PENGARUH PENERAPAN TATA KELOLA PERUSAHAA

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA
TANGERANG SELATAN

PROPOSAL PENELITIAN

PENGARUH PENERAPAN TATA KELOLA PERUSAHAAN TERHADAP
KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN:
PERBANDINGAN PERAN MEDIATOR ANTARA UKURAN PERUSAHAAN DAN
KINERJA OPERASIONAL PERUSAHAAN

Diajukan oleh:
DANANG AFUAH SETIAJI
NPM: 144060005833

Mahasiswa Program Diploma IV Keuangan
Spesialisasi Akuntansi
Juli 2014

DAFTAR ISI


Halaman Judul..........................................................................................................

i

Daftar Isi ..................................................................................................................

ii

Daftar Gambar..........................................................................................................

iv

BAB I: PENDAHULUAN........................................................................................

1

A. Latar Belakang Masalah................................................................................

1


B. Perumusan Masalah ......................................................................................

2

C. Tujuan Penelitian ..........................................................................................

3

D. Manfaat Penelitian ........................................................................................

3

BAB II: KAJIAN PUSTAKA ...................................................................................

5

A. Landasan Teori .............................................................................................

5


1. Tata Kelola Perusahaan ...........................................................................

5

2. Kinerja Keuangan Perusahaan .................................................................

8

3. Kinerja Operasi Perusahaan.....................................................................

10

4. Ukuran Perusahaan .................................................................................

11

B. Penelitian Terdahulu .....................................................................................

12


C. Kerangka Pemikiran......................................................................................

13

D. Hipotesis Penelitian ......................................................................................

13

BAB III: METODOLOGI PENELITIAN .................................................................

15

A. Variabel Penelitian........................................................................................

15

B. Model Persamaan Regresi .............................................................................

15


C. Definisi Operasional .....................................................................................

16

D. Populasi dan Sampel .....................................................................................

19

E. Jenis dan Sumber Data ..................................................................................

19

F. Metode Pengumpulan Data ...........................................................................

19

G. Metode Analisis Data....................................................................................

20


1. Uji Asumsi Klasik ...................................................................................

20

ii

a. Uji Normalitas ...................................................................................

20

b. Uji Multikolinieritas ..........................................................................

21

c. Uji Heteroskedastisitas ......................................................................

21

d. Uji Autokorelasi ................................................................................


21

2. Uji Hipotesis ...........................................................................................

22

a. Koefisien Determinasi (R2)................................................................

22

b. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F) .........................................

22

c. Uji Signifikasi Parameter Individual (Uji t) .......................................

23

H. Sistematika Penulisan ...................................................................................


23

I. Rencana Daftar Pustaka ................................................................................

24

PENUTUP ...............................................................................................................

26

A. Rencana Aktivitas Penyusunan Penelitian dan Periode Pelaksanaan .................

26

B. Rencana Kontijensi ..........................................................................................

26

iii


DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Model Hubungan Penerapan Tata Kelola Perusahaan dan
Kinerja Keuangan Perusahaan Melalui Peran Mediasi Ukuran Perusahaan
dan Kinerja Operasi Perusahaan ...............................................................................

iv

13

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan melalui
peningkatan kemakmuran ekonomi para pemegang saham. Pemegang saham, kreditor dan
manajer adalah pihak-pihak yang memiliki perbedaan kepentingan dan perspektif
berkenaan dengan perusahaan. Pemegang saham akan cenderung memaksimalkan nilai
saham dan memaksa manajer untuk bertindak sesuai dengan kepentingan mereka melalui

pengawasan yang mereka lakukan. Kreditor di sisi lain cenderung akan berusaha
melindungi dana yang sudah mereka investasikan dalam perusahaan dengan jaminan, juga
melalui kebijakan pengawasan yang ketat. Manajer juga memiliki dorongan untuk mengejar
kepentingan pribadi mereka. Nilai perusahaan sangat dipengaruhi oleh kinerja perusahaan,
terutama kinerja keuangan. Persepsi pelaku pasar saham atas rasio-rasio keuangan
perusahaan menjadi salah satu penentu terpenting naik turunnya harga saham perusahaan.
Harga saham ini menjadi komponen pokok dalam penetapan nilai perusahaan, misalnya
dalam rasio PBV (price per book value).
Tata kelola perusahaan (Good Corporate Governance/GCG) merupakan upaya
perusahaan untuk menciptakan pola hubungan yang kondusif antar pemangku kepentingan
dalam perusahaan. Tata kelola perusahaan adalah serangkaian mekanisme yang dapat
melindungi

bagian

minoritas

(investor

asing/pemegang


saham

minoritas)

dari

pengambilalihan oleh manajer dan mengendalikan pemegang saham (orang dalam) dengan
penekanan pada mekanisme legal (Shleiver dan Vishny, 1997) dalam (Renny Nur’ainy, et
al., 2013).

Hubungan kondusif antar stakeholder tersebut adalah prasyarat dalam

mewujudkan kinerja perusahaan yang baik, yang selanjutnya mendukung peningkatan nilai
perusahaan. Seperti dinyatakan oleh Daniri (2005) dalam (Renny Nur’ainy, et al., 2013)
bahwa tata kelola perusahaan “memberikan nilai tambah bagi pemegang saham secara
berkelanjutan dalam jangka panjang, dengan tetap menghormati kepentingan pemangku
kepentingan lainnya, berdasarkan hukum dan norma yang berlaku”. Dengan demikian jelas
bahwa tata kelola perusahaan terkait erat dengan nilai perusahaan dan tentunya, kinerja
keuangan perusahaan.

1

Selanjutnya, total aset yang mengindikasikan ukuran perusahaan adalah faktor
penting dalam informasi laba. Perusahaan besar dianggap lebih stabil dalam menghasilkan
laba daripada perusahaan kecil. Dengan demikian, ukuran perusahaan diperkirakan
memiliki pengaruh terhadap kinerja perusahaan (Sembiring, 2008) dalam (Renny Nur’ainy,
et al., 2013). Jadi, ukuran perusahaan disini berperan sebagai mediator dari dampak positif
penerapan GCG terhadap kinerja keuangan perusahaan.
Kinerja perusahaan, selain diukur dengan kinerja keuangan, juga menggunakan
kinerja operasi sebagai ukuran efektivitas dan efisiensi kinerja perusahaan. Kinerja operasi
juga penting untuk mencapai keunggulan kompetitif perusahaan, yang pada akhirnya dapat
meningkatkan nilai perusahaan. Seperti dinyatakan Sut Sakchutchawan, et. al. (2011)
bahwa untuk menjadi logistik pemimpin industri, perusahaan harus memiliki sistem operasi
internal yang sangat efektif dan seringkali inovatif. Dalam penelitiannya tersebut,
komponen pentingnya kinerja operasi dalam kasus perusahaan logistik ditunjukkan melalui
aspek kinerja pengiriman, pengurangan biaya, dan kepuasan pelanggan. Kemudian dalam
salah satu preposisinya, dinyatakan bahwa “Kinerja operasi lebih baik juga menghasilkan
kinerja keuangan lebih baik” (Sut Sakchutchawan, et. al., 2011). Jadi, dapat dikatakan
bahwa kinerja operasi juga berperan sebagai mediator dari dampak penerapan GCG
terhadap kinerja keuangan perusahaan.
Dari uraian di atas, dapat diidentifikasikan permasalahan yang perlu diangkat dalam
penelitian ini, yaitu “Manakah dari kedua peran mediator, ukuran perusahaan dan kinerja
operasi perusahaan, yang memiliki pengaruh lebih kuat dalam menambah dampak positif
penerapan GCG terhadap kinerja keuangan perusahaan.”

B. Perumusan Masalah
Dari identifikasi masalah di atas dapat dirumuskan suatu masalah penelitian sebagai
berikut:
1. “Bagaimana dan seberapa besar pengaruh penerapan tata kelola perusahaan secara
langsung terhadap kinerja keuangan perusahaan?”
2. “Bagaimana dan seberapa besar pengaruh penerapan tata kelola perusahaan secara
tidak langsung terhadap kinerja keuangan perusahaan melalui ukuran perusahaan?”
3. “Bagaimana dan seberapa besar pengaruh penerapan tata kelola perusahaan secara
tidak langsung terhadap kinerja keuangan perusahaan melalui kinerja operasi
2

perusahaan?”
4. “Manakah dari kedua peran mediator, ukuran perusahaan dan kinerja operasi
perusahaan, yang memiliki pengaruh lebih kuat dalam menambah dampak positif
penerapan GCG terhadap kinerja keuangan perusahaan?”

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari bukti empiris dan mengetahui hal-hal
sebagai berikut:
1. “Pengaruh penerapan tata kelola perusahaan secara langsung terhadap kinerja
keuangan perusahaan.”
2. “Pengaruh penerapan tata kelola perusahaan secara tidak langsung terhadap kinerja
keuangan perusahaan melalui ukuran perusahaan.”
3. “Pengaruh penerapan tata kelola perusahaan secara tidak langsung terhadap kinerja
keuangan perusahaan melalui kinerja operasi perusahaan.”
4. “Mana dari kedua peran mediator, ukuran perusahaan dan kinerja operasi
perusahaan, yang memiliki pengaruh lebih kuat dalam menambah dampak positif
penerapan GCG terhadap kinerja keuangan perusahaan.”
Dengan mengetahui jawaban dari pertanyaan tersebut, diharapkan perusahaan
mampu fokus meningkatkan variabel mediator yang memiliki efek penguat lebih besar,
ukuran perusahaan atau kinerja operasi perusahaan, agar penerapan tata kelola perusahaan
semakin berdampak positif terhadap kinerja keuangan perusahaan. Pada akhirnya, kinerja
keuangan yang baik tersebut akan dapat meningkatkan nilai perusahaan. Dengan demikian,
diharapkan penerapan tata kelola perusahaan dapat berkontribusi besar dalam pencapaian
tujuan utama perusahaan.

D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Memberikan petunjuk bagi prioritas fokus perusahaan dalam meningkatkan variabel
mediator yang memiliki efek penguat lebih besar dari penerapan tata kelola perusahaan
terhadap kinerja keuangan perusahaan, apakah ukuran perusahaan atau kinerja operasi
perusahaan.
3

2. Memperkuat pengaruh positif dari penerapan tata kelola perusahaan terhadap kinerja
keuangan perusahaan.
3. Memberikan kontribusi dalam upaya meningkatkan nilai perusahaan sebagai tujuan
utama perusahaan.

4

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Tata Kelola Perusahaan
Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance/GCG) adalah
serangkaian mekanisme yang dapat melindungi bagian minoritas (investor asing/pemegang
saham minoritas) dari pengambilalihan oleh manajer dan mengendalikan pemegang saham
(orang dalam) dengan penekanan pada mekanisme legal (Shleiver dan Vishny, 1997) dalam
(Renny Nur’ainy, et al., 2013). Dari pengertian tersebut, tampak bahwa tata kelola
perusahaan menekankan pada aspek legal dalam mengelola pola hubungan antar
stakeholder perusahaan. Aspek legal ini memberikan jaminan kuat bahwa pola hubungan
yang adil (fair) antar stakeholder perusahaan dapat selalu dijaga oleh setiap pemangku
kepentingan perusahaan. Selanjutnya, GCG juga diartikan sebagai pola hubungan, sistem,
dan proses yang digunakan oleh bagian perusahaan (Dewan Direktur, Dewan Komisioner,
GMS) untuk memberikan nilai tambah bagi pemegang saham secara berkelanjutan dalam
jangka panjang, dengan tetap menghormati kepentingan pemangku kepentingan lainnya,
berdasarkan hukum dan norma yang berlaku (Daniri, 2005) dalam (Renny Nur’ainy, et al.,
2013). Dari sini terdapat tambahan komponen dalam pengertian GCG yaitu nilai tambah
bagi pemegang saham secara berkelanjutan. Nilai tambah ini dapat diartikan sebagai
peningkatan harga saham atau nilai perusahaan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tata
kelola perusahaan memiliki 3 unsur, yaitu pola/sistem/proses terkait hubungan antar
stakeholder perusahaan, penekanan pada mekanisme legal, dan pemberian nilai tambah bagi
pemegang saham secara berkelanjutan.
Di negara berkembang dengan ekonomi relatif stabil, GCG telah menjadi isu sejak
lama. Masalah ini lebih menarik perhatian komunitas dunia setelah terjadi krisis besar,
misalnya krisis besar di Amerika Serikat tahun 1929 dan krisis perbankan di Britania tahun
1970. Di Indonesia, isu GCG mulai berkembang sejak 1990an, dan semakin membesar
tahun 1996, bersamaan dengan hubungan pemerintah Indonesia dengan negara asing
sebagai negara pemberi bantuan, serta puncaknya krisis besar pada kuartal ketiga tahun
1997. Secara umum, praktisi dan akademisi, setuju bahwa penyebab sebuah krisis besar
adalah kesadaran akan pentingnya penerapan GCG di perusahaan yang masih rendah di
5

Indonesia (Laporan CGPI tahun 2004) (Renny Nur’ainy, et al., 2013). Melihat fenomena
tersebut, kesadaran perusahaan untuk menerapkan tata kelola perusahaan yang baik menjadi
penting untuk menjaga kestabilan ekonomi negara secara makro. Lebih jauh, penerapan tata
kelola perusahaan penting untuk menghindari terjadinya krisis ekonomi.
Tata kelola perusahaan berhubungan dengan teori keagenan (agency theory). Teori
keagenan dikembangkan oleh Michael Johnson, seorang profesor dari Harvard,
mempertimbangkan bahwa manajemen perusahaan sebagai “agen” bagi pemegang saham,
akan bertindak dengan perhatian penuh pada cara mereka sendiri, bukan secara bijak, hatihati, dan wajar terhadap kepentingan pemegang saham (Daniri, 2005) dalam (Renny
Nur’ainy, et al., 2013). Dari sini terlihat bahwa tata kelola perusahaan diperlukan untuk
mencegah perilaku menyimpang agen maupun prinsipal sebagai efek buruk dari hubungan
prinsipal-agen seperti dijelaskan dalam agency theory. Mekanisme legal yang telah
ditetapkan dalam hubungan prinsipal-agen, menyulitkan kedua pihak untuk bertindak di
luar koridor kesepahaman dan kontrak. Selain itu, terdapat pengaturan yang lebih rinci
dalam pola, sistem, dan hubungan antar stakeholder perusahaan melalui penerapan tata
kelola perusahaan, terutama dalam kasus ini yaitu hubungan prinsipal dan agen.
Penerapan GCG dalam perusahaan didasarkan pada prinsip yang telah ditetapkan.
Secara umum penerapan GCG terdiri dari 5 prinsip dasar, yaitu: transparansi, akuntabilitas,
responsibilitas, independensi, keadilan yang dapat kita sebut TARIF untuk mempermudah.
Prinsip-prinsip ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Transparansi/Transparency
Transaparansi dapat diartikan sebagai pengungkapan informasi, baik dalam proses
pembuatan keputusan maupun dalam mengungkapkan informasi material dan relevan
tentang perusahaan. Peraturan pasar saham Indonesia seperti dikutip Daniri (2005)
menjelaskan bahwa informasi yang material dan relevan adalah informasi yang dapat
mempengaruhi fluktuasi harga saham perusahaan, atau secara signifikan mempengaruhi
risiko dan prospek perusahaan bersangkutan (Renny Nur’ainy, et al., 2013).
Transparansi ini penting terutama bagi investor maupun kreditor perusahaan, baik
yang ada saat ini maupun calon potensial. Keputusan investasi mereka didasarkan pada
pengungkapan informasi keuangan perusahaan yang material dan relevan. Tanda adanya
transparansi, risiko investasi menjadi lebih tinggi dan mengurangi minat investasi dari
investor dan kreditor. Pada akhirnya penurunan investasi ini akan merugikan perusahaan itu
6

sendiri.
b. Akuntabilitas/Accountability
Akuntabilitas adalah kejelasan fungsi, struktur, dan sistem perusahaan sehingga
manajemen perusahaan diterapankan secara efektif. Masalah yang sering ditemukan di
perusahaan Indonesia adalah pengendalian yang tidak kompeten oleh dewan komisaris atau
sebaliknya, dewan komisioner mengambil peran otoritas eksekutif yang seharusnya
dijalankan oleh dewan manajemen (Renny Nur’ainy, et al., 2013).
Melalui prinsip akuntabilitas ini, tata kelola perusahaan berusaha memperjelas peran
dan otoritas masing-masing unsur top level management. Peran yang tumpang tindih dapat
menimbulkan konflik kepentingan dalam penentuan strategi perusahaan yang berpotensi
menurunkan kinerja perusahaan.
c. Responsibilitas/Responsibility
Responsibiltas adalah kesesuaian (kepatuhan) manajemen perusahaan terhadap
prinsip perusahaan yang sehat dan peraturan yang berlaku. Penerapan prinsip ini diharapkan
dapat direalisasikan perusahaan dalam operasinya, yang sering mengakibatkan eksternalitas
negatif (efek eksternal dari aktivitas perusahaan) yang ditanggung perusahaan. Disamping
itu, melalui prinsip responsibilitas juga diharapkan membantu peran pemerintah dalam
mengurangi ketimpangan pendapatan dan kesempatan kerja pada bagian masyarakat yang
tidak mendapat manfaat dari mekanisme pasar (Renny Nur’ainy, et al., 2013).
Prinsip responsibiltas ini berkaitan dengan tanggung jawab sosial perusahaan. Isuisu dalam hal ini meliputi kelestarian lingkungan dan kesejahteraan sosial, terutama bagi
lingkungan dan masyarakat di sekitar lokasi perusahaan. Pengabaian akan prinsip dalam
tata kelola perusahaan berdampak penurunan citra perusahaan di mata masyarakat dan
investor.
d. Independensi/Independency
Independensi adalah prinsip penting dalam penerapan GCG di Indonesia.
Independen adalah kondisi dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa konflik
kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak taat terhadap peraturan
dan prinsip perusahaan yang sehat. Independensi terutama penting dalam proses
pengambilan keputusan. Kehilangan independensi dalam proses keputusan akan
menghilangkan obyektivitas dalam pembuatan keputusan (Renny Nur’ainy, et al., 2013).
7

Intervensi dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab adalah hal yang coba
dihindari dari penerapan prinsip independensi ini. Ketika suatu keputusan perusahaan tidak
lagi obyektif akibat intervensi, maka keselarasannya dengan tujuan perusahaan dapat
dipertanyakan. Intervensi yang terlalu jauh dan kuat dapat menyebabkan perusahaan tidak
memiliki kendali atas proses bisnisnya, dan berisiko menurunkan tingkat kepercayaan
investor dan kreditor.
e. Keadilan/Fairness
Secara sederhana, keadilan dapat diartikan sebagai perlakuan adil dan sama dalam
memenuhi hak pemegang saham yang diatur dalam perjanjian dan peraturan dan hukum
yang berlaku. Keadilan juga termasuk batasan yang jelas atas hak investor, sistem hukum
dan penegakan aturan untuk melindungi hak investor, terutama pemegang saham minoritas
dari berbagai bentuk kecurangan (Renny Nur’ainy, et al., 2013).
Seringkali kecenderungan perusahaan adalah mendahulukan hak-hak investor besar
maupun pemegang saham mayoritas. Padahal secara hukum, hak-hak mereka dijamin
secara proporsional. Melalui prinsip keadilan, perusahaan berupaya memenuhi hak dan
kewajiban stakeholder secara proporsional sesuai mekanisme legal yang ada.
Selanjutnya, Daniri (2005) dalam (Renny Nur’ainy, et al., 2013) menjelaskan
tentang manfaat penerapan GCG, yaitu:
1. Mengurangi biaya keagenan (agency cost), yaitu biaya yang ditanggung pemegang
saham sebagai akibat pendelegasian kewenangan kepada manajemen.
2. Mengurangi biaya modal (cost of capital).
3. Meningkatkan nilai perusahaan sekaligus meningkatkan citra perusahaan di mata publik
untuk jangka panjang.
4. Menciptakan dukungan bagi pemangku kepentingan di lingkungan perusahaan adalah
eksistensi dari perusahaan dan berbagai macam strategi dan kebijakan yang dikejar
perusahaan.

2. Kinerja Keuangan Perusahaan
Kinerja keuangan perusahaan adalah capaian-capaian kinerja perusahaan yang
diukur menggunakan rasio-rasio keuangan dan digunakan oleh pihak internal maupun
eksternal perusahaan untuk mengukur dan mengevaluasi kinerja perusahaan secara umum.
Dermawan Wibisono (2011) menyebutkan bahwa kinerja perusahaan dari perspektif
8

keuangan meliputi 3 variabel utama yaitu leverage dengan indikator debt ratio, liquidity
dengan indikator cash ratio dan net profit margin, serta variabel lainnya dengan indikator
rasio ROI. Sut Sakchutchawan, et. al. (2011) dalam tulisannya, menggunakan 3 indikator
utama dalam mengukur kinerja keuangan perusahaan, yaitu pendapatan operasi, laba bersih,
dan pertumbuhan penjualan.
a. Pendapatan Operasi
Menurut penelitian Jean et al. (2010) dalam Sut Sakchutchawan, et. al. (2011),
kemampuan logistik lebih baik menghasilkan pendapatan operasi lebih besar. Hal tersebut
terjadi dalam kasus perusahaan logistik. Namun secara umum, dapat dikatakan bahwa
kemampuan perusahaan untuk menghasilkan kinerja lebih baik dalam bisnis utamanya akan
menghasilkan pendapatan operasi yang lebih besar. Demikian juga Morash et al. (1996)
dalam Sut Sakchutchawan, et. al. (2011), mengkonfirmasi bahwa perusahaan logistik
sukses mengakui bahwa memberikan nilai lebih kepada pelanggan secara konsisten adalah
penting bagi kesuksesan jangka panjang dan pendapatan operasi. Dalam hal ini, pendapatan
operasi berhubungan dengan nilai lebih (value added) yang diberikan perusahaan kepada
pelanggan secara konsisten. Dengan demikian, perusahaan seharusnya berfokus kepada
aktivitas bisnis utama yang memberikan nilai tambah agar dapat meningkatkan pendapatan
operasinya.
Selanjutnya, pendapatan operasi adalah pemicu pengukuran kinerja internal ketika
organisasi fokus mengurangi biaya dan mencari cara seperti menggunakan teknologi untuk
mengurangi biaya dengan cara inovatif (Gunasekaran dan Ngai, 2003) dalam (Sut
Sakchutchawan, et. al., 2011). Artinya perusahaan dapat meningkatkan pendapatan
operasinya dengan cara menerapkan inovasi, terutama melalui pemanfaatan teknologi untuk
mengurangi biaya dan meningkatkan efisiensi aktivitas bisnis perusahaan.
b. Laba Bersih
Menurut Sut Sakchutchawan, et. al. (2011), laba bersih merupakan jumlah yang
didapatkan setelah beberapa hal terpenuhi, seperti membayar biaya variabel, membayar
karyawan, dan membayar persediaan yang dibutuhkan. Laba bersih adalah indikator yang
bagus bagi kinerja keuangan perusahaan karena merupakan jumlah bersih setelah semua
pendapatan relevan ditambahkan dan beban relevan dikurangi. Laba bersih memperlihatkan
seberapa efisien operasi bisnis perusahaan dalam menghasilkan peningkatan kekayaan
bersih dalam satu periode. Laba bersih juga menjadi unsur penting dalam rasio-rasio
9

profitabilitas perusahaan, misalnya rasio EPS (Earnings per Share), yang menunjukkan
rata-rata imbal balik per lembar saham. Seringkali tren kinerja keuangan perusahaan juga
digambarkan dalam grafik perkembangan laba bersih dalam beberapa periode pelaporan.
c. Pertumbuhan Penjualan
Pertumbuhan penjualan adalah peningkatan penjualan dalam periode tertentu, yang
digunakan dalam mengukur kinerja perusahaan baru atau produk baru (Sut Sakchutchawan,
et. al., 2011). Pertumbuhan penjualan menjadi indikator paling praktis dan mudah untuk
memprediksi bagaimana kinerja keuangan perusahaan di suatu periode pelaporan.
Pertumbuhan penjualan yang positif dan tinggi, biasa dimaknai sebagai indikator bahwa
perusahaan akan mendapatkan laba. Sebaliknya, tren pertumbuhan penjualan yang stagnan
atau bahkan negatif, biasanya merupakan tanda perusahaan akan mengalami rugi.
Pertumbuhan penjualan juga merupakan titik tolak dalam membuat anggaran operasional.
Anggaran penjualan (sales budget), digunakan untuk menurunkan berbagai anggaran
operasi lain, misalnya anggaran produksi, anggaran bahan baku, maupun anggaran biaya
karyawan. Dengan demikian, pertumbuhan penjualan menjadi salah satu indikator penting
dari kinerja keuangan perusahaan.

3. Kinerja Operasi Perusahaan
Kinerja operasi adalah ukuran efisiensi aktivitas-aktivitas bisnis internal perusahaan
dalam rantai pasokan-produksi-distribusi. Secara lebih sempit, kinerja operasi biasa diukur
dalam proses manufaktur saja, terutama menyangkut isu bagaimana produk-produk
perusahaan dihasilkan dengan biaya serendah mungkin namun dengan kualitas setinggi
mungkin. Kinerja operasi penting karena terkait biaya operasi, termasuk COGS, yang
seringkali proporsinya paling besar dari total biaya perusahaan. Buruknya kinerja operasi
dapat berakibat perusahaan menderita rugi, sehingga kinerja keuangan juga akan lebih
buruk. Hal ini sesuai dengan preposisi bahwa “Kinerja operasi lebih baik juga
menghasilkan kinerja keuangan lebih baik”. Dikatakan juga bahwa untuk menjadi
perusahaan logistik pemimpin industri, perusahaan harus memiliki sistem operasi internal
yang sangat efektif dan seringkali inovatif (Sut Sakchutchawan, et. al., 2011).
Dalam perkembangannya, ukuran kinerja non keuangan menjadi lebih penting
karena peningkatan ketertarikan ditunjukkan atasnya di level manajemen yang lebih tinggi
(Stoop, 1996). Di level manajemen operasional dan toko, ukuran kinerja non keuangan
10

lebih relevan dibandingkan ukuran keuangan. Pengukuran keuangan terlalu luas dalam
membantu manajer membuat keputusan sehari-hari (Dermawan Wibisono, 2011). Dari sini
dapat dilihat bahwa kinerja operasi, sesuai namanya, lebih operasional dalam aktivitasaktivitas bisnis perusahaan sehari-hari dibandingkan kinerja keuangan. Banyak peneliti
setuju untuk lebih memanfaatkan ukuran kinerja non keuangan, namun isu utamanya adalah
bahwa kinerja operasi relatif lebih sulit diukur dibandingkan kinerja keuangan.
Mengenai pengukuran kinerja operasi tersebut, Dermawan Wibisono (2011)
mengusulkan sebuah model mengenai usulan variabel-varibel untuk mengelola kinerja
manufaktur perusahaan. Dari perspektif operasi, variabel yang relevan meliputi proses
internal dan prioritas keunggulan manufaktur. Proses internal terdiri dari sub-variabel
inovasi, manufaktur, pemasaran, dan layanan purna jual. Sementara prioritas keunggulan
manufaktur terdiri dari sub-variabel kualitas, fleksibilitas, dan pengantaran. Masing-masing
sub-variabel ini memiliki indikator dan rumus kuantitatif sehingga dapat diukur. Model ini
dapat membantu mengatasi isu pengukuran kinerja operasi perusahaan.

4. Ukuran Perusahaan
Salah satu tanda yang menunjukkan ukuran perusahaan adalah total aset perusahaan.
Perusahaan besar dianggap telah mencapai tingkat kematangan adalah gambaran bahwa
perusahaan relatif stabil dan lebih mampu dalam menghasilkan laba dibandingkan
perusahaan kecil (Sembiring, 2008) dalam (Renny Nur’ainy, et al., 2013). Dapat dikatakan
bahwa total aset perusahaan memiliki kaitan dengan kinerja keuangan perusahaan, dalam
hal ini yaitu laba. Perusahaan dengan total aset besar cenderung memiliki keleluasaan untuk
menjaga dan mengembangkan bisnisnya. Total aset besar dapat berwujud kas dan fasilitas
produksi yang memadai sehingga perusahaan dapat leluasa mengatur dan memanfaatkan
kapasitas produksi yang tepat. Hal ini akan membawa kestabilan dan kemampuan
menghasilkan laba bagi perusahaan seperti disebutkan di atas.
Secara umum, perusahaan yang mempunyai total aset relatif besar dapat beroperasi
dengan level efisiensi yang lebih tinggi daripada perusahaan dengan total aset rendah
(Sembiring, 2008) dalam (Renny Nur’ainy, et al., 2013). Keunggulan kedua dari ukuran
perusahaan yang besar adalah efisiensi tinggi. Hal ini terkait dengan biaya per unit produk
yang lebih kecil sebagai akibat dari pemanfaatan kapasitas produksi yang optimal. Misalnya
pemakaian mesin pabrik yang merupakan komponen biaya tetap, semakin banyak produk
11

yang dihasilkan dari mesin tersebut, semakin kecil biaya tetap untuk setiap unit produknya.
Jadi, ukuran perusahaan juga penting dalam meningkatkan kinerja keuangan perusahaan.

B. Penelitian Terdahulu
Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang memeriksa pengaruh penerapan tata
kelola perusahaan/CG, ukuran perusahaan, dan kinerja operasi perusahaan terhadap kinerja
keuangan perusahaan, antara lain:
1. Renny Nur’ainy, et al., 2013 melakukan penelitian yang bertujuan memeriksa efek
penerapan good corporate governance (GCG) terhadap kinerja perusahaan yang diukur
dengan EVA. Ukuran perusahaan diuji sebagai perantara/mediator antara GCG dan
kinerja perusahaan. Variabel independen yang digunakan meliputi penerapan GCG dan
ukuran perusahaan. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa penerapan GCG mempunyai
dampak terhadap kinerja perusahaan seperti diukur EVA, baik secara langsung maupun
tidak langsung melalui ukuran perusahaan. Ukuran perusahaan dalam hal ini berarti
dapat berperan sebagai mediator. (Jurnal GCG).
2. Sut Sakchutchawan, et. al. (2011) meneliti pengaruh faktor eksternal terhadap
perusahaan logistik global. Model penelitian disajikan dalam penerapannya untuk
menjaga keunggulan kompetitif. Variabel yang digunakan adalah tekanan eksternal,
tindakan strategis, inovasi logistik, kinerja operasi, dan kinerja keuangan. Hasil
penelitian terdiri dari 6 proposisi. Salah satunya dijadikan dasar konsep penelitian ini
yaitu proposisi nomor 6 (P6), yaitu bahwa “Kinerja operasi lebih baik juga
menghasilkan kinerja keuangan lebih baik”. (Jurnal Competitive Advantage).
3. Penelitian Dermawan Wibisono (2011) menyajikan isu terkait kebutuhan akan Sistem
Pengukuran Kinerja (Performance Measurement System/PMS) dinamis, mengamati
hasil penelitian terdahulu tentang PMS dan mengkaji kerangka PMS terdahulu yang
telah

diperkenalkan.

Penelitian

kemudian

menyarankan

metodologi

yang

disempurnakan untuk rancangan PMS realistis dan penerapan efektif-nya dalam
lingkungan manufaktur dengan studi kasus pada perusahaan Indonesia. Bentuk
penelitian adalah tinjauan literatur sehingga tidak ada variabel penelitian. Hasil
penelitian adalah sebuah model mengenai usulan variabel-varibel untuk mengelola
kinerja manufaktur perusahaan. Penelitian ini menjadi dasar pengukuran kinerja operasi
dalam penelitian saya. (Jurnal Performance).

12

C. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan teori dan hasil penelitian terdahulu yang telah dijelaskan di atas, dapat
dibuat sebuah kerangka pemikiran tentang hubungan antara tata kelola perusahaan, ukuran
perusahaan, kinerja operasi perusahaan, dan kinerja keuangan perusahaan sebagai berikut:

CGPI

Ukuran
Perusahaan

Total Aset

Kinerja
Keuangan
Perusahaan

Tata Kelola
Perusahaan

Reject Rate

Kinerja
Operasi
Perusahaan

Rasio
ROI

Gambar 1.1. Model Hubungan Penerapan Tata Kelola Perusahaan dan Kinerja Keuangan
Perusahaan Melalui Peran Mediasi Ukuran Perusahaan dan Kinerja Operasi Perusahaan

D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan landasan teori yang sudah dijelaskan di atas,
dapat dibuat hipotesis penelitian sebagai berikut:
H10: Penerapan tata kelola perusahaan berpengaruh positif secara langsung terhadap
kinerja keuangan perusahaan.
H20: Penerapan tata kelola perusahaan berpengaruh positif secara tidak langsung
terhadap kinerja keuangan perusahaan melalui ukuran perusahaan.
H30: Penerapan tata kelola perusahaan berpengaruh positif secara tidak langsung
terhadap kinerja keuangan perusahaan melalui kinerja operasi perusahaan.
H40: Kinerja operasi perusahaan memiliki pengaruh lebih kuat sebagai mediator dalam
menambah dampak positif penerapan GCG terhadap kinerja keuangan perusahaan
13

daripada ukuran perusahaan.
Hipotesis alternatif penelitian yaitu sebagai berikut:
H1a: Penerapan tata kelola perusahaan tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan
perusahaan.
H2a: Penerapan tata kelola perusahaan tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan
perusahaan melalui ukuran perusahaan.
H3a: Penerapan tata kelola perusahaan tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan
perusahaan melalui kinerja operasi perusahaan.
H4a: Kinerja operasi perusahaan dan/atau ukuran perusahaan tidak memiliki pengaruh
sebagai mediator (bukan mediator) atas penerapan GCG terhadap kinerja keuangan
perusahaan.

14

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan paradigma dan jenis penelitian sebagai berikut:
1. Paradigma Penelitian Kuantitatif. Paradigma penelitian ini berlandaskan pada filsafat
positivistik yang berpandangan bahwa realita/fenomena dapat diklasifikasikan, relatif
tetap, konkret, teramati, terukur, dan hubungan gejala sebab akibat. Penelitian pada
umumnya dilakukan pada populasi atau sampel tertentu yang representatif.
2. Penelitian Asosiatif Korelasional. Jenis penelitian ini bertujuan mengetahui ada
tidaknya dan derajat hubungan satu gejala dengan gejala lain.

A. Variabel Penelitian
Penelitian ini menggunakan variabel-variabel penelitian sebagai berikut:
Variabel independen (X)

: Tata kelola perusahaan (X1/GCG), Ukuran perusahaan
(X2/SIZE), Kinerja operasi perusahaan (X3/OPS)

Variabel dependen (Y)

: Kinerja keuangan perusahaan (KEU)

B. Model Persamaan Regresi
Dari hipotesis dan variabel penelitian yang telah dijelaskan di atas, dapat dibuat
beberapa model persamaan regresi sebagai berikut:
KEU = α + β1 GCG + e
KEU = α + β1 GCG + β2 SIZE + e
KEU = α + β1 GCG + β3 OPS + e
Dimana :
KEU

= Return on Investment Ratio (Rasio ROI)

α

= Konstanta

GCG

= Corporate Governance Perception Index (CGPI)

SIZE

= Total aset

OPS

= Rejection rate
15

β1, β2, β3

= Koefisien Regresi

e

= Kesalahan Pengganggu

Dengan tingkat keyakinan yang ditetapkan sebesar 95% (α = 5%).

C. Definisi Operasional
1. Tata Kelola Perusahaan (GCG)
Dalam penelitiannya, Renny Nur’ainy, et al., (2013), menghitung indeks GCG
perusahaan dari Laporan Tahunan dan Laporan Keuangan perusahaan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia (BEI) dan telah diaudit. Sementara Suryana Asba (2009)
menggunakan hasil survei The Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG)
berupa corporate governance perception index (CGPI) untuk mengukur corporate
governance. Dari CGPI, rating atau pemeringkatan disusun. Alasan penggunaan indeks ini
disebabkan oleh keterbatasan data tentang penelitian penerapan corporate governance pada
perusahaan-perusahaan di Indonesia. Indeks tersebut merupakan satu-satunya indeks yang
dipublikasikan dari hasil penelitian pada perusahaan-perusahaan di Indonesia dengan
menggunakan instrumen yang telah disesuaikan dengan ketentuan peraturan yang berlaku
di Indonesia.
Di Indonesia ada sebuah lembaga swadaya yang setiap tahun melakukan
pemeringkatan praktek GCG untuk perusahaan publik, yaitu The Indonesian Institute for
Corporate Governance (IICG). Pemeringkatan yang dilakukan berdasarkan survey terhadap
praktik GCG yang menghasilkan skor Corporate Governance Perception Index (CGPI).
Pada tahun 2003 perusahaan publik yang bersedia dinilai praktik GCG nya oleh IICG
berjumlah 31 dari 332 perusahaan yang terdaptar di BEJ atau sekitar 9,3 % (Swa Sembada,
2004). Sementara pada tahun 2004 perusahaan publik yang bersedia dilnilai praktik
GCGnya hanya berjimlah 22 dari 334 perusahaan atau hanya sekitar 6,6 %. Ada penurunan
sekitar 3,3 %. (Swa Sembada 2005). Tahun 2005 mengalami sedikit kenaikan menjadi 26
perusahaan. Hasil pemeringkatannya diumumkan pada tanggal 11 desember 2006.(Swa
Sembada 2006). Perception Indekx 2007 yang dikeluarkan oleh IICG, terdapat kemajuan
perusahaan yang tercatat di Bura Efek Indonesia dalam menerapkan GCG (Suryana Asba,
2009).

16

Penelitian ini juga menggunakan skor CGPI perusahaan yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia (BEI) sebagai proxy penerapan tata kelola perusahaan di Indonesia. Skor
diambil dari publikasi IICG berupa Laporan Hasil Survey dan Pemeringkatan CGPI.
Periode data yang diambil direncanakan selama 5 periode pemeringkatan, dari tahun 2008
sampai dengan 2012.

2. Ukuran Perusahaan (SIZE)
Salah satu tanda yang menunjukkan ukuran perusahaan adalah total aset perusahaan.
Perusahaan besar dianggap telah mencapai tingkat kematangan adalah gambaran bahwa
perusahaan relatif stabil dan lebih mampu dalam menghasilkan laba dibandingkan
perusahaan kecil. (Sembiring, 2008) dalam Renny Nur’ainy, et al., (2013).
Penelitian ini juga mem-proxy-kan ukuran perusahaan dengan total aset perusahaan.
Data total aset diambil dari 40 perusahaan dengan ukuran terbesar yang terdaftar di BEI dan
mengikuti survey pemeringkatan CGPI.

3. Kinerja Operasi Perusahaan (OPS)
Menurut Dermawan Wibisono (2011), kinerja perusahaan dari perspektif operasi
dapat diukur menggunakan varabel proses internal dan variabel prioritas keunggulan
manufaktur. Proses internal terdiri dari sub-variabel inovasi, manufaktur, pemasaran, dan
layanan purna jual. Sementara prioritas keunggulan manufaktur terdiri dari sub-variabel
kualitas, fleksibilitas, dan pengantaran. Masing-masing sub-variabel ini memiliki indikator
dan rumus kuantitatif sehingga dapat diukur. Model ini dapat membantu mengatasi isu
pengukuran kinerja operasi perusahaan.
Penelitian ini menggunakan variabel manufaktur sebagai ukuran dari kinerja operasi
perusahaan. Variabel manufaktur ini diukur dengan indikator rejection rate, dengan rumus
parts per million defective. Data diambil dari perusahaan terpilih dari kriteria CGPI dan
total aset.
Rejection rate (Tingkat Cacat) terkait dengan konsep mutu produk, yang banyak
ditemukan dalam disiplin ilmu akuntansi manajemen dan akuntansi biaya. Sebaik apapun
design (rancangan) proses maupun produk serta sehebat-hebatnya manusia atau robot/mesin
yang bekerja di produksi pasti akan terjadi kesalahan atau cacat produksi atau dinamakan
17

Reject. Maka untuk mengukur prestasi kualitas dari suatu produksi diperlukan suatu
perhitungan yang dinamakan Direct Acceptance Ratio (DAR) atau Tingkat Penerimaan
langsung. Kebalikan dari DAR adalah Rejection Rate atau Tingkat Cacat dalam Produksi.
Semakin tinggi tingkat DAR-nya, semakin baik pula kualitas produk yang dihasilkan oleh
produksi tersebut. Target DAR biasanya berbeda-beda tergantung Produk yang
diproduksinya. Satuan perhitungan DAR menggunakan persentase (%). Sebaliknya,
semakin tinggi Tingkat Cacat (Rejection Rate) menandakan semakin jeleknya kualitas
dalam Produksi tersebut. Rejection Rate juga menggunakan Persentase (%) sebagai satuan
perhitungannya. (http://wahyonosan.com/?p=64).
Secara teori, DAR merupakan hasil perbandingan antara Jumlah Unit yang baik
dengan Total Jumlah Unit yang dihasilkannya. Ini bertolak belakang jika Rejection Rate
yang diperhitungkan, yaitu hasil Perbandingan Jumlah Unit yang cacat dengan Total
Jumlah Unit yang dihasilkannya (http://wahyonosan.com/?p=64).
Cara Perhitungan Direct Acceptance Ratio (DAR) adalah :
Jika yang diketahui adalah Jumlah Unit yang baik
= Jumlah unit yang baik Good Qty / Total Jumlah Unit yang diproduksi * 100
atau jika yang diketahui adalah Jumlah cacat :
= 100 – (Jumlah unit yang cacat / Total Jumlah Unit yang diproduksi * 100)
Jika yang ingin kita hitung adalah Tingkat Cacatnya Produksi (Production Rejection
Rate, maka rumusnya adalah sebagai berikut :
= Jumlah Unit yang Cacat / Total Jumlah unit yang diproduksi * 100
(http://wahyonosan.com/?p=64).

4. Kinerja Keuangan Perusahaan (KEU)
Dermawan Wibisono (2011) menyebutkan bahwa kinerja perusahaan dari perspektif
keuangan meliputi 3 variabel utama yaitu leverage dengan indikator debt ratio, liquidity
dengan indikator cash ratio dan net profit margin, serta variabel lainnya dengan indikator
rasio ROI. Penelitian ini menggunakan rasio Return on Investment (ROI) sebagai indikator
kinerja keuangan perusahaan. Hal ini didasarkan pada bukti empiris dari penelitian Renny
Nur’ainy, et al. (2013) bahwa penerapan GCG tidak dapat mempengaruhi imbal balik
18

saham melalui leverage dan likuiditas. Dengan kata lain, leverage dan likuiditas bukan
variabel yang tepat sebagai mediator antara penerapan GCG dan imbal balik saham.

D. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur di Indonesia yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan mengikuti survey pemeringkatan CGPI pada
periode 2008-2012. Sampel penelitian ini diperoleh dengan metode purposive sampling.
Adapun kriteria yang digunakan untuk memilih sampel pada penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Perusahaan manufaktur di Indonesia yang terdaftar di BEI dan mempublikasikan
laporan keuangan berturut-turut dari tahun 2004-2012.
2. Perusahaan manufaktur di Indonesia yang mengikuti survey pemeringkatan CGPI oleh
IICG berturut-turut dari tahun 2004-2012.
3. Perusahaan manufaktur di Indonesia dengan peringkat 40 besar dalam ukuran
perusahaan pada tahun 2004-2012.

E. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data penelitian
diambil dari:
1. Laporan keuangan tahunan perusahaan yang terdaftar di BEI, diperoleh dari situs BEI
dan softcopy ICMD (Indonesian Capital Market Directory).
2. Laporan Hasil Survei Pemeringkatan CGPI, publikasi dari The Indonesian Institute for
Corporate Governance (IICG).
3. Hasil respon permintaan data rejection rate perusahaan sampel.

F. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara:
1. Metode dokumentasi yaitu dengan cara mencatat, mengikhtisarkan, lalu menyajikan
kembali data dari softcopy ICMD dan Laporan Survei Pemeringkatan CGPI.
19

2. Metode responsi, yaitu dengan mengirimkan surat permintaan data rejection rate
perusahaan sampel via email.
3. Metode survei lapangan, yaitu dengan berkunjung ke perusahaan sampel dan meminta
langsung data rejection rate.

G. Metode Analisis Data
1. Uji Asumsi Klasik
Penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi linear berganda untuk menguji
apakah keputusan investasi, keputusan pendanaan, dan kebijakan dividen berpengaruh
terhadap terhadap nilai perusahaan. Sebelum analisis ini dilaksanakan, terlebih dahulu perlu
dilakukan uji asumsi klasik untuk menghasilkan nilai parameter model penduga yang sah.
Menurut Gujarati (1997) dalam Afzal (2012) persamaan yang diperoleh dari sebuah
estimasi dapat dioperasikan secara statistik jika memenuhi asumsi klasik, yaitu memenuhi
asumsi bebas multikoliniearitas, heteroskedastisitas, dan autokolerasi. Pengujian ini
dilakukan agar mendapatkan model persamaan regresi yang baik dan benar-benar mampu
memberikan estimasi yang handal dan tidak bias sesuai kaidah BLUE (Best Linier
Unbiased Estimator). Pengujian ini dilakukan dengan bantuan software SPSS versi 20.

a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel
pengganggu atau residual mempunyai distribusi normal atau tidak dimana model regresi
yang baik adalah yang memiliki distribusi normal atau mendekati normal. Salah satu cara
untuk melihat distribusi normal adalah dengan melihat normal probability plot yang
membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal (Ghozali, 2009).
Uji normalitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah data sampel memenuhi
persyaratan distribusi normal. Untuk mendeteksi suatu normalitas data dilakukan dengan
Uji Kolmgorov-Smirnov. Caranya yaitu dengan melihat nilai signifikansinya. Jika p-value
> 0,05 maka data residual tersebut terdistribusi secara normal. Sedangkan jika p-value <
0,05 maka data tidak terdistribusi secara normal (Ghozali, 2007).

20

b. Uji Multikolinearitas
Uji Multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi
ditemukan adanya korelasi atau hubungan yang signifikan antar variabel bebas. Dalam
model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas (Ghozali,
2009). Multikolinearitas akan menyebabkan koefisien regresi bernilai kecil dan standar
error regresi bernilai besar sehingga pengujian variabel bebas secara individu akan menjadi
tidak signifkan (Afzal, 2012).
Pengujian Multikolinearitas dapat dilihat dari nilai tolerance dan variance inflation
factor (VIF). Jika nilai tolerance < 0,10 atau sama dengan nilai VIF > 10 maka terdapat
multikolinearitas yang tidak dapat ditoleransi dan variabel tersebut harus dikeluarkan dari
model regresi agar hasil yang diperoleh tidak bias.
c. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan varians dari residual atau pengamatan ke pengamatan lain. Jika varians dari
satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas. Model
regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau yang tidak terjadi heteroskedastisitas
(Ghozali, 2009). Pengujian heteroskedastisitas menurut (Ghozali, 2007) yaitu :


Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur
(bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi



heteroskedastisitas.
Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan dibawah angka 0
pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

d. Uji Autokorelasi
Uji Autokorelasi bertujuan untuk menentukan apakah dalam suatu regresi linier
berganda terdapat korelasi antara residual pada periode t dengan residual periode t-1. Model
regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Untuk mendeteksi apakah
antar residual terdapat korelasi yang tinggi, salah satunya dapat dilihat dari uji DurbinWatson (DW test) yaitu dengan membandingkan nilai Durbin Watson (DW) hitung dengan
nilai (DW) tabel.
Dasar pengambilan keputusan:


Jika 0