Memudarnya Masyarakat Pengrajin Tenun Dalam Mempertahankan Eksistensi Ulos Batak Di Pasar Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara

yang dimaksud disini berkaitan dengan semua aktivitas masyarakat yang
berhubungan dengan produksi, distribusi, dan konsumsi. Untuk menjelaskan
perilaku ekonomi masyarakat pengrajin tenun ini dalam hubungan sosial tentu
mengajukan konsep keterlekatan. Konsep keterlekatan, menurut Granovetter,
merupakan tindakan ekonomi yang disituasikan secara sosial dan melekat dalam
jaringan sosial personal yang sedang berlangsung diantara para aktor (Damsar,
1997:33).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perubahan Sosial
2.1.1 Pengertian Perubahan Sosial

Perubahan memiliki makna yang sangat luas, meliputi perubahan secara
makro ataupun mikro. Perubahan sosial melibatkan tiga dimensi waktu, yaitu:
dulu, sekarang, dan masa depan. Ketiga dimensi waktu ini merupakan kunci
mengamati jalannya sebuah perubahan masyarakat. Perubahan merupakan suatu
kondisi yang tidak berdiri sendiri, di dalamnya ada banyak faktor yang terlibat.
Faktor tersebut meliputi faktor yang bersifat alamiah maupun sosial. Bencana
alam serta perubahan jumlah penduduk merupakan faktor alamiah maupun sosial,
sedangkan perkembangan teknologi, terjadinya konflik, ideologi yang dianut

masyarakat merupakan beberapa faktor sosial yang turut mempengaruhi
perubahan sosial. Peristiwa tersebut dapat merupakan peristiwa yang kecil
maupun besar. Aspek demografis atau kependudukan juga merupakan faktor yang
menyebabkan perubahan sosial.

Universitas Sumatera Utara

Perubahan sosial bukanlah sebuah proses yang terjadi dengan sendirinya.
Pada umumnya, ada beberapa faktor yang berkontribusi dalam memunculkan
perubahan sosial. Faktor tersebut dapat digolongkan pada faktor dalam dan faktor
luar masyarakat (Soekanto:2003). Perubahan senantiasa mengandung dampak
negatif dan positif. Untuk itu, dalam merespon perubahan diperlukan kearifan dan
pemahaman yang mendalam mengenai nilai, arah, dan strategi yang sesuai dengan
sifat dasar perubahan itu sendiri. Muncul nya gagasan gagasan-gagasan baru,
temuan baru, serta kebijakan baru, tidak dapat diterima begitu saja oleh individu
atau kelompok sosial tertentu.
Sejarah telah menunjukkan bahwa proses perubahan pola pikir yang
dominan, sangat sulit untuk diubah. Salah satu contoh kasus adalah ketika
pemerintah mencoba konversi minyak tanah ke LPG (Liquid Petrolium Gas)
sebagai bahan bakar utama rumah tangga. Kebijakan ini harus berhadapan dengan

masalah ‘kebiasaan’ masyarakatyang sudah terbiasa menggunakan minyak tanah.
Kebiasaan ini sudah berjalan selama puluhan tahun. Pemerintah harus mengubah
kebiasaan ini dan harus meyakinkanmasyarakat bahwa LPG jauh lebh murah dan
efisien dalampemanfaatannya. Pemerintah juga mengubah kebiasaan masyarakat
yang terbiasa membeli minyak tanah dengan cara mengecer untuk kemudian
memaksa masyrakat membeli LPG dengan jumlah minimal 3 kilogram. Dari sisi
ekonomi tentu saja masyarakat berpendapat minyak tanah lebih ekonomis. Setiap
upaya untuk mengubah masyarakat tersebut memerlukan strategi yang sesuai
(Nanang Martono,2012:250).
Suatu masyarakat serta kebudayaan yang dihasilkan, tidak mungkin
berhenti, kecuali apabila masyarakat tersebut telah mati, setiap masyarakat dan

Universitas Sumatera Utara

kebudayaan, pasti mengalami perubahan. Mungkin saja perubahan yang terjadi
tidak begitu nampak oleh karena manusia kurang menyadarinya atau merasa
dirinya kurang terlibat. Di indonesia seringkali dikatakan bahwa masyarakat desa
tidak berubah atau suku bangsa yang terasing sama sekali masih murni ini sama
sekali dianggap tidak benar. Mungkin pandangan tersebut didasarkan pada sudut
pandang yang sempit. Perkmbangan ilmu pengetahuan dan teknlogi yang sangat

pesat, hampir-hampir tidak memungkinkan manusia dan kelompoknya untuk
menutup diri dari luar. Memang perlu diakui, bahwa di satu pihak pengaruh
pengaruh tersebut mungkin masuk lebih mudah namun di pihak lain, adapula
pengaruh-pengaruh yang lebih sukar masuknya.
2.1.2 Sebab-Sebab Terjadinya Perubahan Sosial
Pada umum nya dapat dikatakan bahwa sebab-sebab tersebut sumbernya
ada yang terletak didalam masyarakat itu sendiri dan ada yang terletak diluar
masyarakat itu sendiri. Sebab-sebab yang bersumber dalam masyarakat itu sendiri
antara lain:
1.Bertambah dan berkurangnya jumlah penduduk
Bertambahnya penduduk di pulau jawa dengan cepat, menyebabkan
terjadinya perubahan dalam struktur masyarakat, terutama yang menyangkut
lembaga-lembaga kemasyarakatan. Berkurangnya penduduk disebabkan karena
berpindahnya penduduk dari desa ke kota atau dari daerah ke daerah lain
contohnya transmigrasi. Perpindahan penduduk atau migrasi telah berlangsung
beratus-ratus ribu tahun lamanya didunia ini. Hal itu adalah sejajar dengan
bertambah banyaknya manusia penduduk bumi ini.
2. Penemuan-penemuan baru

Universitas Sumatera Utara


Suatu proses sosial dan kebudayaan yang besar, tetapi yang terjadi dalam
jangka waktu yang tidak terlalu lama, adalah inovasi. Jalannya unsur kebudayaan
baru tadi disebarkan ke lain-lain bagian dari masyarakat, dan unsur kebudayaan
baru tadi diterima, dipelajari dan akhirnya dipakai dalam masyarakat yang
bersangkutan. Penemuan-penemuan baru sebagai sebab terjadinya perubahan
dapat dibedakan dalam pengertian discovery dan invention. discovery adalah
penemuan dari suatu unsur kebudayaan yang baru, baik alat, ide yang diciptakan
oleh seorang individu atau suatu rangkaian dari individu dalam masyarakat yang
bersangkutan. Adapun discovery tadi baru menjadi invention kalau masyarakatnya
sudah mengakui, menerima serta menerapkan penemuan baru itu.
2.1.3 Teknologi Dalam Perubahan Sosial
Berbicara tentang perubahan sosial, tidak lengkap tanpa membicarakan
teknologi. Teknologi merupakan suatu faktor yang harus diperhitungkan dalam
mempengaruhi proses perubahan sosial. Bahkan teknologi hampir selalu menjadi
ciri modernitas. Manusia pada awalnya tidak mengenal konsep teknologi.
Manusia purba pada masa pra sejarah, hanya mengenal teknologi sebagai alat
bantu mereka dalam mencari makan, alat bantu dalam berburu, serta mengolah
makanan. Alat bantu yang digunakan sangatlah sederhana, terbuat dari bambu,
kayu, dan bahan sederhana lain yang mudah dijumpai. Henslin menjelaskan

bahwa istilah teknologi dapat mencakup dua hal. Pertama, teknologi menunjuk
pada peralatan, yaitu unsur yang digunakan untuk menyelesaikan tugas. Kedua,
keterampilan atau prosedur yang diperlukan untuk membuat dan menggunakan
peralatan tersebut (Aminudin:1990).

Universitas Sumatera Utara

Teknologi dalam kasus ini tidak hanya menunjuk pada prosedur yang
diperlukan untuk membuat sisir ataupun komputer, akan tetap juga meliputi
prosedur untuk memproduksi suatu tatanan rambut yang dapat diterima, atau
untuk dapat memasuki jaringan internet. Peran teknologi dalam mempengaruhi
perubahan manusia bukanlah suatu hal yang perlu dipertanyakan lagi. Manusia
tidak akan mampu hidup tanpa teknologi. Manusia purba misalnya, mereka telah
lama mengenal teknologi sebagai alat batu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,
kebanyakan teknologi itu terbuat dari bahan-bahan atau materi yang sangat
sederhana, seperti batu, bambu, atau kayu. Teknologi dapat menyatukan
masyarakat, dapat pula memisahkan masyarakat. Ada empat perubahan
kecenderungan berpikir

yang diakibatkan oleh perkembangan teknologi


(soelaiman ;1998):
1. Reifikasi, yaitu anggapan bahwa semakin luas dalam kenyataan harus
diwujudkan dalam bentuk-bentuk lahiriah dan diukur secara kuantitatif.
Reifikasi berakar pada prinsip perukaran komoditas. Dalam masyarakat yang
tereifikasi anggota masyarakat layaknya diberlakukan sebagai objek bukan
sebagai manusia yang menjadi subjek atas tindakannya.
2. Manipulasi, kemampuan manipulasi yang tinggi bagi kerangka berpikir
manusia yang disebabkan kemampuan teknologi dalam mengubah dan
mengolah benda-benda alamiah menjadi sesuatu yang bersifat arrtifisial demi
memenuhi kepentingan manusia.
3. Fragmantasi, spesialisasi dalam pembagian kerja yang akhirnya menuntut
profisionalisme dalam dunia kerja.

Universitas Sumatera Utara

4. Individualisasi, semakin renggang nya ikatan seseorang dengan masyarakatnya
dan semakin besarnya peranan individu dalam tingkah laku kehidupan seharihari.
5. Suatu hal yang perlu mendapat perhatian khusus adalah bahwa setiap
perkembangan teknologi selalu menjanjikan kemudahan, efisiensi serta

peningkatan produktivitas. Memang pada awalnya teknologi diciptakan untuk
memermudah pekerjaan manusia dan mempermudah manusia untuk memenuhi
segala kebutuhan hidupnya.
2.2 Perilaku Ekonomi
Memahami perubahan perilaku ekonomi masyarakat tidak akan pernah memadai
jika hanya diperlakukan sebagai bagian dari implikasi perkembangan neoliberalisme, lebih dari sekedar bagian proses perubahan di era kapitalisme.
Munculnya perubahan perilaku konsumsi, pergesaran gaya hidup dan munculnya
budaya konsumen yang melahirkan perilaku konsumtif berlebih, sesungguhnya
adalah hasil dari cara kerja kekuatan industri budaya yang sistematis,
menghegomoni dan memanfaatkan berbagai hal, seperti iklan dan budaya populer
yang mendorong sikap yang tidak terpuaskan dari konsumen yang terperangkap
dalam hasrat dan keinginan yang tidak terpuaskan. Berbeda dengan kapitalisme
awal dan era kapitalisme modern, mereka lebih mengandalkan pada kekuatan
modal dan eksploitasi terhadap nilai lebih tenaga kerja yang ada.
Berbelanja dan terus mengonsumsi produk produk industri budaya, ibarat nya
adalah narkotika yang menimbulkan sikap adiktif yang tak tertahankan, bisa
dibayangkan apa yang terjadi ketika konsumen baik pada saat memiliki uang atau
tidak, sepanjang ditangan mereka ada uang plastik atau kartu kredit yang

Universitas Sumatera Utara


menawarkan berbagai kemudahan pembayaran cicilan, maka berapa pun barang
yang dibeli tidak akan menjadi masalah. Utang yang bisasanya dilakukan oleh
orang miskin sebagai pilihan terakhir ketika mereka benar-benar tidak lagi
memiliki uang kontan, bagi masyarakat di era post-industrial justru menjadi
bagian dari gaya hidup post modern.
Dibalik perilaku konsumen-konsumen yang keranjingan dan boros, bagaimana
pun tetap dapat dijumpai konsumen konsumen yang selektif dan memiliki cita
rasa tersendiri dan selera nya adalah hasil dari cara berpikirnya sendiri yang
terbebas dari dominasi kultural kekuatan industri budaya (Bagong Suyanto 270272).
1. Kelompok masyarakat yang dengan sengaja menarik diri dan menghindari
persentuhan dengan teknologi informasi dan budaya populer yang dianggap
merupakan ancaman terhadap eksistensi.
2. Kelompok

masyarakat

yang

meyakini


jalan kehidupan nya sendiri,

mengembangkan pranata sosial yang unik, yang berbeda dari gaya hidup kelas
borjuis yang justru mereka anggap keliru.
3. Kelompok masyarakat yang tetap masuk dalam lingkaran pengaruh kekuatan
industri budaya dan tidak alergi terhadap dunia yang menghibur, namun
selektif dalam memilih cara memanfaatkan uang yang dimilikinya.
2.3 Perkembangan Tenun Dalam Jurnal Kerajinan Tenun Lurik Pedan Di
Klaten.
Di provinsi jawa tengah, terdapat berbagai kerajinan yang cukup terkenal
diantaranya kerajinan tenun lurik pedan. Kerajinan ini menjadi tumpuan
kebutuhan pakaian di wilayah jawa tengah dan sekitarnya. Hampir setiap orang

Universitas Sumatera Utara

tahu kerajinan ini sangat bermanfaat, lebih-lebih waktu itu terjadi krisis sandang
pada zaman jepang. Jika dilihat kebelakang, awal mula tenun ini dilakukan
dengan teknik yang sangat sederhana baik dalam hal penggunaan bahan baku,
proses/teknik pembuatan, peralatan yang digunakan maupun ragam hias atau

motif. Semua itu dilakukan dengan memanfaatkan potensi lingkungan yang ada
sejalan dengan peradaban pengetahuan yang mereka miliki. oleh karena itu,
masing – masing daerah memiliki produk yang berbeda sebagai wujud ekspresi
identitas budaya mereka (setiap motif tenun memiliki arti, makna, dan
pengguanaan yang berbeda). Pada dasarnya hal ini disebabkan oleh perbedaan
letak geografis, sifat, dan tata penghidupan, tradisi, keadaaan alamsekitar,
interaksi antar daerah, dan pengaruh budaya asing. Terjadinya interaksi dengan
dunia luar perkembangan tenun tradisional sedikit banyak mengalami perubahan,
baik dari segi pengadaan bahan baku, pewarnaan, maupun motifnya. Motif-motif
tenun sudah tidak asli lagi seperti sediakala yang mana dari segi bahan baku sudah
jarang yang menggunakan bahan setempat dengan pewarnaan alami, serta ragam
hias semakin kompleks. Batik tenun tradisional yang kita kenal sekarang ini
merupakan perkemnbangan dari perpaduan berbagai kebudayaan yang berbedabeda yang diterima oleh nenek moyang bangsa indonesia, yang kemudian
dikembangkan sedemikian rupa sehingga menjadi sebuah seni budaya yang
diwariskan kepada generasi selanjutnya.
Salah satu daerah di jawa tengah yang masih memproduksi tenun
tradisional, adalah tenun lurik pedan di Klaten. Tenun lurik selalu mengalami
pasang surut, namun tetap eksis sampai sekarang. Tenun ini dinamakan tenun
pedan karena berada diwilayah pedan kabupaten klaten. Keberadaan tenun pedan


Universitas Sumatera Utara

pada waktu itu tidak lepas dengan dukungan wilayah yang ada di sekitarnya
seperti wilayah cawas yang menyediakan bahan baku/dasar benang. Selain itu
justru yang lebih utama adalah tenaga kerja untuk produksi yang sebagaian besar
berasal dari wilayah cawas. Jaringan kerja seperti itu telah dibina sejak lama dan
berlangsung sampai sekarang. Namun yang jelas nama produk tenun lurik pedan
ini merujuk pada hasil karya seni tenun pemulanya yang secara turun-temurun
telah ditradisikan atau diwariskan pada generasi penerusnya. Selain itu tenun lurik
pedan

ini

masih

menjadi

andalan

masyarakat

dalam

meningkatkan

sumberdayaekonomi dan yang masih mugkin untuk dikembangakan menjadi salah
satu unggulan memasuki pertarungan diera global saat ini.
Bagi masyarakat pedan, aktivitas menenun sudah merupakan bagian dari
kehidupan mereka. Tampaknya faktor kondisi lingkungan yang mendorong kaum
wanita ini beraktivitas menenun, disamping meruakan warisan nenek moyang.
Kondisi lahan pertanian yang kurang menguntungkan dan relatif sempit membuat
mereka harus mencari alternatif lain untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga.
Aktivitas menenun merupakan alternatif unutk mengatasi hal tersebut. Dengan
bermodalkan keterampilan dan tenaga kaum wanita bisa memperoleh uang. Oleh
karena itu aktivitas menenun dapat dilakukan dan telah menjadi bagian dari
kehidupan mereka sehingga membuat keberadaan tenun lurik masih tetap eksis.
Menurut salah seorang penenun tenun lurik peralatan menenun masih sangat
sederhana, terbuat dari bambu dan kayu dibuat sendiri. Namun setelah ada salah
seorang dari pedan yang belajar lewat jalur pendidikan semcam kursus di
Bandung, peralatan menenun menjadi semakin canggih (ATBM). Peralatan ini
dibeli setelah dia pulang dan mendirikan usaha tenun didaerahnya. Dia sendiri

Universitas Sumatera Utara

yang beroperasi dibidang tenun ini tetapi karena permintaan akan tenun
terusbertambah, maka jumlah produsen tenun dan penenunnyabertambah pula dan
tersebar tidak haya disatu desa namun didesa yang lainnya. Terkait dengan
peralatan yang digunakan, sebelum tahun 1930-an peralatan yang digunakan
masih sangat ederhana yangterbuat dari bahan kayu, dan bambu dan mudah
didapat dilingkungan setempat. Waktu itudikenal dengan nama ATKT atau alat
tenun kerajinan tangan dengan nama populernya tenun gendong. Untuk memenuhi
permintaaan akan kain yang semakin banyak maka produksi akan kain penenun
berusaha mencari alat yang lebih modern. Alat yang modern ini dinamakan
ATBM yaitu alat tenun bukan mesin. Alat ini ditemukan oleh orang Belanda.
Dengan menggunakan alat ini dalam sehari seeorang penenun bisa menghasilkan
kain tenun 6 sampai 8 meter. Dalam perkembangan ada alat tenun yang
mengguanakan mesin bernama ATM.Alat ini lebih canggih karena menggunakan
tenaga mesin dan dapat memproduksi lebih cepat. Menurut sejahrawan Robyn dan
John Maxwell, dipekirakan sekitar abad 7 sampai abad 15 negeri kita telah
mengenal tenun bahkan telah mengalami perubahan yang dibawa oleh para
pedagang dari Arab, India, Cina.
Pada masa itu membuat tenun sudah mulai membudaya dinegeri ini, peralatan
tenun dianggap sebgai pusaka dan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari dari
suku-suku yang tersebar di Nusantara bahkan di Asia tenggara. Pada saat itu pula
di jawa juga sudah mulai mengenal pembuatan kain tenun yang dinamakan lurik
kapan pastinya tenun lurik ini ada dan berkembang di Jawa. Tenun ini tidak akan
berkembang tanpa dukungan pemerintah. Maka sekitar tahun 1995 tenun di pedan
mulai dikenal banyak orang saat itu yang menjadi pendukung perkembangan

Universitas Sumatera Utara

tenun adalah pemerintah kepemimpinan presiden Soekarno. Ada koperasi tekstil
seluruh indonesia atau “kopteksi” yang berlandaskan pada koperasi kerakyatan.
Masyarakat antusias mendukkung koperasi tekstil itu. Ini terjadi pada tahun
1950an. Keberadaan koperasi ini sangat mendukung dalam usaha industri
pertenunan, keperluan akan bahan dasar tenun yang berupa benang dikoordinir
oleh koperasi sehingga pengadaan benang tidak sembarang tempat. Untuk wilayah
Jawa Tengah termasuk klaten, pengambilan bahan dasar terpusat di kota
Semarang.
2.4 Jurnal Pelestarian Batik Dan Ekonomi Kreatif
Batik sebagai asset budaya merupakan ikon produk indonesia yang memiliki
nilai historis dan memiliki citra eklusif yang menggambarkan status para
pemakainya. Pakaian batik pada taraf internasional telah diakui sebagai pakaian
resmi dalam acara-acara tertentu. Motif-motif kain batik tertentu sampai sekarang
masih berfungsi dalam acara-acara ritual seperti perkawinan.
Batik sebagai sebuah karya budaya memiliki nilai ekonomi yang tinggi,
karena mennjadi sumber hidup bagi para perajinnya, membuka lapangan usaha,
menambah devisa negara, dan mendukung kepariwisataan yang potensial.
Keberadaan batik saat ini sedang dalam proses menuju puncak, setelah diakuinya
karya bangsa ini sebagai world heritage oleh UNESCO. Batik indonesia dinilai
memiliki keunikan tersendiri daripada batik dari negara lain, dan sarat dengan
simbol, serta filosofi hidup pemilik budaya tersebut. Keunikannya terletak pada
penggunaan malam atau campuran sarang lebah, lemak hewan dalam
pembuatannya. Pengakuan dunia atas batik indonesia ini membawa konsekuensi
bagi kita semua untuk terus memilikinya, menjaganya, dan mempertahankannya.

Universitas Sumatera Utara

Diakuinya batik indonesia sebagai warisan budaya tak beda telah memberikan
pengaruh yang luar biasa.
Namun eksistensi batik saat ini mendapatkan ancaman oleh produk-produk
tekstil yang bercorak baik dengan harga murah. Produk-produk ini membanjiri di
sentra-sentra tekstil dan menguasai pasar. Masyarakat awam banyak yang tidak
tahu atau tidak bisa membedakan antara batik tulis, cap, dan printing. Tekstil
bercorak tersebut memang cepat merebut pasar karena disamping harganya lebih
murah daripada batik tulis atau cap, juga warnanya lebih menarik. Padahal batik
lokal memiliki basis yang kuat sebagai karya budaya nenek moyang, dan memiliki
cora-corak dan motif yang sangat variatif.
Pelestarian adalah suatu usaha untuk merekonstruksi budaya yang dimiliki
dalam hal ini batik dari berbagai aspek sejarahnya, teknologinya, filosofinya,
ragam motifnya, makna dan sebagainya. Pelestarian batik tidak diartikan pasif
yang hanya menjaga, menyimpan batik tersebut agar tidak punah dan hilang.
Pelestarian dilakukan tidak hanya menyiapkan harta karun bernama batik supaya
tetap eksis, berfungsi, dan dilindungi keberadaannya. Tetapi juga bagaimana batik
tetap dimiliki, dicintai oleh pemiliknya. Dalam pelestarian ini tidak hanya
diperlukan peran aktif pemilik budaya itu sendiri tetapi juga peran masyarakat dan
pemerintah.
Dalam rangka mendorong dan mengaktifkan peran serta masyarakat harus
dilakukan pendekatan-pendekatan, supaya masyarakat memiliki kreatifitas
pengelolaaan dan pemanfaatan produk batik untuk pengembangan, pewarisan
kepada generasi yang akan datang dan untuk kesejahteraan para perajinnya
sebagai aktor atau pelaku. Batik muncul dalam variasi corak yang beragam sesuai

Universitas Sumatera Utara

dengan daerah asal batik masing-masing. Pengembangan produksi batik
membutuhkan kreatifitas dari para produsennya. Kreativitas adalah merupakan
sebuah kemampuan untuk menggunakan imajinasi, wawasan dan kekuatan
berpikir serta perasaan emosi untuk melahirkan sebuah gagasan baru. Kreativitas
mengandung nilai-nilai:
1. Imajinatif, melahirkan gagasan-gagasan baru, berpikir alternative.
2. Orisinalitas, yakni adanya nilai-nilai kebaruan, penemuan dan pembuatan
barang-barang baru, berbuat sesuatu yang belum pernah dibuat sebelumnya.
3. Signifikansi pada konteks utilitas dan nilai.
4. Eksploratif dan keberanian mengambil resiko.
5. Keterampilan berpikir kritis.
6. Komunikatif membantu masyarakat
2.5 Memudarnya Masyarakat Tradisional (Daniel Lerner)
Daniel lerner menyimpulkan bahwa masyarakat tradisional sudah
memudar dalam kehidupan sosial budayanya, disebabkan adanya ekspansi barat
sejak tahun 1500, akan tetapi berbentuk kolonialisme dan imperialisme. Perspektif
pokok memudarnya masyarakat adalah perilaku dalam konteks perubahan sosial.
Memudarnya masyarakat tradisional akan tampak jelas apabila dilihat dari tiga
dimensi perubahan sosial yaitu: dimensi struktural, kultural, dan interaksional.
Perubahan dari masyarakat transisi ke masyarakat tradisi terjadi karena konflik
nilai. Keadaan nilai dalam konflik akan menghasilkan sesuatu yang polinartif
dalam berbagai hal. Dalam hal mobilitas pada masyarakat tradisional cenderung
menjadi mobilitas sistematis. Artinya, mobilitas sosial, fisik, dan jiwa berjalan
bersama. Pada masyarakat transisi, terjadi pengujian lembaga atau institusi

Universitas Sumatera Utara

kedalam keutuhan mendesak atau aspirasi baru sebagai hasil pemikran atau
gagasan baru. Proses modernisasi yang digerakkan pemerintah menimbulkan
berbagai bentuk gabungan antara tradisi dan modern, sebagai contoh perpaduan
antara tradisi dengan modern.
Tiga variabel modernisasi yang digunakan Lerner yaitu:
1. Lebih modern, dimaksudkan lebih banyak orang yang mengubah cara
hidup tradisional.
2. Lebih dinamis, dimaksudkan modernisasi berjalan dengan suatu derap
cepat.
3. Lebih stabil, dimaksudkan pembagian kelas tidak begitu jelas.
Secara umum penemuan lerner mencoba mengembangkan suatu teori yang
melihat bahwa modernisasi terjadi daridalam dan tidak sama untuk setip
masyarakat. Namun demikian pengaruh perkembangan informasi dan komuniksi
menyebabkan semua unsur eksternal juga dapat berpengaruh terhadap perubahan
tingkah laku. Lerner mengukapkan bahwa pengaruh tingkah laku dapat bersamaan
dengan perubahan kelembagaan.
Hakekat dari perubahan yang terjadi adalah pergesaran dalam cara
menyampaikan ide dan sikap, karena apa yang dilakukan modernisasi adalah
menyebarkan gambaran yang jelas kepada masyarakat tentang cara hidup baru.
Lerner memusatkan diri pada makna pribadi dari perubahan masyarakat dan
transformasi di dalam tata hidup individu sehari-hari. Pola perilaku yang
dikembangkan oleh masyarakat modern ditandai oleh empati, kemampuan tinggi
untuk menyusun kembali sistem diri pada waktu singkat. Modernisasi setiap
masyarakat mencakup transformasi perwatakan yang dinamai mobilitas.

Universitas Sumatera Utara

Ada tiga perbandingan tipe pada masyarakat:
1. Masyarakat tradisional
Kepribadian kaum tradisionil telah dilatih sedemikian rupa oleh keadaan
masyarakat nya untuk membatasi imajinasi pada ukuran waktu dan tempat dari
kehidupan sehari-hari yang dikenalnya. Masyarakat tradisionil adalah bagian pasif
dari masyarakat dan tidak berpartisipasi secara berarti dalam komunikasi bentuk
baru atau lembaga lainnya yang mendorong modernisasi masyarakat.
2. Masyarakat modern
Sumber berita masyarakat modern tidak terbatas pada komunikasi. Mereka
sudah mampu membuat opini ataupun berpikir kritis mengenai suatu hal bahkan
yang dianggap bertentangan dengan tradisi yang ada
3. Masyarakat transisional
Walaupun mereka cukup modern untuk mempunyai perhatian dapat
membedakan dan kritis, akan tetapi mereka belum memperoleh rasa mobilitas
yang mendasari pandangan eksperimental dan kaum modern yang asli. Akar
kesulitan dari masyarakat tradisinil adalah konflik antar harapan baru dan tradisi
lama. Namun masyarakat transisionil ini adalah sumber kekuatan baru dari
masyarakat masa depan yang sangat berarti untuk perubahan sosial.
2.6 Paradigma Sosiologi
Paradigma merupakan suatu pandangan fundamental tentang pokok persoalan
dalam suatu cabang ilmu pengetahuan. Paradigma membantu bagaimana
merumuskan tentang apa saya yang harus dipelajari, persoalan apa yang harus
dijawab dan aturan apa saja yang harus diikuti untuk menginterpretasikan jawaban

Universitas Sumatera Utara

yang diperoleh (Ritzer:1985). Pola pikir masyarakat memandang suatu fakta
sosial inilah yang disebut sebagai paradigma sosiologi. Di dalam paradigma
sosiologi, ada beberapa unsur ilmu sehingga paradigma sosiologi dipandang
sebagai suatu disiplin ilmu yang bisa dijadikan sebagai acuan atau landasan dalam
penelitian mengenai problem-problem sosial. Paradigma dibagi menjadi tiga
yaitu:
1. Paradigma fakta sosial. Yang tidak dapat dipahami melalui kegiatan spekulatif
yang dilakukan dalam pemikiran manusia. Karena fakta sosial dapat
dinyatakan sebagai barang yang berbeda dengan ide. Untuk memahaminya
diperlukan data yang riil diluar pemukiran manusia.
2. Paradigma defenisi sosial, yang mana paradigma ini mengandung dua konsep
dasar. Pertama konsep tindakan sosial. Yang kedua tentang penafsiran dan
pemahaman. Sebab tindakan manusia merupakan bagian utama dari kehidupan
sosial.
3. Paradigma perilaku sosial adalah paradigma yang mengarah pada perilaku atau
tingkah laku seseorang
Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma defenisi
sosial. Paradigma ini dilatarbelakangi oleh Max weber tentang tindakan sosial
(social action). Secara defenitif weber merumuskan sosiologi sebagai ilmu yang
berusaha untuk menafsirkan dan memahami tindakan sosial serta hubungan sosial
untuk pada penjelesan kasual. Tindakan sosial merupakan tindakan individu yang
mempunyai makna atau arti subjektif bagi dirinya dan diarahkan kepada tindakan
orang lain.

Universitas Sumatera Utara

Dalam defenisi ini terkandung dua konsep dasar. Pertama konsep tindakan
sosial. Yang kedua tentang penafsiran dan pemahaman. Menurut weber,
mempelajari perkembangan pranata haruslah juga melihat tindakan manusia.
Sebab tindakan manusia, merupakan bagian utama dari kehidupan sosial.
Paradigma ini didukung oleh beberpa teori seperti teori aksi (action), teori
interaksionime simbolik (simbolik interationsm), dan teori fenomenologi. Titik
temu atau persamaan dari ketiga teori ini, terletak pada ide dasar. Yang mana pada
pandangan nya bahwa manusia merupakan aktor yang kreatif dari realitas
sosialnya. Ada pula kesamaan lain adaah realitas sosial merupakan alat yang statis
daripada paksaan fakta sosial. Maksudnya adalah tindakan manusia tidak
sepenuhnya ditentukan oleh norma-norma, kebiasaan, nilai, dan sebagainya, yang
mana semua itu tercakup dalam konsep fakta sosial.
Paradigma defenisi sosial ini cenderung menggunakan metode observasi
dalam meneliti. Ini karena untuk memahami realitas intrasubjective dan
intersubjective dari tindakan sosial dan interaksi sosial (Salim:2006). Adapun
teori yang mendukung paradigma ini, diantaranya adalah teori tindakan, teori
interaksionime simbolik, fenomenologi, etnomedologi, dan eksistensialisme.
2.7 Ulos Batak
2.7.1 Makna Ulos Batak
Ulos adalah pakaian yang berupa kain, yang ditenun oleh wanita Batak dengan
berbagai pola, dan biasanya dijual dipasar-pasar. Menenun kain ulos memerlukan
koordinasi yang baik terhadap sejumlah besar benang menjadi sebuah kain utuh
yang digunakan untuk melindungi tubuh. Menurut konsep orang Batak, ulos
adalah suatu tindakan yang diresapi oleh suatu kualitas religius dan magis. Oleh

Universitas Sumatera Utara

karena itu, dalam pembuatan dan pemungsiannya disertai sejumlah pantangan.
Dalam kepercayaaan masyarakat Batak Toba, ulos dianggap sebagai benda
supranatural. Panjangnya harus tepat, kalau tidak dapat membawa kematian dan
kehancuran pada roh sipenenun. Jika ulos dibuat dibuat dengan pola tertentu maka
ia dapat digunakan sebagai pembimbing dalam kehidupan. Ulos yang memiliki
nilai budaya paling tinggi adalah ulos ni tondi (ulos roh), biasanya diberikan
orang tua kepada anak perempuannya, pada saat menunggu bayinya yang
pertama, dan orang tua datang untuk mangupa (memberkati)nya.
Ulos dipandang memiliki kekuatan magis, yang dapat membantu seseorang
perempuan yang mengandung menghadapai kekuatan magis. Di dalam kehidupan,
perempuan itu memandang ulos memiliki nilai keramat. Ulos adalah hotiman ni
tondi, yang diabdikan kepada tondi, dan dengan melestarikan dan memakainya ia
menghubungkan dirinya sendiri kepada kekuatan supranatural yang terwujud
didalamnya, dan dapat memberikan berkah kepadanya. Kain khusus ini akan
melindunginya pada saat krisis melahirkan, dan jika ia sakit pada waktu kapan
pun. Jika anak yang dikandung nya dalam kehadapan bahaya, maka kekuatan
supranatural yang terdapat dalam ulos akan melindungi bayi tersebut.
(Siregar:1985)
Ulos yang diberikan kepada seorang perempuan atau keluarga yang dirundung
berbagai kemalangan mempunyai tujuan yang sama. kain ini mungkin harus
ditenun oleh hula-hula yang jauh, jika datu (dukun) menganjurkan secara khusus.
Jika kain seperti itu membuahkan berkat yang didambakan, jadilah kain itu
sebagai benda keramat bagi pemiliknya seketurunan. Pemakaian ulos jelas

Universitas Sumatera Utara

berbeda dengan pemakaian pakaian upacara modern yang hanya berhenti pada
“representasi realitas lain” dalam pengertian kognitif belaka.
2.7.2 Istilah Ulos Dan Sejenisnya Dalam Etnik Natif “Batak”
Ulos adalah kain tenun khas Batak berbentuk selendang, yang
melambangkan ikatan kasih sayang antara orang tua dan anak-anaknya atau antara
seseorang dan orang lain, seperti tercantum dalam falsafah batak yang berbunyi
ijuk pengihot ni hodong. Ulos penghit ni halong, yang artinya ijuk pegikat pelepah
pada batang nya dan ulos pengikat kasih sayang antara sesama.
2.7.3 Guna Dan Fungsi Ulos
Dalam konteks budaya sumatera utara, pada mulanya fungsi ulos adalah
untuk menghangatkan badan, tetapi kini ulos memiliki fungsi simbolik untuk halhal lain dalam segala aspek kehidupan orang Batak. Ulos tidak dapat dipisahkan
dari kehidupan orang Batak. Setiap ulos mempunyai sifat, keadaaan, fungsi, dan
hubungan dengan hal atau benda tertentu. Dalam pandangan suku Batak, ada tiga
unsur yang mendasar dalam kehidupan manusia yaitu darah, nafas, dan panas.
Dua unsur terdahulu adalah pemberian Tuhan, sedangkan unsur ketiga tidaklah
demikian. Panas yang diberikan matahari tidaklah cukup untuk mengkais udara
dingin di pemukiman suku batak toba, terutama di malam hari. Dalam persepsi
masyarakat Batak, ada tiga sumber panas kepada tubuh manusia, yaitu matahari,
api, dan ulos. Ulos berfungsi memberi panas yang menyehatkan badan.
Dikalangan orang Batak sering terdengar istilah mangulosi yang artinya memberi
ulos, atau menghangatkan dengan ulos. Dalam kepercayaan orang Batak, tondi
(jiwa) juga perlu diulosi, sehingga kaum pria yang berjiwa keras mempunyai sifat-

Universitas Sumatera Utara

sifat kejantanan, dan kepahlawanan, dan perempuan mempunyai sifat ketahanan
untuk melawan kekuatan magis.
Fungsi ulos lainnya adalah sebagai ekspresi nilai-nilai agama. Pada masa
awal masyarakat batak berada dalam kehidupan animisme dan dinamisme. Masa
ini ulos juga digunakan sebagai ekspresi animisme tersebut. Dalam masa-masa
yang lebih akhir, muncul aliran kepercayaan yang disebut parmalim, sebagai
agama suku yang dipercayai didirikan oleh Raja Sisingamangaraja XII. Dalam
aktivitas ibadah mereka juga menggunakan ulos.
Selain sebagai ekspresi nilai-nilai religi, ulos juga difungsikan dalam
berbagai upacara siklus hidup masyarakat Batak. Dalam musyawarah adat,
mereka selalu menggunakan ulos. Dalam upacara kelahiran mereka juga
menggunakan ulos, untuk menyelimuti si bayi dan orang-orang yang datang
dalam upacara tersebut. Dalam upacara perkawinan pun mereka baik si pengantin,
tamu, ataupun hadiah untuk pengantin dan keluarganya biasanya menggunakan
ulos. Begitu pula acara kematian mereka tak ketinggalan selalu menggunakan
ulos. (Takari:2009) Selain itu, ulos juga dipergunakan dalam seni pertunjukkan
masyarakat Batak. Tari-tarian yang disebut tortor, penari dan pemusik pastilah
menggunakan ulos sebagai pakaian nya. Disini ulos berperan sebagai pengungkap
nilai-nilai budaya, estetika, dan sistem nilai itu sendiri.
Ulos juga digunakan dalam kegiatan politik. Beberapa pimpinan ditingkat
desa, kecamatan, kabupaten, dan kota, provinsi, bahkan negara indonesia selalu
dikenakan ulos ketika berjunjung ke satu daerah etnik Batak di sumatera utara.
Kegiatan-kegiatan politik ini misalnya kunjungan pejabat ke daerah, salah satu
contoh kedatangan presiden Republik Indonesia ke tanah Batak bapak Joko

Universitas Sumatera Utara

Widodo disambut dengan ulos juga. Begitu juga dengan kasus-kasus lainnya
seperti kampanye politik untuk legislatif, kampanye pemilihan presiden, dan lainlainnya.
Selain dari guna ulos seperti diuraikan tersebut, ulos juga mempunyai
fungsi sosio-budaya. Diantaranya adalah berfungsi untuk memperkuat identitas
suku. Melalui ulos ini suku-suku Karo, Toba, Dairi, Mandailing-Angkola, dan
Simalungun memperkuat identitas atau jati diri kebudayaan nya. Selain itu juga
berfungsi sebagai simbol kebudayaan, dimana terdapat didalamnya makna dalam
bentuk indeks, ikon, dan lambang kebudayaaan. Ulos juga berfungsi untuk
meneruskan nilai-nilai dari satu masa ke masa berikutnya. Ulos juga berfungsi
menentukan stratifikasi sosial masyarakat batak, ulos juga berfungsi untuk
mengekspresikan nilai-nilai estetika masyarakat Batak. Ulos juga berfungsi untuk
menjaga integrasi sosial. Ulos juga berfungsi untuk mengabsahkan upacaraupacara.

BAB III

METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Penelitian kualitatifadalah metode yang

Universitas Sumatera Utara