Pengaruh Perbandingan Bubur Mentimun dengan Bubur Brokoli dan Persentase Gum Arab Terhadap Mutu Vegetable Leather
TINJAUAN PUSTAKA
Mentimun
Mentimun (Cucumis sativus L.) merupakan salah satu jenis sayuran yang
sudah populer di seluruh dunia. Buah mentimun muda dapat diolah menjadi acar,
sebagai pencampuran lotek atau gado-gado, asinan, dan lain-lain. Kegunaan
mengkonsumsi buah mentimun selain menambah cita rasa makanan juga
mengandung gizi cukup tinggi untuk kesehatan tubuh (Rukmana, 1994).
Pada umumnya mentimun disajikan dalam bentuk olahan segar. Seperti acar,
asinan, kimchi, salad, dan lalap. Mentimun dapat pula dikonsumsi sebagai
minuman segar berupa jus. Jus mentimun yang diminum secara rutin setiap 2 hari
sekali berkhasiat untuk menghaluskan kulit, menjaga kerusakan kulit dari
sengatan sinar matahari dan dapat menurunkan panas dalam bahkan mentimun
yang dikukus dan disimpan sehari semalam lalu dimakan langsung akan
berkhasiat mengurangi sakit tenggorokan dan batuk-batuk (Sumpena, 2001).
Mentimun diduga memiliki khasiat untuk beberapa penyakit, seperti
hipertensi, sariawan, batu ginjal, dan penyejuk kulit. Sari mentimun banyak
dijumpai di pasaran dalam bentuk pembersih dan penyegar kulit, berguna juga
sebagai rejuvenator sehingga kita tampak lebih segar dan lebih muda
(Soedibyo, 1998).
Mentimun merupakan buah yang rendah kalori, kaya akan air, dan
merupakan sumber vitamin C dengan kandungan yang cukup tinggi, juga
mengandung flavonoid. Diketahui bahwa vitamin C dan flavonoid mempunyai
efek antioksidan dengan memutus reaksi radikal bebas yang sangat reaktif yang
Universitas Sumatera Utara
7
cenderung membentuk radikal baru (Noguci dan Niki, 1999). Adapun komposisi
gizi buah mentimun tiap 100 gram bahan segar menurut Rukmana (1994) adalah
seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan gizi buah mentimun tiap 100 gram bahan segar
Komposisi gizi
Kandungan gizi
Energi
12,00 kkal. *)
12,00 kkal. **)
Protein
0,60 g
0,70 g
Lemak
0,20 g
0,10 g
Karbohidrat
2,40 g
2,70 g
Serat
0,50 g
Abu
0,40 g
Kalsium
19,00 g
10,00 mg
Fosfor
12,00 g
21,00 mg
Kalium
122,00 mg
Zat besi
0,40 mg
0,30 mg
Natrium
5,00 mg
Vitamin B1
0,02 mg
0,03 mg
Vitamin B2
0,02 mg
Niacin
0,10 mg
Vitamin C
10,00 mg
8,00 mg
Air
96,10 g
Sumber : *) Direktorat Gizi Depkes R.I. (1981),
**) Knott dan Jose (1964).
Brokoli
Brokoli (Brassica oleraceae L. var. italic) merupakan salah satu komoditi
hortikultura yang mudah rusak (perishable) karena memiliki kandungan air yang
tinggi (90%) (Rokhani, 1995). Kondisi paparan suhu 25oC dan RH 96%
menyebabkan kehilangan berat (weight loss) brokoli setelah dipanen semakin
meningkat sampai mencapai 7% selama penyimpanan sekitar 3 hari; sementara
kandungan klorofilnya menurun sampai 30% (Finger, dkk., 1999). Kerusakan
lainnya yang berhubungan dengan brokoli setelah panen adalah perubahan
kandungan pati, gula non reduksi, total gula terlarut dan kandungan gula reduksi
(Finger, dkk., 1999).
Universitas Sumatera Utara
8
Brokoli mempunyai daya tahan sangat rendah setelah panen, kuncup
bunganya akan cepat membuka dan berkembang. Warna bunga juga akan cepat
berubah dari hijau ke kuning. Laju respirasi yang cepat menjadi ciri sayuran ini
karena bagian bunga adalah organ yang disusun oleh jaringan muda dan sangat
aktif dalam proses biologis (Sabari, dkk., 1994). Brokoli merupakan jenis sayuran
yang memiliki tingkat laju respirasi yang sangat tinggi. Komoditas dengan laju
respirasi tinggi akan memiliki umur simpan lebih pendek dibanding yang
memiliki laju respirasi rendah (Saltveit, 1996).
Brokoli kaya akan provitamin A dan antioksidan yang tinggi yang dapat
mencegah dan menghambat perkembangan sel kanker. Sayuran ini juga memiliki
kandungan gizi lainnya antara lain vitamin C, D, E, serat alami (Hernani dan
Rahardjo, 2005). Selain vitamin, brokoli juga mengandung mineral yang disebut
kromium yang berfungsi sebagai hormon insulin. Ini merupakan salah satu cara
mengatur kadar gula darah dan brokoli juga mengandung sumber zat besi yang
baik, sehingga dapat digunakan sebagai obat yang efektif untuk anemia
(Sudarminto, 2015). Namun, pemanfaatan sayuran ini masih terbatas dan kurang
diminati
jika
dikonsumsi
langsung.
Oleh
sebab
itu,
perlu
dilakukan
pengembangan produk dalam pengolahan brokoli sehingga masyarakat dapat
memanfaatkan nilai gizi yang terdapat pada brokoli (Sitorus, dkk., 2010).
Sebagai sayuran antikanker, terbukti bahwa orang yang mengkonsumsi
brokoli rendah kemungkinan terkena kanker esofagus, perut, usus besar, paruparu, laring, prostat, mulut dan faring. Rating tertinggi adalah antikanker kolon,
oleh karena itu wanita dianjurkan banyak mengkonsumsi brokoli, selain itu juga
mengurangi resiko kanker rahim (Apriadji, 2001).
Universitas Sumatera Utara
9
Brokoli baik dikonsumsi mentah maupun setelah dimasak terlebih dahulu. Cara
memasak brokoli agar nutrisinya tidak banyak berubah adalah dengan cara
dikukus selama 3-4 menit kira-kira 1 inci di atas air mendidih. Memasak brokoli
terlalu matang akan membuat brokoli menjadi berwarna hijau kehitam-hitaman
dan menghilangkan kadar nutrisinya, terutama vitamin C (Inayah, 2007). Adapun
kandungan gizi brokoli tiap 100 gram bahan menurut Lingga (2010) adalah seperti
pada Tabel 2.
Tabel 2. Kandungan gizi brokoli per 100 gram bahan
Nutrisi
Kandungan
Nutrisi
Energi
34,00 kkal
Kalsium
Karbohidat
Tembaga
6,64 g
Protein
Besi
2,82 g
Lemak
Magnesium
0,37 g
Kolesterol
Mangan
0,00 mg
Serat pangan
Selenium
2,60 g
Folat
63,00 mcg
Zinc
Niasin
Natrium
0,64 mg
Asam pantotenat
Kalium
0,57 mg
Piridoksin
β-karoten
0,18 mg
Riboflavin
β-crypto-xanthan
0,12 mg
Tiamin
Lutein-zeaxanthan
0,07 mg
Provitamin A
623,00 IU
Air*
Vitamin C
89,20 mg
Vitamin K
0,17 mg
Vitamin E
101,60 mcg
Kandungan
47,00 mg
0,05 mg
0,73 mg
21,00 mg
0,21 mg
2,50 mcg
0,41 mg
33,00 mg
316,00 mcg
361,00 mcg
1,00 mcg
1403,00 mcg
90,69 g
Sumber: USDA, 2008
*Lingga, 2010
Vegetable Leather
Vegetable leather adalah produk berbasis sayuran yang dikeringkan,
dimakan sebagai snack dengan bentuk strip atau lembaran yang fleksibel dan
teksturnya plastis. Tingkat konsumsi sayuran penduduk Indonesia termasuk yang
paling rendah di dunia. Data Riskesdas (Riset kesehatan dasar) menunjukkan
bahwa konsumsi sayuran penduduk Indonesia baru memenuhi 95 kkal/kapita/hari,
atau hanya 79% dari anjuran kebutuhan minimum 120 kkal/kapita/hari. Produk
Universitas Sumatera Utara
10
vegetable leather merupakan cara praktis untuk meningkatkan konsumsi sayur
dalam
bentuk
padat,
baik
anak-anak
maupun
dewasa
(Handayani dan Ayustaningwarno, 2014).
Selain manisan basah dan kering, vegetable leather juga termasuk produk
makanan yang tidak mengandung zat pewarna. Hal ini cocok untuk dijadikan
cemilan dan mempunyai aneka ragam bentuk dan warna. Vegetable leather ini
merupakan produk manisan kering dari sayur-sayuran yang diawetkan dengan
gula pada konsentrasi tertentu. Selain itu, biaya penanganan, pengangkutan, dan
penyimpanan relatif rendah karena lebih ringan (Elizabeth, dkk., 2006).
Produk vegetable leather dapat dibuat dari satu jenis buah atau sayuran
yang dicampur dengan beberapa jenis buah-buahan atau sayur-sayuran. Kadar air
vegetable leather berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) dari manisan
kering buah-buahan yaitu maksimal 25%, nilai aw kurang dari 0,7, tekstur plastis,
kenampakan seperti kulit, terlihat mengkilap, dapat dikonsumsi secara langsung
serta mempunyai warna, aroma dan cita rasa yang khas dari jenis buah yang
digunakan sebagai bahan baku (Nurlaely, 2002).
Pada pembuatan vegetable leather dilakukan penambahan gula dan
pengeringan sampai kadar air mencapai 10% - 15%. Gula mempunyai daya larut
yang tinggi, menurunkan keseimbangan kelembapan relatif dan mengikat air.
Adanya sifat-sifat tersebut maka gula dapat dipakai dalam pengawetan bahan
pangan (Buckle, dkk., 2009).
Vegetable leather belum memiliki standar mutu secara nasional sehingga
dapat mengacu pada standar mutu manisan kering buah-buahan. Adapun syarat
Universitas Sumatera Utara
11
mutu manisan kering menurut BSN - SNI No.1718, 1996 yang ditunjukkan pada
Tabel 3.
Tabel 3. Syarat mutu manisan kering buah-buahan
No. Uraian
1.
Keadaan (Kenampakan, bau, rasa dan jamur)
2.
Kadar air
3.
Jumlah gula (dihitung sebagai sukrosa)
4.
Pemanis buatan
5.
Zat warna
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
Benda asing (daun, tangkai, pasir dan lain-lain)
Bahan pengawet (dihitung sebagai SO2)
Cemaran logam :
- Tembaga (Cu)
- Timbal (Pb)
- Seng (Zn)
- Timah (Sn)
Arsen
Pemeriksaan mikrobiologi
- Golongan bentuk coli
- Bakteri Eschericchia coli
Persyaratan
Normal, tidak berjamur
Maks.25% (b/b)
Min. 40%
Tidak ada
Yang diizinkan untuk
makanan
Tidak ada
Maks. 50 mg/kg
Maks. 50 mg/kg
Maks. 2,5 mg/kg
Maks. 40 mg/kg
Maks. 150 mg/kg (*)
Maks 1,0 mg/kg
Tidak ada
Tidak ada
Keterangan: (*) Produk yang dikalengkan.
Sumber: BSN - SNI No.1718, 1996.
Kriteria yang diharapkan dari vegetable leather yaitu memiliki warna yang
menarik, juga memiliki plastisitas yang baik sehingga dapat digulung (tidak
mudah patah). Untuk menghasilkan vegetable leather dengan kriteria tersebut
maka ditambahkan gum arab yang diharapkan dapat memperbaiki plastisitas dari
vegetable leather tersebut. Selain itu dilakukan penambahan gula sebagai aplikasi
pengawetan produk (Historiasih, 2010).
Vegetable leather dapat diolah dan dibentuk dari daging atau bunga sayur
berbagai jenis sayuran segar yang telah dihancurkan dan dikeringkan.
Pengeringan bisa dilakukan dengan penjemuran atau bisa juga menggunakan
pemanasan melalui lampu yang memiliki suhu panas 50-60 ̊C. Vegetable leather
Universitas Sumatera Utara
12
memiliki daya simpan sampai 12 bulan, jika disimpan dalam keadaan baik
(Sangihe, 2010).
Gum arab
Gum arab adalah ekstrudat kering dari pohon acacia. Senyawa ini
merupakan garam netral atau sedikit asam polisakarida kompleks yang
mengandung anion kalsium, magnesium, dan kalium. Molekul berbentuk
gulungan dengan banyak rantai samping dan berbobot molekul sekitar 300.000.
Molekul terdiri atas empat gula, L-arabinosa, L-ramnosa, D-galaktosa, dan asam
D-glukoronat. Gum arab merupakan salah satu dari beberapa gum yang
memerlukan konsentrasi tinggi untuk meningkatkan kekentalan dan dipakai
sebagai penghambat pengkristalan dan pengemulsi. Gum arab membentuk
koaservat dengan gelatin dan banyak protein lain (deMan, 1989).
Gum arab merupakan suatu zat yang dapat berfungsi menstabilkan,
mengentalkan atau merekatkan suatu makanan yang dicampur dengan air,
sehingga dapat membentuk cairan dengan kekentalan yang stabil dan homogen
pada waktu yang relatif lama. Adapun pencegahan penggumpalan awal tersebut
dapat dilakukan dengan penambahan bahan penstabil yaitu gum arab 5-10 g/liter
atau setara 1% dari berat bahan. Di samping fungsi gum arab untuk memperbaiki
viskositas, tekstur dan bentuk makanan. Gum arab juga mempertahankan aroma
dari bahan yang akan dikeringkan karena gum arab dapat melapisi senyawa
aroma, sehingga terlindungi dari pengaruh oksidasi, evaporasi, dan absorbsi air
dari
udara
terbuka
terutama
untuk
produk-produk
yang
higroskopis
(Gaonkar, 1995). Adapun struktur kimia dari gum arab dapat dilihat pada Gambar
1.
Universitas Sumatera Utara
13
Gambar 1. Struktur kimia gum arab (Williams dan Phillips, 2004).
Gum arab dapat digunakan untuk bahan pengental, pembentuk lapisan
tipis, pemantap emulsi dan pengikatan air serta flavour. Gum arab dapat
meningkatkan stabilitas dengan peningkatan viskositas. Jenis pengental ini juga
tahan panas pada proses yang menggunakan panas. Namun suhu dan waktu
pemanasannya perlu dikontrol, mengingat gum arab dapat terdegradasi secara
perlahan-lahan dan kekurangan efisiensi emulsifikasi dan viskositas. Begitu juga
dengan viskositasnya akan meningkat sebanding dengan peningkatan konsentrasi.
Gum arab mempunyai gugus Arabino Galactan Protein (AGP) dan glikoprotein
(GP) yang berperan sebagai pengemulsi dan pengental (Alinkolis, 1989). Adapun
kandungan zat gizi gum arab tiap 100 g bahan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Kandungan zat gizi gum arab dalam 100 g bahan
No.
Kandungan gizi
Jumlah
1. Kadar air
10,8 g
2. Kadar abu
3,4 g
3. Kadar protein
1,7 g
4. Total karbohidrat
86,6 mg
5. Serat makanan larut
86,6 mg
6. Natrium
14 mg
7. Kalium
310 mg
8. Kalsium
1,117 mg
9. Magnesium
292 mg
10. Besi
2 mg
Sumber : Rabah dan Abdalla (2012)
Universitas Sumatera Utara
14
Asam sitrat
Asam sitrat sering disebut garam asam. Senyawa ini berbentuk kristal
putih seperti gula pasir. Fungsi utama asam sitrat adalah sebagai bahan pengasam.
Namun, sebenarnya bahan ini memiliki fungsi yang baik untuk kesehatan yaitu
sebagai antioksidan yang fungsinya mencegah terjadinya reaksi browning
(pencoklatan) produk akibat efek samping dari pemanasan (Suprapti, 2005).
Asam sitrat merupakan asam organik lemah yang ditemukan pada daun
dan buah tumbuhan genus Citrus (jeruk-jerukan). Senyawa ini merupakan bahan
pengawet yang baik dan alami, selain itu asam sitrat juga digunakan sebagai
penambah rasa masam pada makanan dan minuman ringan. Dalam biokimia,
asam sitrat dikenal sebagai senyawa antara dalam siklus asam sitrat yang terjadi di
dalam mitokondria, yang penting dalam metabolisme makhluk hidup. Zat ini juga
dapat digunakan sebagai zat pembersih yang ramah lingkungan dan sebagai
antioksidan. Asam sitrat terdapat pada berbagai jenis buah dan sayuran, namun
ditemukan pada konsentrasi tinggi, yang dapat mencapai 8% bobot kering, pada
jeruk lemon dan limau (misalnya jeruk nipis dan jeruk purut). Rumus kimia asam
sitrat adalah C6H8O7 (Wikipedia, 2016).
Keasaman dalam minuman ringan atau sari buah selain akan
meningkatkan cita rasa juga bertindak sebagai pengawet karena penambahan
asam akan menurunkan pH sehingga pertumbuhan mikroba pembusuk dapat
terhambat. Asam sitrat adalah asam yang dikenal sebagai rasa asam alamiah yang
terdapat dalam buah-buahan bersama-sama dengan vitamin C (Kusumawati,
2008).
Universitas Sumatera Utara
15
Asam sitrat termasuk dalam golongan flavor-enhancer atau bahan pemacu
rasa. Bahan pemacu rasa ini merupakan bahan tambahan yang dapat diberikan
pada suatu produk pangan untuk memberikan nilai lebih pada rasa, sesuai dengan
karakteristik produk pangan yang dihasilkan. Asam sitrat sebagai pemacu rasa,
banyak digunakan dalam industri, termasuk industri makanan karena memiliki
tingkat kelarutan yang tinggi, memberikan rasa asam yang enak dan tidak bersifat
racun (Fachruddin, 2003).
Penambahan konsentrasi asam sitrat sebesar 0,2%, dapat menimbulkan
rasa yang berbeda pada produk vegetable leather. Winarno (2007) menyatakan
bahwa asam sitrat termasuk ke dalam kelompok asidulan yang dapat digunakan
sebagai penguat rasa, warna dan dapat menyelubungi after taste yang tidak
disukai.
Asam sitrat berfungsi sebagai pemberi rasa asam dan mencegah kristalisasi
gula. Selain itu, asam sitrat juga berfungsi sebagai katalisator hidrolisa sukrosa ke
bentuk gula invert selama penyimpanan serta sebagai penjernih gel yang
dihasilkan. Pembentukan tekstur vegetable leather tergantung dari derajat
keasaman campuran bahan yaitu pada nilai pH tertentu yang diperlukan. Nilai pH
dapat diturunkan dengan penambahan sejumlah kecil asam sitrat. Penambahan
asam sitrat pada produk vegetable leather jumlahnya dapat beragam tergantung
bahan
baku
buah
yang
digunakan
yang
berkisar
0,2-0,3%
(Kwartiningsih dan Mulyati, 2005).
Gula
Sukrosa atau sakarosa disebut juga gula tebu atau gula bit. Secara
komersial gula pasir mengandung 99% sukrosa yang dibuat melalui proses
Universitas Sumatera Utara
16
penyulingan dan kristalisasi. Apabila dihidrolisis atau dicerna, maka sukrosa akan
pecah menjadi satu unit glukosa dan satu unit fruktosa (Almatsier, 2004).
Gula disamping berfungsi sebagai pemberi tekstur juga berfungsi untuk
mengawetkan, pemberi penampakan, dan flavour yang ideal (Muchtadi, 1989).
Penambahan gula juga memberi berpengaruh pada kekentalan gel yang terbentuk.
Hal ini disebabkan gula akan memerangkap air. Jika air dalam bahan pangan
terperangkap maka air yang tersedia untuk pertumbuhan mikroba atau aw menjadi
rendah, hal ini yang menjadikan produk awet (Shin, dkk., 2002). Adapun
komposisi kimia gula putih dalam 100 g bahan menurut Gayo (1987) adalah
seperti pada Tabel 5.
Tabel 5. Komposisi kimia gula putih dalam 100 g bahan
Komponen
Jumlah
Kalori
364
Karbohidrat (g)
94
Kalsium (mg)
5
Posfor (mg)
1
Besi (mg)
0,1
Sumber : Gayo, (1987).
Gula di dalam vegetable leather ditujukan untuk mengikat air sehingga
akan mempengaruhi tekstur atau kekerasan dari produk vegetable leather yang
dihasilkan. Produk vegetable leather dengan penambahan konsentrasi gula yang
dapat diterima dengan hasil terbaik adalah penggunaan gula 20% (Asben, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Mentimun
Mentimun (Cucumis sativus L.) merupakan salah satu jenis sayuran yang
sudah populer di seluruh dunia. Buah mentimun muda dapat diolah menjadi acar,
sebagai pencampuran lotek atau gado-gado, asinan, dan lain-lain. Kegunaan
mengkonsumsi buah mentimun selain menambah cita rasa makanan juga
mengandung gizi cukup tinggi untuk kesehatan tubuh (Rukmana, 1994).
Pada umumnya mentimun disajikan dalam bentuk olahan segar. Seperti acar,
asinan, kimchi, salad, dan lalap. Mentimun dapat pula dikonsumsi sebagai
minuman segar berupa jus. Jus mentimun yang diminum secara rutin setiap 2 hari
sekali berkhasiat untuk menghaluskan kulit, menjaga kerusakan kulit dari
sengatan sinar matahari dan dapat menurunkan panas dalam bahkan mentimun
yang dikukus dan disimpan sehari semalam lalu dimakan langsung akan
berkhasiat mengurangi sakit tenggorokan dan batuk-batuk (Sumpena, 2001).
Mentimun diduga memiliki khasiat untuk beberapa penyakit, seperti
hipertensi, sariawan, batu ginjal, dan penyejuk kulit. Sari mentimun banyak
dijumpai di pasaran dalam bentuk pembersih dan penyegar kulit, berguna juga
sebagai rejuvenator sehingga kita tampak lebih segar dan lebih muda
(Soedibyo, 1998).
Mentimun merupakan buah yang rendah kalori, kaya akan air, dan
merupakan sumber vitamin C dengan kandungan yang cukup tinggi, juga
mengandung flavonoid. Diketahui bahwa vitamin C dan flavonoid mempunyai
efek antioksidan dengan memutus reaksi radikal bebas yang sangat reaktif yang
Universitas Sumatera Utara
7
cenderung membentuk radikal baru (Noguci dan Niki, 1999). Adapun komposisi
gizi buah mentimun tiap 100 gram bahan segar menurut Rukmana (1994) adalah
seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan gizi buah mentimun tiap 100 gram bahan segar
Komposisi gizi
Kandungan gizi
Energi
12,00 kkal. *)
12,00 kkal. **)
Protein
0,60 g
0,70 g
Lemak
0,20 g
0,10 g
Karbohidrat
2,40 g
2,70 g
Serat
0,50 g
Abu
0,40 g
Kalsium
19,00 g
10,00 mg
Fosfor
12,00 g
21,00 mg
Kalium
122,00 mg
Zat besi
0,40 mg
0,30 mg
Natrium
5,00 mg
Vitamin B1
0,02 mg
0,03 mg
Vitamin B2
0,02 mg
Niacin
0,10 mg
Vitamin C
10,00 mg
8,00 mg
Air
96,10 g
Sumber : *) Direktorat Gizi Depkes R.I. (1981),
**) Knott dan Jose (1964).
Brokoli
Brokoli (Brassica oleraceae L. var. italic) merupakan salah satu komoditi
hortikultura yang mudah rusak (perishable) karena memiliki kandungan air yang
tinggi (90%) (Rokhani, 1995). Kondisi paparan suhu 25oC dan RH 96%
menyebabkan kehilangan berat (weight loss) brokoli setelah dipanen semakin
meningkat sampai mencapai 7% selama penyimpanan sekitar 3 hari; sementara
kandungan klorofilnya menurun sampai 30% (Finger, dkk., 1999). Kerusakan
lainnya yang berhubungan dengan brokoli setelah panen adalah perubahan
kandungan pati, gula non reduksi, total gula terlarut dan kandungan gula reduksi
(Finger, dkk., 1999).
Universitas Sumatera Utara
8
Brokoli mempunyai daya tahan sangat rendah setelah panen, kuncup
bunganya akan cepat membuka dan berkembang. Warna bunga juga akan cepat
berubah dari hijau ke kuning. Laju respirasi yang cepat menjadi ciri sayuran ini
karena bagian bunga adalah organ yang disusun oleh jaringan muda dan sangat
aktif dalam proses biologis (Sabari, dkk., 1994). Brokoli merupakan jenis sayuran
yang memiliki tingkat laju respirasi yang sangat tinggi. Komoditas dengan laju
respirasi tinggi akan memiliki umur simpan lebih pendek dibanding yang
memiliki laju respirasi rendah (Saltveit, 1996).
Brokoli kaya akan provitamin A dan antioksidan yang tinggi yang dapat
mencegah dan menghambat perkembangan sel kanker. Sayuran ini juga memiliki
kandungan gizi lainnya antara lain vitamin C, D, E, serat alami (Hernani dan
Rahardjo, 2005). Selain vitamin, brokoli juga mengandung mineral yang disebut
kromium yang berfungsi sebagai hormon insulin. Ini merupakan salah satu cara
mengatur kadar gula darah dan brokoli juga mengandung sumber zat besi yang
baik, sehingga dapat digunakan sebagai obat yang efektif untuk anemia
(Sudarminto, 2015). Namun, pemanfaatan sayuran ini masih terbatas dan kurang
diminati
jika
dikonsumsi
langsung.
Oleh
sebab
itu,
perlu
dilakukan
pengembangan produk dalam pengolahan brokoli sehingga masyarakat dapat
memanfaatkan nilai gizi yang terdapat pada brokoli (Sitorus, dkk., 2010).
Sebagai sayuran antikanker, terbukti bahwa orang yang mengkonsumsi
brokoli rendah kemungkinan terkena kanker esofagus, perut, usus besar, paruparu, laring, prostat, mulut dan faring. Rating tertinggi adalah antikanker kolon,
oleh karena itu wanita dianjurkan banyak mengkonsumsi brokoli, selain itu juga
mengurangi resiko kanker rahim (Apriadji, 2001).
Universitas Sumatera Utara
9
Brokoli baik dikonsumsi mentah maupun setelah dimasak terlebih dahulu. Cara
memasak brokoli agar nutrisinya tidak banyak berubah adalah dengan cara
dikukus selama 3-4 menit kira-kira 1 inci di atas air mendidih. Memasak brokoli
terlalu matang akan membuat brokoli menjadi berwarna hijau kehitam-hitaman
dan menghilangkan kadar nutrisinya, terutama vitamin C (Inayah, 2007). Adapun
kandungan gizi brokoli tiap 100 gram bahan menurut Lingga (2010) adalah seperti
pada Tabel 2.
Tabel 2. Kandungan gizi brokoli per 100 gram bahan
Nutrisi
Kandungan
Nutrisi
Energi
34,00 kkal
Kalsium
Karbohidat
Tembaga
6,64 g
Protein
Besi
2,82 g
Lemak
Magnesium
0,37 g
Kolesterol
Mangan
0,00 mg
Serat pangan
Selenium
2,60 g
Folat
63,00 mcg
Zinc
Niasin
Natrium
0,64 mg
Asam pantotenat
Kalium
0,57 mg
Piridoksin
β-karoten
0,18 mg
Riboflavin
β-crypto-xanthan
0,12 mg
Tiamin
Lutein-zeaxanthan
0,07 mg
Provitamin A
623,00 IU
Air*
Vitamin C
89,20 mg
Vitamin K
0,17 mg
Vitamin E
101,60 mcg
Kandungan
47,00 mg
0,05 mg
0,73 mg
21,00 mg
0,21 mg
2,50 mcg
0,41 mg
33,00 mg
316,00 mcg
361,00 mcg
1,00 mcg
1403,00 mcg
90,69 g
Sumber: USDA, 2008
*Lingga, 2010
Vegetable Leather
Vegetable leather adalah produk berbasis sayuran yang dikeringkan,
dimakan sebagai snack dengan bentuk strip atau lembaran yang fleksibel dan
teksturnya plastis. Tingkat konsumsi sayuran penduduk Indonesia termasuk yang
paling rendah di dunia. Data Riskesdas (Riset kesehatan dasar) menunjukkan
bahwa konsumsi sayuran penduduk Indonesia baru memenuhi 95 kkal/kapita/hari,
atau hanya 79% dari anjuran kebutuhan minimum 120 kkal/kapita/hari. Produk
Universitas Sumatera Utara
10
vegetable leather merupakan cara praktis untuk meningkatkan konsumsi sayur
dalam
bentuk
padat,
baik
anak-anak
maupun
dewasa
(Handayani dan Ayustaningwarno, 2014).
Selain manisan basah dan kering, vegetable leather juga termasuk produk
makanan yang tidak mengandung zat pewarna. Hal ini cocok untuk dijadikan
cemilan dan mempunyai aneka ragam bentuk dan warna. Vegetable leather ini
merupakan produk manisan kering dari sayur-sayuran yang diawetkan dengan
gula pada konsentrasi tertentu. Selain itu, biaya penanganan, pengangkutan, dan
penyimpanan relatif rendah karena lebih ringan (Elizabeth, dkk., 2006).
Produk vegetable leather dapat dibuat dari satu jenis buah atau sayuran
yang dicampur dengan beberapa jenis buah-buahan atau sayur-sayuran. Kadar air
vegetable leather berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) dari manisan
kering buah-buahan yaitu maksimal 25%, nilai aw kurang dari 0,7, tekstur plastis,
kenampakan seperti kulit, terlihat mengkilap, dapat dikonsumsi secara langsung
serta mempunyai warna, aroma dan cita rasa yang khas dari jenis buah yang
digunakan sebagai bahan baku (Nurlaely, 2002).
Pada pembuatan vegetable leather dilakukan penambahan gula dan
pengeringan sampai kadar air mencapai 10% - 15%. Gula mempunyai daya larut
yang tinggi, menurunkan keseimbangan kelembapan relatif dan mengikat air.
Adanya sifat-sifat tersebut maka gula dapat dipakai dalam pengawetan bahan
pangan (Buckle, dkk., 2009).
Vegetable leather belum memiliki standar mutu secara nasional sehingga
dapat mengacu pada standar mutu manisan kering buah-buahan. Adapun syarat
Universitas Sumatera Utara
11
mutu manisan kering menurut BSN - SNI No.1718, 1996 yang ditunjukkan pada
Tabel 3.
Tabel 3. Syarat mutu manisan kering buah-buahan
No. Uraian
1.
Keadaan (Kenampakan, bau, rasa dan jamur)
2.
Kadar air
3.
Jumlah gula (dihitung sebagai sukrosa)
4.
Pemanis buatan
5.
Zat warna
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
Benda asing (daun, tangkai, pasir dan lain-lain)
Bahan pengawet (dihitung sebagai SO2)
Cemaran logam :
- Tembaga (Cu)
- Timbal (Pb)
- Seng (Zn)
- Timah (Sn)
Arsen
Pemeriksaan mikrobiologi
- Golongan bentuk coli
- Bakteri Eschericchia coli
Persyaratan
Normal, tidak berjamur
Maks.25% (b/b)
Min. 40%
Tidak ada
Yang diizinkan untuk
makanan
Tidak ada
Maks. 50 mg/kg
Maks. 50 mg/kg
Maks. 2,5 mg/kg
Maks. 40 mg/kg
Maks. 150 mg/kg (*)
Maks 1,0 mg/kg
Tidak ada
Tidak ada
Keterangan: (*) Produk yang dikalengkan.
Sumber: BSN - SNI No.1718, 1996.
Kriteria yang diharapkan dari vegetable leather yaitu memiliki warna yang
menarik, juga memiliki plastisitas yang baik sehingga dapat digulung (tidak
mudah patah). Untuk menghasilkan vegetable leather dengan kriteria tersebut
maka ditambahkan gum arab yang diharapkan dapat memperbaiki plastisitas dari
vegetable leather tersebut. Selain itu dilakukan penambahan gula sebagai aplikasi
pengawetan produk (Historiasih, 2010).
Vegetable leather dapat diolah dan dibentuk dari daging atau bunga sayur
berbagai jenis sayuran segar yang telah dihancurkan dan dikeringkan.
Pengeringan bisa dilakukan dengan penjemuran atau bisa juga menggunakan
pemanasan melalui lampu yang memiliki suhu panas 50-60 ̊C. Vegetable leather
Universitas Sumatera Utara
12
memiliki daya simpan sampai 12 bulan, jika disimpan dalam keadaan baik
(Sangihe, 2010).
Gum arab
Gum arab adalah ekstrudat kering dari pohon acacia. Senyawa ini
merupakan garam netral atau sedikit asam polisakarida kompleks yang
mengandung anion kalsium, magnesium, dan kalium. Molekul berbentuk
gulungan dengan banyak rantai samping dan berbobot molekul sekitar 300.000.
Molekul terdiri atas empat gula, L-arabinosa, L-ramnosa, D-galaktosa, dan asam
D-glukoronat. Gum arab merupakan salah satu dari beberapa gum yang
memerlukan konsentrasi tinggi untuk meningkatkan kekentalan dan dipakai
sebagai penghambat pengkristalan dan pengemulsi. Gum arab membentuk
koaservat dengan gelatin dan banyak protein lain (deMan, 1989).
Gum arab merupakan suatu zat yang dapat berfungsi menstabilkan,
mengentalkan atau merekatkan suatu makanan yang dicampur dengan air,
sehingga dapat membentuk cairan dengan kekentalan yang stabil dan homogen
pada waktu yang relatif lama. Adapun pencegahan penggumpalan awal tersebut
dapat dilakukan dengan penambahan bahan penstabil yaitu gum arab 5-10 g/liter
atau setara 1% dari berat bahan. Di samping fungsi gum arab untuk memperbaiki
viskositas, tekstur dan bentuk makanan. Gum arab juga mempertahankan aroma
dari bahan yang akan dikeringkan karena gum arab dapat melapisi senyawa
aroma, sehingga terlindungi dari pengaruh oksidasi, evaporasi, dan absorbsi air
dari
udara
terbuka
terutama
untuk
produk-produk
yang
higroskopis
(Gaonkar, 1995). Adapun struktur kimia dari gum arab dapat dilihat pada Gambar
1.
Universitas Sumatera Utara
13
Gambar 1. Struktur kimia gum arab (Williams dan Phillips, 2004).
Gum arab dapat digunakan untuk bahan pengental, pembentuk lapisan
tipis, pemantap emulsi dan pengikatan air serta flavour. Gum arab dapat
meningkatkan stabilitas dengan peningkatan viskositas. Jenis pengental ini juga
tahan panas pada proses yang menggunakan panas. Namun suhu dan waktu
pemanasannya perlu dikontrol, mengingat gum arab dapat terdegradasi secara
perlahan-lahan dan kekurangan efisiensi emulsifikasi dan viskositas. Begitu juga
dengan viskositasnya akan meningkat sebanding dengan peningkatan konsentrasi.
Gum arab mempunyai gugus Arabino Galactan Protein (AGP) dan glikoprotein
(GP) yang berperan sebagai pengemulsi dan pengental (Alinkolis, 1989). Adapun
kandungan zat gizi gum arab tiap 100 g bahan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Kandungan zat gizi gum arab dalam 100 g bahan
No.
Kandungan gizi
Jumlah
1. Kadar air
10,8 g
2. Kadar abu
3,4 g
3. Kadar protein
1,7 g
4. Total karbohidrat
86,6 mg
5. Serat makanan larut
86,6 mg
6. Natrium
14 mg
7. Kalium
310 mg
8. Kalsium
1,117 mg
9. Magnesium
292 mg
10. Besi
2 mg
Sumber : Rabah dan Abdalla (2012)
Universitas Sumatera Utara
14
Asam sitrat
Asam sitrat sering disebut garam asam. Senyawa ini berbentuk kristal
putih seperti gula pasir. Fungsi utama asam sitrat adalah sebagai bahan pengasam.
Namun, sebenarnya bahan ini memiliki fungsi yang baik untuk kesehatan yaitu
sebagai antioksidan yang fungsinya mencegah terjadinya reaksi browning
(pencoklatan) produk akibat efek samping dari pemanasan (Suprapti, 2005).
Asam sitrat merupakan asam organik lemah yang ditemukan pada daun
dan buah tumbuhan genus Citrus (jeruk-jerukan). Senyawa ini merupakan bahan
pengawet yang baik dan alami, selain itu asam sitrat juga digunakan sebagai
penambah rasa masam pada makanan dan minuman ringan. Dalam biokimia,
asam sitrat dikenal sebagai senyawa antara dalam siklus asam sitrat yang terjadi di
dalam mitokondria, yang penting dalam metabolisme makhluk hidup. Zat ini juga
dapat digunakan sebagai zat pembersih yang ramah lingkungan dan sebagai
antioksidan. Asam sitrat terdapat pada berbagai jenis buah dan sayuran, namun
ditemukan pada konsentrasi tinggi, yang dapat mencapai 8% bobot kering, pada
jeruk lemon dan limau (misalnya jeruk nipis dan jeruk purut). Rumus kimia asam
sitrat adalah C6H8O7 (Wikipedia, 2016).
Keasaman dalam minuman ringan atau sari buah selain akan
meningkatkan cita rasa juga bertindak sebagai pengawet karena penambahan
asam akan menurunkan pH sehingga pertumbuhan mikroba pembusuk dapat
terhambat. Asam sitrat adalah asam yang dikenal sebagai rasa asam alamiah yang
terdapat dalam buah-buahan bersama-sama dengan vitamin C (Kusumawati,
2008).
Universitas Sumatera Utara
15
Asam sitrat termasuk dalam golongan flavor-enhancer atau bahan pemacu
rasa. Bahan pemacu rasa ini merupakan bahan tambahan yang dapat diberikan
pada suatu produk pangan untuk memberikan nilai lebih pada rasa, sesuai dengan
karakteristik produk pangan yang dihasilkan. Asam sitrat sebagai pemacu rasa,
banyak digunakan dalam industri, termasuk industri makanan karena memiliki
tingkat kelarutan yang tinggi, memberikan rasa asam yang enak dan tidak bersifat
racun (Fachruddin, 2003).
Penambahan konsentrasi asam sitrat sebesar 0,2%, dapat menimbulkan
rasa yang berbeda pada produk vegetable leather. Winarno (2007) menyatakan
bahwa asam sitrat termasuk ke dalam kelompok asidulan yang dapat digunakan
sebagai penguat rasa, warna dan dapat menyelubungi after taste yang tidak
disukai.
Asam sitrat berfungsi sebagai pemberi rasa asam dan mencegah kristalisasi
gula. Selain itu, asam sitrat juga berfungsi sebagai katalisator hidrolisa sukrosa ke
bentuk gula invert selama penyimpanan serta sebagai penjernih gel yang
dihasilkan. Pembentukan tekstur vegetable leather tergantung dari derajat
keasaman campuran bahan yaitu pada nilai pH tertentu yang diperlukan. Nilai pH
dapat diturunkan dengan penambahan sejumlah kecil asam sitrat. Penambahan
asam sitrat pada produk vegetable leather jumlahnya dapat beragam tergantung
bahan
baku
buah
yang
digunakan
yang
berkisar
0,2-0,3%
(Kwartiningsih dan Mulyati, 2005).
Gula
Sukrosa atau sakarosa disebut juga gula tebu atau gula bit. Secara
komersial gula pasir mengandung 99% sukrosa yang dibuat melalui proses
Universitas Sumatera Utara
16
penyulingan dan kristalisasi. Apabila dihidrolisis atau dicerna, maka sukrosa akan
pecah menjadi satu unit glukosa dan satu unit fruktosa (Almatsier, 2004).
Gula disamping berfungsi sebagai pemberi tekstur juga berfungsi untuk
mengawetkan, pemberi penampakan, dan flavour yang ideal (Muchtadi, 1989).
Penambahan gula juga memberi berpengaruh pada kekentalan gel yang terbentuk.
Hal ini disebabkan gula akan memerangkap air. Jika air dalam bahan pangan
terperangkap maka air yang tersedia untuk pertumbuhan mikroba atau aw menjadi
rendah, hal ini yang menjadikan produk awet (Shin, dkk., 2002). Adapun
komposisi kimia gula putih dalam 100 g bahan menurut Gayo (1987) adalah
seperti pada Tabel 5.
Tabel 5. Komposisi kimia gula putih dalam 100 g bahan
Komponen
Jumlah
Kalori
364
Karbohidrat (g)
94
Kalsium (mg)
5
Posfor (mg)
1
Besi (mg)
0,1
Sumber : Gayo, (1987).
Gula di dalam vegetable leather ditujukan untuk mengikat air sehingga
akan mempengaruhi tekstur atau kekerasan dari produk vegetable leather yang
dihasilkan. Produk vegetable leather dengan penambahan konsentrasi gula yang
dapat diterima dengan hasil terbaik adalah penggunaan gula 20% (Asben, 2007).
Universitas Sumatera Utara