HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN PADI (1)

HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN PADI
DAN PENGENDALIANNYA

Berisi Tulisan mengenai Pengendalian Hama dan penyakit yang ada pada tanaman Padi di mulai
dari Bioekologi hama dan penyakit tanaman padi, pengendalian baik secara kimia maupun
pengendalian secara hayati.
A. HAMA TANAMAN PADI
a. Tikus sawah ( Rattus argentiventer Rob & Kloss )
Bioekologi :
Bagian punggung berwarna coklat muda berbecak hitam, perut dan dada putih. Panjang kepala
dengan badan 130-210 mm, ekor 120- 200mm, dan tungkai 34-43 mm. Jumlah putting susu
tikus betina 12 buah, 3 pasang di dada dan 3 pasang di perut. Kepadatan populasi tikus berkaitan
dengan fase pertumbuhan tanaman padi. Serangan tikus dapat terjadi sejak di pesemaian,
pertanaman sampai pasca panen. Pada pesemaian sampai tanaman fase vegetatif , populasi tikus
umumnya masih rendah dan kepadatan populasi meningkat pada fase generatif. Di lahan yang
ditanami padi secara terus menerus ( 2 kali/tahun) puncak populasi akan terjadi 2 kali , yaitu
pada saat tanaman fase generatif. Di lahan yang ditanami padi 1 kali/tahun , puncak populasi
hanya terjadi 1 kali, yaitu fase generatif. Pada saat tanaman fase generatif, kebutuhan gizi tikus
jantan belum terpenuhi, untuk membuahi tikus betina. Perkembangbiakannya mulai terjadi saat
primordial dan terus berlangsung sampai fase generatif. Tikus jantan siap kawin pada umur 60
hari, sedangkan tikus betina siap kawin pada umur 8 hari. Masa bunting berlangsung selama 1923 hari. Dua hari setelah melahirkan, tikus betina mampu kawin lagi. Jumlah anak berkisar 2-18

ekor/induk/kelahiran :
 kelahiran I : 6-18 ekor/induk.
 kelahiran II s/d VI : 6 – 8 ekor/induk.
 kelahiran VII, dst : 2-6 ekor/induk.
Secara teoritis dari 1 pasang tikus dapat menjadi ± 2.000 ekor dalam waktu 1 tahun. Pada saat
tanaman fase vegetatif, tikus hidup soliter dan di luar liang, sedang pada fase generatif, tikus
hidup berpasang-pasangan dan tinggal di dalam liang. Pada saat tanaman fase vegetatif,
kontruksi liang dangkal dan tidak bercabang-cabang. Setelah fase generatif , liang dibuat lebih
dalam, lebih panjang, bercabang-cabang dan mempunyai pintu lebih dari satu. Persawahan
dengan pematang yang sempit ( lebar < 30 cm ), hanya sedikit digunakan sebagai tempat liang.
Luas wilayah dan jarak jelajah harian tikus dipengaruhi jumlah sumber pakan da populasi tikus.
Bila sumber pakan berlimpah ( fase generatif tanaman ), jelajah hariannya pendek ( 50-125 m )
dan bila sumber pakan sedikit ( fase pengolahan tanah sampai dengan akhir vegetatif ) jelajah

harian panjang ( 100- 200 m ). Migrasi tikus mencapai 1-2 km. Tetapi bila daya dukung wilayah
menjamin, tikus tidak akan bermigrasi. Untuk kelangsungan hidupnya, tikus memerlukan pakan,
air dan tempat persembunyian. Keberadaan tikus di lapang dapat diketahui dengan cara
pengumpanan tanpa racun yang dipasang minimal sebanyak 20 titik umpan/ha atau pengamatan
jejak dan jalan lintas tikus.


TEKNIK PENGENDALIAN.
Pengendalian tikus harus sudah dilaksanakan pada saat tanaman padi di persemaian sampai
anakan maksimum dengan teknik pengendalian sebagai berikut :
1. Pada saat pra tanam atau pengolahan tanah dilakukan gropyokan, sanitasi lingkungan dan
pengumpanan beracun di habitatnya.
2. Tanam serentak dengan selang < 10 hari dalam areal luas (+ 300 Ha) sehingga masa
generatif tanaman hampir serempak yang diharapkan pertumbuhan populasi tikus dapat
dideteksi dan upaya pengendalian dapat direncanakan dengan baik.
3. Minimalisasi ukuran pematang dan tanggul disekitar persawahan sehingga mengurangi
kesempatan pembuatan liang
4. Sanitasi lingkungannam persawahan (semak, rumput dan tempat persembunyian lain)
5. Pemagaran persemaian dengan plastik dan dikombinasikan dengan pemasangan
perangkap bubu
6. Pada tanaman muda dilakukan pemasangan umpan beracun antikoagulan, pengemposan,
sanitasi lingkungan, pemasangan pagar plastik dan dikombinasikan dengan perangkap
bubu pada pertanaman yang berbatasan dengan sumber serangan
7. Pemasangan bubu yang dikombinasikan dengan pagar plastik serta tanaman perangkap.
Untuk setiap + 13 ha dapat diwakili satu petak tanaman perangkap.
8. Pemanfaatan musuh alami antara lain kucing, anjing, ular sawah, burung elang dan
burung hantu.


TEKNIK PENGENDALIAN.
1. Pengaturan Pola Tanam.
Pengaturan pola tanam yang diterapkan adalah tanam serentak, pergiliran tanaman dan pergiliran
varietas berdasarkan tingkat ketahanan dan tingkat biotipe wereng batang coklat
Dengan tanam serentak diharapkan tidak terjadi tumpang tindih generasi hama sehingga
populasi wereng coklat tidak mempunyai kemampuan untuk berkembangbiak terus menerus,
memudahkan pengamatan dan tindakan korektif apabila diperlukan. Tanam serentak juga dapat
membantu memutus ketersediaan makanan hama karena adanya periode tidak ada tanaman

(bera). Tanam serentak hendaknya dilakukan pada areal yang sekurang-kurangnya satu petak
tersier atau wilayah kelompok tani dengan selisih waktu tanam paling lama 2 minggu.
2. Penggunaan Varietas Tahan.
Penggunaan varietas tahan dan pergiliran varietas tahan dilakukan untuk menekan dan
menghambat perkembangan biotipe baru. Varietas yang digilir harus dari kelompok varietas
yang memiliki gen tahan baik dalam musim maupun antar musim namun demikian penggunaan
varietas tahan masih mengandung resiko karena ketahanan genetik varietas tahan dapat
dipatahkan oleh adanya perkembangan biotipe wereng coklat.
3. Pengendalian Hayati.
Penggunaan cendawan entomopathogen yang dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan Wereng

coklat antara lain : Beauveria bassiana, Metarrhizium anisopliae, M. flavoviridae dan
Hersutella citriformis.

4. Eradikasi.
Eradikasi dilakukan apabila ditemukan serangan kerdil rumput dan kerdil hampa dengan
pencabutan dan pemusnahan.
5. Penggunaan Insektisida.
Pengedalian dengan insektisida dilakukan apabila telah ditemukan populasi wereng coklat 10
ekor / rumpun (1 ekor / tunas) pada tanaman berumur < 40 HST dan 20 ekor/ rumpun pada
tanaman berumur > 40 HST. Insektisida yang dipilih bersifat selektif, efektif dan diijinkan untuk
digunakan pada tanaman padi. Untuk daerah yang telah ditemukan serangan virus (kerdil rumput
dan atau kerdil hampa) digunakan insektisida butiran 1 hari sebelum pengolahan tanah secara
seed bed treatment. Dan dilanjutkan penyemprotan insektisida pda persemaian apabila
ditemukan adanya populasi wereng coklat.

TEKNIK PENGANDALIAN :
 Pengaturan air irigasi, yaitu dengan mengeringkan air pada persemaian dan persawahan
yang terserang (5-7 hari) untuk mencegah perpindahan larva sehingga mati. Hal ini
disebabkan larva hanya bertahan hidup bila ada air.
 Karen hama putih hanya menyerang tanaman muda, maka pengendalian dengan

insektisida tidak dianjurkan. Aplikasi pestisida diijinkan bila intensitas serangan rata-rata
> 25 %.