Analisis Strategi Bertahan Hidup Penghuni Pemukiman Kumuh Di Sepanjang Bantaran Rel Kereta Api Di Kelurahan Bantan Kecamatan Medan Tembung Kota Medan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah
Kota-kota besar di negara-negara berkembang umumnya mengalami laju

pertumbuhan penduduk yang sangat pesat sebagai akibat faktor-faktor alami yaitu
kelahiran dan terutama juga pengaruh dari perpindahan penduduk yang sangat
pesat dari desa ke kota (urbanisasi). Laju pertumbuhan penduduk yang pesat ini
tentu akan membawa beragam permasalahan di daerah perkotaan seperti
kemacetan dan kesemrawutan kota, kemiskinan, meningkatnya kriminalitas,
munculnya pemukiman kumuh atau daerah slum (slum area) terutama pada lahanlahan kosong seperti jalur hijau disepanjang bantaran sungai, bantaran rel kereta
api, taman-taman kota maupun di bawah jalan layang.
Pada tahun 2014, penduduk Kota Medan mencapai 2.135.516 jiwa. Jika
dibandingkan dengan penduduk Kota Medan pada tahun sebelumnya, terjadi
peningkatan 0,6% atau sekitar 12.712 jiwa (sumber: BPS Kota Medan). Dengan
luas kota Medan yang mencapai 265,10 Km2 maka kepadatan penduduk kota
Medan mencapai 8.055 jiwa/km2. Berdasarkan data tersebut Medan menjadi
daerah yang paling padat di Sumatera Utara.

Kepadatan demografis ini jika tidak dikelola dengan baik diprediksi bakal
menimbulkan gejala sosial karena peningkatan jumlah penduduk di perkotaan
akan mempersempit lahan di daerah kota. Penduduk yang semakin meningkat
sementara lahan perkotaan terbatas akan membentuk kepadatan penduduk
perkotaan.
1

Universitas Sumatera Utara

Peningkatan penduduk Kota Medan bukan didasarkan pada peningkatan
angka kelahiran dan penurunan angka kematian. Kota Medan pada saat ini sedang
mengalami masa transisi demografi, yaitu menurunnya tingkat kelahiran
(fertilitas) dan tingkat kematian (mortalitas), tetapi di sisi lain meningkatnya arus
perpindahan antar daerah (migrasi) dan proses urbanisasi, termasuk arus ulang
alik atau commuters (Pemko Medan, 2012). Migrasi ini terjadi karena terjadinya
surplus jumlah sumber daya manusia yang terdapat di pedesaan dan adanya
peluang kerja di perkotaan . Pada beberapa masyarakat pedesaan di dunia terdapat
pandangan bahwa migrasi ke perkotaan adalah cara untuk mendapatkan sesuatu
yang lebih baik dari sekedar pertanian di pedesaan (Erwin,2012).
Derasnya arus migrasi ke Kota Medan menimbulkan sejumlah persoalan,

antara lain adalah masih tingginya persentasi jumlah warga miskin di Medan.
Berdasarkan data yang dikeluarkan BPS Kota Medan, jumlah warga miskin kota
Medan pada tahun 2014 mencapai 209.696 jiwa (BPS Kota Medan). Data BPS
Kota Medan juga menunjukkan persebaran penduduk miskin terkosenterasi secara
besar pada beberapa kecamatan seperti Kecamatan Belawan, Kecamatan Labuhan,
dan Kecamatan Tembung.Kehidupan yang tergolong miskin merupakan masalah
sosial akibat terjadinya ketidakcukupukan materi atau uang untuk memenuhi
kebutuhan hidup mereka, termasuk biaya pendidikan dan tempat bermukim. Maka
kawasan kumuh muncul di kota besar sebagai salah satu strategi untuk mengatasi
keterbatasan lahan di kota besar.
Tumbuhnya pemukiman kumuh juga merupakan akibat dari urbanisasi,
migrasi yang tinggi, masyarakat berbondong-bondong datang ke kota untuk
mencari nafkah. Hidup di kota sebagai warga dengan mata pencaharian terbanyak

Universitas Sumatera Utara

pada sektor informal. Pada dasarnya pertumbuhan sektor informal bersumber pada
urbanisasi penduduk dari pedesaan ke kota, atau dari kota satu ke kota lainnya.
Hal ini disebabkan oleh lahan pertanian di mana mereka tinggal, sudah terbatas,
bahkan kondisi desapun tidak dapat lagi menyerap angkatan kerja yang terus

bertambah sedangkan yang migrasi dari kota ke kota lain, kota tidak lagi mampu
menampung, karena lapangan kerja sangat terbatas. Akhirnya dengan adanya
pemanfaatan ruang yang tidak terencana di beberapa daerah, terjadi penurunan
kualitas lingkungan bahkan kawasan pemukiman, terutama di daerah perkotaan
yang padat penghuni, berdekatan dengan kawasan industri, kawasan bisnis,
kawasan pesisir dan pantai yang dihuni oleh keluarga para nelayan, serta di
bantaran sungai, dan bantaran rel kereta api (Marwati, 2004).
Menurut Daulay (2012) pemukiman kumuh disebabkan pertumbuhan dan
pembangunan wilayah tidak mampu mengatasi terjadinya kesenjangan pendapatan
antara masyarakat berpenghasilan rendah MBR dengan yang berpenghasilan
tinggi. Masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dengan yang berpenghasilan
tinggi. Masyarakat berpenghasilan rendah sangat sulit memperoleh rumah yang
layak huni dan terjangkau, sehingga salah satu masalah terbesar penataan Kota
Medan adalah penataan pemukiman kumuh padat (Daulay,2012).
Kawasan pemukiman kumuh

di Kota Medan saat ini diperkirakan

mencapai 22,5% dari luas wilayah kota Medan yang terdiri dari 88.166 unit rumah
atau 13, 62% dari jumlah rumah yang ada di Kota Medan. Kawasan pemukiman

kumuh tersebut tersebar di 145 titik lokasi, dimana pada umumnya berada pada
bantaran sungai dan rel KA terutama di pusat kota (Pemko, 2012). Pemukiman

Universitas Sumatera Utara

kumuh tersebut menyebar di Kelurahan Tegal Sari Mandala I dan II, Kelurahan
Binjai Medan Denai,Kelurahan Bahari Medan Belawan.
Pemukiman kumuh atau daerah kumuh (slum area) diartikan sebagai suatu
kawasan pemukiman ataupun bukan kawasan pemukiman yang dijadikan sebagai
tempat tinggal yang bangunannya berkondisi sub standar atau tidak layak yang
dihuni oleh penduduk miskin yang padat (Menno: 1994). Berbagai penelitian
telah dilakukan mengenai daerah kumuh di Kota Medan. Salah satunya penelitin
yang dilakukan oleh Dwira Nirfalani Aulia (2008) Program Studi Magister Teknik
Arsitektur Universitas Sumatera Utara, judul Potret Permasalahan kawasan
pemukiman kumuh MBR di Kota Medan menunjukkan terdapat kawasan kumuh
yang menyebar di 151 kelurahan dengan luas mencapai 881,66 ha dengan
presentasi kawasan kumuh sebesar 3,32 persen.
Penelitian ini berlokasi di Kampung Aur. Dwira mencoba menangkap
potret kawasan kumuh di Kecamatan Medan Maimun dari perspektif disiplin ilmu
arsitektur. Rumah – rumah yang dibangun di lingkungan III dan IV dihuni oleh

3.263 jiwa atau 768 KK dengan jumlah rumah 432 unit. Rumah – rumah di
lingkungan III dan IV terdiri dari 271 unit permanen, 99 unit semipermanen dan
62 unit rumah kayu, dengan status kepemilikan rumah 287 KK menyewa, dan 236
status pemilik. Warga perkotaan yang hidup di bawah garis kemiskinan terpaksa
tinggal di pemukiman kumuh ini sembari mencoba mengubah nasibnya.
Meskipun mereka sebenarnya tidak senang harus tinggal di pemukiman kumuh,
tetapi keadaan ekonomi dan desakan kebutuhan membuat mereka “nekat”
bertahan. Menurut Oscar Lewis (dalam Suparlan, 1984), kemiskinan mempunyai
kaitan dengan kebudayaan sehingga pola-pola kelakuan dan sikap-sikap yang

Universitas Sumatera Utara

ditunjukkan oleh orang miskin adalah suatu cara yang paling tepat untuk dapat
tetap melangsungkan kehidupan yang serba kekurangan tersebut. Kebudayaan
kemiskinan merupakan suatu adaptasi atau penyesuaian dan sekaligus juga
merupakan reaksi kaum miskin terhadap kedudukan marginal mereka di dalam
masyarakat yang berstrata kelas, sangat inividualistis dan berciri kapitalisme.
Adaptasi merupakan penyesuaian, daya tahan atau kemampuan merespon
individu, kelompok atau masyarakat terhadap lingkungan atau sesuatu kondisi
baru yang dialaminya. Langkah-langkah atau cara yang diambil individu atau

masyarakat dalam menyesuaikan diri atau memperkuat daya tahannya terhadap
lingkungan disebut strategi adaptasi menurut Marzali dalam Marrung (2011)
mengemukakan bahwa strategi adaptasi adalah perilaku manusia dalam
mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki dalam menghadapi masalahmasalah sebagai pilihan-pilihan tindakan yang tepat guna sesuai dengan
lingkungan sosial, kultural, ekonomi dan ekologis di tempat dimana mereka
hidup. Kemampuan individu dalam beradaptasi mempunyai nilai bagi
kelangsungan hidupnya, sehingga makin besar kemampuan adaptasi individu
maka makin besar pula kemungkinan kelangsungan hidupnya.
Salah satu strategi yang digunakan untuk bertahan hidup adalah
membangun rumah di sepanjang bantaran rel kereta api. Salah satu daerah di kota
Medan yang dikenal sebagai daerah kumuh terdapat di sekitar bantaran rel kereta
api di Kelurahan Bantan Kecamatan Medan Tembung Kota Medan. Kelurahan
Bantan dihuni 29.881 jiwa mendiami luas wilayah 1,51 km2. Kepadatan penduduk
di kelurahan merupakan yang tertinggi pada Kecamatan Medan Tembung.
Kepadatan penduduk daerah ini 19.788 jiwa/km2 (BPS Kota Medan 2014).

Universitas Sumatera Utara

Su
mber : Kecamatan Medan Tembung

Gambar 1.1. Peta Kelurahan Banten Kecamatan Medan Tembung

Universitas Sumatera Utara

Gambar di atas menunjukkan Kelurahan Bantan dilewati oleh rangkaian
rel kereta api milik PT. Kereta Api Indonesia. Berdasarkan uraian di atas, peneliti
tertarik untuk meneliti permasalahan strategi bertahan hidup penghuni pemukiman
kumuh di sepanjang bantaran rel kereta api di kelurahan Bantan Kecamatan
Medan Tembung. Menurut penelitian yang dilakukan Afriani Simanjuntak (2012)
menyatakan motif yang mendasari masyarakat untuk bermukim di daerah
bantaran rel kereta api adalah karena daerah atau kawasan bantaran rel kereta api
strategis untuk memelihara hewan berkaki empat. Berdasarkan uraian di atas,
peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana strategi bertahan hidup penghuni
pemukiman kumuh di sepanjang bantaran rel kereta api di kelurahan Bantan
kecamatan Medan Tembung Kota Medan.

1.2

Rumusan Masalah
Seperti yang sudah dikemukakan sebelumnya, salah satu dari pemukiman


kumuh yang ada di Kota Medan terdapat di Kelurahan Bantan Kecamatan Medan
Tembung. Pemukiman kumuh ini berada di bantaran rel kereta api yang
menghubungkan pusat Kota Medan dengan kota-kota diluar kota Medan yang
dilintasi kereta api diwilayah Sumatera Utara. Rumah-rumah penduduk didirikan
secara tidak beraturan di sisi kiri kanan sejajar dengan rel kereta api tanpa adanya
pembatas atau penghalang. Hal ini tentu tidak aman bagi penduduk yang berlalu
lalang disana karena setiap saat dapat terjadi kecelakaan.
Hal ini memunculkan berbagai pertanyaan bagaimana kondisi fisik daerah
pemukiman kumuh di bantaran rel kereta api,bagaimana struktur kehidupan sosial
penghuni pemukiman kumuh di sekitar bantaran rel kereta api (kehidupan sosial

Universitas Sumatera Utara

budaya, pekerjaan, pendidikan,dsb), apa yang menjadi motif atau alasan penghuni
pemukiman kumuh bertahan dalam kondisi kumuh (kemiskinan), dan bagaimana
strategi adaptasi para penghuni pemukiman kumuh untuk mempertahankan
kelangsungan hidupnya didaerah tersebut. Penelitian lapangan yang dilakukan di
daerah bantaran rel kereta api Kelurahan Bantan ini diharapkan dapat memberikan
jawaban-jawaban terhadap pertanyaan –pertanyaan yang telah dikemukakan

tersebut.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas maka pertanyaan
penelitian dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
a. Bagaimanakah strategi bertahan hidup masyarakat pemukiman kumuh di
daerah bantaran rel kereta api

Kelurahan Bantan Kecamatan Medan

Tembung Kota Medan?
b. Bentuk-bentuk strategi apa saja yang dilakukan masyarakat penghuni
pemukiman kumuh di daerah bantaran rel kereta api Kelurahan Bantan
Kecamatan Medan Tembung Kota Medan untuk bertahan hidup?

1.3

Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka

tujuan penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui strategi bertahan hidup masyarakat pemukiman kumuh

di daerah bantaran rel kereta api Kelurahan Bantan Kecamatan Medan
Tembung Kota Medan.

Universitas Sumatera Utara

b. Untuk mengetahui bentuk-bentuk strategi yang dilakukan masyarakat
penghuni pemukiman kumuh di daerah bantaran rel kereta api Kelurahan
Bantan Kecamatan Medan Tembung Kota Medan untuk bertahan hidup.

1.4

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu :
a. Manfaat Akademis :
1. Menambah pengetahuan tentang daerah pemukiman kumuh
2. Sebagai bahan perbandingan terhadap penelitian-penelitian sebelumnya
tentang daerah pemukiman kumuh dan strategi penduduk didaerah
pemukiman kumuh untuk bertahan hidup.
3. Sebagai tambahan informasi untuk penelitian-penelitian berikutnya yang
dilakukan terhadap daerah pemukiman kumuh dan strategi penduduk

didaerah pemukiman kumuh untuk bertahan hidup.
b. Manfaat Praktis :
1.

Sebagai bahan masukan bagi para perencana dan pengambil keputusan
dalam rangka membuat berbagai kebijakan yang berkaitan dengan
penataan daerah pemukiman kumuh.

2.

Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Kota Medan dalam rangka
menyusun berbagai program penataan lingkungan dan tata ruang
perkotaan.

Universitas Sumatera Utara