Analisis Strategi Bertahan Hidup Penghuni Pemukiman Kumuh Di Sepanjang Bantaran Rel Kereta Api Di Kelurahan Bantan Kecamatan Medan Tembung Kota Medan Chapter III V

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1

Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.

Menurut Nawawi (2004:64) metode deskriptif yaitu metode-metode penelitian
yang memusatkan perhatian pada masalah-masalah atau fenomena yang bersifat
aktual pada saat penelitian dilakukan, kemudian menggambarkan fakta-fakta
tentang masalah yang diselidiki sebagaimana adanya diiringi dengan interpretasi
yang rasional dan akurat. Peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif agar
memudahkan peneliti untuk menggambarkan kondisi pemukiman kumuh di
bantaran rel kereta api Kelurahan Bantan dan menggambarkan strategi hidup yang
digunakan penduduk bantaran rel kereta api.
Tahap awal metode deskriptif tidak lebih dari pada penemuan yang
bersifat penemuan fakta-fakta seadanya. Selanjutnya pemikiran dikembangkan
dengan memberi penafsiran yang memadai terhadap fakta-fakta yang ditemukan.
Jadi metode deskriptif tidak terbatas sampai pada pengumpulan dan menyusun
data, tetapi meliputi juga analisis dan interpretasi tentang arti data itu.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif
merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa katakata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Jadi, dalam hal
ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variabel atau
hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu kebutuhan
(Maleong, 1994 : 3)
52

Universitas Sumatera Utara

3.2.

Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di daerah pemukiman kumuh yang terletak di

Kelurahan Bantan Kecamatan Medan Tembung Kota Medan. Lokasi penelitian
ini dipilih karena menunjukkan cirri-ciri sebagai kawasan pemukiman kumuh
yakni kondisi perumahan yang buruk dan padat sehingga tidak sesuai dengan
persyaratan rumah yang sehat, penduduk yang terlalu padat, fasilitas yang kurang
memadai seperti sarana air bersih, listrik, jalan, sanitasi, ruang terbuka dan
fasilitas sosial lainnya. Kawasan pemukiman kumuh ini berada di bantaran rel

kereta api yang masih aktif yakni jalur kereta api yang menghubungkan pusat
Kota Medan dengan daerah diluar kota Medan yang dilintasi kereta api di wilayah
Sumatera Utara.

3.3.

Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah semua hal yang melekat dan terdapat di

dalam pemukiman kumuh yang terletak di Kelurahan Bantan Kecamatan Medan
Tembung Kota Medan yang berkaitan dengan strategi hidup.

3.4

Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti telah memilih 5 orang penduduk sebagai

informan. Kriterianya antara lain adalah :
1. Informan harus mengalami langsung situasi atau kejadian yang berkaitan
dengan topik penelitian. Tujuannya untuk mendapatkan deskripsi dari

sudut pandang orang pertam. Ini merupakan criteria utama dan harus
dalam penelitian fenomenologi. Walaupun secara demografis informan

Universitas Sumatera Utara

cocok, namun bila ia tidak mengalami secara langsung, ia tidak bisa
dijadikan informan. Syarat inilah yang akan mendukung sifat otentitas
penelitian fenomenologi.
2. Informan mampu menggambarkan kembali fenomena yang telah
dialaminya, terutama dalam sifat alamiah dan maknanya. Hasilnya akan
diperoleh data yang alami dan reflektif menggambarkan keadaan yang
sesungguhnya.
3. Bersedia untuk terlibat dalam kegiatan penelitian yang mungkin
membutuhkan waktu yang lama.
4. Bersedia untuk diwawancara dan direkam aktivitasnya selama wawancara
atau selama penelitian berlangsung
5. Memberikan persetujuan untuk mempublikasikan hasil penelitian.
Karena penelitian ini bertujuan untuk menggali informasi tentang
kehidupan ekonomi dan sosial budaya penduduk pemukiman kumuh maka
pemilihan informan didasarkan pada kriteria.:

a. Merupakan penduduk tetap di kawasan pemukiman kumuh
b. Telah bertempat tinggal di kawasan tersebut dalam waktu yang cukup
lama (diatas 5 tahun).
c. Pengetahuan dan kemampuan memberikan informasi.
Kriteria-kriteria informan di atas sudah bisa menjadi indikator bagi peneliti
untuk menentukan informan dalam penelitian ini. Adapun informan dalam
penelitian ini adalah:
1. Wagimin. Informan ini diberikan mandat Pemerintah Kota Medan sebagai
Kepala Lingkungan 12 Kelurahan Bantan Kecamatan Medan Tembung.

Universitas Sumatera Utara

Berusia 45 tahun, berprofesi sebagai karyawan swasta memiliki satu orang
istri dan 4 orang anak. Informan ini sudah menetap di bantaran rel kereta
api selama hampir 40 tahun.
2. Herbert Parhusip. Usia 52 tahun, berprofesi sebagai wirasawta, alamat jl.
Tirto sari no 128. Menetap di bantaran rel kereta api selama 30 tahun.
Kepala keluarga dari satu orang istri dan 3 orang anak.
3. Suparni berjenis kelamin perempuan warga kelurahan Bantan berusia 57
tahun bersuku jawa, sejak tahun 90-an menetap di bantaran rel kereta api.

Setiap hari Suparni berprofesi sebagai penjual makanan. Memiliki seorang
anak namun sudah bercerai dengan suami. Sehari-hari Suparni tinggal
bersama anaknya yang berprofesi sebagai wiraswasta.
4. Normawati, ibu rumah tangga tinggal pada jalan tirto no 96c, informan
berumur 31 tahun bersuku jawa. Informan ketiga sudah menempati di
kelurahan Bantan sejak tahun 2009 dan berprofesi sebgai buruh cuci,
Informan tinggal bersama suaminya dan bertempat pada rumah mertuanya,
juga baru memiliki satu anak.
5. Sukarman berusia 56 tahun, sudah tinggal sejak tahun 1980-an dan
merupakan pendatang dan memilih tinggal dibantaran rel juga berprofesi
sebagai pemulung. Sukarman tinggal bersama istrinya dan anak-anaknya
pergi merantau. Sukarman tinggal pada rumah gubuk di bantaran rel kereta
api dan tidak jauh berada dengan rel kereta api.

Universitas Sumatera Utara

3.5

Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan beberapa teknik


yaitu :
1. Wawancara Mendalam
Wawancara

mendalam secara umum adalah proses memperoleh

keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka
antara pewawancara dengan informan atau yang diwawancarai, dengan atau tanpa
menggunakan pedoman (guide) wawancara, dimana pewawancara dan informan
terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama. Dengan demikian, kekhasan
wawancara mendalam adalah keterlibatannya dalam kehidupan informan.
Pewawancara adalah orang yang menggunakan metode wawancara
sekaligus dia bertindak sebagai “pemimpin” dalam proses wawancara tersebut.
Dia pula berhak menentukan materi yang akan diwawancarai serta kapan dimulai
dan diakhiri. Pewawancara adalah penulis. Namun kadang kala informan pun
dapat menentukan perannya dalam hal kesepakatan mengenai kapan waktu
wawancara mulai dilaksanakan dan diakhiri. Informan adalah orang yang
diwawancarai, diminta informasi oleh pewawancara. Informan adalah orang yang
diperkirakan menguasai dan memahami data, informasi, ataupun fakta dari suatu

objek penelitian (Bungin, 2010: 108).
2. Observasi (pengamatan) :
Pengamatan terlibat (participant observation) adalah studi yang disengaja
dan dilakukan secara sistematis, terencana, terarah pada suatu tujuan di mana
pengamat atau peneliti terlibat langsung dalam kehidupan sehari-hari dari subjek
atau kelompok yang diteliti. Dengan keterlibatan langsung dalam kehidupan

Universitas Sumatera Utara

sehari-hari tersebut menyebabkan terjadinya hubungan sosial dan emosional
antara peneliti dengan subjek yang diteliti, dampaknya si peneliti mampu
menghayati perasaan, sikap, pola pikir yang mendasari perilaku subjek yang
diteliti terhadap masalah yang dihadapi.

3.6

Teknik Analisa Data
Data yang diperoleh melalui bahan bacaan (Literarur), pengamatan dan

wawancara akan dicatat secara sistematis, kemudian dipilah-pilah berdasarkan

kategori-kategori yang telah ditetapkan sesuai dengan masalah penelitian.
Selanjutnya data yang telah terpilah dalam kategorisasi ini akan diolah dan diliat
hubungan masing-masing kategori dan selanjutnya diinterpretasikan dengan
menggunakan konsep dan teori yang dipaparkan pada bab sebelumnya sehingga
akhirnya dapat ditarik kesimpulan.

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
4.1 Keadaan Umum Hasil Penelitian
4.1.1 Kondisi Geografis Kelurahan Bantan
Kecamatan Medan Tembung berbatasan langsung dengan Kabupaten Deli
Serdang di sebelah utara dan timur, kecamatan Medan Denai di sebelah selatan
dan kecematan Medan Perjuangan di sebelah barat. Kecamatan Medan Tembung
merupakan salah satu kecamatan di Kota Medan yang mempunyai luas sekitar
7,78 km2. Jarak kantor kecamatan ke kantor walikota Medan sekitar 8 km.
Dari tujuh kelurahan di Kecamatan Medan Tembung, kelurahan Bantan
memiliki luas wilayah yang terluas yaitu sebesar 1,51 km2 sedangkan kelurahan
Tembung mempunyai luas terkecil yakni 0,64 km2. Ditinjau dari jarak antara

kantor kelurahan dan kantor kecamatan, kantor kelurahan Indra Kasih dan
Sidorejo Hilir memiliki jarak terjauh dari kantor kecamatan Medan Tembung
yaitu sekitar 4 km sedangkan kantor kelurahan yang terdekat yaitu kelurahan
Bandar Selamat sekitar 1 km dari kantor kecamatan Medan Tembung. Keterangan
kelurahan Bantan, antara lain:
1. Luas Wilayah

:

2. Letak di atas permukaan Laut :

7,78 km2
30 Meter

3. Berbatasan dengan
Sebelah Utara

:

Kab. Deli Serdang


Sebelah Selatan

:

Kec. Medan Denai

Sebelah Barat

:

Kec. Medan Perjuangan

Sebelah Timur

:

Kab. Deli Serdang
58


Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.1. Luas Wilayah dirinci per kelurahan di Kecamatan Medan Tembung
Kelurahan
Luas (Km2) Persentase terhadap
Luas Kecamatan
Indra Kasih
1,49
19,15
Sidorejo Hilir
1,16
14,91
Sidorejo
1,19
15,30
Bantan Timur
0,89
11,44
Bandar Selamat
0,90
11,57
Bantan
1,51
19,41
Tembung
0,64
8,23
Medan Tembung
7.78
100
Sumber : Kantor Camat Medan Tembung.
Tabel di atas menunjukkan kelurahan Bantan sebagai kelurahan dengan
luas wilayah terbesar di Kecamatan Medan Tembung. Kelurahan Bantan memiliki
luas 1,51 Km2 berbanding 7.78 km2 yang merupakan luas wilayah Kecamatan
Medan Tembung secara keseluruhan.
Tabel 4.2. Banyaknya lingkungan, RW, RT, dan blok sensus dirinci menurut
kelurahan di Kecamatan Medan Tembung
Kelurahan
Jumlah
Lingkungan RW RT Blok Sensus
Indra Kasih
13
0
0
50
Sidorejo Hilir
14
0
0
38
Sidorejo
20
0
0
46
Bantan Timur
16
0
0
39
Bandar Selamat 12
0
0
42
Bantan
14
0
0
63
Tembung
6
0
0
20
Medan
95
0
0
298
Tembung
Sumber : Kantor Kecamatan Medan Tembung.
Tabel di atas menunjukkan jumlah lingkungan yang terdapat di Kelurahan
Bantan. Terdapat 14 lingkungan di wilayah kelurahan Bantan dengan luas wilayah
1,51 km2. Sebagai kelurahan terbesar di Kecamatan Medan Tembung, kelurahan
Bantan juga memliki lingkungan yang cukup besar. Jumlah lingkungan kelurahan
Bantan hanya kalah jumlah dengan lingkungan yang ada di kelurahan Sidorejo
dan kelurahan Bantan timur

Universitas Sumatera Utara

4.1.2 Penduduk dan Tenaga Kerja
1. Jumlah Penduduk, Luas Kelurahan, Kepadatan penduduk per Km dirinci
menurut Kelurahan di kecamatan Medan Tembung. Kecamatan Medan
Tembung dihuni oleh 133.579 orang penduduk dimana penduduk
terbanyak berada di kelurahan Bantan yakni sebanyak 29.646 orang dan
jumlah penduduk terkecil di kelurahan Tembung yakni sebanyak 9.810
orang Bila dibandingkan antara jumlah penduduk serta luas wilayahnya,
maka

kelurahan Bandar Selamat merupakan kelurahan terpadat yaitu

19.753 jiwa tiap km2 dengan rata-rata ART 5 orang.
2. Struktur Penduduk berdasarkan jenis kelamin dan kelompok umur di
Kecamatan Medan Tembung. Jumlah penduduk kecamatan Medan
Tembung sebanyak 133.579 penduduk terdiri dari 65.391 orang laki-laki
serta 68.188 perempuan. Berdasarkan kelompok umur, penduduk
kecamatan Medan Tembung lebih didominasi oleh penduduk usia
produktif. Banyak warga negara Indonesia turunan cina yang berdomisili
di kecamatan ini. Terdapat 14.801 orang warga Indonesia keturunan cina
yang berdomisili di kecamatan Medan Tembung, yakni sebanyak 7.274
laki-laki dan 7.589 perempuan. Kelurahan Bantan Timur merupakan
kawasan yang ramai dihuni oleh warga Indonesia keturunan cina yakni
sebanyak 8.626 orang.
3. Mutasi dan Mutandis penduduk Kecamatan Medan Tembung. Di
Kecamatan Medan Tembung data mutasi dan mutandis penduduk hanya
tersedia di dua kelurahan saja yaitu di kelurahan Indra Kasih dan
Kelurahan Bantan.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.3.

Jumlah penduduk, Luas Kelurahan kepadatan penduduk per Km
dirinci menurut Kecamatan Medan Tembung Tahun 2014
Jumlah
Luas
Kepadatan
Kelurahan
Penduduk
Wilayah
Penduduk
(Jiwa)
Per Km2
(Km2)
Indra Kasih
21660
1,49
14536
Sidorejo Hilir
19828
1,46
17093
Sidorejo
21018
1,19
17662
Bantan Timur
13839
0,89
15549
Bandar Selamat
17778
0,90
19753
Bantan
29646
1,51
19633
Tembung
9810
0,64
15328
Medan Tembung 133579
7,78
1119554
Sumber : Kantor Kecamatan Medan Tembung.
Tabel 4.3 menunjukkan kepadatan penduduk di Kecamatan Medan

Tembung. Kelurahan Bantan merupakan kelurahan dengan luas wilayah terbesar
di Kecamatan Medan Tembung. Luas wilayah yang besar berbanding lurus
dengan besarnya jumlah lingkungan di daerah ini. Jika dibandingkan antara luas
wilayah dan jumlah penduduk wilayah ini. Kelurahan Bantan memiliki kepadatan
penduduk 19.633 jiwa/km2. Jumlah kepadatan penduduk ini merupakan tertinggi
kedua di Kecamatan Medan Tembung dibawah kelurahan Bandar Selamat.

Tabel 4.4.

Komposisi mata pencaharian penduduk menurut Kecamatan Medan
Tembung Tahun 2014

sKelurahan

IndraKasih
Sidorejo Hilir
Sidorejo
Bantan Timur
Bandar Selamat
Bantan
Tembung
Medan
Tembung

PNS
(Jiwa)
1533
37
484
120
171
442
66
2853

Swasta
(Jiwa)
351
2254
364
86
44
5147
45
8291

ABRI
(Jiwa)
234
25
67
21
22
49
7
425

Pekerjaan
Petani
Pedagang
(Jiwa)
(Jiwa)
16
193
24
124
3
288
0
50
14
536
36
7454
7
67
100
8712

Pensiunan
(Jiwa)
434
73
74
24
59
294
31
989

Lainnya
(Jiwa)
0
0
0
0
0
0
0
0

Sumber : Kantor Kecamatan Medan Tembung
Tabel 4.4 menunjukkan mata pencaharian warga di Kecamatan Medan
Tembung. Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Bantan, peneliti hanya akan

Universitas Sumatera Utara

membahas pekerjaan warga di kelurahan Bantan. Tabel menunjukkan mayoritas
penduduk kelurahan Bantan berprofesi sebagai pedagang. Dari hasil pengamatan
peneliti, pedagang di daerah ini tidak hanya pedagang kecil melainkan juga
terdapat pedagang besar.
Penelitian ini membahas mengenai warga bantaran rel kereta api yang
banyak berprofesi sebagai pemulung. Pemulung sampah tersebut menjual hasil
kumpulannya ke para pedagang besar yang berdomisili di sebagian besar wilayah
kelurahan Bantan.
Apabila kita bandingkan profesi petani di Kelurahan Bantan merupakan
terbesar di Kecamatan Medan Tembung. Petani tersebut memanfaatkan tanah
kosong di sekitaran rel kereta api di wilayah Deli Serdang untuk bercocok tanam
tanaman pertanian seperti ubi, kacang, kentang,dll. Namun mayoritas petani di
daerah ini bukan hanya hasil pertanian bumi melainkan peternakan khususnya
ternak babi, ayam dan bebek.
Tabel 4.5. Jumlah penduduk dirinci menurut agama yang dianut per Kelurahan di
Kecamatan Medan Tembung Tahun 2014
Kelurahan
IndraKasih
Sidorejo Hilir
Sidorejo
Bantan Timur
Bandar Selamat
Bantan
Tembung
Medan Tembung

Islam
(Jiwa)
14650
8069
12610
7014
17495
15533
9731
85102

.Kristen
(Jiwa)
4498
975
5510
2650
226
4568
64
18491

Budha
(Jiwa)
99
10160
0
4131
42
8058
0
22490

Hindu
(Jiwa)
22
4
0
27
2
14
0
69

Katolik
(Jiwa)
2391
620
2898
17
13
1523
15
7477

Sumber : Kantor Kecamatan Medan Tembung.
Tabel 4.5 di atas menunjukkan persebaran agama di Kecamatan Medan
Tembung. Mayoritas penduduk di Kelurahan Bantan beragama Islam. Agama
mayoritas ini banyak dianut oleh suku Jawa. Kondisi ini berbeda ketika kita
bandingkan dengan wilayah seberang lain bantaran rel kereta api yang termasuk

Universitas Sumatera Utara

dalam kelurahan Tegal Sari kecamatan Medan Denai yang banyak beragama
Kristen dan berasal dari suku Toba.
4.1.3

Sosial

1. Jumlah Sekolah Negeri dan Swasta di Kecamatan Medan Tembung Tahun
2014 Tercatat ada sejumlah fasilitas pendidikan di Kecamatan Medan
Tembung yaitu sebanyak 28 TK Swasta, 12 SD Negeri dan 29 SD Swasta,
4 SLTP Negeri dan 21 SLTP Swasta, 1 SLTA Negeri.
2. Jumlah murid Sekolah Negeri dan Swasta di Kecamatan Medan Tembung
Tahun 2014 tercatat sebanyak 4.438 siswa bersekolah di SD negeri dan
7.947 siswa bersekolah di SD Swasta pada tahun 2014 di Kecamatan
Medan Tembung.
3. Rumah Sakit, PUSKESMAS, BPU (Balai Pengobatan Umum), BKIA
(Balai Kesehatan Ibu dan Anak), di Kecamatan Medan Tembung Tahun
2014. Fasilitas kesehatan yang ada di Kecamatan Medan Tembung dapat
dikatakan sudah merata di setiap kelurahannya walaupun dengan jumlah
yang sangat terbatas.
4. POSYANDU, Dokter dan Bidan yang melayani KB di Kecamatan Medan
Tembung Tahun 2014 Tenaga medis yang terdapat di Kecamatan Medan
Tembung ini sudah cukup tersebar di tiap kelurahan dimana
pendistribusiannya disesuaikan dengan kebutuhan tiap-tiap kelurahan.
Terdapat sebanyak 68 POSYANDU, 69 dokter dan 56 bidan di
Kecamatan Medan Tembung.
5. Sarana Ibadah dan lapangan olahraga di Kecamatan Medan Tembung
Tahun 2014. Hampir di setiap kelurahan di Kecamatan Medan Tembung

Universitas Sumatera Utara

ini terdapat sarana ibadah tiap-tiap agama. Sarana olahraga sudah ada di
setiap kelurahan.

4.2

Hasil Wawancara

4.2.1

Informan 1
Herbert Parhusip, berumur 52 tahun dan berprofesi sebagai wirasawta,

merupakan salah satu warga yang menetap di kelurahan bantan kecamatan medan
tembung kota medan. Herbert tinggal pada sebuah rumah yang sederhana atau
semi permanent pada jl. Tirto sari no 128. Herbert sudah menetap pada kelurahan
Bantan sejak tahun 1980 pada tanah PT KA dan menghidupi 3 orang anak. Anak
pertama Bapak Parhusip berprofesi sebagai mahasiswa.Sedangkan dua orang
anaknya lagi masih berstatus sebagai Pelajar di Perguruan Parulian Medan.
Pada pertemuan pertama, bapak setengah baya ini sedang menggunakan
kemeja putih garis-garis. Peneliti diterima oleh informan di rumahnya. Peneliti
mengenal informan melalui kepala lingkungan. Kepala lingkungan mengatakan
salah satu penduduk yang sudah cukup lama tinggal di daerah ini adalah Informan
pertama. Informan menjelaskan dengan sangat mendetail keadaan di kelurahan
bantan yang terjadi dulu sampai dengan sekarang.
Informan berasal dari salah satu daerah di Toba. Awal mulanya informan
bermukim di daerah bantaran rel kereta api dikarenakan tidak adanya tempat
tinggal tetap baginya dan keluarganya. Informan melihat di sekitar rel kereta api
masih terdapat lahan yang cukup kosong. Pada mulanya informan hanya
mendirikan gubuk kecil disana lalu perlahan diperbaiki menjadi rumah semi
permanen.

Universitas Sumatera Utara

Pada pertemuan selanjutnya, informan banyak bercerita mengenai
permasalahan hidup di daerah ini mulai dari awal berdirinya tidak ada listrik, tidak
ada air, dan ancaman bahaya kematian yang disebabkan oleh kereta api. Penuturan
informan mengenai Strategi Adaptasi dan pemukiman kumuh, penulis paparkan
dalam poin di bawah ini:
Strategi adaptasi dapat juga diartikan sebagai strategi bertahan hidup
(coping strategies) dapat didefenisikan sebagai kemampuan seseorang dalam
menerapkan seperangkat cara untuk mengatasi berbagai permasalahan yang
melingkupi kehidupannya. Strategi penanganan masalah ini pada dasarnya
merupakan kemampuan segenap anggota keluarga dalam mengelola aset yang
dimilikinya.
Strategi aktif yang menjadi strategi adaptasi informan disini adalah dengan
bekerja tambahan di bidang informal atau dalam bahasa lain bekerja sebagai
pemulung disamping bekerja sebagai supir truk pengangkutan barang pabrik yang
berada di sekitaran bantaran rel kereta api. Informan ini tidak terdaftar pada satu
perusahaan melainkan hanya pekerja lepas yang digunakan saat dibutuhkan.
“Kalo saya sekarang bekerja dimobil (truk) dek, hari ini saya gak masuk,
mobilnya lagi di bengkel jadi libur dulu. Ya saya klo kerja apa saja saya
lakuin dek, klo dulu rampok jugalah tapi itu muda-muda dulu, sekarang
gak lagilah. Yang penting bisa makan aja”
Penghasilan informan dalam sebulan tergantung pada order dari
perusahaan yang menggunakan jasanya. Dalam sebulan maksimal informan bisa
mengambil 10-15 trip perjalanan. Setiap trip perjalanan informan mendapatkan
upah bersih Rp. 100.000,- s.d 150.000,-. Sehingga sebulan penghasilan informan
bisa mencapai penghasilan Rp. 2.000.000,-.

Universitas Sumatera Utara

Jumlah ini terasa tidak cukup jika dibandingkan dengan kebutuhan
keluarganya. Untuk menutupi kebutuhan hidup istri serta anak informan
melakukan kerja tambahan. Biasanya anak dan istri informan melakukan
pekerjaan sampingan seperti menjadi pemulung, baik itu botol plastik maupun
kantong plastik yang kemudian di jual kepada penampung barang bekas.
“Setiap hari istri dan anakku bisa kumpulin lima sampe enam kilo. Tapi
itu kalo gak musim hujan. Kalo musim hujan itu yang gawat kita. Harus
dikeringkan dulu sampahnya, baru mau pengumpul nerima. Hasil dari
mulung ini cukuplah untuk jajan anakku sekolah”
Setiap hari, keluarganya berhasil mengumpulkan 5-6 kg sampah plastik.
Namun, kondisi ini tidak setiap hari bisa terjadi. Hasil sampah plastik akan
berkurang jika hari sedang hujan. Apalagi ketika hujan, sampah plastik akan
menjadi basah, sampah plastik yang basah harus dijemur terlebih dahulu agar bisa
laku dijual. Dari kegiatan ini, informan menyatakan hasil penjualan sekitar Rp.
300.000,- dalam seminggu dapat menutupi biaya sekolah anak-anaknya.
Kegiatan menjadi pemulung sudah menjadi hal lumrah bagi masyarakat
kelurahan

Bantan

dikarenakan

memang

sebagian

besar

warga

disana

mengantungkan hidupnya sebagai pemulung. Juga menurut informan jika mereka
mengalami kesulitan dalam keuangan mereka kadang harus meminjam ke
rentenir, dikarenakan informan terpaksa melakukan hal tersebut untuk memenuhi
kebutuhan sehari-harinya, dan cara mereka menutup kembali pinjaman dari
rentenir tersebut dengan cara memulung selain juga menjadi supir truk.
Adapun Variabel lain dari penelitian ini adalah variabel Pemukiman
Kumuh dimana terdapat fasilitas umum, tingkat frekuensi, satuan-satuan komuniti
yang hidup secara tersendiri, penghuni pemukiman kumuh, pekerjaan penghuni,

Universitas Sumatera Utara

tata bangunan serta pemilikan lahan yang menjadi variabel operasional penelitian
tersebut.
Fasilitas umum di daerah pemukiman ini jauh dari kesan ideal. Jalan yang
lebar yang mampu dilalui kendaraan roda dua dan empat secara layak tidak
terdapat di daerah ini. Jalanan sangat sengit dan hanya bisa dilalui kendaraan roda
dua dan roda tiga. Jalan yang sempit membuat atap rumah yang menutupinya
saling bersinggungan satu sama lain.
Drainase buruk adalah salah satu indikator permukiman kumuh. Menurut
penuturan informan, drainase di bantaran rek kereta api merupakan bangunan
yang dibangun masyarakat pribadi. Pembangunan yang tanpa perencanaan ini
juga menimbulkan dampak di tempat lain dengan sering terjadinya banjir apabila
hujan turun dikarenakan lokasi bantaran rek kereta api merupakan lokasi yang
cukup tinggi.
“klo kondisi drainase bisa kau liat sendiri dek, tumpat banyak tanah, tapi
disini gak banjir yang banjir ke arah belakang sana karena tanah disini
kan turun kebelakang dia, jadi klo disni gak kena dia. Klo pembuangan air
kotor kami dirumah sini ada septiktank, gak buang ke paret”
Fasilitas pembuangan air kotor/tinja sangat minim sehingga ada
diantaranya yang membuang kotoran dekat rumah dan juga membuangnya ke
sungai terdekat. Kepadatan penduduk juga merupakan indikator permukiman
kumuh. Menurut informan keadaan yang kumuh dari lahan kosong yang terus
diisi oleh pendatang dan membuat keadaan semakin kumuh termasuk beliau salah
satunya. Kondisi migrain yang terus berdaatangan membuat kepadatan di daerah
bantaran rel kereta api ini sudah sangat padat.
Permukiman ini merupakan permukiman liar dikarenakan berdomisili di
tanah negara tanpa adanya izin serta tidak termasuk dalam bagian Rukun

Universitas Sumatera Utara

Tetangga atau Rukun Warga. Berkaitan dengan status tanah yang di bantaran rel
kereta api peneliti agak secara berhati-hati menanyakan kepada informan. Dari
penjelasan informan, informan menyadari kalau status tanah yang didiaminya
adalah milik pemerintah. Informan berharap agar jika nanti digusur, informan
diberi kompensasi yang layak demi kepentingan keluarganya.
Salah satu yang menjadi operasional variabel pemukiman kumuh lainnya
adalah tata bangunan. Tata bangunan sangat tidak teratur dan bangunan-bangunan
pada umumnya tidak permanen dan malahan banyak yang darurat merupakan ciri
dari pemukiman kumuh. Tata bangunan pemukiman di bantaran rel kereta api
Kelurahan Bantaran dijelaskan informan sebagai berikut:
“nah bisa adek liat sendirikan baru saja kereta lewat di samping kita dan
gak ada pintu penutupnya, itu biasanya banyak kali yang mat. Itu pintu
dari sejak saya tinggal disini tidak ada pernah di pasang. Belum lagi
disini sudah rapat akan penduduk dek. Pokoknya capeklah kita orang
disini liat orang mati. Setidaknya pemerintah melihatlah atau pasang
pintu biar gak ada yang banyak kali yang mati disini”
Keselamatan merupakan unsur penting bagi sebuah pemukiman.
Pemukiman yang baik memiliki tata bangunan yang melindungi warganya.
Perlindungan ini sama sekali tidak peneliti jumpai di bantaran rel kereta api
Kelurahan Bantaran. Posisi bangunan hanya terbuat dari bahan semi permanen
dan terkadang menggunakan seng yang sudah bocor. Keamanan pemukiman ini
juga sangat minim. Lokasi pemukiman yang hanya berjarak kurang dari 3 meter
dari jalur kereta api membuat setiap warga memiliki potensi yang tinggi untuk
terjadi kecelakaan.
4.2.2

Informan 2
Suparni warga kelurahan Bantan berusia 57 tahun bersuku jawa. Suparni

merupakan janda. Informan sudah bercerai hampir 20 tahun dengan suaminya.

Universitas Sumatera Utara

Menurut ceritanya, dia tinggal di bantaran rel karena terpaksa. Setelah cerai dari
suaminya, informan tidak memiliki rumah. Melihat banyak orang mebangun di
sepanjang bantaran rel, ibu satu orang anak ini pun nekat untuk membangun
sebuah gubuk untuknya.
Informan berprofesi sebagai penjual makanan ringan seperti mie instan
dan minuman teh. Informan tinggal pada Jl. Pala 84c/94c. Peneliti beberapa kali
mengunjungi informan untuk melihat lebih dekat keseharian dari informan.
Warung di pinggir rel kereta api tersebut cukup ramai pengunjungnya. Warga di
sekitar bantaran rel menggunakan bangunan tua semi permanen ini untuk tempat
berkumpul. Selain sebagai tempat usaha, bangunan ini juga digunakan informan
sebagai tempat tinggal.
Informan bekerja sebagai pedagang makanan ringan. Penghasilan
informan dalam satu bulan tidak lebih dari Rp. 800.000,-. Rumah semi permanen
ini didiami informan bersama satu orang anaknya.
“saya ya jualan kecil-kecil gini nak, kadang ada laku sehari sepuluh ribu
kadang ya tidak laku sama sekali. Jualan ya indomi goreng, teh, kopi,
kadang juga buat makan sendiri juga susah. Anak saya ya kerja tapi tiap
bulan habis lah karena satu kerja di PT KA, satu lagi jadi sales tapi ya
cuma cukup buat makan dia aja”
Pada saat peneliti sedang mewancarai informan, tiba-tiba datang seorang
bapak dengan menggunakan sepeda motor membawa banyak bahan kebutuhan
pokok. Bapak ini ternyata berprofesi sebagai tukang kredit. Profesi ini cukup
membantu informan yang memiliki usaha warung makan. Informan dapat
mencicil pembayaran bahan pokok tersebut selama 15-20 hari. Setiap hari
informan dikenakan angsuran 10 ribu sampai dengan 15 ribu rupiah.

Universitas Sumatera Utara

Menurut informan, tidak hanya dirinya yang menjadi pelanggan tetap
bapak tukang kredit, melainkan ada banyak ibu rumah tangga lain yang menjadi
pelanggan tukang kredit. Secara teori strategi ini termasuk dalam strategi jaringan,
informan menggunakan jaringan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Menurut
informan cara ini membantunya untuk tetap bisa berusaha terutama ketika omset
warung sedang sepi.
Informan menjelaskan kondisi ekonomi dari rumah tangganya yang
kurang bercukupan, keadaan sekeliling rumah informan juga sangat dekat dengan
rel kereta api yang sangat berbahaya. Belum lagi tempat kelurahan Bantan yang
sangat padat dengan kondisi dranaise yang tidak bagus. Sampai dengan sekarang
dengan kondisi rumah yang sederhana dan kondisi ekonomi yang kurang. Selama
tinggal di Kelurahan Bantan, informan menyatakan tidak mendapatkan bantuan
baik itu dari lurah setempat.
“… selain jualan saya tidak melakukan pekerjaan yang lain kerena mau
nanam pun gada lahan kosong, jadi gatau mau buat apa.tapi kadang saya
mulung tapi saya tidak mencari jauh-jauh juga dibantu oleh anak saya,
tapi sekarang sudah kerja.sekarang kondisi tubuh saya udah tua capek ga
sanggup lagi, jadi jualan ajalah nak”

Menurut informan, fasilitas di sekitar rumahnya sangat minim. Jalan yang
biasa warga gunakan untuk lalu-lalang hanya setapak tanah liat di tepi rel kereta
api. Jalan ini hanya cukup untuk kendaraan roda dua. Air bersih di lingkungan
informan tinggal juga harus menggali ke dalam tanah menggunakan sumur bor.
Praktis tidak ada rumah di bantaran rel kereta api di Kelurahan Bantan yang
mendapatkan akses air minum PDAM.
Informan juga menyatakan bahwa drainase yang dibangun di sekitar
pemukiman merupakan hasil gotong royong warga. Pemerintah sama sekali tidak

Universitas Sumatera Utara

pernah membangun drainase di sekitar rel kereta api. Hal ini juga berlaku untuk
saluran pembuangan, informan menyatakan saluran pembuangan rumah tangga
dirinya diletak tidak jauh dari rumah.
“Kau liat lah dek jalan ini, Cuma bisa kereta aja yang lewat. Inipun kalo
ujan dikit pasti becek. Kalo untuk urusan PAM, disini gak ada yang pake
PAM. Air bersih kita dapat dari sumur, nge bor ke dalam pake sumur bor.
Paret-paret di sekitar sini pun tak ada pemerintah bangun, kaminya
warga-warga disini gotong royong 6 bulan sekali untuk bersihkan paret”
Ibu paruh baya ini pun mengakhiri wawancara dengan kami bercerita
harapan informan terhadap nasibnya. Beliau sadar bahwa tinggal secara liar di
tanah milik negara. Informan tetap mengharap belas kasih pemerintah atau PT.
Kereta Api Indonesia untuk memberikan santunan ataupun tempat tinggal baru
untuknya. Menurutnya, dia tinggal di bantaran rel sudah sangat lama dan hanya
itu tempat tinggal satu-satunya bagi dirinya dan anaknya.
Berkaitan dengan status tanah yang didiaminya. Informan mengakui
bahwa tanah masih status pakai. Pemerintah menganggap pemukim di wilayah ini
adalah penghuni liar. Informan sudah pernah mengurus Kartu Keluarganya ke
kantor pemerintah Kota Medan akan tetapi tidak mendapatkan hasil karena
ketidakjelasan dari tempat tinggal.
4.2.3

Informan 3

Normawati, ibu rumah tangga tinggal pada jalan tirto no 96c, informan
ketiga berumur 31 tahun bersuku jawa. Informan ketiga sudah menempati di
kelurahan Bantan sejak tahun 2009 dan berprofesi sebgai buruh cuci, informan
ketiga tinggal bersama suaminya dan bertempat pada rumah mertuanya. Informan
baru memiliki satu anak. Suaminya juga bekerja sebagai pemulung di daerah

Universitas Sumatera Utara

kelurahan Bantan. Penghasilan perbulan suaminya tidak menentu, tergantung
jumlah hasil memulung dan harga plastik yang selalu berubah-ubah.
Informan ketiga dalam penelitian ini merupakan ibu rumah tangga.
Kepada peneliti informan menceritakan awal keberadaannya di bantaran rel kereta
api sebagai berikut:
“saya disini orang luar, masuk kesini karena kawin dengan suami saya
sekarang, klo saya disini dirumah aja, klo mau bantu suami saya ya saya
jadi buruh cuci, rata-rata hampir sama kami disini, macam tetangga
sebelah saya ini juga suaminya memulung juga, saya disini ya masih
numpang sama mertua saya”
Salah satu strategi bertahan hidup adalah menggunakan strategi jaringan.
Memanfaatkan lingkungan sosial di sekitar untuk menyokong kehidupan. Strategi
yang paling mudah dilakukan informan untuk menutupi kekurangan biaya hidup
adalah dengan meminjam uang. Informan menjelaskan sebagai berikut:
“kadang kami minjam ke rentenir tetapi sikit-sikit aja, karena untuk
membayar kembali susah karena mahal sekali dengan bunga yang besar”
Menurut informan bunga yang cukup besar menjadi salah satu kesulitan
yang dialami informan. Informan harus membayar bunga 10-15% setiap bulan
dari besar pinjaman. Hal ini merupakan keterpaksaan karena akses ke lembaga
keuangan yang masih minim.
Fasilitas di permukiman ini juga buruk dengan tidak ada jalan lebar,
drainase yang dibuat manual, jarak satu rumah dengan rumah lainnya yang terlalu
berdekatan, serta tidak terdaftarnya mereka sebagai dalam Rukun Tetangga atau
Rukun Warga dikarenakan mereka menempati lokasi ilegal karena milik negara
tanpa izin.
Sudah hidup berpuluh tahun di pemukiman ini, sebagian besar warga
belum memiliki identitas resmi. Identitas yang diperlukan ketika melakukan

Universitas Sumatera Utara

interaksi dengan lembaga keuangan formal. Bagi sebagian lain yang memiliki
identitas memilih jalan menumpang alamat dengan keluarga yang berada di
daerah lain di Kota Medan.
Identitas yang belum tersedia menjadikan warga di pemukiman ini
mengalami kesulitan akses untuk mendapatkan fasilitas dari pemerintah. Bantuan
pemerintah berupa beras miskin, bantuan langsung tunai, jamkesmas dan program
bantuan lain tidak pernah didapatkan oleh warga sekitar bantaran rel kereta api,
berikut penuturan informan kepada peneliti:
“kami juga heran kami kenapa tidak dapat bantuan dari pemerintah, tapi
tetangga lain yang diseberang kami dapat bantuan jadi ini lagi kami
urus”
Informan menjelaskan bahwa mereka tidak mendapat bantuan dari
pemerintah. Strategi mereka untuk bertahan hidup menggunakan strategi aktif
dengan

memaksimalkan

seluruh

anggota

keluarga

untuk

mendapatkan

penghasilan. Selain sebagai buruh cuci, informan juga sering membantu suaminya
untuk memulung. Bantuan yang diberikan bisa berupa ikut mengumpulkan dan
atau membersihkan sampah-sampah yang sudah terkumpul agar memiliki nilai
jual yang lebih tinggi.
Hal yang menarik peneliti dalam penelitian ini adalah penggunaan alat
telekomunikasi secara bijak oleh para informan. Informan menggunakan
handphone yang mereka miliki untuk mendapatkan informasi harga plastik
terbaru. Apabila kebutuuhan hidup tidak terlalu mendesak dan harga plastik
sedang rendah, informan memilih untuk menahan menjual sampah plastic hingga
harga stabil. Kondisi ini tidak berlaku jika terdapat kebutuhan mendesak seperti

Universitas Sumatera Utara

sekolah anak atau keluarga sakit, walaupun harga plastik sedang rendah informan
mau tidak mau harus menjual sampah plastik untuk mendapatkan penghasilan.
Salah satu ciri pemukiman kumuh adalah tidak adanya suasana ”privacy
(pribadi)” bagi pemilik rumah, karena jumlah ruang di rumah tinggalnya terbatas
jika dibandingkan dengan jumlah penghuninya. Menurut informan rumah semi
permanen berukuran 5x10m ini dihuni oleh tiga keluarga selain keluarga informan
dan keluarga mertua, rumah ini juga dihuni oleh adik suami dan istrinya.
Bagi informan keadaan ini akibat tekanan hidup bagi keluarganya yang
belum mampu untuk menyewa rumah. Pendapatan informan dan suaminya hanya
cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Di rumah informan juga belum
terdapat air PDAM dan masih mengandalkan air tanah untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari.
4.2.4

Informan 4

Informan keempat dipercaya sebagai kepala lingkungan 12 Kelurahan
Bantan. Informan bernama Wagimin, usia 45 tahun. Dari informan ini, peneliti
banyak mendapatkan informasi seputar gambaran kehidupan di bantaran rel kereta
api.
Strategi bertahan hidup yang digunakan penduduk di bantaran rel kereta
api adalah strategi aktif. Strategi ini digunakan dengan menambah penghasilan
melalui pekerjaan informal serta melibatkan seluruh elemen keluarga termasuk
anak-anak untuk memperoleh penghasilan. Informan menjelaskan pekerjaan
informal yang sering dilakukan seperti menjadi pemulung.
Strategi lain yang digunakan adalah dengan strategi jaringan. Warga
bantaran rel kereta api memanfaatkan keberadaan koperasi atau rentenir untuk

Universitas Sumatera Utara

membantuk menutupi kekurangan kebutuhan hidup. Hal ini menurut penjelasan
informan cukup membantu. Sebagai kepala lingkungan, informan mengetahui
dengan jelas bahwa seluruh warga yang tinggal di bantaran rel kereta api tidak
pernah mendapat bantuan apapun dari pemerintah. Hal ini dikarenakan identitas
sebagian besar warga tidak jelas dan jika terdapat identitas tidak beralamat di
kelurahan Bantan.
Informan membenarkan fasilitas di daerah rel kereta api ini memang buruk
dengan tidak adanya jalan yang bisa dilalui kendaraan roda dua dan tiga ditambah
dengan buruknya drainase yang ada sehingga sering terjadi masalah untuk daerah
lain ketika hujan datang.
Informan menceritakan bahwa pemukiman di sepanjang bantaran rel
kereta api muncul di sekitar awal tahun 1980-an. Pemukiman ini tumbuh
semenjak didirikannya Perumnas Mandala di tahun 1970-an. Mula-mula hanya
beberapa orang saja yang mendirikan gubuk di bantaran rel kereta api. Perlahan
tapi pasti karena terkesan dibiarkan oleh PT KAI, gubuk-gubuk kecil tersebut
membentuk sebuah perkampungan.
Bapak empat orang anak ini menceritakan bahwa, sebagian besar warga
yang bermukim di bantaran rel kereta api tersebut adalah pendatang. Informan
yang merupakan penduduk asli Kelurahan Bantan menyatakan di awal
keberadaannya, permukiman didominasi oleh suku batak saja. Namun lama
kelamaan, orang luar dari berbagai daerah juga datang ke bantaran rel kereta api
untuk bermukim..
“mayoritas penduduk disini bekerja sebagai pemulung, dan yang tinggal
disini dari berbagai etnis ada tetapi yang mendominasi adalah orang dari
suku jawa bahkan cina juga ada tapi sedikit dan mereka yang punya
gudang disini, dan mereka yang tinggal dibantaran rel kereta api rata-

Universitas Sumatera Utara

rata tinggal di rumah gubuk dan masuk sejak perumnas dibuat karena
kosong”
Sebagian besar pendatang yang bermukim memiliki tingkat pendidikan
yang rendah. Pendidikan yang rendah ini berpengaruh pada tingkat keahlian
warga. Tingkat keahlian yang rendah menjadikan sebagian besar warga di
bantaran rel kereta api memilih untuk menjadi pemulung.
Pemulung-pemulung di kelurahan Bantan setiap harinya menjual hasil
sampah plastik kepada pengempul. Pengempul berdomisili di sepanjang bantaran
rel kereta api. Beberapa pengumpul yang besar didominasi oleh etnis tionghoa.
Harga yang ditawarkan relatif berubah-ubah setiap hari.
4.2.5

Informan 5
Informan selanjutnya bernama Sukarman berusia 56 tahun, merupakan

warga kelurahan Bantan yang tinggal dibantaran rel kereta api. Sukarman sudah
tinggal sejak tahun 1980-an. Pada awalnya Sukarman merupakan karyawan
swasta. Krisis ekonomi 1998-an membuat informan terkena imbas dengan
diberhentikan sebagai karyawan. Sebagai cara bertahan hidup informan kemudian
memilih profesi sebagai pemulung.
Profesi sebagai pemulung tidak begitu asing bagi informan. Sebagian
besar tetangga di sekitar rumahnya juga berprofesi sebagai pemulung. Profesi ini
lebih baik dibandingkan jika informan melakukan pencurian atau perampokan.
Sukarman tinggal bersama istrinya sedangkan anak-anaknya sudah tidak lagi
tinggal dengannya dan pergi merantau ke daerah luar medan. Sukarman tinggal
pada rumah gubuk di bantaran rel kereta api dan tidak jauh berada dengan rel
kereta api.

Universitas Sumatera Utara

Strategi bertahan hidup yang digunakan informan adalah strategi aktif.
Informan melibatkan keluarga yaitu istrinya dalam memenuhi kebutuhan hidup.
“saya gak ada kegiatan lain selain mulung, karena saya tidak ada tempat
untuk bergantung lagi, anak saya juga gak ada lagi disini jadi saya Cuma
mulung saja”
Dalam

mempertahankan

hidupnya

informan

hanya

menjalani

pekerjaannya sebagai pemulung. Informan memilih menjadi pemulung karena
tidak memiliki keahlian yang tinggi pada bidang tertentu dan usia yang sudah
semakin menua.
Pada

saat-saat

tertentu

yang

mendesak

tidak

jarang

informan

memanfaatkan tetangga untuk meminjam uang dalam memenuhi kebutuhan
hidup. Peminjaman ini biasanya tidak gratis melainkan harus membayar bunga
sebesar 5-10% per bulannya.
Masih menurut informan, terkadang istri melakukan kredit pada kebutuhan
pokok seperti minyak goreng, gula, beras, gas dan kebutuhan hidup lainnya.
Program kredit ini sangat membantu karena bisa memenuhi kebutuhan hidup
mereka dan menyesuaikan dengan pendapatan yang mereka dapatkan.
Menurut informan memang fasilitas umum di daerah ini seperti jalan,
drainase, pembuangan air kotor/tinja, serta penyediaan air bersih memang buruk.
Tingkat kepadatan penduduk di daerah ini yang cukup tinggi membuat
penggunaan ruang-ruang terlihat kumuh. Banyak warga yang tidak terdaftar di RT
dan RW Kelurahan Bantan dikarenakan mereka bukan menghuni lokasi mereka,
melainkan milik Negara/Pemerintah. Heterogenitas penduduk terlihat jelas karena
banyak warga pendatang yang membuat tempat tinggal disini. Tata bangunan
terlihat tidak beraturan dan kumuh.

Universitas Sumatera Utara

Wawancara dengan informan dilakukan siang hari di rumah informan.
Informan menyatakan pemutusan hubungan kerja yang dilakukan perusahaan
pada dirinya, sangat memukul perekonomian keluarga. Sebelum menjadi
pemulung informan sempat bekerja di pabrik sarung tangan di wilayah
Martubung.
“saya tinggal dirumah gubuk, saya tinggal disini karena saya rasa disini
bebas dan tidak perlu membayar sewa tanah, sekarang saya tinggal
dengan istri saya dan saya biasanya mulung terus istri saya ikut bantubatu klo saya sudah pulang bawa botol-botol ini”
Informan menjelaskan bagaimana kondisi mereka yang bertinggal tidak
jauh dari bantaran rel kereta api dengan alasan memilih tempat tinggal seperti itu
adalah informan tidak perlu menyewa tanah. Rumah tinggal sederhana ini juga
tidak memerlukan perawatan yang banyak. Sehingga biaya hidup yang dibutuhkan
tidak terlalu besar.
Menurut informan, mereka sebenarnya tahu kalau hunian mereka adalah
ilegal dan ada kekhawatiran kalau sewaktu-waktu tempat tinggal mereka digusur
oleh pemerintah, namun besar keinginan mereka kalau itu terjadi, mereka dapat
juga menerima kompensansi untuk kebutuhan keluarga.

4.3

Hasil Observasi dan Pembahasan

4.3.1

Pemukiman Kumuh
Penelitian ini dilakukan di sekitaran bantaran rel kereta api di kelurahan

bantan kecamatan Medan Tembung. Lokasi penelitian berjarak sekitar 10 km dari
pusat kota Medan. Terdapat beberapa pilihan angkutan untuk menuju lokasi
penelitian dari pusat kota Medan seperti becak dan angkutan umum. Peneliti
memilih untuk menggunakan kendaraan pribadi menuju kelurahan Bantan.

Universitas Sumatera Utara

Perjalanan dari pusat kota Medan ke lokasi penelitian ditempuh sekitar 30
menit. Walaupun dengan jarak tempuh yang cukup dekat, diperlukan waktu
tempuh yang panjang untuk menuju lokasi penelitian. Salah satu wilayah
kemacetan yang peneliti harus lewati adalah simpang pasar sukaramai. Pasar yang
sehari-hari dipenuhi aktifitas warga Medan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Perjalanan dari simpang sukaramai membutuhkan waktu 5 menit untuk
mencapai lokasi penelitian. Kedatangan pertama kali peneliti di lokasi penelitian
disambut dengan banyaknya debu jalanan. Terdapat jalan yang rusak karena banjir
di lokasi penelitian. Jalan-jalan rusak dan berlobang kemudian menghasilkan debu
yang cukup banyak. Debu-debu ini sangat berbahaya bagi kesehatan warga di
sekitar dan pengendara yang lewat. Jalan berlobang juga sering menyebabkan
kecelakaan yang menimbulkan korban jiwa.
Peneliti langsung menuju kepala lingkungan untuk mendapatkan izin
melakukan penelitian. Pria paruh baya itu mengenakan baju koko berwarna putih
dipadukan kopiah di kepala dan sarung yang menutupi bagian bawah.
Pembicaraan peneliti dimulai dengan perkenalan diri sebagai peneliti yang
mengambil lokasi penelitian di kelurahan Bantan. Peneliti disambut hangat oleh
kepala lingkungan. Peneliti melakukan wawancara di kediaman kepala lingkungan
selama beberapa jam. Kemudian kepala lingkungan menemani peneliti untuk
melihat lokasi bantaran rel kereta api di wilayahnya.
Peneliti melewati gang-gang sempit yang hanya bisa dilewati kendaraan
roda dua dan roda tiga. Tidak ada mobil yang bisa melintas ke pemukiman di
bantaran rel kereta api. Jalan-jalan di bantaran rel didominasi jalan tanah liat.
Jalanan akan menjadi ‘becek’ setelah hujan turun. Beberapa pemilik rumah

Universitas Sumatera Utara

menggunakan semen agar jalan di depan rumah mereka tidak tergenang air
sementara beberapa yang lain menggunakan timbunan batu kali ataupun pasir.
Peneliti memandang di kanan serta di kiri jalan di bantaran rel kereta api
tidak terdapat drainase yang memadai. Hanya tanah galian berukuran lebih kurang
50 cm dengan kedalaman tidak sampai satu meter untuk jalan air. Penerangan di
jalanan bantaran sungai juga hanya menggunakan lampu dari rumah penduduk.
Tidak terdapat lampu yang memadai di lokasi ini. Lebih lanjut penjelasan
mengenai pemukiman kumuh peneliti jelaskan dengan penggunaan teori sebagai
berikut:
Secara defenisi Pemukiman kumuh atau daerah kumuh (slum area)
diartikan sebagai suatu kawasan pemukiman ataupun bukan kawasan pemukiman
yang dijadikan sebagai tempat tinggal yang bangunannya berkondisi sub standar
atau tidak layak yang dihuni oleh penduduk miskin yang padat (Menno: 1994).
Hasil pengamatan peneliti selama melakukan penelitian di Kelurahan
Bantan menemukan bahwa kawasan ini termasuk kawasan kumuh. Ciri-ciri
pemukiman kumuh secara teoritis banyak yang sesuai dengan keadaan kondisi
pemukiman di bantaran rel kereta api Kelurahan Bantan.
Ciri-ciri tersebut antara lain: rumah yang dibangun secara berdempetan
dan tidak teratur. Rumah di bantaran rel kereta api dibangun memanjang
menghadap rel kereta api. Rumah berjejer tersebut dipisahkan beberapa gang
sempit untuk akses ke jalan utama dibelakangnya. Terdapat beberapa bagian
depan rumah yang justru dapur dari rumah yang lain. Bangunan di bantaran rel
kereta api dibangun dengan inisiatif pemilik lahan masing-masing. Tidak terdapat
pembagian yang jelas arah rumah, bagian depan rumah dan kamar mandi.

Universitas Sumatera Utara

Sementara dinding rumah di bantaran rel kereta api didominasi rumah
terbuat dari tepas, papan/tripleks dan sebagian terbuat dari setengah batu bata
tanpa plester dan setegah papan/tripleks. Sebagian rumah masih dibangun semi
permanen. Hampir tidak peneliti jumpai rumah dibangun permanen menggunakan
bahan beton. Pada beberapa rumah peneliti juga masih menjumpai rumah tanpa
asbes. Menurut pengamatan peneliti jika hujan turun dan seng rumah bolong, air
akan memungkinkan untuk masuk ke dalam rumah.
Atap rumah masih didominasi terbuat dari seng dan rumbia. Penggunaan
seng cukup dominan jika dibandingkan dengan penggunaan rumbia.

Hanya

sebagian kecil dari perumahan yang menggunakan rumbia. Penggunaan rumbia
sebagai atap rumah dilakukan untuk menutup hewan ternak, bukan pada rumah
yang ditinggali. Sementara lantai rumah menggunakan semen kasar dan hanya
sebagian kecil menggunakan marmer. Peneliti menemukan sebagian kecil bagian
rumah masih menggunakan tanah liat. Tanah liat pada lokasi tertentu seperti
kandang bagi hewan ternak.
Lingkungan pemukiman terlihat jorok. Fasilitas pembuangan sampah
terpadu hampir tidak dijumpai di lingkungan ini. Peneliti menemukan justru
banyak sampah yang dijemur di lokasi ini. Pekerjaan penduduk sebagai pemulung
menjadikan tempat ini sebagai pengeringan sampah plastik. Sampah-sampah
plastik yang basah dijemur di depan rumah ataupun atap rumah supaya kering.
Penjemuran sampah plastik ini berfungsi untuk menaikkan nilai harga jual plastik.
Seperti yang peneliti jelaskan pada hasil wawancara dan pengamatan,
fasilitas penerangan di bantaran rel kereta api masih menggunakan lampu rumah
warga. Tidak terdapat tiang listrik yang menyediakan lampu yang memadai.

Universitas Sumatera Utara

Bantaran rel kereta api merupakan bagian dari kota Medan. Kota Medan sudah
menyediakan fasilitas air minun daerah bagi warga di Kota Medan. Akan tetapi,
warga di bantaran rel kereta api kelurahan bantan tidak mendapatkan pasokan air
bersih dari perusahaan air minum daerah. Warga bantaran rel kereta api sangat
tergantung pada air tanah. Air tanah di daerah ini digali dengan kedalaman 5-10
meter, bahkan di beberapa tempat terdapat dua sampai tiga rumah yang
menggunakan sumur yang sama.
Ciri lain yang peneliti temukan di bantaran rel kereta api kelurahan Bantan
adalah masalah penggunaan lahan. Penggunaan Lahan (Land Use), parameter
yang diteliti: tata guna lahan untuk berbagai peruntukan, mencakup penggunaan
untuk fungsi lindung seperti sempadan pantai, sempadan sungai, dan daerah
konservasi; penggunaan untuk fungsi budidaya seperti permukiman dan aktivitas
lainnya. Pemukiman bantaran rel kereta api didirikan di lahan hijau yang
seharusnya steril dari bangunan sesuai dengan standar jalur kereta api.
Lahan yang digunakan pada jalur hijau kereta api ini tidak hanya
membahayakan penghuni bantaran rel kereta api. Tapi juga membahayakan
perjalanan kereta api itu sendiri. Beberapa kejadian di perlintasan kereta api,
justru membuat aktifitas kereta api menjadi terganggu. Waktu tempuh yang
digunakan lebih panjang dan biaya perbaikan yang tidak sedikit diakibatkan jalur
kereta yang lebih cepat rusak.
Kondisi Fisik Lingkungan, parameter yang diteliti kualitas udara dan
pencahayaan matahari. Kualitas udara yang tidak baik (kualitas udara menurun)
dan pencahayaan matahari yang kurang yang biasanya disebabkan karena tidak
adanya ruang-ruang terbuka (open space). kondisi seperti ini akan menyebabkan

Universitas Sumatera Utara

udara di dalam rumah tak dapat mengalir dengan baik, akibatnya akan menggangu
kesehatan penghuni rumah tersebut. Praktis tidak terdapat ruang terbuka hijau di
bantaran rel kereta api. Anak-anak tidak memiliki ruang bermain yang cukup.
Bahkan untuk sekedar bersosialisasi warga hanya bisa memanfaatkan warung
sebagai titik kumpul.
Pada beberapa kegiatan seperti kemalangan ataupun pesta pernikahan.
Tidak jarang penduduk bantaran rel kereta api menggunakan bahu jalan.
Penggunaan bahu jalan ini berpotensi menimbulkan kemacetan di daerah tersebut.
Bahkan masih sering peneliti melihat ruas rel kereta api digunakan untuk
menjemur pakaian ataupun sampah basah plastik.
Hal yang juga menarik perhatian peneliti dalam pemukiman ini adalah
masih terdapatnya banyak peternakan liar