Analisis Timbal, Kadmium dan Tembaga Pada Pakchoi (Brassica rapa L.) yang Diperoleh dari Lahan Hasil Pertanian Sekitar Gunung Sinabung Secara Spektrofotometri Serapan Atom

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Gunung Berapi
Gunung berapi atau gunung api secara umum adalah istilah yang

didefinisikan sebagai suatu saluran fluida panas (batuan dalam wujud cair atau
lava) yang memanjang dari kedalaman sekitar 10 km di bawah permukaan bumi
sampai ke permukaan bumi, termasuk endapan hasil akumulasi material yang
dikeluarkan saat meletus. Secara singkat, gunung berapi adalah gunung yang
masih aktif dalam mengeluarkan material di dalamnya (Hartuti, 2009).
Apabila gunung berapi meletus,magma yang terdapat di bawah gunung
berapi akan keluar sebagai lahar atau lava. Lava ini sangat panas dan berbahaya
bagi makhluk hidup. Selain aliran lava, material lain yang juga berbahaya dari
gunung yang sedang meletus adalah aliran lumpur, abu dan gas beracun. Selain
itu, meletusnya gunung berapi juga akan mengakibatkan kebakaran hutan,
gelombang tsunami bahkan gempa bumi (Hartuti, 2009).
Menurut Hartuti (2009), jenis gunung berapi berdasarkan bentuknya ialah:
a.


Gunung berapi kerucut atau gunung berapi strato (Stratovolcano)
Tersusun dari beberapa jenis batuan hasil letusan secara berlapis membentuk

suatu kerucut besar (raksasa) dan terkadang bentuknya tidak beraturan. Hal ini
dikarenakan adanya letusan yang terjadi beberapa ratus kali.
b.

Gunung berapi perisai (Shieldvolcano)
Gunung api perisai terjadi karena magma cair keluar dengan tekanan

rendah tanpa adanya letusan. Lereng gunung yang terbentuk menjadi sangat
landai.

6
Universitas Sumatera Utara

c.

Cinder Cone
Merupakan gunung berapi yang abu dan pecahan kecil batuan vulkaniknya


menyebar

di

sekeliling

gunung.

Sebagian

besar

gunung

jenis

ini

membentukmangkuk di puncaknya.

d.

Kaldera
Gunung berapi jenis ini terbentuk dari ledakan yang sangat kuat

yangmelempar ujung atas gunung sehingga membentuk cekungan.
2.1.1

Klasifikasi Gunung Berapi di Indonesia

a. Gunung Berapi Tipe A
Gunung berapi yang pernah mengalami erupsi magmatik sekurangkurangnyasatu kali sesudah tahun 1600(Hartuti, 2009).
b. Gunung Berapi Tipe B
Gunung berapi yang sesudah tahun 1600 belum lagi mengadakan erupsi
magmatik, namun masih memperlihatkan gejala kegiatan seperti kegiatan
solfatara(Hartuti, 2009).
c. Gunung Berapi Tipe C
Gunung berapi yang erupsinya tidak diketahui dalam sejarah manusia,
namun masih terdapat tanda-tanda kegiatan masa lampau berupa lapangan
solfatara/fumarola pada tingkat lemah (Hartuti, 2009).

2.1.2

Gunung Meletus
Letusan gunung api merupakan bagian dari aktivitas vulkanik yang

dikenal dengan istilah “erupsi”. Hampir semua kegiatan gunung api berkaitan
dengan zona kegempaan aktif yang berhubungan dengan batas lempeng. Pada
batas lempeng terjadi perubahan tekanan dan suhu yang sangat tinggi sekitar

7
Universitas Sumatera Utara

1.000oC sehingga mampu melelehkan material sekitarnya membentuk cairan pijar
(magma). Cairan magma yang keluar dari dalam bumi disebut lava. Suhu lava
yang dikeluarkan bisa mencapai 700-1200oC.Letusan gunung berapi yang
membawa batu dan abu dapat menyembur sampai sejauh radius 18 km atau lebih,
sedangkan lavanya bisa membanjiri sampai sejauh radius 90 km. Tidak semua
gunung berapi sering meletus. Gunung berapi yang sering meletus disebut gunung
berapi aktif (Hartuti,2009).
2.1.3


Bahaya Letusan Gunung Api
Letusan gunung berapi sangatlah berbahaya bagi makhluk hidup.

Beberapa bahaya letusan gunung api menurut Hartuti (2009) adalah sebagai
berikut:
a. Awan panas
Awan panas merupakan campuran material letusan antara gas dan bebatuan
(segala ukuran) yang dapat mengakibatkan luka bakar pada tubuh yang
terbuka seperti kepala, lengan, leher atau kaki.Selain itu, dapat menyebabkan
sesak napas.
b. Lontaran Material (Pijar)
Lontaran material memiliki suhu yang tinggi (>200oC), ukuran materialnya
pun besar dengan diameter lebih dari 10 cm sehingga mampu membakar
sekaligus melukai bahkan mematikan makhluk hidup.
c. Hujan Abu Lebat
Hujan abu lebat terjadi ketika letusan gunung api sedang berlangsung.
Material berukuran halus (abu dan pasir halus) yang diterbangkan angin dan
jatuh sebagai hujan abu. Karena ukurannya yang halus, material ini


8
Universitas Sumatera Utara

akansangat berbahaya bagi pernapasan, mata, pencemaran air tanah dan
pengrusakan tumbuh-tumbuhan.
d. Lava
Lava merupakan magma yang mencapai permukaan bersifat liquid dan
bersuhu tinggi, antara 700-1200oC. Umumnya, lava mengalir mengikuti lereng
dan membakar apa saja yang dilaluinya dan wujudnya akan menjadi batu
apabila sudah dingin.
e. Gas Beracun
Gas beracun muncul tidak selalu didahului oleh letusan gunung api sebab gas
ini dapat keluar melalui rongga-rongga yang terdapat didaerah gunung api.
Gas utama yang biasanya muncul adalah CO2, H2S, HCl, SO2 dan CO.
2.2

Gunung Sinabung
Gunung Sinabung merupakan salah satu gunung di dataran tinggi

Kabupaten Karo, Sumatera Utara, Indonesia. Koordinat puncak Gunung Sinabung

adalah 03o 10’ LU dan 98o 23’ BT dengan puncak tertinggi gunung ini adalah
2.460 meter dari permukaan laut yang menjadi puncak tertinggi di Sumatera
Utara. Aktivitas Gunung Sinabung terjadi pada tanggal 27 Agustus 2010, gunung
ini mengeluarkan asap dan abu vulkanis. Kemudian, tanggal 29 Agustus 2010 dini
hari sekitar pukul 00.15 WIB, gunung Sinabung mengeluarkan lava. Letusan
Gunung Sinabung menyemburkan debu vulkanis setinggi 3 kilometer dan gempa
bumi vulkanis yang dapat terasa hingga 25 kilometer di sekitar gunung ini. Debu
vulkanis ini tersembur hingga 5.000 meter di udara (Barasa, dkk., 2013).
Hasil dari erupsi Gunung Sinabung mengeluarkan kabut asap yang tebal
berwarna hitam disertai hujan pasir dan debu vulkanik yang menutupi ribuan

9
Universitas Sumatera Utara

hektar tanaman para petani yang berjarak dibawah radius enam kilometer. Debu
vulkanik mengakibatkan tanaman petani yang berada di lereng gunung banyak
yang mati dan rusak. Selain itu, lahan yang terkena debu letusan Gunung
Sinabung mengandung Pb dan Cu (Barasa, dkk., 2013).
Kadar hara yang tinggi terdapat pada debu vulkanik Gunung Sinabung,
Kalium (K) dan Magnesium (Mg), kadar hara lainnya, seperti Fosfat (P) dan

Boron (B) rendah, dan kandungan logam-logam berat Pb, Cu dan Cd yang dapat
bersifat toksik bagi tanaman, sangat rendah, sehingga tidak menyebabkan
pencemaran bagi tanaman (Anonim, 2014). Abu vulkanik Gunung Sinabung
mengandung logam Pb sebesar 4,0420 ± 0,1040 mg/kg dan Cd sebesar 0,5140
±0,0220 mg/kg (Milala, 2011).
2.3

Pakchoi
Pakchoi (Brassica rapa L.) merupakan salah satu sayuran yang terdapat di

dataran tinggi Kabupaten Karo.Pakchoi adalah tanaman jenis sayur-sayuran
yangtermasuk keluarga Brassicaceae. Tumbuhan pakchoi berasal dari China dan
telah dibudidayakan setelah abad ke-5 secara luas di China Selatan dan China
Pusat serta Taiwan. Sayuran ini merupakan introduksi baru di Jepang dan masih
sefamili dengan Chinesse vegetable. Saat ini pakchoi dikembangkan secara luas di
Filipina, Malaysia,Indonesia dan Thailand (Paat, 2012).
Daun tanaman pakchoi bertangkai, berbentuk agak oval, berwarna hijau
tua dan mengkilap, tidak membentuk kepala, tumbuh agak tegak atau setengah
mendatar, tersusun dalam spiral yang rapat, melekat pada batang yang tertekan.
Tangkai daunnya berwarna putih atau hijau tua, gemuk dan berdaging, tanaman

ini tingginya 15-30 cm(Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

10
Universitas Sumatera Utara

2.3.1

Taksonomi Pakchoi
Menurut Pandey (1981) sistematika tumbuhan pakchoi adalah sebagai

berikut:
Divisi

: Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae
Kelas

: Dicotyledonae


Ordo

: Brassicales

Famili

: Brassicaceae

Genus

: Brassica

Spesies

: Brassica rapa L.

2.3.2

Kegunaan Pakchoi
Kandungan betakaroten pada pakchoi dapat mencegah penyakit katarak.


Selain mengandung betakaroten yang tinggi, pakchoi juga mengandung banyak
gizi diantaranya protein, lemak nabati, karbohidrat, serat, Ca,Mg, Fe, sodium,
vitamin A, dan vitamin C (Perwitasari, dkk., 2012).Selain itu, kandungan nutrisi
lain pada pakchoi berguna juga untuk kesehatan manusia. Kegunaan pakchoi
dalam tubuh manusia antara lain untuk mendinginkan perut (Rukmana, 1994).
2.4

Logam Berat
Logam berat adalah unsur-unsur metal yang memiliki bobot atom dan

bobot jenis yang tinggi, yang dapat bersifat racun bagi makhluk hidup.Jenis
cemaran logam berat dalam pangan adalah arsen (As), kadmium (Cd), merkuri
(Hg), timah (Sn) dan timbal (Pb) (Badan Standardisasi Nasional, 2009).
Akumulasi logam berat yang berlebihan pada tanah pertanian dapat
berakibat tidak hanya terhadap kontaminasi lingkungan tetapi yang lebih buruk

11
Universitas Sumatera Utara

adalah menyebabkan meningkatnya kadar logam berat pada hasil-hasil pertanian
yang dipanen sehingga hal tersebut pada akhirnya berakibat terhadap penurunan
mutu dan keamanan pangan nabati yang dihasilkan. Tanaman yang menjadi
mediator penyebaran logam berat pada makhluk hidup, menyerap logam berat
melalui akar dan daun (stomata).

Logam berat terserap ke dalam jaringan

tanaman melalui akar, yang selanjutnya akan masuk ke dalam siklus rantai
makanan (Widaningrum, dkk., 2007).
Logam berat masuk ke dalam tubuh manusia biasanya melalui mulut, yaitu
makanan yang telah terkontaminasi dan juga melalui pernapasan seperti asap dari
pabrik, proses industri dan buangan limbah. Kontaminasi makanan juga dapat
terjadi dari tanaman pangan (bidang pertanian) yang diberi pupuk dan pestisida
yang mengandung logam (Darmono, 1995).
2.4.1 Timbal (Pb)
Timbal adalah logam lunak berwarna abu-abu kebiruan mengkilat serta
mudah dimurnikan dari pertambangan. Timbal memiliki titik lebur rendah, mudah
dibentuk, memiliki sifat kimia yang aktif, sehingga bisa digunakan untuk melapisi
logam agar tidak timbul perkaratan. Timbal meleleh pada suhu 328oC (662oF),
titik didih 1740oC (3164oF) dan memiliki berat atom 207,20 (Widowati, dkk.,
2008).
Pencemaran timbal berasal dari sumber alami maupun limbah hasil
aktivitas manusia dengan jumlah yang terus meningkat, baik dilingkungan air,
udara maupun darat(Widowati, dkk., 2008). Tanaman dapat menyerap logam Pb
pada saat kondisi kesuburan dan kandungan bahan organik tanah rendah. Pada
keadaan ini logam berat Pb akan terlepas dari ikatan tanah dan berupa ion yang

12
Universitas Sumatera Utara

bergerak bebas pada larutan tanah. Jika logam lain tidak mampu menghambat
keberadaannya, maka akan terjadi serapan Pb oleh akar tanaman. (Widaningrum,
dkk., 2007).
2.4.1.1 Toksisitas Timbal (Pb)
Meskipun jumlah Pb yang diserap oleh tubuh hanya sedikit, logam ini
ternyata menjadi sangat berbahaya.Hal ini disebabkan karena Pb adalah logam
toksik yang bersifat kumulatif dan bentuk senyawanya dapat memberikan efek
racun terhadap fungsi organ yang terdapat dalam tubuh (Darmono, 1995).
Toksisitas timbal bersifat kronis dan akut. Paparan timbal secara kronis
bisa mengakibatkan kelelahan, kelesuan, gangguan iritabilitas, gangguan
gastrointestinal,kehilangan libido, infertilitas pada laki-laki, gangguan menstruasi
serta aborsi spontan pada wanita, depresi, sakit kepala, sulit berkonsentrasi, daya
ingat terganggu dan sulit tidur (Widowati, dkk., 2008).
Toksisitas akut dapat menimbulkan gangguan gastrointestinal, seperti
kram perut, kolik, dan biasanya diawali dengan sembelit, mual, muntah-muntah
dan sakit perut yang hebat, gangguan neurologi berupa ensefalopati seperti sakit
kepala, bingung atau pikiran kacau, sering pingsan dan koma, gangguan fungsi
ginjal, oliguria dan gagal ginjal (Widowati, dkk., 2008).
2.4.2 Kadmium (Cd)
Kadmium adalah logam berwarna putih perak, lunak, mengkilap, tidak
larut dalam basa, mudah bereaksi, serta menghasilkan kadmium oksida bila
dipanaskan. Kadmium memiliki nomor atom 48, berat atom 112,4 g/mol, titik
leleh 321oC dan titik didih 767oC (Widowati, dkk., 2008).

13
Universitas Sumatera Utara

Sumber pencemaran dan paparan kadmium berasal dari polusi udara,
rokok, air sumur, makanan yang tumbuh di daerah pertanian yang tercemar
kadmium, fungisida, pupuk, serta cat (Widowati, dkk., 2008). Jumlah normal
kadmium di tanah berada dibawah 1 ppm.Pada umumnya, tanaman menyerap
hanya sedikit (1-5%) larutan kadmium yang ditambhkan ke dalam tanah.
Akumulasi dalam jangka waktu lama dapat meningkatkan kandungan kadmium
dalam tanah dan tanaman yang sedang tumbuh (Widaningrum, dkk., 2007).
Kadmium diserap oleh tanaman dari tanah melalui akarnya dan didistribusikan
dalam bagian tanaman. Pada umumnya, kandungan kadmium dalam biji-bijian,
sayuran dan buah-buahan yang tidak terkontaminasi kadmium adalah sangat
rendah (Darmono, 1995).
2.4.2.1 Toksisitas Kadmium (Cd)
Efek akut pajanan kadmium terutama mengakibatkan iritasi lokal. Setelah
termakan, manifestasi klinisnya berupa mual, muntah-muntah dan nyeri perut.
Setelah penghirupan, efek yang diakibatkannya antara lain adalah edema paruparu dan pneumonitis (Nugroho, 1995).
Toksisitas kronis kadmium bisa merusak sistem fisiologis tubuh,
kerusakan tubulus renalis, kerusakan ginjal, gangguan sistem kardiovaskuler,
gangguan sistem skeletal, menurunkan fungsi pulmo, empisema, kehilangan
mineral tulang yang disebabkan oleh disfungsi nefron ginjal (Widowati, dkk.,
2008).
2.4.3 Tembaga (Cu)
Tembaga memiliki sistem kristal kubik yang secara fisik berwarna kuning
dan apabila dilihat menggunakan mikroskop akan berwarna pink kecoklatan

14
Universitas Sumatera Utara

sampai keabuan. Tingginya kadar tembaga dalam tanah dikarenakan tingkat
keasaman tanah yang tinggi sehingga absorpsi tembaga dari tanah meningkat
(Widowati, dkk., 2008).
Tembaga ada dalam tubuh sebanyak 50-120 mg. Sekitar 40% ada di dalam
otot, 15% di dalam hati, 10% di dalam otak, 6% di dalam darah dan selebihnya di
tulang, ginjal dan jaringan tubuh lain. Tembaga terdapat di dalam makanan.
Sebanyak 35-70% diabsorbsi di bagian atas usus halus secara aktif dan pasif.
Tembaga memegang peranan penting dalam mencegah anemia dengan cara
membantu absorbsi besi, merangsang sintesis hemoglobin dan melepas simpanan
besi dalam hati (Almatsier, 2004).
2.4.3.1 Toksisitas Tembaga (Cu)
Kelebihan tembaga secara kronis menyebabkan penumpukan tembaga di
dalam hati yang dapat menyebabkan nekrosis hati atau serosis hati.Konsumsi
sebanyak 10-15 mg tembaga sehari dapat menimbulkan muntah-muntah dan diare,
berbagai tahap pendarahan intravaskular dapat terjadi begitupun nekrosis sel-sel
hati dan gagal ginjal.Konsumsi dosis tinggi dapat menyebabkan kematian
(Almatsier, 2004).
2.5

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kandungan Logam Berat Pada
Tanaman
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan logam berat pada tanaman

adalah jenis logam dan konsentrasi logam (Indrasti, dkk., 2006). Beberapa faktor
yang menyebabkan kontaminasi logam berat pada lingkungan bervariasi antara
lain: kondisi geologi tanah dimana tanaman dibudidayakan, kondisi air yang
digunakan untuk penyiraman, adanya kontaminan logam berat tertentu yang

15
Universitas Sumatera Utara

berasal dari kendaraan bermotor dan industri apabila lokasi pertanaman dekat
dengan lokasi industri, bahkan bencana yang tidak terduga (Widaningrum, dkk.,
2007).
Sumber pencemaran logam berat pada tanaman, yaitu:
1. Tanah
Kandungan logam dalam tanah sangat berpengaruh terhadap kandungan logam
dalam tanaman yang tumbuh diatasnya, sehingga kandungan logam yang
kurang atau berlebihan dalam jaringan tanaman akan mencerminkan
kandungan logam dalam tanah (Darmono, 1995).
2. Air
Air siraman / pengairan yang tercemar logam akan diserap oleh akar tanaman
bersama dengan nutrisi lainnya dan ditimbun oleh jaringan tanaman (Singh,
dkk., 2007).
3. Lokasi penanaman dan udara
Jarak tanaman dari jalan raya dan industri memiliki peran dalam meningkatkan
kandungan logam pada tanaman (Mulyani, dkk., 2012).
4. Pupuk dan pestisida
Pupuk dan pestisida mengandung logam berat yang termasuk bahan beracun
berbahaya. Penggunaan pupuk dan pestisida yang tidak terkendali pada lahan
pertanian terutama pada sayuran berdampak negatif antara lain meningkatnya
resistensi hama atau penyakit tanaman, terbunuhnya musuh alami dan
organisme yang berguna, serta terakumulasinya zat-zat kimia yang berbahaya
dalam tanah (Widaningrum, dkk., 2007).

16
Universitas Sumatera Utara

5. Jenis tanaman
Sebagian besar tanaman mampu menyerap logam berat, bahkan beberapa
tanaman mampu menyerap logam berat diatas 100 μg/ml yang disebut juga
tanaman hiperakumulator (Raharjo, dkk., 2012).
Tabel 2.1 Kandungan timbal, kadmium dan tembaga pada beberapa tanaman
Timbal Kadmium Tembaga
Tanaman
Referensi
(mg/kg)
(mg/kg)
(mg/kg)
Daun Selada
0,34
0,007
0,38
Daun Bayam Merah
0,22
0,001
0,43
Daun Genjer
0,12
0,006
0,56
Purnamisari,
(2012)
Batang Selada
0,15
0,003
0,17
Batang Bayam Merah
0,29
0,009
0,55
Batang Genjer
0,63
0,006
0,35
Kubis hijau Segar
0,2545
0,0299
0,9147
Stefan, (2015)
Kubis hijau Rebus
0,1963
0,0248
0,7080
Kembang Kol
< 0,05
0,07
26,7
Lobak
< 0,05
0,05
29
Linkon, dkk.,
(2015)
Sawi
< 0,05
< 0,05
11,2
Bayam Merah
< 0,05
0,05
40,85
Sari, (2011) dan
Kangkung Air
6,8500
1,3004
5,5762
Raihanah, (2015)
Kentang
0,085
0,640
0,177
Arisa, (2011)
2.6

Analisis Timbal, Kadmium dan Tembaga

2.6.1 Analisis Gravimetri
Analisis gravimetri adalah cara analisis kuantitatif berdasarkan berat
tetapnya (berat konstan). Dalam analisis, unsur atau senyawa yang dianalisis
dipisahkan dari sejumlah bahan yang dianalisis. Bagian terbesar analisis
gravimetri menyangkut perubahan unsur atau gugus dari senyawa yang dianalisis
menjadi senyawa lain yang murni dan mantap (stabil), sehingga dapat diketahui
berat tetapnya. Berat unsur atau gugus yang dianalisis selanjutnya dihitung dari
rumus senyawa serta berat atom penyusunnya.Gravimetri dapat digunakan untuk
menentukan hampir semua kation dan anion anorganik serta zat-zat netral seperti

17
Universitas Sumatera Utara

air, belerang dioksida dan iodium.Teknik analisis gravimetri dibagi dalam
beberapa langkah

yaitu pengendapan, penyaringan, pencucian

endapan,

pengeringan, pemanasan/pemijaran dan penimbangan endapan hingga konstan
(Gandjar dan Rohman, 2007).
2.6.2 Spektrofotometri Serapan Atom
Spektrofotometri serapan atom digunakan untuk analisis kuantitatif unsurunsur logam dalam jumlah sedikit (trace) dan sangat sedikit (ultratrace)karena
mempunyai kepekaan yang tinggi (batas deteksi kurang dari 1 ppm) dan
pelaksanaannya relatif sederhana dan interferensinya sedikit (Gandjar dan
Rohman, 2007). Selain itu, spektrofotometri serapan atom tidak memerlukan
pemisahan unsur yang ditentukan karena kemungkinan penentuan satu unsur
dengan kehadiran unsur lain dapat dilakukan asalkan katoda berongga yang
diperlukan tersedia (Khopkar, 1985).
Metode spektrofotometri serapan atom berprinsip pada absorbsi radiasi
oleh atom.Atom-atom menyerap radiasi tersebut pada panjang gelombang
tertentu, tergantung pada sifat unsurnya.Radiasi pada panjang gelombang ini
mempunyai cukup energi untuk mengubah tingkat elektronik suatu atom.Dengan
adanya absorpsi energi, berarti diperoleh energi yang lebih banyak sehingga suatu
atom yang berada pada keadaan dasar dinaikkan tingkat energinya ke tingkat
eksitasi. Misalkan unsur Na dengan nomor atom 11 mempunyai konfigurasi
elektron 1s2 2s2 2p6 3s1, tingkat dasar untuk elektron valensi 3s, artinya tidak
memiliki kelebihan energi. Elektron ini dapat tereksitasi ke tingkat 3p (Khopkar,
1985).

18
Universitas Sumatera Utara

Spektrofotometri serapan atom didasarkan pada penyerapan energi sinar
oleh atom-atom netral dan sinar yang diserap biasanya sinar tampak atau
ultraviolet. Dalam garis besarnya prinsip spektrofotometri serapan atom sama
dengan spektrofotometri sinar tampak dan ultraviolet. Perbedaannya terletak pada
bentuk spektrum, cara pengerjaan sampel dan peralatannya (Gandjar dan Rohman,
2007).
2.6.2.1Komponen Spektrofotometer Serapan Atom
Sistem peralatan spektrofotometer serapan atom diperlihatkan pada
Gambar 2.1berikut ini.

Gambar 2.1 Komponen Spektrofotometer Serapan Atom (Harris, 2007).
a. Sumber Sinar
Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda (hollow cathode
lamp).Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung suatu katoda
dan anoda.Katoda berbentuk silinder berongga yang terbuat dari logam dan
dilapisi dengan logam tertentu.Tabung logam ini diisi dengan gas mulia (neon
atau argon) (Gandjar dan Rohman, 2007).
Bila antara anoda dan katoda diberi selisih tegangan yang tinggi (600
volt), maka katoda akan memancarkan berkas-berkas elektron yang bergerak
menuju anoda yang mana kecepatan dan energinya sangat tinggi. Elektron-

19
Universitas Sumatera Utara

elektron dengan energi tinggi ini dalam perjalanannya menuju anoda akan
bertabrakan dengan gas-gas mulia yang diisikan tadi. Akibat dari tabrakantabrakan ini membuat unsur-unsur gas mulia akan kehilangan elektron dan
menjadi bermuatan positif. Ion-ion gas mulia yang bermuatan positif ini
selanjutnya akan bergerak ke katoda dengan kecepatan dan energi yang tinggi
pula (Gandjar dan Rohman, 2007).
Pada katoda terdapat unsur-unsur yang sesuai dengan unsur yang
dianalisis. Unsur-unsur ini akan ditabrak oleh ion-ion positif gas mulia. Akibat
tabrakan ini, unsur-unsur akan terlempar ke luar dari permukaan katoda. Atomatom unsur dari katoda ini mungkin akan mengalami eksitasi ke tingkat energienergi elektron yang lebih tinggi dan akan memancarkan spektrum pancaran dari
unsur yang sama dengan unsur yang akan dianalisis (Gandjar dan Rohman, 2007).
b. Tempat Sampel
Dalam analisis dengan spektrofotometri serapan atom, sampel yang akan
dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan
dasar. Ada berbagai macam alat yang dapat digunakan untuk mengubah suatu
sampel menjadi uap atom-atom yaitu:
-

Dengan nyala (flame)
Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa cairan menjadi

bentuk uap atomnya dan untuk proses atomisasi. Suhu yang dapat dicapai oleh
nyala tergantung pada gas yang digunakan, misalnya untuk gas asetilen-dinitrogen
oksida (N2O) sebesar 3000oC dan gas asetilen-udara suhunya sebesar
2200oC.Pemilihan macam bahan pembakar dan gas pengoksidasi serta komposisi
perbandingannya sangat mempengaruhi suhu nyala (Gandjar dan Rohman, 2007).

20
Universitas Sumatera Utara

-

Tanpa nyala (flameless)
Pengatoman dilakukan dalam tungku dari grafit. Sejumlah sampel diambil

sedikit (hanya beberapa μL), lalu diletakkan dalam tabung grafit kemudian tabung
tersebut dipanaskan dengan sistem elektris dengan cara melewatkan arus listrik
pada grafit. Akibat pemanasan ini maka zat yang akan dianalisis berubah menjadi
atom-atom netral dan pada fraksi atom ini dilewatkan suatu sinar yang berasal dari
lampu katoda berongga sehingga terjadilah proses penyerapan energi sinar yang
memenuhi kaidah analisis kuantitatif (Gandjar dan Rohman, 2007).
c. Monokromator
Monokromator dimaksudkan untuk memisahkan dan memilih panjang
gelombang yang digunakan dalam analisis.Dalam monokromator terdapat
chopper (pemecah sinar), suatu alat yang digunakan untuk memisahkan radiasi
resonansi dan kontinyu (Gandjar dan Rohman, 2007).
d. Detektor
Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui
tempat

pengatoman.Biasanya

digunakan

tabung

penggandaan

foton

(photomultiplier tube). Ada 2 cara yang dapat digunakan dalam sistem deteksi
yaitu: (a) yang memberikan respon terhadap radiasi resonansi dan radiasi kontinyu
dan (b) yang hanya memberikan respon terhadap radiasi resonansi (Gandjar dan
Rohman, 2007).
e. Readout
Readout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai
pencatat hasil.Hasil pembacaan dapat berupa angka atau berupa kurva yang
menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi (Gandjar dan Rohman, 2007).

21
Universitas Sumatera Utara

2.6.2.2 Gangguan-gangguan pada Spektrofotometri Serapan Atom
Gangguan-gangguan (interference) yang ada pada AAS adalah peristiwaperistiwa yang menyebabkan pembacaan absorbansi unsur yang dianalisis
menjadi lebih kecil atau lebih besar dari yang nilai yang sesuai dengan
konsentrasinya dalam sampel (Gandjar dan Rohman, 2007).
Menurut Gandjar dan Rohman (2007), gangguan-gangguan yang dapat
terjadi dalam AAS adalah sebagai berikut:
1. Gangguan yang berasal dari matriks sampel yang dapat mempengaruhi
banyaknya sampel yang mencapai nyala.
Sifat-sifat tertentu matriks sampel dapat mengganggu analisis yakni
matriks tersebut dapat berpengaruh terhadap laju aliran bahan bakar/gas
pengoksidasi.Sifat-sifat tersebut adalah viskositas, tegangan permukaan, berat
jenis dan tekanan unsur. Gangguan matriks yang lain adalah pengendapan unsur
yang dianalisis sehingga jumlah atom yang mencapai nyala menjadi lebih sedikit
dari konsentrasi yang seharusnya yang terdapat dalam sampel.
2. Gangguan kimia yang dapat mempengaruhi jumlah/banyaknya atom yang
terjadi di dalam nyala
Terbentuknya atom-atom netral yang masih dalam keadaan azas di dalam
nyala sering terganggu oleh dua peristiwa kimia, yaitu:
a. Disosiasi senyawa-senyawa yang tidak sempurna
b. Ionisasi atom-atom di dalam nyala
3. Gangguan oleh absorbansi yang disebabkan bukan oleh absorbansi atom yang
dianalisis yakni oleh absorbansi oleh molekul-molekul yang tidak terdisosiasi
di dalam nyala.

22
Universitas Sumatera Utara

2.6.2.3 Bahan Bakar dan Bahan Pengoksidasi
Umumnya bahan bakar yang digunakan adalah propana, hidrogen dan
asetilen sedangkan oksidatornya adalah udara, oksigen dan N2O. Temperatur
maksimum dari berbagai nyala dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut ini:
Tabel 2.2 Temperatur Maksimum Berbagai Nyala (Khopkar, 1985).
Bahan Bakar
Oksidan Udara
Oksidan Oksigen
N2O
2100
2780
Hidrogen
2200
3050
2955
Asetilen
1950
2800
Propana
2.7

Validasi Metode
Validasi metoda analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap

parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan
bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita,
2004).
Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi
metode analisis menurut Harmita (2004) adalah sebagai berikut :
1. Kecermatan (accuracy)
Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil
analis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai
persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Kecermatan
ditentukan dengan dua cara yaitu :
- Metode simulasi (spiked-placebo recovery)
Dalam metode simulasi, sejumlah analit bahan murni ditambahkan ke
dalam campuran bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo) lalu campuran
tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang
ditambahkan (kadar yang sebenarnya).

23
Universitas Sumatera Utara

- Metode penambahan baku (standard addition method)
Dalam metode penambahan baku, sampel dianalisis lalu sejumlah
tertentu analit yang diperiksa ditambahkan ke dalam sampel dicampur dan
dianalisis lagi. Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya
(hasil yang diharapkan).Persen perolehan kembali ditentukan dengan
menentukan berapa persenanalit yang ditambahkan tadi dapat ditemukan.
Persen perolehan kembali seharusnyatidak melebihi nilai presisiRSD. Rentang
persen perolehan kembali yang diijinkan pada setiap konsentrasi analit pada
matriks dapat dilihat pada tabel 2.3 di bawah ini:
Rentang Persen Perolehan Kembali yang Diijinkan pada
SetiapKonsentrasi Analit pada Sampel (Harmita, 2004)
Jumlah analit pada sampel
Persen perolehan kembali yang diijinkan (%)

Tabel2.3

1 ppm
100 ppb
10ppb
1 ppb

80-110
80-110
60-115
40-120

2. Keseksamaan (precision)
Keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara
hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika
prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari
campuran yang homogen. Nilai simpangan baku relatif yang memenuhi
persyaratan menunjukkan adanya keseksamaan metode yang dilakukan (Harmita,
2004).
Nilai simpangan baku relatif (RSD) untuk analit dengan kadar part per
million (ppm) adalah tidak lebih dari 16% dan untuk analit dengan kadar part per
billion (ppb) RSD-nya adalah tidak lebih dari 32% (Harmita, 2004).

24
Universitas Sumatera Utara

3. Selektivitas (Spesifisitas)
Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang
hanya mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya
komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel (Harmita, 2004).
4. Linearitas
Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon
yang secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematik yang baik,
proposional terhadap konsentrasi analit dalam sampel (Harmita, 2004).
5. Batas Deteksi (Limit of Detection, LOD) dan Batas Kuantitasi (Limit of
Quantitation, LOQ)
Batas deteksi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam
sampel yang masih dapat dideteksi tetapi tidak dikuantitasi pada kondisi
percobaan yang dilakukan.Batas deteksi dinyatakan dalam konsentrasi analit
(persen, bagian per juta) dalam sampel (Harmita, 2004).
Batas kuantitasi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam
sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi.Batas ini dinyatakan
dalam konsentrasi analit (persen, bagian per juta) dalam sampel (Harmita, 2004).

25
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Analisis Cemaran Timbal, Kadmium Dan Tembaga Pada Kubis Hijau (Brassica Oleracea L.) Secara Spektrofotometri Serapan Atom

5 78 105

Analisis Cemaran Timbal, Kadmium Dan Seng Dalam Sawi (Brassica chinensis L.) Yang Ditanam Di Sekitar Kawasan Industri Medan-Belawan Secara Spektrofotometri Serapan Atom

1 58 111

Analisis Timbal, Kadmium dan Tembaga Pada Pakchoi (Brassica rapa L.) yang Diperoleh dari Lahan Hasil Pertanian Sekitar Gunung Sinabung Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 2 104

Analisis Timbal, Kadmium dan Tembaga Pada Pakchoi (Brassica rapa L.) yang Diperoleh dari Lahan Hasil Pertanian Sekitar Gunung Sinabung Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 17

Analisis Timbal, Kadmium dan Tembaga Pada Pakchoi (Brassica rapa L.) yang Diperoleh dari Lahan Hasil Pertanian Sekitar Gunung Sinabung Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 2

Analisis Timbal, Kadmium dan Tembaga Pada Pakchoi (Brassica rapa L.) yang Diperoleh dari Lahan Hasil Pertanian Sekitar Gunung Sinabung Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 5

Analisis Timbal, Kadmium dan Tembaga Pada Pakchoi (Brassica rapa L.) yang Diperoleh dari Lahan Hasil Pertanian Sekitar Gunung Sinabung Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 2 3

Analisis Timbal, Kadmium dan Tembaga Pada Pakchoi (Brassica rapa L.) yang Diperoleh dari Lahan Hasil Pertanian Sekitar Gunung Sinabung Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 1 42

Analisis Cemaran Timbal, Kadmium Dan Tembaga Pada Kubis Hijau (Brassica Oleracea L.) Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 13

Analisis Cemaran Timbal, Kadmium Dan Tembaga Pada Kubis Hijau (Brassica Oleracea L.) Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 15