KEARIFAN LOKAL DALAM SASTRA MADURA DAN A (1)

KEARIFAN LOKAL DALAM SASTRA MADURA DAN APLIKASINYA
DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
Oleh: A. Sulaiman Sadik
(Dosen Sastra Madura pada Fakultas Keguruan & Ilmu Pendidikan
Universitas Madura Pamekasan & Anggota Yayasan Pakem Maddu)

Abstrak:
The change of social structure is indicated by the change of family structure--traditional family structure to modern one. Any kinds of family structure need
its members knowledge, understanding, loyality bound, and tolerance. This
article is about to describe local wisdom found in Madurese literature,
particularly how it is applied in daily life. It shows that the member of family
must posess knowledge how to manage social life effectively. Furthermore, a
family requires a local wisdom to realize it. In brief, knowledge and local
wisdom play an importan role in a modern family structure.

Key Words :
Traditional, Modern, Knowledge, Local Wisdom

baik dalam kehidupan internal maupun

Pendahuluan

Perbincangan tentang bagaimana

eksternal.
Adapun

khazanah sastra Madura menjiwai cara

istilah

lokal

mulai

sehari-hari

populer, setelah terbitnya UU Nomor 22

seyogyanya dimulai dari pembahasan

Tahun 1999 (yang kemudian diganti


tentang apa yang dimaksud dengan

dengan UU No. 32 Tahun 2004) tentang

anggota keluarga dan kearifan lokal.

Pemerintah

Yang penulis maksud dengan anggota

Kemudian muncul istilah muatan lokal

keluarga

(populer

hidup

orang


Madura

menunjuk

pada

pribadi

Daerah
disebut

di negeri kita.1
mulok)

tertentu, atau yang sering kita tafsirkan

dimaksudkan

sebagai individu. Dalam konteks ilmiah,


tambahan pengetahuan yang bersumber

khususnya dalam bidang ilmu sosial,

dari kepentingan daerah, atau lokal di

anggota keluarga merupakan individu

luar

yang

yang

menengah. Istilah kearifan lokal adalah

berperan sebagai aktor dalam rumah

istilah yang dimiliki oleh satu kelompok


tangga. Peran sebagai aktor dalam

masyarakat dan tidak di luar kelompok

menunjuk

pada

subjek

kurikulum

sebagai

yang

jenjang

pemberian


pendidikan

rumah tangga mengandung pengertian
penguasaan terhadap keadaan yang
berhubungan

dengan

kehidupannya,

1

Sulaiman Sadik, et al., Kearifan Lokal
Madura, (Malang: Diknas Jatim, 2010) hlm. 34

KEARIFAN LOKAL DALAM SASTRA MADURA
A. Sulaiman Sadik

tersebut. Sebagai contoh, jhuko’ bujâ


seni

cabbhi sama sekali tidak terdapat di

lainnya, termasuk bahasa dan sastra

dalam suku manapun di negeri kita,

daerah.

suara,

dan

Kata-kata

kecuali di Madura. Istilah tersebut untuk

seni


arif

keterampilan

dalam

sastra

orang

memiliki tujuan membina akhlak/ budi

Madura. Makan tanpa lauk apapun

pekerti. Kata-kata arif dalam sastra juga

hanya dengan garam dan lombok sudah

terdapat dalam genre Sastra Madura


menyenangkan.

untuk

lama, yang sering disebut bidal. Bidal

merendah kepada orang yang sedang

biasanya menggunakan kalimat-kalimat

disuguhi makan, orang Madura selalu

singkat yang mengandung pengertian

berucap: Saporana bisaos, coma terro

sindiran dan kiasan serta mengandung

ngormadhâ


metrum

menunjukkan

kesederhanaan

Bahkan,

ajunan

bâdhâna

sanaos

dan

irama

tertentu.


Pada

bersumber

dari

namong jhuko’ bujâ cabbhi. Padahal,

umumnya,

yang disuguhkan lauknya bermacam-

kalangan

macam terdiri dari sayur, ikan, telur dan

Rato, bahkan bisa bersumber dari kitab

bidal

Bhuppa’- Bhâbhu’- Ghuru-

suci seperti Al Qur’an. Ia dapat juga

2

daging.

berbentuk
Kearifan lokal dalam khazanah sastra
Kearifan lokal banyak terdapat

peribahasa,

kata-kata

bijak

Peribahasa

pepatah

seperti

berarti

kiasan

dan

saloka.
dengan

dalam adagium sastra. Kearifan lokal

kalimat pendek dan bersifat umum, atau

melalui

ada

ungkapan

sastra

cenderung

bagian

kalimatnya

yang

budi

mengandung unsur kiasan seperti: song-

pekerti. Konteksnya mengarah pada

osong lombhung, yang memiliki makna

pembangunan diri pribadi yang hidup di

atau kiasan bagi banyak orang yang

tengah-tengah

melakukan

mengarah

tuntutan

kepada

pembinaan

masyarakat

memajukan

dengan

masyarakatnya,

3

royong).

satu

pekerjaan

(gotong

Istilah seperti tersebut atau
jhuko’

bujâ

cabbhi

bukan sebagai pribadi yang menjadi

sebagaimana

beban masyarakatnya. Pada hakikatnya,

kemungkinan tidak ditemukan di luar

kearifan

dan

Madura. Pepatah ialah kalimat pendek

Walaupun

yang digunakan untuk mematahkan atau

demikian, tak bisa disangkal pula bahwa

meredam, ucapan orang lain, seperti:

kearifan lokal tumbuh dan berkembang

Tadhâ’

karena

Pepatah

lokal

tersurat

banyak

dalam

adanya

tersirat

sastra.

budaya

lokal

yang

kerbhuy
ini

berrâ’
untuk

ka

tandhu’.

mematahkan

dari berbagai

pendapat orang lain yang mengatakan

kegiatan masyarakat, seperti tari, musik,

bahwa betapa repotnya bila memiliki

merupakan

komunitas

anak

banyak.

Pepatah

tersebut

2

Sulaiman
Sadik,
Budaya
Lokal
Mempertegas Karakter Daerah, (Surabaya: CV
Karunia, 2001) hlm. 24.

88

3

Sulaiman Sadik, Sastra Madura,
(Surabaya: CV. Karunia, 2006), hlm. 70.

OKARA, Vol. I, Tahun 6, Mei 2011

KEARIFAN LOKAL DALAM SASTRA MADURA
A. Sulaiman Sadik

mematahkan ucapan tersebut bahwa

 Tello’ parkara sè kodhu èhorma-tè iyâ

sama sekali tidak ada kerbau yang

arèya omor, ondhâng-ondhâng bân

merasa berat akan tanduknya karena

aghâma.

tanduknya yang besar dan panjang.

Dari hal tersebut di atas apabila

Kata-kata arif, dan bijak juga sering

tidak ditaati, maka akan terjadi:

terdapat dalam puisi lama yang di

1. Bila tidak dijaga perilakunya, adatnya

dalamnya mengandung unsur saloka.

akan dilampaui, perilakunya buruk

Saloka dalam sastra Madura merupakan

dan tidak setia, hatinya kotor penuh

sastra serapan dari luar, yaitu dari sastra

dengki dan hasud, tidak jujur pada diri

Melayu. Bahkan, saloka sendiri berasal

sendiri dan orang lain. Malah tidak

dari luar Indonesia, yaitu bagian dari

sedikit

sastra India. Saloka adalah puisi lama,

tergantung kepada perkataan yang

yang biasanya digunakan dalam cerita

keluar dari mulutnya. Karena itu,

jenaka atau sindiran, yang memiliki

leluhur Madura selalu mengingatkan

jumlah baris yang tidak tetap, artinya

generasinya, antara lain: …bahwa

boleh satu baris atau lebih seperti:

mulia

(1) Apolong bi’ rèng ngobbhâr dhupa lo-

tersandar

mèlo ro’omma dhupa.

keluar dari mulutnya, mulutmu adalah

(2) Orèng sala tako’ kajâng-bâjânganna

harimau yang dapat merengkahkan

Dari

bentuk

saloka

seperti

bahwa

atau

nasib

aniaya

pada

kepalamu,

seseorang

seseorang

perkataan

maka

yang

peliharalah

tersebut di atas, muncullah Bâburughân

perkataanmu. Dalam hal ini, Allah

beccè‘ (nasihat baik) yang sangat arif

SWT berfirman: ….. Kami Allah sama

dari leluhur Madura kepada generasi

sekali tidak menyukai perkataan keji,

berikutnya, seperti:

4

 Tello’ parkara sè mostè èjâgâ iyâ

yang keluar dari mulut seseorang
(QS.

4:

148).

Nabi

Muhammad

arèya jhilâ adhât bân tatèngkan.

bersabda:

Tello’ parkara sè mostè èkaandi’ iyâ

sempurna imannya, ialah orang yang

arèya èsto, atè soccè bân jhujhur.

paling baik budi pekertinya (HR.

 Tello’ parkara sè mostè è jâui iyâ
arèya

tèghâân,

bhâdhânna

ta’

mamabâ
ajhi

sarta

Orang

mukmin

yang

Ahmad). Dengan itu, semua leluhur

kantos

Madura

amos-

generasi penerusnya, untuk menjaga

taèllaghi bhârâng sè nyata.

 Tello’ parkara sè mostè èlakowa-ghi,

mengajarkan

perilakunya,

kepada

kesopanan

dan

tata

krama, sebab dengan budi pekerti

arembhâk lalakon sèèlako-nana, ta’

yang baik diyakini akan memberi

ru-kabhuru, akor-rontong.

kebahagiaan hidup.

 Tello’ parkara sè kodhu èpèyara iyâ
arèya bâkto, pèssè bân kasèhadhân.

2. Tega melihat sesamanya menderita,
terlalu merendah, sehingga tak kuasa
berupaya,

4

Ibid, hlm. 25.

tidak

kenyataan

OKARA, Vol. I, Tahun 6, Mei 2011

yang

mau

menerima

terjadi

seperti

89

KEARIFAN LOKAL DALAM SASTRA MADURA
A. Sulaiman Sadik

adanya takdir. Semua merupakan

luar terhadap etnik Madura. Stigma yang

sifat yang harus dihindari sebab yang

berkembang mengatakan bahwa orang

demikian akan menjadikan kita tidak

Madura

memiliki harga diri.

tinggi, mau menang sendiri, kasar, dan

memiliki

temperamen

yang

musyawarah.

sebagainya. Stigma buruk atas orang

merupakan

Madura tersebut tak ubahnya seperti

sikap terbaik dalam penyelesaian

orang-orang Eropa telah menjatuhkan

masalah. Karena itu, berperilaku acuh

stigma

tak acuh serta mengambil sikap

Mereka

menang sendiri merupakan

orang Indian merupakan suku bangsa

3. Tidak

melakukan

Padahal,

musyawarah

pembangkangan

sikap

terhadap

nasihat

yang

bagi

orang

Indian

menyebarkan

buas,

suka

Amerika.

berita

menguliti

bahwa
kepala

pendatang di daerahnya. Padahal orang

leluhur.
4. Menghamburkan usia muda kepada

Indian

memiliki

sifat

ksatria

yang

hal-hal yang tidak berguna, sangatlah

membanggakan, seperti dalam sejarah

merugikan dirinya sendiri, keluarga

tentang kepahlawanan Benito Kepala

dan masyarakat.

suku Apache, dan suku Inca termashur

5. Kehidupan yang berjalan di luar

karena peradaban Mayanya. Stigma

aturan kemasyarakatan, seperti tidak

orang Eropa tersebut sangat cocok bagi

teratur menjaga kesehatan dari segi

dirinya, karena orang Eropalah yang

kebersihan lingkungan, makanan dan

merampas tanah-tanah orang Indian

busana pasti akan mendatangkan

dengan keji dan tidak mengenal belas

kesedihan

kasihan. Kiranya, stigma buruk menimpa

dan

kesusahan

yang

pula pada Rahwana. Raja Alengka yang

selalu sambung menyambung.
6. Banyak orang tua yang cuma hidup

kalah perang melawan Sri Rama. Bagi

lama di dunia, tapi dia membangkang

orang India, tidak boleh ada orang yang

terhadap

peraturan,

tidak

menyamai keagungan dan kekuatan Sri

menegakkan

agamanya,

bahkan

Rama, termasuk Rahwana yang sudah

hal-hal

dikalahkan

sebaliknya

melakukan

Sri

Rama

dalam

dilarang agama. Orang seperti ini

memperebutkan Dewi Sinta. Karena itu

dinyatakan percuma hidup lama di

Rahwana

dunia, sebab tidak bertindak sebagai

raksasa (bhuta) yang memiliki wajah

sesepuh yang bisa memanfaatkan

jelek dengan sepuluh tangan dan dihujat

umurnya dengan baik. Dalam Bahasa

sebagai raja yang tak bermoral, kejam

Madura,

itu

dan biadab. Padahal, Rahwana seorang

dikatakan Orèng abit è dhunnya,

raja besar di suatu pulau yang bernama

bannè bângatowa.

Sri

orang

Dalam
Madura

juga

hal

tua

lain,

tidak

seperti

dikatakan

Langka

dan

sebagai

memiliki

raja

kota

sepuh

berperadaban tinggi bernama Alengka.

henti-hentinya

Kiranya seperti itu pula stigma orang

para

memberi perlawanan atas stigma orang

90

oleh

luar

yang

dijatuhkan

OKARA, Vol. I, Tahun 6, Mei 2011

pada

orang

KEARIFAN LOKAL DALAM SASTRA MADURA
A. Sulaiman Sadik

Madura. Celakanya, sebagian

kaum

Selain itu, media massa juga

ingin

bernafsu bila memberitakan peristiwa

dengan

carok. Bahkan, dengan bumbu clurit

kaum intelektual luar dan diikuti pula

(senjata khas Madura yang digunakan

dengan

untuk

intelektual

Madura

mensejajarkan

yang

pemikirannya

sebagian

generasi

pelapis

carok),

perkelahian

yang

Madura yang belum paham budaya

diberitakan

leluhurnya sudah termakan oleh stigma

tampak lebih nyata dan meyakinkan

tersebut dan melupakan ribuan tangan

bahwa orang Madura memiliki sifat

terampil leluhur Madura yang telah

keras dan suka kekerasan. Lebih-lebih

merobah hutan maja di Desa Tarik

lagi, carok telah digunakan sebagai

menjadi kerajaan yang masyhur, yaitu

nama

5

Kerajaan Majapahit pada tahun 1293.

tersebut

untuk

akan

menjadi

menyebut

setiap

perkelahian yang dilakukan oleh orang
Madura dan clurit merupakan kata lain

Harga Diri dalam Keluarga Madura

untuk menyebut

Tradisional

orang

Ada yang menyatakan bahwa
carok

merupakan

akronim

simbol kekerasan

Madura.

Namun

sebenarnya

apakah carok tersebut?

dari

Bagi

Madura

tidak

semua

ungkapan maskè kanca èlorok, yang

perkelahian yang dilakukan oleh orang

artinya walau teman diserang. Carok

Madura dinamakan carok. Carok hanya

merupakan ajaran leluhur yang penuh

terjadi

kearifan.

dinamakan

Namun,

dengan

menarik

karena

satu

sebab

ghâbângan.

Dengan

kesimpulan dari hukum sebab akibat

demikian,

yang diplesetkan oleh orang luar, carok

disebabkan oleh ghâbângan tersebut

menjadi

merupakan

istilah

yang

menakutkan

perkelahian

yang

perkelahian

yang

tidak

biasa

yang

sekaligus dijadikan bukti bahwa orang

lazim terjadi di banyak tempat dan

Madura

dilakukan oleh setiap bangsa manapun

kasar,

bengis

dan

kejam.

Bahkan, kaum muda Madura khususnya

di dunia ini, termasuk di Madura .

mereka yang berada di luar Madura

Sebenarnya,

yang

dinamakan

merasa bangga dengan carok tersebut

ghâbângan adalah atap dari tempat tidur

bukan karena kandungan kearifan di

tradisional Madura. Namun kemudian,

dalamnya,

karena

istilah tersebut berubah makna menjadi

sifat

sebutan untuk tempat tidur itu sendiri

melainkan

menganggapnya
keberanian

orang

sebagai
Madura.

Inilah

dan

akhirnya

diidentikkan

dengan

anggapan yang keliru dalam membaca

perempuan. Dengan demikian, Carok

budaya,

berkait

karena

sikap

tersebut

erat

dengan

masalah

Gangguan

terhadap

menguatkan stigma buruk bagi orang

perempuan.

Madura.

ghâbângan merupakan gangguan yang
sangat

5

Ibid. Hlm. 40.

sensitif,

sebab

segala

pembicaraan dan perilaku yang paling

OKARA, Vol. I, Tahun 6, Mei 2011

91

KEARIFAN LOKAL DALAM SASTRA MADURA
A. Sulaiman Sadik

rahasia dalam keluarga Madura selalu

menjadi nama setiap perkelahian yang

lebih

disebabkan oleh ghâbângan. Bahkan

banyak

dilakukan

di

bawah

ghâbângan. Karena sebab itu pula,

untuk memberi kesan

masalah

merupakan

dikatakan aghâjâ' (bergurau). Namun

masalah ghâbângan. Bahkan, siapapun

akhirnya, orang luar menyebut carok

yang melecehkan ghâbângan, maskè

sebagai penyelesaian konflik dengan

kanca èlorok (walau teman diserang).

kekerasan.

perempuan

Dari ungkapan inilah, muncul kèrata

halus,

carok

Carok dilakukan dengan atau

bhâsa (akronim) carok. Kata rok sendiri

tidak

berasal

yang

menggunakan senjata biasanya selalu

perkelahian. Dengan kata

mendatangkan korban. Carok juga bisa

dari

bermakna
lain,

kata

siapapun

Sanskerta

Bila

mengganggu

dilakukan satu lawan satu, tetapi bisa

perempuan milik orang lain akan terjadi

juga dilakukan secara massal. Bila carok

carok.

telah

Jadi

yang

senjata.6

menggunakan

apabila

kita

perhatikan

berlangsung

secara

massal,

dengan baik, maka kata carok tersebut

persoalannya

merupakan suatu peringatan kepada

masing-masing pelaku carok (mereka

setiap orang dalam masyarakat orang

yang mengganggu dan yang terganggu)

Madura,

sama-sama mengatasnamakan

yaitu:

janganlah

sekali-kali

menjadi

rumit.

Sebab

demi

mengganggu ghâbângan milik orang.

harga diri. Kalaupun ada perkelahian

Kalau peringatan ini dilanggar, walau

yang dilakukan Orang Madura dan

pengganggu

bukan

tersebut teman

sendiri,

disebabkan

oleh

masalah

pasti akan diserang. Karena itu, apabila

ghâbângan juga dikatakan Carok, maka

sudah memahami makna kata carok

ada

tersebut, pasti tidak akan pernah terjadi

pergeseran budaya bergeser; atau b)

pelanggaran-

susila,

penyebutan yang salah kaprah. Sebab

ghâbângan.

bagaimanapun, budaya tak mungkin

Dengan peringatan keras seperti carok

berubah karena hanya orang lain tidak

tersebut,

menyukainya.

khususnya

pelanggaran
terhadap

dalam

waktu

relatif

lama

dua

kemungkinan,

yaitu:

a)

Madura terhindar dari masalah kumpul

Karena itu, carok bukan masalah

kebo, sebab hal tersebut termasuk

ambisi dari laki-laki Madura yang egois,

masalah

ghâbângan.

Kalaupun
6

dilakukan oleh orang Madura, tetapi
tidak mungkin hal tersebut dilakukan di
Madura. Namun, walaupun peringatan
keras

lewat

maskè

kanca

èlorok

tersebut, tidak berarti di Madura tidak
ada pelanggaran ghâbângan. Sesekali
muncul perkelahian yang berindikasikan
carok. Itu pula kemudian kata carok

92

Hasil wawancara penulis dengan
R.Atmo Mertojudo, seorang pensiunan komandan
Velt Politie, yang saat itu dikenal sebagai Opas
Dhinar, karena kancing bajunya besar dan
mengkilat seperti uang dinar. Beliau wafat tahun
1957 dalam usia 100 tahun. Penulis juga
mendengarnya dari cerita paman Syamsul Arifin
di Jln. Sersan Mesrul. Syamsul Arifin adalah adik
Mohammad Tabrani, salah seorang pencetus
Ikrar Pemuda tahun 1928 di Jakarta bersama Mr.
Moh Yamin.

OKARA, Vol. I, Tahun 6, Mei 2011

KEARIFAN LOKAL DALAM SASTRA MADURA
A. Sulaiman Sadik

seperti yang disebut-sebut di media,

terlibat,

atau juga penyelesaian konflik dengan

tanaman mereka menjadi tumpahan

kekerasan. Untuk itu, carok harus dilihat

amarah. Semuanya akan terbabat habis,

pula dari sisi sebab. Demikian peliknya

sehingga setelah carok massal tersebut

masalah carok, pro dan kontra tumbuh

berakhir, suasana terasa seperti baru

di luar Madura maupun di Madura

selesai pertempuran yang dahsyat. Hal

sendiri. Pikiran untuk menggali asal-

ini terakhir kali terjadi di desa Tebul

usulnya berjalan lamban dan makna

Timur yang

èlorok dari desa Plakpak

makin kabur dari generasi ke generasi,

sama-sama

di

karena masing-masing membuat tafsir

Pegantenan,

sendiri-sendiri.

pada tahun 1951. Pihak yang bertarung

Secara

apatis,

pihak

termasuk

ternak-ternak

wilayah

dan

kecamatan

kabupaten

Pamekasan

yang kontra menyatakan bahwa carok

termasuk

merupakan

menggunakan celana tanpa pakaian

Madura

sifat

yang

kekerasan

orang

sehari-harinya

makan

atas

perempuan

dengan

rambut

yang

terurai

dan

singkong dan jagung. Namun, pihak

ditempatkan di bagian depan. Dengan

yang masih ingat martabat mengatakan:

demikian, pihak perempuanpun bisa

“Sayangilah

dilibatkan dalam carok demi martabat.

engkau
carok)

anak

tidak

melawan

kelak

keturunan

cucumu!

mereka

dari

Kalau

(melakukan

akan

laki-laki

disebut

yang

Carok

massal

kampung,

bisa

apabila

terjadi

antar

dalam

suatu

tidak

perkampungan terdiri dalam satu marga

mempunyai empedu.” Inilah ungkapan

atau diikat dalam kekerabatan. Bagi

manis seorang penyair. Bahkan di lain

mereka yang tidak memiliki kekerabatan

tempat, ada yang berlebihan dalam

dengan pelaku carok, segera menutup

menempatkan

dalam

pintu rumah rapat-rapat. Sebab, bila ada

ungkapan Orèng lake‘ matè acarok

pelaku carok memasuki rumah dengan

orèng binè’ matè arèmbi’ (Laki-laki mati

maksud berlindung, maka pihak lawan

karena carok, perempuan mati karena

menganggap pemilik rumah tersebut

melahirkan) dan “Mon lo’ bângal acarok

sebagai musuhnya pula, sehingga jika

jâ’ ngako orèng Madhurâ.(Kalau tidak

terjadi penyerangan terhadap pemilik

berani

rumah, maka implikasi peristiwa carok

7

carok,

melakukan

seperti

carok,

mengaku orang Madura).
Masih

dari

jangan

8

menjadi semakin meluas.

sumber

Dari sisi ini, carok dipandang

penulis,

bahwa pada masa lalu, carok bisa

membela

adat

dilakukan secara massal. Artinya, setiap

martabat

dan

keluarga/

Pelanggar adat yang membangkitkan

7

famili

pelaku

carok

akan

A. Latif Wiyata, Carok; Konflik
Kekerasan dan Harga Diri Orang Madura,
(Yogyakarta: LKiS, 2002), hlm. 191.
8
Ibid., hlm. 177-178.

carok

cenderung

serta

menghormati

budaya

Madura.

berperilaku

dan

bermartabat hewani. Sementara, carok
lebih banyak terkait dengan masalah
moral. Karena itu pula, pelakunya tidak

OKARA, Vol. I, Tahun 6, Mei 2011

93

KEARIFAN LOKAL DALAM SASTRA MADURA
A. Sulaiman Sadik

bisa ditakuti dengan ancaman hukuman

kepada

ke

maupun

Nusa

Kambangan,

sebagaimana

pengendali

hukum.10

Jaza’

sangat

tidak

nabâng

yang telah dilakukan pihak kepolisian di

mendukung untuk menghentikan budaya

Pamekasan

memancangkan

carok yang bertitik tolak pada harga diri.

9

baliho di mana-mana pada era 1960-an.

Bahkan dengan perilaku nabâng yang

Pelaku carok yang mengatasnamakan

identik dengan suap ini cenderung tidak

demi martabat dan adat tradisi tidak

lagi bisa memberi perlindungan kepada

takut akan segala bentuk hukuman.

pihak terpidana, sebab cara nabâng

Namun tak bisa dipungkiri, jika Carok

sering dilakukan sebagai usaha mencari

mendatangkan sikap pro dan kontra

kesempatan

dengan

untuk dapat membalas dendam.

dengan

bertambah

majunya

pikiran

mendekati

nara

pidana

Pada hakikatnya, cara nabâng

manusia Madura. Semua itu menjadi
counter wacana bagi carok, apakah

inilah

tradisi masa silam ini masih perlu

kemudian

dipertahankan atau tidak dalam makna

dendam.

kumpul kebo?

berkembang sedemikian rupa, sehingga

Melihat carok ini berasal masalah

yang

bukan

Madura

semata

panutannya,

yaitu

carok

berdasar

kepada

balas

Anggapan

tersebut

sudah

orang luar menyangkal bahwa carok

moral, apakah moral masyarakat orang
termasuk

menyebabkan

hanya

ghâbângan

masalah

sebagai

penyebab

pemimpin Madura, baik formal maupun

Memang

carok

non formal sudah siap menegakkan

termasuk

yang

moralitas masing-masing? Pertanyaan

dendam dari berbagai oknum pelaku

tersebut

yang masih kerabat dari pelaku carok

juga

menyangkut

wilayah

yang

utama.

berkelanjutan,

disebabkan

moral. Bahkan, bilamana ada yang

pertama,

mengatakan bahwa keberhasilan ulama

tertentu di kalangan masyarakat maupun

dan umara’ dalam membina masyarakat

para panutan Madura sendiri untuk bisa

Madura

masuk memenuhi hajatnya demi balas

hanya

sedikit,

tentu

yang

sering

dendam.

Ulama (baca : kiai = kèyaè) dalam

bernuansa balas dendam, maka sejak

beberapa perilakunya sering melakukan

saat itulah berlaku ungkapan bahwa:

jâzâ’ bagi mereka yang mau berangkat

carok tadhâ’ bâruyyâ. Maksudnya, bila

carok, yaitu pengisian mantra-mantra

telah

atau jampi-jampi ke badan calon pelaku

pertama akan disusul dengan balas

umara’

dendam berikutnya dan terjadilah secara

yang

kronologis bagaikan kutukan keris Mpu

Sedangkan

dikesankan

di

ada cara

pihak
nabâng

populer sebagai usaha suap-menyuap
9

Sulaiman
Sadik,
Budaya
Mempertegas Karakter Daerah, hlm. 23

94

Lokal

terbuka

Gandring

yang

10

carok

oknum

dimaksud terkait dengan masalah carok.

carok.

Apabila

melibatkan

balas

balas

OKARA, Vol. I, Tahun 6, Mei 2011

dendam

melalap

A. Latif Wiyata,
Kekerasan..., hlm. 192.

kemudian

yang

keturunan

Carok;

Konflik

KEARIFAN LOKAL DALAM SASTRA MADURA
A. Sulaiman Sadik

Tunggul Ametung dan keturunan Ken

dan mendengar penjual obat dengan

Arok. Namun saat ini, yang perlu kita

sulapnya. Seorang narapidana yang

pahami ialah bahwa kata carok itu

baru saja mendapat kebebasan bisa

sendiri sudah merupakan peringatan

keluar dari selnya juga berada di situ

keras. Carok hanya bersumber dari satu

bersama

sebab

yaitu

Dengan

ghâbângan.

masalah

demikian,

beberapa

orang

sesama narapidana. Rupanya mereka

yang

memperoleh ijin yang sangat istimewa

dilakukan orang Madura dari bukan

untuk istirahat di tempat tersebut sambil

sebab

carok,

ikut menonton si penjual obat. Polisi

walaupun menggunakan senjata dan

penjara yang mengawalnya juga ada di

jatuh korban. Tentu saja, pemahaman ini

situ. Saat orang-orang asyik menonton

berdasarkan

makna

budaya,

bukan

sulap,

berdasarkan

asas

hukum

yang

Ternyata,

menyebabkan

korban

diancam

oleh

beberapa hari mendapat kebebasan

tersebut

perkelahian

dengan

bukanlah

KUHP.

sebuah

teriakan

narapidana

terdengar.
yang

baru

berada di luar selnya yang sempit
Carok adalah

institusionalisasi

tersebut

telah

jatuh

tersungkur

kekerasan dalam masyarakat Madura

berlumuran darah. Dia langsung tewas

yang memiliki relasi sangat kuat dengan

di TKP dengan todhi’ pangabisan (pisau

faktor-faktor struktur budaya, struktur

penghabisan)

sosial, kondisi sosial ekonomi, agama

punggung dan ujungnya keluar di bagian

maupun pendidikan yang terfokus pada

dada depan. Tembusan pisau yang

maskè

èlorok.

demikian pertanda bahwa pisau yang

Adapun cara yang paling efektif untuk

berjenis “penghabisan“ tersebut benar-

memperkecil

terjadinya

benar telah dihunjamkan dengan sangat

dari

tiap

kuat. Ternyata kebebasannya tersebut

keluarga melalui dakwah agama dan

hasil nabâng keluarga lawannya yang ia

percontohan perilaku yang mengarah

bunuh. Rupanya pihak pemangku wasiat

pada

dan

carok, yaitu anak si terbunuh, tidak

kewajiban tiap pribadi kepada generasi

tahan lagi menunggu sepuluh tahun

kita dari ulama dan umara’ kita di

(masa hukuman dari terpidana) untuk

Madura.

membalas dendam. Maka, dilakukan

satu

kalimat

carok

kanca

kemungkinan

adalah

berangkat

penghormatan

Pada

atas

menancap

dari

1953,

terjadi

usaha agar bisa mempercepat terjadinya

cara

nyèlèp

balas dendam, yaitu nabâng. Saat ini,

ala

tudingan bagi orang Madura yang kasar,

Bangkalan di lapangan depan pendopo

sulit diatur, haus darah rupanya sudah

kabupaten Pamekasan. saat itu, banyak

mulai berubah. Sebab, budaya anarkis

orang berkerumun sedang menonton

telah

pembunuhan
(menusuk

tahun

hak

telah

dengan
dari

belakang)

11

menjadi dasar bertindak

bagi

hampir semua kalangan, baik awam
11

Ibid., hlm. 120.

maupun calon intelektual, sehingga tidak

OKARA, Vol. I, Tahun 6, Mei 2011

95

KEARIFAN LOKAL DALAM SASTRA MADURA
A. Sulaiman Sadik

sedikit pagar kantor bupati dan DPRD

penodaan terhadap harga diri. Menurut

yang remuk, kampus berantakan, polisi

mereka, harga diri merupakan titik tolak

dan mahasiswa banyak terbaring di

mengapa

rumah sakit. Semua itu tidak hanya

Harga diri dijadikan titik tolak kekerasan

terjadi di Madura, namun merata di

dan semua perkelahian yang dilakukan

hampir seluruh wilayah Indonesia.

oleh orang Madura disebut carok. Harga

mereka

melakukan

carok.

masalah

diri sudah dijadikan kambing hitam.

moral, anak bangsa lagi sakit. Senada

Padahal, ada istilah lain di Madura yang

dengan

menunjukkan adanya konflik fisik yang

Menurut

pengamat

pendapat

budayawan

tersebut,

yang

seorang

menyampaikan

tokar.

disebut

Tokar

sangat

beda

pandangannya di salah satu stasiun

dengan carok, walaupun kedua-duanya

televisi

merupakan bentuk konflik fisik dan

mengatakan

bahwa

pada

hakikatnya, bangsa ini memang bangsa

menurut

yang bertemperamen tinggi. Terbukti

merupakan gangguan terhadap stabilias

dengan

keamanan. Karena itulah, apabila ada

banyaknya

lambang

daerah

hukum

Negara,

yang memampang senjata dan dalam

peneliti

beberapa pementasan budaya selalu

penelitiannya dari kantor polisi, maka

atau

tari

makna carok tak lebih dari gangguan

perang yang menjadi ciri khas masing-

keamanan. Tetapi carok adalah salah

masing

sang

satu bagian dari budaya Madura yang

budayawan tersebut menyarankan agar

disimpulkan oleh leluhur dari pemikiran

mengganti semua hal yang mengarah

hukum

kepada

penelitiannya harus dilakukan di akar

seringkali

dipertontonkan

daerah.

Karena

pengertian

itu,

bertemperamen

tinggi tersebut. Namun, yang demikian

tentang

keduanya

sebab

carok

akibat.

memulai

Karena

itu,

rumput pemilik (budaya) nya.
tokar

Motivasi

itu tentu sulit diwujudkan. Seperti kata

dan

carok

carok di Madura misalnya. Dengan

sangatlah berbeda. Sebagaimana telah

maknanya yang mengingatkan setiap

disebutkan

orang agar tidak mengganggu milik

hanyalah

orang

ghâbângan.

lain,

makna

mengingatkan

orang

berpikir ulang

jika

tersebut

Madura
ingin

untuk

melakukan

di

atas,

dengan

carok

satu

terjadi

sebab

Kemudian,

yaitu

ghâbângan

diidentikkan dengan istri atau tunangan.
Dengan

demikian,

siapapun

yang

ghâbângan

kumpul kebo, walaupun di tempat lain

mengganggu

perbuatan

tersebut

berhadapan dengan pemiliknya, baik

dipandang suatu tindakan yang biasa

perorangan maupun melibatkan semua

atau halal-halal saja.

famili

yang

Sebuah

amoral

ungkapan

yang

dalam

Bahkan,

bila

akan

bentuk

carok

massal.

pelaku

tidak

mampu

kedengarannya bagus, namun sudah

menghadapi

pengganggu

menyimpang dari ajaran leluhur, yaitu

tunangannya,

nyèlèp

bahwa

dibenarkan dalam tradisi carok. Dalam

96

munculnya

carok

karena

OKARA, Vol. I, Tahun 6, Mei 2011

istri
pun

atau
bisa

KEARIFAN LOKAL DALAM SASTRA MADURA
A. Sulaiman Sadik

jaman modern seperti saat ini, pemikiran

2) Tiap hari harus menambah ilmu

leluhur Madura masih sangat relevan

pengetahuan

dalam hal hukum sebab akibat tersebut.

dapat menunjang pengalaman dan

Namun manusia modern juga ada yang

keluasan pikiran;

melupakan
hanya

hukum

melihat

seseorang

tersebut,

akibat

sebagai

yang

berguna

dan

karena

3) Berdaya-upaya agar diri tidak mudah

pembalasan

tergoda oleh cemerlangnya pengaruh

kekejaman

dan

keduniaan

yang

palsu,

sehingga

perasaan diteror, sehingga melakukan

mengakibatkan

kekejaman itu pula.

mengikuti jalan yang tidak sah atau

Hanya harga diri yang bertolak
dari sebab akibat sajalah yang bisa

tergelincirnya

diri

tidak diridloi Allah SWT;
4) Berusaha memperbaiki kekurangan

dimaklumi di dalam carok. Harga diri

perangai

sendiri

dengan

(yang dalam bahasa Madura disebut

meningkatkan perilaku yang telah

ajhina abâ’) tidak bisa dilihat, tapi bisa

baik;

dirasakan. Seorang yang memiliki harga

5) Senantiasa menimbang perkataan,

diri, pasti perilakunya tidak ceroboh,

agar kata-kata yang keluar dari mulut

karena ia memiliki budi pekerti yang

selalu baik, sedap didengar dan tidak

baik. Karena itu, sebaiknya kita tidak

menyinggung perasaan orang lain.

terlalu royal mengorbankan harga diri

Tiap

sebagai usaha mempertahankan diri dari

cocok dengan perbuatan. Karena

kesalahan yang berasal dari kesalahan

perkataan

kita sendiri. Sebagai anggota keluarga

jatuhnya harga diri. Kata para sepuh:

yang

anggota

“hati-hati dalam setiap perkataan,

masyarakat, setiap orang dengan harga

karena kalau sudah keluar sukar

dirinya berkewajiban memberi kemajuan

untuk ditarik kembali,” (mon copa la

kepada masyarakatnya, bukan untuk

ghâgghâr ka tana ta’ kennèng jhilât

menjadi beban masyarakat.

polè);

sekaligus

sebagai

Dalam hal ini, kearifan lokal

perkataan

6) Giat

yang

dapat

membaca

dilontarkan

mengakibatkan

sejarah

para

leluhur Madura sudah menggariskan

pemimpin

bagaimana

memperhatikan atau meniru mereka

seseorang

akan

memperoleh harga diri tersebut, yaitu
12

dengan jalan , antara lain:
1) Berusaha

dalam

atau
mengejar

para

pahlawan,

cita-cita

dan

usahanya. Menyeksamai pergaulan

menunaikan

segala

hidup

yang

baik

serta

senang

kewajiban, walaupun terhadang oleh

mendengar nasihat khususnya dari

berbagai kesulitan;

Bhuppa’- Bhâbhu’- Ghuru- Rato.
Dengan demikian, arghâna abâ’
yang merupakan bagian dari kearifan

12

Sulaiman Sadik, et al., Kearifan Lokal
Madura, hlm. 27.

lokal sangat identik dengan pembinaan
budi pekerti. Budi pekerti merupakan

OKARA, Vol. I, Tahun 6, Mei 2011

97

KEARIFAN LOKAL DALAM SASTRA MADURA
A. Sulaiman Sadik

cerminan perilaku manusia, dan perilaku

tahun silam (1934) nampak bahwa

manusia ini sangat diperlukan dalam

tradisi-tradisi yang ditanamkan Islam

memajukan

dan

sejak zaman bahari masih banyak

bangsa. Karena itu, pembinaan budi

yang belum dapat dibongkar oleh

pekerti merupakan hal yang sangat

tradisi-tradisi modern pengaruh Barat,

penting. Dalam

yang di daerah lain sudah banyak

diri,

masyarakat

etnik Madura, para
menyiapkan

luntur. Misalnya saja, tidak memakai

ungkapan-ungkapan, seperti ungkapan

peci atau kopiah, jika sembahyang di

yang

pantun,

mesjid masih akan mendapat teguran

sendhèlan, si’ir atau dongeng-dongeng

keras. Mungkin akan dilempari batu.

yang merupakan cerita karya sastra

Satu

lisan Madura.

beberapa kampung ialah mendirikan

leluhur

Madura

telah

terdengar

melalui

istiadat

langgar

yang

utama

kepunyaan

pada

keluarga

di

samping rumah tangga, walaupun

Karakteristik Manusia Madura
perilaku

dari rumah itu mesjid tidak begitu

generasi penerus mulai mengabaikan

jauh. Langgar kepunyaan keluarga

tradisi

yang didirikan di samping rumah

Saat

ini,

berbudi

ditengarai
pekerti.

Salah

satu

penyebabnya karena banyak keluarga

tangga

Madura mulai melupakan karakter asli

bersembahyang keluarga bersama-

Madura. Walau sudah banyak tersebar

sama

dalam catatan dan banyak dituturkan,

bermusyawarat,

karakter Madura tersebut penulis ulang

urusan

keluarga.

lagi di sini yaitu:

datang

dari

1) Orang Madura identik dengan insan

kekurangan

religius

(Islami).

Bila

ada

orang

dan

bermalam,

tempat

juga

tempat

memperkatakan
Apabila

jauh,

tidaklah

pondokan
sebab

tetamu
akan
tempat

langgar

ada.

Madura bukan muslim, ia tidak akan

Kawan-kawan yang menyambut saya

berani

di Madura berkata dengan penuh

secara

mengatakan

terbuka

bahwa

akan

dirinya

non

kebanggaan

bahwa

inilah

satu-

muslim. Sebagai bukti, bilamana ada

satunya pulau di Indonesia yang

orang

kata-katanya

agamanya tidak bercampur. Pulau

tidak dipercaya oleh lawan bicaranya,

Sumatra -kata kawan itu- masih

ia akan meradang dan bersumpah

mempunyai daerah Kristen, yaitu di

dengan kata-kata Mandhâr kapèra

Batak,

(jika saya bohong, semoga saya

mempunyai daerah Kristen, yaitu di

menjadi kafir). Buya Hamka dalam

Minahasa

salah satu bukunya menulis : “Tatkala

Kalimantan

pada tanggal 25 November 1959,

(Dayak) telah jadi Kristen. Tetapi

saya

pulau kami 100% Islam! kata kawan

Madura

sempat

yang

menziarahi

Madura

kembali, sesudah ziarah pertama 25

98

adalah

Pulau

itu…”

OKARA, Vol. I, Tahun 6, Mei 2011

dan

Sulawesi
Toraja,

bagian

masih
Pulau

pedalaman

KEARIFAN LOKAL DALAM SASTRA MADURA
A. Sulaiman Sadik

2)

Orang Madura di dalam

serapan dari luar, sehingga apabila

rumah tangganya dengan keluarga

dibandingkan dengan bahasa Madura

selalu berbahasa Madura. Namun

saat ini, bahasa Madura masa depan

setelah memasuki masa modern,

tersebut mungkin sudah bisa disebut

banyak keluarga Madura di dalam

melenceng. Bahasa Madura di Jaman

rumah

Bhuju’

tangganya

sudah

Lèr-saalèr

(Lir-saalir

di

Madura.

Jhâmbringèn, Proppo, pada abad 16

Mereka pada umumnya di perkotaan

M)14 sudah sangat beda dengan

atau di pinggiran kota, terutama

Bahasa Madura pada saat ini. Karena

dalam keluarga intelek sudah beralih

itu, kita harus tetap optimis bahwa

menggunakan

Indonesia

Bahasa Madura tidak akan pernah

dengan alasan yang kurang jelas.

punah. Bahkan menurut para ahli,

Dalam

kongres

bahasa Arab yang menjadi bahasa

kebudayaan Madura di Pamekasan

Al-Qur’an terjadi dari banyak bahasa

yang dilaksanakan pada bulan April

yang ada sebelumnya di daerah

tahun 2011, salah seorang dari tiga

Timur

orang

bertanggung

meninggalkan

karakter

bahasa

seminar

pra

penyajinya

makalah

yang

membawakan

bernada

pesimis

Tengah.

Siapa

jawab

yang
terhadap

persoalan ini? Tentu hal ini menjadi

berjudul Sepuluh tahun lagi Bahasa

tanggung

Madura ditengarai akan punah, salah

Madura

siapa? Penulis

sama sekali tidak

menggunakan bahasa Madura dalam

kuatir bahwa bahasa Madura akan

berkomunikasi di internal keluarga.

punah

Memang

13

dalam

sepuluh

tahun

jawab

keluarga

orang

sendiri,

karena

tidak

benar

adagium

dalam

mendatang atau seterusnya selama

Buletin

etnik Madura ada. Hal ini karena

yang

jumlah penutur bahasa Madura yang

Madhurâ

setiap tahun terus bertambah dan

Madhurâ. Adagium inipun termasuk

saat ini, telah menjadi bahasa daerah

saran baik dan merupakan kearifan

ketiga terbesar di negeri kita setelah

lokal yang perlu diperhatikan.

Yayasan

Pakem

menyebutkan


bisa

Maddhu

Coma
mertè

rèng
Bhâsa

Bahasa Jawa dan Bahasa Sunda.
Namun walaupun demikian, penulis
tidak

dapat

menjamin,

apakah

Bahasa Madura masa depan akan
tetap sama seperti saat ini atau
semakin
bertambahnya
13

berubah
banyak

dengan
kosa

kata

Yang juga diundang dalam Seminar
Pra Kongres tersebut.

14

Sebagai bukti, di desa tersebut pada
setiap malam terang bulan di bulan Rabi’ul awal,
selalu ada upacara penghormatan kepada Bhuju’
Lèr-saalèr dengan melagukan lagu Lir-saalir.
Tetapi, bahasa Madura yang digunakan sudah
sulit untuk dimengerti pada saat ini. Sebab, syair
lir-saalir yang dilantunkan sesuai dengan bahasa
Madura masa Bhuju’ Lèr-saalèr dulu, walaupun
pada jaman mereka dan jaman kita bahasanya
tetap sama yaitu bahasa Madura.

OKARA, Vol. I, Tahun 6, Mei 2011

99

KEARIFAN LOKAL DALAM SASTRA MADURA
A. Sulaiman Sadik

3) Orang Madura selalu peduli terhadap

dengan keadaan hutan Madura, Sang

lingkungannya, baik lingkungan alam

Bupati

maupun lingkungan masyarakatnya.

Tujuhbelas (Dewan Pewakilan untuk

Ini jelas telah banyak dari tokoh

rakyat jajahan yang ada di parlemen

masyarakat Madura apakah petani

Belanda)

maupun dari ulama pada masa lalu

mungkin akan timbul dari tergusurnya

yang

hutan di Madura. Laporan tersebut

memperoleh

Kalpataru
karena

penghargaan

dari

Pemerintah

mereka

telah

menghidupkan

NKRI,
berhasil

lingkungannya

dari

melapor

pada

tentang

Tuan–tuan

bahaya

yang

mendapat tanggapan, maka dikirim
utusan

parlemen

melakukan

Belanda

survey

untuk

lapangan.

dari situasi yang tandus menjadi

Ternyata, ditemukan bahwa hujan di

hijau,

Madura

termasuk

mencegah

usaha

untuk

abrasi

pantai,

normal

kekeringan

adanya

dan

tersebut terjadi akibat

sebagaimana telah dilakukan oleh

kerusakan hutan yang dilakukan oleh

masyarakat Pondok Pesantren An-

banyak orang yang tak terkontrol oleh

Nuqayah

pemerintah.

Guluk

guluk.

Walaupun

Karena

itu,

utusan

dalam sejarah banyak diungkapkan

parlemen Belanda tersebut menemui

bahwa Madura adalah pulau yang

Gubernur Jawa Timur saat itu, yaitu

cantik dan subur, kemudian berubah

Van

menjadi tandus. Hal ini akibat dari

parlemen Belanda tersebut meminta

banyak hal antara lain karena ulah

agar pemerintah Hindia Belanda di

para penguasa di Madura. Seperti

Jawa

diketahui, saat penduduk Madura

penghutanan kembali agar Madura

masih relatif kecil jumlahnya, Sultan

terhindar

Agung memindahkan 40.000 laki-laki

ketandusan, usul

utusan parlemen

Madura ke daerah Gresik. Di sana,

Belanda

tidak

mereka

respon dari Van der Plaas. Sang

keperluan

dijadikan

petani

untuk

logistik

Mataram

yang

tentaranya

selalu

melakukan

der

Plaas.

Timur

Ketika

utusan

melakukan

dari
tersebut

usaha

kekeringan

Gubernur

mengaku

melakukan

pembiaran

dan

mendapat
memang
tentang

penaklukan. Jumlah 40.000 orang

kerusakan hutan di Madura dengan

saat itu bukan jumlah yang sedikit.

alasan

Akibatnya

berlangsungnya

tanah

terbengkalai tak

Madura

menjadi

terurus. Bahkan,

untuk

menjaga

tetap

persil-persil

(perkebunan) pemerintah jajahan dan

Hindia

juga milik orang–orang Belanda, di

Belanda, hutan di Madura ditebangi

mana pekerjanya terdiri dari orang –

oleh siapa saja tanpa ada aturan

orang Madura, baik di Pulau Jawa

hukum yang melindunginya. Sejarah

maupun di pulau Sumatera. Orang

tegas mencatat, ketika salah seorang

Madura

bupati di Madura merasa cemas

persil-persil tersebut, sebab orang

pada

100

masa

penjajahan

sangat

OKARA, Vol. I, Tahun 6, Mei 2011

diperlukan

untuk

KEARIFAN LOKAL DALAM SASTRA MADURA
A. Sulaiman Sadik

Madura memiliki tenaga yang kuat,

dua

rajin bekerja dan selalu bersabar,

merebahkan

walau dengan upah yang rendah.

Dalam hati dan sebelum mata terpejam,

Menurut Van der Plaas, bila hutan

ia selalu berserah diri kepada Allah, dan

Madura dihijaukan kembali, Madura

beriman

akan makmur dan itu akan berakibat

KitabNya, Rasul dan NabiNya, serta

orang Madura tidak akan pernah mau

yakin akan hari akhir dan yakin akan

lagi menjadi buruh perkebunan. Jika

takdirNya semata. Di saat yang lain,

hal itu terjadi, menurut Van der Plas,

untuk

persil akan sulit mendapatkan buruh

dipandang berat, seorang Madura selalu

murah

menghentakkan

dan

tekun,

seperti orang

kalimat

syahadat,

sebelum

kepalanya

ke

kepadaNya,

melakukan

ia

bantal.

MalaikatNya,

sesuatu

kakinya

ke

yang
tanah

dan bisa gulung tikar.

(agherjhâ bhumè) dan pandangannya

Pendapat Van der Plas tersebut

tertuju ke atas sebagai tanda ia berdoa

termasuk kearifan lokal yang amoral,

kepada Allah. Dalam dunia pesantren,

karena kekejaman pikirannya.

tersusun

Madura

siir-siir

yang

bernafaskan

agama dan berlaku bukan saja untuk
penghuni pesantren, tetapi juga bagi

Memahami Kearifan Lokal Madura
Berdasarkan penjelasan di atas,
kearifan

lokal

Madura

dapat

masyarakat umum di luar pesantren.
Demikian

pula,

para

ulama

selalu

dikelompokkan dalam lima kelompok,

mengingatkan akan ayat-ayat suci Al

yaitu: a) Komunikasi dengan Tuhan; b)

Qur’an

Komunikasi

antar

manusia;

c)

berdasarkan

Komunikasi

dalam

keluarga;

d)

secara kronologis, seperti terlihat pada:

masyarakat;

e)

Komunikasi

dalam

 Bahwa
a)

sebagai

salah

generasi Madura

selektif

perkembangan

jaman

seorang

Muslim

harus

Islam menganjurkan pemeluknya

Islam

yang diwahyukan dalam kitab

karakternya,

suci dan diturunkan kepada para

dengan

satu

secara

untuk menuntut ilmu, baik ilmu

Komunikasi dengan Tuhan
etnik

dipilih

menghargai akal pikiran manusia

Komunikasi dengan alam.

Sebagai

yang

nabi;

sejak dini sudah

ilmu

yang

diilhamkan,

diusahakan untuk dihubungkan dengan

seperti temuan para ahli yang

Penciptanya. Seorang ibu yang akan

hasilnya sangat berguna bagi

menidurkan

manusia;

anaknya,

bersenandung

ia

abhântal

selalu
sahadhât,

maupun

ilmu

dibentangkan, seperti ilmu yang

asapo’ iman, apajung Allah, asandhing

menjadikan

Nabbhi.

bagaimana hujan tercipta.

Makna

senandung

tersebut

demikian mantap terserap, sehingga

yang

b)

Islam

manusia

melarang
Pak

mengerti

pemeluknya
Turut.

ketika si anak mulai dapat berucap

menjadi

dengan lancar, ia akan selalu membaca

Sebagaimana difirmankan Allah

OKARA, Vol. I, Tahun 6, Mei 2011

101

KEARIFAN LOKAL DALAM SASTRA MADURA
A. Sulaiman Sadik

dalam

Al

“….dan

Qur’an:

janganlah engkau turut-turutan

dan

saja dalam hal yang engkau tidak

pikiran

ketahui (karena) sesungguhnya

pengetahuan,

pendengaran

FirmanNya,

dan

penglihatan

serta hati, semuanya itu akan
ditanya tentang hal itu.”
c)

15

dan

bertukar

memahami
sesuai

ilmu

dengan

“Tidak

mereka

berjalan di atas bumi,

supaya

berfikir,

untuk berinisiatif dan berkreasi.

mendengar,

Islam menganjurkan agar selalu

sesungguhnya

berusaha

mereka yang buta, melainkan

untuk

mencukupi

atau

kebutuhan, merintis jalan dan

hati

berinisiatif

mereka.17”

untuk

dunia

bagi

yang

telinga

untuk
karena

bukan

mata

yang ada dalam dada

manusia,

“…Barang siapa memenuhi suatu

Komunikasi antar manusia
Kulturisasi antar manusia, harus

cara (dalam keduniaan) yang

dilakukan

baik, ia akan dapat ganjaran

menghormati dan saling menghargai.

sebanyak

yang

Menghormati seseorang dengan melihat

menggunakan cara yang baik itu

usia, seperti kepada orang tua kita,

sampai hari

orang yang lebih tua, orang yang

orang

kiamat (HR. Abu

dalam

rangka

saling

dituakan karena kebijakannya. Orang

Hurairah).
kepada

kaya juga dihormati, sebab orang kaya

pemeluknya mengabaikan dunia.

diharapkan bisa membantu si miskin.

Pengumpulan dunia bagi umat

Demikian pula, orang yang berilmu dan

Islam adalah dengan cara yang

orang yang memiliki status -seperti

telah dituntunkan oleh agama,

umara’ dan ulama- harus dihormati.

bukan

Serendah-rendah umara’ adalah ketua

Islam

melarang

dengan

sekehendak
firman

RT dan serendah-rendah ulama adalah

Allah, “Tuntutlah dengan apa

Kèyaè Langghârân. Sedangkan saling

yang telah Allah berikan kepada

menghargai dimaksudkan agar kita tidak

kamu, negeri akhirat dan jangan

bersikap

kamu lupakan nasibmu di atas

memaksakan

hatinya,

sebagaimana

dunia ini.”
Islam

16

maunya

kehendak,

16

dan

terutama

untuk

kepada

kita. Selesaikan segala sesuatu dengan

melakukan

orang lain dengan cara yang santun,
bijak dan cerdas.

15

sendiri

kepada mereka yang lebih muda dari

mengajarkan

pengikutnya

102

juga

mereka mempunyai akal untuk

sebagaimana sabda Nabi SAW :

e)

keluarga,

Islam mengajarkan pemeluknya

bermanfaat

d)

akulturasi antar manusia, kerabat

QS. Bani Israil : 36.
QS. Al-Qashash : 77

17

QS. Al-Hajj : 46

OKARA, Vol. I, Tahun 6, Mei 2011

KEARIFAN LOKAL DALAM SASTRA MADURA
A. Sulaiman Sadik

a) Mon bâ’na andhi’ sèttong pangaterro,

cobhâ tor alangan, pa-ponapa dhâri

jhâ’ sampè’ su-kasusu, pèkkèr ghâllu

papacangan è arè samangkèn kantos

paalos, sopajhâ tekka sè èkahajhât

kalampan dhâ’ kakabinan è bingkèng

ma’ lè ngennèng ka ca’–oca’an ajhâlâ

arè, dhâddhiâ jhudhu sè rokon, atong

sottra,

rontong rampa’ naong bringèn korong

(ngalakowaghi

lalakon

kalabân alos ta’ adhu-gârudhus);
b) Lakona lakonè, katoju’ânna katoju’i /

kantossa atongket roman, samporna
dhunnya akhèrat 19“

tugasmu kerjakan. Kursimu duduki.
c) Jhâgâ ajhina abâ’ na / jaga harga
dirimu

yang harus dikontrol dengan pesanpesan

d) Kerja samalah kalian dalam kebaikan
dan

Demikian banyak dari perilaku

sekali-kali

kalian

jangan

bersekongkol dalam kejahatan

18

leluhur

agar

perilaku

orang

Madura tidak seburuk yang diberitakan
oleh orang luar. Tè-ngatè acaca sabâb
mon copa la ghâgghâr ka tana ta’
kennèng jhilât polè20

Tidak boleh

Komunikasi dalam keluarga

melakukan fitnah. Orang yang suka

Sekali-kali kamu jangan :

memfitnah berarti suka bohong, tak

a) ajhuwâl abâ’ = menjual diri

ubahnya

seperti

pedagang

bakulan.

b) araobhi cemmer = perilaku yang

Dalam

bahasa

Madura,

leluhur

mempermalukan nama keluarga

mengingatkan: ajjâ’

sampè’ lècèghân

terhadap

ma’ ta’ èkoca’ colo’ bâlijjhâ.

buwâ anaghân: anak tertua di

Komunikasi dengan alam

c) keinginan

orangtua

keturunannya :




masa tuanya diharapkan bisa

Alam yang setiap saat menjadi

memberi teladan kepada adik-

tempat berinteraksi manusia Madura

adiknya.

dalam

mandhâr bâdhââ paè’ dhârâna =

Orang Madura memiliki perhitungan-

semoga beruntung di kemudian

perhitungan yang hampir sama dengan

hari.

rumpun suku bangsa lainnya, seperti

Komunikasi dengan masyarakat
Ucapan dan doa, seperti saat kita
mengantar

dan

Bali,

komunikasinya.

misalnya

tentang

perhitungan hari dan hari pasaran.

contoh:

Adapun nama-nama hari dalam bahasa

padhââ

Madura hampir sama dengan Bahasa

salang pojhi, nyo’ ona dhâ’ sè Aghung

Indonesia, yaitu dimulai dari hari Ahad

Sè Amorbâ jhâghât, malar mandhâr

hingga

papacangan ana’ Uci’ sareng ana’ Adè,

Salasa, Rebbu, Kemmès, Jum’at dan

“Pangareb

pertunangan,

Jawa

mewujudkan

dhâ’

sadhâjâna

kaparèngan rahmad

bherkat omor,

kantos kalampan sadhâjâ hajhât tadhâ’â
18

QS. Al-Mâidah (5): 2

hari

Sabtu

(Ahad,

Sennèn,

19

H. Muakmam,
Pangataoan Bhâsa,
(Pamekasan: Bina Pustaka Jaya, 2005), hlm. 15.
20
Ghazi al Farouk, Kosa Kata Madura,
(Surabaya: Sarana Ilmu, 1992), hlm. 10.

OKARA, Vol. I, Tahun 6, Mei 2011

103

KEARIFAN LOKAL DALAM SASTRA MADURA
A. Sulaiman Sadik

Satto). Sedang hari pasarannya juga

panas), bila jumlah natto hari dan hari

ada lima, yaitu: Manès, Paèng, Pon,

pasar = 18

Bâghi, Klèbun. Setiap hari dan hari

 Lakona

Paksè,

(situasi

pasar ini memiliki tempat yang dalam

menguntungkan bila pernikahan, atau

engghun,

pindah rumah), bila jumlah Hari dan

Bahasa

Madura

disebut

lengkap dengan nilai yang disebut natto,

Hari pasar = 11

yaitu: Ahad 5, engghunna è tèmor;

 Lakona Angèn (tidak disenangi sebab

Sennèn 4 engghunna è dhâjâ; Salasa 3

situasi yang selalu berubah-ubah),

engghunna è bârâ’ dhâjâ; Rebbhu 7

bila jumlah natto Hari dan Hari pasar

engghunna

=9

è

bârâ’;

Kemmès

6

engghunna è tèmor dhâjâ; Jum’at 6,
engghunna

è

tèmor

lao’;

Satto

9

engghunna è Lao’.

Arè

(situasi

sangat

menguntungkan), bila jumlah natto
Hari dan Hari pasar = 15

Dalam
perhitungan

 Lakona

penggunaannya,
fenomena

alam

yang

dihasilkan sebagai berikut : Si Ali mau
pergi menagih hutang di tempat lain

 Lakona

Bintang

(situasi

sejuk,

menguntungkan), bila jumlah natto
Hari dan Hari pasar = 14

 Lakona

Bulan

(situasi

sejuk

yang letaknya di sebelah barat tempat

menguntungkan tapi cepar berubah),

tinggalnya.

bila jumlah natto Hari dan Hari pasar

Agar

berhasil

menagih

hutang, Si Ali yang memiliki natto
engghun tèmor, ia harus menagih pada
hari Ahad. Kalau ia menagih pada hari
natto engghun Bârâ’,

yang memiliki

yaitu hari Rebbhu, maka ia tak mungkin

=13

 Lakona

Ghunong

(situasi

sangat

menguntungkan), bila jumlah natto
Hari dan Hari pasar =10

 Lakona

Apoy

Kènè’

(situasi

berhasil, sebab yang punya hutang

menguntungkan walau tidak terlalu

berada di sebelah Barat di nengghu

sukses), bila jumlah natto Hari dan

kehidupan. Walaupun demikian Si Ali

Hari pasar = 8

masih harus melihat natto hari pasar,
yaitu yang baik hari pasar manès, dan
dihindari hari

pasar

Klèbun,

sebab

Klebun merupakan keberuntungan bagi
pemilik

rumah

yang

mau

ditagih

hutangnya yang dalam bahasa Madura,
disebut jhâjâ dhâlem (Jhâjâna orèng sè
aotang).

 Lakona

Bhumè

(situasi

kurang

menguntungkan), bila jumlah natto
Hari dan Hari pasar

 Lakona

Aèng

lancar), bila

(situasi

kegiatan

jumlah natto Hari dan

Hari pasar=16
Khususnya di wilayah luar kota,

menghitung

hampir semua yang terlihat oleh leluhur

keberuntungan melalui hari dan hari

Madura dijadikan perumpamaan untuk

pasar yang nilai nettonya disatukan dan

membentuk

terjadilah sebutan-sebutan seperti:

Matahari, bulan, bintang, gunung, angin,

Dalam

 Lakona Apoy rajâ (situasi mudah
104

karakter

masyarakatnya.

guntur, termasuk air bah atau banjir

OKARA, Vol. I, Tahun 6, Mei 2011