Optimasi Pemanfaatan Salah Satu Jenis Lesser Known Species Dari Segi Sifat Fisis Dan Sifat Mekanisnya Chapter III V

METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Pengujian sifat fisis dan mekanis kayu dilaksanakan di Laboratorium Teknologi
Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara, Medan dimulai dari
Mei 2016 sampai dengan Desember 2016.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain jenis kayu Kalimuru yang
berasal

dari

Pulau

Lombok,

jenis

kayu

Mahoni


(Swietenia mahogani) dan gmelina (Gmelina arborea ).
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain timbangan, oven, caliper,
Universal Testing Machine Instron dan lain – lain.

Metodologi Penelitian
Melakukan perbandingan antara kayu kalimuru dengan kayu mahoni
(mewakili slow growing species) dan gmelina (mewakili fast growing species).

Pelaksanaan Penelitian
Pemotongan Contoh Uji
Pemotongan contoh uji untuk pengujian sifat fisis, sifat mekanis kayu kalimuru
dilakukan dengan ketentuan seperti berikut. Pemotongan contoh uji tersebut
didasarkan pada Bristish Standar (BS:373:1957). Pemotongan contoh uji disajikan
pada Gambar 2.

A

C

B


D

4cm

E
2cm

30cm
Gambar 2. Pemotongan contoh uji
Keterangan:
A. : Contoh uji sifat fisis (2cm × 2cm × 2cm)
B. : Contoh uji keawetan (2cm × 2cm × 2cm)
C. : Contoh uji kekerasan (6cm × 2cm × 2cm)
D. : Contoh uji tekan sejajar serat (6cm × 2cm × 2cm)
E. : Contoh uji MOE dan MOR (30cm × 2cm × 2cm)
Pengujian Sifat Fisis Kayu
Pengujian sifat fisis dan sifat mekanis kayu berdasarkan British Standar
(BS:373:1957) dan PKKI 1961.
1. Kadar Air

Kadar air adalah jumlah air yang terdapat di dalam kayu dibagi dengan
beratkering oven (BKO) dan dinyatakan dalam persen. Contoh uji berukuran
2 cm x 2 cm x 2 cm ditimbang terlebih dahulu untuk menentukan berat awalnya,

º

selanjutnya dikeringkan dalam oven dengan suhu (103±2) C selama 24 jam.
Setelah itu contoh uji dikondisikan sampai mencapai suhu kamar dalam desikator.
Kemudian ditimbang kembali sampai diperoleh berat kering oven (BKO) yaitu
sampai beratnya konstan. Kadar air dapat dihitung dengan rumus,

2. Berat jenis
Berat jenis adalah perbandingan antara kerapatan kayu yang didapat
dengankerapatan air. Berat jenis dapat dihitung dengan rumus:

3.

Penyusutan Longitudinal (L), Radial (R) dan Tangensial (T)

Pada pengujian penyusutan panjang, lebar dan tebal, contoh uji berukuran (2 x 2 x

2) cm. Diukur panjang awal, lebar awal dan tebal awalnya.Selanjutnya contoh uji
o

dikeringkan dalam oven dengan suhu (103±2) C hingga berat konstan. Kemudian
diukur kembali panjang, lebar dan tebalnya. Penyusutan kayu dihitung dengan
rumus:

Pengujian Sifat Mekanis Kayu
1.

Modulus Elasitisitas (MOE) dan Modulus Patah (MOR)

Nilai modulus elastisitas (MOE) dan modulus patah (MOR) diperoleh dari
pengujian lentur statis. Contoh uji berukuran (30 x 2 x 2) cm diletakkan pada
UTM dengan jarak sangga 20 cm. Defleksi yang terjadi akibat pembebanan
terbaca pada layar monitor komputer. Untuk mendapatkan nilai MOR pengujian
lentur statis terdahulu dilanjutkan sampai contoh uji mengalami kerusakan dan
patah. Pengujian MOE dan MOR dapat dilihat pada Gambar 3.
P
2 cm

30 cm
2 cm
L=20 cm
Gambar 3. Pengujian MOE dan MOR
Besarnya nilai MOE dan MOR dapat dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:

Keterangan :
MOE = Modulus elastisitas (kg/cm2)
MOR = Modulus patah (kg/cm2)
∆P
= Selisih beban (kg)
L
= Jarak sangga (28cm)

∆Y
b
h
P


=
=
=
=

Selisih defleksi (cm)
Lebar penampang (cm)
Tebal penampang (cm)
Beban maksimum (kg)

Analisis Data
Analisis data dilakukan untuk mengevaluasi sifat fisis dan sifat mekanis
kayu. Analisis data yang digunakan mengacu pada British Standar (BS) 373: 1957
dan dengan membandingkan rata – rata nilai sifat fisis dan mekanis yang didapat.

Analisis data dilakukan untuk mempermudah dalam pengolahan data yang
dihasilkan dari penelitian ini. Tabel kelas kuat kayu menurut Oey Djoen Seng
tahun 1990 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1.Kelas kuat kayu menurut Oey Djoen Seng (1990)
Kelas kuat kayu Berat jenis kering udara

MOE
MOR
I
>0,9
>15000
>110
II
0,9 – 0,6
11200 – 15000
72.5 – 110
III
0,6 – 0,4
9000 – 11200
50.0 – 72.5
IV
0,4 – 0,3
7000 – 9000
30.0 – 50.0
V
7000 N/mm2 namun data yang didapat pada

pengujian hanya berkisar antara 4205.9 – 6637.3 N/mm2 dan nilai rata – ratanya
yaitu 5420.9 N/mm2 (Gambar 7).
Modulus of Rapture (MOR)

Hasil nilai dari Modulus of Rupture (MOR) pada kayu gmelina, kalimuru dan
mahoni (Gambar 8.)
Nilai MOR (N/mm2)
70
60

58.41

50
39.48

40

38.45

mahoni

gmelina

30

kalimuru

20
10
0

mahoni

gmelina

kalimuru

Gambar 8. Histogram Nilai MOR Tiga Jenis Kayu

MOR merupakan keteguhan patah dari suatu kayu yang dinyatakan dalam
besarnya tegangan per satuan luas, yang mana dapat dihitung dengan menentukan


besarnya tegangan pada permukaan bagian atas dan bagian bawah dari balok pada
beban maksimum. Kayu mahoni memiliki nilai MOR yang tertinggi, berkisar
antara 56.2 – 60.9 N/mm2 dengan nilai rata – rata 58.3 N/mm2 dan dapat
digolongkan pada kelas kuat III. Kayu gmelina menghasilkan nilai MOR berkisar
antara 17 – 57.5 N/mm2 dan nilai rata – ratanya yaitu 39.4 N/mm2, nilai MOR ini
lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil penelitian yang pernah dilakukan
sebelumnya sedangkan kayu kalimuru menghasilkan nilai MOR berkisar antara
31.3 – 49.1 N/mm2 dan nilai rata-ratanya yaitu 38.4 N/mm2 (Gambar 8.).
Berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa mahoni memiliki kekuatan yang
paling tinggi dengan kelas kuat III bila dibandingkan dengan gmelina dan
kalimuru yang hanya memiliki kelas kuat IV. Hal ini dipengaruhi oleh perbedaan
jenis pohon yang dijadikan sampel pengujian dimana jenis gnelina dan kalimuru
merupakan jenis tanaman fast growing ataupun jenis cepat tumbuh berbeda
dengan mahoni yang merupakan jenis slow growing. Kayu kalimuru
menghasilkan nilai MOR yang memenuhi standar kelas kuat IV menurut Oey
Djoen Sheng (1990) karena nilai MOR yang dihasilkan hanya berkisar antara 31.3
– 49.1 N/mm2 (Gambar 8.). Hal ini dapat terjadi karena bahan yang dijadikan
sebagai sampel atau contoh uji dilakukan pengambilan secara acak dan tidak
diketahui apakah bahan yang digunkan merupakan batang utama atau hanya

bagian dari cabang. Kalimuru merupakan tanaman fast growing ataupun tanaman
cepat tumbuh, hal ini juga merupakan faktor yang dapat mempengaruhi nilai atau
besaran MOR yang diperoleh karena pada jenis fast growing dinding sel yang
terdapat pada pohon sangat tipis sehingga kekuatan ataupun elastisitasnya sangat
rendah bila dibandingkan pada tanaman slow growing.

Sifat mekanis berbanding lurus dengan berat jenis kayu , dari hasil penelitian
berat jenis berbanding MOE dan MOR. Menurut Dumanauw (2001) makin tinggi
berat jenis kayu maka umumnya makin kuat pula kayunya.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Nilai rata − rata berat jenis pada ketiga jenis kayu yaitu mahoni berkisar
antara 0,66 - 0,75, gmelina yaitu berkisar antara 0,53 - 0,57 dan kalimuru
hanya berkisar antara 0,44 – 0,47.
2. Nilai rata – rata kadar air pada ketiga jenis kayu yaitu mahoni yaitu 11%,
gmelina yaitu 17,08 % dan kalimuru rata – rata kadar air adalah 10,9%.
3. Nilai penyusutan dimensi pada mahoni pada bidang tangensial, radial dan
longitudinal masing – masing berkisar 4.39% dan 3.5% dan 1.45%, pada
gmelina masing – masing berkisar 4.95 % dan 4.44 % dan 1.82 % dan
pada kalimuru masing – masing berkisar 4.85% dan 4.23 % dan 2.05 %.
4. Nilai MOE dan MOR kayu mahoni berkisar antara 4205.9 N/mm2 –
6637.3 N/mm2 dan 56.2 – 60.9 N/mm2, kayu gmelina yaitu 2000.7 –
5418.6 N/mm2 dan 17 – 57.5 N/mm2 dan pada kalimuru berkisar antara
3318.5 – 5211.5 N/mm2 dan 31.3 – 49.1 N/mm2.
5. Berdasarkan berat jenisnya kayu mahoni diklasifikasikan kedalam kelas
kuat kayu II – III dan kayu gmelina diklasifikasikan kedalam kelas kuat III
– IV sedangkan bila diklasifikasikan dalam kelas kuat kayu, kalimuru
termasuk dalam kelas kuat III – IV sehingga kayu kalimuru cocok
digunakan sebagai bahan baku konstruksi ringan, mebel dan kerajinan
tangan.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan tinjauan yang sama pada jenis kayu
kalimuru dengan kelas umur dan tempat tumbuh yang berbeda.