjutnya digunakan sebagai pedoman pemberian skor pernyataan sikap ilmiah hasil penelitian. Untuk menetapkan bobot skor setiap alternatif jawaban pernyataan skala sikap ilmiah dilakukan dalam beberapa tahapan (Sumarno, 1998), yaitu:


(27)

a) Menentukan frekuensi untuk setiap alternatif jawaban

b) Menghitung proporsi (p) dengan cara membagi setiap frekuensi dengan jumlah responden

c) Menghitung proporsi kumulatif / cumulative proportion (cp), (cp1 = p1,

cp2 = cp1+p2, cp3 = cp2+p3, cp4 = cp3+p4)

d) Menghitung nilai tengah proporsi kumulatif / mean cumulative proportion (mcp), (mcp1 = ½ cp1, mcp2 = ½ (cp1+cp2), mcp3 = ½

(cp2+cp3), mcp4 = ½ (cp3+cp4))

e) Menentukan nilai z berdasarkan mcp yang telah diketahui dengan menggunakan tabel distribusi normal

f) Menentukan nilai z+ nilai mutlak. Nilai mutlak diperoleh dari nilai z yang paling rendah nilainya

g) Membulatkan nilai z+ nilai mutlak

Butir pernyataan yang digunakan sebagai instrumen adalah butir pernyataan yang dinyatakan valid sedangkan butir pernyataan yang tidak valid akan dibuang atau tidak digunakan sebagai instrumen.

6) Menentukan nilai daya pembeda setiap pernyataan

Untuk menentukan daya pembeda setiap butir pernyataan dilakukan dalam beberapa tahapan berikut:

a) Menyusun skor skala sikap subjek yang telah diurutkan dari nilai terting hingga nilai terendah

b) Memilih siswa kelompok atas kelompok bawah masing-masing 27% c) Menentukan nilai t hitung dengan rumus:


(28)

thitung =

 

  1 2 2 n n X X X X X X R R T T R T

   n X X X

XT T T T

2 2 2

   n X X X

XR R R R

2 2 2 (Arikunto,2009) Keterangan : T

X = Rata-rata kelompok atas

R

X = Rata-rata kelompok bawah n = Banyaknya subjek

Apabila nilai t hitung yang diperoleh lebih besar dari t tabel maka dapat dikatakan bahwa pernyataan tersebut memiliki daya pembeda yang baik, sebaliknya apabila nilai t hitung lebih kecil dari t tabel maka pernyataan tersebut tidak digunakan dalam penelitian ini.

7) Menguji reliabilitas seluruh pernyataan dengan menggunakan rumus belah dua (split half) (Arikunto, 2009) sebagai berikut.

(Arikunto, 2009) Keterangan :

r 11= reliabilitas instrumen

r 1/21/2= rxy yang disebutkan sebagai indeks korelasi antara belahan

instrumen

2 . r ½ ½

r

11=


(29)

3. Hasil Uji Coba Instrumen

a. Hasil uji coba soal penguasaan konsep

Setelah dilakukan uji coba soal penguasaan konsep materi kependudukan dan lingkungan didapatkan hasil dari 50 soal pilihan ganda yang diuji coba diperoleh 40 soal dengan pertimbangan nilai korelasi, daya pembeda, tingkat kesukaran, kualitas pengecoh yang cukup baik serta dapat mewakili untuk setiap kategori ranah kognitif dan materi pembelajaran. Berikut disajikan hasil uji coba soal penguasaan konsep pada Tabel 3.7.

Tabel 3.7. Hasil Uji Coba Penguasaan Konsep

No Korelasi Daya Pembeda Tingkat Kesukaran Hasil Nilai Interpretasi Nilai Interpretasi Nilai Interpretasi

1 0,371 Sangat

Signifikan

55,56 Tinggi 68,57 Sedang Dipakai

2 0,312 signifikan 33,33 Cukup 60,00 Sedang Dipakai

3 0,143 - 22,22 Cukup 51,43 Sedang Direvisi

4 0,297 - 11,11 Rendah 68,57 Sedang Direvisi

5 0,413 Sangat

Signifikan

44,44 Tinggi 65,71 Sedang Dipakai

6 0,342 Signifikan 33,33 Cukup 80.00 Mudah Dipakai

7 0,332 Signifikan 11,11 Rendah 74,29 Mudah Dipakai

8 0,359 Sangat

Signifikan

44,44 Tinggi 57,14 Sedang Dipakai

9 0,314 Signifikan 44,44 Tinggi 60,00 Sedang Dipakai

10 0,320 Signifikan 11,11 Rendah 25,71 Sukar Dipakai

11 0,446 Signifikan 55,56 Tinggi 28,57 Sukar Dipakai

12 0,576 Sangat

Signifikan

11,11 Rendah 54,29 Sedang Dipakai

13 0,198 - 22,22 Cukup 85,86 Sangat

Mudah

Dibuang

14 0, 340 Signifikan 22,22 Cukup 62,86 Sedang Dipakai

15 0,310 Signifikan 33,33 Cukup 22,86 Sukar Dipakai

16 0,404 Sangat

Signifikan

55,56 Tinggi 85,86 Sangat

Mudah

Dibuang

17 0,143 - 11,11 Rendah 85,86 Sangat

mudah

Dibuang

18 0,349 Signifikan 44,44 Tinggi 60,00 Sedang Dipakai

19 0,342 Signifikan 44,44 Tinggi 57,14 Sedang Dipakai

20 0,363 Sangat

Signifikan

44,44 Tinggi 80,00 Mudah Dipakai

21 0,198 - 22,22 Cukup 54,29 Sedang Direvisi


(30)

No Korelasi Daya Pembeda Tingkat Kesukaran Hasil Nilai Interpretasi Nilai Interpretasi Nilai Interpretasi

23 0,365 - 11,11 Rendah 84,29 Sangat

Mudah

Dibuang

24 0,404 Sangat

Signifikan

55,56 Tinggi 65,71 Sedang Dipakai

25 0,385 Sangat

Signifikan

55,56 Tinggi 57,14 Sedang Dipakai

26 0,278 - 44,44 Tinggi 65,71 Sedang Direvisi

27 0,159 - 22,22 Cukup 78,57 mudah Dibuang

28 0,305 Signifikan 33,33 Cukup 51,43 Sedang Dipakai

29 0,323 Signifikan 33,33 Cukup 60,00 Sedang Dipakai

30 0,384 Sangat

Signifikan

33,33 Cukup 62,86 Sedang Dipakai

31 0,363 Sangat

Signifikan

44,44 Tinggi 80,00 Mudah Dipakai

32 0,118 - 0,00 Rendah 80,00 Mudah Dibuang

33 0,306 - 11,11 Rendah 85,86 Sangat

mudah

Dibuang

34 0,224 - 22,22 Cukup 54,29 Sedang Direvisi

35 0,234 - 33,33 Cukup 62,86 Sedang Direvisi

36 0,236 - 11,11 Rendah 84,29 Sangat

Mudah

Dibuang

37 0,358 Sangat

Signifikan

44,44 Tinggi 60,00 Sedang Dipakai

38 -0,055 -

-11,11

Jelek 78.86 mudah Dibuang

39 0,302 Signifikan 33,33 Cukup 25,71 Sedang Dipakai

40 0,310 Signifikan 44,44 Tinggi 54,29 Sedang Dipakai

41 0,285 Signifikan 33,33 Cukup 48,57 Sedang Dipakai

42 0,387 Sangat

Signifikan

44,44 Tinggi 54,29 Sedang Dipakai

43 0,336 Signifikan 44,44 Tinggi 48,57 Sedang Dipakai

44 0,215 - 22,22 Cukup 65,71 Sedang Direvisi

45 0,349 Signifikan 33,33 Cukup 62,86 Sedang Dipakai

46 0,349 - 22,22 Cukup 48,57 Sedang Direvisi

47 0,430 Sangat

Signifikan

44,44 Tinggi 54,29 Sedang Dipakai

48 0,362 Sangat

Signifikan

44,44 Tinggi 28,57 Sukar Dipakai

49 0,447 Sangat

Signifikan

55,56 Tinggi 48,57 Sedang Dipakai

50 0,236 - 11,11 Rendah 84,29 Sangat

Mudah

Dibuang

b. Hasil uji coba skala sikap ilmiah

Setelah dilakukan uji coba pernyataan skala sikap ilmiah didapatkan hasil dari 35 soal pilihan ganda yang diuji coba diperoleh 25 soal dengan


(31)

pertimbangan skor setiap butir pernyataan, nilai daya pembeda, reliabilitas dan keterwakilan dari setiap indikator sikap ilmiah. Berikut disajikan hasil uji coba pernyataan sikap ilmiah pada Tabel 3.8.

Tabel 3.8. Hasil Uji Coba Sikap Ilmiah Siswa

No Skor Pernyataan Uji Daya Pembeda Hasil Kesimpulan

SS S TS STS Thitung Ttabel

1 + 3 2 1 0 2,00 1,75 Valid Dipakai

2 + 3 2 1 0 4,78 1,75 Valid Dipakai

3 - 0 1 2 3 3,94 1,75 Valid Dipakai

4 - 0 1 2 3 3,38 1,75 Valid Dipakai

5 + 4 2 1 0 1,89 1,75 Tidak Valid Dibuang

6 + 3 2 1 0 3,94 1,75 Valid Dipakai

7 + 3 2 1 0 2,00 1,75 Valid Dipakai

8 - 0 1 2 3 4,53 1,75 Valid Dipakai

9 + 3 3 0 0 1,89 1,75 Tidak Valid Dibuang

10 - 0 1 2 4 2,94 1,75 Tidak Valid Direvisi

11 - 0 1 2 3 2,94 1,75 Valid Dipakai

12 + 3 2 1 0 1,89 1,75 Tidak Valid Dibuang

13 - 0 1 2 3 4,78 1,75 Valid Dipakai

14 - 0 1 2 3 2,94 1,75 Valid Dipakai

15 - 0 1 2 4 3,03 1,75 Tidak Valid Dibuang

16 + 3 2 0 0 1,89 1,75 Tidak Valid Dibuang

17 - 0 1 2 3 3,03 1,75 Valid Dipakai

18 + 3 2 1 0 4,78 1,75 Valid Dipakai

19 - 0 1 2 3 4,78 1,75 Valid Dipakai

20 - 0 1 2 3 4,53 1,75 Valid Dipakai

21 + 3 2 0 0 1,89 1,75 Tidak Valid Dibuang

22 - 0 1 2 4 2,94 1,75 Tidak Valid Direvisi

23 + 3 2 1 0 1,89 1,75 Valid Dipakai

24 - 0 1 2 3 3,03 1,75 Valid Dipakai

25 + 0 1 2 3 2,00 1,75 Valid Dipakai

26 - 2 1 0 0 2,94 1,75 Valid Dipakai

27 - 0 1 2 3 4,53 1,75 Valid Dipakai

28 + 4 2 1 0 1,89 1,75 Tidak Valid Dibuang

29 + 3 2 1 0 3,94 1,75 Valid Dipakai

30 + 3 2 1 0 2,00 1,75 Valid Dipakai

31 - 0 1 2 3 4,53 1,75 Valid Dipakai

32 + 3 3 0 0 1,89 1,75 Tidak Valid Dibuang

33 - 0 1 2 4 2,94 1,75 Tidak Valid Dibuang

34 - 0 1 2 3 2,94 1,75 Valid Dipakai


(32)

E. Prosedur Penelitian

Secara garis besar, penelitian ini dilaksanakan melalui tiga tahap yaitu: tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap analisis data. Berikut di bawah ini merupakan uraian untuk setiap tahapan tersebut.

1. Tahap Persiapan

a. Pada tahap persiapan, peneliti menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan perangkat pendukung yang akan digunakan dalam penelitian seperti lembar kerja siswa (LKS). Penyusunan RPP diawali dengan analisis SK/KD IPA SMP/MTs yang berhubungan dengan materi kependudukan dan lingkungan. Untuk kelas eksperimen akan diberikan model pembelajaran IPA terpadu model connectedsedangkan untuk kelas kontrol akan diberi pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif. b. Menyusun instrumen penelitian yang akan digunakan yaitu soal

penguasaan konsep, skala sikap dan respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran.Tes penguasaan konsep terdiri dari pre-test dan post-test dengan soal bentuk pilihan ganda untuk mengungkan kemampuan penguasaan konsep siswa pada materi kependudukan dan lingkungan. Skala sikap merupakan instrumen yang digunakan untuk mengungkap sikap ilmiah siswa sebelum dan setelah pembelajaran pada materi kependudukan dan lingkungan pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Angket pembelajaran digunakan untuk mengetahui tanggapan siswa setelah diberikan model pembelajaran terpadu dan model pembelajaran kooperatif.


(33)

c. Melakukan judgement terhadap soal dan kunci jawaban oleh dosen pembimbing dan dosen ahli bidang studi. Hal ini dilakukan untuk mengetahui validasi isi, kesesuaian antara indikator dengan soal, dan kesesuaian soal dengan kunci jawaban.

d. Melakukan uji coba soal kepada siswa yang telah menerima materi kependudukan dan lingkungan.

e. Menganalisis kualitas instrumen dengan uji validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda.

2. Tahap Pelaksanaan

Tahap ini merupakan tahap pelaksanaan pembelajaran materi kependudukan dan lingkungan dan pengumpulan data penelitian. Pada tahap ini dilakukan model pembelajaran IPA terpadu model connected pada kelas eksperimen dan model pembelajaran kooperatif pada kelas kontrol. Beberapa kegitan yang dilakukan pada tahap ini antara lain:

a. Melakukan tes awal dengan tujuan untuk mengukur kemampuan awal siswa dalam penguasaan konsep dan sikap ilmiah siswa pada kelas kontrol dan kelas eksperimen.

b. Pelaksanaan pembelajaran di kelas sesuai dengan RPP yang telah disusun. Pelaksanaan pembelajaran dilakukan selama empat kali pertemuan. Pada kelas eksperimen akan diberi pembelajaran IPA terpadu dan pada kelas kontrol akan diberi pembelajaran IPA yang tidak terpadu.


(34)

c. Melakukan kegiatan tes akhir setelah dilakukannya pembelajaran untuk mengetahui kemampuan siswa dalam penguasaan konsep dan sikap ilmiah baik pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

d. Memberikan angket tanggapan siswa terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan

3. Tahap Analisis Data

Setelah dilakukan penelitian diperoleh sejumlah data kuantitatif dan kualitatif. Analisis dan pengolahan data berpedoman pada data yang terkumpul dan pertanyaan penelitian. Data kuantitatif berupa skor pretes, skor postes, skor gain penguasaan konsep dan skor skala sikap kemudian dianalisis dengan uji statistik untuk menguji hipotesis penelitian yang diajukan. Data kualitatif berupa tanggapan siswa terhadap kegiatan pembelajaran dan data temuan pada waktu penelitian yang dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui kecenderungan data atau temuan yang akan digunakan dalam menarik kesimpulan.

F. Analisis Data Penelitian

Analisis dilakukan terhadap data yang telah terkumpul dan berpedoman pada pertanyaan-pertanyaan yang telah dibuat dalam penelitian. Data yang bersifat kualitatif dianalisis secara deskriptif untuk menemukan kecenderungan-kecenderungan yang muncul dalam penelitian sedangkan data kuantitatif dianalisis secara statistik dengan menggunakan program SPSS 17 for windows dan Microsoft Excel 2010. Analisis data dengan uji statistik dilakukan dengan langkah-langkah berikut.


(35)

1. Memberikan skor pada pretes dan potes yang mengukur penguasaan konsep siswa serta skor yang mengukur sikap ilmiah siswa kemudian membandingkan skor pretes dan postes tersebut.Jawaban siswa pada kelas eksperimen dan kontrol akan dinilai berdasarkan jumlah jawaban yang benar. Bila jawaban siswa benar akan mendapat skor 1 dan jika jawaban siswa salah maka diberi skor nol.

2. Menghitung skor gain yang dinormalisasi berdasarkan rumus Meltzer (2002).

� = � − � �

� − � �

Kriteria peningkatan gain yang dinormalisasi dapat dikategorikan yang dapat dilihat pada Tabel 3.9.

Tabel 3.9. Kategori Peningkatan Belajar Berdasarkan Indeks Gain Indeks Gain Kategori

G > 0,7 Tinggi 0,3< G < 0,7 Sedang G < 0,3 Rendah

3. Membandingkan nilai gain kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. 4. Melakukan uji prasyarat yaitu uji normalitas dan uji homogenitas.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data skor pretes dan postes berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan program SPSS 17 for Windows yaitu dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Pengujian hipotesis dilakukan untuk mengetahu apakah data kedua kelas penelitian berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Hipotesis yang dikemukakan adalah:


(36)

H0 : data berasal dari populasi yang berdistribusi normal

H1 : data tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal

Data berdistribusi normal apabila P-value lebih besar dari α = 0,05 (Uyanto, 2009).

Hasil pengujian normalitas data penguasan konsep dengan Kolmogorov-Smirnov diperoleh hasil bahwa skor pretes dan postes untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi normal. Untuk uji normalitas skor sikap ilmiah sebelum dan setelah pembelajaran menunjukkan bahwa data berdistribusi normal.

b. Uji Homogenitas

Pengujian homogenitas varians antara dua kelas eksperimen dan kelas kontrol dilakukan dengan tujuan mengetahui apakah varians kedua kelompok sama atau berbeda. uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan SPSS 17 for Windows. Hipotesis yang diuji adalah:

H0 : varians data berasal dari populasi data yang bersifat homogen

H1 : varians data berasal dari populasi data yang tidak bersifa homogen

Varians dua kelompok dikatakan homogen jika P-value lebih besar atau sama dengan α = 0,05 (Uyanto, 2009).

Hasil Levene’s Test uji homogenitas data penguasaan konsep pretes dan postes dan sikap ilmiah sebelum dan setelah pembelajaran pada kelas eksperimen dan kelas kontrol menunjukkan bahwa data bersifat homogen. Pada Tabel 3.10 disajikan rekapitulasi hasil uji prasyarat skor penguasaan konsep dan skor sikap ilmiah pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.


(37)

Tabel 3.10. Rekapitulasi Uji Prasyarat

Data Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

Normalitas Homogenitas Normalitas Homogenitas Penguasaan

Konsep

Pretes Normal Homogen Normal Homogen Postes Normal Homogen Normal Homogen Sikap

Ilmiah

Pretes Normal Homogen Normal Homogen Postes Normal Homogen Normal Homogen

5. Melakukan uji hipotesis dengan uji perbedaan dua rerata

Uji hipotesis digunakan untuk mengetahui peningkatan dan juga perbedaan penguasaan konsep dan sikap ilmiah siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Uji beda dua rerata dilakukan untuk mengetahui signifikansi perbedaan skor pretes dan postes kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pengujian rata-rata skor pretes dan postes dilakukan berdasarkan hipotesis statistik berikut ini:

H0 : tidak ada perbedaan skor pretes dan postes antara siswa kelas

eksperimen dan kelas kontrol

H1 : terdapat perbedaan rata-rata skor pretes dan postes antara siswa

kelas eksperimen dan kelas kontrol

Berdasarkan uji normalitas dan uji homogenitas skor penguasaan konsep dan sikap ilmiah siswa diketahui bahwa berdistribusi normal dan homogen sehingga uji hipotesis yang digunakan adalah uji Independent Samples t-Test SPSS 17.0 for Windows. Uji ini digunakan untuk menguji perbedaan dua rata-rata pada sampel besar (N>30).


(38)

G. Alur Penelitian

Gambar 3.1. Bagan Alur Penelitian Menentukan Masalah Penelitian

Menyusun Instrumen Penelitian

Soal Penguasaan Konsep Tes Skala Sikap

Uji coba instrumen

Pengolahan Data

Penarikan Kesimpulan Menyusun Laporan Perbaikan instrumen

Pelaksanaan dan Pengambilan Data Penelitian

Menganalisis Kurikulum Studi Literatur Menganalisis referensi lainnya

Menyusun Rencana Pembelajaran

Angket

Kelas Eksperimen (Pembelajaran IPA Terpadu)

Kelas Kontrol

(Pembelajaran IPA kooperatif) Pre Test


(39)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Berdasarkan analisis data dan pembahasan dalam penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, penguasaan konsep siswa kelas eksperimen yang menerapkan model pembelajaran IPA terpadu dengan model connected lebih baik dan berbeda signifikan yaitu dengan nilai gain 0,56 dan 0,49 untuk kelas kontrol pada α = 0,05. Keterkaitan antara konsep dapat memfasilitasi siswa untuk lebih memahami konsep yang dipelajarinya.

Kedua, sikap ilmiah siswa kelaseksperimen yang menerapkan model pembelajaran IPA terpadu model connected lebih baik dan berbeda signifikan yaitu dengan nilai gain 0,50 dan 0,36 untuk kelas kontrol pada α = 0,05. Pemahaman konsep yang lebih baik dan kegiatan pembelajaran yang terus terhubung dapat lebih menumbuhkan sikap ilmiah pada kegiatan pembelajaran IPA terpadu daripada di kelas kontrol.

Ketiga, tanggapan siswa dari kedua kelas tentang pembelajaran yang telah dilakukan adalah pada kelas eksperimen, model pembelajaran IPA terpadu model connected membuat siswa lebih mengerti, meningkatkan motivasi belajar dan sikap ilmiah siswa dibandingkan dengan pembelajaran di kelas kontrol.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terdapat keunggulan dan kelemahan tersendiri dari setiap model pembelajaran yang diberikan. Pada model pembelajaran kooperatif terdapat ketergantungan yang positif diantara siswa


(40)

untuk bertanggung jawab pada tugas setiap siswa dalam memperoleh hasil kelompok, waktu yang dibutuhkan dalam merancang pembelajaran kooperatif dan pengelolaannya di kelas relatif lebih mudah. Adapun yang menjadi kelemahan dari pembelajaran kooperatif adalah materi pembelajaran tidak disampaikan secara terpadu sehingga siswa tidak dapat melihat hubungan yang terdapat dalam konsep-konsep IPA, pembelajaran menjadi kurang bermakna bagi siswa, dan kurang menumbuhkan minat siswa dalam mengikuti pembelajaran.

Adapun keunggulan dari model pembelajaran IPA terpadu model connected adalah dengan menggabungkan beberapa bidang kajian dapat menghemat waktu yang digunakan dalam pembelajaran, siswa dapat melihat hubungan yang bermakna antar konsep, dan meningkatkan motivasi belajar siswa. Adapun kelemahan dari model ini adalah untuk merancang kegiatan pemebalajaran terpadu tidaklah mudah. Waktu yang dibutuhkan untuk merancang kegiatan pembelajaran ini relatif lebih lama karena guru harus cermat untuk menggabungkan beberapa kompetensi dasar yang sesuai. Diperlukan sumber informasi yang cukup banyak untuk dapat menunjang serta mengembangkan wawasan dan pengetahuan yang diperlukan siswa. Dalam pembelajaran terpadu, siswa juga dituntut untuk belajar lebih keras dalam memperoleh pengetahuannya.

B.Keterbatasan Penelitian

Dari penelitian yang telah dilakukan terdapat keterbatasan penelitian yaitu pengaturan kerja kelompok yang tidak sama dalam kedua kelas penelitian. Pada kelas kontrol yang diberi model pembelajaran kooperatif, siswa bekerja sesuai peran atau tugasnya masing kemudian mendiskusikan hasil


(41)

masing-masing untuk memperoleh hasil kelompok. Adapun pada kelas eksperimen yang diberi pembelajaran IPA terpadu, siswa tidak memiliki tugas masing-masing dalam kelompoknya. Siswa pada kelas eksperimen berkumpul dalam kelompoknya kemudian mendiskusikan tentang materi pembelajaran bersama.

C.Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tentang pengaruh pembelajaran IPA terpadu terhadap penguasaan konsep dan sikap ilmiah pada siswa kelas VII, maka peneliti menyarankan hal-hal sebagai berikut :

1. Bagi guru yang ingin melakukan pembelajaran terpadu diharapkan agar cermat dalam menganalisis standar kompetensi dan kompetensi dasar yang berpotensi untuk dipadukan sehingga waktu perencanaan dapat lebih dioptimalkan.

2. Agar pembelajaran dapat terlaksana sesuai jadwal maka untuk perancangan pembelajaran IPA terpadu sebaiknya dilakukan sebelum masuk tahun ajaran baru.

3. Agar penelitian dapat memberikan hasil yang lebih akurat maka sebaiknya pengelolaan kerja kelompok pada kedua kelas penelitian sama.

4. Pembelajaran terpadu dapat dijadikan sebuah penelitian tindakan kelas sebagai alternatif untuk mengatasi masalah yang ditemukan dalam pembelajaran di kelas.

5. Agar dapat melakukan pembelajaran dengan baik, sebaiknya siswa diberi tugas terlebih dahulu untuk mengumpulkan bahan atau sumber belajar yang


(42)

akan diperlukan dalam pembelajaran terpadu sehingga pembelajaran terpadu dapat berjalan dengan baik.

6. Guru perlu memotivasi dan mendampingi siswa untuk dapat melewati setiap tahapan dalam pembelajaran terpadu.

7. Bagi pihak sekolah, diharapkan agar mendorong para guru untuk membentuk team teachingdalam perancangan dan pelaksanaan pembelajaran terpadu sehingga dapat memberikan pembelajaran yang lebih bermakna bagi siswa.


(43)

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, L. (2001). Kerangka Landasan Untuk Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen Revisi Taksonomi Pendidikan Bloom. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Arikunto, S. (2009). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan PraktikEdisi

revisi. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Arikunto, S. (2009). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara Azwar, S. (2011). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar

Balitbang. (2012). Survei Internasional PISA . [online] Tersedia: http://litbang.kemdikbud.go.id/detail.php?id=215 [ 7 Oktober 2012]

Bergevin, C. (2010). Towards Improving the Integration of Undergraduate Biology and Mathematics Education. [online] Tersedia: http://jmbe.asm.org/index.php/jmbe/article/view/134/html_46[15 Maret 2012]

Bundu, P. (2006). Penilaian Keterampilan Proses Dan Sikap Ilmiah. Depdiknas: Tidak diterbitkan.

Candra, T. (2007). Memilih Buku Pelajaran IPA. [online] Tersedia: http://pelangi.ditplp.go.id [7 oktober 2012]

Carin, A. (1997). The Teaching Science through Discovery. Colombus Ohio: Merill Publishing Co

Dahar, R. (2011). Teori-Teori Belajar & Pembelajaran. Jakarta: Penerbit Erlangga

Dayaksini, T & Hudaniah. (2009). Psikologi Sosial. Malang: UM PRESS

Depdiknas. (2004). Panduan Penyusun-an Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta : Tidak diterbitkan. Depdiknas. (2006). Panduan Pengembangan Pembelajaran IPA Terpadu. Jakarta:

Tidak diterbitkan.

Deshpande. (2008). Challenges in Measurement of Scientific Attitude. [online]. Tersedia : http://www.hbsce.tifr.res.in/episteme1/allabs/leena_abs.pdf.[23 Agustus 2012]


(44)

Farris, K. (2006) Attitude Change. [online]. Tersedia: http://www.ciadvertising.org/SA/fall_02/adv382j/kfarri1/attitude_change. html. [23 Agustus 2012]

Finn, M. (2010). Dewey and an “Organizing Approach to Teaching”. Albany, NY: State University of New York Press

Fogarty, R. (1991). How to Integrate the Curricula. Pallatine Illionis: IRI/Skylight Publising Inc.

Fraenkel, J. R. and Wallen, N. E. (2006). How to Design and Evaluate Research in Education, sixth edition. McGraw-Hill Companies, Inc. New York, USA. Fuady, A. (2007). Paradigma Baru dalam Pendidikan dan Pembelajaran

Learning is Fun. Bandung: P4TK-BMTI

Gokhale, A. (2009) Development And Validation Of A Scale To Measure Attitudes Toward Science And Technology. Journal of College Science Teaching Holbrook, J. (2005). Making Chemistry Teaching Relevant. Chemical Education

International. 6(1),1-12

Ibrahim, M. (2000). Pembelajaran Kooperatif. Surabaya : UNESA University Press.

Indrawati. (2009). Model Pembelajaran Terpadu di Sekolah Dasar. PPPPTK IPA: Tidak diterbitkan

Johnson, D.W. and Johnson, R.T. (1975) Learning Together and Alone. Cooperation, Competition, and Individualization. New Jersey: Prentice Hall. Karen & Michael. (1991). The Nature of Cognitive Strategy Instruction:

Interactive Strategy Construction. Department of Human Development at the University of Maryland, College Park

Kementerian Pendidikan Nasional. (2010). Pembelajaran Terpadu dan Tematik. Jakarta : Tidak diterbitkan.

Krech, D. (1962). Individual in a society: A text Book of Social Psychology. San Fransisco: Mc-Grow Hill Book Company, Inc.

Kurniawan, D.(2011). Pembelajaran Terpadu Teori, Praktik dan Penilaian. Bandung: Pustaka Cendikia Utama


(45)

Laksono, G. (2011). Pengertian Sikap Ilmiah. [Online]. Tersedia : http://galihl.blogspot.com/2011/07/pengertian-sikap-ilmiah.html. [16 Maret 2012]

Lie, A. (2007). Cooperative Learning: Mempraktikan cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia

Meltzer. (2002). The Relationship Between Mathematics Preparation and Conceptual Gain in Physic a Possible Hidden Variable in Diagnostic Pretest Score. [online] Tersedia: http://jps.alp.org/ajp. [26 Mei 2010]

Natawidjaja, R. (1986). Penyusunan Instrumen Penelitian. Bandung : IKIP Bandung Press.

Novianti, D. (2012). Pembelajaran IPA Terpadu Berbaasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Penguasaan Konsep Siswa SMP. (Thesis). Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. (Tidak Diterbitkan)

Nurohman, S. (2008). Pendekatan Project Based Learning Sebagai Upaya Internalisasi Scientific Methode bagi Mahasiswa Calon Guru Fisika. Tesis Universitas Negeri Yogyakarta. Tidak Diterbitkan

Bundu, P. (2006). Penilaian Keterampilan Proses Dan Sikap Ilmiah. Depdiknas: Tidak diterbitkan.

Prasodjo, B. 2003. Teori dan Aplikasi Fisika. Bogor: Yudistira.

Priatna, D. R. (2009). Pembelajaran IPA Terpadu pada Topik Perubahan Materi untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa SMP. (Thesis). Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. (Tidak Diterbitkan)

Puskur Balitbang Depdiknas. (2006a). Model Pengembangan Silabus Mata Pelajaran Dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran IPA Terpadu. Jakarta: Tidak diterbitkan.

Puskur Balitbang Depdiknas. (2010). Panduan Pengembangan Pembelajaran IPA Terpadu. Jakarta : Tidak diterbitkan.

Rohmawati, S. (2010). Pengembangan Model Pembelajaran Terpadu Connected untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa pada Mata Pelajaran IPA SMP. (Thesis). Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. (Tidak Diterbitkan) Russeffendi, H., E., T., (2005). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang


(46)

Rusli, S. (2012). Pengantar Ilmu Kependudukan. Jakarta: LP3ES

Rustaman, N.Y dkk. (2004). Strategi Belajar Mengajar Biologi. Bandung: JurusanPendidikan Biologi FPMIPA UPI.

Rustaman, N. Y. (2010). Pendidikan Biologi dan Trend Penelitiannya. Bandung: Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI.

Salirawati. (2009). Pembelajaran IPA Terpadu Untuk Mengembangkan Kreativitas Siswa. Universitas Negeri Yogyakarta: Tidak Diterbitkan

Sa’ud. (2006). Pembelajaran Terpadu. Bandung: UPI Press.

Slavin, R.E. (2008). Cooperative Learning : Teori, riset dan Praktik. Bandung : Nusa Media.

Stiggins. (1994). Student-Centered Classroom Assessment. New York. Macmillan College Publishing Company. Inc

Sumarmo. (1988). Menyusun dan Menganalisis Skala Sikap. Makalah pada Seminar Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA-IKIP Bandung: Tidak Diterbitkan

Sumbogo, P. (2011). Menjelang Punahnya Hutan Indonesia. [online] Tersedia: http://www.forumkeadilan.co.id/forum-utama.php?tid=115[ 7 Oktober 2012]

Sunarya, Y. (2000). Kimia Dasar. Grafindo Madia Pratama: Bandung Surtikanti, H. (2009). Biologi Lingkungan. Prisma Press: Bandung

Suyitno, A. (1997) . Pengukuran Skala Sikap Seseorang Terhadap Mata Pelajaran Matematika. Semarang: FMIPA IKIP Semarang.

Suyono, H. (2003). Visi Kependudukan Berwawasan Kemanusiaan. Jakarta: Yayasan Dana Sejahtera Mandiri

Tandrio, R. (2012). Kualitas Bangsa Makin Parah. [online] Tersedia: rizaltandrio.wordpress.com/2012/01/.../kualitas-bangsa-makin-parah/[ 7 Oktober 2012]

Tim Pengembang PGSD. (1997). PembelajaranTerpadu. Jakarta: Departemen Pendidik-an dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Trianto. (2011). Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara


(47)

Uyanto. (2009). Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Yogyakarta: Graha Ilmu Uno, H.B., & Mohamad, N. (2011). Belajar dengan Pendekatan Pembelajaran

Aktif Inovatif Lingkungan Kreatif Efektif Menarik. Jakarta: PT Bumi Aksara Velazques, C. (2007). Learning Geomicrobiology as a Team Using Microbial

Mats, a Multidisciplinary Appoach. [online] Tersedia: http://jmbe.asm.org/index.php/jmbe/article/view/88/html_15[15 Maret 2012]

Wahidin. (2006). Metode Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam. Bandung: Sangga Buana

Yusuf, S. (1998). Pengantar Psikologi. Bandung: Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan FIP UPI


(1)

akan diperlukan dalam pembelajaran terpadu sehingga pembelajaran terpadu dapat berjalan dengan baik.

6. Guru perlu memotivasi dan mendampingi siswa untuk dapat melewati setiap tahapan dalam pembelajaran terpadu.

7. Bagi pihak sekolah, diharapkan agar mendorong para guru untuk membentuk team teachingdalam perancangan dan pelaksanaan pembelajaran terpadu sehingga dapat memberikan pembelajaran yang lebih bermakna bagi siswa.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, L. (2001). Kerangka Landasan Untuk Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen Revisi Taksonomi Pendidikan Bloom. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Arikunto, S. (2009). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan PraktikEdisi

revisi. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Arikunto, S. (2009). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara Azwar, S. (2011). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar

Balitbang. (2012). Survei Internasional PISA . [online] Tersedia: http://litbang.kemdikbud.go.id/detail.php?id=215 [ 7 Oktober 2012]

Bergevin, C. (2010). Towards Improving the Integration of Undergraduate Biology and Mathematics Education. [online] Tersedia: http://jmbe.asm.org/index.php/jmbe/article/view/134/html_46[15 Maret 2012]

Bundu, P. (2006). Penilaian Keterampilan Proses Dan Sikap Ilmiah. Depdiknas: Tidak diterbitkan.

Candra, T. (2007). Memilih Buku Pelajaran IPA. [online] Tersedia: http://pelangi.ditplp.go.id [7 oktober 2012]

Carin, A. (1997). The Teaching Science through Discovery. Colombus Ohio: Merill Publishing Co

Dahar, R. (2011). Teori-Teori Belajar & Pembelajaran. Jakarta: Penerbit Erlangga

Dayaksini, T & Hudaniah. (2009). Psikologi Sosial. Malang: UM PRESS

Depdiknas. (2004). Panduan Penyusun-an Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta : Tidak diterbitkan. Depdiknas. (2006). Panduan Pengembangan Pembelajaran IPA Terpadu. Jakarta:

Tidak diterbitkan.

Deshpande. (2008). Challenges in Measurement of Scientific Attitude. [online]. Tersedia : http://www.hbsce.tifr.res.in/episteme1/allabs/leena_abs.pdf.[23 Agustus 2012]


(3)

Farris, K. (2006) Attitude Change. [online]. Tersedia: http://www.ciadvertising.org/SA/fall_02/adv382j/kfarri1/attitude_change. html. [23 Agustus 2012]

Finn, M. (2010). Dewey and an “Organizing Approach to Teaching”. Albany, NY: State University of New York Press

Fogarty, R. (1991). How to Integrate the Curricula. Pallatine Illionis: IRI/Skylight Publising Inc.

Fraenkel, J. R. and Wallen, N. E. (2006). How to Design and Evaluate Research in Education, sixth edition. McGraw-Hill Companies, Inc. New York, USA. Fuady, A. (2007). Paradigma Baru dalam Pendidikan dan Pembelajaran

Learning is Fun. Bandung: P4TK-BMTI

Gokhale, A. (2009) Development And Validation Of A Scale To Measure Attitudes Toward Science And Technology. Journal of College Science Teaching Holbrook, J. (2005). Making Chemistry Teaching Relevant. Chemical Education

International. 6(1),1-12

Ibrahim, M. (2000). Pembelajaran Kooperatif. Surabaya : UNESA University Press.

Indrawati. (2009). Model Pembelajaran Terpadu di Sekolah Dasar. PPPPTK IPA: Tidak diterbitkan

Johnson, D.W. and Johnson, R.T. (1975) Learning Together and Alone. Cooperation, Competition, and Individualization. New Jersey: Prentice Hall. Karen & Michael. (1991). The Nature of Cognitive Strategy Instruction:

Interactive Strategy Construction. Department of Human Development at the University of Maryland, College Park

Kementerian Pendidikan Nasional. (2010). Pembelajaran Terpadu dan Tematik. Jakarta : Tidak diterbitkan.

Krech, D. (1962). Individual in a society: A text Book of Social Psychology. San Fransisco: Mc-Grow Hill Book Company, Inc.

Kurniawan, D.(2011). Pembelajaran Terpadu Teori, Praktik dan Penilaian. Bandung: Pustaka Cendikia Utama


(4)

Laksono, G. (2011). Pengertian Sikap Ilmiah. [Online]. Tersedia : http://galihl.blogspot.com/2011/07/pengertian-sikap-ilmiah.html. [16 Maret 2012]

Lie, A. (2007). Cooperative Learning: Mempraktikan cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia

Meltzer. (2002). The Relationship Between Mathematics Preparation and Conceptual Gain in Physic a Possible Hidden Variable in Diagnostic Pretest Score. [online] Tersedia: http://jps.alp.org/ajp. [26 Mei 2010]

Natawidjaja, R. (1986). Penyusunan Instrumen Penelitian. Bandung : IKIP Bandung Press.

Novianti, D. (2012). Pembelajaran IPA Terpadu Berbaasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Penguasaan Konsep Siswa SMP. (Thesis). Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. (Tidak Diterbitkan)

Nurohman, S. (2008). Pendekatan Project Based Learning Sebagai Upaya Internalisasi Scientific Methode bagi Mahasiswa Calon Guru Fisika. Tesis Universitas Negeri Yogyakarta. Tidak Diterbitkan

Bundu, P. (2006). Penilaian Keterampilan Proses Dan Sikap Ilmiah. Depdiknas: Tidak diterbitkan.

Prasodjo, B. 2003. Teori dan Aplikasi Fisika. Bogor: Yudistira.

Priatna, D. R. (2009). Pembelajaran IPA Terpadu pada Topik Perubahan Materi untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa SMP. (Thesis). Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. (Tidak Diterbitkan)

Puskur Balitbang Depdiknas. (2006a). Model Pengembangan Silabus Mata Pelajaran Dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran IPA Terpadu. Jakarta: Tidak diterbitkan.

Puskur Balitbang Depdiknas. (2010). Panduan Pengembangan Pembelajaran IPA Terpadu. Jakarta : Tidak diterbitkan.

Rohmawati, S. (2010). Pengembangan Model Pembelajaran Terpadu Connected untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa pada Mata Pelajaran IPA SMP. (Thesis). Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. (Tidak Diterbitkan) Russeffendi, H., E., T., (2005). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang


(5)

Rusli, S. (2012). Pengantar Ilmu Kependudukan. Jakarta: LP3ES

Rustaman, N.Y dkk. (2004). Strategi Belajar Mengajar Biologi. Bandung: JurusanPendidikan Biologi FPMIPA UPI.

Rustaman, N. Y. (2010). Pendidikan Biologi dan Trend Penelitiannya. Bandung: Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI.

Salirawati. (2009). Pembelajaran IPA Terpadu Untuk Mengembangkan Kreativitas Siswa. Universitas Negeri Yogyakarta: Tidak Diterbitkan

Sa’ud. (2006). Pembelajaran Terpadu. Bandung: UPI Press.

Slavin, R.E. (2008). Cooperative Learning : Teori, riset dan Praktik. Bandung : Nusa Media.

Stiggins. (1994). Student-Centered Classroom Assessment. New York. Macmillan College Publishing Company. Inc

Sumarmo. (1988). Menyusun dan Menganalisis Skala Sikap. Makalah pada Seminar Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA-IKIP Bandung: Tidak Diterbitkan

Sumbogo, P. (2011). Menjelang Punahnya Hutan Indonesia. [online] Tersedia: http://www.forumkeadilan.co.id/forum-utama.php?tid=115[ 7 Oktober 2012]

Sunarya, Y. (2000). Kimia Dasar. Grafindo Madia Pratama: Bandung Surtikanti, H. (2009). Biologi Lingkungan. Prisma Press: Bandung

Suyitno, A. (1997) . Pengukuran Skala Sikap Seseorang Terhadap Mata Pelajaran Matematika. Semarang: FMIPA IKIP Semarang.

Suyono, H. (2003). Visi Kependudukan Berwawasan Kemanusiaan. Jakarta: Yayasan Dana Sejahtera Mandiri

Tandrio, R. (2012). Kualitas Bangsa Makin Parah. [online] Tersedia: rizaltandrio.wordpress.com/2012/01/.../kualitas-bangsa-makin-parah/[ 7 Oktober 2012]

Tim Pengembang PGSD. (1997). PembelajaranTerpadu. Jakarta: Departemen Pendidik-an dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Trianto. (2011). Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara


(6)

Uyanto. (2009). Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Yogyakarta: Graha Ilmu Uno, H.B., & Mohamad, N. (2011). Belajar dengan Pendekatan Pembelajaran

Aktif Inovatif Lingkungan Kreatif Efektif Menarik. Jakarta: PT Bumi Aksara Velazques, C. (2007). Learning Geomicrobiology as a Team Using Microbial

Mats, a Multidisciplinary Appoach. [online] Tersedia: http://jmbe.asm.org/index.php/jmbe/article/view/88/html_15[15 Maret 2012]

Wahidin. (2006). Metode Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam. Bandung: Sangga Buana

Yusuf, S. (1998). Pengantar Psikologi. Bandung: Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan FIP UPI


Dokumen yang terkait

Penerapan model pembelajaran terpadu tipe connected untuk meningkatkan konsep diri siswa dalam belajar matematika (penelitian tindakan klas di madrasah tsanawiyah pembangunan UIN Jakarta

0 9 373

PENGARUH SIKAP ILMIAH SISWA TERHADAP PENGUASAAN KONSEP MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

3 27 42

PENGARUH PEMBELAJARAN BERBASIS INKUIRI PADA MATERI FOTOSINTESIS TERHADAP PENGUASAAN KONSEP DAN SIKAP SISWA SMP.

0 0 15

PENERAPAN BRAIN BASED LEARNING PADA PEMBELAJARAN IPA TERPADU TIPE WEBBED DAN CONNECTED UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PENGUASAAN KONSEP MATERI PEMANASAN GLOBAL.

0 0 49

PENGARUH PEMBELAJARAN IPA TERPADU TIPE INTEGRATED TERHADAP PENGUASAAN KONSEP DAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMP PADA TOPIK TEKANAN.

0 4 57

PENGUASAAN KONSEP, KEMAMPUAN ANALISIS DAN KOMUNIKASI SISWA PADA PEMBELAJARAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DENGAN CONNECTED TEACHING.

1 1 55

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN POE TERHADAP PENGUASAAN KONSEP DAN SIKAP ILMIAH SISWA PADA MATERI SISTEM PENCERNAAN - repository UPI S BIO 1100002 Title

0 0 4

PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMP PADA PEMBELAJARAN IPA TERPADU TIPE CONNECTED BERBASIS GUIDED INQUIRY - repository UPI T IPA 1404536 Title

0 0 3

Kata-kata kunci: model pembelajaran, penguasaan konsep, dan sikap ilmiah

1 1 15

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Pembahasan 1. Pengelolaan Pembelajaran IPA Terpadu Model Keterhubungan (Connected) - Penerapan Pembelajaran IPA Terpadu Model Keterhubungan(Connected) Terhadap Motivasi dan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Klasifikasi B

0 0 18