Memudarnya Masyarakat Pengrajin Tenun Dalam Mempertahankan Eksistensi Ulos Batak Di Pasar Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan komunikasi
yang semakin modern belum mampu menjawab permasalahan yang dihadapi oleh
masyarakat terutama yang berkenaan dengan peradaban manusia. Peradaban
sering digunakan sebagai persamaan yang lebih luas dari istilah “budaya”, dimana
setiap manusia dapat berpartisipasi dalam sebuah budaya, yang dapat diartikan
sebagai seni, adat istiadat, dan kebiasaan dalam tradisi yang merupakan cara hidup
masyarakat. Namun dalam defenisi yang paling banyak digunakan, peradaban
adalah istilah deskriptif yang relatif dan komplek untuk budaya kota. Istilah
peradaban sendiri sebenarnya bisa digunakan sebagai upaya manusia untuk
memakmurkan dirinya dan kehidupannya. Maka dalam sebuah peradaban pasti
tidak akan terlepas dari tiga faktor yang menjadi tonggak berdirinya sebuah
peradaban

antara

lain,

sistem


pemerintahan,

sistem

ekonomi,

dan

IPTEK.Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman suku dan budaya.
Keanekaragaman ini sudah dimiliki mulai dari waktu ke waktu dan menjadikan
bangsa yang multikultural. Keberagaman atau perbedaan kebudayaan yang satu
dengan yang lain dapat diartikan sebagai suatu masyarakat yang tinggal dan hidup
menetap di suatu tempat yang berbeda dan memiliki budaya yang tidak sama.
Setiap daerah akan menghasilkan budaya, dan ciri khas tersebut akan

Universitas Sumatera Utara

menghasilkan kebudayaan masing masing. Setiap daerah dengan kebudayaan nya
akan menghasilkan sebuah artefak atau karya dimana itu adalah sebagai wujud

kebudayaan itu sendiri. Karya itu adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa
hasil dari aktivitas atau perbuatan dalam masyarakat yang berupa benda benda
yang dapat dilihat, diraba, ataupun didokumentasikan. Tindakan dalam karya ini
dilakukan di setiap daerah, yang diwariskan dari generasi ke generasi dimana
salah satu tujuan nya adalah suatu alat atau sarana untuk mensejahterakan
masyarakatnya.
Dalam beberapa waktu ini sering terjadi klaim-mengklaim budaya
indonesia oleh negara lain, namun setelah sekian lama, akhirnya pejuangan
bangsa indonesia untuk mendapatkan pengakuan kepemilikan budaya tercapai
juga. UNESCO (United Nations Educational,Scientific and Cultural Organization)
mengakui budaya indonesia salah satu nya adalah batik (kemendikbud.go.id).
Tradisi batik sebagai salah satu budaya warisan dunia asli indonesia dikukuhkan
pada oktober 2009 di prancis. Membatik telah diwariskan secara turun – temurun
hingga saat ini. Dengan pola tradisional ini, sejak dahulu masyarakat menuangkan
imajinasi melalui gambar pada batik. Masyarakat juga telah mengenal seni
pewarnaan tradisional dengan bahan-bahan alami sebelum mengenal pewarnaan
dengan bahan kimia. Batik yang tersebar hampir diseluruh indonesia memiliki
bentuk ragam hias yang berbeda-beda diantara satu dan lainnya.
Di sumatera utara sendiri tepat nya di daerah Tapanuli Utara hasil kerajinan
kain tenun juga sudah diproduksi cukup lama. Kain tenun ini dinamakan ulos.

Secara

harfiah,

ulos

berarti selimut

yang

menghangatkan

tubuh

dan

melindunginya dari terpaan udara dingin. Ulos sudah menjadi bagian dari suku

Universitas Sumatera Utara


batak. Dahulu nenek moyang batak adalah manusia-manusia gunung, dengan
tujuan berladang di pegunungan. Mendiami dataran tinggi berarti mereka harus
siap berperang melawan dingin nya cuaca yang menusuk tulang. Dari sinilah
sejarah ulos bermula. Tentunya ulos tidak langsung menjadi sakral diawal masa
kemunculanya sebelum menjadi simbol adat suku batak seperti sekarang. Dulu
ulos malah dijadikan selimut atau alas tidur, tetapi ulos yang mereka gunakan
kualitasnya jauh lebih tinggi, lebih tebal, lebih lembut dan dengan motif yang
lebih artistik. Setelah mulai dikenal, ulos digemari karena praktis dan lambat laun
menjadi kebutuhan primer, karena bisa dijadikan bahan pakaian yang indah
dengan motif –motif yang menarik. Ulos lalu memiliki arti lebih penting ketika ia
dipakai oleh tetua adat dan para pemimpin dalam pertemuan adat resmi. Ulos juga
sering dijadikan hadiah atau pemberian kepada orang-orang yang disayangi.
Ulos batak yang merupakan peninggalan karya seni bagian dari
kebudayaan suku batak toba, ulos ini secara turun temurun di produksi oleh
masyarakat suku batak toba dan menjadi bagian busana khas bangsa Indonesia.
Ulos ini banyak dijumpai di daerah sumatera utara khususnya di daerah mayoritas
masyarakat suku batak menetap seperti halnya kabupaten Tapanuli utara, Tapanuli
Selatan, Tapanuli Tengah, ataupun Pematang Siantar.
Keberadaan pengrajin tenun di Indonesia sebenarnya sudah ada sejak lama
termasuk di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Namun dalam beberapa tahun

terakhir keberadaan pengrajin tenun menjadi sorotan dikalangan media baik dalam
media cetak ataupun media elektronik yang memberitakan berbagai kasus tentang
kerajinan tersebut. Salah satunya adalah pengrajin tenun ulos batak di kecamatan
Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara. Sebagian besar jenis ulos atau tenun khas

Universitas Sumatera Utara

suku batak tidak diproduksi lagi dan sudah terancam punah. Selain kegagalan
regenerasi petenun ulos sudah jarang digunakan pada kegiatan adat. Bahkan
pemasaran ulos semakin terdesak akibat munculnya ulos lain berupa kain songket
dari Padang dan Palembang. Kebanyakan jenis ulos sudah tidak ada lagi yang
membuat sejak tahun 2000-an sehingga menimbulkan kekhawatiran kehilangan
ulos sebagai warisan nenek moyang. Petenun ulos mengatakan, jenis – jenis ulos
produksi tangan tersebut sudah banyak digantikan dengan kain ulos pabrikan.
Penenun di daerah sentra produksi ulos saat ini hanya memproduksi ulos yag
lazim digunakan untuk acara adat, jenis lain tidak ditenun lagi karena tidak laku di
pasaran. Produksi ulos yang biasa disebut mandar juga semakin tersisih.
Masyarakat etnis batak kini lebih memilih ulos yang dikerjakan dengan mesin
pabrikan yang harganya jauh lebih murah. Bahkan, sudah sejak lama masyarakat
banyak beralih menggunakan tenun songket dari Padang, Sumatera Barat, dan

Sumatera Selatan. Songket dipilih karena harganya lebih murah dan warnanya
banyak yang cerah sementara motif ulos cenderung gelap. Selain itu bayak
generasi muda yang enggan mempelajari teknik tenun dan motif motif asli Batak.
Karena kalah bersaing, sebagian pengrajin tenun di Tapanuli Utara beralih
menenun kain sarung dengan corak songket. Sejarah tenun di Tapanuli Utara pada
dasarnya lahir untuk kebutuhan sehari-hari,yang selanjutnya masuk dalam konsep
adat. Contoh lain nya adalah hasil kerajinan tekstil di daerah lain seperti batik tulis
di Jawa sampai saat ini masih dapat bertahan padahal harganya jauh lebih mahal
dibandingkan dengan kain tenun capBatik yang tetap dibudayakan dan digunakan
dalam kegiatan sehari-hari. Kain ini dapat bertahan dan sangat diminati para
masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

Keberadaan pengrajin tenun ulos Batak dahulunya muncul hanya secara
alamiah dalam pikiran untuk menjawab tuntutan hidup mereka dimana kebutuhan
mencari rasa hangat dimalam hari. Namun lambat laun kebutuhan akan pakaian
adalah solusi yang mereka cari sebagaimana ditempat lain juga demikian.
Pengetahuan pembuatan pakaian dimulai dari bahan-bahan yang masih
sederhanaseperti kulit kayu, kulit binatang, daun-daunan sampai pada akhirnya

tercipta ulos. Pengrajin tenun menjadikan ulos sebagai puncak kebudayaan materi
hasil akhir dari siklus wujud kebudayaan, yang berawal dari ide, gagasan
melakukan usaha pekerjaan yang berkembang sebagai sebuah teknologi. Pasca
ditemukannya ulos, masyarakat batak toba menjadikan nya sebagai sebuah
keterampilan yang umumnya dikuasai oleh para wanita dalam kehidupan seharihari. Namun pada masa itu, pekerjaan membuat ulos bukan menjadi pekerjaan
utama, karena mata pencaharian utama masih di sektor pertanian. Mereka
membuat ulos di sela sela waktu pekerjaan utama. Terutama bagi para kaum
wanita yang menjaga rumah dan anak-anak mereka. Istilah pengrajin tenun atau
“partonun” dalam suku batak pada masa ini belum tepat dipredikatkan pada
mereka, karena pada masa ini membuat suatu ulos belum menjadi profesi.
Ulos tidak terpisakan dari kehidupan orang batak. Ulos dibuat dengan
menggunakan alat tradisional bukan mesin. Pembuatan ulos masa kini
dibandingkan dengan masa-masa terdahulu terindikasi mengalami transformasi
budaya. Pengrajin tenun ulos Batak menggunakan alat tenun yang terbuat dari
kayu, dilengkapi dengan peralatan lain, seperti pamunggung (merupakan sandaran
di punggung, sekaligus berguna mengikat dan mengatur benang). Eksistensi ulos
terlihat jelas, terutama dalam peranannya pada pelaksaaan berbagai budaya adat

Universitas Sumatera Utara


Batak. Komoditi ini dikategorikan sebagai andalan. Keistimewaan dan keunikan
pakaian adat tradisional ini, menyimpan rahasia keterampilan seni, berpadu
dengan budaya.
Sebagai salah satu bagian dari usaha kecil, industri tenun ulos Batak di
Kecamatan Tarutung, Kabupaten Tapanuli Utara merupakan salah satu sektor
yang dominan diantara industri lainnya. Kecamatan Tarutung merupakan sentra
industri tenun ulos terbesar di Kabupaten Tapanuli Utara, sementara Kecamatan
Tarutung memiliki unit usaha tenun ulos terbanyak diantara kecamatan lainnya.
Industri tersebut masih berupa usaha rumah tangga (home industry).
Ketertinggalan ulos dari kain tradisional lain tentunya sangat disayangkan,
kepopuleran ulos Batak masih jauh dibanding batik. Jika dibandingkan dengan
hasil tenunan lain, seperti kain tenun Palembang atau Sumbawa, ulos masih
tertinggal, terlihat bagaimana pengrajin tenun ulos Batak yang bekerja terburuburu karena harus segera dijual, mengakibatkan motif menjadi lebih sedikit, dan
membuat ulos yang sebenarnya tidak keluar. Hal ini membuat ulos tertinggal dari
kain tenun lainnya. Tetapi hal ini membuat banyak pihak-pihak lain bersemangat
untuk menyebarkan ulos ke seluruh indonesia. Hal ini diakibatkan karena
produksi dan konsumsi terhadap tekstil tradisional Indonesia melonjak. Hal
tersebut membuktikan pengrajin tenun bisa memiliki produk tersebut, memiliki
sumber bahan, memiliki tenaga kerja, dan memiliki pasar.
Transformasi dilihat pada gagasan pengrajin tenun dari mulai masa lampau

hingga masa kini. Mulai pemenuhan kebutuhan pakaian, dan hanya sebuah
keterampilan yang dimiliki oleh wanita, sekarang gagasan pembuatan ulos
bertambah tujuan. Pengrajin tenun ulos sekarang lebih tepat dikatakan sebagai

Universitas Sumatera Utara

seniman karena membuat ulos yang membuat seni yang tinggi sesuai dengan
makna filosofis kehidupan religi masyarakat Batak Toba. Dan untuk saat ini
gagasan pembuatan ulos berubah menjadi usaha pelestarian warisan kebudayaan.
Dampak lainnya pada pengrajin tenun adalah kehadiran teknologi saat ini
yang mengakibatkan munculnya alat tenun bukan mesin yang dapat digunakan
untuk memproduksi ulos secara massal. Saat ini ada 2 ulos yang beredar di
pasaran ataupun di masyarakat itu sendiri yaitu: ulos hasil tenun mesin dan ulos
hasil tenun tradisional. Pembuatan ulos secara tradisional itu sendiri memiliki
proses yang lebih rumit sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama untuk
menghasilkan 1 lembar ulos batak. Dari sisi tradisional ulos hasil tenun pengrajin
jauh lebih memiliki kualitas yang baik jika dibadingkan dengan hasil mesin itu
sendiri. Namun, jika dibandingkan dari segi harga, ulos hasil tenun mesin jauh
lebih murah dibandingkan dengan ulos hasil tenun tradisional, sehingga
masyarakat lebih memilih ulos hasil tenun mesin. Kehadiran tenun mesin

ditengah-tengah pengrajin menimbulkan semangat dan minat masyarakat menjadi
pengrajin tenun tradisional turun. Hal ini lah yang mengkibatkan tradisi tenun ulos
sudah mengalami kelangkaan.
Secara

analisis,

kelompok

pengrajin

tenun

digambarkan

sebagai

masyarakat yang berusaha hanya untuk dapat memenuhi kebutuhan sendiri,
kelompok ini memenuhi kebutuhan secara penuh dan lengkap. Kelompok ini
adalah suatu sistem sosial yang kaku, dan mengalami perubahan yang sedikit

sekali, mereka adalah masyarakat yang statis dan stabil dalam arti mobilitas sosial,
kategori seperti ini bisa dikatakan perubahan yang tradisional. Berbeda dengan
masyarakat modern, kelompok ini memiliki sifat yang dinamis dan mengalami

Universitas Sumatera Utara

perubahan sosial yang sangat pesat dan tingkat mobilitas nya sangat tinggi. Kedua
gambaran tersebut menunjukkan bahwa masyarakat yang tradisional cenderung
stabil sedangkan masyarakat modern cenderung bergerak. Oleh karena itu, pada
tingkat ini, perubahan sosial yang sifat nya dinamis bukanlah suatu karakteristik
yang menonjol dalam masyarakat tradisional seperti pengrajin tenun. Paling
penting, perubahan ini mempunyai dampak minimal terhadap kelompok pengrajin
tenun
Dalam setiap usaha untuk menentukan hubungan antara proses kerajinan
tenun oleh pengrajin dengan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya akan
memperlihatkan suatu gambaran umum tentang proses kerajinan tenun itu
sebelum dan sesudah perubahan tersebut, perbandingan ini ditelusuri secara garis
besar dalam masyarakat pengrajin tenun sehingga dapat mengidentifikasi aspek –
aspek sosial yang melancarkan dan menghambat perubahan yang terjadi. Tentu
saja, apa yang terjadi pada masa lampau dan masa yang sekarang dihubungkan
sehingga apa yang terjadi sekarang tak dapat dipahami sepenuhnya tanpa
mempertimbangkan apa yang terjadi sebelumnya, demikian halnya didalam
memproyeksi dari masa lampau, sekarang ke masa depan.
Permasalahan lainnya yang dihadapi rendahnya partisipasi generasi muda
melanjutkan kerajinan tradisional ini, harga yang tidak sesuai dibadingkan dengan
biaya produksi dan anggapan bahwa pengrajin tradisional sudah dianggap kuno.
Ulos diperjualbelikan dipasaran tak ubahnya seperti barang dagangan biasa.
Kedalaman makna filosofis ulos telah berkurang dan cenderung lebih dinilai dari
sudut pandang ekonomi. Dibalik tingginya nilai dan harga sebuah ulos, justru
banyak pengrajin tenun tingkat perekonomiannya masih kurang. Status sosial

Universitas Sumatera Utara

mereka pun dianggap rendah sama seperti buruh upahan. Keadaan mereka
diperparah lagi karena faktor penentu harga ulos ada ditangan para
“tokeh”(distributor ulos ke pasaran). Meskipun harga bahan-bahan pembuatan
ulos seperti benang naik, upah pengrajin tenun belum tentu bisa naik. Banyak
pengrajin tenun bekerja pada pemilik modal besar, sehingga upah mereka
sepenuhnya ditentukan oleh si pemilik usaha. Tingkat pendidikan dan
perekonomian pengrajin tenun yang masih rendah mengakibatkan rendahnya daya
saing pekerjaan untuk kemajuan usaha mereka. Munculnya suatu kekhwatiran
kalau gagasan pengrajin tenun membuat ulos batak pada masa yang akan datang
hanya sekedar mendapatkan uang, maka nilai sebagai pengrajin tenun akan
memudar dengan sendirinya, sementara disisi lain ulos itu tetap dibutuhkan.
Seperti istilah yang menyatakan Batak tidak ada tanpa ulos. Keadaan inilah yang
membuat masyarakat Batak harus membeli ulos.
Ditengah kemajuan zaman dan persaingan yang semakin ketat maka
demikian juga banyaknya kendala yang akan dihadapi, maka pengrajin tenun ulos
Batak harus mampu bersaing dan menciptakan strategi-strategi yang tepat untuk
dapat menjaga eksistensi ulos Batak di tengah tengah masyarakat dan
menghidupkan kembali kearifan bertenun. Salah satu masalah yang dihadapi
pengrajin tenun dalam mempertahankan eksistensi ulos Batak adalah adanya
competitor lain yang datang dari masyarakat industri perkotaan, kelompok ini
datang dengan lebih besar dan lebih kuat yang menjadi bagian pencari taraf hidup
yang berbeda dan lebih baik, industri ini memainkan peran yang sangat luas
sehingga mendatangkan akibat yang dramatis pada pengrajin tenun ulos yang
berhubungan dengan sosial, ekonomi, dan budaya. Tempo yang dilaksanakan oleh

Universitas Sumatera Utara

industri kota sangat cepat dan mempengaruhi karakter melalui struktur sosial
pengrajin tenun tradisional sehingga situasi ini menjadi faktor yang menghambat
bagi pengrajin untuk ikut bersaing dengan langkah yang minim. Namun,pengrajin
tenun yang relatif stabil karena hampir setiap segi kehidupan sosialnya
ditunjukkan kedalam kelompok itu sendiri telah mendapat tekanan tekanan ini
dimana adanya kompetisi dari sumber–sumber lain. Struktur sosial pada pengrajin
tenun ulos Batak mendapat peranan yang besifat empiris dalam proses perubahan
dan perkembangan ulos itu sendiri. Sebagian besar produksi ulos Batak hanya
dilakukan dalam skala kecil, profesi ini dikerjakan hanya untuk keperluan
keluarga sendiri dan berdasarkan tradisi turun temurun karena adat istiadat masih
dihormati. Kedatangan competitor lain akan menggangu stabilitas ini, dimana
ekonomi yang dilakukan industri kota hampir seluruhnya merupakan ekonomi
pasar yang didasarkan atas penggunaan uang dan alat pembayaran lain, hubungan
sosial sudah didasarkan atas kepentingan pribadi, sudah terbuka dan saling
mempengaruhi. Industri kota tidak lagi melihat adat istiadat sebagai sesuatu
kepercayaan yang harus dijunjung tinggi, industri kota mempercayai ilmu
pengetahuan dan teknologi yang sangat kuat, sehingga stratifikasi sosial sudah
diterapkan atas dasar keahlian dengan tingkat pendidikan formal yang tinggi.
Produk tenunan bukanlah hal masih baru ditengah tengah masyarakat
indonesia. Produk ini merupakan salah satu dari industri kreatif indonesia yang
merupakan sektor strategis karena mampu memberikan kontribusi cukup besar
bagi perkonomian nasional. Hal tersebut terlihat dari jumlah industri kecil dan
menengah (IKM) sebanyak 3,4 juta unit pada 2013. IKM juga mampu menyerap
tenaga kerja sebanyak 10,3 juta orang dan memberian sumbangan signifikan

Universitas Sumatera Utara

terhadap nilai ekspor sebesar USD 19.579 Juta. oleh karena itu, Kementrian
perindustrian terus mendorong pengembangan industri kreatif yang pertumbuhan
nya semakin meningkat sekitar 7% per tahun (indotrading.com).
1.2 Perumusan Masalah
Dalam suatu penelitian hal yang sangat penting adalah adanya suatu
masalah yang dianggap sangat penting untuk diteliti. Dengan demikian peneliti
harus merumuskan suatu masalah sehingga akan menuntun peneliti untuk
melaksanakan penelitian dengan baik dan benar. Maka dari penjelasan latar
belakang yang telah diuraikan diatas rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah:
1. Apa perubahan perilaku ekonomi masyarakat pengrajin tenun dalam
mempertahankan eksistensi ulos Batak.
2. Faktor-faktor apa saja yang membuat perubahan tersebut.
3. Bagaimana pengrajin tenun menghadapi perubahan tersebut.
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan yang diharapkan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan perilaku ekonomi masyarakat
pengrajin tenun dalam mempertahankan eksistensi ulos Batak di Pasar Tarutung
Kabupaten Tapanuli Utara.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun harapan yang diinginkan dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan memberikan
kontribusi baik langsung atau tidak langsung bagi pengembangan ilmu sosiologi

Universitas Sumatera Utara

dan bermanfaat sebagai bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya khususnya
mengenai perubahan soasial dan perilaku ekonomi.
2. Manfaat Praktis
Memberikan sumbangan pengetahuan, referensi dan pemikiran dalam
bentuk bacaan dengan tujuan untuk menambah dan memperluas wawasan serta
pengetahuan untuk setiap individu dan menjadi bahan evaluasi bagi pengrajin
tenun itu sendiri di pasar Tarutung dan tempat-tempat lainnya.
1.5 Defenisi Konsep
Defenisi konsep dalam sebuah peneltitian ditujukan untuk menjaga suatu
fokus

penelitian

agar

tidak

ada

salah

penafsiran

dan

menimbulkan

kesalahpahaman pada konsep yang digunakan. Konsep yang dimaksud adalah
batasan-batasan yang dipakai dalam penelitian ini. Adapun yang menjadi konsep
nya adalah sebagai berikut:
1. Pengrajin Tenun
Pengrajin tenun atau disebut juga dengan partonun adalah sebuah bidang
mata pencaharian yang dimiliki seseorang dalam sebuah bidang industri kerajinan
tangan serta keterampilan untuk menghasilkan sebuah karya berupa kain yang
dikerjakan secara manual tanpa menggunakan mesin. Pengrajin tenun dalam
penelitian ini masih bersifat home industry.
2. Ulos
Ulos disebut juga berupa kain khas yang telah menjadi warisan budaya
masyarakat Batak secara turun temurun. Ulos yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah ulos Batak. Ulos ini memiliki berbagai macam warna walaupun warna
dominan sebuah ulos adalah merah. Ulos juga memiliki peran dalam adat istiadat

Universitas Sumatera Utara

suku Batak. Ulos dalam masyarakat batak menjadi sebuah kain yang sangat
penting dan dibutuhkan semua orang kapan saja dan dimana saja, hingga akhirnya
ulos memiliki nilai yang tinggi ditengah masyarakat suku Batak.
3. Perubahan Sosial
Perubahan sosial dapat dibayangkan sebagai perubahan yang terjadi dalam
suatu sistem sosial, lebih tepatnya terdapat perbedaan antara kedua sistem tertentu
dalam jangka tertentu. Fokus perubahan sosial dalam penelitian ini adalah adanya
perbedaan atau perubahan kondisi dalam pengrajin tenun ulos dalam
mempertahankan eksistensi ulos Batak baik dalam bidang sosial, budaya serta
ekonomi. Dengan kata lain fokus perubahan yang dilihat tentu dalam konteks
dimensi waktu yang berbeda. Perilaku pengrajin tenun di masa lampau adalah
menjadi bagian penting. Dengan melihat situasi sekarang banyak perubahan yang
telah terjadi. Modernisasi tidak selalu membuat kemajuan di satu sisi bagian.
Dengan melihat perubahan sosial ini peneliti dapat menelaah perubahan sosial
tersebut seperti apakah yang sebenarnya berubah pada objek penelitian ini,
bagaimana hal tersebut mengalami perubahan, apa tujuan perubahan tersebut,
seberapa cepat perubahan tersebut,mengapa perubahan tersebut terjadi, dan
faktor-faktor apa saja yang berperan dalam perubahan tersebut.
4. Perilaku Ekonomi
Persoalan

ekonomi

tentu

menjadi

bagian

dalam

penelitian

ini.

Perkembangan persoalan ekonomi berjalan seiring dengan perkembangan dari
pertumbuhan manusia itu sendiri dan pengetahuan teknologi yang dimilikinya
(Damsar,1997:1). Konsep ini tentunya berbicara tentang bagaimana cara
masyarakat memenuhi kebutuhan hidup mereka terhadap barang dan jasa. Cara

Universitas Sumatera Utara

yang dimaksud disini berkaitan dengan semua aktivitas masyarakat yang
berhubungan dengan produksi, distribusi, dan konsumsi. Untuk menjelaskan
perilaku ekonomi masyarakat pengrajin tenun ini dalam hubungan sosial tentu
mengajukan konsep keterlekatan. Konsep keterlekatan, menurut Granovetter,
merupakan tindakan ekonomi yang disituasikan secara sosial dan melekat dalam
jaringan sosial personal yang sedang berlangsung diantara para aktor (Damsar,
1997:33).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perubahan Sosial
2.1.1 Pengertian Perubahan Sosial

Perubahan memiliki makna yang sangat luas, meliputi perubahan secara
makro ataupun mikro. Perubahan sosial melibatkan tiga dimensi waktu, yaitu:
dulu, sekarang, dan masa depan. Ketiga dimensi waktu ini merupakan kunci
mengamati jalannya sebuah perubahan masyarakat. Perubahan merupakan suatu
kondisi yang tidak berdiri sendiri, di dalamnya ada banyak faktor yang terlibat.
Faktor tersebut meliputi faktor yang bersifat alamiah maupun sosial. Bencana
alam serta perubahan jumlah penduduk merupakan faktor alamiah maupun sosial,
sedangkan perkembangan teknologi, terjadinya konflik, ideologi yang dianut
masyarakat merupakan beberapa faktor sosial yang turut mempengaruhi
perubahan sosial. Peristiwa tersebut dapat merupakan peristiwa yang kecil
maupun besar. Aspek demografis atau kependudukan juga merupakan faktor yang
menyebabkan perubahan sosial.

Universitas Sumatera Utara