Memudarnya Masyarakat Pengrajin Tenun Dalam Mempertahankan Eksistensi Ulos Batak Di Pasar Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara Chapter III V

Widodo disambut dengan ulos juga. Begitu juga dengan kasus-kasus lainnya
seperti kampanye politik untuk legislatif, kampanye pemilihan presiden, dan lainlainnya.
Selain dari guna ulos seperti diuraikan tersebut, ulos juga mempunyai
fungsi sosio-budaya. Diantaranya adalah berfungsi untuk memperkuat identitas
suku. Melalui ulos ini suku-suku Karo, Toba, Dairi, Mandailing-Angkola, dan
Simalungun memperkuat identitas atau jati diri kebudayaan nya. Selain itu juga
berfungsi sebagai simbol kebudayaan, dimana terdapat didalamnya makna dalam
bentuk indeks, ikon, dan lambang kebudayaaan. Ulos juga berfungsi untuk
meneruskan nilai-nilai dari satu masa ke masa berikutnya. Ulos juga berfungsi
menentukan stratifikasi sosial masyarakat batak, ulos juga berfungsi untuk
mengekspresikan nilai-nilai estetika masyarakat Batak. Ulos juga berfungsi untuk
menjaga integrasi sosial. Ulos juga berfungsi untuk mengabsahkan upacaraupacara.

BAB III

METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Penelitian kualitatifadalah metode yang

Universitas Sumatera Utara


digunakan untuk melihat dan memahami apa yang dialami oleh subjek peneliti
secara langsung. Dengan menggunakan penelitian kualitatif maka peneliti akan
memperolehinformasi dan

data.

Pendekatan

kualitatif diartikan

sebagai

pendekatan yang dapat menghasilkan data kualitatif dalam bentuk kalimat serta
uraian-uraian. Dalam penelitian ini, pendekatan kualitatif dimaksudkan untuk
menggambarkan perubahan perilaku ekonomi masyarakat pengrajin tenun dalam
mempertahankan eksistensi ulos batak di Pasar Tarutung, Kab.Tapanuli Utara.
Perubahan yang dimaksud adalaheksistensi ulos di masa lampau dan masa
sekarang. Perbedaan cara menenun dahulu dan sekarang dan bagaimana strategi
para penenun menghadapi industri kain lainnya yang ada di masyarakat dan apa

penyebab sulitnya regenerasi penenun saat ini.
Penelitian kualitatif dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif
dengan tujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai
situasi, atau berbagai fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat yang
menjadi objek penelitian, dan berupaya menarik realitas itu ke permukaan sebagai
suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda, atau gambaran tentang kondisi, situasi,
maupun fenomena tertentu (Bungin, 2008:68).
Mekanisme kerja dalam penelitian ini adalah menganalisis apa saja yang
dialami dan dilakukan para pelaku industri tenun dalam menghadapi perubahan
ekonomi masyarakat pengrajin tenun dalam mempertahankan eksistensi ulos
batak. Perubahan yang terjadi akan diteliti dengan melihat sistem pemasaran ulos
oleh para pengrajin. Bagaimana pun kondisi pengrajin ulos sangat berbanding
terbalik antara usaha yang dibuat dan hasil yang dicapai. Ulos yang berasal dari
daerah Tarutung sudah mempunyai nama dan sejarah yang cukup panjang. Dalam

Universitas Sumatera Utara

hal itu uraian itu dijadikan titik tolak untuk memahami lebih lanjut tentang
perubahan apa yang terjadi dan yang terkandung di dalam nya. Jadi adapun
analisis nya adalah mencari hubungan tentang realita fenomena yang terjadi di

masa lampau dan realita yang terjadi di masa sekarang.
3.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Pasar Tarutung, Kab.Tapanuli Utara. Adapun
yang menjadi alasan pemilihan lokasi penelitian di atas adalah:
1. Tarutung adalah salah satu daerah penghasil tenun ulos batak di Indonesia
yang menghasilkan pengrajin-pengrajin tenun dari masa ke masa.
2. Pasar Tarutung adalah tempat dimana para pengrajin tenun melakukan
proses jual beli ulos batak.
3. Peneliti dapat memanfaatkan waktu, tenaga, pikiran dan biaya yang tidak
terlalu banyak karena penelitijuga berasal dari daerah yang sama dengan
lokasi penelitian.
3.3 Unit Analisis Dan Informan
3.3.1 Unit Analisis
Unit analisis adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subjek
penelitan. Dalam pengertian lain, unit analisis diartikan sebagai sesuatu yang
berkaitan dengan fokus komponen yang diteliti. Unit analisis dilakukan agar
validitas dan reabilitas penelitian dapat terjaga. Unit analisis suatu penelitian dapat
berupa individu, kelompok, organisasi, benda, wilayah dan waktu tertentu sesuai
dengan fokus permasalahannya. Adapun yang menjadi unit analisis dalam
penelitian ini adalah:

1. Pengrajin tenun.
2. Tokeh ulos.

Universitas Sumatera Utara

3. Masyarakat pengguna ulos.
4. Pemilik gallery
5. Penjual benang
3.3.2 Informan
Informan adalah orang yang diwawancarai, diminta informasi oleh
pewawancara, informan adalah orang yang diperkirkan menguasai dan memahami
data, informasi atau apapun fakta dari suatu objek penelitian (Bungin,2008:68).
Pemilihan informan tidak selalu wakil dari seluruh objek penelitian, tetapi yang
penting informan memiliki pengetahuan yang cukup serta mampu menjelaskan
bagaimana keadaan yang sebenarnya tentang pengrajin tenun. Jika kemampuan
informan terbatas dalam menjelaskan perubahan pengrajin tenun maka informasi
tentu yang didapat akan terbatas.
Informan penelitian diperoleh melalui key person karena peneliti sudah
memahami informasi awal tentang objek penelitian maupun informan penelitian,
sehingga hanya membutuhkan key person untuk melakukan wawancara atau

observasi. Kriteria-kriteria informan yang diambil adalah:
1. Pengrajin tenun
Pengrajin tenun ini akan memberi informasi bagaimana situasi dan kondisi
dimasa lampau hingga sekarang. Pengrajin ini dibedakan menjadi 2
bagian. Pengrajin yang sudah lama berusaha di industri ini dan pengrajin
yang masih baru. Pengrajin tenun yang dijadikan informan adalah para
pengrajin yang masih menggunakan alat tenun tradisional dan masih
manual tanpa digerakkan oleh mesin. Pengrajin tenun bekerja di rumah
sendiri dan melakukan jual beli di pasar Tarutung kabupaten Tapanuli

Universitas Sumatera Utara

Utara. Para Pengrajin atau disebut partonun ini diantaranya adalah Seriati
Panggabean,

Lasma

hutabarat,

Sari


panggabean,

dan

Bintang

Lumbantobing.
2. Tokeh ulos
Informan ini adalah seorang yang menjadi distributor ulos. Distributor ini
akan menunjukkan bagaimana hal ekonomi di pasar terjadi. Pekerjaan dari
Informan ini adalah menampung dan menyalurkan ataupun menjual ulos
tenun tersebut dari pengrajin. Informan ini memiliki dan mengetahui
tentang jenis- jenis ulos. Peranan pemasaran ulos ada di informan ini.
Informan ini tidak hanya berada di pasar Tarutung namun di berbagai
pasar dalam lingkup Sumatera Utara dan bahkan sampai ke Jawa.
Informan ini memiliki banyak relasi antar sesama tokeh ataupun dengan
penenun. Tokeh ini memiliki peranan yang tak kalah penting dalam
mempertahankan eksistensi ulos tersebut. Tokeh yang menjadi informan
peneliti dalam penelitian ini adalah Seriati Pangabean. Informan ini sudah

berada di industri tenun ulos kurang lebih selama 35 tahun dan diawali
dengan menjadi seorang penenun dan akhirnya menjadi tokeh.
3. Konsumen
Informan ini tentunya memberikan informasi bagaimana perannya sebagai
pemakai, dan bagaimana seorang konsumen melihat ulos yang sekarang
dibanding dulu. Tujuan dari informan ini adalah untuk mengetahui apakah
si pembeli masih mengerti tentang makna-makna yang terkanduung dalam
ulos itu sendiri. Yang menjadi informan saya adalah Eva Lumbantobing.
4. Pemilik toko atau gallery ulos

Universitas Sumatera Utara

Informan ini memiliki peran yang hampir sama dengan tokeh. perbedaan
nya adalah informan ini lebih memiliki modal yang lebih besar, pemasaran
yang lebih luas dan banyak melakukan modifikasi terhadap ulos ataupun
cara dalam memasarkan. Informan ini banyak menggunakan media sosial
sebagai wadah untuk berjualan. Informan ini juga tetap berhubungan
dengan penenun namun sudah memiliki gallery sendiri. Informan peneliti
adalah Vera Sinaga.
3..4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah:
1.Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber data di
lokasi penelitian yaitu dengan menggunakan wawancara mendalam dan observasi.
Wawancara mendalam secara umum adalah proses memperoleh keterangan untuk
tujuan penelitian dengn cara tanya jawab sambil bertatap muka antara
pewawancara dengan orang yang di wawancarai.Teknik pengumpulan data ini
berasal dari pihak yang dijadikan informan. wawancara dilakukan dengan ada atau
tidaknya pedoman wawancara dengan informan atau orang yang di wawancarai,
dimana informan yang diwawancarai sudah terlibat dalam kehidupan sosial
pengrajin tenun yang relative lama atau pun masih baru. Dengan demikian,
wawancara mendalam adalah keterlibatan pewawancara dalam kehidupan
informan. Materi wawancara adalah tema yang ditanyakan kepada informan,
berkisar antara masalah dan tujuan penelitian. Isi wawancara sudah jelas yaitu
tentang perubahan perilaku ekonomi masyarakat pada pengrajin tenun dalam
mempertahankan eksistensi ulos batak. Wawancara dilakukan secara terbuka

Universitas Sumatera Utara

dimana informan mengetahui kehadiran pewawancara sebagai peneliti yang

bertugas guna melakukan wawancara di lokasi penelitian. Wawancara terbuka
dilakukan agar informan tidak memiliki kecurigaan dan ketakutan saat wawancara
dilaksanakan.
Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
mengadakan pengamatan langsung pada objek penelitian, teknik ini dilakukan
guna mendapatkan berbagai informasi, data serta memahami kondisi di lokasi
objek penelitian. Dalam menentukan hal-hal yang hendak diamati,peneliti
mengamati kembali kepada masalah dan tujuan penelitian yang telah dirumuskan.
Untuk meningkatkan validitas hasil peneliti menggunakan alat bantu dalam
pengamatan seperti kamera, atau alat perekam,alat ini juga membantu peneliti
mengingat apa yang seharusnya didengar pada saat observasi berlangsung. Alat
bantu digunakan jika situasi memungkinkanapabila alat bantu memungkinkan bisa
mengubah sikap atau tingkah laku objek maka penggunaan alat bantu terpaksa
tidak dilakukan. Suatu kegiatan pengamatan baru dikategorikan sebagai kegiatan
pengumpulan data penelitian apabila memiliki kriteria:
1. Pengamatan dilakukan dalam penelitian yang telah direncanakan.
2. Pengamatan harus berkaitan dengan tujuan penelitian yang ditetapkan.
3. Pengamatan dicatat secara sistematik dan dihubungkan dengan
proporsi umum dan bukan di paparkan sebagai suatu yang menarik
perhatian.

1.Data sekunder
a. Studi kepustakaan
Teknik pengumpulan data ini adalah dengan cara mengumpulkan data dari
berbagai buku, dokumen, tulisan, majalah, Koran, maupun internet yang relevan

Universitas Sumatera Utara

untuk menyusun konsep penelitian. Data yang diperoleh didapat secara tidak
langsung dari objek dan lokasi penelitian (diperoleh dari sumber data kedua atau
sumber yang lain) yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Teknik ini dilakukan
untuk melihat dan menelaah berbagai teori yang penting untuk penelitian dan
menggali berbagai informasi yang actual dan terkait dengan masalah yang
dijadikan objek penelitian yaitu perubahan perilaku ekonomi masyarakat
pengrajin tenun dalam mempertahankan eksitensi ulos batak.
3.5 Interpretasi data
Merupakan metode penganalisaan data dengan cara menyusun data,
mengelompokkannya dan menginterpretasikan data. Analisa data ditandai dengan
pengolahan dan penafsiran yang diperoleh dari setiap informasi baik secara
pengamatan, wawancara ataupun catatan di lapangan. sehingga diperoleh
gambaran yang sebenarnya mengenai perubahan perilaku ekonomi masyarakat.

Data kualitatif dapat berupa gejala-gejala, dan peristiwa yang kemudian dianalisis
dalam berbagai bentuk kategori (sarwono, 2006:209).

Bab IV
Temuan Dan Interpretasi Data Penelitian

4.1 Kondisi Geografis Dan Demografis
Industri ulos di Pasar Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara adalah salah satu
bidang industri rumah tangga yang cukup banyak dijalankan oleh masyarakatnya,

Universitas Sumatera Utara

karena kebanyakan masyarakatnya mempunyai keterampilan menenun yang baik.
Menenun ulos batak dan sejarah industri tenun ulos di Kecamatan Tarutung
Kabupaten Tapanuli Utara adalah merupakan salah satu sentra industri tenun ulos,
dan sudah menjadi kegiatan sehari-hari warga Tarutung khususnya para ibu rumah
tangga untuk menambah pemasukan ekonomi, memenuhi kebutuhan sehari-hari
dan membantu suami mencari nafkah untuk kelangsungan kehidupan mereka.
Sesuai dengan potensi yang dimiliki, maka tulang punggung perekonomian
Kabupaten Tapanuli Utara didominasi oleh sektor pertanian khususnya pertanian
tanaman pangan dan perkebunan rakyat, menyusul sektor perdagangan,
pemerintah, perindustrian dan pariwisata. Pada era informasi dan globalisasi
peranan pemerintah/swasta semakin nyata dalam meningkatkan pertumbuhann
ekonomi daerah diberbagai sektor/bidang sehingga pendapatan masyarakat
semakin meningkat.
Kecamatan Tarutung terletak pada bagian tengah dataran tinggi propinsi
sumatera utara dan masih termasuk dalam kawasan dataran tinggi bukit barisan.
Secara geografis, kecamatan tarutung terletak di antara koordinat 1o 54 sampai
dengan 2o 07 lintang utara dan 98o 52’ sampai dengan 99o 04’ bujur timur. Secara
administrasi badan pusat statistik kecamatan Tarutung berbatasan dengan:
-

Sebelah Utara

:

Kecamatan Sipoholon

-

Sebelah Timur

:

Kecamatan Pahae Jae

-

Sebelah Selatan

:

Kecamatan Adiankoting

-

Sebelah Barat

:

Kecamatan Siatas Barita Dan Sipahutar

Pada umumnya, masih terdapat penduduk Kabupaten Tapanuli Utara yang
masih dibawah garis kemiskinan. Jumlah kepala keluarga miskin yang paling

Universitas Sumatera Utara

banyak terdapat pada tahun 2012 sebanyak 33.923 jiwa

yang

menurun

dari

tahun sebelumnya tahun 2011 sebanyak 34.674 jiwa.
Peta 1. Wilayah Kecamatan Tarutung

Sumber. Bps Kecamatan Tarutung
Jumlah rumah tangga yang terdapat di Kabupaten Tapanuli Utara adalah
sebanyak 26.144 Rumah Tangga (Kepala Keluarga).Jika dibandingkan antara
jumlah rumah tangga dengan jumlah penduduk, maka rata-rata jumlah anggota
keluarga pada setiap rumah tangga sebanyak 5 orang. Jumlah rumah tangga yang
terbanyak terdapat di Kecamatan Tarutung

dengan jumlah rumah tangga

sebanyak 2.636 rumahtangga, sedangakan yang terkecil terdapat di Kecamatan
Purbatua dengan jumlah rumah tangga sebanyak 1.044 rumah tangga.
Populasi usaha indusri/ kerajinan yang ada di kecamatan tarutung tahun
2014 belum cukup banyak. Bila dilihat dari golongan nya jumlah usaha industri
yang paling banyak adalah industri/kerajinan rumah tangga ada sebanyak 1239,
disusul industri kecil sebanyak 6 industri, sedangkan industri sedang dan industri
besar tidak ada.
Industri/kerajinan

menurut

jenisnya,

paling

banyak

adalah

industri/kerajinan tenun sebanyak 1141, disusul industri makanan/minuman
sebanyak 69 unit, industri logam/logam mulia ada 21 unit dan industri kayu ada

Universitas Sumatera Utara

sebanyak 13 unit serta paling sedikit adalah industri kerajinan anyaman sebanyak
10 unit.
Penduduk yang mendiami wilayah Tarutung adalah suku Batak Toba.
Sangat jarang ditemukan suku lain yang mendiami wilayah desa tersebut. Setiap
dusun atau desa di daerah Kecamatan Tarutung biasanya selalu dihuni oleh satu
kelompok marga. Dengan kondisi alam yang berada pada wilayah pegunungan,
mayoritas penduduk bekerja sebagai petani. Sektor pertanian sampai saat ini
masih merupakan tulang punggung perekonomian daerah pada umumnya sebagai
penghasil nilai tambah dan devisa maupun sumber penghasilan atau penyedia
lapangan pekerjaan sebagai besar penduduk. Pentingnya sektor pertanian Sejak
berabad-abad yang lampau suku-suku bangsa yang tinggal di berbagai kepulauan
di Nusantara memiliki bahasa masing-masing yang dipergunakan dalam pergaulan
dan komunikasi antar sesama suku tersebut. Bahasa itu dinamakan sebagai
“bahasa daerah” yang disebutkan sesuai dengan suku bangsa yang memiliki
bahasa tersebut. Misalnya bahasa Batak Toba dipergunakan oleh Batak Toba.
Bahasa yang umum digunakan yaitu Bahasa Indonesia dan Batak Toba. Dalam
percakapan sehari-hari karena sudah terbiasa dan turun temurun bahasa yang
digunakan adalah Bahasa Batak Toba. Sementara Bahasa Indonesia digunakan
dalam proses belajar mengajar di sekolah dan di dalam kegiatan yang bersifat
formal dalam urusan administrasi pemerintahan meskipun sebenarnya karena
terbiasa pada saat percakapan berlangsung juga menggunakan Bahasa Batak
Toba.
4.2 Perkembangan Industri Tenun Di Pasar Tarutung

Universitas Sumatera Utara

Pada jaman dahulu sebelum orang batak mengenal tekstil buatan luar, ulos
adalah pakaian sehari-hari. Bila dipakai laki-laki bagian atasnya disebut “handehande” sedang bagian bawah disebut “singkot” kemudian bagian penutup kepala
disebut “tali-tali” atau “detar”. Bia dipakai perempuan, bagian bawah hingga
batas dada disebut “haen”, untuk penutup pungung disebut “hoba-hoba” dan bila
dipakai berupa selendang disebut “ampe-ampe” dan yang dipakai sebagai
penutup kepala disebut “saong”. Apabila seorang wanita sedang menggendong
anak, penutup punggung disebut “hohop-hohop” sedang alat untuk menggendong
disebut’“parompa”(Takari:2009).
Sampai sekarang tradisi berpakaian cara ini masih bisa kita lihat didaerah
pedalaman Tapanuli. Tidak semua ulos Batak dapat dipakai dalam kehidupan
sehari-hari. Misalnya ulos jugia, ragi hidup, ragi hotang dan runjat. Biasanya
adalah simpanan dan hanya dipakai pada waktu tertentu saja.
Perkembangan industri tenun ulos di Kecamatan Tarutung dimulai pada
tahun 1995.Banyak masyarakat yang mulai memilih menjadi pengusaha industri
tenun ulos di rumah mereka masing-masing. Semakin berkembangnya industri
tenun ulos di Kecamatan Tarutung maka banyak kaum perempuan yang menjadi
penenun. Kebanyakan pelaku industri tersebut adalah ibu-ibu rumah tangga.
pengaruhnya sangat pesat bagi masyarakat khususnya untuk ibu-ibu rumah
tangga, banyak ibu ibu rumah tangga lainnya tertarik mempelajari keterampilan
membuat ulos dan membuka usaha tersebut di rumah mereka masing-masing yang
menjadi sumber penghasilan bagi keluarga mereka.
Awal nya bergelut di industri tenun ulos batak adalah hal yang dilakukan
sebagai bisnis sampingan saja. Ketika masih remaja bertenun adalah suatu hal

Universitas Sumatera Utara

yang dipelajari dari orang tua. Karena mengenyam pendidikan bukanlah hal yang
sangat mudah didapatkan pada waktu itu. Para ibu megajari para anak gadisnya
untuk bertenun agar bisa mendapat sedikit penghasilan tambahan. Namun, dalam
industri tenun tidak semua hasil tenun yang dibuat para penenun disukai oleh para
tokeh, oleh karena itu para penenun ulos takut membuat ulos karya mereka sendiri
karena takut tidak laku padahal telah mengeluarkan waktu, tenaga dan modal
untuk membeli benang. Hal itu membuat para penenun tidak bersemangat
menciptakan kain ulos. Mengatasi hal tersebut para penenun kebanyakan bekerja
bertani ataupun berdagang pada waktu itu. Penenun akan bekerja jika seorang
tokeh datang menemuinya dan memberikan pesanan ulos untuk dibuatkan sesuai
dengan permintaan tokeh baik itu warna, motif, pernak –pernik. Jika tokeh
memesan maka penenun akan mulai bekerja dan meminta uang muka untuk
membeli bahan dalam pembuatan ulos. Setelah ulos selesai dibuat maka tokeh
akan datang menjemput ulos tersebut.
Kegiatan industri tenun ulos di Kecamatan Tarutung banyak dijalankan
oleh masyarakat dan menjadi sentra industri tenun ulos di Tapanuli
Utara.Kebanyakan industrinya di dominasi oleh industri rumahan karena pada
awalnya masyarakatnya lebih tertarik menjalankan usaha sendiri dibandingkan
mereka bekerja di industri lainnya.
Industri tenun ulos di kecamatan Tarutung pernah mengalami pasang surut
yang cukup besar. Berkurangnya para penenun dan regenerasi yang kurang
memahami pentingnya ulos dalam menjalankan adat-istiadat dan kegiatan lainnya.
Di sekitar tahun 2000 industri tenun di pasar Tarutung banyak para tokeh yang
terpaksa gulung tikar yang mengakibatkan para penenun juga berkurang. Keadaan

Universitas Sumatera Utara

ini diakibatkan munculnya industri-industri kain dari luar yang lebih global seperti
kain songket dari Palembang dan juga kain batik. Keadaan ini memaksa para
penenun dari Tarutung untuk ikut bersaing, baik dari segi modal, tenaga kerja, dan
hasil tenunan. Harga kain tenun yang datang memberi harga jauh lebih murah
dibandingkan dengan harga ulos yang menggunakan alat tradisional. Bukan hanya
melawan produk asing, sekarang para penenun harus melawan produk buatan
sendiri namun dengan ciptaan alat tenun bukan mesin (ATBM) dan alat tenun
mesin (ATM) yang menawarkan ulos dengan harga yang lebih murah dan
diproduksi dalam waktu yang singkat.
Untuk mendirikan usaha industri tenun diperlukan modal yang cukup
besar, baik itu menjadi tokeh ataupun menjadi penenun. karena bahan yang
dibutuhkan untuk membuat ulos juga mahal di pasaran. Benang adalah inti dari
pembuatan ulos. Akan tetapi industri tenun ulos tersebut tetap kegiatan ekonomi
favorit bagi masyarakat khususnya bagi ibu ibu rumah tangga di Pasar Kecamatan
Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara.

4.3 Proses Produksi Ulos Batak
Kata produksi diartikan sebagai proses yang mengeluarkan hasil dan
mendapatkan penghasilan. Selain itu, terdapat dua makna lain dari produksi yaitu
hasil dan pembuatan. Pengertian produksi mencakup segala kegiatan, termasuk
prosesnya, yang dapat menciptakan hasil, penghasilan dan pembuatan (Damsar:
2009,67).Kerajinan tenun ulos merupakan pekerjaan yang dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan penenun sehari hari. Para penenun menggunakan bahan
dasar benang sebagai bahan dasar. Penenun tidak lagi menggunakan zat pewarna

Universitas Sumatera Utara

alam sebagai bahan dasar mewarnai seperti ciri khas dahulu kala, yaitu dengan
menggunakan tumbuhan perdu atau kayu jabi-jabi karena industri tekstil benang
sudah menyediakan berbagai macam benang dengan ragam warna dan lebih
mudah didapatkan di pasaran. Teknik pembuatan ulos dengan pewarna alami
sudah ketinggalan zaman dan terlalu memakan banyak waktu.
Dalam proses produksi ulos melewati 3 tahap yaitu persiapan bahan baku
(benang), proses menenun dengan alat tenun bukan mesin (ATBM), proses
penyempuranaan (tahap akhir). Dari ke tiga tahap-tahap di atas akan di dijelaskan
sebagai berikut:
1. Persiapan bahan baku
Tahap pertama dalam menenun ulos perlunya dipersiapakan benang
seperti benang putar, benang 100, benang sutra, dan singer. Setelah semua bahan
baku disiapkan kemudian benang biasa “dihani” atau digulung dalam sebuah
lalatan (bom tenun). Fungsi dari proses tersebut berfungsi untuk menentukan
jumlah helai benang dengan lebar ulos yang akan ditenun. Selanjutnya adalah
pengadaan kapas. Dahulu, kapas disediakan sendiri oleh penenun dengan cara
bertani. Sekarang kapas dapat dibeli dari penjual kapas. Tujuan kapas ini
memudahkan membentuk ukuran benang agar seragam. Kapas dibeberkan agar
mengembang sehingga memudahkan penenun mengembangkan benang. Setelah
itu dilanjutkan dengan pemintalan. Pemintalan benang menggunakan alat yang
bernama sorha. Dahulu sorha harus digerakkan oleh 2 orang. Satu orang memintal
benang dan satunya lagi memutar alat. Namun sekarang sorha sudah dimodifikasi
sehingga dapat dilakukan dengan tenaga satu orang saja.

Universitas Sumatera Utara

Selanjutnya adalah pewarnaan dalam pembuatan benang ulos. Dahulu
Pewarnaan merupakan suatu proses paling rumit. Pewarnaan masih menggunakan
bahan-bahan alami sehingga membutuhkan waktu yang sangat lama. Kegiatan ini
membutuhkan waktu berbulan-bulan bahkan tahunan. Untuk mendapatkan warna
merah disebut manubar, untuk mendapatkan warna hitam disebut manosop.
Sedangkan untuk orang yang melakukan pewarnaan benang disebut parsigira.
Benang yang sudah disiapakan diberi warna dasar dan dimasukkan kedalam
sebuah periuk tanah yang telah diisi air. Fungsinya adalah untuk merendam
tumbuhan untuk mendapatkan getah. Proses ini dilakukan selama berhari-hari
untuk mendapatkan cairan berwarna. Setelah cairan didapat benang dimasukkan
kedalam larutan pewarna. Kemudian kain benang yang telah berwarna tersebut
disepuh dengan air lumpur yang dicampur dengan air abu. Setelah itu ikatan
benang dibuka agar menjadi kuat. Benang tersebut kemudian dijemur di bawah
terik matahari. Proses yang sedemikian tidak lagi digunakan untuk saat ini.
Benang ulos dan jenis ulos yang hendak dibuat sudah ditentukan. Proses
pembuatan ulos dapat dilakukan dalam waktu yang lebih singkat. Kapas dan
benang dapat dibeli dipasaran dengan mudah. Warna benang sudah beragam.
Benang yang di beli dari pasar hanya membutuhkan tepung kanji agar benang
tidak mudah kusut. Setelah benang diberi tepung kemudian dijemur dibawah terik
matahari. Jika cuaca cukup panas maka benang akan selesai dalam sehari. Setelah
dijemur benang tersebut akan diani(diuntai). Untuk mempermudah benang
terlebih dahulu digulung berbentuk bola. Setelah diuntai benang ulos dapat segera
diproses menjadi kain ulos. Proses ini disebut tonun (tenun).
2. Proses Menenun dengan Alat Tenun tradisional

Universitas Sumatera Utara

Benang sudah selesai di persiapkan tahap selanjutnya menenun dengan
alat tenun tradisional. Menenun menggerakan tangan dan kaki yang teratur dan
bersandar di bawah alat tenun tersebut.Tangan yang bergerak membuat alat
bergerak ke kiri dan ke kanan. Dari gerakan tersebut terjadi anyaman atau
penyatuan benang singer dan benang putar, dari anyaman tersebut menjadi ulos.
Dalam proses menenun ulos biasanya para penenun membuat motif dengan
menyelipkan benang mas dan benang wol. Namun dengan perkembangan
menenun memasuki tahun 2000an para penenun dituntun untuk membuat ulos
dengan motif atau jenis ulos yang berdimensi. Penyatuan benang putar atau
benang 100 berfungsi untuk membuat corak dimensi yang membuat ulos tersebut
semakin terang. Penambahan warna pada desain ulos tersebut dan benang yang
digunakan pada ulos tersebut tergantung para dari pemesan ulos. Tetapi biasanya
yang digunakan benang putar yang berwarna merah ataupun warna lain. Semua
tergantung dari pemesan ulos seperti apa yang mereka inginkan. Kemudian alat
tenun digerakkan kembali sampai selesai dan biasanya menenun satu lembar ulos
bisa selesai dalam 2 minggu dan dalam waktu 1 bulan. Para penenun bekerja di
rumah sendiri dan menggunakan alat tenun masing-masing. Bekerja dirumah
sendiri sangat membantu karena dapat sambil mengerjakan pekerjaan rumah dan
mengurus anak.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 1. Proses martonun (bertenun)
3. Proses Penyempurnaan (Tahap Akhir)
Proses terakhir menjadikan ulos yang utuh adalah manirat. Orang yang
melakukan pekerjaan ini disebut panirat. Ulos adalah pekerjaan yang hampir
dilakukan semua perempuan. Namun manirat bisa dikerjakan oleh laki-laki
ataupun perempuan. Dulu banyak laki-laki yang mengerjakan sirat namun
sekarang sudah sangat jarang. Tidak semua ulos perlu disirat. Namu sebuah ulos
akan lebih indah jika sudah disirat. Untuk manirat ulos diperlukan keahlihan
karena jika salah sedikit akan menggangu keindahan ornamen ulos yang hampir
jadi. Warna benang yang dipakai untuk manirat adalah merah maroon, coklat,
hitam, dan putih. Warna putih akan disatukan dengan ketiga warna lainnya.
Setelah manirat selesai akan dilanjutkan dengan pabolakkon ulos. Kegiatan ini
adalah merapikan bentuk ulos yang telah disirat. Kemudian ulos akan dijemur
selama 2-3 hari.

Universitas Sumatera Utara

Proses terakhir ini sama dengan membuat rambu ulos (bagian kaki pada
kain ulos). Proses ini dilakukan dengan memanfaatkan benang-benang yang
tersisa. Pada penyempurnaan biasanya yang dilakukan adalah pembuatan seperti
manik-manik, slogan atau kata-kata yang bermakna, membuat rambu-rambu ulos
dan pembuatan bordir pada ulos dan sebagainya. Slogan yang biasanya dibuat
dalam ulos adalah kata Horas. Slogan ini dibuat seperti bordiran. Setelah selesai
ditenun ulos tersebut masih mentah. Artinya adalah sebelum diberikan kepada
pemesan dan penjual ulos penenun memberikan ulos yang mentah tersebut kepada
pihak ketiga.

Gambar 2. Ornamen yang dibuat pada ulos

Dalam mengerjakan satu lembar ulos terdapat beberapa ornamen yang
dikerjakan penenun. Ornamen yang terkandung dalam ulos merupakan
standarisasi ulos itu sendiri. Pada umumnya membuat ulos jenis apapun selalu
menggunakan ornamen yang sama. Walaupun terdapat beberapa penambahan
ataupun modifikasi dari penenun. Diantaranya adalah:
1. Titik: Motif ulos ini ada dibuat hampir di seluruh badan ulos.
2. Garis: Garis didominasi dalam pembuatan ulos baik itu secara vertikal
ataupun horizontal.

Universitas Sumatera Utara

3. Bidang: Membuat unsur segitiga agar motif ulos bepola.
4. Warna: Merah melambangkan berani, putih melambangkan kesucian,
hitam melambangkan kebijaksanaan.

4.4 Pemasaran Hasil Produksi Ulos
Pemasaran hasil tenun ulos dipasar Tarutung masih sangat sederhana.
Hasil produksi tidak mempunyai cakupan yang sangat luas. Hal ini diakibatkan
para pengrajin tenun belum cukup paham bagaimana strategi pemasaran. Segala
informasi tentang harga ulos di pasaran diperoleh hanya dari sesama teman- teman
pengrajin ulos. Adapun yang dilakukan dalam pemasaran ulos yaitu :
1. Penenun
Pengrajin ulos menjual hasil tenunannya hanya ke pasar tradisional yang
ada di kecamatan Tarutung. Perluasan lokasi pemasaran hanya sampai sekitaran
kabupaten Tapanuli Utara. Pengrajin fokus memasarkan hasil tenunannya dipasar
Tarutung. Lokasinya yang sangat dekat dan tidak memerlukan banyak biaya
transportasi. Di hari sabtu para penenun akan menjumpai para tokeh di pasar. Para
penenun dan tokeh akan berkumpul bersama. Penenun akan menawarkan hasil
tenunan nya kepada setiap tokeh. Jika ulos tidak ada yang laku maka ulos akan di
bawa pulang ke rumah. Penenun akan bisa belanja kebutuhan rumah tangga saat
itu juga jika ulos diterima para tokeh. Kegiatan jual-beli paling banyak diadakan
pada hari rabu dan sabtu setiap minggunya. Para pengrajin hanya berhubungan
dengan tokeh di pasar Tarutung. Hasil penjualan tidak sesuai target karena harus
bersaing dengan penenun lainnya.Penenun dari berbagai daerah juga banyak
untuk memasarkan hasil ulos. Para pengrajin tenun sudah mempunyai tokeh

Universitas Sumatera Utara

ataupun langganan tetap sebagai penampung. Pengrajin hanya tinggal menunggu
pesanan dari tokeh ataupun pelanggan dan berapa lembar ulos yang akan dibeli.
Pengrajin tenun ulos di Pasar Tarutung belum sepenuhnya mendapatkan
pembelajaran bagaimana menggunakan strategi pemasaran yang baik. Ulos batak
dari daerah Tarutung sudah mempunyai nama dan sejarah yang cukup panjang.
2. Tokeh
Pada umumnya penjualan ulos dilakukan setiap hari sabtu. Hal ini
diakibatkan karena Pasar Tarutung melakukan pekan terbesar pada hari sabtu.
Selain itu tokeh juga biasanya berjualan di kecamatan lain. Dalam kawasan
kabupaten Tapanuli Utara, pada hari senin tokeh berangkat ke kecamatan
Sipahutar. Pada hari rabu tokeh berangkat ke kecamatan Pangaribuan. Pada hari
jumat berangkat ke kecamatan Pangaribuan. Dan ntuk hari kosong para tokeh bisa
dijumpai dan berjualan dirumah masing-masing.
Pemasaran juga dilakukan oleh tokeh tenun ulos ke pasar tradisional Horas
yang berpusat di Kota Pematang Siantar. Jarak pasar tersebut cukup jauh untuk
ditempuh melalui Kecamatan Tarutung karena akan memakan waktu kurang lebih
4 jam. Perjalanan ini tentu memerlukan biaya transportasi. Tokeh berangkat dari
Tarutung ke Pematang Siantar setiap hari kamis sekitar jam 04:00 wib. Tiba di
pasar Horas sekitar jam 08:00 WIB. Setelah melakukan jual beli ulos tokrh akan
kembali ke Tarutung pukul 18:00 WIB. Tokeh dari pasar Tarutung berhubungan
dengan tokeh di kota Pematang Siantar. Harga dan pasaran hanya diketahui oleh
tokeh. Hal ini yang menyebabkan pengrajin tenun di pasar Tarutung sulit untuk
memasarkan. Pemasaran ke pasar yang lebih tinggi seperti kota Pematang Siantar
hanya dikalangan para tokeh. Penenun hanya berhubungan dengan tokeh

Universitas Sumatera Utara

langganan. Pengrajin bekerja sama dengan tokeh untuk menjual hasil tenunannya.
Tokeh lebih mempunyai banyak relasi ataupun kenalan penjualan ulos. Pemasaran
seperti ini memang lebih konusif dan praktis. Penenun tidak repot karena tokeh
dapat menjual hasil tenunan mereka dalam waktu yang singkat. Ulos batak yang
berasal dari para penenun dapat sampai keluar kota berkat kinerja dan peran para
tokeh.
3. Konsumen
Ulos batak didapatkan oleh konsumen dari 3 pihak yaitu penenun, tokeh,
dan juga dari gallery. Kebanyakan para konsumen mendapatkan ulos dari tokeh.
Konsumen memilih ulos tergantung motif yang dihasilkan. Konsumen membeli
ulos dipasar karena dapat menemui banyak tokeh dan banyak jenis ulos.
Konsumen membeli ulos untuk acara adat batak, kado, dan sebagai hadiah. Untuk
membeli ulos penenun secara langsung bisa mendapatkan harga yang lebih murah.
Kendalanya adalah stock barang tidak selalu tersedia. Oleh karena itu konsumen
harus menunggu untuk 4- 5 hari/lembar tergantung jenis ulos. Jika ulos yang di
pesan motifnya rumit akan semakin lama. Tidak semua konsumen hanya
membutuhkan satu lembar ulos. Konsumen yang ingin membeli ulos dalam
jumlah banyak hanya bisa menemui tokeh atau pemiik gallery.

4. Gallery ulos
Gallery adalah pihak ketiga yang belum lama ada di industri ulos
Tarutung. gallery tidak berbeda jauh dengan tokeh ulos karena sama-sama
memasarkan ulos batak namun memiliki toko sendiri. Pihak gallery juga
mendapatkan ulos dari penenun di Tarutung. gallery membuat kemasan berbeda

Universitas Sumatera Utara

dan melakukan banyak modifikasi. Pemasaran pihak gallery tidak hanya dalam
bentuk ulos, namun berbagai bentuk seperti pakaian wanita, jas ataupun tas dari
bahan ulos dan banyak melakukan penjualan online dengan memanfaatkan media
sosial seperti facebook dan blackberry messenger. Gallery akan memposting
gambar ulos yang akan dijual di media sosial dan menetapkan harga. Harga yang
ditentukan diluar ongkos kirim dengan menggunakan jasa pengiriman.
Pengiriman ulos akan dilakukan setelah uang dikirim ke rekening milik gallery.
Pemasaran gallery tidak hanya dalam lingkup Sumatera Utara melainkan Jakarta
bahkan Kalimantan.
5. Peranan pemerintah
Peranan pemerintah dalam memfasilitasi pemasaran hasil tenun sangat
minim. Seminar tentang ulos, karnaval ulos atau festival yang berhubungan
dengan ulos sangat jarang dilakukan. Adapun pengenalan dan pemasaran ulos
batak di kecamatan Tarutung hanya dilakukan sekali dalam setahun. Pada hari jadi
kabupaten Tapanuli Utara setiap tanggal 5 oktober di kecamatan Tarutung di
bentuk pameran. Pameran ini bertujuan untuk memasarkan ulos dan fungsi ulos di
kehidupan orang batak. Pameran ini dijalankan oleh pihak perorangan dengan
meminta izin kepada pihak yang mengadakan. Pameran ini dilakukan setiap
tahun. Namun pameran ulos tidak banyak menarik minat masyarakat. Masyarakat
lebih tertarik kepada pameran yang menjual pakaian, makanan, dan acara musik.
Hal lain yang dilakukan pemerintah yaitu pemasaran ulos melalui dewan
kerajinan nasional daerah Kabupaten Tapanuli Utara (Dekranasda). Misi utama
lembaga ini adalah:

Universitas Sumatera Utara

a. Mengangkat derajat dan motivasi penenun melalui karya seninya
sehingga ulos bisa diminati para pecinta busana di semua kalangan
usia.
b. Membuat ulos di kenal di dunia internasional.
c. Mengajak para designer untuk berkolaborasi untuk memgembangkan
fashion bernuansa ulos batak.
Dekranasda kabupaten Tapanuli Utara menjual berbagai jenis ulos dengan
berbagai macam harga yang dapat dibeli situs www.dekranasdataput.com. Jenisjenis ulos yang dijual seperti ulos pucca seharga Rp.1.000.000, ulos bintang
maratur seharga Rp.3.000.000, ulos mangiring Rp.250.000. tidak hanya menjual
ulos, lembaga ini juga menjual dress/pakaian wanita dengan motif ulos dengan
harga Rp.7.500.000.
4.5 Strategi Nafkah Rumah Tangga Pengrajin Tenun
Industri ulos di Pasar Tarutung merupakan bagian dari industri kecil dan
industri rumah tangga. Tenaga kerja yang digunakan di dalam industri ulos ada 2
yaitu tenaga kerja dari luar dan tenaga kerja dari dalam keluarga. Usaha ini dapat
membantu penyerapan tenaga kerja yang terdapat di sekitar daerah produksi ulos.
Adapun yang membedakan tenaga kerja dari dalam dan tenaga kerja dari luar
adalah:
1. Tenaga kerja dari luar adalah mengajak para penenun lain untuk
mengerjakan ulos yang dipesan oleh para tokeh. Tenaga kerja seperti
ini bekerja ketika penenun memiliki banyak pesanan ulos dari luar
sehingga penenun tidak sanggup untuk mengerjakan sendiri. Tenaga
kerja juga ini biasanya sedang memiliki banyak waktu luang. Hasil

Universitas Sumatera Utara

yang didapatkan tenaga kerja ini tergantung berapa lembar ulos yang
dibagikan penenun untuk dikerjakan dalam waktu yang sudah
ditentukan.
2. Tenaga kerja dari dalam berasal dari keluarga itu sendiri. Umumnya
tenaga kerja ini berasal dari anak penenun ataupun dari sesama
kerabat

dekat.

Tenaga

kerja

ini kebanyakan

dari

lulusan

SMA.Ekonomi yang tidak mampu membuat anak menjadi penenun.
Tidak ingin melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi juga
menjadikan mereka menjadi penenun.
Pendapatan total rumah tangga pekerja industri kecil tenun ulos terdiri dari
dua komponen, yaitu pendapatan yang diperoleh dari dalam industri dan
pendapatan yang diperoleh dari luar industri.
1. Pendapatan yang diperoleh dari dari dalam industri meliputi
pendapatan yang diperoleh dari usaha bekerja di industri ulos yaitu
bertenun. Hasil dari pendapatan ini tidak menentu tergantung jenis ulos
yang ditenun. Jika jenis ulosnya adalah sadum yang memiliki ukuran
paling kecil harganya Rp.30.000 dan dapat memperoleh keuntungan
kisaran Rp.8000 – Rp.15.000 dan jika penenun mengerjakan ulos jenis
sadum merah seharga Rp.315.000 maka dapat memperoleh keuntungan
kisaran Rp.50.000 – 80.000 dan itu diluar menutupi biaya produksi.
2. Pendapatan yang diperoleh dari luar industri meliputi hasil dari
berwirausaha ataupun bekerja untuk orang lain seperti berdagang
ataupun buruh. Pendapatan yang diperoleh penenun dari luar bahkan
lebih besar jika dibandandingkan dari dalam industri menenun ulos itu

Universitas Sumatera Utara

sendiri. Jika menjadi pekerja untuk orang lain bisa mendapatkan gaji
harian sebesar Rp.80.000. Jika membuka warung didepan rumah
ataupun berdagang bisa mendapatkan kurang lebih Rp.250.000
perminggu nya.
Di dalam industri tenun di Pasar Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara
hampir seluruh usaha ini dikerjakan oleh perempuan. Para penenun berasal dari
bermacam usia. Perempuan penenun dipelajari ketika sang anak tamat SMU. Bagi
kalangan penenun usaha menenun merupakan kegiatan sampingan. Usaha ini
bertujuan untuk menambah pendapatan di dalam rumah tangga. Selain itu usaha
ini dapat membantu pendapatan seorang suami. Bagi perempuan yang memiliki
bayak waktu luang usaha menenun sangat membantu ekonomi keluarga.
Hal lain yang dilakukan penenun untuk mendapatkan penghasilan adalah
pembuatan bordir ulos (manirat). Manirat adalah tahap akhir pembuatan ulos
namun dengan menggunakan pihak ketiga yaitu orang yang membordir ulos
tersebut (panirat). Harga yang dipatok dalam menirat ulos sebesar Rp.10.000 –
Rp.25.000 dan tidak tergantuk jenis ulos tetapi tergantung pemesan memilih jenis
bordirnya dan motif. Dan hasil yang didapatkan dari manirat ini bervariasi mulai
dari harga Rp.5000 sampai Rp.7000 per ulosnya. Namun bordir ulos sangat
terbatas karena motif bordir dari panirat termasuk mahal dan jarang ada penenun
ulos yang mau memasang bordir karena takut tidak balik modal. Tidak semua ulos
membutuhkan panirat. Ulos yang dibuat penenun sampai jadi kadang tidak
memiliki manik-manik.
4.6 Kendala Yang Dihadapi Para Penenun

Universitas Sumatera Utara

Peranan ulos dalam adat Batak sangatlah mempengaruhi. Setiap orang
yang menyelenggarakan pesta adat haruslah mengeluarkan dana yang tak sedikit
untuk membeli ulos. Itu sebabnya kebutuhan akan ulos sering ditentukan dalam
pesta. Artinya semakin banyak pesta perkawinan akan semakin banyak ulos yang
di butuhkan. Namun kondisi ini tidak membuat para penenun bekerja dengan
lancar. Para penenun banyak mengalami kesulitan. Adapun kendala yang dihadapi
para penenun saat ini adalah:
1. Alat tenun mesin dan alat tenun bukan mesin.
Munculnya penenun lain yang berbentuk pabrik sungguh meresahkan bagi
para penenun tradisional. Pembuatan ulos di pasar Tarutung pada umumnya masih
menggunakan alat yang tradisional. Ulos yang dibuat dengan menggunakan alat
tenun bukan mesin datang dari kota Balige dan Pematang Siantar. Ulos yang
dibuat dengan menggunakan mesin berasal dari kota Medan. Daerah ini lah yang
menjadi saingan para penenun dari pasar Tarutung yang masih menggunakan alat
tenun tradisional. Ulos yang dihasilkan mesin sangat identik dengan hasil tenunan
tangan. Namun ulos ini tetap saja memiliki perbedaan. Perbedaan ulos mesin dan
buatan tangan sangat terlihat di bagian pinggir ulos. Ulos buatan mesin
menghasilkan warna yang telalu mengkilap dan pinggirnya tak pernah rapi. Ulos
buatan tangan akan menghasilkan bolongan motif dan pinggir yang rapi. Hasil
benang yang lebih halus membuat serpihan benang jarang terlihat pada bordiran.
Kualitas ulos yang dibuat secara tradisional jauh lebih baik dari ulos buatan
mesin.
Alat tenun tradisional dan alat tenun bukan mesin digunakan dengan
menggunakan tenaga manusia sebagai penggerak. Alat tenun mesin menggunakan

Universitas Sumatera Utara

motor dan listrik sebagai penggerak. Kendala lain bagi penenun dari alat ini
adalah fungsi lain dari alat-alat tersebut. Contohnya, alat tenun tradisional yang
digunakan para penenun dari pasar Tarutung hanya bisa untuk menghasilkan ulos
saja. Alat tenun bukan mesin yang berasal dari Balige bisa menghasilkan ulos dan
bisa menghasilkan sarung. Keadaan ini membuat daerah Balige juga terkenal
dengan sarungnya di Sumatera Utara. Alat tenun mesin tidak hanya bisa membuat
ulos dan sarung. Alat ini dapat menghasilkan kain lain seperti taplak meja, dan
hiasan dinding.
Penenun tradisional pasar Tarutung masih bersifat industri rumah tangga.
Status kepemilikan alat tenun masih pribadi dan banyak yang masih peninggalan
keluarga turun- temurun. Pada umumnya, pengrajin masih menggunakan alat yang
terbuat dari kayu. Penenun bekerja di rumah sendiri tanpa menerima perintah.
Penenun bisa mengerjakan kapan saja dan tidak mengenal jam kerja. Penenun alat
tenun bukan mesin dari Balige sudah bersifat industri kecil. Para penenun
memiliki jam kerja dan mendapatkan perintah. Penenun tidak bekerja di rumah
melainkan di pabrik. Alat tenun bukan lagi milik para penenun melainkan
kepunyaan para pemilik modal.Perbedaan harga ulos pabrik di bandingkan dengan
tradisional dapat mencapai Rp.50.000. Ulos sadum buatan mesin paling murah
Rp.15.000/lembar dan paling mahal Rp. 150.000/lembar. Ulos sadum yang dibuat
para penenun dari pasar Tarutung paling murah Rp.200.000/lembar.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 3. Penenun Yang Masih Menggunakan Alat Tenun Tradisional Dan
Alat Tenun Bukan Mesin.

Gambar 4. Penenun Yang Tidak Berkerja Di Rumah Sendiri Melainkan Di
Pabrik.
. Ulos yang beredar di pasaran menjadi cukup banyak. Harga ulos menjadi
tak menentu. Harga ulos yang dihasilkan alat tenun mesin jauh lebih murah
dibandingkan dengan harga buatan alat tenun tradisional.Keberadaan alat- alat
tenun ini lah yang membuat para penenun mengalami kendala. Ulos tenunan
mesin jauh lebih laku. Penenun tak tahu harus menenun ulos jenis apa lagi. Semua
jenis ulos bisa dikerjakan dengan cepat dengan menggunakan alat tenun bukan
mesin dan alat tenun mesin. Penenun banyak yang tidak bertenun lagi. Faktor ini
membuat penenun bekerja di bidang lain seperti berdagang ataupun bertani. Para

Universitas Sumatera Utara

penenun yang saat ini tidak beregenerasi. Cara bertenun sudah sangat diajarkan
pada anak-anak muda di pasar Tarutung.
2. Bahan baku benang.
Benang adalah bagian yang paling vital dalam pembuatan ulos. Benang
adalah bahan baku yang paling banyak digunakan dalam membuat satu lembar
ulos. Kendala yang dihadapi para penenun adalah harga dan kelangkaan benang.
Harga benang di pasar Tarutung kadang tidak stabil. Harga benang yang naik
sering membuat produksi ulos berhenti. Penenun akan menunggu kembali jika
harga benang sudah turun. Penenun tidak mampu membeli benang ketika harga
sedang naik. Jika harga benang sedang naik maka untung yang di dapat akan
semakin sedikit.
Produksi ulos dengan kondisi ini bisa membuat para penenun rugi dan
modal tidak kembali. Kendala seperti ini sering terjadi dalam produksi ulos.
Kenaikan harga benang sering terjadi dalam durasi waktu 1-2 minggu. Penenun
akan kewalahan ketika harga bahan naik namun harga ulos tetap. Para tokeh ulos
tidak berani menaikkan harga ulos saat itu juga karena takut ulos tidak laku. Ulos
yang biasanya dapat terjual sebanyak 20 lembar maka yang laku hanya 10 lembar
per minggunya.
Benang yang di dapatkan di pasar Tarutung ada berbagai macam jenis dan
bermacam harga. Benang-benang ini lah yang paling penting dan dibutuhkan para
penenun untuk bekerja. Jika benang tidak didapatkan para penenun maka bertenun
akan ditinggalkan. Benang- benang tersebut adalah:
a. Benang 100

Universitas Sumatera Utara

Benang ini terbuat dari katun. Benang ini sangat sering digunakan
karena tidak akan mudah luntur. Untuk membuat 1 lembar ulos
dibutuhkan sekitar 8 ons benang 100. Benang ini berkisaran harga
Rp.180.000/kg. Benang ini sangat dibutuhkan dalam pembuatan
sarung ulos.

Gambar 5. Benang 100

b. Benang putar
Benang putar adalah bahan baku yang digunakan untuk ulos adat.
Benang ini merupakan bahan baku yang paling penting dalam
pembuatan ulos. Harga nya berkisar Rp.4000/kg. untuk saat ini benang
ini sudah tersedia dengan berbagai macam warna. Sehingga penenun
tidak lagi membutuhkan zat pewarna untuk benang.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 6. Benang putar

c. Benang sutra
Benang ini paling umum digunakan untuk membuat ulos Tarutung asli.
Harga bahan baku sekitar Rp.400.000/kg. Benang ini merupakan yang
sangat sulit dibeli di pasar. Faktor harga yang mahal membuat para
penenun tidak membelinya kecuali dibutuhkan. Benang ini juga tidak
digunakan setiap ada ulos yang hendak ditenun.

Gambar 7. Benang sutra
d. Singer
Singer adalah benang- benang kecil tambahan dalam pembuatan motif
ulos. Benang ini memiliki berbagai macam warna. Harga benang
sekitar Rp.40.000 /buah

Gambar 8. Benang singer

Universitas Sumatera Utara

Kendala lain yang dihadapi para penenun adalah susahnya mendapatkan
jenis benang tertentu. Kelangkaan bahan baku ini kerap terjadi di pasar Tarutung.
Kondisi ini membuat para penenun harus sabar menunggu sampai stok bahan
baku ada kembali dari para penjual benang. Penenun ulos membutuhkan jenis
benang tertentu dalam membuat satu jenis ulos. Jika benang untuk ulos ini tidak
ada makan produksi akan berhenti. Para penenun hanya berani membeli bahan
sesuai dengan berapa banyak ulos yang harus di kerjakan. Penenun tidak memiliki
banyak stok benang di rumah. Mereka hanya dapat membeli sesuai kemampuan
modal mereka.
Kelangkaan benang sering terjadi karena stok bahan baku tidak berasal
dari daerah terdekat seperti Pematang Siantar. Para penjual benang mendapatkan
benang dari Bandung. Jika pesanan dari Bandung mengalami kendala maka
benang tidak akan sampai ke Tarutung. Para penenun harus bersabar menunggu
benang permintaan mereka tersedia kembali. Bahan baku tersebut hanya diperoleh
melalui pengiriman. Pihak yang yang meminta atau konsumen akan menghubungi
pihak yang ada di Bandung. Kemudian benang akan dikirimkan. Banyak benang
yang berasal dari sana adalah benang berwarna putih. Kemudian benang tersebut
diolah sendiri menjadi benang berwarna- warni dengan memberikan zat pewarna.
Alat-alat pewarna sering dibeli dari pihak khusus yang membuat alat tersebut.
Setelah diberi warna maka benang sudah siap untuk dijual.
3. Modal usaha
Kendala berikut yang dialami para pengrajin tenun adalah modal. Banyak
para pengrajin mengalami masalah modal untuk melanjutkan usaha tenun. Para
penenun sulit mengatur pengeluaran dan pemasukan agar seimbang. Hasil dari

Universitas Sumatera Utara

penjualan ulos tidak cukup untuk membiayai kebutuhan rumah tangga. Banyak
biaya yang harus di tutupi setiap bulannya. Memenuhi kebutuhan dapur, biaya
sekolah anak, biaya untuk mengikuti pesta, dan lain-lain. semua nya sangat sulit
di penuhi jika hanya dengan bertenun. Para penenun banyak yang tidak bekerja
karena tidak memiliki modal untuk membeli bahan baku. Para penenun sering
meminjam kepada para tokeh ketika ada pesanan. Cara mengatasi masalah modal
yaitu dengan meminjam kepada BPR (bank perkreditan rakyat). Uang dari hasil
ini digunakan untuk membeli bahan. Penenun meminjam kepada BPR sebanyak
Rp.500.000 di bayar per hari selama sebulan. Penagih akan datang setiap hari
sabtu sampai jumat. Penenun akan membayar tagihan Rp.20.000 per harinya. Cara
lainnya yaitu memilih pegadaian. Terkadang penenun memberikan jaminan
barang berharga walaupun cukup beresiko. Penenun menempuh jalan ini untuk
membantu mengatasi permasalahan modal.
4. Munculnya kain songket
Songket adalah kain tenun yang berasal dari Palembang. Di indonesia
dikenal dengan songket palembang. Banyak persamaan mengenai pembuatan ulos
dengan pembuatan songket Palembang. Diantaranya adalah:
a. Pembuatannya digunakan dengan bahan baku benang.
b. Pembuatan ragam-hias untuk menciptakan motif.
c. Alat tenun tradisional menggunakan kayu.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 9. Salah satu jenis songket Palembang.

Gambar 10. Salah satu hasil tenun songket Tarutung.

Songket ini sangat laris di pasaran. Keadaan ini membuat tenun ulos
berkurang. Pembuatan songket hampir sama dengan menenun ulos. Faktor
kemiripan ini membuat para penenun banyak yang beralih membuat songket.
Songket ini dinamakan songket Tarutung karena dihasilkan oleh para penenun
dari Tarutung. Motif songket Tarutung diadapatasi dari tenun khas Palembang
tersebut. Adapun yang membedakan ulos Tarutung dengan Songket Tarutung
adalah selendang. Penenun ulos hanya membuat selendang. Sedangkan penenun
songket menghasilkan selendang dan sarung. Harga yang dibuat pun bisa menjadi
mahal. Songket Tarutung termurah sekitar Rp.500.000 dan yang termahal sudah

Universitas Sumatera Utara

mencapai Rp.5.000.000. Ulos Tarutung termurah ada di