Pengaruh Konsentrasi Bahan Pengendap dan Pengendapan terhadap Mutu Pektin Hasil Ekstraksi dari Kulit Durian
14
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang kaya akan berbagai jenis buah, yang
merupakan sumber penunjang gizi, sumber pendapatan, berperan dalam
kelestarian lingkungan, mengurangi polusi, mencegah erosi serta sumber tenaga
kerja bila diusahakan secara intensif. Misalnya adalah buah durian yang saat ini
sangat populer di Indonesia, khususnya di Sumatera. Durian merupakan salah satu
komoditi utama dari Sumatera yang memiliki nilai ekonomis yang cukup baik,
karena selain dimakan dalam keadaan segar juga dapat diolah menjadi
produk-produk yang lebih ekonomis lagi.
Produksi durian di Indonesia menurut Badan Pusat Statistika (BPS) tahun
2013 mencapai sekitar 1.818.949 ton. Bobot total buah terdiri dari tiga bagian
diantaranya daging buah sekitar 20-35%, biji 5-15% dan sisanya adalah bagian
kulit mencapai 60-75%. Hal ini menyatakan bahwa masyarakat hanya
mengkonsumsi bagian daging buah saja, sisanya sekitar 65-80% dibuang.
Durian (Durio zibhetinus) merupakan buah yang banyak disukai
masyarakat karena aromanya yang khas dan rasanya yang enak. Pada musim
durian telah tiba maka masalah yang utama yang harus diperhatikan adalah
masalah limbahnya (kulit durian dan biji durian) yang dianggap tidak memiliki
nilai ekonomis lagi. Dan ternyata masih dapat diambil manfaatnya terutama
bagian kulit dalam yang berwarna putih untuk dijadikan pengental karena
kandungan pektin yang terdapat pada kulit durian tersebut.
Universitas Sumatera Utara
15
Limbah merupakan salah satu masalah terbesar dalam pengolahan pangan
karena dapat mencemari lingkungan baik dari segi penglihatan dan penciuman,
selain itu dapat menimbulkan bibit-bibit penyakit seperti diare. Pemanfaatan dan
pengolahan kembali limbah pangan sangat penting untuk meminimalkan produksi
limbah di industri pangan. Pada saat puncaknya limbah kulit durian mencapai 100
ton per hari. Kandungan kimia kulit durian yang dapat dimanfaatkan adalah
pektin. Hal ini dapat dijadikan parameter untuk pemanfaatan dan pengolahan
limbah pangan yang masih memiliki nilai ekonomis ditinjau dari kandungan gizi
dan kimia limbah tersebut. Pektin merupakan senyawa yang baik digunakan
sebagai pengental dalam makanan. Kebutuhan pektin di Indonesia dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1. Kebutuhan pektin di Indonesia
No.
Tahun
Jumlah Impor (kg/tahun)
1
1998
245.610
2
1999
302.610
3
2000
474.800
4
2001
379.050
5
2002
319.140
6
2003
239.900
7
2004
189.470
8
2005
136.334
9
2006
670.410
10
2007
183.050
11
2008
145.750
12
2009
147.616
13
2010
131.236
14
2011
221.990
15
2012
240.792
16.
2013
85.157 (Februari – Maret)
Sumber : BPS (diolah Pusdatin Perdagangan, Kementerian Perdagangan)., 2013.
Kebutuhan zat pengental seperti pektin semakin bertambah, seiring
berkembangnya industri-industri yang bergerak dalam pengolahan makanan dan
minuman seperti pembuatan sirup, jam, roti, selai dan produk kosmetik lainnya.
Universitas Sumatera Utara
16
Tetapi kendalanya Indonesia belum mempunyai pabrik pengolahan pektin dan
masih mengimpor pektin dari negara lain sementara sumber pektin di Indonesia
tersedia begitu banyak bahkan limbah dari pengolahan buah-buahan atau sayuran
itu sendiri dapat kita manfaatkan dan olah menjadi pektin. Jumlah impor pektin
per tahun seperti yang terlihat pada Tabel 1 cukup besar hampir 100 ton per
tahunnya, hal ini juga berpengaruh dalam pengurangan devisa negara yang cukup
besar. Sumber pektin biasanya diperoleh dari kulit jeruk dan apel, sementara
hampir semua buah dan sayuran mengandung senyawa pektin seperti kulit durian
yang sering hanya digunakan sebagai bahan bakar atau pakan ternak ternyata
kulitnya mengandung pektin.
Secara kimia pektin merupakan polimer dari asam D-galakturonat yang
dihubungkan oleh ikatan β -1,4 glikosidik. Sebagian gugus karboksil pada polimer
pektin mengalami esterifikasi dengan metil (metilasi) menjadi gugus metoksil.
Senyawa ini termasuk karbohidrat golongan polisakarida. Nilai ekonomi yang
dimiliki pektin cukup tinggi, harga eceran tepung pektin berkisar antara
Rp 200.000 – Rp 300.000/kg. Pemakaian pektin dibidang industri telah dikenal
luas dan diizinkan di semua negara. Industri-industri di Indonesia selama ini
mengimpor pektin dari luar negeri untuk memenuhi kebutuhannya karena belum
adanya industri pektin di dalam negeri (Sofiana, dkk., 2012).
Pektin merupakan pangan fungsional bernilai tinggi yang berguna secara
luas dalam pembentukan gel dan bahan penstabil pada sari buah, bahan
pembuatan jelly, jam, dan marmalade. Konsentrasi pektin berpengaruh terhadap
pembentukan
gel
dengan
tingkat
kekenyalan
dan
kekuatan
tertentu
(Willats, dkk., 2006).
Universitas Sumatera Utara
17
Dalam pengolahan pektin perlu diperhatikan sifat fisik dari sumber atau
bahan yang akan diolah karena beberapa hal yang sangat mempengaruhi
rendemen serta mutu pektin, antara lain bahan baku yang akan diekstrak, jenis
asam yang digunakan (biasanya HCl, asam asetat, asam sitrat, asam nitrat, asam
sulfat), suhu dan lama ekstraksi, pH, jenis pengendap yang digunakan (aseton,
alkohol, garam metal, kalium sulfat, dan alumunium sulfat) biasanya untuk
pengendapan secara komersial digunakan alkohol 96% untuk mendapatkan
penggumpalan.
Penggumpalan pektin terjadi karena gangguan terhadap kestabilan dispersi
koloidalnya. Pektin termasuk koloidal hidrofilik yang bermuatan negatif. Seperti
koloid hidrofilik pada umumnya, pektin distabilkan terutama oleh hidrasi daripada
muatannya. Penambahan zat pendehidrasi seperti alkohol dapat mengurangi
stabilitas dispersi pektin karena efek dehidrasi mengganggu keseimbangan air dan
pektin sehingga pektin akan menggumpal (Rouse, 1977).
Penggunaan alkohol sebagai pengendap merupakan cara yang paling tepat
karena murah dan dapat membentuk endapan yang tegar, dibandingkan
penggunaan spray drying dan salting out yang mahal dan sulit untuk memisahkan
pektin yang dihasilkan dan garam yang digunakan. Tetapi ada juga bahan pelarut
organik yaitu aseton yang dapat membentuk endapan yang tegar tetapi jarang
digunakan karena mahal. Selain itu penggunaan alkohol sebagai pengendap juga
lebih aman karena tidak beracun dan berbahaya.
Lama pengendapan dalam ekstraksi pektin biasanya dilakukan selama
10-14 jam menggunakan pelarut organik seperti alkohol dengan rendemen 1,27%,
tetapi ada juga yang menggunakan lama pengendapan 20-22 jam dengan
Universitas Sumatera Utara
18
pengendap etanol (Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera
Barat, 2004) dengan hasil rendemen yang lebih banyak.
Berdasarkan uraian tersebut maka perlu dilakukan penelitian dengan
memanfaatkan limbah kulit durian sebagai sumber pektin, sehingga nantinya
dapat mengurangi limbah dan impor pektin juga sebagai pangan fungsional serta
inovasi pangan. Hal-hal tersebutlah yang mendorong penulis memilih judul
“Pengaruh Konsentrasi Pengendap dan Lama Pengendapan Terhadap Mutu Pektin
Hasil Ekstraksi dari Kulit Durian”
Tujuan Penelitian
- Mengetahui
pengaruh
konsentrasi
pengendap
alkohol
dan
lama
pengendapan terhadap mutu hasil ekstraksi pektin dari kulit durian.
- Mengetahui cara ekstraksi pektin dan menambah nilai ekonomis limbah
kulit durian.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data dalam penyusunan skripsi
di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian, Universitas
Sumatera Utara, Medan, dan dapat berguna bagi masyarakat untuk menambah
pengetahuan cara ekstraksi pektin dari kulit durian dengan konsentrasi pengendap
alkohol dan lama pengendapan yang berbeda-beda.
Universitas Sumatera Utara
19
Hipotesis Penelitian
Ada pengaruh konsentrasi alkohol sebagai pengendap dan lama
pengendapan serta pengaruh interaksi antara kedua faktor tersebut terhadap mutu
pektin hasil ekstraksi dari kulit durian.
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang kaya akan berbagai jenis buah, yang
merupakan sumber penunjang gizi, sumber pendapatan, berperan dalam
kelestarian lingkungan, mengurangi polusi, mencegah erosi serta sumber tenaga
kerja bila diusahakan secara intensif. Misalnya adalah buah durian yang saat ini
sangat populer di Indonesia, khususnya di Sumatera. Durian merupakan salah satu
komoditi utama dari Sumatera yang memiliki nilai ekonomis yang cukup baik,
karena selain dimakan dalam keadaan segar juga dapat diolah menjadi
produk-produk yang lebih ekonomis lagi.
Produksi durian di Indonesia menurut Badan Pusat Statistika (BPS) tahun
2013 mencapai sekitar 1.818.949 ton. Bobot total buah terdiri dari tiga bagian
diantaranya daging buah sekitar 20-35%, biji 5-15% dan sisanya adalah bagian
kulit mencapai 60-75%. Hal ini menyatakan bahwa masyarakat hanya
mengkonsumsi bagian daging buah saja, sisanya sekitar 65-80% dibuang.
Durian (Durio zibhetinus) merupakan buah yang banyak disukai
masyarakat karena aromanya yang khas dan rasanya yang enak. Pada musim
durian telah tiba maka masalah yang utama yang harus diperhatikan adalah
masalah limbahnya (kulit durian dan biji durian) yang dianggap tidak memiliki
nilai ekonomis lagi. Dan ternyata masih dapat diambil manfaatnya terutama
bagian kulit dalam yang berwarna putih untuk dijadikan pengental karena
kandungan pektin yang terdapat pada kulit durian tersebut.
Universitas Sumatera Utara
15
Limbah merupakan salah satu masalah terbesar dalam pengolahan pangan
karena dapat mencemari lingkungan baik dari segi penglihatan dan penciuman,
selain itu dapat menimbulkan bibit-bibit penyakit seperti diare. Pemanfaatan dan
pengolahan kembali limbah pangan sangat penting untuk meminimalkan produksi
limbah di industri pangan. Pada saat puncaknya limbah kulit durian mencapai 100
ton per hari. Kandungan kimia kulit durian yang dapat dimanfaatkan adalah
pektin. Hal ini dapat dijadikan parameter untuk pemanfaatan dan pengolahan
limbah pangan yang masih memiliki nilai ekonomis ditinjau dari kandungan gizi
dan kimia limbah tersebut. Pektin merupakan senyawa yang baik digunakan
sebagai pengental dalam makanan. Kebutuhan pektin di Indonesia dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1. Kebutuhan pektin di Indonesia
No.
Tahun
Jumlah Impor (kg/tahun)
1
1998
245.610
2
1999
302.610
3
2000
474.800
4
2001
379.050
5
2002
319.140
6
2003
239.900
7
2004
189.470
8
2005
136.334
9
2006
670.410
10
2007
183.050
11
2008
145.750
12
2009
147.616
13
2010
131.236
14
2011
221.990
15
2012
240.792
16.
2013
85.157 (Februari – Maret)
Sumber : BPS (diolah Pusdatin Perdagangan, Kementerian Perdagangan)., 2013.
Kebutuhan zat pengental seperti pektin semakin bertambah, seiring
berkembangnya industri-industri yang bergerak dalam pengolahan makanan dan
minuman seperti pembuatan sirup, jam, roti, selai dan produk kosmetik lainnya.
Universitas Sumatera Utara
16
Tetapi kendalanya Indonesia belum mempunyai pabrik pengolahan pektin dan
masih mengimpor pektin dari negara lain sementara sumber pektin di Indonesia
tersedia begitu banyak bahkan limbah dari pengolahan buah-buahan atau sayuran
itu sendiri dapat kita manfaatkan dan olah menjadi pektin. Jumlah impor pektin
per tahun seperti yang terlihat pada Tabel 1 cukup besar hampir 100 ton per
tahunnya, hal ini juga berpengaruh dalam pengurangan devisa negara yang cukup
besar. Sumber pektin biasanya diperoleh dari kulit jeruk dan apel, sementara
hampir semua buah dan sayuran mengandung senyawa pektin seperti kulit durian
yang sering hanya digunakan sebagai bahan bakar atau pakan ternak ternyata
kulitnya mengandung pektin.
Secara kimia pektin merupakan polimer dari asam D-galakturonat yang
dihubungkan oleh ikatan β -1,4 glikosidik. Sebagian gugus karboksil pada polimer
pektin mengalami esterifikasi dengan metil (metilasi) menjadi gugus metoksil.
Senyawa ini termasuk karbohidrat golongan polisakarida. Nilai ekonomi yang
dimiliki pektin cukup tinggi, harga eceran tepung pektin berkisar antara
Rp 200.000 – Rp 300.000/kg. Pemakaian pektin dibidang industri telah dikenal
luas dan diizinkan di semua negara. Industri-industri di Indonesia selama ini
mengimpor pektin dari luar negeri untuk memenuhi kebutuhannya karena belum
adanya industri pektin di dalam negeri (Sofiana, dkk., 2012).
Pektin merupakan pangan fungsional bernilai tinggi yang berguna secara
luas dalam pembentukan gel dan bahan penstabil pada sari buah, bahan
pembuatan jelly, jam, dan marmalade. Konsentrasi pektin berpengaruh terhadap
pembentukan
gel
dengan
tingkat
kekenyalan
dan
kekuatan
tertentu
(Willats, dkk., 2006).
Universitas Sumatera Utara
17
Dalam pengolahan pektin perlu diperhatikan sifat fisik dari sumber atau
bahan yang akan diolah karena beberapa hal yang sangat mempengaruhi
rendemen serta mutu pektin, antara lain bahan baku yang akan diekstrak, jenis
asam yang digunakan (biasanya HCl, asam asetat, asam sitrat, asam nitrat, asam
sulfat), suhu dan lama ekstraksi, pH, jenis pengendap yang digunakan (aseton,
alkohol, garam metal, kalium sulfat, dan alumunium sulfat) biasanya untuk
pengendapan secara komersial digunakan alkohol 96% untuk mendapatkan
penggumpalan.
Penggumpalan pektin terjadi karena gangguan terhadap kestabilan dispersi
koloidalnya. Pektin termasuk koloidal hidrofilik yang bermuatan negatif. Seperti
koloid hidrofilik pada umumnya, pektin distabilkan terutama oleh hidrasi daripada
muatannya. Penambahan zat pendehidrasi seperti alkohol dapat mengurangi
stabilitas dispersi pektin karena efek dehidrasi mengganggu keseimbangan air dan
pektin sehingga pektin akan menggumpal (Rouse, 1977).
Penggunaan alkohol sebagai pengendap merupakan cara yang paling tepat
karena murah dan dapat membentuk endapan yang tegar, dibandingkan
penggunaan spray drying dan salting out yang mahal dan sulit untuk memisahkan
pektin yang dihasilkan dan garam yang digunakan. Tetapi ada juga bahan pelarut
organik yaitu aseton yang dapat membentuk endapan yang tegar tetapi jarang
digunakan karena mahal. Selain itu penggunaan alkohol sebagai pengendap juga
lebih aman karena tidak beracun dan berbahaya.
Lama pengendapan dalam ekstraksi pektin biasanya dilakukan selama
10-14 jam menggunakan pelarut organik seperti alkohol dengan rendemen 1,27%,
tetapi ada juga yang menggunakan lama pengendapan 20-22 jam dengan
Universitas Sumatera Utara
18
pengendap etanol (Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera
Barat, 2004) dengan hasil rendemen yang lebih banyak.
Berdasarkan uraian tersebut maka perlu dilakukan penelitian dengan
memanfaatkan limbah kulit durian sebagai sumber pektin, sehingga nantinya
dapat mengurangi limbah dan impor pektin juga sebagai pangan fungsional serta
inovasi pangan. Hal-hal tersebutlah yang mendorong penulis memilih judul
“Pengaruh Konsentrasi Pengendap dan Lama Pengendapan Terhadap Mutu Pektin
Hasil Ekstraksi dari Kulit Durian”
Tujuan Penelitian
- Mengetahui
pengaruh
konsentrasi
pengendap
alkohol
dan
lama
pengendapan terhadap mutu hasil ekstraksi pektin dari kulit durian.
- Mengetahui cara ekstraksi pektin dan menambah nilai ekonomis limbah
kulit durian.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data dalam penyusunan skripsi
di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian, Universitas
Sumatera Utara, Medan, dan dapat berguna bagi masyarakat untuk menambah
pengetahuan cara ekstraksi pektin dari kulit durian dengan konsentrasi pengendap
alkohol dan lama pengendapan yang berbeda-beda.
Universitas Sumatera Utara
19
Hipotesis Penelitian
Ada pengaruh konsentrasi alkohol sebagai pengendap dan lama
pengendapan serta pengaruh interaksi antara kedua faktor tersebut terhadap mutu
pektin hasil ekstraksi dari kulit durian.
Universitas Sumatera Utara