Optimasi Pemanfaatan Salah Satu Jenis Lesser Known Species dari Segi Sifat Anatomi dan Pemesinan

TINJAUAN PUSTAKA

Sifat Umum Kayu
Warna kayu
Warna kayu disebabkan karena ada zat ekstraktif pada kayu. Warna kayu
sangat bervariasi, perbedaan warna kayu tidak terjadi pada jenis kayu yang
berbeda saja, tetapi perbedaa warna juga terjadi pada jenis yang sama, bahkan
dapat terjadi pada sebatang kayu yang sama (Mandang dan Pandit, 1997).
Warna dari suatu jenis kayu dapat dipegaruhi oleh faktor-faktor berikut:
1. Tempat di dalam batang
2. Umur dari pohon pada saat di tebang
3. Kelembaban udara dan penyingkapan
Kayu yang berasal dari pohon yang lebih tua dapat mempunyai warna yang
lebih tua (lebih gelap) bila dibandingkan dengan bagian kayu yang berasal dari
pohon yang lebih muda dari jenis yang sama. Kayu yang kering berbeda
warnanya bila dibandingkan dengan warna yang basah. Kayu yang sudah lama
tersimpan di tempat terbuka warnanya akan lebih geap atau lebih terang
dibandingkan dengan kayu yang segar, ini tergantung kepada keadaan
lingkungannya (cuaca, angin, cahaya matahari, dan sebagainya) (Bowyer et al.,
2003).
Kilap Kayu

Kilap kayu adalah suatu sifat kayu yang memungkinkan kayu dapat
memantulkan cahaya. Beberapa jenis kayu tampak mengkilap atau buram ini
tergantung dari tingkat karakteristik yang dimiliki kayu. Kilap kayu tergantung
dari sudut penyinaran (sudut datangnya sinar) pada permukaaan kayu dan

Universitas Sumatera Utara

tergantung juga dari jenis sel pada permukaan kayu tersebut (Mandang dan
Pandit, 1997).
Sifat Anatomi Kayu
Sifat anatomi kayu merupakan sifat dasar yang ada dalam kayu yang harus
diketahui, baik bentuk serat, warna kayu, pori-pori, dan lainnya yang dapat
memudahkan alam kegiatan identifikasi jenis kayu. Sifat anatomi juga
berpengaruh terhadap tampilan, dan peruntukan kayu.
Pembuluh/pori-pori Kayu
Kebanyakan kayu di indonesia memilki pembuluh/pori-pori yang tersebar
dan membaur. Hanya beberapa jens sja yang di ketahui mempunyai
pembuluh/por-pori yang tersebar menurut pola tata lingkar. Ciri-ciri pori
tatalingkar adalah pembuluh yang berdiameter besar tersusun dalam dalam
konsentrik pada akhir lingkar tumbuh (Mandang dan Pandit, 1997).

Susunan pembuluh/pori-pori dpat dibagi 2 yaitu soliter dan berganda.
Pembuluh dikatakan soliter jika berdiri sendiri, dan dikatakan begada jika dua
atau lebih pembuluh bersinggungan sedemikian rupa, sehingga dinding singgung
tampa datar (Mandang dan Pandit, 1997).
Parenkim
Ciri parenkim yang penting untuk identifikasi adalah susunannya sebagai
mana yang terlihat pada penampang lintang kayu. Pada bidang ini, dengan
bantuan lup 10x, parenkim biasanya dapat dilihat dari jaringan yang berwarna
lebih cerah daripada serat : umumnya hampir putih dan lainnya agak coklat atau
coklat merah (Mandang dan Pandit, 1997). Di dalam kayu, parenkim merupakan

Universitas Sumatera Utara

jaringan yang befungsi untuk menyimpan serta mengatur bahan makanan
cadangan (Pandit dan Ramdan, 2002).
Berdasarkan distribusinya pada penampang lintang kayu, parenkim dibagi
menjadi atas 2 bagian besar yaitu parenkim apotrakeal da parenkim paratrakeal.
Pada parenkim apotrakeal, sel-sel atau kumpulan sel parenkim berdiri terpisah
dari pembuluh (pori-pori kayu), sedangkan parenkim paratrakeal, sel-sel atau
kumpulan sel-sel parenkim terletak bersinggungan dengan pembuluh (pri-pori

kayu) secara sepihak atau seluruhnya (Pandit dan Ramdan 2002).
Serat Kayu
Serat kayu dalam identifikasi kayu berarti sifat dari kayu yang
menunjukan arah orientasi umum dan sel-sel panjang di dalam kayu terhadap
sumbu batang pohon. Arah serat ini dapat ditentukan dari arah alur-alur yang
tedapat di dalam kayu. Kayu dikatakan memiliki serat lurus (straight grain) jika
arah umum dari sel-sel panjang sejajar dengan sumbu batang. Jika arah umum
dari sel-sel panjang tadi menyimpang atau membentuk sudut dengan sumbu
batang pohon maka disebut serat miring (cross grain). Serat miring dibagi mejadi
sebagai beriku :
1.

Serat terpadu (interlocked grain) : bila sebatang kayu terdiri atas lapisanlapisan yang secara berganti-ganti mempunyai arah serat miring ke kanan
atau ke kiri terhadap subu batang. Misalnya kayu rengas, kapur, dan kulim.

2.

Serat berombak (wavy grain) : bila permukaan kayunya mennjunjukan seratserat atau gambaran yang berombak. Misalnya kayu rengas dan merbau.

3. Serat terpilin (spiral grain) : apabila serat dari batang membuat gambara

seakan-akan mengelilingi sumbunya (puntir). Misalnya bintagur, kasuarina.

Universitas Sumatera Utara

4.

Serat diagonal : serat yang terdapa pada sepotong kayu atau papan yang
batang tetapi membentuk sudut. Serat diagonal ini disebabkan karena
perlakuan manusia, maksudnya karena cara penggeregajian. Sedangkan arah
serat yang lainnya (serat terpadu, serat berombak, terpilin) disebabkan oleh
karena faktor lingungan seperti angin, dan sebagainya.

(Mandang dan Pandit, 1997).
Dimensi Serat dan Turunannya
Dimensi serat dan turunannya merupakan salah satu sifat kayu yang dapat
digunakan sebagai dasar untuk memilih bahan baku kayu untuk produksi pulp dan
kertas karena berpengaruh terhadap kualitas pulp yang dihasilkan terutama
kekuatan retak, tarik dan sobek. Dimensi serat meliputi panjang serat, tebal
dinding serat dan diameter lumen. Sementara turunan dimensi serat meliputi
bilangan Runkell, daya tenun, perbandingan Muhlsteph, koefisien kekakuan dan

perbandingan fleksibilitas (Anonim, 1976 dalam Siregar 2012).
a. Panjang serat
Menurut Pasaribu dan Tampubolon (2007) bahwa semakin panjang serat
kayu maka pulp yang dihasilkan memiliki kekuatan yang tinggi. Hal ini
disebabkan serat panjang memberikan bidang persentuhan yang lebih luas dan
anyaman lebih baik antara satu serat dengan lainnya, yang memungkinkan lebih
banyak terjadi ikatan hidrogen antar serat-serat tersebut. Selanjutnya Sunardi
(1974) mengatakan bahwa panjang dan diameter serat akan mempengaruhi sifatsifat pulp terutama ketahanan sobek, kekuatan tarik dan daya lipat (Siregar, 2012).

Universitas Sumatera Utara

b. Tebal dinding serat
Tebal dinding serat kayu yang kecil kecil merupakan salah satu kriteria
jenis kayu sebagai bahan baku pulp (Anonim, 1976). Menurut Sunardi (1976),
serat yang berdinding tipis mengakibatkan serat tersebut mudah menggepeng
sehingga akan menghasilkan lembaran pulp dan kertas yang lebih padat dan
keteguhan letup pecah lebih baik dibandingkan dengan serat berdinding tebal.
Sebaliknya, serat berdinding tebal menghasilkan menghasilkan lembaran yang
mempunyai kekuatan keteguhan sobek yang tinggi, tetapi kekuatan letup rendah
(Siregar, 2012).

c. Diameter lumen
Menurut Sunardi (1976) dan Siagian et.al (2004), diameter lumen kayu
akan menentukan keteguhan sobek, retak dan tarik pada kertas. Diameter lumen
yang lebar (tinggi) dalam pembuatan pulp akan mengakibatkan serat mudah
menjadi pipih, ikatan antar serat dan tenunnya baik serta mempunyai keteguhan
sobek, retak dan tarik yang tinggi (Siregar 2012).
Turunan Dimensi Serat
a. Bilangan Runkell
Bilangan Runkell adalah perbandingan 2 kali tebal dinding sel dengan
diameter lumen. Bilangan Runkell kayu yang kecil memiliki dinding sel yang tipis
dan diameter lumen lebar sehingga serat dalam lembaran pulp menggepeng
seluruhnya dan ikatan antar serat baik (Silitonga et.a1,1972 dalam Siregar 2012).
b. Daya tenun
Nilai daya tenun adalah perbandingan antara panjang serat dan diameter
serat. Syafii dan Siregar (2006) mengatakan bahwa semakin besar nilai daya tenun

Universitas Sumatera Utara

maka semakin tinggi kekuatan sobek dan semakin baik daya tenun seratnya
(Siregar 2012).

c. Perbandingan Muhlstep
Nilai Muhlstep adalah perbandingan antara diameter serat dikurangi
diameter lumen dan diameter serat. Nilai Muhlstep berpengaruh terhadap
kerapatan dan kekuatan lembaran pulp yang dihasilkan. Semakin kecil Nilai
Muhlstep maka kerapatan dan kekuatan lembaran pulp yang dihasilkan akan
semakin tinggi sebaliknya semakin besar Nilai Muhlstep maka kerapatan dan
kekuatan lembaran pulp yang dihasilkan akan semakin rendah (Safii dan Siregar,
2006 dalam Siregar 2012).
d. Koefisian kekakuan
Koefisian kekakuan adalah perbandingan tebal dinding sel dengan
diameter serat. Nilai Koefisian kekakuan akan menunjukkan kekuatan tarik dari
kertas yang dihasilkan. Semakin rendah nilainya maka semakin tinggi kekuatan
tarik dari kertas tersebut sebaliknya semakin tinggi nilainya maka semakin rendah
kekuatan tarik dari kertas tersebut (Safii dan Siregar, 2006 dalam Siregar 2012).
f. Perbandingan fleksibilitas
Perbandingan Fleksibilitas adalah perbandingan diameter lumen dengan
diameter serat. Nilai perbandingan ini berkaitan dengan kekuatan tarik dari
lembaran pulp. Nilai yang tinggi menunjukkan bahwa kayu tersebut mempunyai
tebal dinding yang tipis sehingga mudah berubah bentuk yang menyebabkan
ikatan serat yang lebih baik sehingga pulp yang dihasilkan mempunyai kekuatan

yang baik (Safii dan Siregar, 2006 dalam Siregar 2012).

Universitas Sumatera Utara

Pengerjaan Kayu
Pengerjaan kayu sering disebut sebagai Wood working yang bertujuan untuk
mekonversikan kayu solid maupun panel kayu menjadi produk berdaya guna,
bernilai dan berestetika tinggi lewat serangkaian proses. Proses produksi industri
pengerjaan kayu lebih rumit dari industri-industri lainnya. Perlakuan terhadap
kayu secara bertahap mulai dari proses pemotongan, pengeringan, penggeregajian,
penyerutan, pembentukan, pelubangan, pembubutan, pengampelasan hingga
pengecatan akhir (Darmawan,1997 dalam Sucipto 2009).
Menurut Bakar (2003) dalam Adha (2005), ruang lingkup pengerjaan kayu
adalah mulai dari perancanaan (planing), pendesainan (designing), pemesinan
(machining) atau pemotongan (cutting), perakitan (assembling) dan pengkilapan
(finishing). Pengejaan kayu lebih di tekankan pada bagaimana proses pemotongan
dari proses pengerjaan tersebut berlangsung.
Mutu dari suatu jenis kayu ditentukan oleh sifat fisiknya seperti warna,
tekstur, serat, kekerasan, kesan raba, bau dan rasa, nilai dekoratif dan sifat-sifat
pengerjaan


seperti

sifat

pengetaman,

pembubutan,

pengeboran,

dan

pengampelasan. Selain itu mutu kayu ditentukan pula oleh cacat pada kayu
tersebut yang akan mempengaruhi sifat kayu, pengerjaan maupun pemakaiannya
(Abdurachman dan Hadjib, 2006).
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengerjaan Kayu
Darmawan (1997) dalam Siswanto (2002) menyatakan bahwa secara umum
aspek yang memegang peranan penting dalam industri pengerjaan kayu adalah
peampilan akhir kayu setelah dikerjakan (surface roughness), masa pakai pisau

(tool life) dan konsumsi energi listrik (cutting power consumption). Surface

Universitas Sumatera Utara

rougness diukur dengan menggunakan alat texture measuring instrument yang
akan menghasilka gelombang. Permukaan yang halus akan ditunjukan dari variasi
gelombang yang dihasilkan tidak jauh beda, sedangkan permukaan kasar
ditunjukan dengan gelombang bevariasi. Masa pakai pisau dikatakan baik jika
masa pakainya lama serta tidak mudah tumpul setelah digunaka. Penggunaan
mesin-mesin pengerjaan kayu akan ekonom is jika energi listrik yang digunakan
untuk memotong atau mengerjakan kayu rendah, sehingga akan meningkatkan
efisiensi pengolahan kayu.
Untuk mengunakan kayu lebih efisien dalam pengembangan produk akhir,
karakteristik tertentu atau sifat fisik harus diperhitungkan. Sifat mesin sangat
diperlukan untuk menilai fasilitas dalam pengolahan bahan baku menjadi produk
dari berbagai bentuk dan dimensi, dengan permukaan yang berkualitas baik
(Hernandez et al, 2001).
Menurut American Society for Testing Materials (ASTM) D 1666-1999, jenis
dan bentuk cacat yang timbul dari pengerjaan kayu tidak selamanya sama
tergantung dari cara pemesinan yang dilakukan, dengan perincian sebagai berikut:

1. Cacat pengetaman, yaitu serat bulu halus (fuzzy grain), serat terangkat (raised
grain) dan tanda bekas serpih (chip mark).
2. Cacat pembentukan, yaitu serat bulu halus serat terangkat dan tanda bekas
serpih
3. Cacat pembubutan, yaitu serat bulu halus, serat patah dan permukaan kasar
(roughness).
4. Cacat pengeboran, yaitu serat bulu halus, kelicinan (smoothness), bagian yang
tidak hancur (crushing) dan bekas sobekan (tearcut).

Universitas Sumatera Utara

5. Cacat lubang persegi, yaitu kelicinan, bekas sobekan dan bagian yang tidak
hancur.
6. Cacat pengampelasan, yaitu serat bulu halus dan bekas garukan (scratching).
Pada penggergajian potongan-potongan kayu yang kecil, masih dapat diperhatikan
arah pengataman diantaranya adalah mata kayu dan serat miring yang tumbuh
secara alami (Damanauw, 1990).
Pemesinan kayu
Pemesinan kayu merupakan proses pabrikasi dan produk kayu seperti kayu
gergajian, vinir dan bagian-bagian dari furniture. Tujuan pengerjaan kayu adalah
untuk meghasilkan suatu dimensi dan bentuk yag dinginkan dengan ketelitian
yang akurat dan kualitas permukaan yang baik dengan cara yang paling hemat
(Forest Products Society, 1999).
Pemesinan kayu (wood machining) adalah proses pembentukan atau
pemotongan kayu dengan menggunakan mesin, yang didalamnya terdapat mata
pisau (cutting toll), melalui satu atau kombinasi opeasi yaitu penggeregajian
(sawing),

penyerutan

(planing),

pembentukan

(shaping

atau

moulding),

pengaluran (routing), pembubutan (turning), pengampelasan (sanding), dan
sebagainya. Karena inti dasar dalam proses pemesinan kayu adalah pemotongan,
maka istilah pemesinan kayu (wood machining), sering diasosiasikan dengan
pemotongan kayu (wood cutting) (Bakar, 2003 dalam Sucipto, 2009).
Kualitas Pemesinan
Kualitas pemesinan kayu ditentukan oleh tiga faktor utama yaitu kayu,
operator, dan mesin yang digunakan, serta interaksi anatara ketiga faktor tersebut.
Interaksi antara faktor kayu dengan faktor mesin adalah orientasi pemotongan

Universitas Sumatera Utara

(cutting direction). Interaksi antara faktor kayu dengan operator adalah perlakuan
awal (pretreatmen) dan interaksi faktor operator dengan mesin adalah penyetelan
alat (setting) (Bakar, 1997 dalam Siswanto, 2002).
Sesuai dengan jenis, ada kayu yang bisa dilakukan pemesinan dengan mudah
untuk menghasikan kualitas pemesinan tertentu. Sebaliknya, ada pula kayu yang
sulit untuk dilakukan pemesinan agar dapat menghasilkan kualitas pemesinan
yang sama. Tingkat kemudahan kayu untuk dilakukan pemesinan inilah yang
disebut dengan pemesinan (machinability) kayu. Kayu yang mudah untuk
dilakukan pemesinan dikatakan mempunyai sifat pemesinan tinggi dan kayu yang
susah untuk dilakukan pemesinan dikatakan mempunyai sifat pemesinan rendah.
Jadi ada hubungan antara pemesinan kayu dengan kualitas pemesinannya (Bakar,
2003 dalam Sucipto, 2009).
Rachman dan balfas (1986) dalam Sitinjak (2008) mengemukakan bahwa
kualitas pemesinan suatu jenis kayu secara umum dapat diduga berdasarkan nilai
berat jenis. Semakin besar nilai berat jenis kayu maka semakin baik sifat-sifat
pemesinannya. Lebih lanjut dijelaskan bahwa meskipun demikian, ternyata untuk
sifat pengampelasan hubungan antara berat jenis kayu dengan kualitas
pengampelasan

menunjukkan

hubungan

yang

lemah,

sehingga

sifat

pengampelasan tidak dapat diduga berdasarkan berat jenisnya. Menurut Bakar
(2003) dalam Sitinjak (2008), kualitas permukaan hasil serutan tidak berhubungan
langsung dengan kerapatan kayu dan lebih erat hubungannya dengan orientasi
serat.
Selanjutya di jelaskan oleh bakar (2003) dalam Sitinjak (2008), bahwa
spesies yang mempunyai kerapatan rendah menghasilkan permukaan potong yang

Universitas Sumatera Utara

lebih besar di bandingkan dengan spesies yang berkerapatan lebih tinggi dalam
proses pemotongan tegak lurus (crosscutting). Dijelaskan pula bahwa pada
pemotongan tegak lurus serat (crosscutting), kondisi serat kayu tidak
mempengaruhi kualitas permukaan potong. Sebagai contoh kayu Afrika dengan
karakteristik serat terpadu (interlocked grain) yang berpeluang menghasilkan
permukaan hasil serutan yang kasar tenyata dapat mengasilkan permukaan potong
yang halus.
Untuk menghasilkan kualitas kayu berdasarkan nilai bebas cacat dapat
dimasukkan kedalam kelas mutu pemesinan yang disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Nilai Bebas Cacat dan Klasifikasi Mutu Sifat Pemesinan
Nilai bebas cacat
Kelas
Mutu pemesinan
(Defect free values)%
(Class)
(Machining quality)
0-20
V
Sangat buruk (very poor)
21-40
IV
Buruk (poor)
41-60
III
Sedang (fair/medium)
61-80
II
Baik (good)
81-100
I
Sangat baik (very good)
Sumber : Ginoga (1995) dalam Sucipto (2009)
Mesin-Mesin Pengerjaan Kayu
Mesin yang umumya digunakan dalam proses pengerjaan kayu antara lain
mesin potong berfungsi untuk memotong kayu, mesin belah berfungsi untuk
membelah kayu, planer (surface) berfungsi menyerut dan meratakan permukaan
kayu. Shaper berfungsi membentuk profil tertentu pada sisi kayu. Turning
machine berfungsi membubut kayu menjadi berprofil bulat. Proses pembubutan
dapat berupa balok solid maupun laminasi. Bor berfungsi melubangi contoh uji
titik awal pemotongan jig saw, penuntun arah sekrup/paku, lobang pasak kayu,
tempat kedudukan kepada sekrup/paku. Mortise machine berfungsi membuat
lobang sambung mortise pada contoh uji dengan pisau tersusun dalam rantai

Universitas Sumatera Utara

caterpillar atau pisau berbentuk bor. Amplas berfungsi menghaluskan permukaan
potong tahap lanjut, sehingga dihasilkan permukaan contoh uji yang lebih halus
(Darmawan, 1997 dalam Siswanto, 2002).
Cacat-Cacat Pemesinan Kayu
Jenis-jenis cacat kayu pada proses pemesinan menurut Darmawan (1997)
dalam Siswanto (2002) antara lain :
a. Serat terangkat (raised grain)
Kekerasan permukaan papan disebabkan oleh terangkatnya kayu akhir
sehingga lebih tinggi daripada kayu awal. Umumnya terjadi pada kayu dari
daerah beriklim sedang dengan perbedaan kayu awal dan akhir yang jelas.
Penyebanya adalah kayu akhir lebih keras daripada kayu awal, serta mata
pisau tumpul.
b. Serat terlepas (loosened grain)
Terpisahnya kayu akhir dari kayu awal tetapi masih ada bagian yang
besatu. Hal ini yang disebabkan pada bagian raised grain kayu akhir
menyusut lebih besar daripada kayu awal.
c. Serat tersepih (chipped grain)
Tersepih/tercabiknya sekelompok serabut kayu karena proses penyerutan
sehingga serat kayu terlepas dan terbentuk lekukan pada permukaan kayu.
Hal ini disebabkan oleh mata pisau tumpul, sudut potong pisau terlalu besar
serta serat kayu miring.

Universitas Sumatera Utara

d. Serat berbulu (fuzzy grain)
Kekerasan permukaan kayu karena adanya sekelompok serabut yang
berdiri sendiri (tidak terpotog sempurna). Hal ini disebabkan oleh adanya
kayu reaksi, kekuatan geser rendah serta sudut potong kayu kecil
e. Tanda serpih (chip mark)
Lekukan dangkal pada permukaan kayu disebabkan oleh adanya kayu
yang menempel pada ujung pisau. Biasanya disebabkan juga karena resin
kayu tinggi.
Ketepatan pemilihan jenis kayu untuk sesuatu pemakaian memerlukan
pengetahuan tentang sifat dasarnya. Sifat dasar tersebut, diantaranya berat jenis,
kekuatan, dan stabilitas dimensi. Sifat tersebut bisa dipengaruhi oleh sifat atau
karakteristik anatomi kayu. Sebagai contoh pohon yang membentuk kayu dengan
berat jenis tinggi dipengaruhi antara lain oleh dinding sel yang tebal dan kadar zat
ekstraktif ( Lempang dkk, 2011).
Perekatan
Pengertian perekatan kayu Perekatan didefinisikan sebagai keadaan
dimana permukaan disatukan oleh gaya antar permukaan yang terdiri dari gaya
valensi (aksi saling kunci). Perekat berfungsi sebagai penggabung antar dua
subtrat yang direkat, kekuatan perekatan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
sifat perekatnya sendiridan kompatibilitas atau kesesuaian antara bahan yang
direkat dengan bahan perekat.
Dalam perekatan kayu terdapat tiga aspek utama yaitu aspek bahan yang
direkat, aspek bahan perekat dan aspek teknologi perekatan. Masing-masing aspek
mempunyai faktor yang yang mempengaruhi kwalitas hasil perekatan. Aspek

Universitas Sumatera Utara

bahan meliputi: struktur dan anatomi kayu (susunan sel, arah serat), sifat fisika
(kerapatan, kadar air, kembang susut, porositas, wettability), sifat kimia (kimia
penyusun sel, ekstraktif). Aspek perekat meliputi: jenis, sifat dan kegunaan
perekat dan koponen pembentuk termasuk bahan tambahan. Aspek teknologi
perekatan meliputi: penyiapan perekt (komposisi dan cara pengadonan), berat
laburan,

pengempaan,

kondisi

kerja

(durasi,

suhu,

cara

pelaksanaan),

Prayitno(1996).
Polivinil asetat (PVAc) atau dapat disebut juga lem putih yang digunakan
sebagai lem kayu dan kertas merupakan salah satu produk jenis polimer emulsi.
Polimer emulsi adalah Polimerisasi emulsi adalah polimerisasi adisi terinisiasi
radikal bebas dimana suatu monomer atau campuran monomer dipolimerisasikan
di dalam air dengan perubahan surfaktan untuk membentuk suatu produk polimer
emulsi yang bisa disebut lateks. Lateks didefinisikan sebagai dispersi koloidal dari
partikel polimer dalam medium air. Bahan utama di dalam polimerisasi emulsi
selain dari monomer dan air adalah surfaktan , inisiator dan zat pengalih rantai
(Pizzi, 2004).
Keuntungan utama dari perekat PVac melebihi perekat urea formaldehid,
karena kemampuannya menghasilkan ikatan rekat yang cepat pada suhu kamar,
dapat menghindari kempa panas yang memerlukan biaya tinggi. Kelebihan lain
mudah penanganannya, umur simpan tidak terbatas, tahan terhadap terhadap
mikroorganisme, tidak mengakibatkan bercak pada noda kayu, serta tekanan
kempanya rendah (Pizzi, 1983).

Universitas Sumatera Utara