Dekomposisi Serasah Daun Sonneratiacaseolarispada Berbagai Tingkat Salinitas Dikawasan Hutan Mangrove Desa Percut, Kabupaten Deli Serdangprovinsi Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA

Hutan Mangrove
Indonesia Sebagai Negara kepulauan memiliki 81.000 km garis pantai,
tidak mengherankan jika sepertiga dari jumlah seluruh hutan mangrove dunia
terletak di Indonesia.Dengan jumlah seluas itu, kawasan hutan mangrove
Indonesia adalah bagian dari 18 - 24 persen hutan mangrove dunia. Habitat ini
menambah hingga 4 juta hektar, Namun keadaan hutan mangrove Indonesia
sangat memprihatinkan karena 70% hutan mangrove Indonesia telah hancur
(Aflaha, 2014).
Kawasan mangrove merupakan suatu kawasan yang berfungsi sebagai
penghubung antara lautan dan daratan.Kawasan ini perlu dilindungi, karena
memiliki banyak fungsi dan manfaat bagi manusia. Kawasan mangrove juga layak
untuk diperhatikan dan diprioritaskan sebagai devisa bagi masyarakat dan negara,
karena fungsi hutan mangrove dapat mensejahterakan masyarakat bukan hanya di
pesisir pantai namun juga di daerah daratan (Arief, 2001).
Kondisi Ekosistem Mangrove
Ekosistem mangrove dikenal sebagai hutan yang mampu hidup
beradaptasi pada lingkungan pesisir yang sangat ekstrim, tapi keberadaannnya
rentan terhadap perubahan lingkungan.Perubahan lingkungan tersebut disebabkan
adanya tekanan ekologis yang berasal dari alam dan manusia.Bentuk tekanan


Universitas Sumatera Utara

ekologis yang berasal dari manusia umumnya berkaitan dengan pemanfaatan
mangrove seperti konversi lahan menjadi pemukiman, pertambakan, pariwisata,
pencemaran, dan penebangan hutan secara besar-besaran (Pratiwi, 2009).
Ekosistem

mangrove

merupakan ekosistem

yang

paling

banyak

keanekaragaman hayatinya di atas planet bumi.Ekosistem mangroveselain dihuni
organisme pesisir yang hidupnya pada air payau, juga sering dihuni oleh

organisme air tawar dan air laut yang menjadikan ekosistem mangrovesebagai
habitat transit, tempat memijah, mencari makan, dan berlindung, ataupun karena
kebutuhan

siklus

hidupnya.

Terkait

dengan

hal

tersebut,

ekosistem

mangrovesebagai kawasan penyangga antara daratan dan lautan, memiliki fungsi
ekologis penting yang harus dipertahankan keberadannya dari pemanfaatan

berbagai peruntukan (Supriharyono, 2005).
Ekosistem mangrove dapat memproduksi serasah untuk penyumbangan bahan
organik di perairan.Bahan organik hasil dekomposisi serasah yang masuk ketanah
penting bagi pertumbuhan mangrove dan sebagai sumber pakan bagi ekosistem di
perairan sekitarnya.Pada dasarnya, serasah yang dihasilkan mangrove mengandung C,
N dan P (Fatimah dkk, 2014).C/N merupakan indikator untuk melihat laju

dekomposisi bahan organik, karena perombakan bahan organik akan menurunkan
C/N serasah tersebut (Aprianis, 2011)
Fungsi dan Manfaat mangrove
Hutan sebagai sumber daya alam mempunyai multi fungsi sangat penting
bagi kehidupan.Fungsi hutan mangrove adalah sebagai pencegah abrasi
(pengikisan tanah akibat air laut), penghasil oksigen, tempat tinggal berbagai
tumbuhan dan hewan kecil seperti kepiting, kerang, ikan-ikan kecil, dan tempat

Universitas Sumatera Utara

tinggal spesies primata, burung-burung dan masih banyak manfaat yang lain.
Melihat manfaat dari hutan mangrove, masyarakat mempunyai peran yang besar
untuk melestarikannya karena menyusuntnya hutan mangrove akibat dari berbagai

kegiatan masyarakat seperti pencemaran dan penggunaan kawasan hutan
mangrove sebagai lahan tambak. Kearifan masyarakat dalam memanfaatkan hutan
mangrove sebagai kebutuhan sehari-hari baik sebagai obat-obatan, bahan
makanan, atau kerajinan dapat mambantu untuk melestarikan dan untuk
kelangsungan hidup mereka tentunya tanpa merusak ekosistem hutan mangrove
sebagai pelestarian lingkungan ( Aflaha, 2014).
Menurut Arief (2003)secara garisbesar fungsi ekonomis mangrove
merupakansumber

pendapatan

bagi

masyarakat,industri

maupun

bagi

negara.Perhitungannilai ekonomi sumberdaya mangroveadalah suatu upaya

melihat manfaat danbiaya dari sumberdaya dalam bentuk moneteryang
mempertimbangkan lingkungan.Nilai ekonomi total merupakan instrumen
yangdianggap tepat untuk menghitungkeuntungan dan kerugian bagikesejahteraan
rumah tangga sebagai akibatdari pengalokasian sumberdaya alam.
Manfaat jasa langsung dari hutan mangrove adalah hasil yang langsung
dapat dipungut dan dimanfaatkan serta memperoleh nilai yang dapat menambah
pendapatan masyarakat.Jumlah dan nilai dari hasil yang dipungut secara langsung
dari hutan oleh masyarakat sekitarnya adalah merupakan sumbangan hutan yang
sekaligus dapat menjadi faktor yang dapat menjaga kelestarian hutan tersebut
(Saprudin dan Halidah, 2012).
Zonasi Ekosistem Mangrove

Universitas Sumatera Utara

Keragaman

jenis

hutan


mangrove

secara

umum

relatif

rendah

jikadibandingkan dengan hutan alam tipe lainnya, hal ini disebabkan oleh
kondisilahan hutan mangrove yang senantiasa atau secara periodik digenangi oleh
airlaut,

sehingga

mempunyai

salinitas


yang

tinggi

dan

berpengaruh

terhadapkeberadaan jenisnya.Jenis yang dapat tumbuh pada ekosistem mangrove
adalahjenis halofit, yaitu jenis-jenis tegakan yang mampu bertahan pada tanah
yangmengandung garam dari genangan air laut (Talib, 2008).
Jenis-jenis tumbuhan mangrove dapat digolongkan ke dalam sejumlah
jalur tertentu sesuai dengan tingkat toleransinya terhadap kadar garam dan
fluktuasi permukaan air laut di pantai, dan jalur seperti itu disebut juga zonasi
vegetasi. Jalur-jalur atau zonasi vegetasi hutan mangrove masing-masing
disebutkan secara berurutan dari yang paling dekat dengan laut ke arah darat
sebagai berikut :
1. Jalur pedada yang terbentuk oleh jenis tumbuhan Avicennia spp. dan
Sonneratia spp.
2. Jalur bakau yang terbentuk oleh jenis tumbuhan Rhizophora spp. dan kadang –

kadang juga dijumpai Bruguiera spp., Ceriops spp., dan Xylocarpus spp.
3. Jalur tancang yang terbentuk oleh jenis tumbuhan Bruguiera spp. dan kadangkadang juga dijumpai Xylocarpus sp., Kandelia spp., dan Aegiceras spp.
4. Jalur transisi antara hutan mangrove dengan hutan dataran rendah yang
umumnya adalah hutan nipah dengan jenis Nypa fruticans (Indriyanto, 2006).
Produktivitas Serasah Mangrove
Produksi serasah merupakan bagian yang pentingdalam transfer bahan
organik dari vegetasi ke dalam tanah.Unsur hara yang dihasilkan dari proses

Universitas Sumatera Utara

dekomposisiserasah di dalam tanah sangat penting dalam pertumbuhanmangrove
dan sebagai sumber detritus bagi ekosistem lautdan estuari dalam menyokong
kehidupan berbagaiorganisme akuatik(Zamroni dan Rohyani, 2008).
Serasah merupakan materi organik telah mati yang terdapat di lantai hutan,
sebagian besar tersusunatas tumbuhan mati dan potongan organ, sehingga
produksi serasah dapat didefenisikan sebagai berat material yang mati dalam las
areal tertentu per satuan waktu.Perkiraaan jumlah dan komposisi guguran serasah
diperlukan untuk mengetahui siklus hara, peroduktivitas primer dan menentukan
struktur dan fungsi ekosistem hingga distudi kualitatif jatuhan serasah di perlukan
dalam ekologi hutan.Meskipun begitu rata-rata produksi hutan di seluruh dunia

bervariasi menurut struktur, vegetasi, umur tegakan, kondisi geografis
(kemiringan) dan perubahan iklim musiman.Dalam konteks yang umum
mangrove dikenal sebagai sumber detritus sebagai ekosistem laut dan estuari
untuk menyokong kehidupan berbagai organisme akuatik. Produksi serasah di
mangrove akan masuk ke dalam sistem estuari yang menjadi dasar bagi jaringanjaringan makanan kompleks (Chapman, 1978).
Taksonomi dan Morfologi S.caseolaris(Gambar 1)
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Magnoliophyta

Kelas

: Magnoliopsida

Ordo


: Myrtales

Famili

:Lythraceae

Genus

: Sonneratia

Spesies

: Sonneratia caseolaris

Universitas Sumatera Utara

Gambar 1. Buah dan Daun S.caseolaris
Nama lokal dari S.caseolaris dari berbagai daerah adalah Pedada, prapat,
bogem, bedodo, bugem, prengat, prepat, mange-mange, mange-kashian, paroppa,
dadap, bidara, whahat-merah.Tinggi pohon mencapai 16 m. habitat tumbuh di

bagian yang kurang asin, tanah lumpur yang dalam, dan masih terpengaruh oleh
pasang surut. Memiliki akar nafas, berbentuk kerucut dengan tinggi dapat
mencapai 1 m. Susunan daun berbentuk tunggal, bersilang, bentuk jorong sampai
oblong, ujung membundar dengan ujung membengkok tajam yang menonjol
dengan ukuran panjang 4-8 cm dan ranting menjuntai. Kulit Kayu halus. Bunga
pada rangkaian 1 sampai beberapa bunga bersusun di ujung, dengan mahkota
berwarna merah, kelopak berjumlah 6-8 helai yang berwarna hijau, dengan

Universitas Sumatera Utara

benang sari tak terhitung dan berwarna merah dan putih dengan ukuran diameter
8-10 cm, juga disebut bunga sehari (ephermeral), terbuka menjelang malam hari
dan berlangsung sepanjang malam, mengandung banyak madu pada pembuluh
kelopak, kelopak dasar, memanjang horizontal tidak menutupi buah dengan helai
kelopak menyebar. Buah bentuk seperti bola, berdiameter 6-8 cm dan berwarna
hijau kekuningan dengan permukaan mengkilap, buah lebih besar disbanding jenis
S.alba, mengandung 800-1200 biji dalam buah dan dapat dimakan. Tipe biji
normal.Manfaat buahnya dapat dijadikan sirup, jenang/dodol, selai, buah asam
dapat dimakan (dirujak), untuk kayunya dapat digunakan sebagai kayu bakar jika
kayu kayu bakar yang lebih baik.
Proses Laju Dekomposisi
Serasah daun memberikan kontribusi yang terbesar(8,67 ton/ha/tahun atau
87,56%) diikuti oleh organreproduktif (1,12 ton/ha/tahun atau 11,33%) dan
ranting(0,16 ton/ha/tahun atau 1,54%). Tingginya kontribusi daunterhadap
produktifitas serasah yang dihasilkan terkaitdengan salah satu bentuk adaptasi
tumbuhan mangroveuntuk mengurangi kehilangan air agar dapat bertahan
hiduppada kondisi kadar garam tinggi. Menurut Murdiyanto(2003)terdapat 3 cara
mangrove untuk bertahan terhadapair garam: (i) Mangrove menghindari
penyerapan garamberlebihan dengan cara menyaring melalui bagian akarnya,(ii)
Secepatnya mengeluarkan garam yang masuk ke dalamsistem pepohonan melalui
daun, (iii) Menumpuk kelebihangaram pada kulit pohon dan daun tua lalu
segeradigugurkan. Persentase guguran serasah daun berkorelasipositif dengan
salinitas perairan ekosistem mangrove,semakin tinggi salinitas perairan maka
semakin tinggi pulaproduksi serasah mangrove.

Universitas Sumatera Utara

Akumulasi bahan organik ditentukan oleh dua faktor yaitu faktor produksi
dan faktor dekomposisi.Secara umum produksi bahan organik ditentukan oleh
jenis dan kerapatan tegakan hutan mangrove, dimana semakin rapat tegakan
produksi bahan organik juga meningkat, sedangkan dekomposisi juga ditentukan
oleh jenis bahan organik maupun oleh faktor dekomposernya. Dekomposisi
merupakan proses penghancuran/penguraian bahan organik mati yang dilakukan
oleh agen biologi maupun fisika menjadi bahan-bahan mineral dan humus
koloidal organik. Oleh karena itu, dekomposisi bahan organik juga sering disebut
proses mineralisasi. Proses ini merupakan proses mikroba (dekomposer) dalam
memperoleh energi bagi perkembangbiakannya. Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi proses dekomposisi bahan organik dari sisi dekomposernya adalah
suhu, kelembaban, salinitas, dan pH. Proses ini sangat besar peranannya dalam
siklus energi dan rantai makanan pada ekosistem mangrove (Andrianto dkk,
2015).
Laju dekomposisi serasah memberikan sumbangan unsur hara yang secara
langsung

maupun

tidak

langsung

berperan

untuk

pertumbuhan

hutan

mangrove.Komposisi kimia dan susunan bahan organik yang berasal dari residu
tanaman mempengaruhi kualitas dan kuantitas sumbangan unsur hara yang dilepas
keperairan (Fatimah dkk,2014).
Menurut Aprianis (2011) bahwa C/N merupakan salah satu indikator
untuk melihat laju dekomposisi bahan organik, karena perombakan bahan organik
akan menurunkan C/N serasah tersebut. Lebih lanjut Rindyastuti (2010) dalam
Andrianto dkk, (2015), menerangkan bahwa besarnya nilai awal dan
penurunannya akan berkorelasi dengan cepat dan lambatnya proses dekomposisi

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Dekomposisi Serasah daun Rhizophora apiculata Pada Berbagai Tingkat Salinitas di Kawasan Hutan Mangrove di Desa Bagan Percut Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara

0 0 12

Dekomposisi Serasah daun Rhizophora apiculata Pada Berbagai Tingkat Salinitas di Kawasan Hutan Mangrove di Desa Bagan Percut Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara

0 0 2

Dekomposisi Serasah daun Rhizophora apiculata Pada Berbagai Tingkat Salinitas di Kawasan Hutan Mangrove di Desa Bagan Percut Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara

0 0 4

Dekomposisi Serasah daun Rhizophora apiculata Pada Berbagai Tingkat Salinitas di Kawasan Hutan Mangrove di Desa Bagan Percut Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara

0 0 13

Dekomposisi Serasah Daun Sonneratiacaseolarispada Berbagai Tingkat Salinitas Dikawasan Hutan Mangrove Desa Percut, Kabupaten Deli Serdangprovinsi Sumatera Utara

0 0 11

Dekomposisi Serasah Daun Sonneratiacaseolarispada Berbagai Tingkat Salinitas Dikawasan Hutan Mangrove Desa Percut, Kabupaten Deli Serdangprovinsi Sumatera Utara

0 1 2

Dekomposisi Serasah Daun Sonneratiacaseolarispada Berbagai Tingkat Salinitas Dikawasan Hutan Mangrove Desa Percut, Kabupaten Deli Serdangprovinsi Sumatera Utara

0 0 3

Dekomposisi Serasah Daun Sonneratiacaseolarispada Berbagai Tingkat Salinitas Dikawasan Hutan Mangrove Desa Percut, Kabupaten Deli Serdangprovinsi Sumatera Utara Chapter III V

0 0 20

Dekomposisi Serasah Daun Sonneratiacaseolarispada Berbagai Tingkat Salinitas Dikawasan Hutan Mangrove Desa Percut, Kabupaten Deli Serdangprovinsi Sumatera Utara

0 3 3

Dekomposisi Serasah Daun Sonneratiacaseolarispada Berbagai Tingkat Salinitas Dikawasan Hutan Mangrove Desa Percut, Kabupaten Deli Serdangprovinsi Sumatera Utara

0 0 9