FAKTOR RESIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN PE

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara individu, pengaruh proses menua dapat menimbulkan berbagai
masalah baik secara fisik–biologis, mental maupun sosial ekonomi. Dengan
semakin lanjut usia seseorang, mereka akan mengalami kemunduran terutama
dibidang kemampuan fisik, yang dapat mengakibatkan penurunan pada peranan
– peranan sosialnya. Hal ini mengakibatkan pula timbulnya gangguan di dalam
hal

mencukupi

kebutuhan

hidupnya

sehingga

dapat

mengakibatkan


ketergantungan yang memerlukan bantuan oarang lain. Kelompok lansia
dipandang sebagai kelompok masyarakat yang berisiko mengalami gangguan
masalah kesehatan. Membicarakan mengenai status kesehatan para lansia
tentang penyakit atau keluhan yang umum diderita adalah penyakit reumatik,
hipertensi, penyakit jantung, penyakit paru, diabetes mellitus, paralysis / lumpuh
separuh badan, patah tulang dan kanker (Muchtar, 2010).
Proporsi lansia di dunia diperkirakan mencapai 22 persen dari penduduk
dunia atau sekitar 2 miliar pada tahun 2020, sekitar 80% lansia hidup di negara
berkembang. Jumlah lansia di seluruh dunia dapat mencapai jumlah 1 miliar orang
dalam kurun 10 tahun mendatang. Pertumbuhan penduduk usia lanjut (lansia) di
dunia yang semakin meningkat (ledakan) tersebut diperkirakan akan menjadi
masalah baru bagi dunia kesehatan, untuk hal ini maka World Health
Organization (WHO) telah mencanangkan program peningkatan kesehatan agar

1

seseorang memiliki usia yang lebih panjang dan tetap produktif. Sedangkan
jumlah penduduk di 11 negara anggota WHO kawasan Asia Tenggara yang
berusia di atas 60 tahun berjumlah 142 juta orang dan diperkirakan akan terus

meningkat hingga 3 kali lipat di tahun 2050 (Isamas, 2013).
Sementara di Indonesia proporsi penduduk berusia lanjut terus bertambah.
Pada tahun 2010 jumlah lansia mencapai 18,1 juta jiwa atau 9,6% dari jumlah
penduduk. Hal ini menjadikan Indonesia termasuk lima besar negara dengan
jumlah penduduk lanjut usia terbanyak di dunia. Di tahun 2011 sekitar 24 juta jiwa
(hampir 10% jumlah penduduk). Penduduk lansia ini diproyeksikan menjadi 28,8
juta jiwa (11,34 %) dari total penduduk Indonesia pada tahun 2020, atau menurut
proyeksi BAPPENAS, jumlah penduduk lansia 60 tahun akan menjadi dua kali
lipat (36 juta) pada 2025 (Isamas, 2013).
Menurut data hasil proyeksi sensus penduduk Badan Pusat Statistik (BPS)
di Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2010 jumlah penduduk di Sulawesi
Tenggara sebanyak 2.234.600 jiwa dan diproyeksikan tahun 2015 jumlah
penduduk sebanyak 2.499.500 jiwa. Untuk jumlah lansia tahun 2010 sebanyak
129.000 jiwa dan diproyeksikan pada tahun 2015 ini sebanyak 157.500 jiwa (BPS,
2012). Sedangkan jumlah lansia yang terlantar berdasarkan data Kementrian
Sosial RI tahun 2012 di Sulawesi Tanggara mencapai 27.407 jiwa yang tersebar di
seluruh wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara (Kemensos RI, 2012).
Berdasarkan

data


tersebut

menunjukkan

kelompok

resiko

dalam

masyarakat kita menjadi lebih tinggi lagi. Karena lansia merupakan kelompok
yang sangat rentan mengalami masalah kesehatan yang disebabkan oleh
penurunan fungsi-fungsi organ tubuh. Bahkan berdasarkan hasil National Health
2

survey pada tahun 2010, reumatik menempati urutan pertama masalah
kesehatan utama bagi lansia (Nango, 2011).
Penelitian tentang reumatik sebenarnya telah berkembang pesat selama
20 tahun sejak tahun 1986 sampai saat ini. Tapi nyatanya, masih banyak yang

belum dapat kita ketahui tentang penyebab dan proses terjadinya reumatik
secara pasti. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit
reumatik yang telah diketahui antara lain ; degeneratif/usia tua (di atas 40 tahun),
autoimun, faktor genetik/herediter , trauma (benturan) sendi yang berulang, dan
kandungan asam urat yang tinggi/gout (pola makan), aktivitas, psikologis dan
radikal bebas ( Bangun A. P, 2008).
Berdasarkan pusat data BPS Propinsi DKI Jakarta, rematik merupakan
salah satu penyakit terbanyak yang diderita lansia, yaitu pada tahun 2010
sebanyak 4.209.817 lansia 38% menderita rematik (Dinkesdkijakarta, 2009).
Hasil penelitian Eka P (2012) tentang faktor risiko yang mempengaruhi
terjadinya reumatik pada lansia di Rumah Sakit Kariadi Semarang tahun 2012,
didapatkan riwayat trauma lutut (nilai p = 0,033; OR adjusted = 2,90; 95% CI =
1,09 – 7,75), kebiasaan aktivitas fisik berat (nilai p = 0,006; OR adjusted = 2,25;
95% CI = 1,09 – 6,67) dan kebiasaan bekerja dengan beban > 17,5 kg (nilai p =
0,008, OR adjusted = 2,19 dan 95% CI = 1,05 – 6,65). Faktor-faktor yang tidak
terbukti sebagai faktor risiko OA lutut adalah jenis kelamin perempuan, kebiasaan
merokok, dan kebiasaan mengkonsumsi vitamin D.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Kendari, menunjukkan bahwa
pada tahun 2013 jumlah penderita reumatik di Kota Kendari menempati urutan ke
6 yakni sebanyak 2314 penderita. Kemudian meningkat menjadi 2561 orang

3

penderita pada tahun 2014. Angka tersebut telah dihimpun dari sejumlah
Puskesmas yang barada di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Kendari (Profil
Dinas Kesehatan Kota Kendari, 2014).
Data yang diperoleh dari Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kendari
Provinsi Sulawesi Tenggara, tercatat lansia sebanyak 95 orang yang terdiri dari
laki-laki sebanyak 45 orang dan perempuan sebanyak 50 orang. Diketahui pula
bahwa banyak lansia yang mengalami masalah kesehatan yakni berjumlah 76
orang. Adapun masalah kesehatan dengan frekuensi tertinggi adalah Reumatik
sebanyak 19 orang, Gastritis sebanyak 12 orang, Asam urat dan Dermatitis
masing-masing sebanyak 7 orang, Asma sebanyak 5 orang, Cephalgia sebanyak
4 orang, Hipertensi dan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) masing-masing
sebanyak 3 orang, Konstipasi, Neuralgia, Insomnia, Pruritis, Diare, Artritis,
Obstipasi, Gangguan Usus, Abses Kaki, Sakit Pinggang, Nyeri Dada dan
Anoreksia masing-masing berjumlah 1 orang. Bahkan diantara 95 tersebut
tersebut terdapat 22 orang lanjut usia yang membutuhkan bantuan dalam
melaksanakan Activity of Daily Living (ADL) seperti mengenakan dan melepas
pakaian, mandi, berpindah dari kursi roda ke tempat tidur atau sebaliknya, makan
dan minum, BAK dan BAB, personal toilet mereka membutuhkan bantuan dan

pengawasan dari petugas panti dan sesama lansia (Profil Panti Sosial Tresna
Werdha Minaula Kendari, 2014).
Dari data diatas dapat dilihat bahwa penyakit rematik menjadi jumlah
penyakit tertinggi dari jenis penyakit yang dialami lansia. Dari wawancara yang
dilakukan pada tanggal 3 Juni 2015 kepada 10 orang lansia yang mengalami
reumatik diketahui bahwa 4 orang lansia mengatakan dulunya bekerja sebagai
4

petani dan buruh bangunan yang merupakan aktifitas fisik yang berat, 2 orang
lansia mengatakan pernah mengalami benturan pada lututnya dan 4 orang lainnya
memiliki riwayat reumatik dan memiliki pantangan makanan tertentu yang dapat
memicu peningkatan asama urat.
Oleh karena itu berdasarkan uraian data diatas, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian yang berjudul “Faktor Resiko yang Berhubungan dengan
Penyakit Reumatik Pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kendari
Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2015”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka masalah penelitian dapat
dirumuskan sebagai berikut :
1.


Apakah ada resiko antara faktor aktifitas fisik

dengan penyakit reumatik

pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kendari Provinsi Sulawesi
Tenggara Tahun 2015?
2.

Apakah ada resiko antara faktor riwayat trauma dengan penyakit reumatik
pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kendari Provinsi Sulawesi
Tenggara Tahun 2015?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui faktor resiko yang berhubungan dengan

penyakit

reumatik pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kendari Provinsi

Sulawesi Tenggara Tahun 2015.
5

2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui resiko antara faktor aktifitas fisik

dengan penyakit

reumatik pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kendari
Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2015
b. Untuk mengetahui resiko antara faktor riwayat trauma fisik

dengan

penyakit reumatik pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula
Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2015
D. Manfaat penelitian
1. Manfaat Praktis
a. Sebagai bahan informasi dan masukan bagi Panti Sosial Tresna Werdha
Minaula Kendari dalam rangka meningkatkan meningkatkan pelayanan

kepada lansia dan dapat mengurangi masalah kesehatan pada lansia
terutama reumatik.
b. Bagi penulis, penelitian ini pada hakikatnya adalah merupakan proses
belajar memecahkan masalah secara sistimatis dan logis.
c. Bagi Institusi STIKES Mandala Waluya hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan informasi kepada institusi dan dijadikan sebagai dokumentasi
ilmiah untuk merangsang minat peneliti selanjutnya.
d. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan dapat manambah
khasanah ilmu kesehatan masyarakat khususnya.
2. Manfaat Teoritis
a. Sebagai sumbangan ilmiah dan dapat memperkaya khasanah ilmu
pengetahuan
b. Sebagai bahan untuk pengembangan ilmu keperawatan khususnya
keperawatan gerontik.

6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Panti Sosial Sasana Tresna Werdha

1. Pengertian
Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) adalah unit pelaksana teknis di
bidang pembinaan kesejahteraan sosial lanjut usia yang memberikan
pelayanan kesejahteraan sosial bagi para lanjut usia berupa pemberian
penampungan, jaminan hidup seperti makan dan pakaian, pemeliharaan
kesehatan, pengisian waktu luang termasuk rekreasi, bimbingan sosial,
mental serta agama, sehingga mereka dapat menikmati hari tuanya dengan
diliputi ketentraman lahir dan bathin.
Panti Sasana Tresna Werdha merupakan tempat dimana penerima
pelayanan dapat memperoleh cara hidup yang baru dalam kehidupan
bersama rekan-rekannya memperoleh pengalaman dari hidup berkelompok,
7

memperoleh pemeliharaan kesehatan yang baik, tambahan makanan yang
bergizi, suasana persahabatan, memperoleh latihan kesemuanya diberikan
oleh tenaga-tenaga yang profesional seperti pekerja sosial.
2. Jenis Pelayanan
Jenis – jenis pelayanan yang diberikan meliputi :
a. Pelayanan kebutuhan makanan, dengan pengaturan menu kebutuhan
gizi lanjut usia. Pemberian makanan oleh petugas panti kepada lanjut

usia menurut jadwal yang telah ditetapkan.
b. Pemeliharaan kesehatan dan kebersihan, melalui pemeriksaan rutin,
pengobatan pada saat menderita sakit, oleh petugas kesehatan (dokter
atau tenaga para medis).
c. Pemberian bimbingan rohani, berupa bimbingan mental, keagamaan dan
bimbingan kemasyarakatan, oleh petugas panti atau petugas instansi
terkait.
d. Pemberian bimbingan keterampilan untuk pengisian waktu luang, oleh
tenaga instruktur dibantu petugas panti.
B. Tinjauan Umum Tentang Reumatik
1. Pengertian
Reumatik adalah suatu penyakit degeneratif yang menyebabkan
kerusakan tulang rawan (kartilago) sendi dan tulang didekatnya, disertai
proliferasi dari tulang dan jaringan lunak di dalam dan sekitar daerah yang
terkena (Bangun A.P., 2008).
Reumatik adalah berbagai kelompok penyakit dan sindrom yang
semuanya merupakan penyakit pada jaringan ikat sehingga biasanya
ditemukan keluhan nyeri, kaku, atau pembengkakan pada otot serta sendi
(Cristine B, 2001 dalam Nango, 2012)
Pengertian reumatik yaitu cukup luas mencakup gejalanya seperti nyeri,
pembengkakan, kemerahan, gangguan fungsi sendi dan jaringan sekitarnya.

8

Semua gangguan pada daerah tulang, sendi, dan otot disebut rematik yang
sebagian besar masyarakat juga menyebutnya pegal linu (Irwan, 2012).
Reumatik adalah penyakit kelainan pada sendi yang menimbulkan nyeri
dan kaku pada sistem muskuloskeletal (sendi, tulang, jaringan ikat dan otot).
Dari sekitar lebih dari seratusan penyakit reumatik sebagian besar tidak
berbahaya, namun sangat mengganggu karena rasa nyerinya (Ekaginanjar,
2010).
Reumatik adalah kerusakan tulang rawan sendi yang berkembang
lambat dan berhubungan dengan usia lanjut (degeneratif). Penyakit rematik
ada ratusan jenisnya. Rematik jenis peradangan yang di sebabkan oleh asam
urat termasuk jenis yang paling banyak di temui di Indonesia.
2. Etiologi
Faktor penyebab dari penyakit ini belum diketahui dengan pasti. Namun,
faktor genetik seperti produk kompleks histokompatibilitas utama kelas II
(HLA-DR) dan beberapa faktor lingkungan diduga berperan dalam timbulnya
penyakit ini.
Faktor genetik seperti kompleks histokompatibilitas utama kelas II (HLADR), dari beberapa data penelitian menunjukkan bahwa pasien yang
mengemban HLA-DR4 memiliki resiko relatif 4:1 untuk menderita penyakit ini.
Rematik/pegal linu pada pasien kembar lebih sering dijumpai pada kembar
monozygotic dibandingkan kembar dizygotic.
Faktor infeksi sebagai penyebab rematik/pegal linu timbul karena
umumnya onset penyakit ini terjadi secara mendadak dan timbul dengan
disertai oleh gambaran inflamasi yang mencolok.

9

Dengan demikian timbul dugaan kuat bahwa penyakit ini sangat
mungkin disebabkan oleh tercetusnya suatu proses autoimun oleh suatu
antigen tunggal atau beberapa antigen tertentu saja. Agen infeksius yang
diduga sebagai penyebabnya adalah bakteri, mycoplasma, atau virus.
3. Patofisiologi
Pemahaman mengenai anatomi normal dan fisiologi persendian
diartrodial atau sinovial merupakan kunci untuk memahami patofisiologi
penyakit reumatik. Fungsi persendian sinovial adalah gerakan. Setiap sendi
sinovial memiliki kisaran gerak tertentu kendati masing-masing orang tidak
mempunyai kisaran gerak yang sama pada sendi-sendi yang dapat
digerakkan. Pada sendi sinovial yang normal, kartilago artikuler membungkus
ujung tulang pada sendi dan menghasilkan permukaan yang licin serta ulet
untuk gerakan. Membran Sinovial melapisi dinding dalam kapsula fibrosa dan
mensekresikan cairan ke dalam ruangan antar-tulang. Cairan Sinovial ini
berfungsi sebagai peredam kejut (shock absorbber) dan pelumas yang
memungkinkan sendi untuk bergerak secara bebas dalam arah yang tepat.
Sendi merupakan bagian tubuh yang paling sering terkena inflamasi dan
generasi

yang

terlihat

pada

penyakit

reumatik.

Meskipun

memiliki

keanekaragaman mulai dari kelainan yang terbatas pada satu sendi hingga
kalainan multisistem yang sistemik, semua penyakit reumatik meliputi
inflamasi dan degenerasi dalam derajat tertentu yang bisa terjadi sekaligus.
Inflamasi akan terlihat pada persendian sebagai sinovitis. Pada penyakit
reumatik inflamatori, inflamasi merupakan proses primer dan degenerasi
10

yang terjadi merupakan proses sekunder yang timbul akibat pembentukkan
pannus (proliferasi jaringan sinovial ). Inflamasi merupakan akibat dari
respons imun. Sebaliknya, pada penyakit reumatik degeneratif dapat terjadi
proses inflamasi yang sekunder. Sinovitis ini biasanya lebih ringan serta
menggambarkan suatu proses reaktif, dan lebih besar kemungkinannya untuk
terlihat pada penyakit yang lanjut. Sinovitis dapat berhubungan dengan
pelepasan proteoglikan tulang rawan yang bebas dari kartilago artikuler yang
mengalami degenerasi kendati faktor-faktor imunologi dapat pula terlihat
(Brunner dkk, 2002).
4. Klasifikasi Reumatik
Reumatik dapat dikelompokan dalam beberapa golongan, yaitu:
a.
Arthritis Rematoid ( AR )
Penyakit ini terjadi karena sistem imun menyerang lapisan atau
membran sinovial sendi. Proses ini pada umumnya melibatkan seluruh
tubuh, sehingga adapat menyebabkan kelelahan, kehilangan berat
badan, dan kurang darah atau anemia. Serta menyerang organ paru,
jantung, dan mata. Lebih serius lagi, AR dapat mnyebabkan kecacatan
tubuh. Arthritis reumatoid dapat ditegakkan melalui

pemeriksaan

serum.
b. Gout
Biasanya penyakit ini timbulnya secara mendadak dan biasanya di
jempol kaki atau pada sendi lainnya. Gout disebabkan oleh gangguan
metabolisme protein purin yang menyebabkan asam urat darah
meningkat dan kristal asam urat terbentuk dalam sendi atau tempat
lainnya. Biasanya penyakit menyerang pada umur 40-50 tahun. Gout
dapat ditegakkan melalui pemeriksaan kadar asam urat.
11

c. Osteoarthritis ( OA )
Penyakit ini disebabkan oleh patahnya bantalan tulang rawan (kartilago)
yang menjadi bantal tulang. Penyakit ini sering juga disebut arthritis
degeneratif. Biasanya menyerang sendi kaki, lutut, pangkal paha, dan
jari tangan. Penderita OA ini umumnya berusia sekitar 45 tahun ke atas.
d. Arthritis Psoriatik
Arthritis ini selain menyerang tulang dan jaringan sendi, juga dapat
menyerang bagian tubuh lainnya. Bila menyerang kulit disebut arthritis
psoriasis, yang bersifat menahun atau kronis, yaitu sekitar 5 %. Arthritis
jenis ini lebih sering menyerang jari-jari tangan dan tulang belakang.
Kebanyakan gejalanya ringan, tetapi dapat menjadi sangat berat.
e. Arthritis Rheumatoid Juvenile
Penyakit ini menyerang anak-anak. Sifat arthritis ini berbeda dengan
orang dewasa, baik diagnosa dan perawatannya. Pada beberapa anak,
penyakit ini dapat sembuh total atau tetap ada sepanjang hidup mereka.
f. Ankilosing Spondilitis
Penyakit ini biasanya pada pria berumur 16-35 tahun dan kebanyakan
menyerang pada tulang belakang secraa kronis. Tulang belakang yang
terkena dapat menjadi rapuh atau menyatu secara perlahan dari atas ke
bawah, sehingga gerakan penderita seperti robot. Penderita tidak bisa
membungkuk maupun menoleh. Dalam keadaan yang sangat ekstrim,
bentuk tubuh penderita menjadi melengkung seperti “ tanda tanya”.
Khusus pada wanita, umumnya ringan dan sulit didiagnosa. Penyakit ini
bertendensi genetik.
5. Manifestasi Klinis
Adapun manifestasi klinis dari penyakit reumatik adalah :
a. Nyeri sendi, terutama pada saat bergerak

12

b. Pada umumnya terjadi pada sendi penopang beban tubuh, seperti
panggul, tulang belakang, dan lutut.
c. Terjadi kemerahan, inflamasi, nyeri, dan dapat terjadi deformitas
(perubahan bentuk)
d.

Yang tidak progresif dapat menyebabkan perubahan cara berjalan

e.

Rasa sakit bertambah hebat terutama pada sendi pinggul, lutut, dan jarijari

f.

Saat perpindahan posisi pada persendian bisa terdengar suara
(cracking).

g. Gerakan terbatas
h. Kekakuan, kelemahan dan perasaan mudah lelah
6. Diagnosis
Diagnosis yang dapat ditegakkan pada penderita reumatik adalah
sebagai berikut :
a. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan peningkatan aktivitas penyakit,
keadaan mudah lelah serta keterbatasan mobilitas.
b. Keletihan berhubungan dengan peningkatan aktivitas penyakit, rasa
nyeri, tidur/ istirahat yang tidak memadai, nutrisi yang tidak memadai,
stress emosional/ depresi.
c. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan penurunan rentang
gerak, kelemahan otot, nyeri pada gerakan, keterbatasan ketahanan fisik.
d. Kurang perawatan diri yang berhubungan dengan kontraktur, keletihan
atau gangguan gerak.
13

e. Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan dan
ketergantungan fisik serta psikologis yang disebabkan oleh penyakit atau
terapi.
f.

Koping tidak efektif yang berhubungan dengan gaya hidup atau
perubahan peranan yang aktual atau dirasakan.

7. Penatalaksanaan
a.

Konsep pengobatan
Konsep pengobatan ditujukan untuk :
1) Menghilangkan gejala inflamasi aktif baik lokal maupun sistemik
2) Mencegah terjadinya destruksi jaringan
3) Mencegah terjadinya deformitas dan memelihara fungsi persendian
agar tetap dalam keadaan baik
4) Mengembalikan keadaan fungsi organ dan persendian yang terlibat
agar sedapat mungkin menjadi normal kembali.

b.

Terapi non-farmakologi
1) Terapi non-farmakologi yang dapat dilakukan agar terapi pada
rematik/pegal linu efektif, yaitu;
2) Menganjurkan

pasien

untuk

mengurangi

berat

badan

jika

kegemukan.
3) Istirahat yang cukup dan menghindari trauma pada sendi yang
berulang.
14

4) Penggunaan alat bantu sendi dan alat bantu berjalan.
5) Fisioterapi dan olah raga yang tepat (peregangan dan penguatan)
untuk

membantu

mempertahankan

kesehatan

tulang

rawan,

meningkatkan daya gerak sendi, dan kekuatan otot.
6) Kompres panas/dingin dan latihan untuk memelihara sendi,
mengurangi nyeri, dan kekakuan.
7) Pemberian suplemen makanan yang mengandung glukosamin,
kondrotin yang berdasarkan uji klinik dapat mengurangi gangguan
sendi.
C. Tinjauan Umum Tentang Faktor Resiko yang Berhubungan dengan Penyakit
Reumatik
Penyebab reumatik sampai sekarang belum diketahui dengan pasti.
Namun, selain faktor penyebab ada beberapa faktor predisposisi yang
memberikan kontribusi terjadinya penyakit ini antara lain faktor usia, makanan,
aktivitas fisik, hormon, riwayat trauma, psikologis, dan radikal bebas (Bangun,
A.P., 2008) . Selengkapnya akan disajikan sebagai berikut :
1. Faktor Usia
Proses penuaan dianggap sebagai penyebab peningkatan kelemahan di
sekitar sendi, penurunan kelenturan sendi, kalsifikasi tulang rawan dan
menurunkan fungsi kondrosit, yang semuanya mendukung terjadinya
reumatik.
Dengan bertambahnya usia, cairan dalam sendi yang berfungsi
melumasi setiap gerakan mulai menipis dan mengental. Hal ini menyebabkan
tubuh menjadi kaku dan mulai sakit digerakan.

15

Setiap persendian tulang memiliki lapisan pelindung sendi yang
menghalangi terjadinya gesekan antara tulang. Sendi memiliki cairan yang
berfungsi sebagai pelumas sehingga tulang dapat digerakkan dengan
leluasa. Pada mereka yang sudah berusia lanjut, lapisan pelindung
persendian mulai menipis dan cairan tulang mulai mengental, menyebabkan
tubuh menjadi kaku dan sakit saat digerakkan.
2. Faktor Aktivitas Fisik
Aktivitas didefinisikan sebagai suatu aksi energetik atau keadaan
bergerak

dan semua manusia memerlukan kemampuan untuk bergerak.

Aktivitas

merupakan

tanda

kesehatan

dimana

adanya

kemampuan

seseorang melakukan aktivitas seperti berdiri, berjalan, dan berkerja.
Kemampuan aktivitas seseorang tidak terlepas dari keadekuatan sistem
persarafan dan muskuloskeletal ( Fitriyani, 2006 ).
Menurut Priharjo (1993 ) Aktivitas fisik merupakan pergerakan anggota
tubuh yang menyebabkan pengeluaran tenaga. Bagi para lansia aktivitas fisik
sangat penting karena dengan mampu beraktivitas, para lansia dapat
mempertahankan kualitas hidup mereka agar tetap sehat (Soni P., 2010).
Ada beberapa aktivits fisik yang dapat dilakukan
lansia untuk
mempertahankan tubuh, yaitu ;
a.
Latihan Pertahanan ( Resistance Training )
Latihan pertahanan meliputi kecepatan gerak sendi luas lingkup
gerak sendi ( range of motion ) dan aktivitas fisik bersifat ketahanan ,
dapat membantu jantung, otot, paru-paru, otot, dan sirkulasi darah tetap
sehat dan membantu mereka tetap bertenaga. Contohnya : berjalan
b.

dan lari ringan, senam lansia, dll.
Daya Tahan
16

Daya tahan akan meningkatkan kekuatan yang didapatkan dari
latihan pertahanan. Aktivitas fisik yang bersifat untuk kekuatan dapat
membantu kerja otot tubuh dalam menahan suatu beban yang diterima,
tulang tetap kuat, dan mempertahan bentuk tubuh serta membantu
meningkatkan
c.

pencegahan terhadap penyakit seperti osteoporosis

(tulang keropos).
Kelenturan
Kelenturan merupakan komponen yang sangat penting ketika
lansia

melakukan kegiatan

karena pada lansia banyak terjadi

pembatasan ruang lingkup gerak sendi akibat kekakuan otot dan
tendon. Aktivitas fisik yang bersifat untuk kelenturan dapat membantu
pergerakan lebih mudah, mempertahankan otot tubuh tetap lentur, dan
sendi berfungsi baik. Contohnya : menyiram bunga, senam aerobik
d.

lansia.
Keseimbangan
Keseimbangan pada lansia harus diperhatikan karena gangguan
pada lansia saat melakukan kegiatan dapat menyebabkan lansian
terjatuh.
Penderita reumatik harus mampu menyeimbangkan kehidupannya

antara isirahat dan beraktivitas. Istirahat berlebihan atau jarang beraktivitas
tidak diperbolehkan, karena dapat mengakibatkan kekakuan pada otot dan
sendi dan juga seseorang yang tidak melakukan aktivitas aliran cairan sendi
akan berkurang dan berakibat aliran makanan yang masuk ke sendi
berkurang. Hal tersebut akan mengakibatkan proses degeneratif

menjadi

berlebihan. Lakukan aktivitas sesuai kemampuan tubuh, seperti : olahraga
secara teratur setelah bangun pagi, seperti berjalan kaki, senam pernapasan
17

dan sejenisnya, dan dilakukan secara rutin. Olahraga aerobik saja tidak
cukup, perlu diikuti dengan latihan kekuatan, dan akan lebih sempurna lagi
bila ditambah dengan latihan perimbangan dan latihan peregangan. Selain
itu, berolahraga jalan kaki dan jogging juga sangat baik untuk kebugaran
tubuh dan relatif aman bagi para lansia karena menghindari risiko cedera
lutut. Para lansia yang sebelumnya tidak pernah berolahraga, disarankan
agar latihan dilakukan secara bertahap, baik intensitas, lama, dan frekuensi.
Tujuannya, memberi kesempatan tubuh beradaptasi pada beban latihannya.
Latihan olahraga untuk para lansia juga harus dilakukan dengan takaran
cukup (Soni P., 2010).
Aktivitas yang berlebihan bagi para usia lanjut tidak diperkenankan,
seperti berjalan jauh ( 2 km atau lebih ), mengangkat yang berat, olahraga
yang berlebihan dan juga pada sikap atau posisi badan yang salah saat
melakukan pekerjaan akan memudahkan timbulnya reumatik. Misalnya,
posisi badan sering membungkuk dalam melakukan pekerjaan membuat
pinggang sakit. Aktivitas sendi berlebihan dapat menekan sendi, terutama
aktivitas yang berhubngan dengan kerja sendi.
Gerakan-gerakan penuh tekanan secara berulang (misalnya jongkok
atau berlutut dengan mengangkat beban berat) dapat berkontribusi pada
deteriorasi kartolago (rawan sendi).
3. Faktor Riwayat Trauma
Trauma berasal dari kata yunani “tramatos” yang berarti luka dari
sumber luar. Trauma diartikan sebagai luka emosi dan fisik yang disebabkan
oleh keadaan yang mengancam diri.
Trauma akut yang terjadi pada persendian termasuk robekan pada
ligamentum krusiatum dan meniskus merupakan faktor risiko timbulnya
18

reumatik. Studi Framingham menemukan bahwa orang dengan riwayat
trauma pada daerah persendian memiliki risiko 5 – 6 kali lipat lebih tinggi
untuk menderita reumatik (Eka P., 2007).
Reumatik banyak terdapat pada lansia yang mempunyai riwayat
sebagai pekerja keras ataupun atlit keras. Penggunaan sikap atau posisi
tubuh yang kurang baik juga mempengaruhi terjadinya reumatik, seperti
posisi pekerjaan yang sering membungkuk, para kuli, petani dan yang
bekerja ditambang. Pekerjaan sebagai atlit tidak jarang sering terjadi riwayat
trauma, terutama bagi mereka mantan atlit tinju, pemain tennis, lari maraton,
dll (Eka P., 2007)
Cidera yang terjadi karena aktivitas, seperti olahraga atau kegiatan lain
juga berisiko terkena reumatik ; gerakan kejut (misalnya tiba-tiba jatuh atau
terhentak), Sikap tubuh atau posisi yang salah, trauma terkilir, benturan saat
olahraga
Cidera otot maupun sendi yang dialami sewaktu berolahraga atau
lantaran aktivitas fisik yang terlalu berat, bisa pula mengundang rematik.
Karena itu, sebelum berolahraga sangat dianjurkan melakukan pemanasan
yang bertujuan melenturkan otot dan sendi sehingga cidera dapat
dihindarkan. Adanya Riwayat trauma pada sendi merupakan faktor yang
dapat menimbulkan penyakit reumatik hal ini diakibatkan oleh menurunya
kelenturan dan elastisitas sendi yakni kartilago dan juga sinovial pada sendi
mengalami penurunan fungsi. Penurunan elastisitas sendi dan deteriorasi
kartilago inilah yang menyebabkan intensitas nyeri yang sering atau menetap
pada sendi.
19

4. Faktor Hormon
Hormon adalah molekul-molekul yang kegiatannya mengatur reaksireaksi metabolik penting. Molekul-molekul tersebut dibentuk di dalam
organisme dengan proses metabolik dan tidak berfungsi didalam nutrisi.
Pada osteoporosis atau penyakit keropos tulang merupakan jenis
reumatik yang banyak dirasakan wanita setelah menopouse. Kurangnya
hormon estrogen setelah menopouse memperburuk masa tulang yang sudah
berkurang karena usia. Hormon estrogen (hormon utama pada wanita),
membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita.
Begitu juga faktor kegemukan memberikan beban berlebih pada tulang. Berat
badan yang berlebihan nyata berkaitan dengan meningkatnya resiko untuk
timbulnya reumatik baik pada wanita maupun pada pria. Hal ini akan
mempengaruhi kesehatan sendi.
5. Faktor Makanan
Tidak semua jenis reumatik dipengaruhi oleh faktor makanan. Reumatik
gout atau asam urat merupakan satu-satunya jenis reumatik yang
serangannya sangat dipengaruhi oleh pola makanan. Jenis makanan yang
dapat meningkatkan kadar asam urat yaitu mengkonsumsi terlalu banyak
makanan yang mengandung purin, seperti : jeroan, bayam, mentega,
makanan laut, kacang-kacangan, daging, tape, jengkol, santan, alpukat,
sarden, dan alkohol (Misnadiarly, 2007).
Diketahui bahwa lansia merupakan fase dimana organ-organ tubuh
mengalami penurunan fungsi tubuh, seperti fungsi pendengaran, fungsi
penglihatan, system persyarafan, system kardiovaskular, fungsi metabolisme,
system pencernaan dan lain-lain.
20

Faktor makanan jelas berhubungan dengan kejadian reumatik pada
lansia. Dimana makanan yang mengandung kadar purin yang tinggi akan
memicu kenaikan asam urat dalam darah. Purin merupakan salah satu zat
alami yang terkandung dalam tubuh. Purin merupakan salah satu penyusun
rantai DNA dan RNA bersama-sama dengan pirimidin. Enzim HGPRT
bertugas mengubah purin menjadi nukleotida ourin agar dapat digunakan
kembali sebagai penyusun DNA dan RNA.
Bahan dasar asam urat adalah purin. Apabila jumlah purin dalam tubuh
terlalu banyak, kelebihannya akan diubah menjadi asam urat. Dengan
demikian, mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung purin dapat
meningkatkan asam urat dalam darah.
Peningkatan produksi atau hambatan ekskresi akan meningkatkan
kadar asam urat dalam tubuh. Asam urat ini merupakan suatu zat yang
kelarutannya sangat rendah sehingga cenderung membentuk kristal.
Penimbunan asam urat paling banyak terdapat di sendi dalam bentuk kristal
mononatrium urat. Mekanismenya hingga saat ini masih belum diketahui.
Penimbunan Kristal pada persendian ini dapat menjadikan peradangan pada
persendian. Karena pada masa lansia terjadi penurunan kelenturan sendi,
kalsifikasi tulang rawan dan menurunkan fungsi kondrosit, Cairan dalam
sendi yang berfungsi melumasi setiap gerakan mulai menipis dan mengental.
Ditambah lagi terdapat penimbunan Kristal pada sendi sehingga dapat
menyebabkan peradangan pada sendi. Peradangan pada sendi ini akan
terasa nyeri sendi, terutama pada saat bergerak pada sendi pinggul,lutut, dan

21

jari-jari, nampak kemerahan, inflamasi, nyeri dan dapat terjadi deformitas
(perubahan bentuk).
Tabel 1 Jenis Makanan dan Kadar Purin
No.
1.

Kategori
Tinggi

Kadar Purin
Jenis Makanan
(150-180 mg/100g) Hati sapi, ginjal, limpa,
paru, otak, dan sari pati

2.

Sedang

(50-150 mg/100g)

daging.
Daging

sapi,

udang,

kepiting, cumi, kerang,
kembang

kol,

kangkung,

bayam

asparagus,

dan jamur.
3.
Rendah
( 60 tahun dalam penelitian ini, dimana kriteria
objektifnya adalah sebagai berikut.
Menderita

: Bila responden dalam penelitian ini mengalami reumatik
35

Tidak Menderita

: Bila responden dalam penelitian ini tidak mengalami
reumatik

2. Aktifitas fisik
Faktor Aktivitas fisik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kegiatan
yang dilakukan oleh lansia di Panti Werdha Minaula setiap hari. Pengukuran
indikator berdasarkan jawaban pertanyaan kuesioner yang telah diberi skor
atau bobot dimana setiap pertanyaan mempunyai skor 1 dan 0, dimana pada
variable ini terdiri dari 10 (sepuluh) pertanyaan.
Skor 1

: Jika responden menjawab ya

Skor 0

: Jika responden menjawab tidak
Skor atau bobot tersebut kemudian dihitung dengan menggunakan

rumus interval kelas menurut skala Guttman :
R
I=

(Sugiono, 2010)

K
Dimana :
I = Interval
R = Range atau kisaran (100-0 = 100)
K = Jumlah kategori (2)
Skor tertinggi = 1 x 10 = 10 (100%)
Skor terendah = 0 x 10 = 0 (0%)
100
I=
2
I = 50%

36

Dengan demikian kriteria objektifnya adalah :
Tidak Beresiko

: Bila responden memperoleh nilai > 50% dari pertanyaan
yang diajukan

Beresiko

: Bila responden memperoleh nilai < 50% dari pertanyaan
yang diajukan

3. Riwayat Trauma
Faktor Riwayat Trauma yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
adanya riwayat trauma fisik atau kecelakaan yang menyebabkan gangguan
pada sendi lansia di dalam panti.
Kriteria Objektif:
Berisiko

: bila pasien pernah mengalami trauma seperti pernah
jatuh terhentak, trauma terkilir,luka akut pada sendi dan
benturan baik dalam aktivitas sehari-hari maupun saat

Tidak berisiko

olahraga.
: bila pasien tidak pernah mengalami trauma seperti jatuh
terhentak, trauma terkilir, dan benturan baik dalam
aktivitas sehari-hari maupun saat olahraga.

E. Hipotesis Penelitian
1.

Aktifitas Fisik
Ho

: Tidak ada resiko antara faktor aktifitas fisik dengan penyakit
reumatik pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula
Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2015

Ha

: Ada resiko antara faktor aktifitas fisik dengan penyakit reumatik
pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kendari Provinsi
37

Sulawesi Tenggara Tahun 2015
2.

Riwayat Trauma
Risiko
+ resiko