SINTESIS DAN KARAKTERISASI EDIBLE FILM D

SINTESIS DAN KARAKTERISASI EDIBLE FILM DARI
LIMBAH KULIT UDANG, LIDAH BUAYA DAN SORBITOL
SEBAGAI ALTERNATIF PENGEMAS MAKANAN

Disusun Untuk Memenuhi Mata Kuliah Seminar Tugas Akhir
Dosen Pengampu: Himmatul Baroroh, M.Si

Oleh:
M. Iqbal Maghfur
12630017

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG

2015

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Plastik merupakan salah satu komponen utama dalam bidang industri yang
berfungsi sebagai pengemasan suatu produk termasuk makanan. Pengemasan
merupakan hal terpenting untuk mempertahankan kualitas bahan pangan karena
pengemas mampu bertindak sebagai penahan migrasi uap air, gas, aroma dan zatzat lain dari bahan ke lingkungan atau sebaliknya. Pemanfaatan plastik sebagai
kemasan sering dipilih karena bersifat aman, kuat, dan ekonomis.
Dewasa ini plastik sintetik diproduksi dunia untuk digunakan diberbagai
sektor industri. Produk – produk barang konsumsi dengan kemasan plastik
cenderung meningkat seiiring dengan meningkatnya kebutuhan manusia. Namun,
plastik merupakan bahan pengemas yang dapat mencemari lingkungan karena
mempunyai karakter yang nonbiodegradable, selain itu plastik dapat mencemari
bahan pangan yang dikemas karena adanya zat-zat tertentu yang berpotensi sebagai
karsinogen yang dapat berpindah ke dalam bahan pangan yang dikemas ( Mc Hugh
dan Krochta, 1994 ). Permasalahan tersebut menjadi suatu topik yang menarik
untuk ditinjau kembali. Bersamaan dengan perkembangan sains dan teknologi serta
perhatian manusia terhadap lingkungan yang semakin meningkat maka banyak
dilakukan penelitian untuk menemukan bahan pengemas yang lebih ramah
terhadap lingkungan.
Pemakaian plastik yang ringan dan umum dipakai satu kali, mengakibatkan
limbah plastik sangat banyak. Padahal limbah plastik tidak bisa terurai sepenuhnya
oleh mikroba. Apabila dibakar akan memberikan kontribusi CO2 seperti pemanasan

global yang sangat tidak baik untuk kelestarian alam. Seperti firman Allah SWT:

َ ۡ َ َ َ َ ۡ ۡ َ ََۡ
َ َ َۡ َ
َۡ
َ
ۡ
َ
َ ‫ب َ َوٱَۡح يَ َبيماَكسبت َأي ي يَٱن ي‬
َ‫اس َ يِ ي يق َبعض َٱَيي‬
َ‫ظ َ ََ َٱلف َسادَ َ يِ َٱل ي‬
َ
ۡ َ‫َع يم اَْلَ َع َ ۡ َي‬
َ َ١َ‫جع ن‬
‫ي‬
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan
tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat)
perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (Qs. Ar-rum: 41).

Salah satu alternatif untuk menggantikan plastik adalah edible film karena

sifatnya yang biodegradable, dan bertindak sebagai penghalang untuk pengambilan
oksigen serta transfer uap air. Sehingga edible film tidak berbahaya dan dapat
dimakan ( Krochta, 1992 ).Berdasarkan fakta dan kajian ilmiah yang ada, pati
merupakan salah satu jenis polisakarida yang terdiri dari dua fraksi yang dapat
dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa ( 10-20%) dan fraksi
tidak terlarut disebut amilopektin ( 80-90% ) (Fessenden, 1994). Polisakarida
seperti pati dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan edible film. Pati sering
digunakan dalam industri pangan sebagai biodegradable film untuk menggantikan
polimer plastik karena ekonomis, dapat diperbaharui, dan memberikan karakteristik
fisik yang baik (Bourtoom, 2007). Edible film yang terbuat dari pati bersifat
isotropik, tidak berbau, tidak berasa, tidak beracun dan biodegradable (Flores dkk.,
2007). Film yang terbuat dari pati juga lebih kuat dan fleksibel jika dibandingkan
dengan plastik dari lemak dan protein (Baldwin dkk., 1995). Pati terdapat dalam
gandum, beras, jagung, kentang, jenis umbi-umbian, dan lidah buaya (Yuli
Darni,2008). gandum, beras, jagung, kentang, jenis umbi-umbian sebagian besar
digunakan sebagai makanan pokok, sehingga dalam penelitian ini digunakan pati
lidah buaya agar tidak mengganggu produksi makanan pokok terutama di
Indonesia. Selain itu lidah buaya merupakan tumbuhan yang mudah didapatkan dan
dibudidayakan.
Salah satu sumber daya yang sangat potensial untuk dijadikan bahan dasar

pembuatan edible film adalah khitosan. Khitosan biasanya terdapat dalam kulit
udang yang merupakan turunan dari polisakarida. Pada saat ini limbah udang dan
kepiting yang berupa kepala dan karapas sudah semakin banyak diiringi dengan
meningkatnya konsumsi manusia terhadap udang itu sendiri. Limbah udang
tersebut dapat mengakibatkan terjadinya pencemaran udara yang berbau busuk
akibat penguraian bakteri. Limbah ini apabila diolah dengan seksama akan
menghasilkan produk yang sangat bermanfaat untuk masyarakat, salah satunya
produk edible film.
Dalam pembuatan edible film dari khitosan diperlukan suatu bahan
pendukung untuk memperkuat sifat mekaniknya yaitu plasticizer. Plasticizer

merupakan bahan yang ditambahkan ke dalam suatu bahan pembentuk film untuk
meningkatkan fleksibilitasnya, karena dapat menurunkan gaya intermolekuler
sepanjang rantai polimernya sehingga film akan luntur ketika dibengkokkan
(Garcia et al. dalam Rodriguezet al. 2006). Menurut penelitian yang dilakukan oleh
Rahmi Yulianti dan Erliana Ginting memberikan hasil bahwa gliserol yang
digunakan sebagai Plasticizer mempunyai kekuatan peregangan dan pemanjangan
lebih rendah dibandingkan dengan sorbitol sebagai Plasticizer (Yulianti, 2011).
Kelarutan sorbitol baik dalam alcohol panas dan sedikit larut dalam alcohol dingin,
selain itu sorbitol mempunyai sifat yang sangat stabil terhadap asam, enzim, dan

suhu sampai 140

Sehingga dalam penelitian ini digunakan sorbitol sebagai

plasticizer untuk pembuatan edible film dari khitosan dan pati lidah buaya.

1.2 Rumusan Masalah
1. Berapakah konsentrasi terbaik dari pati lidah buaya dan khitosan untuk
membuat edible film?
2. Berapakah konsentrasi sorbitol dalam pembuatan edible film?
3. Bagaimana karakteristik sifat mekanik edible film pada konsentrasi terbaik
dari pati lidah buaya, khitosan, dan sorbitol sebagai plasticizer ?
4. Berapa lama penguraian edible film bisa menjadi netral kembali?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui perbandingan konsentrasi terbaik dari pati lidah buaya
dan khitosan dalam pembuatan edible film?
2. Untuk mengetahui konsentrasi sorbitol dalam pembuatan edible film?
3. Untuk mengetahui karakteristik sifat mekanik edible film pada konsentrasi
terbaik dari pati lidah buaya, khitosan, dan sorbitol sebagai plasticizer ?

4. Untuk mengetahui berapa lama penguraian edible film bisa menjadi netral
kembali?

1.4 Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah dapat mengetahui karakteristik Edible
Film dari bahan terbaik (secara literatur) yaitu pati lidah buaya, khitosan, dan

sorbitol sebagai plasticizer.

1.5 Batasan Masalah
1. Konsentrasi pati lidah buaya dan khitosan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah 100%, 25%:75%, 50%:50%, 75%:25%, 100%.
2. Konsentrasi sorbitol yang digunakan dalam penelitian ini adalah 0%,
0,0125%, 0,025%
3. Karakteristik sifat mekanik dalam penelitian ini adalah ketebalan, kekuatan
tarik, kekuatan pemanjangan, laju transmisi uap air, spectra IR dan SEM
pada sampel terbaik.
4. Untuk mengetahui lama penguraian edible film digunakan jamur
Aspergillus Niger.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hasil Penelitian Terdahulu
Nurdiana (2002) menggunakan bahan utama khitosan dan sorbitol sebagai
plasticizer mendapatkan hasil bahwa penambahan sorbitol akan mempengaruhi

kekuatan tarik dimana semakin besar konsentrasi sorbitol maka kekuatan tarik
edible film akan semakin menurun, tetapi meningkatkan nilai persen perpanjangan.

Nilai ketebalan edible film akan semakin tinggi seiring dengan bertambahnya
konsentrasi sorbitol. Penambahan sorbitiol akan mengakibatkan turunnya nilai laju
transmisi baik untuk laju transmisi oksigen maupun laju transmisi uap air.
Nurhesa (2012) menggunakan pati kulit singkong dengan penambahan
sorbitol sebanyak 1,5; 2; dan 2,5 mL serta penambahan asam asetat sebanyak 1,5
mL mendapatkan hasil bahwa Tensile strength bioplastik dengan variasi sorbitol
masing-masing adalah 26,70 MPa, 49,00 MPa, dan 37,85 Mpa, sedangkan
elongation masing-masing adalah 25%, 106, 67%, dan 65%, sehingga bioplastik

paling baik adalah yang paling tinggi harga tensile stength dan elongation-nya

yaitu pada volume sorbitol 2 mL. Ketahanan bioplastik terhadap jamur Aspergillus
niger adalah semakin cepat dengan penambahan sorbitol yaitu 67,04 %, 78,86 %,

dan 77,07 %, sehingga yang tercepat ada pada 78,86 % dengan volume sorbitol 2
mL.
Utomo, Wahyu Arief., dkk (2013) menggunakan pati lidah buaya, khitosan,
aquades, dan tambahan asam cuka sebanyak 5% dengan parameter pengaruh suhu
dan lama pengeringan mendapatkan hasil analisa dari lima parameter plastik
biodegradable diperoleh sifat fisikokimiawi yang meliputi kuat tarik, elongasi,

swelling, dan ketebalan yang terbaik yaitu pada perlakuan suhu 50 ˚C dan waktu
pengeringan 2 jam. Pada perlakuan ini diperoleh nilai kuat tarik 104,648 MPa;
elongasi 2,778 %; rerata swelling (ketahanan terhadap air) 22,571% dan ketebalan
rata-rata 218,444 μm dengan waktu degradasi selama 7 hari.

Yulianti dan Ginting (2012) yang 4 varietas pati yaitu ubi kayu, ubi jalar,
ganyong, dan garut dengan interaksi plasticizer yang digunakan yaitu sorbitol dan
gliserol mendapatkan hasil bahwa pati garut dan pati ubi jalar lebih sesuai untuk
bahan pembuatan edible film dibandingkan dengan pati ubi kayu dan ganyong.
Penggunaan gliserol dan sorbitol tidak memberikan pengaruh yang signifikan

terhadap sifat fisik edible fim yang dibuat dari kedua jenis pati tersebut.

Tabel 2.1 Sifat fisik edible film dari beberapa jenis pati dan plasticizer (Yulianti
dan Ginting, 2012).
Perlakuan

Ketebalan

Tingkat

Kekuatan

Pemanjangan

(mm)

Kecerahan

Peregangan


(%)

(L*)

(N)

Pati & Glisero
Ubi kayu

0,02

81,5

0,9

2,0

Ganyong

0,03


80,4

0,4

1,5

Ubi Jalar

0,03

81,0

1,3

2,0

Garut

0,03

80,9

1,5

2,6

Ubi kayu

0,02

81,3

0,9

1,4

Ganyong

0,03

80,3

1,2

1,7

Ubi Jalar

0,03

80,7

1,6

2,1

Garut

0,03

81,7

1,7

2,6

Pati & Sorbitol

L*= berkisar dari hitam (0) sampai putih (100)

Indriyanto, Irfan., dkk (2014) menggunakan tepung pektin lidah buaya yang
dibuat dari lidah buaya jenis aloe vera barbandies dengan penambahan variasi
konsentrasi gliserol 20%, 25%, 30%, 35%, dan penambahan larutan khitosan 5ml,
10ml, 15ml, 20ml mendapatkan hasil bahwa, gliserol memiliki kuat tarik tertinggi
pada penambahan 20% yaitu sebesar 5,88 Mpa, nilai kuat tarik tertinggi plastik
biodegradable dari pektin lidah buaya dengan penambahan kitosan pada

penambahan kitosan 20 mL yaitu sebesar 12,06 Mpa, nilai elongasi terbaik pada

bioplastik tanpa penambahan kitosan yaitu sebesar 11,43%, nilai ketahanan air
terbaik plastic biodegradable dari pektin lidah buaya pada penambahan kitosan 20
mL yaitu sebesar 11,05%, nilai biodegradability terbaik plastik terbaik pada plastik
tanpa penambahan kitosan yaitu sebesar 77,28%, berdasarkan uji FT-IR plastik
biodegradable terdapat gugus fungsi O-H, N-H amina, CH alkan dan CO gugus

fungsi tersebut merupakan gugus yang bersifat polar sehingga plastik merupakan
bahan yang ramah lingkungan, pada aplikasi plastik biodegradable sebagai
pembungkus jenang diketahui bahwa jenang yang dibungkus plastik biodegradable
mempunyai tekstur, bau dan bentuk yang hampir sama dengan jenang yang
dibungkus dengan plastik sintetis.
Sara, Nathaliya Edyson M (2015) menggunakan bahan utama whey produk
samping dangke (diperoleh dari kabupaten Enrekang) dengan variasi konsentrasi
sorbitol sebagai plasticizer 10%, 20%, 30%, 40% dan 50%. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa edible film yang dihasilkan memiliki nilai ketebalan berkisar
antara 0,029-0,042 mm, kekuatan tarik antara 10,30-12,30 N, kemuluran antara
20,00–73,33 %, laju transmisi uap air antara 1,056–3,250 (g/m2.h), nilai warna L
(kecerahan) edible film antara 84,280 - 90,717, nilai warna a (kehijauan) -4,378 –
2,908 dan nilai warna b (kekuningan) antara -0,123 – 3,745. Penambahan
konsentrasi sorbitol tidak berpengaruh (P≥0,05) terhadap nilai ketebalan, laju
transmisi uap air dan nilai warna L (kecerahan), namun berpengaruh nyata
(P