ANALISIS PERUBAHAN NILAI TANAH AKIBAT PERPINDAHAN BANDARA POLONIA DI KELURAHAN ANGGRUNG KECAMATAN MEDAN POLONIA KOTA MEDAN

ANALISIS PERUBAHAN NILAI TANAH AKIBAT PERPINDAHAN
BANDARA POLONIA DI KELURAHAN ANGGRUNG
KECAMATAN MEDAN POLONIA KOTA MEDAN
Junita Iriani Tampubolon*, Khaira Amalia** dan Dwira Nirfalini Aulia**
*Alumni Magister Manajemen Properti dan Penilaian SPs USU
** Dosen Magister Manajemen Properti dan Penilaian & F Teknik Arsitektur USU
Abstract: Changes in value of land that occurs in Anggrung caused by RTRW
Perda No. 13 in 2011, the development and transfer of Hermes Place Polonia
Airport. The purpose of this study was to determine and analyze changes in the
value of land in Anggrung, district of Medan Polonia before and after the
enactment of legislation RTRW Medan No. 13 in 2011 (2010 and 2011), before and
after construction of the Hermes Place (2012 and 2013), as well as before and
after the transfer of Polonia Airport (2013 and 2014). Data were collected through
questionnaires and documentation. Tools of analysis in this study using Paired ttest analysis. The sample in this study is as much as 57 plots of land in the
Anggrung, district of Medan Polonia. These results indicate that the RTRW Perda
No. 13 in 2011, the construction of Hermes Place and the transfer of the airport
led to changes in the value of land in Anggrung.

Abstrak: Perubahan nilai tanah yang terjadi di Kelurahan Anggrung disebabkan
Perpindahan Bandara Polonia yang dimulai dengan keluarnya Perda RTRW No.
13 tahun 2011, pembangunan Hermes Place. Tujuan dari penelitian ini adalah

untuk mengetahui dan menganalisis perubahan nilai tanah akibat perpindahan
bandara Polonia di Kelurahan Anggrung, Kecamatan Medan Polonia,
ditetapkannya Perda RTRW Kota Medan No. 13 Tahun 2011 (Tahun 2010 dan
2011), kemudian dibangunnya Hermes Place (Tahun 2012 dan 2013) dan
Perpindahan Bandara Polonia (Tahun 2013 dan 2014). Data penelitian
dikumpulkan melalui kuisioner dan studi dokumentasi. Alat analisis dalam
penelitian ini menggunakan analisis Paired t-test. Jumlah sample dalam penelitian
ini adalah sebanyak 57 bidang tanah di Kelurahan Anggrung Kecamatan Medan
Polonia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Perda RTRW No. 13 tahun 2011,
pembangunan Hermes Place, dan Perpindahan Bandara menyebabkan perubahan
nilai tanah di Kelurahan Anggrung.
Kata kunci: Nilai Tanah, Perpindahan Bandara Polonia, Perda RTRW No. 13
Tahun 2011, Pembangunan Hermes Place
PENDAHULUAN
Kota Medan, Ibukota Provinsi
Sumatera Utara, merupakan kota terbesar
ketiga di Indonesia. Dengan posisi strategis
sebagai pintu gerbang utama Indonesia di
wilayah barat, kota Medan harus
mempersiapkan diri untuk menstimulasi,

mengakomodasi
dan
mengantisipasi
berbagai peluang dan tantangan sebuah kota
metropolitan. Sejalan dengan hal tersebut,
visi kota Medan untuk menjadi kota
metropolitan yang modern, madani dan
religius, selayaknya terus dikembangkan
dalam semua kegiatan pembangunan.

56

Pindahnya bandara Polonia yang
ditandai dengan beroperasinya bandara
Kualanamu International Airport (KNIA)
di Kualanamu, Deli Serdang, diharapkan
dapat membawa dampak positif terutama
dalam konteks pembangunan di Sumatera
Utara. Kota Medan sebagai Ibukota
Provinsi menjadi salah satu kota yang

menerima dampak secara langsung yakni
terkait perubahan konsep pembangunan
kota Medan ke depan pasca perpindahan
bandara Polonia.
Selama ini Pembangunan yang
dilakukan di kota Medan lebih kepada
pembangunan secara horizontal,namun

Junita Iriani Tampubolon, Khaira Amalia dan Dwira Nirfalini Aulia : Analisis Perubahan…

jumlah ketersediaan bidang tanah yang
kosong
terus
berkurang
seiring
perkembangan pembangunan yang terjadi
dan memaksa pemerintah maupun pihak
swasta melakukan pembangunan dengan
konsep vertikal. Hal tersebut didukung oleh
perpindahan bandara dari kota Medan

kekabupaten Deliserdang, dimana terjadi
perubahan peraturan pemerintah terkait izin
maksimal ketinggian bangunan. Artinya
dengan konsep pembangunan vertikal,
pembangunan gedung-gedung bertingkat
tinggi, termasuk bangunan pencakar langit
akan lebih banyak menghiasi langit-langit
kota Medan. Bila selama ini pembangunan
gedung di kota Medan maksimal setinggi
45 meter (Keputusan Menteri Perhubungan
Nomor
18
Tahun
1991
tentang
Keselamatan Operasi Penerbangan di
sekitar Bandar Udara Polonia-Medan), akan
berbeda setelah perpindahan bandara ke
Kualanamu, Deli Serdang.
Menurut Kepala Badan Perencana

Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota
Medan (Harian Analisa, 20 Agustus 2013),
mengakui
bakal
“semaraknya”
pembangunan di Medan itu menyusul
perpindahan bandara.
Namun ternyata
perpindahan bandara dari Polonia ke
Kualanamu tidak serta-merta mendukung
dan memicu pembangunan secara vertikal
dapat langsung dilaksanakan karena
Pemerintahan kota (Pemko) Medan masih
menunggu
Kawasan
Keselamatan
Opersional Penerbangan (KKOP) Bandara
Polonia
dan
Bandara

Kualanamu.
Berdasarkan hal tersebut, maka ketentuan
ketinggian gedung di kota Medan akan
mengalami perubahan. Keinginan investor
dan masyarakat di kota Medan dalam
membangun gedung-gedung pencakar
langit diharapkan segera terealisasi.
Oleh karena itu, Pemko Medan sudah
membuat persiapan sejak jauh hari
menindaklanjuti KKOP Bandara Polonia
dan Kualanamu dari PT. Angkasa Pura dan
Menteri Perhubungan. Melalui KKOP akan
ditentukan Rancangan Tata Ruang Wilayah
Kota (RTRW) Medan jangka pendek Kota
Medan di masa mendatang. Peraturan
dalam
mendukung
perkembangan
pembangunan di kota Medan menuju
Medan

sebagai
kota
metropolitan
diwujudkan dalam Perda Kota Medan No.
13 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata

Ruang Wilayah (RTRW) Kota Medan
Tahun 2011-2031. Perubahan RTRW kota
Medan dari aturan sebelumnya harus
ditindaklanjuti
dengan
melakukan
perubahan Rencana Detail Tata Ruang
(RDTR) Kota Medan dengan persetujuan
DPRD Medan.
Dalam Perda RTRW kota Medan No.
13 tahun 2011, Pasal 33 ayat 2 i,
menetapkan bahwa kawasan bekas bandara
Polonia dan kawasan sekitarnya menjadi
kawasan Central Business District (CBD)

Polonia. Selain itu, Perda RTRW kota
Medan No. 13 tahun 2011, Bagian kedua,
Pasal 52 ayat 2, menetapkan CBD Polonia
yang berada di kecamatan Medan Polonia
menjadi salah satu kawasan strategis bidang
pertumbuhan
ekonomi.
Perpindahan
bandara dari Polonia ke Kualanamu dan
penetapan Perda RTRW kota Medan No. 13
tahun
2011
berpengaruh
terhadap
masyarakat yang terdapat di Kecamatan
Medan Polonia, Kelurahan Anggrung, Kota
Medan sebagai salah kawasan atau
kelurahan yang berada di sekitar bandara
Polonia. Pengaruh yang dapat dirasakan
langsung

oleh
masyarakat
adalah
peningkatan nilai tanah yang berada di
sekitar kelurahanAnggrung, kecamatan
Medan Polonia,
Peningkatan investasi di Kelurahan
Anggrung, Kecamatan Medan Polonia,
Kota Medan sebagai dampak dari
perpindahan Bandar udara mengakibatkan
pertumbuhan
kawasan
bisnis
dan
pemukiman yang ada di sekitar kawasan
bandara Polonia. Hal ini dapat dilihat dari
adanya pembangunan kompleks CBD
Polonia yaitu pembangunan ruko sebanyak
750
unit

(http://www.inaberita.com/view.php?newsi
d=2643, tanggal 20 Mei 2015) dan
pembangunan
Hermes
Place
(http://www.skyscrapercity.com/showthrea
d. php?t=1482336, tanggal 20 Mei 2015).
Hal tersebut turut memicu peningkatan nilai
tanah yang ditransaksikan di wilayah
tersebut sebagai akibat peningkatan
permintaan terhadap bidang tanah di
kelurahan Anggrung sementara bidang
tanah yang ada tetap atau tidak bertambah
karena tanah tidak dapat di produksi seperti
barang produksi pada umumnya. Wilayah
kelurahan Anggrung yang selama ini berada
pada zona keselamatan penerbangan dialih

57


Jurnal Ekonom, Vol 19, No 2, April 2016

fungsikan menjadi wilayah bisnis di kota
Medan.
Peningkatan transaksi jual-beli tanah
tersebut berdampak pada kenaikan harga
dan nilai tanah dimana terjadinya
peningkatan permintaan terhadap bidang
tanah di Kelurahan Anggrung sementara
jumlah penawaran tetap. Hal tersebut dapat
dilihat pada Gambar 1.1.

Keterangan:
a. S adalah Kurva Penawaran (supply)
b. D1 adalah Kurva Permintaaan (demand
awal)
c. D2 adalah Kurva Peemintaaan
(demand akhir)
d. P1 adalah harga tanah awal
e. P2 adalah harga tanah akhir
f. Q1 adalah jumlah tanah pertama kali
g. Q2 adalah jumlah tanah terakhir
h. Segitiga
ABC
adalah
surplus
keuntungan penjual
Gambar
1.1
memperlihatkan
bagaimana pergeseran permintaan, dimana
meningkatnya jumlah tanah yang diminta
oleh pasar menyebabkan naiknya harga
tanah yang menyebabkan peningkatan
keuntungan bagi pemilik tanah atau
penjual.
Selain itu, pembangunan Hermes
Palace yang juga merupakan salah satu
pusat aktivitas bisnis di wilayah Kelurahan
Anggrung
berpengaruh
terhadap
peningkatan nilai tanah di wilayah tersebut.
Kehadiran Hermes Place berpengaruh
terhadap niali tanah di Kelurahan
Anggrung, hal ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Ai (2005) dimana
jarak bidang tanah terhadap CBD
mempengaruhi nilai tanah, dimana nilai
tanah akan semakin tinggi jika jarak bidang

58

tanah semakin dekat dengan CBD atau
pusat keramaian.
Pada observasi awal ditemukan bahwa
peningkatan
pertumbuhan
aktivitias
ekonomi cenderung terjadi pada daerah
lintasan keluar dan masuk akses eks
Bandara Polonia. Di sepanjang jalan
tersebut dapat terlihat semakin banyaknya
bangunan ruko dan rumah tinggal.
Mayoritas ruko sudah dihuni untuk tempat
usaha berupa perkantoran, rumah makan,
Swalayan Indomaret bahkan show room
Mobil yang dalam tahap pembangunan.
Berdasarkan
wawancara
kepada
masyarakat
dan
Kepala
Kelurahan
Anggrung Kecamatan Medan Polonia
bahwa sebelum perpindahan Bandara
Polonia ke Kualanamu dan setelah
perpindahan ada kenaikan nilai tanah
berkisar 10% - 70% atau berkisar dari Rp
3,5 juta per meter menjadi Rp 17 Juta per
meter. Perubahan nilai tanah di Kelurahan
Anggrung yang ditemukan saat dilakukan
observasi awal dapat dilihat pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1 mengungkapkan perubahan
nilai tanah yang terjadi di Kelurahan
Anggrung, dimana terjadi peningkatan nilai
tanah dari tahun 2010, 2011, 2012, 2013
hingga tahun 2014 secara variatif hingga
mencapai ± 300%.
Selain merubah nilai tanah menjadi
meningkat, pembangunan Hermes Palace
juga menimbulkan hal negatif bagi
kehidupan sosial masyarakat di Kelurahan
Anggrung. Polusi suara dan kemacetan
semakin meningkat terjadi di sepanjang
Jalan Monginsidi, tepatnya di depan
Hermes Palace.
Observasi awal yang dilakukan oleh
peneliti
menunjukkan
terjadinya
peningkatan nilai tanah di Kelurahan
Anggrung dari tahun 2010-2014 dan
peningkatan nilai tanah pada tahun 20122013 lebih besar daripada tahun 2013-2014.
Peningkatan nilai tanah yang terjadi di
Kelurahan Anggrung tersebut disebabkan

Junita Iriani Tampubolon, Khaira Amalia dan Dwira Nirfalini Aulia : Analisis Perubahan…

oleh perpindahan Bandara Polonia, Perda
RTRW kota Medan No.13 Tahun 2011 dan
pembangunan Hermes Palace.
Definisi Tanah
Tanah merupakan suatu sumber daya
yang menyediakan ruangan (space) yang
dapat mendukung semua kebutuhan
makhluk hidup. Tanah digunakan sebagai
tempat manusia beraktivitas, baik untuk
bertani maupun untuk tempat didirikannya
bangunan rumah tinggal. Tanah merupakan
sesuatu yang mendasar bagi kehidupan dan
keberadaan manusia, sehingga menjadi
perhatian bagi para ahli hukum, ahli
geografi, ahli sosial, ahli ekonomi, dan para
ahli lainnya termasuk penilai (MAPPI,
2013).
Roberts dalam Prasetya dan Sunaryo
(2013) mendefinisikan tanah sebagai
komoditas untuk dimanfaatkan, dimiliki,
diperjual-belikan, demi kesenangan atau
keuntungan pribadi tetapi lahan dianggap
sumber daya milik bersama, layaknya air
dan udara, yang harus dilestarikan dan
dipelihara dengan mempertimbangkan
secara
tepat
dampaknya
terhadap
masyarakat sebagai keseluruhan dan pada
kondisi saat sumber daya alam milik
bersama itu akan diwariskan pada generasi
mendatang.
Sementara itu, Santoso (2000)
mengungkapkan bahwa Real Estate adalah
tanah dan semua kepunyaannya atau hak
yang terkandung dan apapun yang
terbentuk atau dikeluarkan di atasnya oleh
kejadian alam atau buatan manusia. “Real
Estate dirumuskan sebagai tanah secara
fisik dan benda yang dibangun oleh
manusia yang menjadi satu kesatuan
dengan tanahnya.
Hal ini adalah
penguasaan fisik yang berwujud yaitu yang
dapat dilihat dan dijamah (dipegang),
bersama-sama dengan segala sesuatu yang
didirikan pada tanah yang bersangkutan,
diatas atau dibawah tanah (Setiawan,
2006)”.
Hak Kepemilikan Tanah
Saat ini, perhatian setiap orang dalam
membeli atau menguasai tanah terfokus
pada hak atau dasar hukum memiliki tanah
tersebut. Hal ini penting dalam hal
menghindari setiap orang yang ingin
memiliki tanah dari permasalahan hukum

yang ada. Sering terjadi permasalahan
hukum terhadap kepemilikan tanah atau
sengketa tanah di Indonesia yang
diakibatkan dari hak penguasaan tanah yang
dimiliki.
Hak atau kepemilikan atas tanah secara
hukum disebut dengan properti. MAPPI
(2013) mengungkapkan “Properti adalah
konsep
hukum
yang
mencakup
kepentingan, hak dan manfaat yang
berkaitan dengan suatu kepemilikan.
Properti terdiri atas hak kepemilikan, yang
memberikan hak kepada pemilik untuk
suatu kepentingan tertentu (specific
interest) atau sejumlah kepentingan atas apa
yang dimilikinya. Oleh karena itu, kita
wajib memperhatikan konsep hukum dari
properti yang meliputi segala sesuatu yang
merupakan konsep kepemilikan atau hak
dan kepentingan yang bernilai, berbentuk
benda atau bukan (corporeal or nin
corporeal), berwujud atau tidak berwujud,
dapat dilihat atau tidak, yang memiliki nilai
tukar atau yang dapat membentuk
kekayaan.” KPUP 3.2
Kepemilikan tanah merupakan sebuah
hak asasi manusia yang dilindungi oleh
hukum internasional maupun hukum
nasional (Limbong, 2011). Pemilikan atas
tanah diatur dalam undang-undang Nomor
5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-pokok Agraria (UUPA) juga
menyatakan
dengan
tegas
tentang
kepemilikan hak atas tanah yang terdiri
atas: Hak milik, Hak Guna Usaha (HGU),
Hak Pakai dan Hak Pengelolaan.
Harga dan Nilai Tanah
Kebanyakan orang mengartikan harga
tanah adalah sama dengan nilai tanah.
Persepsi ini dibentuk dari pemahaman
setiap orang yang selalu menggunakan kata
“harga tanah” ketika melakukan transaksi
jual-beli tanah. “Harga adalah sejumlah
uang yang diperoleh, ditawarkan atau
dibayarkan untuk suatu aset. Karena
kemampuan keuangan, motivasi atas
kepentingan khusus dari pembeli atau
penjual, harga yang dibayarkan mungkin
berbeda dengan nilai dari aset tersebut
berdasarkan anggapan pihak lain.
“ Nilai adalah suatu opini dari manfaat
ekonomi atas kepemilikan aset, atau harga
yang paling mungkin dibayarkan untuk

59

Jurnal Ekonom, Vol 19, No 2, April 2016

suatu aset dalam pertukaran, sehingga nilai
bukan merupakan fakta.” MAPPI (2013)
Prawoto
(2014)
mengungkapkan
bahwa “harga adalah sejumlah uang yang
disetujui pembeli dan penjual untuk
diterima di saat tertentu dan melalui
mekanisme pasar yang wajar. Sementara
itu, nilai adalah sejumlah uang yang setara
dengan milik (property) yang dapat
memberikan keuntungan dari kepemilikan
tersebut.”
Sementara itu, Sutawijawa (2004)
mengungkapkan bahwa “nilai tanah adalah
ukuran
kemampuan
tanah
untuk
menghasilkan atau memproduksi sesuatu
secara langsung memberikan keuntungan
ekonomis. Dalam konteks pasar properti
nilai tanah sama dengan harga pasar tanah
tersebut misalnya harga pasar tanah tinggi
maka nilai tanahnya juga tinggi demikian
pula sebaliknya.”
Nilai tanah terbentuk tidak hanya
disebabkan oleh manfaatnya bagi manusia,
namun juga disebabkan oleh faktor-faktor
lainnya. Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi terbentuknya nilai tanah
adalah (Siahaan, 2003).
a. Kegunaan (utility),
Adalah kemampuan dalam memenuhi
keinginan dan kebutuhan manusia.
b. Kelangkaan (scarcity),
Adalah kurangnya jumlah tanah yang
tersedia
untuk
ditawarkan
dibandingkan dengan permintaan yang
ada.
c. Keinginan (desire)
Adalah keinginan pembeli atas tanah
untuk memenuhi kebutuhannya.
d. Daya beli (effective demand)
Kemampuan dari individu atau
kelompok untuk membeli tanah yang
ditawarkan yang ditunjang dengan
kemampuan menyertakan uang tunai.
Nilai tanah yang secara umum
dipergunakan sebagai dasar nilai adalah
nilai pasar tanah. Nilai pasar adalah nilai
barang dan jasa yang ada dipasar setelah
dikurangi biaya-biaya yang timbul dari
transaksi seperti pajak, biaya penjualan,
biaya notaris, dan biaya-biaya pengosongan
lainnya bila ada (Anastasia, 2006). MAPPI
(2013) mengungkapkan bahwa nilai pasar
adalah estimasi yang didukung data pasar
yang dikembangkan sesuai dengan Standar

60

Penilaian Indonesia (SPI) dan Kode Etik
Penilaian Indonesia (KEPI) tahun 2013.
Hubungan Tanah dengan Properti
“Real estate adalah properti, dimana
properti dapat diartikan sebagai segala
sesuatu yang dapat dimiliki atau dipunyai.
Properti dapat berupa aset berwujud
maupun aset tak berwujud. Dalam hal aset
ber wujud dapat berupa tanah kosong, tanah
dan apapun yang berdiri diatasnya, mobil
dan lainnya.
Sementara itu, aset tak
berwujud berupa hak paten, merek atau
bunga bank.” (Archer dan Ling, 2005)
Dalam
Kamus
Besar
Bahasa
Indonesia, properti didefinisikan sebagai
harta dalam bentuk tanah dan bangunan
serta sarana dan prasarana yang merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari tanah
dan
bangunan
yang
dimaksudkan
(Depdiknas, 2008).
MAPPI
(2013)
mendefinisikan
properti sebagai “suatu konsep hukum yang
mencakup kepentingan, hak dan manfaat
yang berkaitan dengan suatu kepemilikan.
Konsep hukum dari properti meliputi segala
sesuatu
yang
merupakan
konsep
kepemilikan atau hak dan kepentingan yang
bernilai, berbentuk benda atau bukan
(corporeal or non corporeal), berwujud
atau tidak berwujud, dapat dilihat atau
tidak, yang memiliki nilai tukar atau yang
dapat membentuk kekayaan.”
Penilaian Properti
Penilaian adalah suatu rangkuman
metode dan teknik penilaian, dimana
seorang penilai menerapkannya pada
material yang nyata dalam suatu kerangka
kerja proses penilaian untuk mencapai suatu
kesimpulan
nilai
(Anastasia
dan
Ongkowijaya, 2013). Sementara itu,
Emrizon (2005) mengungkapkan bahwa
penilaian adalah proses pekerjaan seorang
penilai dalam memberikan estimasi dan
pendapatan atas nilai ekonomis suatu harta
pada saat tertentu sesuai dengan Standar
Penilaian.
Sutawijaya (2004) mengungkapkan
bahwa penilaian properti adalah suatu
proses penentuan nilai, baik nilai pasar,
nilai investasi, nilai asuransi atau jenis nilai
lainnya, dari suatu properti pada suatu
tanggal penilaian tertentu. Sementara itu,
penelitian yang dilakukan oleh Sujono

Junita Iriani Tampubolon, Khaira Amalia dan Dwira Nirfalini Aulia : Analisis Perubahan…

(2011) mengungkapkan bahwa Penelitian
properti merupakan suatu proses penentuan
nilai, baik nilai pasar, nilai investasi, nilai
asuransi atau jenis nilai lainnya, dari suatu
properti pada suatu tanggal penilaian
tertentu.
Penilaian properti meliputi deskripsi
atas properti yang dinilai, opini penilai
tentang kondisi properti dan bertujuan
untuk mendapatkan nilai finansial properti
berdasar data pasar pada tahun yang relatif
baru.
Salah satu indikator ketepatan hasil
penilaian adalah seberapa jauh penilaian
berbeda dengan data pasar (Ventolo dan
Williams (1990) dalam Anastasia, dkk.,
2002).
Pelaksanaan penilaian terhadap
properti dikehendaki oleh setiap orang yang
membutuhkan hasil penilaian terhadap
properti yang dinilai. Banyak tujuan dari
pelaksanaan penilaian yang dilakukan
terhadap
suatu
properti,
meliputi:
(Blackledge, 2009)
a. Untuk tujuan penjualan atau pembelian
properti,
b. Untuk tujuan penyewaan properti,
c. Untuk tujuan pajak atau utang,
d. Untuk tujuan asuransi,
e. Untuk tujuan ganti rugi,
f. Untuk tujuan kredit dengan jaminan
properti yang dimiliki,
g. Untuk dapat melihat nilai aset atau
properti yang dimiliki, dan
h. Untuk
pengembangan
atau
pembangunan kembali.
Pekerjaan penilaian terhadap properti
dilakukan oleh seorang yang mengetahui
dan juga berkompetensi dibidang penilaian.
penilai dapat dibagi ke dalam 3 bagian,
yaitu: (KEPI, 2013)
a. Tenaga penilai adalah seseorang yang
telah lulus pendidikan dibidang
penilaian yang diselenggarakan oleh
asosiasi profesi penilai, lembaga
pendidikan lain yang diakreditasi oleh
asosiasi profesi penilai, atau lembaga
pendidikan formal,
b. Penilai bersertifikat adalah seseorang
yang telah lulus ujian sertifikasi di
bidang penilaian yang diselenggarakan
oleh asosiasi profesi penilai, dan
c. Penilai publik adalah penilai yang
telah memperoleh izin dari Menteri
Keuangan.

Metode Penilaian Properti
Dalam pelaksanaan penilaian properti,
Penilai biasanya menggunakan metodemetode yang terdapat dalam SPI. Adapun
metode-metode
pendekatan
yang
dipergunakan dalam penilaian properti
adalah: (MAPPI, 2013)
1. Pendekatan Data
Pasar (market
approach)
Pendekatan Data Pasar menghasilkan
indikasi
nilai
dengan
cara
membandingkan aset yang dinilai
dengan aset yang identik atau
sebanding dan adanya informasi harga
transaksi atau penawaran. Dalam
pendekatan pasar, langkah pertama
adalah mempertimbangkan harga yang
baru terjadi di pasar dari transaksi aset
yang identik atau sebanding. Jika
transaksi terakhir yang telah terjadi
hanya sedikit, dapat dipertimbangkan
dengan menggunakan harga yang
ditawarkan (untuk dijual) atau yang
terdaftar (listed) dari aset yang identik
atau sebanding, relevansinya dengan
informasi ini perlu diketahui secara
jelas dan dengan seksama dianalisis.
Dalam hal ini perlu dilakukan
penyesuaian atas informasi harga
transaksi atau penawaran apabila
terdapat perbedaan dengan transaksi
yang sebenarnya, sesuai dengan dasar
nilai dan asumsi yang akan digunakan
dalam penilaian.
2. Pendekatan Pendapatan
Pendekatan Pendapatan menghasilkan
indikasi nilai dengan mengubah arus
kas di masa yang akan datang ke nilai
kini.
Pendekatan
ini
mempertimbangkan Pendapatan yang
akan dihasilkan aset selama masa
manfaatnya dan menghitung nilai
melalui
proses
kapitalisasi.
Kapitalisasi
merupakan
konversi
pendapatan menjadi sejumlah modal
dengan menggunakan tingkat diskonto
yang sesuai. Arus kas dapat diperoleh
dari pendapatan suatu kontrak atau
beberapa kontrak atau bukan dari
kontrak, misalnya keuntungan yang
diantisipasi akan diperoleh dari
penggunaan atau kepemilikan suatu
aset.

61

Jurnal Ekonom, Vol 19, No 2, April 2016

3.

Pendekatan Biaya
Pendekatan
Biaya
menghasilkan
indikasi nilai dengan menggunakan
prinsip ekonomi, dimana pembeli tidak
akan membayar suatu aset lebih dari
pada biaya untuk memperoleh aset
dengan kegunaan yang sama atau
setara, pada satu pembelian atau
konstruksi. Umumnya aset yang dinilai
akan kurang menarik dikarenakan
faktor usia atau sudah usang,
dibandingkan dengan aset alternatif
yang baru dibeli atau dibangun. Untuk
hal ini, diperlukan penyesuaian karena
adanya perbedaan biaya dengan aset
alternatif, tergantung pada dasar nilai
yang diperlukan.
Dari ke-3 (tiga) metode pendekatan
penilaian properti yang diuraikan
sebelumnya, yang paling umum
digunakan adalah metode Pendekatan
Data Pasar.
“Metode Pendekatan
Pasar merupakan metode penilaian
yang tidak saja menjadi pusat atau
dasar penilaian, namun pendekatan ini
menjadi sangat unik. Dikatakan unik
karena
semua
metode
yang
diaplikasikan oleh penilai, harus
mengaplikasikan metode ini (Prawoto,
2014)”.

Kerangka Konseptual dan Hipotesis
Kerangka
konseptual
ini
menggambarkan alur penelitian dari
rumusan masalah hingga kesimpulan.
Kerangka konseptual dalam penelitian ini
menggambarkan bagaimana pengaruh dari
perpindahan bandar udara Polonia,
pembangunan
Hermes
Palace,
dan
perubahan Rencana Tata Ruang Wilayah
kota Medan mempengaruhi nilai tanah di
Kelurahan Anggrung, Kecamatan Medan
Polonia, Kota Medan.
Keberadaan
bandara
udara
di
Kecamatan Medan Polonia memberikan
dampak secara langsung maupun tidak
langsung kepada kehidupan masyarakat
disekitarnya tidak terkecuali terhadap nilai
tanah. Pengoperasian bandar udara Polonia
oleh PT. Angkasa Pura II selama ini
menjadikan daerah tersebut menjadi salah
satu pusat aktivitas bisnis di kota Medan,
transaksi yang terjadi mencapai milyaran
rupiah di bandara tersebut. Hal ini menjadi
daya tarik bagi setiap orang untuk

62

berinvestasi di bandara tersebut. Tidak
hanya sekedar membuka usaha di dalam
kawasan bandara, tetapi lebih kepada
membangun properti di sekitar kawasan
bandara
Polonia.
Hal
tersebut
mengakibatkan peningkatan nilai tanah di
sekitar kawasan bandara Polonia dan
sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh McDonald and McMillan dalam
Smersh,dkk. (2003) dimana Jarak properti
ke bandara O’Hare berpengaruh signifikan
dan negatif terhadap nilai properti
disekitarnya. Semakin jauh jarak tanah ke
bandara maka akan mengurangi nilai tanah
dan sebaliknya.
Besarnya nilai transaksi ekonomi yang
terjadi di bandara Polonia merupakan sisi
baik keberadaannya di kota Medan.
Kebisingan atau polusi udara yang
disebabkan oleh keberadaan bandara
Polonia menjadi masalah tersendiri bagi
lingkungan sekitarnya. Kebisingan yang
dihasilkan oleh suara pesawat terbang yang
beroperasi dibandar udara menjadi polusi
udara yang menggangu aktivitas harian
masyarakat sekitarnya hingga dapat
menimbulkan penyakit dan berpengaruh
pada penurunan nilai tanah di sekitar
wilayah bandar udara (Bell, 2001).
Keberadaan bandara Polonia yang
letaknya
di
tengah-tengah
kota
mengakibatkan
terhambatanya
pembangunan di kota Medan. Hal tersebut
disebabkan karena kota Medan masuk
kedalam
Kawasan
Keselamatan
Operasional
Penerbangan
(KKOP).
Pembangunan vertikal yang dilakukan di
kota Medan harus melihat tinggi
maksimum bangunan yang didirikan agar
tidak
mengganggu
keselamatan
penerbangan. Kondisi tersebut membuat
investor yang ingin meginvestasikan
modalnya di kota Medan untuk membangun
gedung-gedung pencakar langit terhambat
dan
pada
akhirnya
menghambat
pembangunan yang ada di kota Medan.
Perpindahan bandara udara dari
Kecamatan Medan Polonia, kota Medan ke
daerah Kuala Namu, Kabupaten Deli
Serdang
memberi
harapan
bagi
perkembangan
dan
pertumbuhan
pembangunan gedung-gedung pencakar
langit di kota Medan dan hal ini dapat
menarik investor untuk menginvestasikan
modalnya di kota Medan. Pelaksanaan

Junita Iriani Tampubolon, Khaira Amalia dan Dwira Nirfalini Aulia : Analisis Perubahan…

perpindahan bandar udara ke wilayah Kuala
Namu disertai dengan perubahan tata
wilayah kota Medan yang terwujud dalam
Perda kota Medan No. 13 Tahun 2011
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Medan Tahun 2011-2031.
Dalam Perda RTRW Kota Medan No.
13 tahun 2011, Pasal 33 ayat 2 i,
menetapkan bahwa kawasan eks bandara
Polonia dan kawasan sekitarnya menjadi
kawasan Central Business District (CBD)
Polonia dan menetapkan CBD Polonia
yang berada di Kecamatan Medan Polonia
menjadi salah satu kawasan strategis bidang
pertumbuhan ekonomi.
Kehadiran Perda RTRW kota Medan
No. 13 tahun 2011 merupakan hal positif
terhadap perkembangan wilayah di sekitar
eks bandara Polonia. Kelurahan Anggrung,
Kecamatan Medan Polonia, Kota Medan
merupakan salah satu kawasan yang
mengalami dampak dari perubahan
peruntukan wilayah yang diatur dalam
Perda RTRW tersebut. Hal tersebut
memperlihatkan
bagaimana
pengaruh
regulasi dalam hal ini Perda RTRW
terhadap kehidupan masyarakat terutama
nilai tanah atau properti yang masuk ke
dalam penetapan regulasi tersebut.
Penelitian yang dilakukan oleh
Haughwout, dkk., (2008) dengan judul
“The Price of Land inThe New York
Metropolitan Area ” mengungkapkan bahwa
rencana tata ruang wilayah yang dalam hal
ini zonasi (pembagian wilayah), dan
perijinan mempengaruhi nilai tanah di New
York.
Pembagian wilayah atau zonasi
terhadap suatu daerah pemerintahan dapat
mendorong pertumbuhan suatu wilayah
secara konsisten dengan berdasar pada
peraturan tata ruang yang telah ditetapkan.
Perubahan
peruntukan
wilayah
Kelurahan Anggrung yang terdapat dalam
Perda RTRW kota Medan No. 13 tahun
2011 tersebut disambut hangat oleh para
investor atau pemodal. Hal tersebut
diwujudkan
dengan
dilakukannya
pembangunan pusat perbelanjaan oleh
pihak Hermes yang diberi nama Mall 31
Hermes Palace. Pembangunan yang
dilakukan pada tahun 2011 dan diresmikan
penggunaannya tahun 2012 tersebut turut
mempengaruhi peningkatan nilai tanah
disekitarnya, yaitu kelurahan Anggrung,
kecamatan Medan Polonia, kota Medan.

Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang
dilakukan
oleh
Ai
(2005)
yang
mengungkapkan bahwa jarak bidang tanah
terhadap CBD mempengaruhi nilai tanah,
dimana nilai tanah akan semakin tinggi jika
jarak bidang tanah semakin dekat dengan
CBD atau pusat keramaian, dan sebaliknya.
Berdasarkan konsep penelitian yang
dijelaskan sebelumnya, maka kerangka
konseptual penelitian yang digunakan di
dalam penelitian ini dapat dilihat pada
Gambar 2

Berdasarkan kerangka pemikiran,
maka hipotesis yang diajukan peneliti
adalah H1 : β1 ≠ 0 (Suatu variabel bebas
secara individual dapat menjelaskan
variabel terikat secara individual (Ghozali,
2006) serta penjelasannya terhadap masingmasing variabel bebas tersebut adalah
sebagai berikut:
a. Terdapat perbedaan signifikan nilai
tanah di Kelurahan Anggrung tahun
2010-2011, Kecamatan Medan Polonia
sebelum dan setelah ditetapkannya
Perda RTRW Kota Medan No. 13
Tahun 2011.
b. Terdapat perbedaan signifikan nilai
tanah di Kelurahan Anggrung tahun
2012-2013, Kecamatan Medan Polonia
sebelum dan sesudah dibangunnya
mall Hermes Palace (CBD).
c. Terdapat perbedaan signifikan nilai
tanah
di
Kelurahan
Anggrung
tahun 2013-2014, Kecamatan Medan
Polonia
sebelum
dan
sesudah
perpindahan bandara.

63

Jurnal Ekonom, Vol 19, No 2, April 2016

METODE
Metode penelitian adalah usaha untuk
menemukan, mengembangkan dan menguji
kebenaran suatu pengetahuan, usaha mana
dilakukan dengan menggunakan metodemetode ilmiah. Adapun metode penelitian
yang digunakan dalam penyusunan tesis ini
adalah deskriptif kuantitatif, komparatif,
dan kualitatif.
“Penelitian deskriptif
kuantitatif adalah penelitian yang bertujuan
untuk mencari ciri-ciri, unsur-unsur ataupun
sifat-sifat suatu fenomena. Metode ini
dimulai dengan mengumpulkan data,
menganalisis
data
dan
menginterprestasikannya. Sementara itu,
penelitian komparatif adalah sejenis
penelitian deskriptif yang ingin mencari
jawaban secara mendasar tentang sebabakibat, dengan menganalisis penyebab
terjadinya ataupun munculnya suatu
fenomena tertentu dan jangkau waktunya
adalah masa sekarang (Nazir, 2009).”
Lokasi Penelitian ini adalah kelurahan
Angrung, kecamatan Polonia di kota Medan
Waktu Penelitian ini dilakukan selama 3
(tiga) bulan, dimulai bulan Agustus Oktober 2014.
Pengambilan populasi adalah bidang
tanah
yang
pernah
ditransaksikan
(diperjual–belikan dari tahun 2009 - 2014)
dan berlokasi di sekitar Kelurahan
Anggrung, Kecamatan Medan Polonia,
Kota Medan sebanyak 48 bidang tanah.
Sampel yang digunakan adalah sampel
jenuh yang merupakan bagian dari sampel
nonprobabilitas. Sampel jenuh adalah
metode pengambilan sampel bilamana
semua anggota populasi diambil sebagai
anggota sampel (Tukiran, 2012).
Teknik Pengumpulan Data
1. Studi dokumentasi
Data pada studi dokumentasi diperoleh
dari berbagai instansi pemerintah maupun
swasta seperti kantor Bappeda Kota Medan,
Kantor Agraria/BPN, Kantor Pajak Bumi
dan Bangunan, Badan Pusat Statistik
(BPS), Kantor Kecamatan, Kelurahan,
Notaris, Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP)
dan juga dari media (info iklan
rumah/ruko).
2. Kuisioner
Pengumpulan data melalui kuisioner
adalah
pengumpulan
data
dengan
mengajukan daftar pertanyaan tertulis yang

64

diisi oleh pemilik bidang tanah yang
dijadikan sampel. Kuisioner dalam
penelitian ini merupakan kumpulan
pertanyaan yang berhubungan dengan apa
yang diteliti dan diberikan langsung kepada
responden.
Jenis dan Sumber Data
Data
yang
dikumpulkan
pada
penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer bersumber dari hasil
pengisian kuesioner yang diberikan kepada
responden. Sementara itu, wawancara
dilakukan untuk mendapatkan informasi
tentang harga tanah di lokasi penelitian
dengan mewawancarai kepala lingkungan
dan kelurahan.
Data sekunder meliputi data yang
relevan meliputi peta-peta dan data
administrasi kecamatan, penggunaan tanah,
status tanah, jumlah dan kepadatan
penduduk, Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW), data statistik Kota Medan, 36
perundang-undangan
yang
berkaitan
dengan harga tanah, dan data relevan lain
yang mendukung penelitian ini. Data
sekunder didapat dari berbagai instansi
pemerintah maupun swasta seperti kantor
Bappeda
Kota
Medan,
Kantor
Agraria/BPN, Kantor Pajak Bumi dan
Bangunan, Badan Pusat Statistik (BPS),
Kantor Kecamatan, Kelurahan dan Notaris.
Identifikasi dan Definisi Operasional
Variabel
Terdapat dua jenis variable yang
digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
variabel terikat (dependent variable ) dan
variabel bebas (independent varaiable)
berupa: variabel terikat pada penelitian ini
adalah nilai tanah (Y). Sementara, untuk
variabel bebas pada penelitian ini adalah
nilai tanah di Kelurahan Anggrung tahun
2010 (X1) sebagai akibat ditetapkannya
Perda Rencana Tata Ruang Wilayah kota
Medan No. 13 tahun 2011, dan nilai tanah
di Kelurahan Anggrung tahun 2011 (X1-i)
sebagai akibat ditetapkannya Perda
Rencana Tata Ruang Wilayah kota Medan
No.13 tahun 2011, nilai tanah di Kelurahan
Anggrung tahun 2012 (X2) atau sebelum
dibangun Hermes Palace, nilai tanah di
Kelurahan Anggrung tahun 2013 (X2-i) atau
setelah dibangun Hermes Palace, nilai tanah
di kelurahan anggrung tahun 2013 (X3) atau

Junita Iriani Tampubolon, Khaira Amalia dan Dwira Nirfalini Aulia : Analisis Perubahan…

sebelum perpindahan bandara (X3) dan nilai
tanah di kelurahan Anggrung tahun 2014
(X3-i) atau setelah perpindahan bandara.

Teknik Analisis Data
Teknis analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah:
1. Analisis Deskriptif
Metode ini merupakan uraian atau
penjelasan dari hasil pengumpulan data
yang dilakukan sehingga diperoleh
gambaran umum penelitian untuk data
berskala skala interval /rasio. Analisis
deskriptif memberi penjelasan tentang nilai
rata-rata,
standard
deviation,
nilai
maksimal, nilai minimal, namun untuk data
berskala ordinal tidak dapat diberi nilai
rata-rata Fachrudin dan Meliza (2014).
2. Uji Paired t-test
Uji Paired t-test digunakan untuk
mengetahui signifikansi perbedaan rata-rata
dua kelompok sampel yang saling
berhubungan (Nazir, 2009). Uji Paired ttest dilakukan dengan menggunakan
program SPSS dan menghasilkan uji t.
Adapun Rumusan hipotesis penelitian
adalah:
a. H0 = X1 = X1-i
H0 = X2 = X2-i
H0 = X3 = X3-i,
Artinya, tidak ada perbedaan nilai
tanah antara sebelum dan sesudah
pengesahan Perda RTRW Kota Medan
no. 13 Tahun 2011, pembangunan mall
Hermes Palace, dan perpindahan
bandara polonia.
b. H0 = X1 ≠ X1-i
H0 = X2 ≠ X2-i
H0 = X3 ≠ X3-i,

Artinya, ada perbedaan nilai tanah
antara
sebelum
dan
sesudah
pengesahan Perda RTRW Kota Medan
No. 13 Tahun 2011, pembangunan
Hermes Palace, dan perpindahan
bandara polonia.
Dalam penelitian ini, nilai thitung akan
dibandingkan dengan ttabel.
Kriteria
penilaian hipotesis pada uji t ini adalah:
a. Ho tidak ditolak jika
: thitung <
ttabel atau -thitung > -ttabel
b. Ho ditolak jika
: thitung ≥
ttabel atau - thitung ≤ -ttabel
Nilai thitung akan dibandingkan dengan ttabel
pada tingkat signifikansi alpha 5% atau
sering disebut dengan pengambilan
keputusan dengan menggunakan nilai
probabilitas. Kriteria penilaian hipotesis
pada uji t ini adalah:
a. Ho tidak ditolak jika
: Sig.(2-tailed)
> 0,05
b. Ho ditolak jika
: Sig.(2-tailed)
≤ 0,05
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penjelasan tentang variabel-variabel
penelitian
Penjelasan tentang variabel-variabel
penelitian nilai tanah dikelurahan Anggrung
adalah:
a. Nilai tanah (Y)
Berikut ini merupakan deskripsi
variabel terikat dari penelitian ini, yaitu
variabel nilai tanah per meter persegi di
sekitar Kelurahan Anggrung, Kecamatan
Medan Polonia, Kota Medan.

Diketahui bahwa total nilai tanah pada
tahun
2010
adalah
sebesar
Rp.
36.076.250.000,- dengan rata-rata nilai
tanah sebesar Rp. 632.916.667,-, total nilai
tanah pada tahun 2011 adalah sebesar
Rp. 43.232.050.000,- dengan rata-rata nilai
tanah sebesar Rp. 758.457.017,54, total
nilai tanah pada tahun 2012 adalah sebesar
Rp. 53.437.500.000,- dengan rata-rata nilai
tanah sebesar Rp. 937.500.000,-, total nilai
tanah pada tahun 2013 adalah sebesar Rp.
65

Jurnal Ekonom, Vol 19, No 2, April 2016

82.775.500.000,- dengan rata-rata nilai
tanah sebesar Rp. 1.452.201.754,4,-, dan
total nilai tanah pada tahun 2014 adalah
sebesar Rp. 111.386.000.000,- dengan ratarata
nilai
tanah
sebesar
Rp.
1.954.140.350,9,-. Peningkatan rata-rata
nilai tanah yang paling tinggi adalah terjadi
pada tahun 2012-2013, yaitu sebesar Rp.
514.701.754,4,- dan peningkatan rata-rata
nilai tanah terkecil terjadi pada tahun 20102011, yaitu sebesar Rp. 125.540.350,9,-

dan minimal sebesar Rp. 168.000.000.
Maksimal nilai tanah di Kelurahan
Anggrung tahun 2011 (X1-i) adalah sebesar
Rp. 3.000.000.000 dan minimal sebesar Rp.
193.200.000. Hal tersebut dapat dilihat
pada Tabel 5.2.
Nilai tanah di Kelurahan Anggrung
tahun 2010 (X1) dan 2011 (X1-i) pada
sampel penelitian ini dibagi ke dalam 5
kelompok
dengan
interval
Rp.
566.400.000,-.

Rata-rata peningkatan nilai bidang
tanah per tahun (2010-2014) diperoleh dari
hasil pembagian antara total rata-rata
peningkatan nilai tanah dibagi jumlah
tahun. Adapun hasil daripada rata-rata
peningkatan nilai tanah pertahunnya adalah
Rp. 330.305.921,-/bidang tanah (Rp.
1.321223.684,21,-/bidang tanah : 4 ).
Adapun persentase rata-rata nilai tanah di
Kelurahan Anggrung adalah sebesar 25%
.
b. Nilai Tanah di Kelurahan Anggrugn
tahun 2010 (X1) dan 2011 (X1-i)
Nilai tanah di Kelurahan Anggrung
tahun 2010 (X1) yatu nilai tanah di
Kelurahan Anggrung sebelum pengesahan
Perda RTRW kota Medan No. 13 tahun
2011 dan nilai tanah di Kelurahan
Anggrung tahun 2011 (X1-i) yaitu nilai
tanah di Kelurahan Anggrung setelah
pengesahan Perda RTRW kota Medan No.
13 tahun 2011. Rata-rata nilai tanah di
Kelurahan Anggrung tahun 2010 (X1)
adalah Rp. 632.916.667,- dan standard
deviation adalah sebesar 495.609.322,6.
Rata-rata nilai tanah di Kelurahan
Anggrung tahun 2011 (X1-i) adalah Rp.
758.457.017,5,- dan standard deviation
adalah sebesar 692.776.202,6. Maksimal
nilai tanah di Kelurahan Anggrung tahun
2010 (X1) adalah sebesar Rp. 2.100.000.000

Gambar di atas menunjukkan bahwa
kelompok nilai tanah di Kelurahan
Anggrung tahun 2010 dengan interval Rp.
168.000.000 - Rp. 734.400.000 sebagai
kelompok sampel terbesar dimana jumlah
sampel sebesar 41 bidang tanah dan
kelompok dengan jumlah sampel terkecil
berada pada interval nilai tanah sebesar Rp.
2.433.700.000 - Rp. 3.000.000.000 dimana
tidak terdapat sampel pada interval tersebut.
Sementara itu, nilai tanah di Kelurahan
Anggrung tahun 2011 dengan interval Rp.
168.000.000 - Rp. 734.400.000 sebagai
kelompok sampel terbesar dimana jumlah
sampel sebesar 38 bidang tanah dan
kelompok dengan jumlah sampel terkecil
berada pada interval nilai tanah sebesar Rp.
1.300.900.000 - Rp. 1.867.200.000 dimana
jumlah sampelnya sebesar 1 bidang tanah.

66

c.

Nilai Tanah di Kelurahan Anggrung
Tahun 2012 (X2) dan 2013 (X2-i)
Nilai tanah di Kelurahan Anggrung
tahun
2012
(X2),
yaitu
sebelum
pembangunan mall Hermes Palace dan

Junita Iriani Tampubolon, Khaira Amalia dan Dwira Nirfalini Aulia : Analisis Perubahan…

nilai tanah di Kelurahan Anggrung tahun
2013 (X2-i), yaitu setelah pembangunan
mall Hermes Palace. Rata-rata nilai tanah
di Kelurahan Anggrung tahun 2012 (X2)
adalah Rp. 937.500.000 dan standard
deviation adalah sebesar 917.820.908,1.
Rata-rata nilai tanah di Kelurahan
Anggrung tahun 2013 (X2-i) adalah Rp.
1.452.201.754,4 dan standard deviation
adalah sebesar 1.553.340.535,8. Maksimal
nilai tanah di kelurahan Anggrung tahun
2012 (X2) adalah sebesar Rp. 4.200.000.000
dan minimal sebesar Rp. 210.000.000.
Sementara itu, maksimal rata nilai tanah di
Kelurahan Anggrung tahun Tahun 2013
(X2-i) adalah sebesar Rp. 7.200.000.000 dan
minimal sebesar Rp. 252.000.000. Hal
tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.3.
Nilai tanah di Kelurahan Anggrung
tahun 2012 (X2) dan 2013 (X2-i) pada
sampel penelitian ini dibagi ke dalam 5
kelompok
dengan
interval
Rp.
1.398.000.000,-. Hal tersebut dapat dilihat
pada Gambar 5.3 yang menggambarkan
kondisi nilai tanah di Kelurahan Anggrung
tahun 2012 dan 2013.

Gambar di atas menunjukkan bahwa
kelompok nilai tanah di kelurahan
Anggrung tahun 2013 (X3) dengan interval
Rp. 252.000.000 - Rp. 2.241.600.000
sebagai kelompok sampel terbesar dimana
jumlah sampel sebesar 50 bidang tanah dan
kelompok dengan jumlah sampel terkecil
berada pada interval nilai tanah sebesar Rp.
8.210.500.000 - Rp. 10.200.000.000 dimana
tidak terdapat sampel pada interval tersebut.
Sementara itu, nilai tanah di kelurahan
Anggrung tahun 2014 (X3-i) dengan interval
Rp. 252.000.000 - Rp. 2.241.600.000
sebagai kelompok sampel terbesar dimana
jumlah sampel sebesar 43 bidang tanah dan
kelompok dengan jumlah sampel terkecil

berada pada interval nilai tanah sebesar
Rp. 4.231.300.000 - Rp. 6.220.800.000
dimana hanya terdapat 1 sampel pada
interval nilai tanah tersebut.
Uji Paired t-test
Uji Paired t-test pada penelitian ini
digunakan untuk mengetahui signifikansi
perbedaan rata-rata nilai tanah di Kelurahan
Anggrung tahun 2010 (X1) dan 2011 (X1-i),
tahun 2012 (X2) dan tahun 2013 (X2-i),
tahun 2013 (X3) dan tahun 2014 (X3-i). Uji t
dilakukan untuk menentukan signifikansi
pengaruh masing- masing variabel yang ada
dalam model. Nilai statistik t bias dilihat
dari tabel 5.5 Paired Samples Test untuk
nilai tanah di Kelurahan Anggrung.
Kriteria pengujian hipotesis secara
parsial (individual) adalah sebagai berikut :
c. H0 = X1 = X1-i
H0 =
X2 = X2-i
H0 = X3 = X3-i,
Artinya, tidak ada perbedaan nilai
tanah di kelurahan Anggrung tahun
2010, 2011, 2012, 2013 dan 2014.
d. H0 = X1 ≠ X1-i
H0 =
X2 ≠ X2-i
H0 = X3 ≠ X3-i,
Artinya, ada perbedaan nilai tanah di
Kelurahan Anggrung tahun 2010,
2011, 2012, 2013 dan 2014.

Dalam penelitian ini, nilai thitung akan
dibandingkan dengan ttabel pada tingkat
signifikansi alpha 5%. Kriteria penilaian
hipotesis pada uji t ini adalah:
Ho tidak ditolak jika
: - ttabel ≤ thitung ≤
ttabel
Ho ditolak jika
: thitung > ttabel atau thitung ≤ -ttabel mencari ttabel dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
Df
= n – k – 1,
= 57-6-1 = 50

67

Jurnal Ekonom, Vol 19, No 2, April 2016

Maka berdasarkan rumus mencari nilai
ttabel diketahui bahwa nilai ttabel adalah
sebesar 2,00856.
Kemudian nilai ttabel
dibandingkan dengan nilai statistik tbias
dilihat dari Tabel 5.5 Paired Samples Test
untuk nilai tanah di Kelurahan Anggrung.
Selain dengan cara melihat hasil nilai
hitung diatas, pengujian juga dapat
dilakukan dengan melihat nilai Sig. dari
variabel independen, dimana apabila nilai
Sig. tersebut lebih kecil dari nilai α, maka
dapat
disimpulkan
bahwa
variabel
independen tersebut berpengaruh nyata
terhadap variabel dependennya.
Secara parsial hasil pengujian uji t
untuk masing-masing variabel penelitian
diuraikan sebagai berikut :
a) Variabel Nilai Tanah di Kelurahan
Anggrung Tahun 2011 (X1) dan
Variabel Nilai Tanah di Kelurahan
Anggrung Tahun 2011 (X1-i)
Nilai thitung dari variabel nilai tanah di
Kelurahan Anggrung tahun 2010 (X1) dan
2011 (X1-i) sebesar -4,171 < ttabel = 2,00856, hal tersebut sejalan dengan nilai
Sig. untuk variabel nilai tanah di Kelurahan
Anggrung tahun 2010 (X1) dan nilai tanah
di Kelurahan Anggrung tahun 2011 (X1-i)
sebesar 0,000 < 0,05. Hasil uji parsial
variabel nilai tanah di Kelurahan Anggrung
tahun 2010 (X1) dan nilai tanah di
Kelurahan Anggrung tahun 2011 (X1-i) ini
menunjukkan bahwa hipotesis H0 ditolak,
thitung > ttabel atau –thitung ≤ -ttabel, artinya
variabel nilai tanah di Kelurahan Anggrung
tahun 2010 (X1) dan nilai tanah di
Kelurahan Anggrung tahun 2011 (X1-i)
sebagai akibat penetapan Perda RTRW kota
Medan No. 13 tahun 2011 secara parsial
berpengaruh signifikan terhadap nilai tanah
di kelurahan Anggrung.
Terdapat perbedaan pengaruh dari
masing-masing variabel bebas penelitian
terhadap variabel terikat nya (nilai tanah di
Kelurahan Anggrung) dan seluruh variabel
bebas tersebut berpengaruh sigifikan
terhadap variabel terikat. Variabel bebas
berupa nilai tanah di kelurahan Anggrung
tahun 2012 dan 2013 yang merupakan nilai
tanah di Kelurahan Anggrung sebelum dan
sesudah pembangunan mall Hermes Palace
merupakan variabel bebas penelitian yang
paling berpengaruh terhadap nilai tanah di
Kelurahan Anggrung.
Variabel bebas
berupa nilai tanah di Kelurahan Anggrung

68

tahun 2010 dan 2011 yang merupakan nilai
tanah dikelurahan anggrung sebelum dan
setelah ditetapkannya Perda RTRW kota
Medan No. 13 tahun 2011 merupakan
variabel ke dua yang berpengaruh terhadap
nilai
tanah
dikelurahan
Anggrung.
Sementara itu, variabel bebas nilai tanah
dikelurahan Anggrung tahun 2013 dan 2014
yang merupakan nilai tanah sebelum dan
setelah perpindahan bandara adalah
variabel bebas yang paling kecil
pengaruhnya terhadap nilai tanah di
Kelurahan Anggrung.
Hal tersebut
didasarkan pada besarnya nilai rata-rata
(mean) dan nilai t dari masing-masing
perbandingan variabel bebasnya.
b)

Nilai Tanah di Kelurahan Anggrung
tahun 2012 (X2) dan 2013 (X2-i)
Nilai thitung dari variabel nilai tanah di
Kelurahan Anggrung tahun 2012 (X2), yaitu
nilai tanah di Kelurahan Anggrung sebelum
peresmian pembangunan mall Hermes
Palace dan variabel nilai tanah di
Kelurahan Anggrung tahun 2013 (X2-1),
yaitu nilai tanah di Kelurahan Anggrung
setelah pembangunan mall Hermes Palace
(X2-i) sebesar -6,030 < ttabel = -2,00856, hal
tersebut sejalan dengan nilai Sig. untuk
variabel nilai tanah di Kelurahan Anggrung
tahun 2012 (X2) dan 2013 (X2-i) sebesar
0,000 < 0,05. Hasil uji parsial variabel nilai
tanah setelah nilai tanah di Kelurahan
Anggrung tahun 2013 (X2-i)
ini
menunjukkan bahwa hipotesis H0 ditolak,
thitung > ttabel atau –thitung ≤ -ttabel, artinya
variable nilai tanah di Kelurahan
Anggrung tahun 2012 (X2) dan variabel
nilai tanah di Kelurahan Anggrung tahun
2012 tahun 2013 (X2-i) yang merupakan
nilai tanah sebelum dan sesudah
pembangunan Mall Hermes Palace secara
parsial berpengaruh signifikan terhadap
nilai tanah di Kelurahan Anggrung.
c)

Nilai tanah di kelurahan Anggrung
Tahun 2013 (X3) dan 2014 (X3-i)
Nilai thitung dari variabel nilai tanah di
Kelurahan Anggrung (X3) yang merupakan
nilai tanah di kelurahan Anggrung sebelum
perpindahan bandara dan nilai tanah di
Kelurahan Anggrung tahun 2014 (X3-i)
yang merupakan nilai tanah di Kelurahan
Anggrung setelah perpindahan bandara
Tahun 2014 sebesar -5,741 < ttabel = -

Junita Iriani Tampubolon, Khaira Amalia dan Dwira Nirfalini Aulia : Analisis Perubahan…

2,00856, hal tersebut sejalan dengan nilai
Sig. untuk variabel nilai tanah di Kelurahan
Anggrung Tahun 2013 (X3) dan 2014 (X3-i)
sebesar 0,000 < 0,05. Hasil uji parsial
variabel nilai tanah di Kelurahan Anggrung
Tahun 2013 (X3) dan 2014 (X3-i) ini
menunjukkan bahwa hipotesis H0 ditolak,
thitung > ttabel atau -thitung ≤ -ttabel, artinya
variabel nilai tanah di kelurahan Anggrung
Tahun 2013 (X3) yang merupakan nilai
tanah di kelurahan Anggrung sebelum
perpindahan bandara dan nilai tanah di
Kelurahan Anggrung Tahun 2014 (X3-i)
yang merupakan nilai tanah di Kelurahan
Anggrung setelah perpindahan bandara
secara parsial berpengaruh signifikan
terhadap nilai tanah di Kelurahan Anggrung
1.

Pengaruh Pengesahan Perda RTRW
Tahun 2011 Terhadap Nilai Tanah
di Kelurahan Anggrung
Pengaruh variabel pengesahan Perda
RTRW kota Medan No. 13 tahun 2011
terhadap nilai tanah dikelurahan Anggrung
dapat dilihat dari perbandingan rata- rata
nilai tanah sebelum pengesahan Perda
RTRW No. 13 tahun 2011 (X1) dengan
setelah pengesahan Perda RTRW No. 13
tahun 2011 (X1-i) yaitu sebesar 125.540.350,9 dengan standard deviation
sebesar 227.241.275,3 dan nilai sig. 0,000.
Hal
tersebut
menunjukkan
bahwa
perpindahan
bandara
berpengaruh
signifikan terhadap nilai tanah di kelurahan
Anggrung dimana terjadi peningkatan ratarata
nilai
tanah
sebesar
Rp.
125.540.350,9/bidang tanah.
Penelitian yang dilakukan oleh
Haughwout, dkk., (2008) dengan judul
“The Price of Land inThe New York
Metropolitan Area ” mengungkapkan bahwa
rencana tata ruang wilayah yang dalam hal
ini zonasi (pembagian wilayah), dan
perijinan mempengaruhi nilai tanah di New
York.
Pembagian wilayah atau zonasi
terhadap suatu daerah pemerintahan dapat
mendorong pertumbuhan suatu wilayah
secara konsisten dengan berdasar pada
peraturan tata ruang yang telah ditetapkan.
Pemetaan dan peruntukan lahan (zonasi)
perlu dilakukan oleh pemerintah dalam
rangka pembangunan infrastruktur dan juga
peningkatan pendapatan daerah melalui
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Zonasi
dilakukan pemerintah dalam rangka

pemerataan pertumbuhan ekonomi di suatu
daerah dimana masyarakat akan selalu
mencari bidang tanah yang berlokasi dekat
daerah perkotaan atau daerah pemasarannya
sesuai dengan teori Thunen (Haris, 2009).
Peraturan mengenai zonasi atau
peruntukan
dapat
mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi dan peningkatan
nilai tanah. Hal tersebut diungkapkan oleh
Bello dan Arowosegbe (2014) dalam
penelitiannya yang berjudul “Factors
Affecting Land-Use Change on Property
Values in Nigeria” dimana peraturan zonasi
atau peruntukan tanah di Negeria
memberikan kesempatan bagi masyarakat
berpenghasilan rendah untuk memiliki
rumah tinggal, meningkatkan pendapatan
masyarakat
dengan
menyediakan
infrastruktur
yang
dibutuhkan,
dan
meningkatkan nilai tanah.
Pengaruh kebijakan atau peraturan
pemerintah terhadap nilai tanah perlu untuk
diperhatikan oleh setiap orang agar
terhindar
dari
kerugian
yang
ditimbulkannya terutama dalam transaksi
jual-beli bidang tanah. Misal, seorang
membeli sebidang tanah dengan luas 6 m x
20 m dan berada 1 meter dari dipinggir
jalan. Peraturan pemerintah mengatakan
bahwa jarak tanah dari garis tepi jalan
adalah 2 meter. Dari hal tersebut dapat
diketahu bahwa pembeli mengalami
kerugian sebanyak 6 m2 sebagai akibat dari
peraturan pemerintah yang ada. Begitu
juga ketika seseorang membeli sebidang
tanah untuk dijadikan pertapakan rumah
tinggal sementara peruntukan tanah tersebut
adalah
persawahan.
Hal
tersebut
mengunkapkan pengaruh peraturan atau
kebijakan pemerintah terhadap nilai tanah.
Prakoso (2005) dalam Tesis nya yang
berjudul
“Pengaruh
Faktor
Lahan
Terhadap Nilai Properti Perumahan di
Kawasan Batam Center Kota Batam “
mengungkapkan
bahwa
kebijakan
pemerintah berpengaruh negatif