Uji Antioksidan Ekstrak Kacang Kedelai (Glycine Max) dan Tempe Dengan Metode DPPH

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Kedelai merupakan salah satu sumber protein nabati dengan kandungan 39%. Pengembangan
tanaman kedelai sebagai tanaman sela di bawah tegakan karet, hutan tanaman industri (HTI),
atau tumpang sari dengan tanaman pangan semusim lain merupakan alternatif andalan untuk
meningkatkan produksi kedelai. Hanya saja kendala utama pengembangan kedelai sebagai
tanaman sela atau tumpangsari tersebut adalah rendahnya intensitas cahaya akibat faktor
naungan. Rata-rata intensitas cahaya berkurang 25-50% di bawah tegakan karet berumur 2-3
tahun (Chozin et al. 1999), sedangkan pada tumpang sari dengan jagung berkurang 33% (Asadi
et al. 1997) dari rata-rata intensitas cahaya di lingkungan terbuka 800 kal/cm2/hari. Cekaman
naungan 50% menyebabkan hasil per hektar tanaman kedelai menurun 10-40%.
Ada 2 macam flavonoid utama pada kedelai, yaitu daidzin dan genistin. Dalam
perkembangannya, ada sejumlah isoflavon yang telah berhasil diisolasi dari kedelai, yakni
daidzin, asetil daidzin, giisitin, malonildaidzin, genistin, asetil genistin, malonilgenistin,
asetilglisitin, malonil genistin. Kadar daidzin dan genistin lebih tinggi dibanding giisitin
(anonim, 2013).
Makanan adalah kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia karena di dalamnya terkandung
senyawa-senyawa yang diperlukan oleh tubuh, antara lain untuk pertumbuhan, memelihara dan
memperbaiki jaringan tubuh yang telah rusak, dan menghasilkan energi untuk kepentingan

kegiatan sehari-hari (Nurmala, 2003). Pengolahan makanan secara tradisional yang sering
dijumpai adalah makanan

fermentasi (Arief, 1994). Fermentasi makanan bertujuan untuk

menambah zat gizi penting dalam suatu bahan makanan dan meminimalisasi zat gizi yang
kurang bermanfaat. Salah satu makanan fermentasi yang paling dikenal adalah tempe.

Universitas Sumatera Utara

Tempe merupakan bahan makanan hasil fermentasi kacang kedelai atau jenis kacang-kacangan
lainnya menggunakan jamur Rhizopus oligosporus dan Rhizopus oryzae. Tempe umumnya
dibuat secara tradisional dan merupakan sumber protein nabati. Di Indonesia pembuatan tempe
sudah menjadi industri rakyat (Suharyono dan Susilowati, 2006). Tempe mengandung berbagai
nutrisi yang diperlukan oleh tubuh seperti protein, lemak, karbohidrat, dan mineral. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa zat gizi tempe lebih mudah dicerna, diserap, dan dimanfaatkan
tubuh. Hal ini dikarenakan kapang yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawa-senyawa
kompleks menjadi senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh manusia (Kasmidjo, 1990).
Kedelai dan tempe merupakan contoh sumber protein nabati yang dikenal masyarakat Indonesia
dari berbagai kalangan. Beberapa peneliti menyebutkan bahwa kandungan utama dari tempe

kedelai adalah isoflavon. Isoflavon dalam kedelai memiliki beberapa bentuk yaitu malonilglikosida, asetil-glikosida, glikosida dan aglikon bebas. Contoh isoflavon aglikon adalah
senyawa genistein (Purwoko, 2004), (Afandy 2007) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa
pada tempe yang dibuat dari kedelai mengandung isoflavon daidzein dan genistein. Selain itu
juga mengandung senyawa fenolat yang lain
. Flavonoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada tanaman hijau, kecuali
alga. Flavonoid yang lazim ditemukan pada tumbuhan tingkat tinggi (angiospermae) adalah
flavon dan flavonol dengan C- dan O-glikosida, isoflavon C- dan O-glikosida, flavanon C- dan
O-glikosida, khalkon dengan C- dan O-glikosida dan dihidrokhalkon, proantosianidin dan
antosianin, auron O-glikosida dan dihidroflavonol O-glikosida. Golongan flavon, flavonol,
flavonon, isoflavon dan khalkon juga sering ditemukan dalam bentuk aglikonya.
Tubuh kita memerlukan suatu substansi penting yakni antioksidan yang dapat membantu
melindungi tubuh dari serangan radikal bebas dengan meredam dampak negatif senyawa ini.
Konsumsi antioksidan yang memadai dapat mengurangi terjadinya beberapa penyakit seperti
kanker, kardiovaskuler, katarak, masalah pencernaan serta penyakit degenerative lain. Senyawa
antioksidannya diantaranya adalah asam fenolik, flavonoid, β-karoten, vitamin E, vitamin C,
asam urat, bilirubin, albumin (Gheldof 2002). Zat-zat gizi mineral seperti mangan, seng, tembaga
dan selenium juga berperan sebagai antioksidan.

Berdasarkan


hasil

penulusuran

studi

kepustakaan diperoleh informasi bahwa penelitian uji antioksidan pada kacang kedelai dan

Universitas Sumatera Utara

tempe masih terbatas, oleh sebab itu peneliti tertarik untuk menganalisis antioksidan dari kacang
kedelai dan tempe dengan menggunakan metode DPPH.

1.2. Permasalahan
Permasalahan dalam penelitian ini adalah dimana tempe merupakan hasil fermentasi dari
kacang kedelai sehingga perlu diketahui aktivitas antioksidan dari kacang kedelai dan tempe.

1.3. Pembatasan Masalah
Uji aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode DPPH dengan menggunakan
Spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang maksimum 515 nm


1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji aktivitas antioksidan dari kacang kedelai dan tempe
dengan metode DPPH

1.5. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi di bidang kimia organik bahan
alam mengenai kimia tentang sifat antioksidan dari kacang kedelai dan tempe dengan metode
DPPH.

1.6. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Bahan Alam FMIPA USU.

Universitas Sumatera Utara

1.7. Metodologi Penelitian
Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimen laboratorium. Dalam penelitian ini, dilakukan
terlebih dahulu uji skrining fitokimia terhadap kacang kedelai dengan tempe berupa ekstrak yang
kering dengan menggunakan pereaksi FeCL3 selanjutnya dilakukan uji antioksidan dengan
metode DPPH.


Universitas Sumatera Utara