ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI (4)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
DI KECAMATAN SEKARAN KABUPATEN LAMONGAN

PROPOSAL
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai
Derajat Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh:
EKO PRASETYO
NIM: 104 107 05

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ISLAM DARUL ‘ULUM
LAMONGAN
2014

1

2


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam rangka pembiayaan negara, pajak merupakan salah satu sumber
peerimaan negara yang masih bisa ditingkatkan lagi, mengingat subjek dan
objek pajaknya yang begitu besar karena mencakup seluruh wilayah republik
indonesia.
Setiap negara pasti berupaya untuk menyejahterakan rakyatnya. Hal
ini dapat di lihat dari fasilitas – fasilitas yang tersedia yang bertujuan untuk
menyejahterakan rakyatnya. Namun yang harus kita ketahui, setiap fasilitas
yang tersedia pasti terdapat sumber pendapatan untuk membiayai itu semua.
Pendapatan terbesar suatu negara yang dapat kita lihat bahwa salah satunya
bersumber dari pajak.
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan
bernegara, khususnya di dalam melanjutkan pembangunan, karena pajak
merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran
negara. Selain itu, pajak digunakan untuk memenuhi kebutuhan nasional,
baik berupa barang ataupun jasa.
Menurut Sunarto (2007 : 3) penggunaan uang pajak meliputi mulai

dari belanja pegawai sampai dengan pembiayaan berbagai proyek
pembangunan, misalnya pembangunan sarana umum, jembatan, sekolah,
rumah sakit, dan lain – lain. Dengan demikian, jelas bahwa peranan
penerimaan pajak bagi suatu negara menjadi sangat dominan dan menunjang

3

jalannya roda pemerintahan dan bernegara, diharapkan masyarakat dapat
berperan aktif daa\lam membayar pajak.
Namun dalam era modern ini, acuan yang paling pokok dalam
pemungutan pajak adalah dengan mempertimbangkan masalah bukti nyata
dan praktisnya pelaksanaan pemungutan pajak. Banyak orang merasa bahwa
pemotongan pajak mengakibatkan berkurangnya penghasilan yang mereka
terima, sementara dipihak lain tidak ada kontraprestasi (jasa timbale) yang
langsung merek rasakan. Oleh karena itu, salah satu cara yang dilakukan
oemerintah untuk menngkatkan peranan masyarakat dalam perpajakan
adalah dengan melakukan reformasi pajak. Hal ini bertujuan menghapus
keruwetan system perpajakan sederhana, mudah, adil, memberikan kepastian
hokum dan memberikan fasilitas budgeter, regulated-social pajak, seperti
yang terjadi pada pajak bumi dan bangunan. PBB ini merupakan pajak

obyekif atau kebendaan, yang dibayar oleh pendapatan wajib pajak dimana
tingkat kemampuan wajib pajak akan memperngaruhi tingkat keberhasilan
penerimaan pajak.
Jika dilihat dari fungsinya, pajak dibedakan menjadi 2 fungsi yaitu,
fungsi budgeter dan fungsi regulatory. Fungsi budgeter pajak berarti pajak
dijadikan sebagai alat pemerintah untuk menghimpun dana dari masyarakat
untuk berbagai kepentingan pembiayaan Negara. Sedangkan fungsi
regulatory, bahwa pajak dijadikan sebagai alat pemerintah untuk mengatur
tercapainya keseimbangan perekonomian dan politik Negara.

4

Dalam upaya pemerintah daerah untuk meningkatkan perolehan dana
pertimbangan dari pemerintah pusat khususnya bagi hasil pajak dan bukan
pajak telah mendekati hasil yang diharapkan. Disamping bagian hasil pajak
pusat seperti PBB dan PPh, yang diterima telah cukup besar. Maka sesuai
direktur jendral lembaga departemen keuangan tanggal 4 juni 2001, bahwa
seluruh penerimaan Negara bukan pajak yang diperoleh dari suatu pelayanan
yang kewenangannya telah diserahkan kepada daerah menjadi pendapatan
asli daerah (PAD) dan bukan merupakan penerimaan Negara bukan pajak

lagi.
Perubahan tersebut dimaksudkan guna meningkatkan pelayanan
publik yang pada akhirnya tentu akan bermuara pada peningkatan
kesejahteraan masyarakat yang lebih luas. Desentralisasi kewenangan pada
dasarnya adalah mendekati fungsi pelayanan pada masyarakat, masyarakat
dipermudah dalam memenuhi hak dan kewajiban sebagai masyarakat.
Berkenaan dengan PBB. Meskipun memiliki nilai rupiah relatif kecil
dibandingkan dengan pajak pusat lainnya, tetapi mempunyai dampak yang
luas, sebab hasil penerimaan PBB dikembalikan untuk pembangunan daerah
yang bersangkutan. Disamping itu, PBB juga mempunyai wajib pajak yang
terbesar dibandingkan pajak – pajak lainnya, penerimaan PBB dari tahun ke
tahun terus meningkat dan berpresentase lebih besar dibandingkan dengan
presentase kenaikan pajak lain dan APBN.
Penerimaan PBB yang selalu berada dibawah pokok ketetapan
menunjkkan bahwa pajak merupakan “momok” bagi masyarakat meskipun

5

telah dilakukan reformasi perpajakan dengan system baru. Hal ini
kemungkinan disebabkan karena dengan membayar pajak, kesadaran wajib

pajak, pemahaman wajip pajak, kemampuan wajib pajak dan system
pemungutan. Pada dasarnya tidak ada masyarakat yang rela untuk membayar
pajak. Untuk itu dibutuhkan pemahaman yang cukup baik tentang pajak,
sehingga masyarakat akan rela untuk membayar pajak.
Berdasarkan permasalahan tersebut diatas maka penulis mengambil
judul skripsi ini mengenai “ ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
DI KECAMATAN SEKARAN KABUPATEN LAMONGAN. ”

B. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah merupakan proses pengumpulan berbagai hal
yang berhubungan dengan masalah penelitian dari sumber masalah. Maka
berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat diidentifikasi masalah yang
dapat mempengaruhi dalam meningkatkan penerimaan Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) di Kecamatan Sekaran Kabupaten Lamongan antara lain :
1. Perilaku fiskus dalam menagih pajak
2. Kesadaran wajib pajak.
3. Efektivitas penarikan pajak.
4. Tingkat ketepatan penyampaian STP.
5. Kepuasan wajib pajak atas pelayanan pemerintah dalam hal fasilitas umum

yang diberikan.

6

C. Batasan Masalah
Agar tidak terjadi pembahasan yang melebar dalam penelitian ini, dan
menghindari pembahasan terlalu luas, peneliti hanya membatasi pada
masalah-masalah yang berkaitan dengan factor-faktor yang mempengaruhi
penerimaan pajak bumi dan bangunan di kecamatan Sekaran kabupaten
Lamongan.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan

batasan masalah di atas, maka peneliti merumuskan

masalah tentang: “ Apakah tingkat kesadaran wajib pajak, Tingkat ketepatan
penyampaian STP, dan Sistem Pemungutan berpengaruh terhadap penerimaan
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kecamatan Sekaran Kabupaten
Lamongan. “


E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: “ factor-faktor yang
mempengaruhi penerimaan pajak bumi dan bangunan di Kecamatan Sekaran
Kabupaten Lamongan.

7

F. Kegunaan penelitian
Manfaat dilakukannya penelitian ini adalah:
1. Bagi Pemerintah Kabupaten Lamongan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang faktorfaktor yang mempengaruhi Penerimaan PBB dan dampaknya terhadap
penerimaan daerah di Kabupaten Lamongan, sehingga dapat menjadi bahan
masukan bagi pemerintah Kota Mojokerto dalam mengelola keuangan daerah
dan mencari upaya-upaya dalam meningkatkan penerimaan pajak khususnya
PBB diwilayah Kabupaten Lamongan.

2. Bagi Ilmu Pengetahuan
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
dapat menerapkan teori yang telah diperoleh selama kuliah untuk

dipraktikan secara langsung dalam kasus yang nyata, dibidang pajak bumi
dan bangunan.

3. Bagi UNISDA
Hasil

penelitian

ini

diharapkan

dapat

digunakan

sebagai

bahan


perbandingan atau sumber acuan bagi mereka yang mengambil bidang
kajian yang sama.

8

BAB II
LANDASAN TEORI

1. Teoritisasi Variabel
Menurut Saifuddin Zuhri (2002)Teoritisasi Variabel merupakan teoriteori dan konsep yang mendukung masalah penelitian. Diawali dengan bidang
ilmu tertentu kemudian diurai ke hal-hal yang lebih spesifik.
A. Pajak
1) Pengertian Pajak
Menurut Mardiasmo (2003:1), “Pajak ialah iuran rakyat kepada
kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)
dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra-prestasi) yang langsung
dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran
umum.”
Sedangkan menurut Waluyo dan Wirawan (2002;4), “Pajak
adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang

oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan
tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk, dan
yang

gunanya

berhubungan
pemerintahan.”

2) Fungsi Pajak

adalah

dengan

untuk
tugas

membiayai
negara


untuk

pengeluaran

umum

menyelenggarakan

9

Menurut Erly Suandy ( 2011 ) terdapat dua fungsi dalam pajak,
yaitu fungsi budgetair (sumber keuangan negara) dan fungsi regularen
(pengatur).
a) Fungsi Budgetair (sumber keuangan negara)
Yaitu pajak merupakan salah satu sumber penerimaan
pemerintah untuk membiayai pengeluaran, baik pengeluaran rutin
maupun

pembangunan.

Sebagai

sumber

keuangan

negara,

pemerintah berupaya memasukan uang sebanyak-banyaknya untuk
kas negara. Dalam hal ini pemerintah melakukannya dengan cara
ekstensifikasi maupun intensifikasi pemungutan pajak melalui
penyempurnaan peraturan sebagai jenis pajak seperti Pajak
Penghasilan (PPh), Pajak Ppertambahan Nilai (PPN), dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB), dan lain-lain.
b) Fungsi Regularend (Pengatur)
pajak mempunyai fungsi pengatur, artinya pajak sebagai alat
untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam
bidang sosial dan ekonomi, serta mencapai tujuan-tujuan tertentu
diluar bidang keuangan.

3) Kedudukan Hukum Pajak

10

Menurut Siti Resmi (2013:4) yang mengutip dari R. Santoso
Brotodiharjo menyatakan bahwa hukum pajak termasuk hukum publik.
Hukum publik merupakan bagian dari tata tertib hukum yang mengatur
hubungan antara penguasa dengan warganya.Hukum publikmemuat
cara-cara untuk mengatur pemerintahan.
Dan menurut Mardiasmo (2011:4)

yang termasuk hukum

publik antara lain :
a)
b)
c)
d)

Hukum Tata Negara
Hukum Pidana
Hukum Tata Usaha (administratif),
Hukum Pajak

4. Yuridiksi Pemungutan Pajak
Menurut Siti Resmi (2013:10), yurisdiksi pemungutan pajak
merupakan salah satu cara pemungutan pajak yang didasarkan pada
tempat tinggal seseorang atau berdasarkan kebangsaan seseorang atau
berdasarkan sumber di mana penghasilan diperoleh. Yurisdiksi yang
dimaksud adalah batas kewenangan yang dapat dilakukan oleh suatu
negara dalam memungut pajak terhadap warga negaranya, agar
pemungutan tidak berulang-ulang yang bisa memberatkan orang yang
dikenakan pajak. Yaitu sebagai berikut:
a) Asas Tempat Tinggal
Merupakan suatu asas pemungutan pajak berdasarkan
tempat tinggal atau domisili seseorang.Suatu negara hanya dapat
memungut pajak terhadap semua orang yang bertempat tinggal

11

atau berdomisili di negara yang bersangkutan atas seluruh
penghasilan di manapun diperoleh, tanpa memperhatikan apakah
orang yang bertempat tinggal tersebut warga negaranya atau warga
negara asing.
b) Asas Kebangsaan
Merupakan suatu asas pemungutan pajak yang didasarkan
pada kebangsaan suatu negara. Suatu negara akan memungut pajak
kepada setiap orang yang mempunyai kebangsaan atas negara yang
bersangkutan sekali pun orang tersebut tidak bertempat tinggal di
negara yang bersangkutan.
c) Asas Sumber
Merupakan suatu asas pemungutan pajak yang didasarkan
pada sumber atau tempat penghasilan berada.Apabila seuatu
sumber penghasilan berada di satu negara, negara tersebut berhak
memungut

pajak

kepada

setiap

orang

yang

memperoleh

pengahasilan dari tempat atau sumber pengahasilan tersebut
berada.

5. Pengelompokan Pajak
Menurut mardiasmo (2013:5) dalam bukunya yang berjudul
”Perpajakan” pajak dapat dikelompokan menjadi 3 (tiga) yaitu

12

menurut

golongan,

menurut

sifatnya,

dan

menurut

lembaga

pemungutnya.
a) Menurut golongannya
Jenis-jenis pajak menurut sifatnya dapat dibagi dua yaitu
pajak langsung dan pajak tidak langsung.
1) Pajak langsung
Adalah pajak-pajak yang bebannya harus dipikul sendiri
oleh wajib pajak dan tidak dapat dilimpahkan kepada orang
lain serta dikenakan secara berulang-ulang pada waktu-waktu
tertentu misalnya pajak penghasilan (PPh).
2) Pajak tidak langsung
Adalah pajak yang bebaya dapat dilimpahkan kepada orang
lain dan hanya dikenakan pada hal-hal tertentu atau peristiwaperistiwa tertentu saja, misalnya Pajak Pertambahan Nilai
(PPN).
Menurut Siti Resmi (2013:7) untuk menentukan apakah
sesuatu termasuk pajak langsung atau tidak langsung dalam arti
ekonomis, yaitu dengan cara melihat ketiga unsur yang terdapat
dalam kewajiban pemenuhan perpajakannya, antara lain :
a) Penanggung jawab pajak, yaitu orang yang secara formal
yuridis diharuskan melunasi pajak.
b) Penanggung pajak, yaitu orang yang dalam faktanya
memikul terlebih dahulu beban pajaknya.

13

c) Pemikul pajak, yaitu orang yang menurut undang-undang
harus dibebani pajak.
b) Menurut Sifatnya
1) Pajak subjektif
Adalah jenis pajak yang dikenakan dengan pertama-tama
memperhatikan keadaan pribadi Wajib Pajak (sujeknya).
Setelah diketahui keadaan subjeknya barulah diperhatikan
keadaan objektifnya sesuai gaya pikul apakah dapat dikenakan
pajak atau tidak, misalnya pajak pengahasilan.
2) Pajak Objektif
Adalah jenis pajak yang dikenakan dengan pertama-tama
memperhatikan / melihat objeknya baik berupa keadaan
perbuatan atau peristiwa yang menyebabkan timbulnya
kewajiban membayar pajak.Setelah diketahui objeknya barulah
dicari subjeknya yang mempunyai hubungan hukum dengan
objek yang telak deketahui, misalnya Pajak Pertambahan Nilai
(PPN).
c) Menurut lembaga pemungutannya
1) Pajak pusat
adalah jenis pajak yang dipungut pemerintah pusat yang
dalam pelaksanaannya dilakukan oleh Departemen keuangan
cq. Direktorat Jendral Pajak. Hasil dari pemungutan pajak pusat

14

dikumpulkan dan dimasukkan sebagi bagian dari penerimaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
2) pajak daerah
adalah jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah
daerah yang dalam pelaksanaannya sehari-hari dilakukan oleh
Dinas Pendapatan Daerah (Dipenda). Hasi dari pemungutan
pajak daerah dikumpulkan dan dimasukkan sebagai bagian dari
penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD
6. Tata Cara Pemungutan Pajak
a. Stelsel Pajak
Menurut Yusdianto Prabowo (2007:5) dalam bukunya yang
berjudul ”Akuntansi Perpajakan Terapan (Rev)” Tata cara
pemugutan Pajak yang dilakukan berdasarkan stelsel-stelsel sebagai
berikut :
1) Stelsel Nyata (Riel Stelsel)
Stelsel ini menerangkan bahwa pemungutan pajak baru
dapat Dilaksanakan pada akhir tahun setelah mengetahui
penghasilan sesungguhnya yang diperoleh dalam pajak yang
bersangkutan.
2) Stelsel Anggapan (Fictieve Stelsel)
Dalam stelsel ini pemungutan pajak dapat dilakukan pada
awal tahun pajak
3) Stelsel Campuran
Telah disimpulkan bahwa dalam stelsel ini berlaku
pengenaan pajak pada awal tahun yang didasarkan pada suatu
anggapan dan pada akhir tahun yang didasarkan pada suatu

15

kenyataan sehingga menurut stelsel ini akan terjadi perhitungan
kembali untuk menentukan masalah lebih atau kekurangan pajak.
b. Sistem pemungutan Pajak
Menurut Siti Resmi (2013:11) di dalam pemungutan pajak
dikenal beberapa system pemungutan pajak diantaranya adalah
official assessment system, self assessment system, dan withholding
system.
1)

Official Assessment System
Adalah suatu sistim pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada pemungut pajak (Fiskus) untuk menentukan
besarnya pajak yang harus dibayar (pajak yang terutang) oleh
seseorang

dengan

peraturan

perundang-undangan

yang

berlaku.Dalam sistem inimasyarakat (wajib pajak) bersifat
pasif dan menunggu dikeluarkannya suatu ketetapan pajak oleh
fiskus. Besarnya utang pajak seseorang baru diketahui setelah
adanya surat ketetapan pajak.
2) Self Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang penuh kepada wajib pajak untuk menghitung dan
melaporkan sendiri besarnya utang pajak.Dalam sistim ini
wajib pajak yang aktif sedangkan fiskus tidak turut campur
dalam penentuan besarnya pajak yang terutang seseorang,
kecuali wajib pajak melanggar ketentuan yang berlaku.Dalam
hal ini wajib pajak dianggap mampu menghitung pajak, mampu

16

memahami undang-undang perpajakan yang sedang berlaku,
dan mempunyai kejujuran yang tinggi, serta menyadari akan
arti pentingnya membayar pajak. Oleh karena itu wajib pajak
diberi kepercayaan untuk :
a) Menghitung sendiri pajak yang terutang
b) Memperhitungkan sendiri pjak yang terutang
c) Membayar sendiri jumlah pajak yang terutang
d) Melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang, dan
e) Mempertanggungjawabkan sendiri pajak yang terutang.
Dengan demikian berhasil atau tidaknya pelaksanaan
pemungutan pajak banyak tergantung pada wajib pajak sendiri
(peranan penting ada pada wajib pajak).
3) Withholding System
Adalah suatu sistim pemungutan pajak yang memberi
wewenang pada pihak ketiga untuk memotong / memungut
besarnya pajak yang terutang.Pihak ketiga yang telah
ditentukan tersebut selanjutnya menyetor dan melaporkannya
kepada fiskus.Pada sistim ini tidak fiskus tidak aktif.Fiskus
hanya bertugas mengawasi saja pelaksanaan pemotongan /
pemungutan yang dilakukan pihak ketiga.
Menurut Anastasia & Lilis Setiawati (2010:1) pemungutan
pajak diindonesia mengacu pada system self assessment.Yaitu
sistem

pemungutan

pajak

yang

memberi

wewenang,

17

kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk
menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan
sendiri besarnya pajak yang harus dibayar.

7. Berakhirnya Utang Pajak
Menurut Mardiasmo (2013:8) Ada 4 (empat) hal yang
mengakibatkan hapusnya (berakhirnya) utang pajak, yaitu antara lain:
(a) Pembayaran/pelunasan
Pembayaran

pajak

dapat

dilakukan

dengan

pemotongan/pemungutan oleh pihak lain, pengkreditan pajak luar
negeri, maupun pembayaran sendiri oleh wajib pajak kekantor
penerimaan pajak (bank-bank presepsi dan kantor pos)
(b) Kompensasi
Kompensasi dapat diartikan sebagai kompensasi kerugian
maupun kompensasi karena kelebihan pembayaran pajak.
(c) Daluwarsa
Telah lewat batas waktu tertentu, jika dalam jangka waktu
tertentu, suatu utang pajak tidak ditagih oleh pemungutnya maka
utang pajak tersebut dianggap telah lunas/dihapus/beakhir dan
tidak dapat ditagih lagi, utang pajak akan daluwarsa setelah
melewati waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutangnya
pajak atau berakhirnya masa pajak.
(d) Penghapusan/pembebasan

18

Utang pajak akan hapus apabila Wajib Pajak melakukan
pembayaranatas utang pajaknya ke Kas Negara atau tempat lain
yang ditunjuk oleh menteri keuangan. Pembayaran pajak hanya
dapat dilakukan dengan uang dan bukan dengan bentuk lainnya.
Sedangkan Kompensasi adalah suatu cara menghapus utang pajak
yang dilakukan dengan cara pemindahan kelebihan pajak pada
satu jenis pajak (pada tahun yang sama atau tahun yang berbeda).
Selanjutnya daluwarsa utang pajak merupakan suatu cara untuk
menghapus utang pajak karena lampaunya waktu penentuan pajak
(penerbitan surat ketetapan pajak) maupun karena lampauannya
waktu

proses

penagihan

pajak.

Daluwarsa

utang

pajak

dimaksudkan agar ada suatu kepastian hukum bagi wajib pajak
untuk suatu masa tertentu yang ditentukan undang-undang tidak
mempunyai utang pajak. Pasal 13 dan Pasal 22 undang-undang
Nomor 16 Tahun 2000 (undang-undang KUP) menyatakan bahwa
setelah 5 (lima) tahun. Artinya setelah batas waktu tersebut, wajib
pajak tidak lagi mempunyai kewajiban untuk melunasi utang
pajak.

8. Surat Ketetapan Pajak
Menurut Mardiasmo (2013:41-45), surat ketetapan pajak terdiri
dari 5 (lima) macam yaituSurat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar

19

Tambahan (SKPKBT), Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB),
Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN). Meliputi antara lain:
a) Surat Tagihan Pajak (STP)
Surat Tagihan Pajak adalah surat yang diterbitkan untuk
melakukan tagihan pajak dan atau sangsi administrasi berupa bunga
atau denda. Surat Tagihan Pajak diatur dalam Pasal 14 Undang-undang
Nomor 6 Tahun 1983 tentang ketentuan dan tata cara perpajakan
sebagaimana telah diubah dengan undang-undang Nomor 16 Tahun
2000 (selanjutnya disebut undang-undang KUP).
b) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
SKPKB adalah surat ketetapan pajak yang diterbitkan untuk
menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak ,
jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi
administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.SKPKB
diatur dalam Pasal 13 Undang-undang KUP yang dapat diterbitkan
dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak,
c) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
SKPKBT adalah surat ketetapan pajak yang diterbitkan untuk
menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan dalam
SKPKBT. SKPKBT diatur dalam Pasal 15 Undang-undang
d) Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
SKPLB adalah surat ketetapan pajak yang diterbitkan untuk
menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit

20

pajak lebih besar dari pada pajak yang terutang atau tidak seharusnya
terutang, SKPLB diatur dalam Pasal 17 Undang-undang KUP.
e) Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
SKPN adalah surat ketetapan pajak yang diterbitkan untuk
menentukan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak
ada kredit pajak. SKPN di atas dalam Pasal 17 A Undang-undang
KUP.

B. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
1) Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Sesuai dengan ketentuan Undang-undang No. 12 Tahun 1985
tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang No.12 Tahun 1994 tentang perubahan atas UndangUndang Pajak Bumi dan Bangunan. Yang mengatakan bahwa Bumi dan
Bangunan memberikan keuntungan dan/atau kedudukan sosial ekonomi
yang lebih baik bagi orang atau badan yang mempunyai suatu hak
atasnya atau memperoleh manfaat dari padanya. Dan oleh karena itu
wajar apabila mereka diwajibkan memberikan sebagian dari manfaat
atau kenikmatan yang diperolehnya kepada Negara melalui pajak.
Menurut Marihot Pahala (2010) Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) adalah pajak atas bumi dan atau
bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan atau dimanfaatkan oleh orang
pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan
usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. Yang dimaksud

21

dengan bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan
pedalaman serta laut wilayah kabupaten/kota. Sedangkan yang dimaksud
dengan bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan
secara tetap pada tanah dan atau perairan pedalaman dan atau laut.

2) Dasar Hukum Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Menurut Mardiasmo (2013:311) peraturan perundang-undangan
tentang perpajakan dasar hukum yang berkaitan dengan Pokok
Ketetapan PBB dan perhitungan PBB serta hal-hal lain yang
bersangkutan dengan hal tersebut diantaranya adalah sebagai berikut :
a) Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi
dan Bangunan.
b) KMK No.201/KMK.04/2000 tentang penyesuaian besarnya Nilai
Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) sebagai dasar
perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan.
c) Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 523/KMK.04/1998 tentang
Penentuan Klasifikasi dan Besarnya Nilai Jual Objek Pajak sebagai
Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan.
d) Keputusan Menteri Keuangan No.1004/KMK.04/1985 tentang
penentuan Badan atau Perwakilan Organisasi Internasional yang
menggunakan Objek Pajak Bumi dan Bangunan yang tidak
dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan.

22

e) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-251/PJ./2000
tentang Tata Cara Penetapan Besarnya Nilai Jual Kena Pajak Tidak
Kena Pajak sebagai Dasar Penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan.
f) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-16/PJ.6/1998
tentang pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan.
g) Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-43/PJ.6/2003
tentang penyesuaian besarnya Nilai Jual Objek Kena Pajak Tidak
Kena Pajak (NJOPTKP) PBB dan perubahan Nilai Perolehan Objek
Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) Bea Perolehan Hak atas Bumi
dan Bangunan untuk tahun pajak 2004.
h) Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-57/PJ.6/1994
tentang penegasan dan penjelasan pembebasan Pajak Bumi dan
Bangunan atas Fasilitas Umum dan Sarana Sosial untuk Kawasan
Industri dan Real Estate.

3) Subjek Pajak PBB
Menurut Mardiasmo (2013:316) Subjek Pajak dalam PBB dapat
berupa Orang Pribadi atau Badan yang secara nyata mempunyai hak atas
Bumi, dan atau memperoleh manfaat atas Bumi, dan atau memiliki,
menguasai, dan atau memperoleh manfaat atas Bangunan.
Sesuai Undang-undang No.6 tahun 1983, sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang No.16 Tahun 2000 dan terakhir dengan
Undang-undang No.28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan pengertian Badan ialah sekumpulan orang atau modal
yang merupakan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan

23

Komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Badan
Usaha Milik Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma,
kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan,
organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis,
lembaga, Bentuk Usaha Tetap, dan bentuk badan lainnya.
Menurut Waluyo (2009), jika subjek pajak dalam waktu yang lama
berada di luar wilayah letak objek pajak sedangkan perawatannya
dikuasakan kepada orang atau badan, orang atau badan yang diberi kuasa
dapat ditunjuk sebagai Wajib Pajak oleh Direktur Jenderal Pajak. Namun
penunjukkan tersebut bukan merupakan bukti kepemilikan. Subjek Pajak
yang ditetapkan seperti contoh di atas dapat memberikan keterangan
secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak bahwa ia bukan Wajib
Pajak atas Objek Pajak yang dimaksud. Apabila keterangan yang
diajukan oleh Wajib Pajak disetujui, maka Direktur Jenderal Pajak
membatalkan penetapan sebagai Wajib Pajak dalam jangka waktu satu
bulan sejak diterimanya surat kterangan dimaksud. Namun demikian,
apabila tidak disetujui, Direktur Jenderal Pajak mengeluarkan surat
keputusan penolakan disertai dengan alasan-alasan. Selanjutnya setelah
jangka waktu satu bulan sejak diterima keterangan ternyata Direktur
Jenderal Pajak tidak memberikan keputusan, keterangan yang telah
pernah diajukan dianggap disetujui. (h.157) Jika suatu objek pajak belum
diketahui secara pasti siapa Wajib Pajaknya, maka yang menjadi subjek
pajak dapat ditunjuk oleh Dirjen Pajak.

24

menurut Siti Resmi (2008) Beberapa ketentuan khusus mengenai
siapa yang menjadi subjek pajak sebagai berikut:
a) Jika suatu subjek pajak memanfaatkan atau menggunakan bumi
dan/atau bangunan milik orang lain bukan karena sesuatu hak
berdasarkan undang-undang atau bukan karena perjanjian. Objek
pajak yang memanfaatkan/menggunakan bumi dan/atau bangunan
ditetapkan sebagai Wajib Pajak
b) Suatu subjek pajak yang masih dalam sengketa pemilikan di
pengadilan,

maka

orang

atau

badan

yang

memanfaatkan/menggunakan objek pajak tersebut ditetapkan sebagai
Wajib Pajak.
c) Subjek Pajak yang dalam waktu lama berada diluar wilayah letak
objek pajak, sedangkan untuk merawat objek pajak tersebut
dikuasakan kepada orang atau badan, maka orang atau badan yang
diberi kuasa dapat ditunjuk sebagai Wajib Pajak

4) Objek Pajak PBB
a) Pengertian Objek Pajak
Menurut Mardiasmo (2013:313) dalam bukunya “perpajakan
edsi revisi 2011“ objek pajak adalah Bumi dan Bangunan.
Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada
dibawahnya. Permukaan Bumi meliputi tanah dan perairan
pedalaman serta laut wilayah Indonesia, sedangkan perairan
pedalaman disini termasuk juga rawa-rawa dan tambak serta sungai

25

yang diusahakan dan Bangunan adalah konstruksi teknik yang
ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau perairan.
Pada pasal 3 Undang-undang No.12 tahun 1985 sebagaimana
telah diubah dengan Undang-undang No. 12 tahun 1994 tentang
Pajak Bumi dan Bangunan antara lain:
1) Jalan lingkungan yang terletak dalam suatu komplek bangunan
seperti hotel, pabrik dan emplasemennya, dan lain-lain yang
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)

merupakan satu kesatuan dengan komplek bangunan tersebut
Jalan tol
Kolam renang
Pagar mewah
Tempat Olahraga
Galangan kapal / Dermaga
Taman mewah
Tempat penampungan / Kilang minyak / Air dan Gas / Pipa

minyak
9) Fasilitas lain yang memberi manfaat

b) Klasifikasi Objek Pajak
Mardiasmo (2013:213), Yang dimaksud dengan klasilfikasi
bumi dan bangunan adalah pengelompokan bumi dan bengunan
menurut nilai jualnya dan digunakan sebagai pedoman, serta untuk
memudahkan penghitungan pajak yang terutang.
Dalam menentukan klasifikasi Bumi/tanah perlu diperhatikan factorfaktor sebagai berikut :
1)
2)
3)
4)

Letak
Peruntukan
Pemanfaatan
Kondisi lingkungan dan lain-lain

26

Dalam menentukan klasifikasi Bangunan perlu diperhatikan factorfaktor sebagai berikut :
1) Bahan yang digunakan
2) Rekayasa
3) Letak
4) Kondisi lingkungan dan lain-lai
c) Pengecualian Objek Pajak
Menurut

Mardiasmo

(2013:315),

objek

pajak

yang

dikecualikan dari pengenaan PBB harus memenuhi syarat-syarat
tertentu antara lain :
1)

Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di
bidang ibadah, sosial, kesehatan, dan kebudayaan nasional yang

2)

tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan
Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang

3)

sejenis dengan itu
Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata,
taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa,

4)

dan tanah Negara yang belum dibebani oleh suatu hak
Digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan

5)

asas perlakuan timbal balik
Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional
yang ditentukan oleh menteri keuangan

5) Nilai Jual Kena Pajak (NJKP)

27

Menurut Mardiasmo (2013:317-318) Nilai Jual Kena Pajak
(NJKP) merupakan jumlah tertentu yang digunakan sebagai dasar
penghitungan PBB. Nilai Jual Kena Pajak dihitung dari suatu persentase
tertentu (assessment value) dari nilai jual sebenarnya. Nilai jual
sebenarnya merupakan Nilai Jual Objek Pajak setelah dikurangi dengan
Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak. Dasar Penghitungan Pajaknya
adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) yang ditetapkan serendahrendahnya 20% (dua puluh persen) dan setinggi-tingginya 100% (seratus
Persen) dari Nilai Jual Objek Pajak.
Besarnya persentase Nilai Jual Kena Pajak ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2000 Tanggal 26 Juni 2000 yang
diberlakukan mulai tahun pajak 2001 yaitu:
1. Sebesar 40% (empat puluh persen) dari Nilai Jual Objek Pajak
(NJOP)
a. Objek Pajak perkebunan
b. Objek Pajak kehutanan
c. Objek Pajak lainnya yang apabila Nilai Jual Objek Pajaknya
(NJOP) Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) atau lebih,
sebagai contoh perumahan.
2. Sebesar 20% (dua puluh persen) dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)
a. Objek Pajak pertambangan
b. Objek Pajak lainnya yang apabila Nilai Jual Objek Pajaknya
(NJOP) kurang dari Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)

Mardiasmo dalam bukunya “perpajakan edisi revisi 2011” juga
menjelaskan selain ada NJKP, juga ada Nilai Jual Objek Pajak Tidak

28

Kena Pajak (NJOPTKP), untuk besarnya NJOPTKP ditetapkan oleh
masing-masing Kabupaten/Kota dengan besar setinggi-tingginya Rp.
12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) untuk setiap wajib pajak. Apabila
seorang wajib pajak mempunyai beberapa Objek Pajak, maka yang
diberikan NJOPTKP hanya salah satu Objek Pajak yang nilainya
terbesar, sedangkan Objek Pajak lainnya dikenakan secara penuh tanpa
dikurangi NJOPTKP.

6) Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran
Dalam buku bahasan Siti Resmi (2008) tata cara pembayaran dan
penyetoran dijelaskan dalam beberapa tahap yaitu:
a) Pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak
Terutang (SPPT) harus dilunasi selambat-lambatnya 6 (enam) bulan
sejak tanggal diterimanya Surat Pemberitahuan Pajak Terutang oleh
Wajib Pajak.
b) Pajak yang terutang berdasarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) harus
dilunasi selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya
Surat Ketetapan Pajak (SKP) oleh Wajib Pajak.
c) Pajak yang terutang pada saat jatuh tempo pembayaran tidak dibayar
atau kurang dibayar, dikenakan dendan administrasi sebesar 2%
( dua persen) per bulan dari jumlah yang tidak atau kurang dibayar,
yang dihitung dari saat jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran
untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, bagian
dari bulan dihitung satu bulan penuh.
d) Denda administrasi (sebagaimana dimaksud pada nomor 3) ditambah
utang pajak yang belum atau kurang dibayar ditagih dengan Surat

29

Tagihan Pajak (STP) dan harus dilunasi selambat-lambatnya 1 (satu)
bulan sejak tanggal diterimanya STP oleh Wajib Pajak.
e) Jumlah pajak yang terutang berdasarkan STP yang tidak dibayar
pada waktunya ditagih dengan Surat Paksa.
f) Menteri Keuangan dapat melimpahkan kewenangan penagihan pajak
kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dan/atau Walikota Kepala
Daerah Tingkat II.
7) Tahun Pajak, Saat, dan Tempat yang Menentukan Pajak Terutang
a. Tahun pajak adalah jangka waktu 1 (satu) takwim. Jangka waktu satu
takwim adalah dari 1 januari sampai dengan 31 desember.
b. Saat yang menentukan pajak yang terutang adalah menurut keadaan
objek pajak pada tanggal 1 januari.
Contoh:
1. Objek pajak pada tanggal 1 januari 2005 berupa tanah dan
bangunan. Pada tanggal 10 januari 2005 bangunannya terbakar,
maka pajak yang terutang tetap berdasarkan keadaan objek pajak
pada tanggal 1 januari 2005, yaitu keadaan sebelum bangunan
tersebut terbakar.
2. Objek pajak pada tanggal 1 januari 2005 berupa sebidang tanah
tanpa bangunan diatasnya. Pada tanggal 20 agustus 2005
dilakukan pendataan, ternyata diatas tanah tersebut telah berdiri
suatu bangunan, maka pajak yang terutang untuk tahun 2005
tetap dikenakan berdasarkan keadaan tanggal 1 januari 2005.
Sedangkan bangunannya baru akan dikenakan pada tahun 2006.
c. Tempat pajak yang terutang:
1. Untuk daerah Jakarta, di wilayah Daerah Khusus Ibukota (DKI)
Jakarta

30

2. Untuk daerah lainnya, di wilayah Kabupaten Daerah tingkat II
atau Kotamadya Daerah Tingkat II.
3. Untuk daerah Batam adalah di wilayah Provinsi Daerah Tingkat I
Riau.

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB)
1.
Kesadaran Wajib Pajak
Menurut Jatmiko (2006) menjelaskan bahwa kesadaran adalah
keadaan mengetahui atau mengerti. Sedangkan Irianto (2005) dalam
Widayati dan Nurlis (2010) menguraikan beberapa bentuk kesadaran
membayar pajak yang mendorong wajib pajak untuk membayar pajak
antara lain:
(a) Kesadaran bahwa pajak merupakan bentuk partisipasi dalam
menunjang pembangunan negara. Dengan menyadari hal ini, wajib
pajak mau membayar pajak karena merasa tidak dirugikan dari
pemungutan pajak yang dilakukan.
(b) Kesadaran bahwa penundaan pembayaran pajak dan pengurangan
beban pajak sangat merugikan negara. Wajib pajak mau membayar
pajak karena memahami bahwa penundaan pembayaran pajak dan
pengurangan beban pajak berdampak pada kurangnya sumber daya
finansial yang dapat mengakibatkan terhambatnya pembangunan
negara.

31

(c) Kesadaran bahwa pajak ditetapkan dengan Undang-undang dan dapat
dipaksakan. Wajib pajak akan membayar karena pembayaran pajak
disadari memiliki landasan hukum yang kuat dan merupakan
kewajiban mutlak setiap warga negara.
Menurut Jatmiko (2006), Sumarso (1998) menyatakan bahwa
kesadaran perpajakan masyarakat yang rendah seringkali menjadi salah
satu sebab banyaknya potensi pajak yang tidak dapat dijaring. Masih
dalam Jatmiko (2006), Larche (1980) juga mengemukakan bahwa
kesadaran perpajakan seringkali

menjadi kendala dalam masalah

pengumpulan pajak dari masyarakat. Sedangkan Suyatmin, 2004 dalam
Jatmiko (2006), Secara empiris juga telah dibuktikan bahwa makin tinggi
kesadaraan perpajakan wajib pajak maka akan makin tinggi tingkat
kepatuhan wajib pajak.

2.

Kepatuhan Wajib Pajak
a) Pengertian Kepatuhan Pajak
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (1995:1013), istilah
kepatuhan berarti tunduk atau patuh pada ajaran atau aturan. Dalam
perpajakan kita dapat memberi pengertian bahwa Kepatuhan
Perpajakan merupakan ketaatan, tunduk dan patuh serta melaksanakan
ketentuan perpajakan. Jadi wajib pajak yang patuh adalah wajib pajak
yang taat dan memenuhi serta melaksanakan kewajiban perpajakan
sesuai denagn ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

32

Kepatuhan wajib pajak dikemukakan oleh Norman D. Nowak
(Moh.Zain: 2004) sebagai

“Suatu iklim kepatuhan dan kesadaran

pemenuhan kewajiban perpajakan,tercermin dalam situasi dimana:
(1)

Wajib Pajak paham atau berusaha untuk memahami semua
ketentuan peraturan perundang - undangan perpajakan.

(2)

Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas.

(3)

Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar.

(4)

Membayar pajak yang terutang dengan tepat waktu.

Sedangkan menurut Chaizi Nasucha, kepatuhan Wajib Pajak
dapat diidentifikasi dari:
(1) Kepatuhan Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri.
(2) Kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat Pemberitahuan
(SPT).
(3) Kepatuhan dalam perhitungan dan pembayaran pajak terutang.
(4) Kepatuhan dalam pembayarn tunggakan.
Erard dan Feinstin menggunakan teori psikologi dalam
kepatuhan wajib pajak, yaitu rasa bersalah dan rasa malu, presepsi
wajib pajak atas kewajaran dan keadilan beban pajak yang mereka
tanggung, dan pengaruh kepuasan terhadap pelayanan pemerintah.
(Chaizi Nasucha)

33

Kemudian merujuk pada kriteria Wajib Pajak Patuh menurut
Keputusan Menteri Keuangan No.544/KMK.04 /2000 wajib pajak
patuh adalah sebagai berikut.
(1) Tepat waktu dalam menyampaikan SPT untuk semua jenis pajak
dalam dua tahun terakhir.
(2) Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak,
kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda
pembayaran pajak.
(3) Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana
di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir.
(4) Dalam 2 tahun terakhir menyelenggarakan pembukuan dan dalam
hal terhadap wajib pajak pernah dilakukan pemeriksaan, koreksi
pada pemeriksaan yang terakhir untuk tiap-tiap jenis pajak yang
terutang paling banyak 5% .
(5) Wajib pajak yang laporan keuangannya untuk dua tahun terakhir
diaudit oleh akuntan publik dengan pendapat wajar tanpa
pengecualian atau pendapat dengan pengecualian sepanjang tidak
memengaruhi laba rugi fiskal.
Maka pada prinsipnya kepatuhan perpajakan adalah tindakan
Wajib Pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan peraturan
pelaksanaan perpajakan yang berlaku dalam suatu negara. (Rahayu,
2010)

34

b) Faktor Kepatuhan Wajib Pajak
Masalah kepatuhan Wajib Pajak merupakan masalah penting
diseluruh dunia, baik bagi negara maju maupun dinegara berkembang.
Karena jika wajib pajak tidak patuh maka akan menimbulkan
keinginan untuk melakukan tindakan penghindaran, pengelakan,
penyelundupan, dan pelalaian pajak. Yang pada akhirnya tindakan
tersebut akan mengakibatkan pajak negara akan berkurang. Kepatuan
Wajib pajak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu Kondisi
perpajakan suatu negara, Pelayanan pada wajib pajak, Penegakan
hukum perpajakan (sanksi pajak), Pemeriksaan pajak, Tarif pajak,
Kesadaran wajib pajak.(Rahayu,2010)

3.

Kepatuhan Wajib Pajak

2. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual penelitian menurut Sugiyono (2012:60),
menjelaskan secara teoristis model konseptual variable-variabel penelitian,
tentang bagaimana peraturan teori-teori yang berhubungan dengan variablevariabel penelitian yang ingin diteliti, yaitu variable bebas dengan variable
terikat.

35

Kerangka konseptual yang baik menurut sugiyono (2008) meliputi poin-poin
sebagi berikut :
a. Variabel-variabel penelitian yang akan diteliti harus jelas.
b. Kerangka konseptual haruslah menjelaskan hubungan antara variablevariabel yang akan diteliti da nada teori yang melandasi.
c. Disajikan dalam bentuk diagram, sehingga masalah penelitian yang akan
dicari jawabannya mudah dipahami.
Berdasarkan uraian di atas peneliti menyajikan kerangka konseptual sebagai
berikut

kesadaran wajib pajak

Tingkat ketepatan
penyampaian STP

Penerimaan PBB

Sistem Pemungutan

Gambar 2.1 : Kerangka Pemikiran
Keterangan : Dari daftar diatas dijelaskan bahwa tingkat kesadaran Wajib
Pajak, tingkat ketepatan penyampaian STP, dan sistem pemungutan yang
dilakukan pihak fiskus akan dapat mempengaruhi peningkatan penerimaan
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) didaerah Kecamatan Sekaran Kabupaten
Lamongan.

36

3. Hipotesis Penelitian
Menurut Sugiyono (2012), Hipotesis adalah kesimpulan sementara yang
masih harus diuji keberadaannya melalui penelitian, sebagaimana yang
dikemukakan oleh bahwa hipotesis dapat diartikan sebagai jawaban yang
bersifat sementara terhadap penelitian sampai terbuka melalui data yang
terkumpul.
Berdasarkan uraian diatas peneliti hipotesis penelitian ini adalah antara lain :
Ho : Tidak ada pengaruh antara tingkat kesadaran wajib pajak, tingkat
ketepatan penyampaian STP, dan Sistem Pemungutan dengan
penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
H1 : ada pengaruh yang kuat antara tingkat kesadaran wajib pajak, tingkat
ketepatan penyampaian STP, dan Sistem Pemungutan dengan
penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

4. Penelitian Terdahulu
Fitri (2009) tentang “ANALISIS PEMUNGUTAN PAJAK YANG
MEMPENGARUHI KEBERHASILAN PENERIMAAN PAJAK BUMI.
penelitian yang dilakukan bertempat pada Kabupaten Tanah Datar. Dari
hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa kegiatan ekstensifikasi
dan intensifikasi memegang peranan penting dalam melakukan penagihan
Pajak Bumi dan Bangunan. Meningkatnya penerimaan dalam sektor Pajak
Bumi dan Bangunan dapat dilihat dari keberhasilan Kabupaten Tanah

37

Datar dalam merealisasikan pemungutan maupun dari segi administrasi
pengelolaan yang cukup menggembirakan.
Riko (2009) penelitian tentang ”ANALISIS FACTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN PEMUNGUTAN PAJAK
BUMI DAN BANGUNAN UNTUK MENINGKATKAN PENERIMAAN
PAJAK” dilakukan di Kantor Pelayanan PBB Kota Padang. Dalam
penelitiannya ditemukan bahwa faktor yang mempengaruhi keberhasilan
pemungutan pajak ialah pemindahan sistem. Yaitu, dari official assessment
menjadi self assessment dikarenakan sistem tersebut dapat meningkatkan
kesadaran wajib pajak untuk lebih bersifat aktif dalam memenuhi
kewajiban perpajakannya.
Wilda

(2009)

tentang

MEMENGARUHI KEBERHASILAN

“FACTOR-FAKTOR
DALAM

YANG

MENINGKATKAN

PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DI WILAYAH
KECAMATAN SUNGAI TARAB”. penelitian yang dilakukan di
Kecamatan Sungai Tarab menghasilkan kesimpulan bahwa keberhasilan
penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Salah satunya adalah faktor tax payer. Faktor tax payer merupakan faktor
yang melekat pada diri wajib pajak dan bersifat uncontrollable bagi fiskus.
Dalam hasil penelitian yang mengambil sampel dengan menggunakan
metode cluster sampling hasil penelitian ini menunjukkan secara individu
maupun keseluruhan variabel independen berpengaruh signifikan terhadap
keberhasilan penerimaan PBB di Kecamatan Sungai Tarab dan hal yang

38

paling berpengaruh dalam keberhasilan pemungutan PBB ialah kesadaran
perpajakan dari wajib pajak merupakan variabel yang paling signifikan
berpengaruh terhadap keberhasilan penerimaan PBB

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Ditinjau dari jenis datanya pendekatan penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Adapun yang dimaksud dengan
penelitian kualitatif yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian secara holistik, dan

39

dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks
khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah
(Moleong, 2007:6).
Adapun jenis pendekatan penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian
deskriptif yaitu penelitian yang berusaha untuk menuturkan pemecahan
masalah yang ada sekarang berdasarkan data-data.
Jenis penelitian deskriptif kualitatif yang digunakan pada penelitian ini
dimaksudkan untuk memperoleh informasi mengenai factor-faktor yang
mempengaruhi penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kecamatan
Sekaran Kabupaten Lamongan secara mendalam dan komprehensif. Selain itu,
dengan pendekatan kualitatif diharapkan juga dapat diungkapkan situasi dan
permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam kegiatan penarikan Pajak
Bumi dan Bangunan.
Alasan peneliti memilih pendekatan kualitatif karena hal ini berkaitan
dengan konsep judul dan rumusan masalah yang dikemukakan pada
pendahuluan yang mengarah pada objek penelitian.

B. Subyek Penelitian
Dalam penentuan sabyek penelitian ini, peneliti menggunakan istilah
populasi dan sampel.
1. Populasi
Menurtut (Zuhri, 2001:142, Populasi adalah serangkaian subyek yang
mempunyai satu atau lebih ciri-ciri menonjol dalam satu-satuan obyek,
atau dengan kata lain bahwa yang dimaksud dengan populasi adalah

40

keseluruhan cakupan daerah, subyek dan atau karakter atas obyek yang
akan diteliti dan dikenai generalisasi dinamakan). Adapun yang menjadi
populasi Wajib Pajak Bumi dan Bangunan yang ada di Wilayah Kecaman
Sekaran Kabupaten Lamongan.
2. Sampel
Untuk menentukan besarnya sampel yang akan diambil, Arikunto
Suharsimi (1992:102) mengemukakan pendapat

bahwa: “apabila

subyeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitian
merupakan penelitian populasi. selanjutnya jika jumlah sabyeknya besar
dapat diambil antara 10% - 15% atau 20% - 25% atau lebih”. Jumlah
karyawan pada PT. Tetra Kimia Mulya Mojokerto. Sebagaimana data
yang diperoleh sebanyak 40 orang. dalam hal ini peneliti mengambil 100%
dari sampel yang ada, yakni sebanyak 40 orang.

C. Jenis dan Sumber Data
D. Instrumen Penelitian
E. Difinisi Operasional Variabel
F. Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data

41

DAFTAR PUSTAKA

Resmi, Siti. 2013. Perpajakan Teori dan Kasus. Jakarta: Salemba Empat.
Mardiasmo. 2013. Perpajakan. Edisi Revisi Tahun 2013, Yogyakarta: Yogyakarta
Andi.
Suandy, Erly. 2011. Hukum Pajak. Edisi Kelima, Jakarta: Salemba Empat.

42

Fakultas Ekonomi Unisda, 2013. Pedoman Penyusunan Skripsi. Unisda Press:
Lamongan.
Zuhri, Saifudin. 2001. Metodologi Penelitian. Lamongan: Unsida Press.
Rahayu, Siti Kurnia. 2010. Perpajakan Indonesia. Edisi Pertama, Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. 2007. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.