Analisis Struktural Harga Minyak Goreng Dan Volume Ekspor Crude Palm Oil Indonesia Pengaruhnya Terhadap Harga Crude Palm Oil Internasional

BAB. II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Landasan Teori dan Konsep Ekonomi.
Aceng (2011), menjelaskan pendapat (Palmquist, 2000) tentang analisis yakni

merupakan bentuk kegiatan logika yang mencari kebenaran konkret suatu proposisi,
dan memusatkan perhatian mula-mula dan terutama pada forma lugasnya (yang pada
dasarnya matematis), yaitu nilai kebenarannya. Jika analisis dikategorikan sebagai
metode berpikir dalam mengungkapkan pengetahuan dan kebijaksanaan, maka tentu di
dalamnya terdapat serangkaian fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang digunakan
untuk menguraikan ataupun menyederhanakan ungkapan atau hasil pemikiran. Hal ini
dimaksudkan sebagai upaya menjelaskan setiap entitas yang dikandung dalam ungkapan
pemikiran dan perasaan manusia. Aceng (2011) menjelaskan teori adalah sesuatu dasar

logis mengandung kebenaran serta memiliki kesesuaian arti rasional kepada fakta-fakta
yang sudah ada dan juga telah senada dengan keputusan lainnya, sehingga telah dapat
diakui bersama kebenarannya tetapi semua itu tergantung kepada berfaedah atau
tidaknya teori tersebut bagi kehidupan umat manusia. Oleh karena itu teori justru
membantu dalam me-reproduksi hipotesis yang baru kepada lahirnya suatu konsep

yang memiliki nilai dan unsur kebenaran lebih sempurna didalam realitas kehidupan
umat manusia. Beberapa teori ekonomi dan konsep ekonomi yang dipergunakan pada
studi ini adalah sebagai berikut.
2.1.1. Teori Fungsi Produksi.
Salvatore (1992), menjelaskan fungsi produksi Cobb Douglas menyatakan
produksi adalah suatu kegiatan dalam mengubah input menjadi output. Fungsi produksi
adalah hubungan diantara faktor produksi yang digunakan sebagai input dalam proses
60

produksi dengan jumlah output yang dihasilkan pada suatu waktu dan dengan tingkat
teknologi tertentu atau menunjukkan sifat perkaitan antara faktor produksi dan tingkat
produksi yang diciptakan.

Faktor produksi adalah variabel sebagai input yang

jumlahnya akan berubah jika output produksi berubah seperti bahan baku, pajak dan
lainnya. Variabel yang umumnya dinyatakan mempengaruhi dari faktor produksi
diantaranya adalah ;
1.


Tingkat upah.

(W).

2.

Harga bahan baku

(S).

3.

Kemajuan teknologi

(T).

4.

Tingkat suku bunga


(R).

Sehingga secara matematis prilaku produsen pada model Cob Douglas adalah ;
Qs = f ( W + S + T + R ) ……………………………………….

(1)

Dimana Qs = Output produksi, atau dalam persamaan regresi dituliskan sebagai ;
Qs = β0 + β1 W + β2 S + β3 T + β4 R + μ……………………………

(2)

Persamaan ini memberi arti setiap pertambahan input menambah output yang sama,
dimana β0 – β4 adalah konstanta elastisitas. Untuk persamaan fungsi produksi non
linear pada model Cob Douglas adalah :
Qs = α + W β1 + S β2 + T β3 + R β4 + μ ……………………..……….

(3)

Persamaan ini memberi arti setiap pertambahan input, akan menambah output

yang berkelipatan sesuai dengan kelipatan dari fungsi tersebut. Biaya produksi
dicerminkan oleh jumlah biaya yang dikeluarkan untuk mendapat

sejumlah input

tertentu. Biaya produksi total (total cost) merupakan jumlah biaya tetap total (total fixed
cost) dan biaya variabel total (total variable cost), dalam persamaan matematika
dituliskan ; ( total cost = total fixed cost + total variable cost ).
61

Jangka waktu produksi dapat dibedakan menjadi ; jangka waktu pendek, dimana
perusahaan tidak dapat menambah jumlah faktor produksi yang dianggap tetap seperti ;
mesin, bangunan dan lainnya yang dapat mengalami perubahan adalah waktu kerja,
jumlah buruh, bahan bakar dan sebagainya. Untuk jangka waktu panjang semua input
atau faktor produksi variabel dapat diubah dimana faktor produksi dalam jangka
panjang tidak terdapat input yang tetap. Baik pada jangka pendek maupun jangka
panjang, laba operasional perusahaan ditentukan oleh dua item, yaitu penerimaan (total
revenue) dan biaya (total cost), dimana selisihnya dikatakan sebagai laba bagi
perusahaan. Jadi berdasarkan pemikiran ini laba maksimum perusahaan ditentukan oleh
perubahan penerimaan dan perubahan biaya dengan syarat perubahan laba sama dengan

nol atau turun pertama dari persamaan laba sama dengan nol. sehingga dalam model
matematis dinyatakan sebagai ;
∆ / ∆Y= ∆TR/∆Y

– ∆TC/∆Y = 0

MR = ∆TR/∆Y

maka

MC = ∆TC/∆Y

Jika

maka

M R = MC.

0 = MR – MC


Fungsi produksi Constant Elasticity of Substitution (CES) adalah fungsi
produksi neoklasik yang sifatnya konstan dan menampilkan elastisitas substitusi hal ini
menjelaskan properti dari beberapa fungsi produksi dan fungsi utilitas. Dengan kata
lain, teknologi produksi memiliki persentase perubahan konstan dalam faktor secara
proporsi (misalnya luas lahan, harga barang lain) yang disebabkan oleh perubahan
persentase pada tingkat marjinal substitusi teknis dua atau lebih, jenis masukan
produktif menjadi kuantitas agregat, hal ini telah menunjukkan Fungsi agregator
Constant Elasticity of Substitution, Hall R, (1992). Fungsi produksi Constant Elasticity
of Substitution diperkenalkan oleh Solow dan kemudian dipopulerkan oleh Arrow,
62

Chenery, Minhas. Model Constant Elasticity of Substitution, yakni sebagai berikut ;
Q = F.{ a . K r + (1 - a) . L r } 1/r
Dimana

Q = Output ,

F = Faktor produktivitas,

a = Share parameter,


1/r

= elastitas.

Bentuk umum dari fungsi produksi Constant Elasticity of Substitution ( CES ) adalah ;
(s-1)/1

N

Q=F.

s/(s-1)

Σ ai 1/s X i

i=1
Menurut Hal R. (1992) Fungsi produksi CES menjelaskan perubahan diantara
kombinasi modal dan tenaga kerja. Fungsi produksi Leontief, linear dan Cobb-Douglas
adalah kasus khusus dari fungsi produksi CES. Artinya, dalam batas sebagai

pendekatan s = 1, didapatkan fungsi Cobb-Douglas; dimana s, pendekatan positif
sampai tak terhingga didapatkan (substitusi sempurna) fungsi linear, dan untuk s,
mendekati 0, disini didapatkan fungsi Leontief (sempurna melengkapi fungsi).
2.1.2. Fungsi Penawaran.
Menurut Andindita (2008), Hubungan diantara harga produk dengan jumlah
komoditas yang ditawarkan disebut sebagai fungsi penawaran, secara matematis di formulasi sebagai ; Qsx = f ( Px )
dimana ;

Qsx
Px

= Jumlah barang x yang ditawarkan dipasar.
= harga produk atau komoditas x dan f adalah fungsi dari.

Asumsinya adalah faktor lain dalam keadaan ceteris paribus maka hubungan dalam
persamaan fungsional tersebut dapat dianalisis menggunakan metode kuadrat terkecil.
Dalam teori ekonomi penyusunan fungsi penawaran dapat diperoleh melalui dua
pendekatan yakni statis dan dinamis, dimana pendekatan statis dapat diperoleh dengan
dua cara yakni ; Hubungan teknis produksi dan hubungan tingkah laku atau pendekatan
63


biaya. Sebagai ilustrasi untuk hubungan teknis produksi ; misalnya diketahui fungsi
produksi Q = f ( X ) dimana Q = a + bx + cx2 maka dapat dicari nilai dari produk fisikδQ = bx* + 2 cx = Px tentukan nilai x..,
δx
Pq
maka fungsi penawaran diperoleh dari nilai Q* yaitu S= Q* = a + bx* + 2 cx*2
marginal sebagai ; MPPx

=

Fungsi ini menyatakan penawaran perusahaan terjadi pada saat memaksimumkan profit
karena nilai x* yang terjadi pada saat keuntungan maksimum. Andindita (2008).
Beberapa faktor penting yang dapat mempengaruhi pergeseran fungsi
penawaran statis ( supply shifters) adalah ;
1. Perubahan harga input.

6.Kuantitas barang tersebut.

2. Perubahan teknologi.


7.Cuaca / iklim.

3. Harga komoditi lain yang berhubungan ( substitute product ).
4. Perubahan harga produk gabungan ( joint product ).
5. Ramalan penjual pada harga dimasa yang akan datang.
Menurut Andindita (2008) beberapa faktor menentukan perubahan respons
penawaran dalam bidang pertanian melalui pendekatan dinamis diantaranya adalah ;
1. faktor ekonomi

; seperti harga , jumlah investasi dan faktor input.

2. faktor ekologi

; yaitu, produktivitas. Luas lahan, iklim

3. faktor teknologi

; economics scale, mesin-mesin, bibit (varities)

4. faktor institutional : peraturan dan program pemerintah, serta institusi.

5. ketidak pastian

: misalnya resiko dan ekspektasi.

Andindita (2008) menyampaikan dalam penyusunan model fungsi penawaran
yang terjadi dalam berbagai hubungan adalah munculnya selang waktu (time lag)
dimana hubungan antara variabel yang terjadi akibat adanya respons yang tidak
sempurna dari suatu variabel sehingga menimbulkan ekspektasi tersendiri atas variabel
64

tersebut. Pendugaan dengan variabel demikian dikatakan sebagai model penawaran
dinamis. Beberapa model studi untuk penawaran dinamis yakni ;
1. Naive Model, Nerlove (1958), mengembangkan model bahwa para petani
mempunyai ekspektasi didalam jangka panjang dimana secara sederhana dalam
fungsi penawaran, ekspektasi tersebut adalah : E (Q) = Q* sebagai ekspektasi
jumlah ditawarkan dan E(P)=P* sebagai ekspektasi harga, misal fungsi penawaran :
Qt*=bo +b1 Pt* + b2 Zt + Ut …………………………………………….…
Notasi, Qt* = ekspektasi jumlah yang ditawarkan

(1)

Pt* = ekspektasi harga

mendatang Z = variabel lainnya. Ut = kesalahan regresi dan bi = koefisien regresi.
Dimana ekspektasi harga komoditi pertanian diasumsikan sama dengan harga
priode sebelumnya atau ,E(P) = Pt*=P t-1.……………………………………

(2)

Substitusikan persamaan (2) kepada (1) Sehingga fungsi penawaran menjadi ;
E(Qt) = bo +b1 p t-1 + b2 Zt +U …………………………………………….

(3)

2. Distributed Lag Model, model ini merupakan aplikasi dari model cobweb, dimana
efek dari variabel ekonomi adalah efek yang terjadi karena adanya (lagged).
Dengan memasukan variabel time lag persamaan (2), maka ekspektasi harga pada
model ini diperoleh dari priode t-1 hingga t-n yang dituliskan sebagai berikut ;
Pt*= β Pt +(1 – β) P* t-1 atau Pt* = bo Pt + b1 Pt* t-1 ……………………..

(4)

Dimana nilai pengaruh dari variabel sebelumnya menjadi lebih kecil sehingga nilai
menjadi bo > b1…. > bn ……………………………………………………

(5)

Jika disubstitusikan persamaan (5) kepada (4) diperoleh,
Pt* = β Pt + β (1 – β) P t-1 + β (1 – β)2 P t-2 + ……………………………..

(6)

Sehingga diperoleh persamaan ;
α
Pt* = β Σ ( 1- β )n P t-1; 0 < β < 1 …………………………………………..

(7)

n-1

65

Pt* diperoleh dari persamaan (7) dapat disubstitusi kepersamaan (3) sehingga ;
Qt =bo+ b1 [ β pt + β (1- β) P t-1 + β (1- β) 2 P t-2]…………………………

(8)

3. Polynomial distributed lag, dimana bobot dari lag dapat diaproksimasi melalui
fungsi yang panjang dan fungsi tersebut dapat diaproksimasi melalui Polynomial
Misalnya dari persamaan (4) dimana dimana nilai b1 adalah fungsi Polynomial,
sehingga dapat dituliskan sebagai ;
b1 = F9i) = ao +a1c+ a2c2 ….. + ancn untuk c = 1,2…k …………………..

(9)

dengan asumsi bahwa derajat Polynomial (n) dan maksimum panjang lag (k) maka
dapat dituliskan Polynomial distributed lag (n,k) maka nilai b1 pada derajat
Polynomial n=2 menjadi bo = ao, b1= ao + a1 +a2, b2 = ao+ 2a1 +4a2, b3 = ao
+3a1 +9a2, b4 =a0 +4a1 +16a2 distribusikan persamaan (4) maka diperoleh ;
Pt* = a0 pt-1+ (a0 + a1+ a2 ) Pt-2 + (ao+ 2a1 + 4a2) pt-3 + (a0 +3a1 +9a2) pt-4 +
(a0+4a1 +16 a2) Pt-4………………………………………………………..

(10)

2.1.3 Konsep Permintaan Turunan ( derivative demand concept ).
Menurut Pappas dan Hirschey (1995) terdapat dua model dasar untuk
permintaan yaitu permintaan langsung dikenal sebagai teori perilaku konsumen terkait
dengan permintaan langsung untuk produk barang dan jasa sebagai konsumsi pribadi.
Kemudian permintaan turunan yaitu permintaan atas bahan baku sebagai input didalam
pembuatan barang dan jasa diminta atau distribusi dari produk lainnya. Sedangkan
fungsi permintaan adalah hubungan diantara jumlah barang diminta (Q) dan variabel
yang mempengaruhinya

dimana kurva permintaan adalah hubungan yang

menunjukkan diantara jumlah barang dan harga barang diminta hal ini dalam model
matematis : Qx = f (Px)

atau, Qx = a – Px

66

Dengan asumsi variabel lain dianggap tetap (ceteris paribus ) maka permintaan
terhadap suatu barang hanya dipengaruhi oleh harga barang tersebut. Variabel-variabel
yang berpengaruh terhadap permintaan suatu barang, diantaranya adalah :
1. Harga barang yang diminta ( the price of goods. X = Px ). Permintaan merupakan
fungsi dari harga suatu barang ditawarkan. Dimana jika harga dari barang tersebut
naik, maka permintaan terhadap barang tersebut menjadi turun.
2. Harga barang lain ( the price of related goods or services = Pr ), dengan kondisi ;
a. Hubungan barang substitusi, yaitu pengaruh harga substitusi terhadap barang
tersebut. Dimana jika terjadi kenaikan harga barang pokok maka permintaan
terhadap barang substitusi akan naik, disebabkan harga barang substitusi lebih
mahal dari barang pokok.
b. Hubungan barang komplementer. Apabila harga barang komplementer turun
maka jumlah permintaan terhadap barang komplementer akan naik sehingga
berakibat permintaan terhadap barang pokok juga naik.
3. Faktor lain, yang terkait dengan permintaan terhadap suatu barang antara lain,
kebijakan Pemerintah, iklim / cuaca, tingkat pendapatan, selera dan lainnya.
Faktor disebutkan diatas dijadikan dasar, oleh Pappas dan Hirschey (1995) maka
permintaan suatu barang dan jasa dalam model permintaan linier sebagai berikut :
Qdx = f ( Px - Pr + O )
notasinya adalah ,
Qdx

= Kuantitas permintaan atas suatu barang.

Px

= Harga barang tersebut.

Pr

= Harga barang produk turunan.

O

= Faktor spesifik lainnya.
67

Selanjutnya permintaan terhadap suatu barang dipengaruhi oleh banyak variabel. Setiap
variabel memberi pengaruh berbeda terhadap permintaan suatu barang atau jasa.
Variabel harga produk turunan memiliki pengaruh negatif terhadap permintaan
konsumen sedangkan harga barang lainnya (substitusi) berpengaruh positif.
2.1.4

Fungsi Permintaan.
Menurut Hartono (2002), Bahwa konsumen dalam menentukan pilihan komoditi

yang akan dikonsumsi serta dalam upaya memaksimumkan, kepuasan yang disebut
preference set,

berupa fungsi utility dan dalam memaksimumkan kepuasan yang

disebut preference set berupa fungsi utility dan masih dalam rangka memaksimumkan
kepuasan tersebut untuk menentukan pilihan (choice) konsumen dihadapkan kepada
kendala (constraint set) yang berupa kendala tingkat pendapatan. Hal ini dimaksud
dapat ditunjukkan oleh gambar 2.1 sebagai berikut ;

Set Pilihan
Disukai

Set Batasan
Pilihan

Keputusan
Pilihan

Prilaku Konsumen
Gambar : 2.1 Proses Perilaku Konsumen.
Sumber : Hartono (2002).
Hartono (2002) menjelaskan pilihan konsumen akan permintaan barang
menunjukkan perilaku konsumen, jika konsumen dapat menjadi rasional dalam
memilih, maka dapat dibentuk suatu fungsi permintaan untuk itu perlu diberikan asumsi
a. Setiap konsumen memiliki utility yaitu U = f (X1 , Y1,..Yn )
68

b. Komoditi adalah stricly non negatif, dan berada dikuadran pertama sebab tidak ada
konsumsi negatif.
c. Komoditi tidak dapat dibagi (non lumpy) misal αX = α (X..)
d. Setiap konsumen berusaha memaksimumkan kepuasan melalui fungsi utility
dengan kendala tingkat pendapatan I = P 1 X 1 +P 2 X 2 …., P n X n
e. Utility untuk mengukur kepuasan konsumen adalah preference ordering, yaitu
harus memenuhi kriteria aksioma ;
1 Reflexivity menyatakan bahwa suatu kelompok komoditi lebih dipilih dari kelompok
komoditi yang lain Xo > Xo
2. Transitivity menyatakan bahwa pilihan komoditi konsisten, dimana dari sekumpulan
komoditi maka pilihan jatuh kepada yang lebih baik dari pada yang lain, jika Xo >
X1 dan, X1 > X2 maka, Xo > X2
3. Completeness

menyatakan bahwa konsumen mampu membandingkan dua

kumpulan komoditi dalam suatu ruang komoditi.
4. Continuity menyatakan bahwa preferens dari konsumen dapat diwakili oleh suatu
fungsi utiliti yang kontinu.
5. Non satisfaction adalah menjadi perilaku konsumen secara umum.
6. Convexity menyatakan bahwa fungsi utility merupakan fungsi Convexity terhadap
titik asal yang menyatakan apabila Xo > X1 maka, λ X0 + ( 1 – λ ) X1 ≥ X1
untuk semua 0 ≤ λ ≤ 1. Convexity juga menyatakan apabila turunan kedua dari
fungsi utility lebih kecil dari nol { δu (x) ≤ 0 } karena konsumen mencapai tingkat
δx.δx
kepuasan maksimum disuatu fungsi utility.
Aksioma reflexivity , transivity, dan completeness menyatakan bahwa fungsi
utiliti memiliki preference ordering atau kepuasan yang bertingkat. Sedangkan
69

continuity menyatakan bahwa preference ordering dapat dinyatakan dalam fungsi
utility dan bersifat non satisfaction serta convexity menyatakan bahwa konseumen yang
tidak pernah puas tetap mampu memaksimumkan kepuasan dengan keterbatasan pendapatan. Sehingga terdapat dua pilihan penyelesaian anggaran konsumen yakni
memaksimalkan utility ( primal problem ) atau konsumen meminimalkan anggaran
(dual problem).
Pilihan konsumen dalam memaksimumkan kepuasan melalui fungsi utilitas U=
f(x1…, xn) dengan keterbatasan pendapatan { P

1

X

1

+ … (Pn Xn) = 1 } maka

penyelesaian untuk mendapatkan fungsi permintaan dapat dilakukan dengan methode
Langrangian atau Khun thucker, yakni ;
L = f (x1 ….xn) + λ (1 – Σ P 1 X 1) dimana λ = marginal utility of income
Syarat turunan pertama mencapai maksimum adalah ;
δL = δ u _ λ P1 = C
δX
δ X1

maka, δL = 1 – Σ P 1 X 1 = 0
δλ

Untuk mendapatkan fungsi permintaan x1 = f ( P1….Pn, I ) adalah melalui Marshallian
demand function. Selanjutnya untuk meminimumkan biaya anggaran misalnya untuk
membeli komoditi C = P1 X 1 + ….. Pn Xn

dengan kendala terhadap fungsi utility

yaitu, U = f (X1, …..Xn) maka penyelesaian untuk mendapatkan fungsi permintaan
dapat dilakukan dengan methode Langrangian atau Khun thucker, yaitu ;
L = ( Σ P 1 X 1) + λ (X1….Xn) syarat turunan pertama untuk minimum adalah,
δL = P1 _ λ δ u = 0
δX1
δX1
δL = f ( X1, X2 ) = 0
δλ
Untuk mendapatkan fungsi permintaan h1 = f(P1…..Pn, U ) dapat dilakukan dengan
menggunakan Hicksian demand function.
70

2.1.5 Teori Keseimbangan (Ekuilibrium) Harga Pasar.
Dolan and Simon (2000) menyebutkan harga adalah sebagai sejumlah uang atau
jasa atau barang yang ditukarkan oleh pembeli untuk beraneka produk atau jasa yang
disediakan oleh penjual, Dolan and Simon (2000) juga menyatakan, harga merupakan
pengorbanan ekonomis yang dilakukan oleh pelanggan untuk memperoleh produk atau
jasa. Selain itu, harga adalah salah satu faktor penting bagi konsumen didalam
mengambil keputusan untuk melakukan transaksi atau tidak, karenanya, penilaian
terhadap harga atau produk bersifat relatif, semua tergantung dari persepsi individu
yang dilatar belakangi oleh lingkungan kehidupan dan daya beli individu. Dalam
menilai harga suatu produk, seorang konsumen sangat tergantung bukan hanya pada
nilai nominal (absolute), melainkan lebih kepada persepsi yang dibentuk terhadap harga
produk atau jasa tersebut.
Menurut Chiang (2006), ekuilibrium adalah sesuatu kumpulan dari variabelvariabel terpilih yang saling berhubungan dan disesuaikan satu dengan yang lainnya
dengan cara sedemikian rupa sehingga tidak ada kecenderungan untuk melekat,
( inherent ) dalam model tersebut untuk berubah. Dalam model ekuilibrium statis
permasalahannya adalah pencapaian himpunan atas nilai-nilai variabel endogen yang
memenuhi kondisi ekuilibrium dari suatu model, sedangkan pada pasar parsial
ekuilibrium, terciptanya harga didalam pasar yang terisolasi. Misalkan untuk transaksi
satu barang ditentukan oleh

tiga variabel yakni, kuantitas barang diminta (Qd),

kuantitas barang ditawarkan (Qs) dan harga barang (Pr). Asumsi yang diberikan adalah
; ( Qd – Qs = 0 ) dimana Qd adalah fungsi linear menurun dari Pr dan Qs adalah fungsi
linear menaik dari Pr kemudian asumsi selanjutnya tidak ada kuantitas ditawarkan,
kecuali harga melebihi tingkat positif tertentu. Empat parameter yakni ; a,b,c,d berada
71

dalam fungsi linear, hal ini terlihat didalam Gambar 2.2, berikut ;
( Qd = Qs )
a
(Qd = a-bPr )
kurva permintaan

(Pr*, Q*)
Ekuilibrium

Q*=Qd*
Q*=Qs*

0

(Qs = - c + dPr)
kurva penawaran

Pr1

P*

Pr

Gambar : 2.2 Ekuilibirum Harga Pasar.

Sumber : Chiang (2006).

Gambar 2.2 memperlihatkan, fungsi permintaan memotong sumbu vertikal
dititik a dan kemiringan fungsi permintaan adalah, –b yakni berslope negatif. Fungsi
penawaran memiliki kemiringan sebesar, d yakni positif. Kemudian perpotongan dari
dua sumbu tersebut adalah

keseimbangan harga, namun yang menarik mengapa

perpotongan dengan sumbu negatif, sebab sebagaimana asumsi telah disampaikan,
tidak ada kuantitas ditawarkan, kecuali harga melebihi tingkat positif tertentu. maka
dalam model matematis dituliskan sebagai ;
Qd = Qs
Qd = a – b Pr

maka ;
(a,b>0)

dan untuk,

Qs = – c + d Pr ( c , d > 0 ).
Untuk kasus keseimbangan dengan model dua barang yang berhubungan satu dengan
yang lainnya dimana fungsi permintaan dan penawaran dari kedua barang tersebut
diasumsikan linear maka dalam istilah parameter model dapat dituliskan ;
Qd1 = Qs1 = 0

maka ;

Qd1 = a0 + a1 Pr1 + a2 Pr2

dan untuk,
72

Qs1 = b0 + b1 Pr1 + b2 Pr2

kemudian model untuk barang dua,

Qd2 – Qs2 = 0

maka ;

Qd2 = α0 + α1 Pr1 + α2 Pr2

kemudian untuk,

Qs2 = β0 + β1 Pr1 + β2 Pr2
Simbol a dan b, adalah koefisien dari fungsi permintaan dan penawaran atas barang
pertama sedangkan α dan β, adalah koefisien dari barang kedua. Dalam model pasar
tertutup kondisi ekuilibrium hanya terdiri dari satu persamaan yakni Qd = Qs atau E =
Qd – Qs = 0 dimana E adalah excess demand, namun untuk kasus beberapa barang
ditinjau bersama-sama maka ekuilibrium tidak dapat terjadi atas kelebihan permintaan
dari setiap barang yang disertakan kedalam model, karena sifatnya yang saling
mempengaruhi tersebut.
2.1.6

Teori Elastisitas Harga.
Menurut Pappas dan Hirschey (1995) elastisitas harga permintaan adalah

tingkat

perubahan

permintaan

terhadap barang/jasa,

yang

diakibatkan

oleh

perubahan harga barang / jasa tersebut. Besar atau kecil tingkat perubahan dapat
diukur dengan angka yang disebut koefisien elastisitas permintaan, dalam model
matematika dituliskan sebagai,

ε

=

Persentase perubahan jumlah Q
Persentase perubahan harga Pr

= δ Q / Q
δ Pr / Pr

= δ Q / Pr
δ Pr / Q

Dimana δ Q dan δ Pr adalah perubahan marjinal dalam jumlah mengikuti perubahan
harga, serta Pr dan Q adalah harga dan jumlah dititik tertentu tertentu dalam kurva
permintaan. Berdasarkan nilainya, elastisitas permintaan dapat dibedakan menjadi lima,
yaitu permintaan inelastis sempurna, inelastis, elastis uniter, elastis, dan elastis
sempurna. Elastisitas silang (Cross Elasticity) menunjukkan hubungan antara jumlah
barang yang diminta

terhadap perubahan harga barang

lain

yang mempunyai
73

hubungan dengan barang tersebut. Hubungan tersebut dapat bersifat pengganti, dapat
pula bersifat pelengkap. Terdapat tiga macam respons perubahan permintaan suatu
barang (misal barang A) karena perubahan harga barang lain (barang B), yaitu:
bernilai positif, negatif, dan nol.
Pappas dan Hirschey (1995) menyebutkan dalam pengukuran elastisitas ada dua
cara yakni konsep elastisitas titik, yaitu dipergunakan dalam mengukur pengaruh dari
variabel bebas atas perubahannya yang sangat kecil atau marginal terhadap variabel
terikat sebab elastisitas titik spesifik dalam mengukur variasi titik-titik yang berbeda

ε

εx

= δy . x
δx
y
Menurut Andindita (2008), beberapa faktor mempengaruhi elastisitas permintaan yaitu
sepanjang suatu fungsi. Dalam model matematik ditulis,

titik =

1. Kegunaan komoditas (utilitas) dimana produk dengan utilitas yang banyak akan
memiliki nilai elastisitas lebih tinggi.
2. Karakteristik produk disini hubungannya dengan elastisitas diikuti oleh ;
a. Adanya substitusi, dimana semakin banyak substitusi dari suatu produk maka
akan bersifat semakin elastis, dimana inelastis terjadi jika produk tidak memiliki
barang substitusi sebagai barang kebutuhan (necessity).
b. Lamanya waktu pemasaran, dimana produk baru dipasarkan bersifat lebih
elastis terhadap produk yang lebih lama dipasarkan.
c. Kualitas produk, dimana barang berkualitas lebih elastis sebab barang tidak
berkualitas bersifat sebagai komoditi substitusi
d. Kebutuhan utama hidup, dimana produk yang masuk kedalam kategori ini
bersifat inelastic.

74

e. Harga produk, jika harga suatu produk lebih mahal dari tingkat pendapatan
maka bersifat inelastis namun bersifat elastis jika lebih rendah dari tingkat
pendapatan
3. Elastisitas Konsumen, terdapat dua karakteristik konsumen terkait elastisitas
a. Pendapatan konsumen, dimana konsumen kaya bersifat lebih elastis.
b. Umur konsumen, dimana konsumen berusia lebih muda relative lebih elastis
dari pada konsumen berusia lebih tua.
4. Karakteristik sistem pemasaran. Sistem pemasaran dapat mengubah elastisitas
produk terutama barang pertanian dalam kaitan peningkatan kepercayaan konsumen.
Kepentingan atau manfaat dari elastisitas dapat dilihat berdasarkan kelompok
atau pihak yang berada didalam atau diluar pasar sehingga dijabarkan sebagai berikut,
1. Elastisitas harga dari permintaan menunjukkan respons konsumen terhadap
perubahan harga sehingga mempengaruhi pendapatan dari produsen tersebut.
2. Elastisitas bagi produsen bermanfaat untuk melihat perlakuan fungsi pemasaran
produk terutama untuk melihat prospek pemasaran dari produk tersebut, dalam
dimana,semakin elastis suatu produk maka produsen semakin diuntungkan dari
konsumen sebab dengan proporsi perubahan harga yang relatif sedikit proporsi
jumlah yang diminta meningkat lebih besar.
3. Elastisitas bagi pemerintah sangat diperlukan terutama dalam memutuskan
kebijakan perdagangan dalam kaitan ketersediaan pangan dimana sifat barang
pertanian adalah in elastis ( Є < 1 ) sehingga campur tangan dari pemerintah
diperlukan meski keterlibatan secara tidak langsung adalah lebih baik. Sehingga
elastisitas merupakan suatu cara untuk mengetahui besar pendapatan petani atas
perubahan harga produk.
75

4. Elastisitas pendapatan diperlukan dalam mengevaluasi dampak perubahan
pendapatan konsumen terhadap harga produk terutama perubahan harga bahan
pokok sehingga elastisitas disini lebih ditujukan kepada upaya mempertahankan dan
meningkatkan kesahjateraan masyarakat.
5. Elastisitas harga ekspor/impor diperlukan oleh berbagai pihak terutama dalam
mengendalikan

perdagangan

internasional

hal

ini

berkaitan

dengan

penerimaan/pengeluaran devisa serta pengendalian produk barang dimaksudkan.
2.1.7

Teori Perdagangan Internasional.
Krugman dan Obstfield (1999), menjelaskan terjadinya hubungan ekonomi dari

suatu daerah kedaerah lain (regional) atau diantara bangsa kepada bangsa lain
(Internasional) disebabkan adanya perbedaan diantara permintaan dan penawaran atas
suatu barang atau jasa pada daerah / bangsa yang berdagang. Sebagai ilustrasi
perbedaan penawaran suatu barang disebabkan perbedaan dari ketersediaan faktor
produksi dalam menciptakan barang tersebut sehingga menjadikan perbedaan atas
harga barang, kualitas barang, didalam waktu, serta modal produksi yang sama.
Jika ditinjau dari segi permintaan atas barang tersebut, maka yang muncul masalah
jumlah barang yang di inginkan, harga barang saat dibeli, tingkat pendapatan, selera
pembeli serta harga barang lain.
Krugman dan Obstfield (1999) juga menyatakan sebab-musabab dari terjadinya
hubungan ekonomi antar daerah / bangsa, sebenarnya hanyalah mencakup persoalan :
1. Perbedaan tingkat kejarangan ( scarcity ). Dimana keinginan manusia tidak terbatas,
namun ketersediaan atas barang dan jasa tidak demikian halnya dan realitas didalam
masyarakat senantiasa terjadi adalah, kekurangan bersifat relatif (relative scarcity).

76

2. Perbedaan komparatif dari harga barang. Dimana perbedaan harga barang dari suatu
daerah / bangsa akan menciptakan arus perdagangan diantara mereka.
3. Perbedaan faktor produksi. disebabkan perbedaan iklim geografis daerah tersebut
menyebabkan perbedaan jenis kekayaan alam flora maupun fauna serta kandungan
bumi yang kesemuanya diperlukan manusia untuk mempertahankan kelangsungan
hidupnya. Selain itu perbedaan jumlah penduduk serta perbedaan sosial dari daerah /
bangsa berdagang menciptakan perbedaan keberadaan suatu barang /jasa.
4. Perbedaan pangsa pasar atas barang dan jasa tersebut.
Hechsher

dan

Ohlin

(1999)

menyampaikan

mengenai

faktor-faktor

ketersediaan, dimana terjadinya opportunity cost disebabkan oleh perbedaan dari
ketersediaan faktor-faktor produksi sehingga akibat dari perbedaan faktor endowment
tersebut harga atas suatu barang yang sama berasal dari kedua negara/wilayah tersebut
dapat berbeda sesuai dengan intensitas pemakaian dan ketersediaan faktor produksi.
Secara teoritis, suatu negara (misal negara A) akan mengekspor suatu komoditi
(misal CPO) ke negara lain (misal negara B) karena harga domestik di negara A lebih
rendah jika dibandingkan dengan harga domestik di negara B. Struktur harga yang
relatif rendah di negara A tersebut disebabkan adanya kelebihan penawaran (excess
supply) yaitu produksi domestik yang melebihi konsumsi domestik. Dalam hal ini
faktor produksi di negara A relatif berlimpah. Dengan demikian negara A mempunyai
kesempatan menjual kelebihan produksi ke negara lain. Di pihak lain, negara B terjadi
kekurangan penawaran karena konsumsi domestiknya melebihi produksi domestik
(excess demand) sehingga harga menjadi tinggi. Dalam hal ini negara B berkeinginan
untuk membeli komoditi negara lain yang harganya relatif lebih murah. Jika kemudian
terjadi komunikasi antara negara A dan negara B, maka dapat terjadi perdagangan
77

antara kedua negara tersebut dimana negara A akan mengekspor komoditi CPO kepada
negara B (Salvatore, 1992) hal ini ditunjukkan Gambar 2.3.

Pr Grafik Pasar negara A, Pr Grafik Hubungan Pasar, Pr Grafik Pasar negara B
Sb
Ekspor
Sx
Sw
P3
Eb
p2 a
b
p2=pw
Ew
P2
A
B
p1

Ea

p1

Dw

Impor

Db

Dx
0

Qa2 Qa1 Qa3

Qty 0

Qw

Qty

Gambar 2.3.

Terjadinya Perdagangan Internasional.

Sumber :

Salvatore, (1992).

0

Qb2 Qb1 Qb3 Qty

Secara grafis terjadinya perdagangan antara negara A dan negara B dapat
dilihat pada Gambar 2.3. Sebelum terjadi perdagangan internasional, keseimbangan di
negara A terjadi pada titik Ea dengan jumlah produksi sebesar Qa1 dan harga yang
terjadi adalah P1. Di negara B keseimbangan terjadi pada titik Eb dengan dengan jumlah
produksi sebesar Qb1 dan harga yang terjadi adalah sebesar P3. Harga di negara A (P1)
lebih rendah daripada harga di negara B (P3). Produsen di negara A akan memproduksi
lebih banyak dari tingkat konsumsi domestik untuk harga di atas P1. Hal tersebut akan
menyebabkan terjadinya excess supply di negara A. Sementara untuk harga di bawah
P3, negara B akan meminta lebih banyak dari tingkat produksi domestiknya. Hal
tersebut akan menyebabkan terjadinya excess demand di negara B. Kemudian terjadilah
perdagangan antara negara A dan negara B. Penawaran ekspor pada pasar internasional
digambarkan oleh kurva Sw yang merupakan excess supply dari negara A. Permintaan
impor digambarkan oleh kurva Dw yang merupakan excess demand dari negara B.
78

Keseimbangan di pasar dunia terjadi pada titik Ew yang menghasilkan harga dunia
sebesar P2 dimana negara A mengekspor sebesar (Qa2 - Qa3 ) yang sama jumlahnya
dengan yang diimpor negara B (Qb2 - Qb3 ) jumlah ekspor dan impor tersebut
ditunjukkan oleh volume perdagangan sebesar Qw pada pasar dunia.
2.1.8

Teori Pendapatan Perkapita, Gross Domestic Product.
Dalam ukuran makro ekonomi, tingkat kesejahteraan penduduk suatu negara

umumnya diukur menggunakan GDP perkapita. Kenaikan GDP perkapita mengindikasi
peningkatan tingkat kesejahteraan penduduk suatu negara. Sekalipun ukuran tersebut
memiliki banyak kekurangan, namun dalam prakteknya ukuran tersebut memiliki arti
penting dalam mengukur tingkat kesejahteraan. GDP atau gross domestic product
(produk domestik bruto) didefinisikan sebagai jumlah barang dan jasa yang diproduksi
dalam suatu negara dalam jangka waktu satu tahun dan dalam nilai mata

uang

domestik atau internasional. Besarnya nilai GDP nominal adalah perkalian dari unit
barang dan jasa yang diproduksi dengan harga barang tersebut. Karena harga barang
terus meningkat, maka biasanya digunakan GDP riil atau GDP menggunakan harga
pada tahun tertentu (tahun dasar). Sedangkan GDP perkapita adalah besarnya GDP riil
dibagi jumlah penduduk. Dari penjelasan ini diketahui bahwa GDP perkapita mengukur
berapa rata-rata barang dan jasa yang dapat dikonsumsi penduduk suatu negara. Untuk
membandingkan GDP perkapita antar negara GDP nominal tiap negara diubah kedalam
US Dollar (USD) menggunakan rata-rata nilai pasar exchange rate dalam satu tahun.
Lalu nilai tersebut dibagi total populasi. (Hubbard et al. 2012) menyatakan beberapa
tantangan dalam penggunaan GDP perkapita dalam mengukur kesejahteraan. Karena
ukuran GDP perkapita adalah ukuran rata-rata dalam nilai barang dan jasa yang bisa
dikonsumsi setiap warga negara maka ukuran tersebut tidak memperhitungkan dari
79

distribusi pendapatan, nilai waktu luang, kegembiraan (happiness), dan harapan hidup
yang utama adalah ukuran kesejahteraan. Karena GDP perkapita tidak menjelaskan
ukuran tersebut apakah berarti tidak dapat digunakan mengukur kesejahteraan. Hubbard
et al. (2012) menyatakan bahwa saat perekonomian tumbuh maka pendapatan baik
orang kaya dan miskin sama-sama akan meningkat. Sedangkan hubungan antara waktu
luang dan pendapatan perkapita ditunjukkan oleh Hubbard et al. (2012) menggunakan
data Amerika Serikat dan negara maju. Waktu luang yang dimiliki oleh penduduk
negara-negara ini relatif lebih tinggi dibandingkan dengan negara berpenghasilan
rendah. Berdasarkan data diketahui bahwa jam kerja rata-rata di negara maju lebih
rendah dibanding negara berkembang. Begitu juga ditemukan hubungan searah antara
kegembiraan dan pendapatan perkapita oleh studi yang dilakukan Stevenson dan
Wolfer (2008) dalam Hubbard et al. (2012). Data yang mereka gunakan berasal dari
131 negara. Sedangkan harapan hidup akan meningkat dengan meningkatnya
pendapatan per kapita. Hubbard et al. (2012) mendapatkan adanya hubungan positif
antara pendapatan perkapita dan harapan hidup. Dengan pendapatan yang lebih tinggi
tentu penduduk mendapatkan kebutuhan primer dan pelayanan kesehatan yang lebih
baik. Berdasarkan pemaparan diatas, dapat dilihat sekalipun GDP perkapita tidak
sempurna dalam mengukur tingkat kesejahteraan namun ukuran ini merupakan
indikator penting untuk mengukur tingkat kesejahteraan. Sedangkan hubungan diantara
GDP perkapita dan Purchasing power parity adalah; Purchasing power parity adalah
teori yang menjelaskan kesamaan daya beli dimana dalam jangka panjang nominal
exchange rate akan menyamakan purchasing power dari negara yang berbeda-beda.
Untuk mendalami poin ini, (Hubbard et al. 2012) menuliskan persamaan berikut : Jika
harga barang dan jasa yang sama ditiap negara berbeda maka dengan membandingkan
80

pendapatan perkapita antar negara menggunakan GDP perkapita akan menghasilkan
kesimpulan yang keliru. Untuk menutupi kelemahan GDP perkapita tersebut digunakan
GDP purchasing powerparity perkapita (GDP-PPP perkapita). GDP perkapita antar
negara disesuikan dengan suatu metode yang mengukur GDP memakai harga yang
sama. Ditentukan nilai konversi internasional untuk tujuan tersebut. Dengan
menggunakan GDP-PPP perkapita saat membandingkan pendapatan maka benar-benar
dibandingkan jumlah barang dan jasa yang bisa dikonsumsi oleh rata-rata penduduk
suatu negara.Terdapat korelasi positif diantara PDB dengan permintaan produk impor.
Peningkatan PDB akan meningkatkan permintaan terhadap produk impor, demikian
pula sebaliknya. Peningkatan impor sebagai akibat meningkatnya PDB negara importir
dapat terlihat dari dua mekanisme sebagai berikut : Kenaikan PDB negara importir
menyebabkan

meningkatnya

investasi.Peningkatan

investasi

menyebabkan

meningkatnya kebutuhan akan barang impor antara lain barang-barang modal dan
bahan baku sebagai input dalam proses produksi. Kebutuhan akan barang modal dan
bahan baku yang ditawarkan (supply) oleh negara lain.Kenaikan PDB negara importir
menyebabkan meningkatnya kebutuhan produk final (final product) karena tidak semua
dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri.
2.1.9 Teori Nilai Tukar Uang ( Kurs ).
Nopirin (1992), menyampaikan kurs adalah harga relatif dari suatu mata uang
kepada mata uang lainnya
dari mata uang asing

kurs digunakan untuk dapat menterjemahkan harga-harga

kedalam nilai satuan mata uang domestik. dimana nilai tukar

atas dua mata uang adalah keseimbangan harga atas mata uang tersebut, nilai tukar
yang berdasarkan pada kekuatan pasar akan selalu berubah disetiap kali nilai-nilai salah
satu dari dua komponen mata uang berubah. Sebuah mata uang akan cenderung
81

menjadi lebih berharga bila permintaan menjadi lebih besar dari pasokan yang tersedia.
Nilai tukar akan menjadi berkurang bila permintaan kurang dari suplai yang tersedia.
Nopirin (1992), juga menyebutkan ada beberapa sistem nilai tukar/kurs valuta asing,
yaitu : a). Nilai tukar tetap (fixed exchange rate system).
b). Nilai tukar mengambang ( floating exchange rate system ).
Untuk sistem yang pertama, nilai tukar dipatok menurut mata uang dalam jangka
waktu yang relatif lama. bank sentral berperan aktif melakukan intervensi dalam pasar
valuta asing untuk mempertahankan pergerakan nilai tukar suatu mata uang agar berada
pada suatu acuan nilai tukar tertentu. Sebaliknya, pada sistem yang kedua, kurs nilai
tukar valuta asing dari suatu negara sepenuhnya ditentukan oleh pasar (penawaran dan
permintaan), tanpa intervensi oleh bank sentral. Mankiw, (2003) membedakan kurs
menjadi dua, bagian yaitu kurs nominal dan kurs rill dimana kurs nominal adalah harga
relatif dari mata uang dua negara. Sedangkan kurs riil adalah harga relatif dari barangbarang di antara dua negara. Kurs riil bermakna pula tingkat dimana barang-barang dari
suatu negara dapat diperdagangkan (ditukar) dengan barang-barang dari negara lain,
atau sering disebut terms of trade. Menurut Sawaldjo (2004) Semenjak periode 1970
hingga penulisan, sistem nilai tukar berlaku di Indonesia telah mengalami perubahan
sebanyak tiga kali, yaitu sistem nilai tukar tetap, sistem nilai tukar mengambang bebas,
dan terakhir sistem nilai tukar mengambang terkendali. Definisi masing-masing dari
sistem kurs tersebut adalah;
1. Sistem nilai tukar tetap ( fixed exchange rate ) dimana lembaga otoritas moneter
menetapkan tingkat nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang negara lain
pada tingkat tertentu, tanpa memperhatikan penawaran ataupun permintaan terhadap

82

valuta asing yang terjadi. Bila terjadi kekurangan atau kelebihan penawaran atau
permintaan lebih tinggi dari yang ditetapkan pemerintah, maka dalam hal ini akan
mengambil tindakan untuk membawa tingkat nilai tukar kearah yang ditetapkan.
2. Sistem kurs mengambang bebas (freely floating exchange rate system), yaitu sistem
penentuan kurs valuta asing dipasar valas, terjadi tanpa campur tangan pemerintah.
3. Sistem kurs mengambang terkendali (managed floating exchange rate system), yaitu
penentuan kurs dipasar valas terjadi dengan adanya campur tangan pemerintah yang
mempengaruhi permintaan dan penawaran valas melalui berbagai kebijakan fiskal,
moneter, dan perdagangan luar negeri.
Selanjutnya Sarwedi (2001), menyatakan bahwa hubungan diantara nilai tukar
uang misalkan US$ terhadap Rupiah kepada volume ekspor didalam jangka pendek
bersifat positif namun didalam jangka panjang kurs bersifat negatif. Perubahan yang
terjadi didalam jangka pendek pada nilai tukar berdampak kepada daya saing dari harga
produk ekspor. Apabila kurs diantara Rupiah kepada US$ cenderung melemah dengan
asumsi tingkat efisiensi tetap maka secara relatif harga produk ekspor akan keluar
dalam jumlah lebih banyak. Hal ini cenderung memberikan peluang lebih kepada
eksportir untuk menerima Rupiah dalam jumlah lebih besar namun harus diingat
keadaan itu tidak akan berlangsung lama. Suatu hal yang penting bahwa mekanisme ini
akan memberi dampak positif kepada eksportir akhirnya kepada produsen yang
kemudian diharapkan dapat meningkatkan kinerjanya secara keseluruhan.
Sarwedi (2001), menyatakan dampak positif tersebut hanya berimbas didalam
jangka pendek sebab pasar akan terus berubah menuju suatu keseimbangan baru
dimana input domestik baik bahan baku maupun tenaga kerja akan segera
menyesuaikan diri atas perubahan harga yang telah terjadi didalam nilai kurs sehingga
83

didalam jangka panjang kurs akan memberi dampak negatif kepada kegiatan volume
ekspor. Beberapa faktor sifatnya dapat mempengaruhi perubahan valuta asing adalah;
1. Supply Foreign Currency Valas atau forex

2. Posisi Balance of Payment (BOP)

3. Tingkat suku bunga.

4. Ekspektasi dan Spekulasi.

Pada Gambar 2.4 misalnya pada posisi awal permintaan valuta asing (US$)
diwakili oleh kurva DVA1 dan penawaran valuta asing (US$) diwakili oleh kurva
SVA1, sehingga kurs adalah Rp 3000/U$ pada titik E1. Kemudian permintaan valas
mengalami peningkatan menjadi DVA2, sedangkan penawarannya tetap pada SVA1,
sehingga dolar mengalami apresiasi nilai terhadap rupiah menjadi Rp 6000/US$ atau
rupiah mengalami depresiasi nilainya terhadap dollar, pada titik E2. Dalam sistem
mengambang terkendali, penentuan nilai tukar pada bursa valas dapat dipengaruhi oleh
pemerintah. Jika pemerintah ingin mempertahankan nilai kurs ditingkat Rp 3000/US$,
maka untuk mengembalikan nilai kurs ditingkat tersebut, pemerintah dapat secara
langsung atau tidak langsung mempengaruhi kurs tersebut melalui kebijakan moneter
dan fiskal, untuk kasus seperti dalam Gambar 2.4 tersebut,

Rp/$
SVA1
SVA2

E2

Rp 6000/$
Rp 3000/$

E1

E3

DVA2
DVA1

0

100

150

300

$

Gambar 2.4 Penentuan Nilai Tukar Pada Sistem Nilai Tukar
Mengambang Terkendali
Sumber
Manurung Jonni, 2009.
84

Maka untuk mengembalikan kurs pada tingkat Rp 3000/US$, pemerintah dapat
melakukan kebijakan menambah penawaran valas, dengan cara menjual cadangan
valasnya ke bursa valas. Sehingga jumlah valas yang tersedia di bursa valas akan
bertambah, yang diperlihatkan oleh pergeseran kurva SVA1 menjadi SVA2, dan
keseimbangan sekarang berada pada titik E3, kurs kembali pada tingkat Rp 3000/US$
dengan jumlah US$ yang lebih besar. Indonesia mulai menerapkan sistem nilai tukar
mengambang bebas pada periode 1997 hingga sekarang. Sejak pertengahan Juli 1997,
Rupiah mengalami tekanan yang mengakibatkan semakin melemahnya nilai Rupiah
terhadap USS. Tekanan tersebut diakibatkan oleh adanya currency turn oil yang
melanda Thailand dan menyebar ke negara-negara ASEAN lainnya termasuk
Indonesia. Untuk mengatasi tekanan tersebut, Bank Indonesia melakukan intervensi
baik melalui spot exchange rate (kurs langsung) maupun forward exchange rate (kurs
berjangka) dan untuk sementara dapat menstabilkan nilai tukar Rupiah. Namun untuk
selanjutnya tekanan terhadap depresiasi Rupiah akan semakin meningkat.
2.1.10

Teori inflasi.
Salvatore (1992) menjelaskan pendapat J.M Keynes mengenai keadaan demand

pull inflation merupakan tekanan inflasi akibat adanya excess demand terhadap barang
dan jasa. Oleh karena adanya kenaikan pemintaan masyarakat, yang tercermin dari
bergesernya kurva permintaan (Demand Curve) dari D1 ke D2 mengakibatkan harga
naik dari P1 ke P2. Harga disini maksudnya adalah harga-harga barang dan jasa umum
atau yang disebut sebagai inflasi. Bertambahnya permintaan dapat disebabkan oleh
naiknya permintaan barang, pengeluaran pemerintah, dan permintaan barang suatu oleh
penduduk luar negeri. Menurut kaum monetaris, demand pull inflation dijelaskan
melalui Quantity Theory of Money. Jika supply uang melebihi jumlah permintaannya,
85

maka individu ekonomi akan menggunakan kelebihan uangnya itu untuk meningkatkan
konsumsi dibanding kepada tabungan dalam kaitan pertumbuhan ekonomi maka akan
terjadi inflasi. Perbedaan dari demand pull inflation dengan cost push inflation adalah :
a. Pada demand pull inflation terjadi kenaikkan output sedangkan pada cost push
inflation yang terjadi penurunan output.
b. Pada demand pull inflation, kenaikkan harga barang mendahului kenaikkan harga
bahan-bahan input (material) sedang pada cost push inflation, kenaikan harga
barang input yang justru mendahului kenaikan harga barang output.
Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif tergantung parah atau tidaknya
inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti
dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional
dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi.
Penggolongan inflasi lainnya adalah sumbernya inflasi yang berasal dari dalam
negeri disebut (domestic inflation) adalah jenis inflasi yang berasal dari dalam negeri
itu sendiri seperti defisit keuangan negara yang dibiayai dengan penambahan uang
baru, atau juga akibat pengenaan dan peningkatan pajak dikutip oleh pemerintah.
Sedangkan inflasi yang berasal dari luar negeri (imported inflation) adalah inflasi yang
terjadi akibat pengaruh kenaikan harga barang-barang dari luar negeri. atau akibat
perubahan nilai tukar mata uang ( kurs ) yang mengakibatkan harga barang-barang dari
luar negeri menjadi mahal, dan sebab lainnya dari perdagangan internasional. Kenaikan
harga barang didalam negeri oleh sebab peningkatan dagang dari luar negeri juga bisa
terjadi, misalnya akibat naiknya nilai dan jumlah ekspor, yakni akibat naiknya
permintaan dari luar negeri. Maka dengan naiknya nilai dan jumlah ekspor telah
mengakibatkan harga dan jumlah barang di dalam negeri menjadi mahal dan berkurang.
86

Inflasi berikutnya adalah cost-push theory Inflation yakni diasumsikan bahwa
produk dan jasa pada dasarnya ditentukan oleh biaya produksi sehingga spiral harga upah
bertanggung jawab atas terjadinya peningkatan harga yakni berawal dari adanya
permintaan upah lebih tinggi yang kemudian menyebabkan biaya produksi lebih tinggi
dan akhirnya mendorong lagi tuntutan kenaikan upah, semua berdampak pada naiknya
tingkat harga umum yang diakibatkan oleh biaya input yang meningkat. Secara umum,
ada tiga faktor yang berkontribusi terhadap cost push inflate yakni kenaikan upah,
peningkatan pajak perusahaan, dan inflasi impor (saat impor barang mentah atau
setengah jadi menjadi lebih mahal, sering sebagai akibat dari depresiasi mata uang).
Teori inflasi struktural versi dari teori ini berfokus di negara sedang berkembang.
dimana, inflasi disebabkan oleh kesenjangan antara impor dan ekspor. Perubahan harga
impor terjadi lebih cepat dibandingkan dengan kemampuan warga negara untuk membayarnya .
Selain itu, barang-barang import mengalahkan barang lokal. Hal ini menyebabkan
peningkatan tekanan pada mata uang lokal dan tekanan terhadap harga, yang berujung inflasi.
Teori inflasi struktural adalah teori inflasi yang didasarkan atas pengalaman di
negara-negara Amerika Latin. Teori ini menekankan pada ketegaran (infleksibilitas)
dari struktur perekonomian negara-negara sedang berkembang. Karena inflasi dikaitkan
dengan faktor-faktor struktural dari perekonomian yang, menurut definisi faktor ini
hanya bisa berubah secara gradual dan dalam jangka panjang) , maka teori ini disebut
teori inflasi jangka panjang.

yang dimaksud dengan faktor-faktor struktural di sini

adalah faktor yang hanya bisa berubah secara gradual dan dalam jangka yang panjang.
Teori ini memberi tekanan pada ketegaran dari struktur perekonomian negara-negara
sedang berkembang.

Ada

dua ketegaran

yang

menyebabkan

inflasi,

yaitu

ketegaran berupa ketidak elastisan dari penerimaan ekspor dan ketegaran berupa
87

ketidak elastisan dari penawaran bahan makanan dalam negeri. Kedua proses di atas
pada umumnya berkaitan dan memperkuat satu sama lain dalam menyebabkan inflasi.
Ketegaran merupakan “ketidakelastisan” dari penerimaan ekspor dimana nilai
dari ekspor tumbuh secara lamban dibanding dengan pertumbuhan sektor-sektor lain.
Dasar penukaran yang makin memburuk dan supply barang ekspor yang tidak elastis
akan menyebabkan terjadinya kelambanan pertumbuhan penerimaan ekspor berarti
kelambanan kemampuan untuk mengimpor barang-barang yang dibutuhkan. Sedangkan
bagi suatu negara untuk mencapai target pertumbuhannya mengambil kebijaksanaan
pembangunan “import substitution strategy”. Inflasi terjadi jika proses substitusi impor
ini makin meluas, sehingga menaikkan biaya produksi berbagai barang, sehingga
makin banyak harga-harga yang naik. Dampak negatif yang muncul akibat terjadinya
inflasi bagi suatu negara berkembang adalah, memburuknya distribusi pendapatan,
bertambahnya jumlah masyarakat miskin dan lainnya.
2.1.11 Konsep Pajak Internasional.
Suranovich (2000), menyatakan, jikalau ada dua negara yang melakukan
perdagangan dimana satu negara meng-impor dan satu negara lagi meng-ekspor suatu
komoditi, maka kurva permintaan dan penawaran mereka seperti gambar 2.5, berikut ,

P

Negara import

P

Negara eksport

S
S
PtIm
Pst
A
E
PtEx

B
F

C
G

PtIm
Pst

D
H

a
e

b
f

c
g

d
h

PtEx
D
D

0

StIm

DtIm

Q0

DtEx

StEx

Q
88

Gambar 2.5
Sumber ;

Kurva Permintaan Dan Penawaran atas Pajak Ekspor.
Suranovich (2000).

Kuantitas impor dan ekspor ditunjukan oleh dua garis tebal horizontal Pst.
Ketika negara peng-ekspor mengimplementasikan pajak atas ekspor barang mereka
maka akan menyebabkan berkurangnya harga barang didalam negeri sekaligus akan
menambah harga barang tersebut diluar negeri sedangkan pengaruhnya bagi harga
barang tersebut dipasar dunia adalah sebanding atas seberapa besar jumlah barang
tersebut dalam total produksi dunia. Seandainya setelah dikenakan pajak harga barang
dinegara pengimpor bertambah sebesar PtIm maka harga barang dinegara pengimpor
turun sebesar PtEx. Namun jikalau ditetapkan kekhususan atas pajak ekspor maka nilai
pajak menjadi T = PtIm – PtEx adalah sama besar sebagaimana ditunjukan kedua garis
tebal vertikal. Tetapi jikalau dikenakan pajak berdasarkan Ad-vallorem maka nilai pajak
menjadi persamaan T=(Pt Im / Pt Ex) - 1.
Suranovich (2000) memberikan gambaran atas dampak ditimbulkan dari
penetapan pajak ekspor adalah sebagaimana tersaji dalam Tabel 2.1, sebagai berikut,
Tabel 2.1,

Dampak atas Penetapan Pajak Ekspor.

Dampak Pe