Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Padi pada Lahan Bekas Tambang Melalui Penimbunan Bahan Tanah Mineral dan Aplikasi Bahan Organik

(1)

21

Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Padi pada Lahan Bekas Tambang

Melalui Penimbunan Bahan Tanah Mineral dan Aplikasi Bahan Organik

The Growth and Production of Lowland Paddy at Post Mining Area

by The Burried of Soil and Aplication of Organic Matter

Erikwanto

1)

, B. Sengli J. Damanik

2)

, dan Hamidah Hanum

2) 1)

Program Studi Pascasarjana Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian USU, Medan 2)

Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian USU, Medan

Abstract

Reclamation was an method to managed post-mining area that damage by mining exploitation and make it useful for agriculture field by using soil amendment tecnology and organic matter. The aim of the reclamation research to determine the best organic matter and the optimum dosage of organic matter for the rice growth and production at post-mining area. The research was conducted in Durian Kondot village, district Kotarih and Serdang Bedagei district, for 6 months starting from January 2012- Juny 2012. The research method used was Split-split plot design, consists of three factors, burried mineral land matter as the main plot which consist of 2 levels: used insitu mineral soir and subsoil mineral soil matter; organik matter as a sub plot which consist of 2 levels: goat manure and paddy straw; Dosage of organic matter as split-split plot of consisting 4 levels: without the organik matter, 10 ton.ha-1

, 20 ton.ha-1

and 30 ton.ha-1

. The results showed that the application of insitu minerals soilr increased the paddy growth and production. The application of organic matter at 30 ton.ha-1

increased the pady growth and production and given higher yield compared with the other doses. Interaction between insitu soil matter and organic matter which dosage of 30 ton.ha-1

increased significantly the paddy growth and production.

Keywords: mineral soil matter, organic matter, goat manure, paddy stra, paddy

Abstrak

Salah satu cara penanganan lahan bekas tambang yang telah rusak agar dapat digunakan kembali menjadi lahan pertanian adalah dengan melakukan reklamasi, melalui pemberian teknologi bahan pembenah tanah dan bahan organik. Penelitian tentang reklamasi lahan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian bahan tanah mineral dari tanah timbunan insitu dan subsoil, mendapatkan jenis dan dosis bahan organik terbaik dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman padi pada lahan bekas tambang. Penelitian ini dilaksanakan dilahan bekas penambangan di Desa Durian Kondot, Kecamatan Kotarih, Kabupaten Serdang Bedagei, selama 6 bulan mulai Januari 2012-Juni 2012. Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Petak Terbagi-terbagi (RPTT), dengan 3 faktor perlakuan, yaitu: Aplikasi penimbunan bahan tanah mineral sebagai petak utama yang terdiri atas 2 taraf , yaitu: penimbunan bahan tanah mineral insitu dan bahan tanah mineral subsoil; Aplikasi pupuk organik sebagai anak petak terdiri dari 2 taraf, yaitu: aplikasi pupuk kandang kambing dan aplikasi jerami padi; dosis pupuk organik sebagai anak-anak petak yang terdiri 4 taraf, yaitu: 0 ton.ha-1, 10 ton.ha-1, 20 ton.ha-1, 30 ton.ha-1. Hasil penelitian menunjukkan aplikasi

penimbunan bahan tanah mineral insitu nyata meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman padi. Aplikasi dosis pupuk organik hingga taraf dosis 30 ton.ha-1 nyata meningkatkan

pertumbuhan dan hasil tanaman padi lebih tinggi dibanding taraf dosis lainya. Interaksi penimbunan bahan tanah mineral insitu dan bahan organik 30 ton.ha-1 nyata meningkatkan

pertumbuhan dan hasil tanaman padi.

Kata kunci : bahan tanah mineral, bahan organik, pupuk kandang kambing, jerami padi,


(2)

22

Pendahuluan

Penambangan bahan galian C yaitu pasir dan batu di lahan pertanian produktif adalah salah satu bentuk kasus alih fungsi lahan pertanian. Hal ini telah berlangsung lama di Desa Durian Kondot, Kecamatan Kotarih-Kabupaten Serdang Bedagei dan di sepanjang aliran sungai ular. Lahan pertanian dan persawahan irigasi teknis yang sangat luas telah berubah menjadi

areal penambangan. Kegiatan

pertambangan mempunyai daya ubah lingkungan yang besar. Atmojo (2006) menyebutkan bahwa dampak penggalian tanah sawah untuk galian C akan merusak tata air pengairan (irigasi dan drainase), juga akan terjadi kehilangan lapisan tanah bagian atas (top soil) yang relatif lebih subur, sehingga lahan sawah akan menjadi tidak produktif. Sedangkan Rahmawaty (2002) menyebutkan bahwa akibat dari aktifitas penambangan sering menurunkan kualitas kondisi fisik, kimia dan biologis tanah seperti lapisan tanah tidak berprofil, terjadi peningkatan bulk density, kekurangan unsur hara yang penting, pH rendah, pencemaran logam-logam berat , serta penurunan populasi mikroba tanah.

Salah satu cara penanganan untuk merehabilitasi lahan rusak bekas tambang agar kembali menjadi lahan pertanian yang produktif adalah dengan melakukan reklamasi lahan. Reklamasi lahan pasca

penambangan dimaksudkan untuk

merehabilitasi lahan pasca penambangan

supaya dapat dimanfaatkan kembali

menjadi lahan pertanian melalui

pemberian bahan pembenah tanah, bahan organik dan pertanaman (revegetasi) sesuai dengan kemampuan teknis dan dana yang tersedia (Departemen Pertanian, 2009).

Amelioran yang umum digunakan dalam merehabilitasi lahan pertanian yang telah rusak sebagai agen reklamasi adalah bahan organik insitu yang mudah didapat petani seperti pupuk kandang,pupuk hijau maupun bahan

kompos lainnya. Penambahan bahan

organik merupakan suatu tindakan

perbaikan lingkungan tumbuh tanaman, meningkatkan ketersediaan beberapa unsur hara sehingga tercapai efisiensi pupuk (Adiningsih dan Rochayati, 1988).

Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan jenis tanah timbunan, jenis bahan organik dan dosis bahan organik terbaik dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman padi di lahan bekas tambang yang disawahkan.

Bahan dan Metode

Penelitian dilaksanakan di lahan bekas tambang galian C di Desa Durian Kondot, Kecamatan Kotarih, Kabupaten Serdang Bedagai dengan dalam galian lebih dari 1 meter dan dimulai bulan Januari 2012 s/d Juni 2012. Bahan-bahan yang digunakan adalah bibit padi Ciherang, bahan tanah mineral insitu, bahan tanah mineral subsoil, pupuk kandang kambing dan jerami padi. Alat-alat yang digunakan adalah timbangan, pisau, cangkul, parang babat, ember, meteran kain, tali plastik, oven

Penelitian dilakukan dengan

menggunakan Rancangan Petak-petak

Terbagi (RPPT) dengan 3 faktor perlakuan dan 3 ulangan. Faktor A adalah aplikasi penimbunan bahan tanah mineral (T) yang terdiri atas 2 taraf sebagai petak utama yaitu T0 = penimbunan bahan tanah mineral

subsoil insitu dan T1 = Penimbunan bahan

tanah mineral subsoildari luar. Faktor B adalah aplikasi pupuk organik (O) yang terdiri atas 2 taraf sebagai anak petak yaitu O1 = Aplikasi pupuk kandang kambing

dan O2 = Aplikasi jerami padi. Faktor C

adalah aplikasi dosis pupuk organik (D) yang terdiri atas 4 taraf sebagai anak-anak petak yaitu D0 = 0 ton.ha-1, D1 = 10 ton.ha

-1, D


(3)

23

Pelaksanaan Penelitian

Tahapan Reklamasi

a. Pembersihan lahan dan konstruksi fisik, yaitu pembersihan lahan dari

semak belukar dan sisa-sisa

penambangan. Selanjutnya dilakukan konstruksi fisik yang meliputi perataan lahan, pengukuran lahan, pembuatan saluran air dan pembuatan pematang sawah.

b. Aplikasi bahan tanah mineral, yaitu penimbunan bahan tanah mineral subsoil insitu (T0) dan bahan tanah

sobsoil dari luar (T1) setebal 10 cm (1,638 ton/plot). Setelah aplikasi penimbunan bahan tanah mineral, lahan sawah di inkubasi selama 4 minggu.

c. Pengolahan tanah dan aplikasi bahan organik, yaitu pemberian pupuk kandang kambing dan jerami padi yang aplikasinya bersamaan pada saat pengolahan tanah. Bahan organik yang diberikan sebanyak 12 kg/plot.

Tahapan Budidaya

a. Penanaman. Setelah bibit berumur 21 hari dilakukan transplanting bibit tanaman ke lahan sawah sebanyak 3 tanaman per lobang. Sistem tanam

yang digunakan adalah dengan

menggunakan sistem tanam jajar legowo 2:1 dengan jarak tanam (25 cm x 12,5 cm) x 50 cm.

b. Pengelolaan air. Pengelolaan air dilakukan dengan sistem irigasi terputus (intermitten irrigation). Setelah bibit ditanam (kondisi jenuh air),

sawah baru digenangi kembali.

Selanjutnya dilakukan pergiliran air dengan selang waktu 3 hari dengan tinggi genangan 3 cm. Cara ini dipertahankan terus sampai tanaman padi mencapai fase anakan maksimal. Sawah selanjutnya digenangi terus mulai dari fase pembentukan malai hingga pengisian biji. Sawah baru

dikeringkan kembali sekitar 10-15 sebelum panen.

c. Pengelolaan hara. Penggunaan pupuk anorganik sebagai pupuk dasar digunakan secara merata pada semua plot percobaan. Pupuk anorganik yang digunakan adalah Urea (300 kg/ha), SP-36 (100 kg/ha) dan KCl (100 kg/ha). Pupuk diberikan pada umur 10 HST, 21 HST dan 42 HST. Pada 7-10 HST diberikan sebanyak 150 kg Urea, 100 kg SP-36 dan 50kg KCL per ha. Pada 21 HST diberikan sebanyak 75 kg Urea per hektar dan pada 42 HST diberikan 75 kg Urea dan 50 kg KCl per ha.

Hasil dan Pembahasan

1. Jumlah Anakan

Pengamatan jumlah anakan umur 2, 4, dan 6 MST pada perlakuan penimbunan bahan tanah mineral, pupuk organik dan dosis pupuk organik dapat dilihat pada Tabel 1. Rataan tertinggi

jumlah anakan pada perlakuan

penimbunan bahan tanah mineral adalah

perlakuan penimbunan bahan tanah

mineral insitu (T0). Rataan tertinggi pada

perlakuan pupuk organik untuk parameter jumlah anakan pada pengamatan umur 2, 4 dan 6 MST adalah jerami padi (O2).

Demikian juga dengan perlakuan dosis pupuk organik, rataan tertinggi parameter jumlah anakan terdapat pada D3 (dosis 30

ton.ha-1) pada pengamatan umur 2, 4, dan

6 MST.

Tabel 1. Jumlah anakan pada perlakuan

penimbunan bahan tanah

mineral, pupuk organik dan dosis pupuk organik umur pengamatan 2, 4 dan 6 MST.

Perlakuan jumlah anakan / rumpun

2 MST 4 MST 6 MST Penimbunan Bahan

Tanah Mineral bahan tanah mineral

insitu (T0)

11,36 a 10,52 b

21,51 a 19,78 b

24,13 a 22,24 b


(4)

24

bahan tanah mineral

subsoil (T1) Pupuk Organik pupuk kandang kambing (O1) jerami padi (O2)

10,97 10,91

20,28 b 21,00 a

22,93 23,44 Dosis Pupuk Organik

0 ton.ha-1 (D0)

10 ton.ha-1 (D1)

20 ton.ha-1

(D2) 30 ton.ha-1 (D3)

9,97 c 10,43 c 11,23 b 12,12 a

19,08 d 19,95 c 21,22 b 22,32 a

21,22 d 22,20 c 24,00 b 25,33 a

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kelompok perlakuan dengan kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf Uji Jarak Berganda Duncan 5%.

Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa penimbunan bahan tanah mineral subsoil

memberikan hasil yang lebih rendah

dibanding penimbunan bahan tanah

mineral insitu. Lebih rendahnya hasil penimbunan bahan tanah mineral subsoil

diduga karena tanaman padi mengalami keracunan besi fero. Tingginya kadar besi fero yang meracunin tanaman merupakan dampak negatif dari penggenangan dan rendahnya kualitas tanah timbunan subsoil

yang digunakan. Hartatik et al (2005) menyebutkan bahwa salah satu pengaruh negatif yang merugikan pertumbuhan tanaman padi akibat penggenangan adalah peningkatan kelarutan besi fero, selain itu status kesuburan tanah yang rendah juga menyebabkan tanaman menyerap secara langsung besi fero lebih banyak. Prasetyo (2007) juga menyebutkan bahwa bahan tanah mineral subsoil yang berwarna

kemerahan hingga merah memiliki

kandungan oksida Fe dan Al yang tinggi. Efisiensi pemupukan pada tanah jenis ini sangat rendah, karena terdapatnya unsur-unsur tanah yang mempunyai daya fiksasi tinggi sehingga pupuk yang diberikan menjadi tidak tersedia bagi tanaman

Dari Tabel 1 juga terlihat bahwa aplikasi pupuk kandang kambing dan jerami padi tidak berbeda nyata pada

parameter jumlah anakan pada umur 2 dan 6 mst, namun aplikasi jerami padi memberikan hasil yang lebih tinggi

dibanding dengan pupuk kandang

kambing. Hal ini karena hara nitrogen, fosfor, dan kalium sebagai faktor pembatas utama untuk produktifitas padi sawah, banyak didapat pada kompos jerami padi. Dengan mengembalikan jerami ke dalam lahan sawah artinya memupuk kalium, karena 80% kandungan K pada tanaman

padi terdapat dalam jerami. Oleh

karenanya jerami padi memiliki nilai strategis yang tinggi untuk lahan sawah (Setyorini et al, 2007). Las et al (1999) menyatakan bahwa dalam meningkatkan produksi padi perlu dilakukan pelestarian

lingkungan produksi, termasuk

mempertahankan kandungan bahan

organik tanah dengan memanfaatkan jerami padi. Arafah (2004) menyatakan bahwa pemberian jerami padi sebagai kompos pupuk organik pada tanaman padi sawah dapat memberikan pengaruh yang sangat baik terhadap pertumbuhan dan hasil padi sawah bahkan pemberian kompos jerami selama 3 musim tanam berturut-turut tidak perlu menggunakan pupuk SP-36 dan KCl.

Arafah (2004) menunjukkan

bahwa pengaruh aplikasi bahan organik baru kelihatan nyata peranannya dalam meningkatkan hasil setelah diaplikasikan selama empat musim penanaman. Isroi

(2009) menyebutkan bahwa setelah

menggunakan kompos jerami selama

kurang lebih 5 – 6 kali musim tanam dosis pupuk kimia dapat dikurangi hingga dosis

75 kg NPK ha-1 dibanding tidak

menggunakan kompos jerami sebesar 150-200 kg NPK ha-1. Hasil penelitian

Adiningsih (1984) menunjukkan bahwa penggunaan jerami sebanyak 5 ton.ha-1

selama 4 musim tanam dapat

meningkatkan hasil gabah dan


(5)

25 Tabel 2. Pengaruh interaksi penimbunan

bahan tanah mineral dan dosis pupuk organik terhadap jumlah anakan tanaman padi 6 MST.

Perlakuan

Dosis Pupuk Organik 0

ton.ha-1 10 ton.ha-1

20 ton.ha-1

30 ton.ha-1 Penimbunan

Bahan Tanah Mineral

T0 21,30 d 22,90 c 25,20 b 27,13 a

T1 21,13 d 21,50 d 22,80 c 23,53 c

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris atau kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf Uji Jarak Berganda Duncan 5%.

Dari Tabel 2, pada pengamatan kombinasi penimbunan bahan tanah mineral dan dosis pupuk organik umur 6 MST , jumlah anakan terbanyak dijumpai pada kombinasi penimbunan bahan tanah mineral insitu dan dosis pupuk organik 30 ton.ha-1 yaitu 27,13 anakan/rumpun

sedangkan yang terendah dijumpai pada kombinasi penimbunan bahan tanah mineral subsoil dan dosis 0 ton.ha-1 yaitu

21,13 anakan/rumpun.

Hasil penelitian (Tabel 2)

menunjukkan terjadinya peningkatan

jumlah anakan tanaman padi pada kedua

jenis bahan tanah mineral setiap

penambahan volume pupuk organik. Karama et al. (1990) mengemukakan bahwa bahan organik memiliki fungsi-fungsi penting dalam tanah yaitu; fungsi fisika yang dapat memperbaiki sifat fisika tanah

seperti memperbaiki agregasi dan

permeabilitas tanah; fungsi kimia dapat meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah, meningkatkan daya sangga tanah dan meningkatkan ketersediaan beberapa unsur hara serta meningkatkan efisiensi penyerapan P; dan fungsi biologi sebagai sumber energi utama bagi aktivitas jasad

renik tanah. Tan (1991); Hastuti et al

(2007) melaporkan bahwa penambahan kompos dapat meningkatkan nilai KTK tanah. Selain meningkatkan C-organik, aplikasi pupuk organik juga dapat meningkatkan KTK tanah yang rendah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan bahan organik pada lahan sawah tidak memberikan respon yang nyata terhadap parameter pertumbuhan dan produksi tanaman, namun bukan berarti bahan organik tidak penting. Karena biasanya pengaruh bahan organik baru terlihat untuk jangka pemberian yang lama, tergantung sifat biofisik dan jenis tanahnya (Pramono, 2001).

Tabel 3. Pengaruh interaksi penimbunan bahan tanah mineral, pupuk organik dan dosis pupuk organik

terhadap jumlah anakan

tanaman padi umur 6 MST.

Perlakuan

Dosis Pupuk Organik 0 ton.ha

-1

10 ton.ha-1

20 ton.ha-1

30 ton.ha-1

T x O

T0O1 21,80

efg

22,67 def

24,20 c 26,20 b T0O2 20,80 g 23,13

cde

26,20 b 28,07 a T1O1 20,80 g 21,07 g 23,20

cde

23,53 cd T1O2 21,47 fg 21,93

efg

22,40 def

23,53 cd Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf

yang sama pada baris atau kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf Uji Jarak Berganda Duncan 5%.

Tabel 3 menunjukkan bahwa pada kombinasi T0O1, T0O2 dan D1O2 didapat

jumlah anakan yang lebih banyak pada setiap dosis bahan organik 30 ton.ha-1

dimana kombinasi T0O2D3 memiliki

jumlah anakan terbanyak yaitu 28,07 anakan /rumpun. Jumlah anakan paling sedikit didapat pada kombinasi T0O2D0


(6)

26

Pemberian pupuk organik

menyebabkan perbaikan sifat fisik tanah, dimana tanah menjadi lebih gembur yang penting dalam perkembangan akar dan ketersediaan air tanah. Pengelolaan air juga berperan dalam meningkatkan jumlah anakan tanaman padi, dengan sistem irigasi terputus (intermitten irrigation)

didapat kondisi tanah sawah macak-macak.

Simarmata dan Joy (2012) menyebutkan bahwa kondisi ekologis sawah yang dari

tergenang (anaerob) menjadi tidak

tergenang (aerob) memberikan dampak yang sangat besar terhadap pertumbuhan

(anakan dan perkembangan sistem

perakaran) dan peningkatan produksi padi serta aktifitas biologi tanah.

2. Luas Daun (cm2)

Rata-rata luas daun perlakuan penimbunan bahan tanah mineral, pupuk organik dan dosis pupuk organik pada pengamatan 2, 4, 6 dan 8 MST terdapat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rata-rata luas daun pada perlakuan penimbunan tanah mineral, pupuk organik dan dosis pupuk organik pada umur 2, 4, 6 dan 8 MST.

Perlakuan luas daun (cm

2)

2 MST 4 MST 6 MST 8 MST

………..….. cm2..……..………… Penimbunan

Bahan Tanah Mineral bahan tanah mineral

insitu bahan tanah mineral

subsoil

15,28 14,89

55,52 50,27

120,09 a 101,18

b

178,26 154,88

Pupuk Organik pupuk kandang kambing jerami padi

15,19 14,99

55,04 50,75

109,53 111,74

164,09 169,04

Dosis Pupuk Organik 0 ton.ha-1 10 ton.ha-1

10,70 c 14,19 b 17,75 a

40,93 c 50,61 b 58,56 a

87,21 c 108,96

141,40 c 160,87

20 ton.ha-1 30 ton.ha-1

17,70 a 61,47 a b

120,85 a 125,51

a

c 179,39

b 184,61

a

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf

yang sama pada kelompok

perlakuan yang sama tidak berbeda nyata pada taraf Uji Jarak Berganda Duncan 5%.

Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa pada pengamatan 2, 4, 6 dan 8 MST

perlakuan penimbunan bahan tanah

mineral dengan rataan tertinggi parameter luas daun adalah perlakuan penimbunan bahan tanah mineral insitu (T0). Rataan

tertinggi parameter luas daun pada pengamatan 6 dan 8 MST perlakuan pupuk organik adalah jerami padi. Demikian juga dengan perlakuan dosis pupuk organik pada pengamatan 4, 6 dan 8 MST, rataan tertinggi luas daun terdapat pada D3 (30 ton.ha-1).

Hubungan taraf dosis pupuk organik terhadap peningkatan luas daun umur pengamatan 8 MST dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Hubungan antara perlakuan taraf dosis pupuk organik dengan luas daun.

Dari Gambar 1 secara umum dapat dilihat bahwa hubungan antara perlakuan dosis pupuk organik dengan luas daun diperoleh kurva linear positif, hal ini menunjukkan bahwa luas daun meningkat seiring bertambahnya dosis pupuk organik. Hal ini menunjukkan

bahwa pada lahan yang dilakukan


(7)

27 maupun penimbunan bahan tanah mineral

subsoil memiliki respon yang linear positip terhadap setiap penambahan dosis pupuk organik. Disini jelas peranan dosis pupuk

organik sangat besar terhadap

pertumbuhan dan hasil tanaman padi. Kasno et al (2000) menyatakan bahwa lahan sawah bukaan baru yang berasal dari lahan

kering yang disawahkan umumnya

mempunyai kandungan bahan organik tanah yang sangat rendah hingga rendah yang mencerminkan juga rendahnya tingkat

produktifitas tanahnya sehingga

membutuhkan penambahan kandungan bahan organik tanah melalui penggunaan pupuk organik dalam jumlah besar. Hal ini berkesusaian dengan penggunaan bahan tanah mineral subsoil dalam penelitian ini yang identik sama dengan pembukaan lahan sawah bukaan baru.

Dari hasil penelitian juga diketahui bahwa luas daun pada pengamatan 8 MST berpengaruh nyata terhadap interaksi aplikasi penimbunan bahan tanah mineral dan dosis pupuk organik, dengan luas daun tertinggi dijumpai pada kombinasi penimbunan bahan tanah mineral insitu dan dosis pupuk organik D3 (30 ton.ha-1)

yaitu 203,45 cm2 sedangkan yang

terendah dijumpai pada kombinasi

penimbunan bahan tanah mineral subsoil

dan dosis D0 (0 ton.ha-1) yaitu 138,38 cm2.

Tabel 5. Pengaruh interaksi penimbunan bahan tanah mineral dan dosis pupuk organik terhadap luas daun per tanaman padi umur 8 MST.

Perlakuan

Dosis Pupuk Organik 0

ton.h a-1

10 ton.ha

-1

20 ton.ha

-1

30 ton.ha-1 .………..….. cm2……..………..

Penimbunan Bahan Tanah Mineral

T0 144,4

1 d

171,13 bc

194,03 a

203,45 a

T1 138,3

8 d

150,62 cd

164,75 bc

165,76 bc Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf

yang sama pada baris atau kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf Uji Jarak Berganda Duncan 5%.

Hal ini disebabkan karena

peranan dosis pupuk organik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman padi. Secara umum diketahui bahwa kandungan hara pupuk organik sangat kecil bila dibandingkan dengan pupuk anorganik, sehingga dibutuhkan volume yang besar untuk dapat mengurangi penggunaan pupuk anorganik. Penambahan bahan

organik merupakan suatu tindakan

perbaikan lingkungan tumbuh tanaman yang antara lain dapat meningkatkan efisiensi pupuk (Adiningsih dan Rochayati, 1988). Dengan adanya perbaikan KTK,

peningkatan ketersediaan hara dan

peningkatan efisiensi serapan hara P, maka perlakuan pemberian bahan organik secara sinergis dapat memberikan efek terhadap perbaikan pertumbuhan tanaman dan peningkatan komponen hasil tanaman (Pramono, 2001).

3. Produksi Per Plot

Pada pengamatan kombinasi

penimbunan bahan tanah mineral dan dosis pupuk organik saat panen umur 120 hari, produksi per plot tertinggi dijumpai pada penimbunan bahan tanah mineral

insitu pada dosis pupuk organik 30 ton/ha yaitu 3789,81 g, sedangkan yang terendah dijumpai pada penambahan penimbunan bahan tanah mineral insitu pada dosis 0 ton/ha yaitu 3174,18 g/plot.


(8)

28

Tabel 6. Pengaruh interaksi penimbunan bahan tanah mineral dan dosis

pupuk organik terhadap

produksi per plot umur 120 hari.

Perlakuan

Dosis Pupuk Organik 0

ton.ha-1

10 ton.ha-1

20 ton.ha-1

30 ton.ha-1 ……….….….... g /plot………..……..………

Bahan Tanah Mineral

T0 3174,18

d

3424,65 c

3656,19 b

3789,81 a

T1 3131,91

d

3374,67 c

3431,79 c

3479,22 c Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf

yang sama pada baris atau kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf Uji Jarak Berganda Duncan 5%.

Pupuk organik dalam memperbaiki dan meningkatkan kualitas tanah, selain karena faktor jenis dan kualitas didapat pula bahwa volume pupuk organik sangat

berperan penting. Nurtika (1990)

menyebutkan bahwa adanya perbedaan kualitas tanah yang terbentuk dari penambahan variasi dosis pupuk organik karena unsur hara yang diberikan kedalam tanah semakin tinggi dengan semakin tingginya dosis, akibatnya sifat fisik tanah semakin baik dan ketersediaan unsur hara semakin besar sehingga tanaman dapat mengambil unsur hara dengan mudah. Semakin tinggi dosis pupuk organik yang

diberikan maka kemantapan agregat

tanahpun akan semakin tinggi. Setyorini et al (2007) menyebutkan bahwa penggunaan

pupuk kandang 2 ton.ha-1 dapat

mengurangi takaran pemakaian pupuk N, P dan K. Diperhitungkan bahwa dalam setiap 2 ton.ha-1 mengandung unsur hara

yang setara dengan 50 kg urea, 50 kg SP-36, dan 20 kg KCl. Begitu juga dengan jerami padi, diketahui dalam setiap 5 ton jerami padi setara dengan 20 kg urea dan 50 kg KCl.

Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan aplikasi penimbunan bahan tanah mineral

insitu nyata meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman padi. Aplikasi dosis pupuk organik hingga taraf dosis 30 ton.ha -1 nyata meningkatkan pertumbuhan dan

hasil tanaman padi yang lebih tinggi dibanding taraf dosis lainya. Interaksi penimbunan bahan tanah mineral insitu

dan dosis bahan organik 30 ton.ha-1 nyata

paling tinggi meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman padi sawah.

Daftar Pustaka

Adiningsih, S. dan Sri Rochayati, 1984. Peranan Bahan Organik dalam

Meningkatkan Efisiensi

Penggunaan Pupuk dan

Produktifitas Tanah. Prosiding Lokakarya Nasional Efisiensi Pupuk. Cipayung 16-17 November 1987:161-182.

Arafah, 2004. Effektifitas Pemupukan P

dan K pada Lahan Bekas

Pemberian Jerami Selama 3 Musim Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Padi Sawah. J. Sains dan Teknologi. Vol.4 (2): 65-71

Atmojo, SW., 2006. Degradasi Lahan dan Ancaman Bagi Petani. Solo Pos, selasa pon 7 November 2006.

Departemen Pertanian, 2009. Pedoman

Teknis Reklamasi Lahan.

Direktorat Jenderal Pengelolaan

Lahan dan Air-Departemen

Pertanian, Jakarta.

Hartatik, W., D. Setyorini, L.R.Widowati, dan S. Widati. 2005. Laporan

Akhir Penelitian Teknologi

Pengelolaan Hara pada Budidya Pertanian Organik. Laporan Bagian


(9)

29 Proyek Penelitian Sumberdaya

Tanah dan Proyek Pengkajian Teknologi Pertanian Partisipatif.

Hastuti RD, Saraswati R, Purwani J dam Kadir TS., 2007. Aplikasi Pupuk Hayati dan Dekomposer pada Padi Sawah. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan

Pertanian, Bogor.

http://balittanah.litbang.deptan.go .id

Isroi, 2009. Pemanfaatan Jerami Padi sebagai Pupuk Organik In Situ untuk Mengurangi Penggunaan Pupuk Kimia dan Subsidi Pupuk.

Makalah Disampaikan pada

diskuisi simposisium Fakultas

Pertanian UGM, Yogyakarta.

Kamis 7 Mei 2009.

Karama, A.S., Marzuki A.R., dan Manwan,

I., 1990. Penggunaan Pupuk

Organik pada Tanaman Pangan. Prosiding Lokakarya Nasional Efisiensi Pupuk V. Cisarua 12-13 November 1990.

Las, I., A.K. Makarim, Sumarno, S. Purba,

M. Mardikarini, dan S.

Kartaatmadja. 1999. Pola IP

Padi-300, Konsepsi dan

Prospekimplementasi System

Usaha Pertanian Berbasis

Sumberdaya. Badan Litbang

Pertanian. 66 hal.

Nurtika, N., 1990. Pengaruh Macam dan Dosis Pupuk Kandang terhadap Perbaikan Fisik Tanah Andosol pada Pertanaman Tomat. Bulletin Penelitian Hortikultura XIX (3).

Pramono J., 2001. Kajian Penggunaan Bahan Organik pada Padi sawah.

Balai Pengkajian Teknologi

Pertanian Jawa Tengah, Ungaran.

Prasetyo, B. H., J. S. Adiningsih, K.

Subagyono dan R. D. M

Simanungkalit. 2004. Mineralogi, Kimia , Fisika dan Biologi Tanah Sawah dalam Tanah Sawah dan Teknologi Pengelolaannya. Editor : F. Agus, A. Adimihardja, S. Hardjowigeno, A. M. Fagi dan W. Hartatik. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor.

Rahmawaty, 2002. Restorasi Lahan Bekas Tambang berdasarkan Kaidah Ekologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Setyorini D., D.A. Suriadikarta dan

Nurjaya, 2007. Rekomendasi

Pemupukan Padi Sawah Bukaan Baru dalam Sawah Baru hal. 77-106. Balai Besar Penelitian dan pengembangan sumberdaya Lahan

Pertanian. Bogor.

http://balittanah.litbang.deptan.go .id

Simarmata, T dan Joy B., 2012. Pemulihan

Kesehatan dan Peningkatan

Produksi Padi pada Lahan

Suboptimal dengan Teknologi

Intensifikasi Padi Aerob Terkendali

Berbasis Organik (IPAT-BO).

Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor.

Tan, K.H., 1991. Dasar-Dasar Kimia Tanah. Didiek, H.G. (penerjemah). Edisi I. Gadjah Mada Universiti Press.


(1)

24

bahan tanah mineral

subsoil (T1) Pupuk Organik pupuk kandang kambing (O1) jerami padi (O2)

10,97 10,91

20,28 b 21,00 a

22,93 23,44 Dosis Pupuk Organik

0 ton.ha-1 (D0) 10 ton.ha-1 (D1) 20 ton.ha-1

(D2) 30 ton.ha-1 (D3)

9,97 c 10,43 c 11,23 b 12,12 a

19,08 d 19,95 c 21,22 b 22,32 a

21,22 d 22,20 c 24,00 b 25,33 a Keterangan : Angka-angka yang diikuti

huruf yang sama pada kelompok perlakuan dengan kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf Uji Jarak Berganda Duncan 5%.

Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa penimbunan bahan tanah mineral subsoil

memberikan hasil yang lebih rendah

dibanding penimbunan bahan tanah

mineral insitu. Lebih rendahnya hasil penimbunan bahan tanah mineral subsoil

diduga karena tanaman padi mengalami keracunan besi fero. Tingginya kadar besi fero yang meracunin tanaman merupakan dampak negatif dari penggenangan dan rendahnya kualitas tanah timbunan subsoil

yang digunakan. Hartatik et al (2005) menyebutkan bahwa salah satu pengaruh negatif yang merugikan pertumbuhan tanaman padi akibat penggenangan adalah peningkatan kelarutan besi fero, selain itu status kesuburan tanah yang rendah juga menyebabkan tanaman menyerap secara langsung besi fero lebih banyak. Prasetyo (2007) juga menyebutkan bahwa bahan tanah mineral subsoil yang berwarna

kemerahan hingga merah memiliki

kandungan oksida Fe dan Al yang tinggi. Efisiensi pemupukan pada tanah jenis ini sangat rendah, karena terdapatnya unsur-unsur tanah yang mempunyai daya fiksasi tinggi sehingga pupuk yang diberikan menjadi tidak tersedia bagi tanaman

Dari Tabel 1 juga terlihat bahwa aplikasi pupuk kandang kambing dan jerami padi tidak berbeda nyata pada

parameter jumlah anakan pada umur 2 dan 6 mst, namun aplikasi jerami padi memberikan hasil yang lebih tinggi

dibanding dengan pupuk kandang

kambing. Hal ini karena hara nitrogen, fosfor, dan kalium sebagai faktor pembatas utama untuk produktifitas padi sawah, banyak didapat pada kompos jerami padi. Dengan mengembalikan jerami ke dalam lahan sawah artinya memupuk kalium, karena 80% kandungan K pada tanaman

padi terdapat dalam jerami. Oleh

karenanya jerami padi memiliki nilai strategis yang tinggi untuk lahan sawah (Setyorini et al, 2007). Las et al (1999) menyatakan bahwa dalam meningkatkan produksi padi perlu dilakukan pelestarian

lingkungan produksi, termasuk

mempertahankan kandungan bahan

organik tanah dengan memanfaatkan jerami padi. Arafah (2004) menyatakan bahwa pemberian jerami padi sebagai kompos pupuk organik pada tanaman padi sawah dapat memberikan pengaruh yang sangat baik terhadap pertumbuhan dan hasil padi sawah bahkan pemberian kompos jerami selama 3 musim tanam berturut-turut tidak perlu menggunakan pupuk SP-36 dan KCl.

Arafah (2004) menunjukkan

bahwa pengaruh aplikasi bahan organik baru kelihatan nyata peranannya dalam meningkatkan hasil setelah diaplikasikan selama empat musim penanaman. Isroi

(2009) menyebutkan bahwa setelah

menggunakan kompos jerami selama

kurang lebih 5 – 6 kali musim tanam dosis pupuk kimia dapat dikurangi hingga dosis

75 kg NPK ha-1 dibanding tidak

menggunakan kompos jerami sebesar 150-200 kg NPK ha-1. Hasil penelitian Adiningsih (1984) menunjukkan bahwa penggunaan jerami sebanyak 5 ton.ha-1

selama 4 musim tanam dapat

meningkatkan hasil gabah dan


(2)

25 Tabel 2. Pengaruh interaksi penimbunan

bahan tanah mineral dan dosis pupuk organik terhadap jumlah anakan tanaman padi 6 MST.

Perlakuan

Dosis Pupuk Organik 0

ton.ha-1 10 ton.ha-1

20 ton.ha-1

30 ton.ha-1 Penimbunan

Bahan Tanah Mineral

T0 21,30 d 22,90 c 25,20 b 27,13 a

T1 21,13 d 21,50 d 22,80 c 23,53 c

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris atau kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf Uji Jarak Berganda Duncan 5%.

Dari Tabel 2, pada pengamatan kombinasi penimbunan bahan tanah mineral dan dosis pupuk organik umur 6 MST , jumlah anakan terbanyak dijumpai pada kombinasi penimbunan bahan tanah mineral insitu dan dosis pupuk organik 30 ton.ha-1 yaitu 27,13 anakan/rumpun sedangkan yang terendah dijumpai pada kombinasi penimbunan bahan tanah mineral subsoil dan dosis 0 ton.ha-1 yaitu 21,13 anakan/rumpun.

Hasil penelitian (Tabel 2)

menunjukkan terjadinya peningkatan

jumlah anakan tanaman padi pada kedua

jenis bahan tanah mineral setiap

penambahan volume pupuk organik. Karama et al. (1990) mengemukakan bahwa bahan organik memiliki fungsi-fungsi penting dalam tanah yaitu; fungsi fisika yang dapat memperbaiki sifat fisika tanah

seperti memperbaiki agregasi dan

permeabilitas tanah; fungsi kimia dapat meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah, meningkatkan daya sangga tanah dan meningkatkan ketersediaan beberapa unsur hara serta meningkatkan efisiensi penyerapan P; dan fungsi biologi sebagai sumber energi utama bagi aktivitas jasad

renik tanah. Tan (1991); Hastuti et al

(2007) melaporkan bahwa penambahan kompos dapat meningkatkan nilai KTK tanah. Selain meningkatkan C-organik, aplikasi pupuk organik juga dapat meningkatkan KTK tanah yang rendah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan bahan organik pada lahan sawah tidak memberikan respon yang nyata terhadap parameter pertumbuhan dan produksi tanaman, namun bukan berarti bahan organik tidak penting. Karena biasanya pengaruh bahan organik baru terlihat untuk jangka pemberian yang lama, tergantung sifat biofisik dan jenis tanahnya (Pramono, 2001).

Tabel 3. Pengaruh interaksi penimbunan bahan tanah mineral, pupuk organik dan dosis pupuk organik

terhadap jumlah anakan

tanaman padi umur 6 MST.

Perlakuan

Dosis Pupuk Organik 0 ton.ha

-1

10 ton.ha-1

20 ton.ha-1

30 ton.ha-1 T x O

T0O1 21,80 efg

22,67 def

24,20 c 26,20 b T0O2 20,80 g 23,13

cde

26,20 b 28,07 a T1O1 20,80 g 21,07 g 23,20

cde

23,53 cd T1O2 21,47 fg 21,93

efg

22,40 def

23,53 cd Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf

yang sama pada baris atau kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf Uji Jarak Berganda Duncan 5%.

Tabel 3 menunjukkan bahwa pada kombinasi T0O1, T0O2 dan D1O2 didapat jumlah anakan yang lebih banyak pada setiap dosis bahan organik 30 ton.ha-1 dimana kombinasi T0O2D3 memiliki jumlah anakan terbanyak yaitu 28,07 anakan /rumpun. Jumlah anakan paling sedikit didapat pada kombinasi T0O2D0 dan T1O1D0 yaitu 20,80 anakan/rumpun.


(3)

26

Pemberian pupuk organik

menyebabkan perbaikan sifat fisik tanah, dimana tanah menjadi lebih gembur yang penting dalam perkembangan akar dan ketersediaan air tanah. Pengelolaan air juga berperan dalam meningkatkan jumlah anakan tanaman padi, dengan sistem irigasi terputus (intermitten irrigation)

didapat kondisi tanah sawah macak-macak.

Simarmata dan Joy (2012) menyebutkan bahwa kondisi ekologis sawah yang dari

tergenang (anaerob) menjadi tidak

tergenang (aerob) memberikan dampak yang sangat besar terhadap pertumbuhan

(anakan dan perkembangan sistem

perakaran) dan peningkatan produksi padi serta aktifitas biologi tanah.

2. Luas Daun (cm2)

Rata-rata luas daun perlakuan penimbunan bahan tanah mineral, pupuk organik dan dosis pupuk organik pada pengamatan 2, 4, 6 dan 8 MST terdapat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rata-rata luas daun pada perlakuan penimbunan tanah mineral, pupuk organik dan dosis pupuk organik pada umur 2, 4, 6 dan 8 MST.

Perlakuan luas daun (cm 2)

2 MST 4 MST 6 MST 8 MST ………..….. cm2 ..……..………… Penimbunan

Bahan Tanah Mineral bahan tanah mineral insitu bahan tanah mineral subsoil

15,28 14,89

55,52 50,27

120,09 a 101,18

b

178,26 154,88

Pupuk Organik pupuk kandang kambing jerami padi

15,19 14,99

55,04 50,75

109,53 111,74

164,09 169,04

Dosis Pupuk Organik 0 ton.ha-1 10 ton.ha-1

10,70 c 14,19 b 17,75 a

40,93 c 50,61 b 58,56 a

87,21 c 108,96

141,40 c 160,87

20 ton.ha-1 30 ton.ha-1

17,70 a 61,47 a b 120,85

a 125,51

a

c 179,39

b 184,61

a

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf

yang sama pada kelompok

perlakuan yang sama tidak berbeda

nyata pada taraf Uji Jarak

Berganda Duncan 5%.

Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa pada pengamatan 2, 4, 6 dan 8 MST

perlakuan penimbunan bahan tanah

mineral dengan rataan tertinggi parameter luas daun adalah perlakuan penimbunan bahan tanah mineral insitu (T0). Rataan tertinggi parameter luas daun pada pengamatan 6 dan 8 MST perlakuan pupuk organik adalah jerami padi. Demikian juga dengan perlakuan dosis pupuk organik pada pengamatan 4, 6 dan 8 MST, rataan tertinggi luas daun terdapat pada D3 (30 ton.ha-1).

Hubungan taraf dosis pupuk organik terhadap peningkatan luas daun umur pengamatan 8 MST dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Hubungan antara perlakuan taraf dosis pupuk organik dengan luas daun.

Dari Gambar 1 secara umum dapat dilihat bahwa hubungan antara perlakuan dosis pupuk organik dengan luas daun diperoleh kurva linear positif, hal ini menunjukkan bahwa luas daun meningkat seiring bertambahnya dosis pupuk organik. Hal ini menunjukkan

bahwa pada lahan yang dilakukan


(4)

27 maupun penimbunan bahan tanah mineral

subsoil memiliki respon yang linear positip terhadap setiap penambahan dosis pupuk organik. Disini jelas peranan dosis pupuk

organik sangat besar terhadap

pertumbuhan dan hasil tanaman padi. Kasno et al (2000) menyatakan bahwa lahan sawah bukaan baru yang berasal dari lahan

kering yang disawahkan umumnya

mempunyai kandungan bahan organik tanah yang sangat rendah hingga rendah yang mencerminkan juga rendahnya tingkat

produktifitas tanahnya sehingga

membutuhkan penambahan kandungan bahan organik tanah melalui penggunaan pupuk organik dalam jumlah besar. Hal ini berkesusaian dengan penggunaan bahan tanah mineral subsoil dalam penelitian ini yang identik sama dengan pembukaan lahan sawah bukaan baru.

Dari hasil penelitian juga diketahui bahwa luas daun pada pengamatan 8 MST berpengaruh nyata terhadap interaksi aplikasi penimbunan bahan tanah mineral dan dosis pupuk organik, dengan luas daun tertinggi dijumpai pada kombinasi penimbunan bahan tanah mineral insitu dan dosis pupuk organik D3 (30 ton.ha-1) yaitu 203,45 cm2 sedangkan yang

terendah dijumpai pada kombinasi

penimbunan bahan tanah mineral subsoil

dan dosis D0 (0 ton.ha-1) yaitu 138,38 cm2.

Tabel 5. Pengaruh interaksi penimbunan bahan tanah mineral dan dosis pupuk organik terhadap luas daun per tanaman padi umur 8 MST.

Perlakuan

Dosis Pupuk Organik 0

ton.h a-1

10 ton.ha

-1

20 ton.ha

-1

30 ton.ha-1

.………..….. cm2 ……..………..

Penimbunan Bahan Tanah Mineral

T0 144,4 1 d

171,13 bc

194,03 a

203,45 a

T1 138,3

8 d

150,62 cd

164,75 bc

165,76 bc Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf

yang sama pada baris atau kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf Uji Jarak Berganda Duncan 5%.

Hal ini disebabkan karena

peranan dosis pupuk organik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman padi. Secara umum diketahui bahwa kandungan hara pupuk organik sangat kecil bila dibandingkan dengan pupuk anorganik, sehingga dibutuhkan volume yang besar untuk dapat mengurangi penggunaan pupuk anorganik. Penambahan bahan

organik merupakan suatu tindakan

perbaikan lingkungan tumbuh tanaman yang antara lain dapat meningkatkan efisiensi pupuk (Adiningsih dan Rochayati, 1988). Dengan adanya perbaikan KTK,

peningkatan ketersediaan hara dan

peningkatan efisiensi serapan hara P, maka perlakuan pemberian bahan organik secara sinergis dapat memberikan efek terhadap perbaikan pertumbuhan tanaman dan peningkatan komponen hasil tanaman (Pramono, 2001).

3. Produksi Per Plot

Pada pengamatan kombinasi

penimbunan bahan tanah mineral dan dosis pupuk organik saat panen umur 120 hari, produksi per plot tertinggi dijumpai pada penimbunan bahan tanah mineral

insitu pada dosis pupuk organik 30 ton/ha yaitu 3789,81 g, sedangkan yang terendah dijumpai pada penambahan penimbunan bahan tanah mineral insitu pada dosis 0 ton/ha yaitu 3174,18 g/plot.


(5)

28

Tabel 6. Pengaruh interaksi penimbunan bahan tanah mineral dan dosis

pupuk organik terhadap

produksi per plot umur 120 hari.

Perlakuan

Dosis Pupuk Organik 0

ton.ha-1 10 ton.ha-1

20 ton.ha-1

30 ton.ha-1 ……….….….... g /plot………..……..……… Bahan

Tanah Mineral

T0 3174,18 d

3424,65 c

3656,19 b

3789,81 a T1 3131,91

d

3374,67 c

3431,79 c

3479,22 c Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf

yang sama pada baris atau kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf Uji Jarak Berganda Duncan 5%.

Pupuk organik dalam memperbaiki dan meningkatkan kualitas tanah, selain karena faktor jenis dan kualitas didapat pula bahwa volume pupuk organik sangat

berperan penting. Nurtika (1990)

menyebutkan bahwa adanya perbedaan kualitas tanah yang terbentuk dari penambahan variasi dosis pupuk organik karena unsur hara yang diberikan kedalam tanah semakin tinggi dengan semakin tingginya dosis, akibatnya sifat fisik tanah semakin baik dan ketersediaan unsur hara semakin besar sehingga tanaman dapat mengambil unsur hara dengan mudah. Semakin tinggi dosis pupuk organik yang

diberikan maka kemantapan agregat

tanahpun akan semakin tinggi. Setyorini et al (2007) menyebutkan bahwa penggunaan

pupuk kandang 2 ton.ha-1 dapat

mengurangi takaran pemakaian pupuk N, P dan K. Diperhitungkan bahwa dalam setiap 2 ton.ha-1 mengandung unsur hara yang setara dengan 50 kg urea, 50 kg SP-36, dan 20 kg KCl. Begitu juga dengan jerami padi, diketahui dalam setiap 5 ton jerami padi setara dengan 20 kg urea dan 50 kg KCl.

Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan aplikasi penimbunan bahan tanah mineral

insitu nyata meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman padi. Aplikasi dosis pupuk organik hingga taraf dosis 30 ton.ha -1 nyata meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman padi yang lebih tinggi dibanding taraf dosis lainya. Interaksi penimbunan bahan tanah mineral insitu

dan dosis bahan organik 30 ton.ha-1 nyata paling tinggi meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman padi sawah.

Daftar Pustaka

Adiningsih, S. dan Sri Rochayati, 1984. Peranan Bahan Organik dalam

Meningkatkan Efisiensi

Penggunaan Pupuk dan

Produktifitas Tanah. Prosiding Lokakarya Nasional Efisiensi Pupuk. Cipayung 16-17 November 1987:161-182.

Arafah, 2004. Effektifitas Pemupukan P

dan K pada Lahan Bekas

Pemberian Jerami Selama 3 Musim Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Padi Sawah. J. Sains dan Teknologi. Vol.4 (2): 65-71

Atmojo, SW., 2006. Degradasi Lahan dan Ancaman Bagi Petani. Solo Pos, selasa pon 7 November 2006.

Departemen Pertanian, 2009. Pedoman

Teknis Reklamasi Lahan.

Direktorat Jenderal Pengelolaan

Lahan dan Air-Departemen

Pertanian, Jakarta.

Hartatik, W., D. Setyorini, L.R.Widowati, dan S. Widati. 2005. Laporan

Akhir Penelitian Teknologi

Pengelolaan Hara pada Budidya Pertanian Organik. Laporan Bagian


(6)

29 Proyek Penelitian Sumberdaya

Tanah dan Proyek Pengkajian Teknologi Pertanian Partisipatif.

Hastuti RD, Saraswati R, Purwani J dam Kadir TS., 2007. Aplikasi Pupuk Hayati dan Dekomposer pada Padi Sawah. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan

Pertanian, Bogor.

http://balittanah.litbang.deptan.go .id

Isroi, 2009. Pemanfaatan Jerami Padi sebagai Pupuk Organik In Situ untuk Mengurangi Penggunaan Pupuk Kimia dan Subsidi Pupuk.

Makalah Disampaikan pada

diskuisi simposisium Fakultas

Pertanian UGM, Yogyakarta.

Kamis 7 Mei 2009.

Karama, A.S., Marzuki A.R., dan Manwan,

I., 1990. Penggunaan Pupuk

Organik pada Tanaman Pangan. Prosiding Lokakarya Nasional Efisiensi Pupuk V. Cisarua 12-13 November 1990.

Las, I., A.K. Makarim, Sumarno, S. Purba,

M. Mardikarini, dan S.

Kartaatmadja. 1999. Pola IP

Padi-300, Konsepsi dan

Prospekimplementasi System

Usaha Pertanian Berbasis

Sumberdaya. Badan Litbang

Pertanian. 66 hal.

Nurtika, N., 1990. Pengaruh Macam dan Dosis Pupuk Kandang terhadap Perbaikan Fisik Tanah Andosol pada Pertanaman Tomat. Bulletin Penelitian Hortikultura XIX (3).

Pramono J., 2001. Kajian Penggunaan Bahan Organik pada Padi sawah.

Balai Pengkajian Teknologi

Pertanian Jawa Tengah, Ungaran.

Prasetyo, B. H., J. S. Adiningsih, K.

Subagyono dan R. D. M

Simanungkalit. 2004. Mineralogi, Kimia , Fisika dan Biologi Tanah Sawah dalam Tanah Sawah dan Teknologi Pengelolaannya. Editor : F. Agus, A. Adimihardja, S. Hardjowigeno, A. M. Fagi dan W. Hartatik. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor.

Rahmawaty, 2002. Restorasi Lahan Bekas Tambang berdasarkan Kaidah Ekologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Setyorini D., D.A. Suriadikarta dan

Nurjaya, 2007. Rekomendasi

Pemupukan Padi Sawah Bukaan Baru dalam Sawah Baru hal. 77-106. Balai Besar Penelitian dan pengembangan sumberdaya Lahan

Pertanian. Bogor.

http://balittanah.litbang.deptan.go .id

Simarmata, T dan Joy B., 2012. Pemulihan

Kesehatan dan Peningkatan

Produksi Padi pada Lahan

Suboptimal dengan Teknologi

Intensifikasi Padi Aerob Terkendali

Berbasis Organik (IPAT-BO).

Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor.

Tan, K.H., 1991. Dasar-Dasar Kimia Tanah. Didiek, H.G. (penerjemah). Edisi I. Gadjah Mada Universiti Press.