Peningkatan Kualitas Tanah Bekas Tambang Nikel Untuk Media Pertumbuhan Tanaman Revegetasi Melalui Pemanfaatan Bahan Humat Dan Kompos

(1)

PENINGKATAN KUALITAS TANAH BEKAS TAMBANG NIKEL

UNTUK MEDIA PERTUMBUHAN TANAMAN REVEGETASI

MELALUI PEMANFAATAN BAHAN HUMAT DAN KOMPOS

IKBAL

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2016


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Peningkatan Kualitas Tanah Bekas Tambang Nikel untuk Media Pertumbuhan Tanaman Revegetasi melalui Pemanfaatan Bahan Humat dan Kompos” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2016

Ikbal


(3)

(4)

RINGKASAN

IKBAL. Peningkatan Kualitas Tanah Bekas Tambang Nikel untuk Media Pertumbuhan Tanaman Revegetasi melalui Pemanfaatan Bahan Humat dan Kompos. Dibimbing oleh ISKANDAR dan SRI WILARSO BUDI R.

Reklamasi lahan bekas tambang adalah salah satu kegiatan yang harus dilakukan oleh setiap perusahaan yang melakukan kegiatan penambangan. Lahan bekas penambangan secara nyata memperlihatkan kondisi fisik, kimia dan biologi tanah yang kurang baik. Kerusakan fisik tanah meliputi pemadatan tanah, kerusakan struktur dan stabilitas tanah, bentuk lahan berubah dan tanah kurang menyimpan air. Kerusakan kimia terdiri atas pH yang masam, defisiensi unsur hara serta pencemaran logam berat di tambang-tambang tertentu, sedangkan secara biologi terkait dengan peranan mikroorganisme di dalam tanah. Keadaan lahan pascatambang ini akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Sebagai akibatnya tanaman tidak dapat berkembang secara normal, kerdil, merana dan mati. Oleh karena itu, untuk memperbaiki keadaan tanah yang tidak subur ini, penambahan bahan amelioran seperti bahan humat dan kompos mutlak dilakukan dalam rangka meningkatkan kesuburan tanah. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh pemberian bahan humat dan kompos terhadap sifat-sifat kimia tanah, logam berat Cr dan Ni dalam tanah dan pertumbuhan tanaman revegetasi.

Penelitian ini dilaksanakan mulai Januari sampai Agustus 2015. Penelitian dilakukan di rumah kacadan lahan bekas tambang PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk., Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara. Percobaan I yang dilakukan di rumah kaca area pembibitan menggunakan Rancangan Acak Lengkap pola faktorial 2 faktor. Dosis bahan humat terdiri dari 3 taraf, yaitu 0.0; 0.5; dan 1.0 ml/polybag. Kompos yang digunakan merupakan campuran kotoran guano, kotoran kambing dan sekam padi. Pemberian dosis kompos terdiri dari 3 taraf yaitu 0.0; 1.0; dan 2.5 kg/polybag. Percobaan II dilakukan di lahan bekas tambang dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok pola faktorial 2 faktor. Dosis bahan humat yang digunakan terdiri dari 3 taraf, yaitu 0.0; 0.5; dan 1.0 ml/lubang tanam. Dosis kompos terdiri dari 3 taraf yaitu 0.0; 1.0; dan 2.5 kg/lubang tanam. Kedua percobaan menggunakan tanaman sengon sebagai tanaman uji.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada percobaan I, pemberian bahan humat dapat meningkatkan C-organik dan N-total tanah. Pemberian kompos maupun kombinasi bahan humat dan kompos berpengaruh terhadap peningkatan C-organik, N-total, kejenuhan basa, P, dan kation basa tanah yang dipertukarkan (Ca-dd, Mg-dd, K-dd, dan Na-dd). Perlakuan dengan kompos saja dan kombinasi bahan humat dan kompos dapat menurunkan logam berat Cr tersedia dibandingkan humat. Namun, terjadi peningkatan logam berat Ni tersedia dalam tanah. Hal ini diduga kompos yang digunakan mengandung Ni dalam jumlah yang besar. Pengamatan pada pertumbuhan tanaman menunjukkan bahwa pemberian bahan humat dan kompos berpengaruh nyata pada tinggi tanaman, panjang akar dan biomassa. Selain itu, bahan humat dan kompos memiliki interaksi yang nyata


(5)

pada panjang akar dan biomassa, namun tidak memiliki interaksi yang nyata pada tinggi tanaman. Perlakuan terbaik dalam meningkatkan tinggi tanaman, panjang akar dan biomassa adalah perlakuan bahan humat 0.5 ml dan kompos 2.5 kg.

Pada Percobaan II, pemberian kompos saja dan kombinasi bahan humat dan kompos dapat meningkatkan N-total, P , KTK, kejenuhan basa dan kation basa tanah yang dipertukarkan (Ca-dd, Mg-dd, K-dd, dan Na-dd) dibandingkan bahan humat. Pemberian kompos dan humat serta kombinasi keduanya mampu menurunkan logam berat Cr tersedia, kecuali perlakuan bahan humat 0.5 ml belum mampu menurunkan logam berat Cr tersedia. Pada parameter logam berat Ni tersedia dalam tanah, perlakuan humat saja mampu menurunkan kandungan Ni tersedia dalam tanah lebih baik dibandingkan kompos dan kombinasi bahan humat dan kompos. Pengamatan pada pertumbuhan tanaman menunjukkan bahwa pemberian bahan humat dan kompos meningkatkan tinggi tanaman, diameter batang, panjang akar, bintil akar dan biomassa tanaman. Bahan humat dan kompos memiliki interaksi yang nyata pada panjang akar dan biomassa, namun tidak memiliki interaksi yang nyata pada tinggi tanaman, diameter batang dan bintil akar. Perlakuan terbaik dalam meningkatkan tinggi tanaman, panjang akar, dan bintil akar adalah perlakuan bahan humat 0.5 ml dan kompos 2.5 kg, sedangkan perlakuan terbaik dalam meningkatkan diameter batang dan biomassa tanaman adalah perlakuan bahan humat 1.0 ml dan kompos 2.5 kg.


(6)

SUMMARY

IKBAL. Improvement of Soil Quality in the Former Nickel Mining Area for Growth Media of Revegetation Plants through Utilization of Humic Materials and Compost. Supervised by ISKANDAR and SRI WILARSO BUDI R.

Mine reclamation is one of the activities to be carried out by any company conducting mining activities. Land after mining significantly shows unfavorable physical, chemical and biological soil. Physical damage to soil includes soil compaction, damage to the structure and stability of the soil, landform changes and low soil water retention. Chemical damage consists of acidic pH, nutrient deficiency, heavy metal pollution in mines certain; while biologically it’s related to the role of microorganisms in the soil. The state of post-mining land will affect plant growth and development. As a result the plant cannot develop normally i.e. dwarf, wither and die. Therefore, to improve the condition of poor soils, the addition ameliorant materials such as humic materials and compost must be carried out in order to improve soil fertility.

The objective of this study was to analyze the effect of humic materials and compost to the soil chemical properties, Cr and Ni in soil and revegetation plant growth . This study was conducted from January to August 2015. The study was conducted in a greenhouse and mined lands of PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk., Pomalaa sub-district, Kolaka district, Southeast Sulawesi. Experiment I conducted in a greenhouse as a nursery area by using completely randomized design factorial 2 factors. Humic material dosage consisted of three levels: 0.0; 0.5; and 1.0 ml/polybag. Compost was mixed guano dung, goat dung and rice husk. Compost dosage consisted of three levels i.e. 0.0; 1.0; and 2.5 kg/polybag. Experiment II was conducted in mined land using a randomized block design factorial 2 factors. Humic material dosage used consisted of three levels: 0.0; 0.5; and 1.0 ml/hole. Compost dosage consisted of three levels i.e. 0.0; 1.0; and 2.5 kg/planting hole. Both experiments used sengon plants as test plants.

The results showed that in the first experiment, administration of humic materials and compost could increase organic C and total soil N. Or a combination of humic materials and compost had effect on the increase in organic C, total-N, base saturation, P and alkaline soil cation exchange (Ca-dd, Mg-dd, K-dd, and Na-dd). Treatment with compost alone and the combination of humic materials and compost reduced Cr heavy metal available than humic material. However, there was an increase in Ni heavy metal in the soil. It’s expect cause Ni contained in the highest of compost. Observations on the plant growth showed that the humic materials and compost had real effect on plant height, root length and biomass. In addition, humic materials and compost had significant effect on root length and biomass, but had no real effect on plant height. The best treatment for increased plant height, root lenght and biomass was the treatment of humic material 0.5 ml and 2.5 kg of compost.

In the Experiment II, composting alone and combinations of humic materials and compost improved total-N, P, CEC, base saturation and alkaline soil cations that are exchanged (Ca-dd, Mg-dd, K-dd and Na-dd) compared humic


(7)

materials. Composting and humic as well as a combination of both were able to reduce Cr available, except humic materials treatment with a dose of 0.5 ml of humic materials. For Ni heavy metals avalaible in the soil, humic materials treatment alone was the combination of humic materials and compost. Observations on plant growth showed that the humic materials and compost increased plant height, stem diameter, root length, nodules and biomass plants. Humic materials and compost had significant interaction on root lenght and biomass, but had no real interaction on plant height , stem diameter and root nodules. The best treatment for increasing plant height, root lenght, and the nodule was the treatment of humic material 0.5 ml and 2.5 kg of compost, while the best treatment for increasing stem diameter and plant biomass was the treatment of humic materials 1.0 ml and 2.5 kg of compost.


(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

PENINGKATAN KUALITAS TANAH BEKAS TAMBANG NIKEL

UNTUK MEDIA PERTUMBUHAN TANAMAN REVEGETASI

MELALUI PEMANFAATAN BAHAN HUMAT DAN KOMPOS

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2016

IKBAL


(10)

(11)

(12)

Judul Tesis : Peningkatan Kualitas Tanah Bekas Tambang Nikel untuk Media Pertumbuhan Tanaman Revegetasi melalui Pemanfaatan Bahan Humat dan Kompos

Nama : Ikbal

NIM : P052130251

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Iskandar Ketua

Prof Dr Ir Sri Wilarso Budi R, MS Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Prof Dr Ir Cecep Kusmana, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr


(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah subhanahu wata’ala atas segala karunia-Nya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2015 ialah Perbaikan Kualitas Tanah, dengan judul “Peningkatan Kualitas Tanah Bekas Tambang Nikel untuk Media Pertumbuhan Tanaman Revegetasi melalui Pemanfaatan Bahan Humat dan Kompos”.

Ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan secara khusus kepada Bapak Dr Ir Iskandar dan Bapak Prof Dr Ir Sri Wilarso Budi R, MS selaku dosen pembimbing atas waktu, tuntunan, kesabaran, kebijaksanaan, memberikan semangat dan keteladanan untuk bekerja keras serta saran dan masukan hingga tesis ini dapat terselesaikan. Kebaikan hati Bapak-bapak sekalian sangat berarti dalam perjalanan studi penulis dan akan selalu dikenang.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang tiada berujung kepada kedua orang tua tercinta Ayahanda Dising, BA dan Ibunda (Almh.) Sunimbar atas segala doa, kasih sayang dan kelembutan hati, pengorbanan, keteladanan, semangat untuk selalu pantang menyerah, kesederhanaan hidup yang diajarkan serta dorongan untuk terus mencari ilmu. Adik-adikku Rika Fitriani S, Satriawati S.Kep, Akmal Latorumo, Irhab Latorumo dan Azmi Alfiyah yang telah memberikan dukungan moril dan materil dengan penuh keikhlasan, mengajarkan makna persaudaraan dan semangat tolong menolong. Spesial terimaksih kepada tante Muliani dan Ibu Rosalnawati S.Pd atas doa dan semangat yang diberikan kepada saya serta Bapak Nino, Apri dan Bang Mul yang telah banyak memberi saran. Selain itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Taufik dari PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk., Bapak Agus beserta staf Mining Environmental PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk., yang telah membantu selama pengumpulan data.

Penulis berharap semoga karya ini dicatat sebagai amal ibadah dan bermanfaat bagi masyarakat. Amin.

Bogor, April 2016


(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xii

1 PENDAHULUAN

1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Perumusan Masalah 3

1.3. Tujuan Penelitian 3

1.4. Manfaat Penelitian 3

1.5. Kerangka Pemikiran 4

1.6. Hipotesis Penelitian 5

2 TINJAUAN PUSTAKA 6

2.1. Kondisi Tanah Pascatambang 6

2.2. Perbaikan Kualitas Tanah Pascatambang 7

2.3. Pemanfaatan Bahan Organik 10

3 METODE PENELITIAN 13

3.1. Waktu dan Tempat 13

3.2. Bahan dan Alat 13

3.3. Rancangan Penelitian 13

3.4. Percobaan Rumah Kaca 14

3.5. Percobaan Lapangan 16

3.6. Pengukuran Pertumbuhan Tanaman 17

3.7. Pengukuran Panjang Akar 17

3.8. Perhitungan Bintil Akar 17

3.9. Biomassa Tanaman 17

3.10. Analisis Tanah 17

3.11. Parameter Pengamatan 18

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 18

4.1. Percobaan Pot di Rumah Kaca 18

4.1.1. Kandungan Unsur Hara Tanah 18

4.1.2. Kandungan Logam Berat Tersedia dalam Tanah 20

4.1.3. Pertumbuhan Tanaman Sengon 20

4.2. Percobaan Lapangan 24

4.2.1. Kandungan Unsur Hara Tanah 24

4.2.2. Kandungan Logam Berat Tersedia dalam Tanah 25 4.2.3. Pertumbuhan Tanaman Sengon 26

5 PEMBAHASAN UMUM 30

6 SIMPULAN DAN SARAN 36

6.1. Simpulan 36

6.2. Saran 37

DAFTAR PUSTAKA 37


(15)

DAFTAR TABEL

1 Matriks Penelitian 14

2 Perlakuan Bahan Humat dan Kompos pada Percobaan Rumah Kaca 15 3 Perlakuan Bahan Humat dan Kompos pada Percobaan Lapangan 16 4 Parameter dan Metode Pengamatan Sifat Kimia dan Logam Berat Tanah 18 5 Hasil Analisis Sifat-sifat Kimia Tanah pada Percobaan Rumah Kaca 19 6 Kandungan Logam Berat Tersedia dalam Tanah pada percobaan Rumah

Kaca 20

7 Pengaruh Pemberian Bahan Humat dan Kompos terhadap Tinggi Tanaman Sengon Umur 9 MST pada Percobaan Rumah Kaca 21 8 Pengaruh Pemberian Bahan Humat dan Kompos terhadap Panjang Akar

Tanaman Sengon Umur 9 MST pada Percobaan Rumah Kaca 22 9 Pengaruh Pemberian Bahan Humat dan Kompos terhadap Biomassa

Tanaman Sengon Umur 9 MST pada Percobaan Rumah Kaca 23 10 Hasil Analisis Sifat-sifat Kimia Tanah pada Percobaan Lapangan 24 11 Kandungan Logam Berat Tersedia dalam Tanah Percobaan Lapangan 26 12 Pengaruh Pemberian Bahan Humat dan Kompos terhadap Tinggi Tanaman

Sengon Umur 9 MST pada Percobaan Lapangan 26 13 Pengaruh Pemberian Bahan Humat dan Kompos terhadap Diameter Batang

Tanaman Sengon Umur 9 MST pada Percobaan Lapangan 27 14 Pengaruh Pemberian Bahan Humat dan Kompos terhadap Panjang Akar

Tanaman Sengon Umur 9 MST pada Percobaan Lapangan 29 15 Pengaruh Pemberian Bahan Humat dan Kompos terhadap Bintil Akar

Tanaman Sengon Umur 9 MST pada Percobaan Lapangan 29 16 Pengaruh Pemberian Bahan Humat dan Kompos terhadap Biomassa

Tanaman Sengon Umur 9 MST pada Percobaan Lapangan 30

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram Alir Kerangka Pemikiran 5 2 Tinggi Tanaman Sengon pada Umur ke 3 sampai 9 MST pada Percobaan

Rumah Kaca 21

3 Tinggi Tanaman Sengon pada Umur 3 sampai 9 MST pada Percobaan

Lapangan 27

4 Diameter Batang Sengon pada Umur 3 sampai 9 MST pada Percobaan

Lapangan 28

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil Analisis Varian Pengaruh Pemberian Bahan Humat dan Kompos terhadap Tinggi Tanaman pada Percobaan Rumah Kaca 45 2 Hasil Analisis Varian Pengaruh Pemberian Bahan Humat dan Kompos

terhadap Panjang Akar pada Percobaan Rumah Kaca 45 3 Hasil Analisis Varian Pengaruh Pemberian Bahan Humat dan Kompos


(16)

4 Hasil Analisis Varian Pengaruh Pemberian Bahan Humat dan Kompos

terhadap Tinggi Tanaman pada Percobaan Lapangan 47

5 Hasil Analisis Varian Pengaruh Pemberian Bahan Humat dan Kompos terhadap Diameter Batang pada Percobaan Lapangan 47

6 Hasil Analisis Varian Pengaruh Pemberian Bahan Humat dan Kompos terhadap Panjang Akar pada Percobaan Lapangan 48

7 Hasil Analisis Varian Pengaruh Pemberian Bahan Humat dan Kompos terhadap Bintil Akar pada Percobaan Lapangan 49

8 Hasil Analisis Varian Pengaruh Pemberian Bahan Humat dan Kompos terhadap Biomassa Tanaman pada Percobaan Lapangan 50

9 Dokumentasi Pembibitan Sengon PT. Atam (Persero) Tbk. 50

10 Dokumentasi Pembibitan pada Percobaan Rumah Kaca 51

11 Dokumentasi Percobaan Lahan Bekas Tambang Nikel 51


(17)

1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia memiliki sumberdaya alam nonhayati berupa sumberdaya mineral yang tersebar hampir di seluruh kawasan nusantara. Sumberdaya mineral di Indonesia terdiri atas batubara, minyak bumi, emas, timah, besi, nikel dan lain-lain dengan beragam kualitas dan kuantitas yang dikandungnya. Potensi yang besar dan kualitas produk mineral yang baik telah mengundang investor lokal, internasional dan perusahaan negara untuk mengelola dan menggali kandungan mineral yang terkandung di dalam tanah. Keberadaan sumberdaya mineral adalah salah satu modal dasar yang bermanfaat dalam rangka pembangunan nasional, sehingga perlu pengawasan yang ketat dalam pengelolaannya dan bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat yang selaras dengan lingkungannya.

PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk. Sulawesi Tenggara merupakan perusahaan yang mengelola tambang nikel dan mengolahnya dari bahan mentah menjadi bahan baku setengah jadi. Lokasi pengolahan tambang nikel PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk. terletak di Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara. Kegiatan penambangan nikel ini dilakukan di darat dengan menerapkan teknik penambangan terbuka (open pit mining) yaitu pembukaan dan pengupasan hutan serta penggalian tanah untuk mengambil kandungan nikel yang terdapat di dalamnya. Berbagai dampak dapat disebabkan oleh kegiatan penambangan nikel, baik yang bersifat positif maupun negatif. Dampak positif akibat kegiatan penambangan, antara lain meningkatkan penghasilan masyarakat, memberikan akses lapangan kerja, perekonomian daerah bergerak lebih cepat dan meningkatkan pendapatan negara. Namun, juga dapat berdampak negatif terhadap lingkungan hidup di sekitar wilayah penambangan nikel, seperti gangguan kesehatan manusia, perubahan bentang alam, penurunan estetika lingkungan, habitat hidup flora dan fauna menjadi rusak serta penurunan kualitas air dan tanah.

Upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup perlu dilakukan secara sungguh-sungguh dan konsisten agar dapat tercipta kualitas lingkungan hidup yang lebih baik sesuai yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan maksud mewujudkan kelestarian fungsi lingkungan hidup dalam berbagai upaya untuk memelihara kelangsungan dan daya dukung serta daya tampung lingkungan hidup. Salah satu upaya untuk memulihkan lingkungan penambangan adalah melalui kegiatan reklamasi. Reklamai lahan bekas tambang adalah salah satu kegiatan yang harus dilakukan oleh setiap perusahaan yang melakukan kegiatan penambangan. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 7 Tahun 2014, menjelaskan bahwa reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata, memulihkan dan memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya. Namun, upaya reklamasi yang dilakukan sering menghadapi kendala-kendala, seperti terjadinya pemadatan tanah, kondisi pH tanah rendah, populasi mikroorganisme berguna menjadi berkurang dan terjadinya pencemaran logam-logam berat dalam tanah. (Setyaningsih 2007; Tamin 2010).


(18)

Sariwahyuni (2012) dalam penelitiannya mengenai lahan bekas tambang nikel menunjukkan bahwa kondisi pH tanah bekas tambang nikel bersifat masam, memiliki kandungan Ni tinggi, ketersediaan fosfat rendah dan produktivitas lahan berkurang. Penelitian pada lahan bekas tambang nikel Pomalaa pernah dilakukan oleh Widiatmaka et al. (2010) yang menjelaskan bahwa pertumbuhan tanaman di lahan revegetasi masih rendah dengan melihat ukuran daun yang kerdil, volume dan diameter tanaman yang kecil. Penyebab utamanya adalah akibat adanya defisiensi unsur hara seperti K, Ca, Fe, Cu dan Mn. Selain unsur hara tanaman yang rendah, lahan tambang nikel di Pomalaa merupakan tanah-tanah yang terbentuk dari bahan induk batuan beku basa atau ultra basa yang memiliki kandungan logam berat yang mencapai kadar toksik pada tanaman, antara lain Ni dan Cr. Sementara logam Pb dan Cd memiliki kadar yang masih relatif aman.

Sembiring dan Simon (2008) mengemukakan bahwa lahan bekas penambangan secara nyata memperlihatkan kondisi tanah yang mengalami pemadatan dan kerusakan struktur tanah, sehingga menyebabkan kurangnya kemampuan tanah dalam menyimpan dan meresapkan air pada musim hujan dan musim kemarau tanah menjadi keras dan padat, akibatnya tanah mudah terjadi erosi dan tanaman sulit tumbuh. Strategi yang perlu diterapkan pada perbaikan sifat tanah (sifat fisik, kimia dan biologi), antara lain pemberian top soil, pemupukan dasar dan pemberian bahan organik serta penanaman tanaman yang mudah tumbuh atau tanaman lokal (Rahmawaty 2002). Salah satu bahan organik yang menjadi alternatif untuk memperbaiki sifat-sifat tanah adalah bahan humat dan kompos.

Pemberian bahan humat dan kompos merupakan salah satu upaya yang perlu dilakukan untuk memperbaiki kualitas tanah dan meningkatkan pertumbuhan tanaman. Bahan humat merupakan bahan yang memiliki potensi dalam memperbaiki kondisi tanah dengan kemampuannya untuk berinteraksi dengan ion logam, oksida dan hidroksida, termasuk zat pencemar lainnya (Schnitzer dan Khan 1978). Kompos merupakan bahan yang telah mengalami pelapukan dari kotoran ternak dan sisa-sisa tumbuhan seperti: dedaunan, dedak padi, jerami, dan rumput-rumputan. Kompos yang baik akan memperkaya bahan makanan bagi tanaman dan berperan penting dalam meningkatkan kualitas sifat-sifat tanah (Zhen et al. 2014). Menurut Munawar (2011) bahwa kompos memiliki kemampuan memperbaiki kondisi tanah, tidak menyebabkan polusi air dan tidak memiliki biji-biji gulma. Peranan bahan organik mempengaruhi pertumbuhan tanaman melalui perubahan sifat dan ciri tanah. Keberadaan bahan bio-organik (bahan humat dan kompos) dapat mempengaruhi sifat fisik tanah, antara lain merangsang terjadinya granulasi agregat dan memantapkannya serta meningkatkan kemampuan tanah dalam mengikat dan menyimpan air (Brady 1974). Selain itu, kompos juga terbukti mampu meningkatkan KTK tanah untuk perbaikan daya jerap kation dan peningkatan kation-kation tanah yang dapat dipertukarkan serta mempermudah ketersediaan hara makro dan mikro. Terhadap sifat biologi, kompos merupakan bahan baku untuk perkembangan mikroorganisme dan bahan humat dapat berperan menstimulasi peningkatan aktivitas mikroorganisme, sehingga struktur tanah menjadi gembur dan mengembalikan kesuburan tanah (Chelik et al. 2010; David et al. 2014).

Mengingat pentingnya pemanfaatan bahan humat dan kompos dalam memperbaiki kondisi tanah, maka perlu dilakukan penelitian pada tanah bekas


(19)

tambang nikel agar diperoleh takaran yang baik untuk perbaikan kualitas tanah, sehingga tanaman dapat memperlihatkan pertumbuhan yang baik.

1.2. Perumusan Masalah

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki bahan tambang yang cukup besar, khususnya tambang nikel. Keberadaan tambang nikel menjadi sumber pendapatan yang penting bagi negara karena dapat dimanfaatkan untuk pembangunan nasional dan daerah. Bahkan, hadirnya perusahaan tambang nikel dapat memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan pendapatan dan peluang usaha masyarakat setempat melalui penerimaan tenaga kerja, kesempatan membuka usaha mikro, dan pemberdayaan masyarakat melalui program CSR. Namun di sisi lain, aktivitas penambangan juga memberikan dampak negatif bagi lingkungan hidup, seperti menurunnya unsur hara tanah, berkurangnya sumberdaya air, vegetasi dan ancaman kepunahan hewan liar, pencemaran tanah dan kondisi sosial masyarakat, khususnya di lahan bekas tambang. Apabila kondisi ini tidak dicarikan solusi perbaikan kualitas tanah dapat berdampak terhadap sifat tanah yang semakin memburuk, terjadi erosi dan mengganggu kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. Dengan demikian, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Sejauh mana pemberian bahan humat dan kompos dapat memperbaiki sifat kimia tanah di lahan bekas tambang nikel?

2. Bagaimana kondisi logam berat tanah di lahan bekas tambang nikel yang diberikan bahan humat dan kompos?

3. Apakah pertumbuhan tanaman revegetasi di lahan bekas tambang nikel akan bertambah jika diberikan bahan humat dan kompos?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengkaji dan menjelaskan pengaruh bahan humat dan kompos dalam memperbaiki sifat tanah bekas tambang nikel dan pertumbuhan tanaman. Secara spesifik penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menguji dan menganalisis pengaruh pemberian bahan humat dan kompos

terhadap sifat-sifat kimia tanah.

2. Menguji dan menganalisis pengaruh pemberian bahan humat dan kompos terhadap logam berat Cr dan Ni tersedia dalam tanah.

3. Menguji dan menganalisis pengaruh pemberian bahan humat dan kompos terhadap pertumbuhan tanaman revegetasi.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Memberikan informasi tentang sifat-sifat kimia tanah dan kandungan logam berat tersedia pada tanah pascatambang nikel.

2. Bagi perusahaan tambang dapat menjadi referensi alternatif untuk memanfaatkan bahan humat dan kompos dalam reklamasi tambang.

3. Membantu pemerintah dan masyarakat dalam menentukan kompos yang baik untuk peningkatan kualitas tanah dan pertumbuhan tanaman.


(20)

1.5. Kerangka Pemikiran

Aktivitas penambangan nikel dilakukan dengan menerapkan teknik penambangan terbuka, sehingga pembukaan dan pengupasan hutan alami tidak dapat dihindarkan lagi. Hal ini menyebabkan pencemaran lingkungan sekitar lahan bekas tambang dan perubahan bentang alam, seperti topografi, vegetasi penutup, pola hidrologi, perubahan struktur tanah, pertumbuhan tanaman menjadi terhambat serta mengganggu kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Oleh karena itu, salah satu upaya untuk memperbaiki kondisi lahan yang rusak dapat ditempuh melalui reklamasi. Kegiatan mereklamasi lahan merupakan bagian dari perencanaan dan pelaksanaan kegiatan penambangan untuk memastikan agar upaya perbaikan lahan-lahan yang terganggu oleh kegiatan penambangan dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien dengan mempertimbangkan karakteristik lokasi seperti kondisi fisik, kimia, dan biologi lahan serta tanaman revegetasi yang digunakan. Beberapa kendala yang dihadapi dalam usaha reklamasi tambang antara lain kondisi iklim mikro yang belum sesuai, sifat fisik kimia tanah pucuk yang tidak memadai, kekurangan tanah pucuk, tingkat erosi yang tinggi, kondisi tanah yang masam, akumulasi logam-logam berat khususnya Cr, Ni dan lain-lain.

Reklamasi yang dilakukan secara buruk akan mewariskan isu sulit bagi pemerintah, masyarakat dan perusahaan dan akhirnya merusak reputasi industri penambangan secara keseluruhan. Karena akses ke sumberdaya-sumberdaya semakin terikat dengan reputasi industri, maka proses penutupan yang efektif dan reklamasi tambang yang memuaskan menjadi sangat penting terhadap kemampuan perusahaan untuk mengembangkan proyek-proyek baru. Telah banyak penelitian yang dilakukan guna memperbaiki kualitas tanah, namun belum sepenuhnya memberikan harapan besar terhadap peningkatan kualitas tanah.

Dibutuhkan penelitian yang komprehensif untuk lebih meningkatkan kualitas tanah dengan cara meningkatkan kapasitas tukar kation tanah yang rendah untuk penyerapan unsur hara makro dan mikro oleh tanaman, pembenahan tanah dan peningkatan kemampuan pengikatan air pada lahan bekas tambang. Penggunaan bahan humat dan kompos yang diaplikasikan bersama tanaman revegetasi diharapkan dapat meningkatkan kualitas tanah lahan bekas tambang, khususnya pada lahan bekas tambang nikel. Oleh karena itu, evaluasi terhadap kondisi tanah diperlukan dalam upaya penilaian keberhasilan pelaksanaan pengelolaan lahan bekas tambang yang ramah lingkungan. Untuk mengetahui lebih jelas penjelasan di atas, maka kerangka pemikiran dalam penelitian disajikan dalam ilustrasi Gambar 1.


(21)

1.6. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Dosis bahan humat dan kompos yang berbeda memberikan pengaruh berbeda terhadap sifat kimia tanah.

2. Dosis bahan humat dan kompos yang berbeda memberikan pengaruh berbeda terhadap kandungan logam berat Cr dan Ni tersedia dalam tanah.

3. Dosis bahan humat dan kompos yang berbeda memberikan pengaruh berbeda terhadap pertumbuhan tanaman revegetasi.

Gambar 1 Diagram alir kerangka pemikiran Analisis sifat kimia

tanah

Analisis pertumbuhan tanaman Analisis logam berat

tanah

Aktivitas penambangan Pencemaran lahan

bekas tambang Perubahan bentang alam

Gangguan sosial masyarakat

Evaluasi kondisi tanah di lahan pascatambang

Ruang Lingkup Penelitian

Bahan humat Kompos

Peningkatan kualitas tanah dan pertumbuhan tanaman Reklamasi lahan tambang

Kendala-kendala:

 Sifat kimia tanah rendah  pH rendah

 Pencemaran tanah  Bakteri berkurang, dll.

Reklamasi buruk mewariskan isu sulit bagi pemerintah, masyarakat dan industri


(22)

2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kondisi Tanah Pascatambang

Kegiatan penambangan bahan galian berharga dari lapisan bumi telah berlangsung sejak lama. Selama kurun waktu 50 tahun terakhir, perkembangan teknologi pengolahan semakin meningkat dan ekstraksi bijih kadar rendah menjadi lebih ekonomis, sehingga semakin luas dan semakin dalam mencapai lapisan bumi jauh di bawah permukaan. Apabila kegiatan penambangan terus dibiarkan tanpa ada upaya perbaikan lingkungan dapat berdampak terhadap kerusakan lingkungan hidup, seperti hilangnya fungsi proteksi terhadap tanah, hilangnya keanekaragaman hayati, terjadinya degradasi pada daerah aliran sungai dan perubahan bentuk lahan (BAPEDAL 2001).

Kegiatan penambangan yang kurang produktif dapat berpengaruh pada kesuburan tanah sehingga tanaman sulit mengalami pertumbuhan. Sembiring dan Simon (2008) menjelaskan bahwa lahan bekas penambangan secara nyata memperlihatkan kondisi tanah yang mengalami kerusakan struktur dan pemadatan sehingga berefek negatif terhadap sistem tata air dan aerasi yang secara langsung dapat mempengaruhi fungsi dan perkembangan akar. Rusaknya struktur tanah juga berdampak pada tanah yang kurang mampu menyimpan dan meresapkan air pada musim hujan, sehingga terjadi erosi tanah. Sebaliknya pada musim kemarau tanah menjadi keras dan padat, sehingga tanah menjadi sulit untuk diolah. Selain itu, wilayah pascatambang merupakan tanah dengan pH yang rendah (masam), miskin air dan unsur hara. Kondisi ini adalah hambatan utama untuk pertumbuhan tanaman (Pietrzykowski et al. 2013).

Lebih lanjut dijelaskan bahwa akibat dari kegiatan penambangan secara fisik dapat mempengaruhi solum tanah dan terjadinya pemadatan tanah, mempengaruhi stabilitas tanah dan bentuk lahan (Setyaningsih 2007). Lahan bekas tambang tertentu dapat juga memiliki kandungan logam berat dalam tanah dalam jumlah yang tinggi. Logam-logam yang berada dalam tanah pascatambang sebagian adalah logam berat pada awalnya logam itu tidak berbahaya jika terpendam dalam perut bumi. Tapi ketika ada kegiatan tambang, logam-logam tersebut ikut terangkat bersama batu-batuan yang digali, termasuk batuan yang digerus dalam processing plant. Logam-logam itu berubah menjadi ancaman ketika terurai di alam bersama tailing yang dibuang (Yu et al. 2013).

Menurut Verloo (1993) dalam Notohadiprawiro (2006), bahwa logam berat yang terdapat di dalam tanah menjadi berbagai fraksi atau bentuk, antara lain: 1. Larut air, berada dalam larutan tanah.

2. Tertukarkan, terikat pada tapak-tapak jerapan (adsorption sites) pada koloid tanah dan dapat dibebaskan oleh reaksi pertukaran ion.

3. Terikat secara organik, berasosiasi dengan senyawa humus yang tidak terlarutkan

4. Terjerat (occluded) di dalam oksida besi dan mangan

5. Senyawa-senyawa tertentu, seperti karbonat, fosfat dan sulfida 6. Terikat secara struktural di dalam mineral silikat atau mineral primer.

Unsur logam yang berada dalam larutan tanah dapat juga berbentuk senyawa kompleks elektrolit atau non-elektrolit atau berbentuk Ln+. Senyawa


(23)

non-elektrolit bermuatan bersih netral (Ln+.Am-,o)o, sedangkan senyawa elektrolit dapat bermuatan bersih positif, negatif atau amfoter (Ln+.Am-,o)+,-,+. “A” merupakan suatu senyawa anion atau molekul mineral atau organik alami atau sintetik (Notohadiprawiro 2006).

2.2. Perbaikan Kualitas Tanah Pascatambang

Kegiatan penambangan merupakan kegiatan yang kompleks dan sangat rumit, memiliki resiko yang besar, bersifat jangka panjang, melibatkan teknologi tinggi, padat modal dan aturan regulasi yang dikeluarkan dari beberapa sektor. Selain itu, kegiatan penambangan mempunyai daya ubah lingkungan yang besar, sehingga memerlukan perencanaan total yang matang sejak tahap awal sampai pascatambang, diantaranya adalah kegiatan perbaikan kualitas tanah. Salah satu tujuan utama perbaikan kualitas tanah pascapenambangan dalam jangka panjang adalah membangun ekosistem hutan yang berkelanjutan dengan meningkatkan unsur hara tanah dan pertumbuhan tanaman (Pietrzykowski et al. 2013). Kunci utama dalam keberhasilan upaya reklamasi lahan kritis adalah pemilihan jenis-jenis tanaman, dengan memperhatikan kendala yang ada yaitu kesuburan yang rendah dan sifat fisik yang jelek. Jenis tanaman yang dapat beradaptasi baik dan cepat tumbuh (tanaman pioner), misalnya jenis tanaman penutup tanah (leguminose dan rumput-rumput) dapat dimanfaatkan sebagai mulsa untuk memperbaiki sifat tanah dan mempercepat perbaikan atau terbentuknya media

tumbuh tanaman (Tala’ohu dan Irawan 2014).

a) Reklamasi Lahan Pascatambang

Reklamasi adalah suatu usaha untuk memulihkan atau mengembalikan lahan yang rusak sebagai akibat adanya kegiatan penambangan, sehingga dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan kemampuannya (Latifah 2005). Selanjutnya Sembiring dan Simon (2008) menjelaskan bahwa reklamasi seringkali menjadi bagian dari kegiatan penambangan, sehingga dibutuhkan pendekatan teknis dan dukungan dari disiplin ilmu yang lain. Penyelenggaraan reklamasi tambang dapat membuka peluang investasi untuk investor sektor lain, seperti kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, permukiman, pariwisata dan kawasan perindustrian. Setiap keberhasilan reklamasi lahan bekas tambang merupakan promosi bagi keberlanjutan usaha penambangan. Keberlanjutan terjadi tidak terlepas dari perencanaan penambangan yang baik dan menghasilkan reklamasi yang baik pula. Akibatnya dampak negatif dari setiap penambangan dapat dikendalikan.

Kebijakan reklamasi telah diatur dalam berbagai peraturan perundangan antara lain a) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2010 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara; b) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; c) Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2008 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan ; d) Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang.

Berdasarkan Lampiran V Pedoman Penilaian Kriteria Keberhasilan Reklamasi, Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 18 Tahun 2008, reklamasi yang mengarah kepada revegetasi lahan bekas tambang dinilai


(24)

dari berbagai aspek yang terkait dengan penyiapan lahan dan revegetasi. Kedua hal tersebut akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman di areal reklamasi. Untuk memperoleh hasil revegetasi yang baik, kondisi kesuburan media tanam, dalam hal ini tanah pucuk yang disebarkan pada lahan yang sudah ditata ulang, perlu mendapat perhatian. Paramater-parameter yang menyangkut kebutuhan tanaman untuk tumbuh dengan baik perlu diperhatikan. Pembatas pertumbuhan tanaman yang menyangkut tanah, baik pembatas fisik maupun pembatas kimia perlu diatasi dengan cara yang tepat.

Tahapan reklamasi akibat proses alihfungsi lahan bekas tambang menjadi lahan revegetasi yang baru terdiri atas (i) pemulihan fungsi lahan yang mengalami kerusakan dan bersifat kritis melalui kegiatan penanaman vegetasi reklamasi, (ii) peningkatan fungsi lahan kritis dan lahan rusak yang sudah dipulihkan agar menjadi lahan yang produktif dan (iii) pemeliharaan fungsi lahan yang fungsinya telah dipulihkan dan ditingkatkan tersebut agar tidak kembali menjadi lahan kritis dan lahan rusak (Hermawan 2002). Menurut Iskandar (2008a) bahwa reklamasi lahan tambang meliputi proses penutupan tambang (mine closure) yang disertai kegiatan pengaturan kembali kontur lahan agar diperoleh kondisi stabil (Landscaping) dan revegetasi (revegetation) pada lahan yang distabilisasi.

Rahmawaty (2002) mengemukakan bahwa kegiatan reklamasi terhadap ekosistem yang rusak memiliki tiga tujuan yaitu protektif, produktif dan konservatif. Protektif dalam hal ini memperbaiki stabilitas lahan, mempercepat penutupan tanah dan mengurangi surface run off dan erosi tanah. Produktif mengarah pada peningkatan kesuburan tanah (soil fertility) yang lebih produktif, sehingga bisa diusahakan tanaman yang tidak saja menghasilkan kayu, tetapi juga dapat menghasilkan produk non-kayu (rotan, getah, obat-obatan, buah-buahan dan lain-lain), yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat di sekitarnya. Konservatif adalah usaha untuk membantu mempercepat terjadinya suksesi secara alami ke arah peningkatan keanekaragaman hayati spesies lokal, serta menyelamatkan dan pemanfaatan jenis-jenis tumbuhan potensial lokal yang telah langka.

Salah satu hal yang perlu dilakukan untuk menunjang keberhasilan reklamasi adalah rekayasa perbaikan tanah dengan teknologi tanah. Tindakan perbaikan kualitas tanah yang dilakukan tergantung kepada karakteristik fisik kimia tanah. Pemberian bahan organik umumnya dapat memperbaiki kualitas fisik dan kimia tanah, namun kelangkaan bahan organik sering menjadi kendala. Pemberian senyawa humat diharapkan dapat menggantikan peran bahan organik

konvensional yang umum digunakan (Iskandar 2008a). Menurut Tala’ohu dan

Irawan (2014), bahwa tanah yang telah ditata dapat dilakukan penanaman, berupa tanaman penutup tanah dan jenis kayu yang berasal dari kelompok kacang-kacangan. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesuburan tanah dan mencegah terjadinya erosi. Selain itu, kacang-kacangan berperan sebagai sumber pupuk hijau karena kemampuannya mengikat dan mengelola mineral dalam tanah seperti nitrogen dan fosfor. Selain itu, penanaman tanaman kacang-kacangan akan membuat tanah menjadi lebih gembur. Apabila turun hujan, akan lebih banyak air yang terserap.


(25)

b) Sengon sebagai Tanaman Revegetasi Lahan Pascatambang

Revegetasi adalah usaha untuk memperbaiki dan memulihkan vegetasi yang rusak melalui kegiatan penanaman dan pemeliharaan pada lahan bekas penggunaan kawasan hutan (Permenhut No. P.4/Menhut-II/2011). Revegetasi umumnya dilakukan dalam tiga tahap, mulai dari penanaman vegetasi penutup tanah (cover crops), kemudian penanaman pohon cepat tumbuh (fast growing species) dan terakhir menanam tanaman sisipan dengan jenis pohon hutan klimaks (climax species) (Darmawan dan Irawan 2009). Lebih lanjut Iskandar (2008b) mengemukakan bahwa tanaman yang digunakan untuk revegetasi adalah tanaman yang dinilai mampu mempercepat dan meningkatkan keberhasilan usaha reklamasi, misalnya tanaman asli lokal maupun tanaman kehutanan introduksi. Sebelum revegatasi dilakukan terlebih dahulu ditanami oleh tanaman cover crop

dengan tujuan untuk mengatasi terjadinya erosi dan meningkatkan kadar bahan organik secara merata dalam tanah.

Upaya merevegetasi lahan bekas tambang perlu pemilihan cover crop yang baik. Hal inilah yang dapat menentukan keberhasilan reklamasi lahan pascatambang. Kriteria cover crop yang baik yaitu mudah ditanam, cepat tumbuh dan rapat, bersimbiosis dengan bakteri atau jamur (fungi), mudah terdekomposisi, serta tidak berkompetisi dengan tanaman pokok serta tidak melilit (Ambodo 2008). Selain vegetasi penutup, perlu dilakukan pula penanaman tanaman berkayu dan pemeliharaan tanaman agar lahan tambang bisa kembali seperti semula. Secara berkala dilakukan pemupukan dua tahun sekali, yakni pada awal musim penghujan dan awal musim kemarau. Tanah di sekitar tanaman reklamasi juga perlu dibersihkan menggunakan sistim piringan mengikuti tajuk tanaman, diberi mulsa rumput lokal guna mengendalikan pertumbuhan gulma, mengurangi evaporasi, sekaligus sebagai sumber bahan organik.

Kriteria pemilihan jenis yang berpotensi untuk revegetasi lahan pascatambang adalah pohon yang bersifat intoleran, yaitu tahan hidup pada tempat terbuka. Jenis-jenis pohon yang intoleran umumnya ditemukan pada hutan-hutan sekunder dan sebagian merupakan jenis-jenis pionir. Salah satu tanaman yang biasa digunakan dalam revegetasi lahan bekas tambang adalah tanaman sengon (Paraserianthes falcataria). Sengon juga memiliki sifat intoleran dengan kemampuannya untuk tumbuh di lahan kritis, di tanah-tanah kering maupun lembab sehingga cocok digunakan sebagai tanaman revegetasi. Tanaman ini dapat tumbuh pada iklim basah sampai agak kering dengan hujan rata-rata 2000-2700 mm/tahun (Adnan 2012). Selain itu, sengon memiliki kemampuan menyuburkan tanah, bahkan semua tanaman yang hidup di bawahnya dapat tumbuh dengan baik. Selain itu, sengon dapat ditanam pada lahan yang tidak subur meskipun tidak diberikan pupuk. Hal ini karena tanaman sengon dapat menyesuaikan dengan kondisi lingkungan yang ada di sekitarnya (Krisnawati et al. 2011).

Sengon merupakan jenis tanaman yang cepat tumbuh dan telah banyak dibudidayakan oleh masyarakat. Hal ini tidak terlepas dari nilai guna kayu sengon yang cukup tinggi sehingga pemasarannya relatif mudah. Kayu sengon bisa digunakan untuk bahan bangunan dan perabot rumah tangga. Tanaman sengon mempunyai banyak kelebihan dan manfaat diantaranya tidak terlalu menuntut syarat tumbuh yang tinggi, kayunya sebagai bahan baku pulp dan kertas, peti


(26)

kemas, daunnya digunakan sebagai pakan ternak dan tanaman konservasi tanah karena dapat meningkatkan unsur hara nitrogen dalam tanah (Suhartati 2007). Sengon prosfektif untuk upaya peningkatan pendapatan masyarakat petani hutan rakyat di pedesaan dan berperan positif secara lingkungan dalam hal pengurangan emisi CO2 (Dwi et al. 2009).

2.3. Pemanfaatan Bahan Organik

Pemberian bahan organik merupakan tindakan pengelolaan untuk memperbaiki kesuburan tanah, seperti perbaikan sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bahan organik dapat meningkatkan efisiensi pemberian pupuk anorganik, sehingga menunjang produksi yang maksimal. Pemberian bahan organik dan pupuk anorganik (N, P dan K) merupakan suatu usaha dalam memenuhi kebutuhan hara bagi tanaman. Hal ini dimaksudkan untuk memperbaiki keseimbangan hara yang terdapat di dalam tanah. Adapun fungsi bahan organik, yakni (1) memperbaiki struktur tanah, (2) menambah ketersediaan unsur N, P dan S, (3) meningkatkan kemampuan tanah mengikat air, (4) memperbesar kapasitas tukar kation (KTK) dan (5) mengaktifkan mikroorganisme (Leiwakabessy et al. 2003; Hardjowigeno 2010). Penelitian yang dilakukan Hermawan (2002) menjelaskan bahwa pemberian bahan organik dan pemberian pupuk anorganik dapat meningkatkan pH tanah, N-total, P-tersedia dan K-tersedia di dalam tanah, kadar dan serapan hara N, P, dan K tanaman serta meningkatkan produksi tanaman kedelai.

Bahan organik dalam tanah, terbagi atas bahan organik kasar dan bahan organik halus (humus). Bahan organik yang diberikan dalam tanah akan mengalami proses pelapukan dan perombakan untuk menghasilkan humus (Sarief 1985). Humus memiliki daya memegang air (water holding capacity) yang tinggi, sehingga pada musim kemarau tanah tidak mudah kering. Dengan terikatnya air oleh humus berarti dapat mengurangi penguapan air melalui tanah (Fitter dan Hay 1998).

Pembentukan bahan organik dalam tanah memiliki peran untuk mengatur pasokan hara tanaman sehingga mudah tersedia bagi tanaman. Kemampuan lainnya adalah dapat mengurangi toksisitas logam, misalnya Al dan Mn pada tanah yang masam (Munawar 2011). Menurut Tan (1998), bahan organik merupakan bahan yang memiliki kemampuan dalam pelepasan unsur hara maupun perbaikan siklus O2 serta menaikkan pH, sehingga fosfat dapat tersedia dalam jumlah yang banyak. Sariwahyuni (2012), pernah melaporkan bahwa lahan bekas tambang nikel yang diberikan bahan organik dengan takaran 400 g/polybag (B2) atau setara dengan 19 ton/ha bersama bakteri Bacillus megaterium dan

Pseudomonas aeruginosa terhadap tanaman jagung memberikan peningkatan kandungan fosfat secara signifikan, mengurangi kemasaman tanah, menurunkan konsentrasi Ni (II) dalam tanah dan meningkatkan bobot biji tanaman jagung. Lebih lanjut dijelaskan Munawar (2011) bahwa bahan organik adalah pemasok unsur hara di dalam tanah melalui proses mineralisasi dan tersimpan dalam bentuk serasah organik.

Kegiatan penambangan nikel seringkali mengakibatkan penurunan kualitas tanah dengan memperlihatkan ketidaksuburan tanah. Kondisi ini menyebabkan tanaman akan sulit untuk tumbuh, akar tanaman sukar menembus tanah, tanaman


(27)

menjadi kerdil dan lain sebagainya. Upaya memperbaiki kualitas tanah perlu dilakukan dengan pemberian bahan organik (bahan humat dan kompos).

a) Bahan Humat

Munawar (2011) menyebutkan bahwa bahan organik halus atau humus dalam tanah digolongkan dalam 3 fraksi kimia meliputi:

1. Asam fulvat memiliki ciri-ciri: berwarna terang, larut di dalam asam dan basa, dan paling mudah terombak oleh mikroba (15-50 tahun).

2. Asam humat memiliki ciri-ciri: berwarna sedang, larut di dalam basa tetapi tidak larut dalam asam dan memiliki potensi degradasi sedang (100 tahun atau lebih).

3. Humin mempunyai ciri-ciri: tidak larut dalam asam maupun basa dan memiliki kemampuan menahan serangan mikroba.

Istilah asam humat dikemukakan oleh Berzelius pada tahun 1830 dengan menggolongkan fraksi humat ke dalam: 1) Asam humat, yakni fraksi yang larut dalam basa, 2) Asam krenik dan apokrenik, yakni fraksi yang larut dalam asam, dan 3) Humin, yakni bagian yang tidak larut dalam air dan basa. Asam humat juga disebut sebagai ulmat dan humin sebagai ulmin oleh Mulder pada tahun 1840. Tahun 1912, Olden mengusulkan penggunaan nama asam fulvat untuk menggantikan istilah asam krenik dan apokrenik. Sekarang senyawa humat didefinisikan sebagai bahan koloidal terdispersi bersifat amorf, berwarna kuning hingga coklat-hitam dan mempunyai berat molekul relatif tinggi (Tan 1998; Millar 1959; Stevenson 1994).

Pemanfaatan bahan humat dapat dilakukan untuk mengelola air limbah, remidiasi tanah tercemar, peningkatan hasil pertanian dan melindungi produksi tanaman. Jika dilihat dari sisi produktivitas pertanian dan biokontrol, bahan humat bermanfaat dalam perbaikan agregasi tanah, nutrisi tanaman dan perkembangan mikroorganisme tanah yang bukan bersifat patogen (Pereira et al. 2014). Bahan humat adalah bahan yang terbesar dari bahan organik dan memiliki peran dalam reaksi kimia yang kompleks dalam tanah. Bahan humat sangat sulit mengalami penguraian apabila berinteraksi antara fase mineral tanah sehingga mikroorganisme tanah tidak dapat menggunakannya secara langsung. Bahan humat memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan ion logam, oksida, hidroksida, mineral dan senyawa organik, termasuk polutan yang beracun sekalipun (Albers et al. 2008; Cattani et al. 2009).

Bahan humat merupakan bahan organik yang terdapat banyak di alam. Pemberian bahan humat dapat berpengaruh positif terhadap fisiologi tanaman, memperbaiki struktur dan kesuburan tanah sehingga mempengaruhi serapan hara lebih baik dan pembentukan sistem perakaran tanaman. Bahan humat memainkan peran penting dalam mengendalikan perilaku dan mobilitas pencemar di lingkungan dan berkontribusi secara substansial dalam meningkatkan status kesuburan tanah. Penggunaan bahan humat dalam remediasi logam berat dapat mengurangi dan menghindari kontaminasi berlebih dari aluminium, chromium dan Arsenik. Selain itu, juga dapat berinteraksi dengan molekul organik xenobiotik seperti pestisida (Janos et al. 2009; Trevisan et al. 2010).

Zat humat merupakan senyawa makromolekul organik yang bersifat heterogen, terdiri dari asam humat, asam fulvat, dan humin. Bahan humat dapat


(28)

meningkatkan kesuburan tanah melalui perbaikan tanah terutama pada sifat-sifat fisik tanah melalui perbaikan struktur tanah, sebagai sumber nutrisi dan mineral untuk diserap oleh tanaman dan sebagai media kegiatan mikroorganisme tanah yang penting dalam siklus kehidupan di bumi. Selanjutnya mempengaruhi fisiologis, metabolisme dan proses perkembangan tanaman. Selain itu, zat humat diserap oleh tanaman melalui aktivasi dari membran plasma H+-ATPase, respirasi dan aktivasi gen yang terlibat dalam nitrat (NO3). Penelitian telah menunjukkan bahwa penggunaan bahan humat fraksi berat molekul tinggi dan rendah dapat memacu pembukaan stomata dalam proses respirasi. Selain meningkatkan komposisi bahan organik tanah, bahan humat merupakan bahan yang efektif dalam mekanisme pemulihan lingkungan melalui kegiatan fitoremediasi (Schmidt

et al. 2008).

Bahan humat adalah senyawa organik alami, dimana 50-90% berasal dari gambut, batubara serta dari bahan organik tak hidup yang berasal dari tanah dan ekosistem air. Bahan humat memiliki peranan dalam melindungi mikroorganisme tanah dan tanaman tingkat tinggi dari kondisi iklim yang ekstrim dan tekanan teknogenik, misalnya polusi, radiasi UV, organisme patogen dan infeksi virus (Kulikova et al. 2010). Menurut Schnitzer dan Khan (1978), bahwa senyawa humat memiliki kemampuan untuk berinteraksi, mengikat dan mereduksi ion-ion logam dalam tanah sehingga jumlahnya dapat berkurang.

Baldotto et al. (2011) mengatakan bahwa pemberian asam humat mampu merangsang pertumbuhan akar Arabidopsis thaliana L. Selain itu, asam humat lebih stabil diisolasi dari tanah yang mengalami pelapukan yang rendah. Kondisi tanah liat dan kejenuhan basa yang tinggi dapat memberikan stimulasi fisiologi terbaik bagi tanaman Arabidopsis. Berikut urutan peningkatan pembentukan akar dan panjang akar lateral pada masing-masing tanah yang diberikan asam humat: Luvisol>Chernosol>Acrisol>Latosol.

b) Kompos

Kompos merupakan campuran bahan organik yang telah terdekomposisi baik sebagian atau seluruhnya, berasal dari hewan atau tanaman dan mungkin mengandung abu, kapur dan bahan senyawa kimia lain. Bahan yang dapat dikomposkan dapat berasal dari limbah pertanian, seperti jerami, serasah daun, sekam padi, ampas tebu, atau kotoran cair atau padat dari manusia dan hewan, juga dapat berasal dari sampah rumah tangga dan residu hutan (Gaur 1982; Millar 1959).

Kompos merupakan bahan organik yang kaya nutrisi, seperti nitrogen dan fosfor. Pemberian kompos dapat meningkatkan aktivitas mikroba tanah, meningkatkan pertumbuhan tanaman, menahan hama dan penyakit pada tanaman. serta merangsang serapan hara dan meningkatkan ketersediaan hara di dalam tanah (Ahmad et al. 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Zhen et al. (2014) menyimpulkan bahwa pemberian kompos mampu meningkatkan keragaman bakteri dan jamur seiring meningkatnya total karbon dalam tanah. Peningkatan mikroorganisme dalam tanah memicu tersedianya unsur hara N yang tinggi untuk pertumbuhan tanaman. Selain meningkatkan unsur hara tanah, sejumlah penelitian melaporkan bahwa aplikasi kompos dapat menekan penyakit pada tanaman. Zaller (2006), melaporkan bahwa pemberian ekstrak kompos ke daun


(29)

tanaman dengan teknik penyemprotan secara signifikan mengurangi infeksi bakteri Phytophthora infestans.

Kompos mampu menyediakan unsur hara yang lengkap bagi tanaman dan memiliki kemampuan untuk merangsang penyerapan hara di dalam tanah, sehingga dapat dibutuhkan tanaman untuk peningkatan produktivitas tanaman. Nikos et al. (2012) melaporkan bahwa aplikasi kompos mampu meningkatkan bobot buah segar tanaman tomat. Lebih lanjut Luis dan Gonzales (2014) menjelaskan bahwa penambahan kompos secara signifikan berpengaruh pada peningkatan perkecambahan biji, pertumbuhan bibit dan pemanjangan akar tanaman. Penelitian yang dilakukan Wahjudin (2003) menyimpulkan bahwa pemberian kompos pada tanah dengan tambahan 2% kompos dari jerami padi yang masih mentah (C/N>45) dapat meningkatkan kandungan asam humat pada bahan campuran sampai hampir 50 kali lipat lebih besar dari kandungan asam humat pada bahan kompos itu sendiri dan meningkatkan produksi tanamanan uji.

3

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan mulai Januari sampai Agustus 2015. Lokasi penelitian dilakukan di rumah kacadan lahan bekas tambang PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk., di Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Tanah, Bogor.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan humat, kompos, pupuk NPK, bibit sengon dan biji sengon. Kompos yang digunakan merupakan campuran kotoran kelelawar, kotoran kambing dan sekam padi. Peralatan yang digunakan antara lain: (1) Peralatan tanam meliputi: cangkul, sekop, ayakan kawat dan bor manual, (2) Peralatan keselamatan dan kesehatan kerja (K3): sepatu, helm

safety, dan kaca mata, (3) Peralatan pendukung seperti plastik, label, meteran, aquades, karung, media tanah, botol ukur, pipet, water sprayer, alat tulis, kamera, buku catatan, serta (4) bahan dan peralatan untuk analisis tanah dan tanaman. 3.3. Rancangan Penelitian

Percobaan dilakukan di dua lokasi secara paralel dengan menggunakan tanaman sengon. Percobaan I dilakukan di rumah kaca area persemaian menggunakan rancangan acak lengkap pola faktorial 2 faktor. Percobaan II dilakukan di lokasi lahan bekas tambang nikel menggunakan rancangan acak kelompok pola faktorial 2 faktor.Bahan tanah percobaan berasal dari lahan bekas tambang yang telah ditimbun tanah top soil. Matriks penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.


(30)

Tabel 1 Matriks Penelitian

Tujuan Jenis dan

Sumber Data

Teknik Pengumpulan Data

Teknik

Analisis Data Keluaran

Menguji dan

menganalisis pengaruh pemberian bahan humat dan kompos terhadap sifat-sifat kimia tanah.

Data primer dari hasil pengambilan sampel tanah Hasil analisis laboratorium Analisis dengan AAS dan deskriptif

Data Kualitas sifat kimia tanah sesudah perlakuan dalam mempengaruhi pertumbuhan tanaman Menguji dan menganalisis pengaruh pemberian bahan humat dan kompos terhadap kandungan logam berat Cr dan Ni tersedia dalam tanah. Data primer dari hasil pengambilan sampel tanah berikut Hasil analisis laboratorium Analisis dengan AAS dan deskriptif Informasi mengenai kadar logam berat yang tersedia dalam tanah

Menguji dan

menganalisis pengaruh pemberian bahan humat dan kompos terhadap pertumbuhan tanaman revegetasi. Data primer dari hasil pengukuran tanaman Pengukuran tanaman Analisis pertumbuhan dan ANOVA Informasi tentang pertumbuhan tanaman revegetasi

3.3.1. Percobaan Rumah Kaca a) Pengambilan Tanah

Pengambilan contoh tanah dilakukan di areal pascapenambangan nikel PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk. secara komposit dari 21 titik sampel pada kedalaman ± 10-20 cm yang dapat mewakili keadaan areal tambang secara umum. b) Pemilihan Biji

Biji sengon (Paraserianthes falcataria) dipilih yang baik dengan teknik merendam dalam air dingin. Biji yang tenggelam menunjukkan biji yang baik untuk disemaikan. Selanjutnya dilakukan pematahan dormansi biji dengan merendam biji tersebut dalam air panas yang telah mendidih dan dibiarkan dingin sampai sekitar 12 jam (Sudomo 2012).

c) Persiapan Media Tumbuh

Tanah dikeringkan dan diayak dengan ayakan kawat ukuran 5 x 5 mm2. Tanah ditimbang seberat 10 kg berat kering udara sesuai dengan ukuran polybag. Tanah dalam polybag diberikan pupuk NPK 10 g sebagai pupuk dasar. Selanjutnya diinkubasi selama 14 hari. Biji sengon dikecambahkan pada mika berukuran 30 x 30 cm2 selama 1 minggu dan diberi penutup untuk mengurangi evapotranspirasi dan menjaga kelembaban media.


(31)

d) Perbaikan Kualitas Tanah

Dosis bahan humat pada penelitian terdahulu untuk tanah seluas 1 hektar atau setara dengan berat tanah 2.000 ton adalah 15 liter humat yang belum diencerkan (Herjuna 2011). Pada penelitian ini dosis dinaikkan menjadi 100 liter/ha. Berat tanah dalam setiap polybag adalah 10 kg atau 0.01 ton berat kering udara, sehingga dosis pemberian bahan humat adalah sebanyak (0.01/2000) x 100 liter = 0.5 ml/polybag. Oleh karena itu, dosis bahan humat terdiri dari 3 taraf, yaitu 0.0; 0.5; dan 1.0 ml/polybag. Kompos yang digunakan adalah campuran kotoran kelelawar, kotoran kambing dan sekam padi dengan perbandingan 1:1:1. Pemberian dosis kompos terdiri dari 3 taraf yaitu 0.0, 1.0; dan 2.5 kg/polybag.

Dari kedua bahan tersebut diperoleh 9 kombinasi perlakuan yang diulang sebanyak 3 kali pada masing-masing perlakuan, sehingga diperoleh 3 x 3 x 3 = 27

polybag. Pemberian bahan humat dilakukan dengan menyiram langsung ke tanah, setelah masing-masing dosis diencerkan dengan air sebanyak 100 ml. Kompos juga diberikan ke tanah dan dicampur secara homogen. Dosis bahan humat dan kompos yang diaplikasikan dalam media polybag dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Perlakuan bahan humat dan kompos pada percobaan rumah kaca Perlakuan Bahan humat pekat (ml/polybag) Kompos (kg/polybag)

H0P0 0.0 0.0

H0P1 0.0 1.0

H0P2 0.0 2.5

H1P0 0.5 0.0

H1P1 0.5 1.0

H1P2 0.5 2.5

H2P0 1.0 0.0

H2P1 1.0 1.0

H2P2 1.0 2.5

e) Penanaman

Kecambah sengon yang telah tumbuh dipindahkan ke polybag. Kadar air dan iklim mikro diusahakan tetap stabil sesuai dengan kondisi lapang, sehingga diperlukan penyiraman setiap pagi dan sore hari.

f) Waktu Pengukuran

Pengukuran tinggi tanaman dimulai pada saat tanaman berumur 3 minggu setelah tanam (MST) dan dilakukan secara berkala dengan interval waktu setiap 3 minggu selama ± 3 bulan. Pengukuran panjang akar dan biomassa dilakukan pada akhir pengamatan atau 9 minggu setelah tanam (MST).


(32)

3.3.2. Percobaan Lapangan a) Persiapan lahan

Lahan yang disiapkan adalah tanah yang telah ditimbun top soil. Petak ukur dibuat seluas 26 m x 6 m (p x l) dengan jarak antara tanaman adalah 2 m x 2 m (Krisnawati et al. 2011). Setiap lubang tanam, tanah dicangkul pada luasan 0.5 m x 0.5 m dengan asumsi kedalaman perakaran adalah 50 cm. Kelompok atau petak ukur penanaman dibagi 3 blok di lahan bekas tambang (dianggap sebagai 3 ulangan), sehingga terdapat 27 satuan percobaan (3 x 3 x 3). Petak ukur dibatasi oleh bambu dan pita penanda.

b) Pemilihan bibit

Bibit sengon yang diujikan diperoleh dari lokasi pembibitan PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk. dengan mempertimbangkan persamaan umur, kesehatan dan diameter tanaman (Herjuna 2011).

c) Perbaikan Kualitas Tanah

Perlakuan pembanding dilakukan berdasarkan aplikasi kompos yang biasa digunakan oleh PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk., yakni dengan dosis 4 kg kompos sisa tanaman untuk setiap lubang tanam. Dosis kompos yang digunakan dalam penelitian ini merupakan modifikasi dari perlakuan PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk. dan mengacu pada percobaan Widuri dan Yasir (2013), yaitu kompos yang digunakan berupa campuran kotoran kelelawar (guano), kotoran kambing dan sekam padi dengan perbandingan 2:1:1. Taraf yang digunakan masing-masing 0.0; 1.0; dan 2.5 kg/lubang tanam. Bahan humat yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari 3 taraf yaitu 0.0; 0.5; dan 1.0 ml/lubang tanam. Pemberian bahan humat dilakukan dengan menyiram langsung ke tanah, setelah masing-masing dosis diencerkan dengan air sebanyak 100 ml. Penelitian ini menggunakan tambahan pupuk dasar NPK sebanyak 10 g untuk seluruh satuan percobaan. Bahan humat dan kompos yang diaplikasikan dalam lubang tanam dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Perlakuan bahan humat dan kompospada percobaan lapangan Perlakuan Bahan humat pekat

(ml/lubang tanam)

Kompos (kg/lubang tanam)

H0P0 0.0 0.0

H0P1 0.0 1.0

H0P2 0.0 2.5

H1P0 0.5 0.0

H1P1 0.5 1.0

H1P2 0.5 2.5

H2P0 1.0 0.0

H2P1 1.0 1.0


(33)

d) Waktu Pengukuran

Pengukuran tinggi tanaman dan diameter batang dimulai pada saat tanaman berumur 3 minggu setelah tanam (MST) dan dilakukan secara berkala dengan interval waktu pengukuran setiap 3 minggu selama ± 3 bulan. Pengukuran panjang akar, bintil akar dan biomassa dilakukan pada akhir pengamatan atau 9 minggu setelah tanam (MST).

3.4. Pengukuran Pertumbuhan Tanaman

Pengukuran dilakukan terhadap seluruh tanaman pada setiap minggunya selama 9 minggu. Pengukuran tinggi dan diameter batang tanaman pertama dilakukan pada 3 minggu setelah tanam (MST). Tinggi tanaman diukur 1 cm dari permukaan tanah sampai ke ujung titik pertumbuhan batang. Diameter batang diukur dengan menggunakan kaliper dalam satuan cm. Pengukuran diameter diukur pada titik 1 cm dari permukaan tanah (Sukarman et al. 2012).

3.5. Pengukuran Panjang Akar

Akar yang digunakan untuk pengukuran masih dalam keadaan segar dan telah dibersihkan dari tanah yang menempel. Pengukuran panjang akar tanaman dilakukan mulai dari pangkal batang hingga ujung akar pokok (akar primer). Waktu pengukuran dilakukan setelah tanaman dicabut dari media tanam.

3.6. Perhitungan Bintil Akar

Perhitungan bintil akar dilakukan pada akhir tanam dengan menghitung bintil akar efektif berdasarkan proporsi bintil akar berwarna merah muda (Setiadi 1989).

3.7. Biomassa Tanaman

Biomassa tanaman sengon percobaan rumah kaca dan lapangan diukur setelah dipanen atau pada umur 9 minggu setelah tanam (MST). Variabel yang diamati meliputi biomassa total (bobot kering akar dan bobot kering tajuk) dimana komponen tersebut dikeringkan dalam oven dengan suhu 105oC selama 24 jam. Metode yang digunakan yakni dengan pemanenan individu tanaman yang didasarkan pada tingkat kerapatan individu tumbuhan yang cukup rendah dan komunitas tumbuhan dengan jenis yang sedikit. Nilai total biomassa dengan metode ini diperoleh dengan menjumlahkan biomassa seluruh individu dalam suatu unit area contoh.

3.8. Analisis Tanah

Analisis sifat-sifat kimia dan logam berat tanah dilakukan sesudah percobaan. Sampel tanah yang dianalisis dikumpulkan secara komposit dan quartering terlebih dahulu kemudian dibawa untuk dianalisis di laboratorium


(34)

Balai Penelitian Tanah, Bogor. Hasil analisis tanah yang telah diperoleh dari laboratorium selanjutnya dianalisis secara deskriptif.

3.9. Parameter Pengamatan

Parameter pengamatan sifat kimia dan logam berat Ni dan Cr tersedia dalam tanah disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Parameter dan metode pengamatan sifat kimia dan logam berat tanah

Parameter pengamatan Metode

pH (H2O dan KCl) pH meter dengan ekstrak 1:5

C-organik Walkley dan Black

N-total Kjeldahl

P-tersedia Olsen/Bray 1

Kapasitas Tukar Kation NH4-Acetat 1N, pH7

Kejenuhan basa Perhitungan

K-dd, Na-dd, Ca-dd dan Mg-dd NH4-Acetat 1N, pH7

Ni-tersedia Ekstrak DTPA

Cr-tersedia Ekstrak DTPA

Data parameter pertumbuhan diolah menggunakan analisis ragam (ANOVA) dan dihitung menggunakan program SPSS. Bila terdapat perbedaan yang nyata maka dilakukan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) dengan taraf 5%.

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Percobaan Pot di Rumah Kaca 4.1.1. Kandungan Unsur Hara Tanah

Unsur hara memegang peranan penting bagi pertumbuhan tanaman setelah berkecambah. Tersedianya hara yang cukup dalam tanah dapat mempermudah penyerapan hara oleh akar tanaman. Berdasarkan hasil uji tanah di laboratorium diperoleh sifat-sifat kimia tanah yang tersaji pada Tabel 5.


(35)

Tabel 5 Hasil analisis sifat-sifat kimia tanah pada percobaan rumah kaca Perlakuan pH C-organik

N-total P KTK

Ca-dd Mg-dd K-dd

Na-dd KB

H2O KCl

---% --- -ppm- ---cmolc/kg--- --%--

H0P0 5.4 5.3 1.44 0.11 6 10.01 1.18 7.33 1.04 0.16 97

H0P1 5.5 5.3 3.10 0.20 47 16.47 8.73 8.50 3.31 0.87 > 100

H0P2 5.5 5.3 3.82 0.23 111 14.49 13.17 9.42 5.23 1.31 > 100

H1P0 5.5 5.3 1.03 0.13 5 9.75 0.88 7.18 0.91 0.16 94

H1P1 5.7 5.6 2.86 0.23 159 12.67 8.40 7.83 2.49 0.62 > 100

H1P2 5.5 5.4 3.90 0.20 239 14.44 10.50 8.16 3.70 0.86 > 100

H2P0 5.6 5.4 1.64 0.12 46 8.89 1.01 6.33 0.89 0.10 94

H2P1 5.4 5.3 2.29 0.16 14 11.91 5.71 9.08 2.42 0.62 > 100

H2P2 5.2 5.1 2.95 0.28 56 12.92 11.13 8.73 4.33 1.24 > 100

Hasil analisis tanah (Tabel 5) menunjukkan bahwa pH tanah pada semua perlakuan tidak berubah dan bersifat masam. Nilai pH ekstrak KCl sedikit lebih rendah dibandingkan nilai pH ekstrak H2O yang menunjukkan rendahnya muatan negatif tanah.

Kandungan C-organik dan N total tanah dengan penambahan kompos lebih tinggi dibandingkan penambahan bahan humat. Untuk semua perlakuan kombinasi bahan humat dan kompos, kandungan C-organik dan N-total meningkat lebih tinggi dibandingkan perlakuan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan bahan organik mampu meningkatkan kandungan C dan N, sehingga mampu meningkatkan kesuburan tanah dan pertumbuhan tanaman. Selain itu, kandungan C dan N yang optimum akan membantu bakteri dalam mineralisasi sehingga unsur hara meningkat (Djajadi dan Gilkes 1997).

Perlakuan penambahan bahan humat maupun kompos dan kombinasinya dapat meningkatkan kadar P lebih tinggi dibandingkan kontrol, kecuali pada perlakuan H1P0 dan H2P1. Lindiawati dan Hardayanto (2002) menjelaskan bahwa pemberian kompos dapat melepaskan unsur hara P ke dalam tanah lebih cepat karena adanya kandungan fosfat yang cukup tinggi pada kompos, terutama yang berasal kotoran hewan. Penelitian yang dilakukan oleh Fauziah (2009) menunjukkan bahwa pemanfaatan bahan humat dan kompos pada media tailing telah merubah karakter media tailing murni dengan ketersediaan P yang tinggi dalam tanah. Hal ini karena adanya interaksi dari fosfor dengan senyawa humat membentuk senyawa kompleks fosfohumat. Bentuk kompleks fosfohumat dapat terjadi dengan adanya ion logam yang berfungsi sebagai jembatan antara senyawa humat dengan ion fosfor (Al-fosfohumat), sehingga ion P dapat tersedia dalam tanah (Tan 1998).

Kapasitas tukar kation (KTK) dalam tanah meningkat dengan perlakuan kompos dibandingkan kontrol. Bahan humat dalam penelitian ini relatif tidak berpengaruh terhadap peningkatan KTK dibandingkan kontrol. Dalam hal ini pengaruh bahan humat tertutupi oleh pengaruh kompos terhadap KTK. Pemberian kompos juga meningkatkan basa dalam tanah secara signifikan, khususnya pada Ca, Mg, K dan Na.

Untuk kation basa tanah yang dapat dipertukarkan menunjukkan bahwa perlakuan kompos mampu meningkatkan kadar Ca-dd, Mg-dd, K-dd, dan Na-dd dalam tanah dibandingkan bahan humat yang cenderung relatif sama dengan


(36)

kontrol, sedangkan semua perlakuan dengan kombinasi bahan humat dan kompos cenderung meningkatkan kadar Ca-dd, Mg-dd, K-dd, dan Na-dd dalam tanah. 4.1.2. Kandungan Logam Berat tersedia dalam Tanah

Tanah merupakan media bagi tanaman dalam melangsungkan pertumbuhan dan perkembangan dengan mengambil unsur hara dalam tanah. Selain unsur hara, berbagai macam logam berat terkandung dalam tanah yang dapat menjadi toksik bagi tanaman apabila berada dalam kadar yang tinggi. Peningkatan kadar logam berat tanah sering dipicu oleh adanya aktivitas manusia, misalnya kegiatan penambangan. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan kadar logam berat Cr dan Ni tersedia dalam tanah setelah diberikan perlakuan menggunakan bahan dan kompos.

Hasil penelitian (Tabel 6) menunjukkan bahwa pemberian kompos serta kombinasi bahan humat dan kompos dapat menurunkan logam berat Cr tersedia dalam tanah, sebaliknya terjadi peningkatan pada logam berat Ni tersedia dalam tanah. Hal ini diduga bahwa kadar Ni yang terdapat dalam kompos berada dalam jumlah besar dibandingkan bahan humat, sehingga terjadi peningkatan jumlah Ni tersedia dalam tanah. Sementara untuk penurunan logam berat Cr tersedia dalam tanah dapat disebabkan oleh adanya peran kompos dalam mengurangi pengaruh buruk logam berat.

Tabel 6 Kandungan logam berat tersedia dalam tanah pada percobaan rumah kaca

Perlakuan Cr Ni

---ppm---

H0P0 1.50 92.69

H0P1 0.38 160.36

H0P2 0.39 210.67

H1P0 2.10 94.71

H1P1 0.44 160.70

H1P2 0.51 195.96

H2P0 2.81 75.75

H2P1 0.47 124.62

H2P2 0.54 179.91

4.1.3. Pertumbuhan Tanaman Sengon a) Tinggi Tanaman

Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi pengaruh pemberian bahan humat dan kompos pada lahan bekas tambang nikel terhadap tinggi tanaman sengon pada saat panen yaitu 9 MST. Tabel 7 menunjukkan bahwa pemberian bahan humat dan kompos memberikan pengaruh dan interaksi nyata terhadap tinggi tanaman. Perlakuan H1P0 dan H2P0 memberikan pengaruh yang sama terhadap rata-rata tinggi tanaman pada kontrol, namun berbeda dengan H0P1, H0P2, H1P1, H1P2, H2P1 dan H2P2. Rata-rata tinggi tanaman yang paling besar dimiliki perlakuan kombinasi H1P2 sebesar 21.57 cm dibandingkan perlakuan


(37)

lainnya. Pada perlakuan bahan humat maupun kompos, parameter tinggi tanaman yang paling tinggi diperoleh dari perlakuan kompos dibandingkan bahan humat. Tabel 7 Pengaruh pemberian bahan humat dan kompos terhadap tinggi tanaman

sengon umur 9 MST pada percobaan rumah kaca Bahan Humat

Kompos

P0 P1 P2

---cm--- H0 7.40 ± 0.98a 11.77 ± 1.60bc 12.87 ± 2.67c H1 7.72 ± 0.54a 14.00 ± 3.06cd 21.57 ± 1.72e H2 8.83 ± 0.58ab 11.60 ± 3.35bc 16.53 ± 1.53d Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata

menurut uji DMRT (taraf α=5%)

Pertambahan tinggi tanaman sengon yang dihubungkan dengan fungsi waktu mulai 3 sampai 9 MST disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Tinggi tanaman sengon pada umur 3 sampai 9 MST percobaan rumah kaca

Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa pertumbuhan sengon yang paling baik yaitu sengon yang ditanam pada media campuran H1P2, yaitu bahan humat 0.5 ml dengan kompos 2.5 kg. Selain itu, gambar di atas juga menunjukkan bahwa terjadi pertambahan tinggi tanaman yang terus meningkat seiring bertambahnya waktu. Perlakuan H1P2 cenderung meningkat lebih cepat dibandingkan perlakuan lainnya. Namun pada perlakuan kontrol, H1P0 dan H2P0 cenderung mengalami pertumbuhan yang melambat.

Dikemukakan oleh Tan (1998) bahwa senyawa humat mempunyai peranan yang sangat menguntungkan terhadap peningkatan unsur hara tanah dan juga pertumbuhan tanaman. Senyawa tersebut dapat memperbaiki pertumbuhan tanaman melalui peranannya dalam mempercepat proses respirasi, meningkatkan permeabilitas sel serta meningkatkan penyerapan air dan hara. Selain humat, kompos juga memiliki peran meningkatkan kesuburan tanah dengan kandungan bahan organik yang tinggi, kandungan unsur hara makro dan mikro tinggi,


(38)

meningkatkan efisiensi phytoextraction tanah tercemar logam berat (Smolinska 2014), dan meningkatkan jumlah mikroorganisme tanah (Zhen et al. 2014). Menurut Francis et al. (2010), penambahan kompos juga dapat meningkatkan kadar bahan organik dan meningkatkan porositas tanah, stabilitas struktural, kelembaban, dan ketersediaan hara, serta aktivitas biologis.

b) Panjang Akar

Perakaran tanaman sengon mungkin berbeda dengan tanaman tahunan lainnya karena mampu bersimbiosis dengan mikroba untuk memfiksasi unsur hara nitrogen dari udara maupun air hujan. Pada penelitian ini tidak dilakukan penghitungan bintil akar karena belum ditemukan pada akar saat pencabutan tanaman, sehingga pengukuran dilakukan hanya panjang akar. Hasil penelitian (Tabel 8) menunjukkan bahwa pemberian bahan humat dan kompos memberikan pengaruh dan interaksi yang nyata terhadap panjang akar. Perlakuan H0P1, H1P0, H1P1, H2P0 dan H2P1 memberikan pengaruh yang sama terhadap panjang akar pada kontrol, namun berbeda dengan H0P2, H1P2 dan H2P2. Hasil penelitian menggambarkan bahwa parameter panjang akar yang lebih tinggi dimiliki oleh perlakuan kombinasi H1P2 sebesar 5.90 cm dibandingkan perlakuan lainnya. Tabel 8 Pengaruh pemberian bahan humat dan kompos terhadap panjang akar

tanaman sengon umur 9 MST pada percobaan rumah kaca Bahan Humat

Kompos

P0 P1 P2

---cm---

H0 4.33±0.15a 4.63±0.15ab 4.80±0.10b

H1 4.37±0.12a 4.47±0.15ab 5.90±0.36d

H2 4.40±0.17a 4.57±0.31ab 5.38±0.06c

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata

menurut uji DMRT (taraf α=5%)

Bahan humat dan kompos berfungsi dalam menyediakan unsur hara yang cukup bagi tanaman dan memperbaiki aerasi tanah sehingga terjadi aktivitas mikroorganisme untuk mendorong perkembangan dan pertumbuhan akar (Djajadi dan Gilkes 1997). Hasil penelitian ini mendukung pernyataan Herjuna (2011) bahwa pada tanah-tanah dengan kandungan P tersedia cukup besar (percobaan rumah kaca) terjadi perkembangan perakaran yang cukup pesat. Lebih lanjut dikemukakan oleh Leiwakabessy et al. (2003) bahwa kandungan fosfat yang cukup dalam tanah dapat memperbesar pertumbuhan akar. Penelitian yang dilakukan oleh Canellas et al. (2002) menjelaskan bahwa asam humat yang diisolasi dari kompos kotoran ternak cacing menunjukkan adanya peningkatan perkembangan akar lateral tanaman jagung (Zea mays) dan merangsang membran plasma H+- ATPase.


(39)

c) Biomassa Tanaman

Biomassa tanaman merupakan berat keseluruhan atau volume tanaman dalam suatu area atau volume tertentu (Sutaryo 2009). Berikut disajikan biomassa tanaman sengon hasil percobaan rumah kaca pada Tabel 9.

Tabel 9 Pengaruh bahan humat dan kompos terhadap biomassa tanaman sengon umur 9 MST pada percobaan rumah kaca

Perlakuan

Komponen Biomassa Bagian Bawah

Tanah (Akar = A)

Bagian Atas Tanah (Pucuk = P)

Total

Biomassa Rasio P/A ---g---

H0P0 0.02 0.07 0.09 ± 0.00ab 0.28

H0P1 0.02 0.16 0.18 ± 0.07b 0.13

H0P2 0.03 0.30 0.33 ± 0.04c 0.10

H1P0 0.02 0.03 0.05 ± 0.00a 0.67

H1P1 0.03 0.42 0.45 ± 0.04d 0.07

H1P2 0.08 0.61 0.69 ± 0.09f 0.13

H2P0 0.02 0.07 0.09 ± 0.00ab 0.28

H2P1 0.03 0.39 0.42 ± 0.01cd 0.07

H2P2 0.05 0.52 0.57 ± 0.12e 0.09

Rata-rata 0.03 0.29

Keterangan : Angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata

menurut uji DMRT (taraf α=5%)

Hasil penelitian (Tabel 9) menunjukkan bahwa perlakuan bahan humat dan kompos memberikan pengaruh dan interaksi yang nyata terhadap biomassa tanaman. Perlakuan H1P0 dan H2P0 memberikan pengaruh yang sama terhadap biomassa tanaman pada kontrol namun berbeda dengan H0P1, H0P2, H1P1, H1P2, H2P1 dan H2P2. Hasil uji terlihat bahwa tanaman yang diberi perlakuan H1P2 memiliki rata-rata biomassa yang terbaik dibandingkan tanaman yang diberi perlakuan lainnya. Besarnya biomassa pohon di bawah permukaan tanah berada pada kisaran 0.02-0.08 g/tanaman (rata-rata 0.03), sedangkan besarnya biomassa pohon di atas permukaan tanah berkisar antara 0.03-0.61 g/tanaman (rata-rata 0.29). Nisbah yang dihasilkan dari biomassa tanaman bagian bawah tanah (akar) dan bagian atas tanah berkisar antara 0.07-0.67.

Hal ini mengindikasikan bahwa pemberian bahan organik dapat menciptakan kondisi tanah lebih baik untuk penyediaan unsur hara yang cukup, sehingga akar tanaman sengon dapat menyerap air dan unsur hara dalam tanah dengan baik. Sebagaimana dijelaskan oleh Hardjowigeno (2010) bahwa membaiknya faktor lingkungan akan mempengaruhi perkembangan akar tanaman untuk menyerap unsur hara lebih baik dan meningkatkan biomassa tanaman. Selain itu, melalui pemberian kompos mampu merangsang metabolisme dan proses fisiologi pertumbuhan tanaman sehingga produksi tanaman akan meningkat (Valarini et al. 2009). Penambahan kompos, vermikompos dan humat ke media pot menunjukkan perbaikan kesuburan tanah yang ditandai pertumbuhan


(1)

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:DIAMETERBATANG Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 3.227a 10 .323 11.733 .000

Intercept 44.853 1 44.853 1.631E3 .000

Ulangan .060 2 .030 1.091 .360

HumatHumat .047 2 .023 .848 .446

Kompos 3.109 2 1.554 56.525 .000

HumatHumat * Kompos .011 4 .003 .101 .981

Error .440 16 .028

Total 48.520 27

Corrected Total 3.667 26

a. R Squared = ,880 (Adjusted R Squared = ,805)

Hasil

Duncan

Perlakuan N

Subset

1 2

Tanpa Pupuk 3 .7667

Tanpa pupuk B 3 .7667

Tanpa pupuk C 3 .9000

Pupuk kompos B 3 1.4333

Pupuk Kompos 3 1.5000

Pupuk kompos tinggi B 3 1.5333

Pupuk kompos C 3 1.5333

Pupuk kompos tinggi 3 1.5667

Pupuk kompos tinggi C 3 1.6000

Sig. .366 .290

Lampiran 6 Hasil analisis varian pengaruh pemberian bahan humat dan kompos

terhadap panjang akar pada percobaan lapangan.

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:PANJANGAKAR Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 570.684a 10 57.068 306.941 .000

Intercept 7718.231 1 7718.231 4.151E4 .000

Ulangan .459 2 .229 1.233 .318

HumatHumat 78.083 2 39.041 209.984 .000

Kompos 433.183 2 216.591 1.165E3 .000

HumatHumat * Kompos 58.959 4 14.740 79.278 .000

Error 2.975 16 .186

Total 8291.890 27

Corrected Total 573.659 26


(2)

Hasil

Duncan

Perlakuan N

Subset

1 2 3 4 5 6 7

Tanpa Pupuk 3 12.067

Tanpa pupuk B 3 13.033

Pupuk Kompos 3 13.700

Pupuk kompos C 3 13.800

Tanpa pupuk C 3 15.467

Pupuk kompos B 3 16.500

Pupuk kompos tinggi 3 17.800

Pupuk kompos tinggi C 3 24.233

Pupuk kompos tinggi B 3 25.567

Sig. 1.000 .054 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000

Lampiran 7 Hasil analisis varian pengaruh pemberian bahan humat dan kompos

terhadap bintil akar pada percobaan lapangan.

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:BINTILAKAR Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 255.556a 10 25.556 18.218 .000

Intercept 1200.000 1 1200.000 855.446 .000

Ulangan 3.556 2 1.778 1.267 .308

HumatHumat 13.556 2 6.778 4.832 .023

Kompos 224.667 2 112.333 80.079 .000

HumatHumat * Kompos 13.778 4 3.444 2.455 .088

Error 22.444 16 1.403

Total 1478.000 27

Corrected Total 278.000 26

a. R Squared = ,919 (Adjusted R Squared = ,869)

Hasil

Duncan

Perlakuan N

Subset

1 2 3 4 5

Tanpa Pupuk 3 2.3333

Tanpa pupuk B 3 3.6667

Pupuk Kompos 3 4.3333 4.3333

Tanpa pupuk C 3 4.3333 4.3333

Pupuk kompos B 3 6.3333 6.3333

Pupuk kompos C 3 7.6667 7.6667

Pupuk kompos tinggi C 3 9.6667 9.6667

Pupuk kompos tinggi 3 10.3333

Pupuk kompos tinggi B 3 11.3333


(3)

Lampiran 8 Hasil analisis varian pengaruh pemberian bahan humat dan kompos

terhadap biomassa tanaman pada percobaan lapangan.

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:BIOMASSA Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 12076.262a 10 1207.626 117.015 .000

Intercept 32337.854 1 32337.854 3.133E3 .000

Ulangan 40.357 2 20.179 1.955 .174

HumatHumat 896.590 2 448.295 43.438 .000

Kompos 10808.579 2 5404.290 523.656 .000

HumatHumat * Kompos 330.735 4 82.684 8.012 .001

Error 165.125 16 10.320

Total 44579.240 27

Corrected Total 12241.386 26

a. R Squared = ,987 (Adjusted R Squared = ,978)

Hasil

Duncan

Perlakuan N

Subset

1 2 3 4 5

Tanpa pupuk B 3 8.7333

Tanpa Pupuk 3 13.9000

Tanpa pupuk C 3 19.8333

Pupuk Kompos 3 21.7667

Pupuk kompos B 3 23.3667

Pupuk kompos C 3 38.5667

Pupuk kompos tinggi 3 51.2367

Pupuk kompos tinggi B 3 64.9000

Pupuk kompos tinggi C 3 69.1667

Sig. .066 .220 1.000 1.000 .123

Lampiran 9. Dokumentasi pembibitan sengon PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk.


(4)

Lampiran 10. Dokumentasi pembibitan pada percobaan rumah kaca

Lampiran 11. Dokumentasi percobaan lahan bekas tambang nikel

Rumah kaca untuk lokasi pembibitan

Pembibitan sengon percobaan I

Tanaman sengon yang kerdil

Tanaman sengon yang tumbuh

baik

Area penanaman sengon

Pembuatan plot

Penanaman sengon

Blok penanaman sengon


(5)

Lampiran 12. Hasil analisis tanah pada percobaan rumah kaca dan lapangan

Tanaman sengon yang kerdil

Tanaman sengon yang tumbuh baik


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Otole pada tangga 5 Februari 1990 sebagai anak

pertama pasangan Dising, BA dan Sunimbar (Almh.). Penulis menyelesaikan

pendidikan Sarjana di Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Pendidikan

Matematika dan Ilmu Pengetahuan, Universitas Haluoleo Kendari dan lulus pada

tahun 2012. Pada Tahun 2013, penulis melanjutkan pendidikan di program

Magister Sains (S-2) di Sekolah Pascasarjana IPB pada Mayor Pengelolaan

Sumberdaya Alam dan Lingkungan setelah berhasil menjadi penerima Beasiswa

Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi

(BPP-DN DIKTI) calon dosen tahun 2013.