Kinerja Pemerintah Kelurahan Dalam Program Pemberdayaan Kelurahan (Studi Pada Kelurahan Polonia Kecamatan Medan Polonia)

(1)

KINERJA PEMERINTAH KELURAHAN DALAM PROGRAM

PEMBERDAYAAN KELURAHAN

(Studi pada Kelurahan Polonia Kecamatan Medan Polonia)

TESIS

Oleh

HENDRA DERMAWAN SIREGAR

067024011/SP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(2)

KINERJA PEMERINTAH KELURAHAN DALAM PROGRAM

PEMBERDAYAAN KELURAHAN

(Studi pada Kelurahan Polonia Kecamatan Medan Polonia)

Untuk Memperoleh Gelar Magister Studi Pembangunan (MSP) dalam Program Studi Pembangunan pada

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

TESIS

Oleh

HENDRA DERMAWAN SIREGAR

067024011/SP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(3)

Judul Tesis : KINERJA PEMERINTAH KELURAHAN DALAM PROGRAM PEMBERDAYAAN KELURAHAN (Studi Pada Kelurahan Polonia Kecamatan Medan Polonia)

Nama Mahasiswa : Hendra Dermawan Siregar Nomor Pokok : 067024011

Program Studi : Studi Pembangunan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Drs. Kariono, M.Si) (Drs. Agus Suriadi, M.Si)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA) (Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B, MSc)


(4)

Telah diuji pada Tanggal 14 April 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Drs. Kariono, M.Si

Anggota : 1. Drs. Agus Suriadi, M.Si

2. Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.Si 3. Drs. Sudirman, MSP


(5)

PERNYATAAN

KINERJA PEMERINTAH KELURAHAN DALAM PROGRAM

PEMBERDAYAAN KELURAHAN

(Studi Pada Kelurahan Polonia Kecamatan Medan Polonia)

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, April 2008


(6)

ABSTRAK

Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui bagaimana kinerja aparat kelurahan dalam program pemberdayaan kelurahan di Kelurahan Polonia sesuai dengan surat keputusan Walikota Kota Medan, nomor 050 / 848 / sk /1998 tanggal 11 maret 1998.

Sesuai dengan fokusnya, penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, untuk menggambarkan keadaan subjek/objek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya (fact finding). Pengumpulan data dilakukan dengan teknik, wawancara, dan teknik dokumentasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pihak kota Medan telah berupaya semaksimal mungkin untuk mensukseskan dan mengimplementasikan instruksi tersebut dengan melaksanakan pemberdayaan di wilayah Kelurahan Polonia dengan mengutamakan pemberdayaan kelurahan dan juga masyarakat di kelurahan. Pemberdayaan Kelurahan mengacu kepada kata empowerment, yaitu sebagai upaya untuk mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki sendiri oleh masyarakat. Jadi, pendekatan pemberdayaan kelurahan bertitik berat pada pentingnya masyarakat yang mandiri sebagai suatu sistem yang mengorganisir diri mereka sendiri sehingga diharapkan dapat memberi peranan kepada individu bukan sekedar objek, tetapi justru sebagai subjek pelaku pembangunan ikut menentukan masa depan dan kehidupan masyarakat secara umum. Kinerja pemerintah Kelurahan Polonia sudah dapat dikatakan baik, hal ini dapat dilihat dari baiknya akuntabilitas, responsivitas dan responsibilitas dari pemerintah kelurahan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.


(7)

ABSTRACT

This study is aiming at understanding the performance of the Kelurahan aparatur in the implementation empowerment of Kelurahan Polonia as the Walikota Kota Medan, nomor 050/848/SK/1998 tanggal 11 maret 1998.

This study used descriptive qualitative methods to describe the research subject/object condition based on fact finding. Data gathering was by, interview and documentation techniques. The focus of research is to show the the performance of the govermental aparatur Kelurahan in doing empowerment program in kelurahan polonia.

The study results showed that goverment apartur of kelurahan Polonia had a maximally effort to successfully the implementation the program by doing empowerment in kelurahan and to the kelurahan people. Kelurahan empowerment program is some effort to actuallitation some potension that own by people. So, the main think of this program is to make the people to be stand alone as a system that can to organizer them self so they are not just a object but as a subject in development an also get together to determine the future. The performance of the aparatur whould be said was so good, this statement can we saw from the akuntability, responsibility and responsivity of the goverment apartur in kelurahan polonia to give serve to the people.


(8)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia – Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini dengan sebaik-baiknya. Tesis ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar Magister Studi Pembangunan (M.SP) dalam Program Studi Pembangunan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Tesis ini masih terdapat banyak kekurangan dan kelemahan, hal ini disebabkan oleh kemampuan dan pengetahuan penulis yang masih terbatas. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis akan menerima kritikan dan saran dari berbagai pihak guna kesempurnaan Tesis ini.

Dalam hal ini Penulis telah banyak mendapat bantuan, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak dalam menyelesaikan Tesis ini. Pantas kiranya penulis dengan hati yang tulus mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada : 1. Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(k) selaku Rektor USU yang telah

memberikan kesempatan kepada penulis untuk dapat mengikuti perkuliahan di Universitas Sumatera Utara.

2. Drs. Subhilhar, MA, Ph.D selaku Penasehat Program pada Program Studi Pembangunan USU dan Penguji Tesis yang telah memberikan banyak masukan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan Tesis pada Program Studi Pembangunan.


(9)

3. Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA selaku Ketua Program pada Program Studi Pembangunan USU yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk dapat mengikuti perkuliahan pada Program Studi Pembangunan.

4. Drs. Kariono, M.Si selaku Pembimbing I yang telah banyak memberikan masukan dan saran kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesisnya.

5. Drs. Agus Suriadi, M.Si selaku Sekretaris Program pada Program Studi Pembangunan USU dan sekaligus Pembimbing II yang telah sabar membimbing serta meluangkan waktunya kepada penulis untuk memberikan masukan dan saran sehingga Tesis ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

6. Drs. M. Husni Thamrin Nst, M.Si dan Drs. Sudirman, MSP selaku Penguji Tesis yang telah meluangkan waktunya untuk mengkoreksi dan memberikan masukan sehingga Tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.

7. Hj. Fizni Anggraini, mama tercinta yang telah memberikan kasih sayang dan perhatiannya yang besar, doa, dan nasehat sehingga penulis dapat menyelesaikan studinya pada Program Studi Pembangunan USU. Khususnya lagi kepada Alm. Budiman Siregar, papa tercinta yang telah dipelihara Allah SWT sejak 05 April 2002 yang lalu, dimana semasa hidupnya selalu memotivasi penulis agar terus melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi sehingga sekarang penulis dapat menyelesaikan Tesisnya tepat pada waktunya. “There is no word can be

expressed to describe how I love you both and how big are your love for me”.

8. Dina Rahmah Nasution, S.Sos, istri tercinta yang telah begitu banyak membantu, memberikan semangat dan dorongan kepada penulis untuk segera menyelesaikan


(10)

Tesisnya. “Dina, you are not the special one but you are the best”. Begitu juga kepada Filzah Halwa Siregar Anak tersayang yang selalu memberikan semangat dan motivasi kepada penulis agar segera menyelesaikan Tesisnya.

9. Aman Fahri Siregar, SE, Fera, Andi Irawan Siregar dan Akila Siregar, selaku abang, kakak ipar dan adik serta ponakan penulis yang telah banyak memberikan dukungan dan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesisnya.

10.Hj. Delima Hasibuan, Aida Nasution, M. Arifin Nasution, S.Sos, MSP dan Fatimah Rizki Nasution, SE, selaku mertua, kakak, abang, dan adik ipar penulis yang telah banyak memberikan, dukungan dan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesisnya.

11.Kepada teman-teman seangkatan penulis yaitu Angkatan IX t.a.2006/2007 yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas semua dukungannya.

Medan, April 2008 Penulis,


(11)

RIWAYAT HIDUP

1. Nama : Hendra Dermawan Siregar 2. Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 30 Oktober 1976 3. Jenis Kelamin : Laki-laki

4. Agama : Islam

5. Status : Kawin

6. Nama Ayah : Alm. Budiman Siregar 7. Nama Ibu : Hj. Fizni Anggraini

8. Alamat : Jl. Prof. H. M. Yamin, SH No.33 Medan 9. Nomor Telpon : 061-4142485

10.Pendidikan:

1983-1989 : SD Bhayangkari Medan 1989-1992 : SMP Negeri 1 Medan

1992-1995 : SMA Negeri 1 Medan 1996-2000 : STPDN Bandung 11.Pengalaman Kerja:

2000-2001 : Adc. Sekda Kab. Deli Serdang 2001-2002 : Staf Kantor Camat Tj. Morawa

2002-2003 : Kasi. Pemerintahan Kelurahan Pekan Tj. Morawa 2003-2005 : Adc. Wakil Walikota Medan

2005-2006 : Adc. Sekda Medan

2006-sekarang : Lurah Denai Kecamatan Medan Denai Kota Medan


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK………... i

ABSTRACT ……… ii

KATA PENGANTAR ……… iii

RIWAYAT HIDUP ……… vi

DAFTAR ISI ……….. vii

DAFTAR TABEL ……….. ix

DAFTAR GAMBAR ………. x

BAB I : PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang Masalah... 1

1.2. Perumusan Masalah... 5

1.3. Tujuan Penelitian... 5

1.4. Manfaat Penelitian... 5

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Pengertian Organisasi... 7

2.2. Kinerja Organisasi ... 10

2.3. Mengukur Kinerja Organisasi ... 13

2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja ... 14

2.5. Pemberdayaan ... 16

2.6. Pemberdayaan Kelurahan... 20

2.7. Pembaruan Kinerja Organisasi Publik ... 31

2.8. Fungsi Pemerintah... 36

2.9. Pemerintah Kelurahan ... 37


(13)

BAB III : METODE PENELITIAN… ... 41

3.1. Jenis Penelitian... 41

3.2. Informan ... 41

3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 42

3.4. Lokasi Penelitian ... 43

3.5. Metode Analisa Data ... 43

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN ... 44

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 44

4.1.1. Gambaran Umum Kota Medan ... ... 44

4.1.2. Asal Usul dan Perkembangan Kota Medan... 46

4.1.3. Gambaran Umum Kelurahan Polonia ... 54

4.1.4. Luas Daerah... 54

4.2. Kinerja Pemerintah Kelurahan ... 55

4.2.1. Akuntabilitas ... ... 58

4.2.2. Responsibilitas ... ... 76

4.2.3. Responsivitas ... 90

BAB V : PENUTUP ... 102

5.1. Kesimpulan ... 102

5.2. Saran ... 103

DAFTAR PUSTAKA ... 104


(14)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1 Informan Penelitian...………...…...42

2 Target WP dan PBB.………...…87

3 Realisasi WP dan PB …...……...88


(15)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

1 Bagan Struktur Organisasi Pemerintahan Kelurahan...…...39

2 Bagan Potensi Kelurahan Polonia Kecamatan Medan Polonia tahun 2006.…...54

3 Bagan Struktur Pemerintahan Kelurahan Polonia Kecamatan Polonia…...……55

4 Gotong Royang Masyarakat Membersihkan Selokan...…....65

5 Mobil Pengangkutan Sampah...……66

6 Pos Siskamling yang Merupakan Hasil Swadaya Kelurahan...…....68

7 Pemasangan Lampu di Ruko dan Rumah Penduduk...……69

8 Pembinaan Pedagang Kaki Lima...81

9 Penertiban Pedagang Kaki Lima...82

10 Penertiban terhadap Hewan Peliharaan……….…..85

11 Kereta Gerobak Swadaya Masyarakat...87

12 Himbauan Pembayaran Pajak...……88

13 Kegiatan Penyuluhan PKK...……98

14 Kegiatan Pengajian...……99


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Otonomi Daerah yang sedang berlangsung saat ini merupakan suatu hal yang baru bagi setiap daerah di Indonesia, oleh karena otonomi yang dicanangkan melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tersebut lebih memberikan keleluasaan bagi daerah untuk mengekspresikan dirinya menuju arah berkembang melalui pemberdayaan masyarakat daerah itu sendiri. Hal tersebut tentunya mengembalikan masyarakat daerah kepada penemuan dirinya masing-masing dengan ciri dan kemampuannya masing-masing, setelah terbelenggu dengan penyeragaman yang selama ini terjadi oleh rezim yang ada.

J. Kaloh (2002) menyatakan, pada dasarnya di era otonomi daerah fungsi pemerintahan meliputi tiga hal yaitu pelayan kepada masyarakat (service); membuat pedoman/arah atau ketentuan kepada masyarakat (regulation); dan pemberdayaan (empowering). Selanjutnya Sadu Wasistiono (2000) menyatakan salah satu tugas pokok pemerintah yang terpenting adalah memberikan pelayanan umum kepada masyarakat, oleh karena itu organisasi pemerintah sering pula disebut sebagai “pelayanan masyarakat” (public service).

Otonomi Daerah yang sarat dengan isu strategi berupa kelembagaan, sumber daya manusia berupa aparatur pelaksana, jaringan kerja serta lingkungan kondusif yang terus berubah merupakan sebuah tantangan bagi Kelurahan Polonia untuk menanggapi


(17)

serta mensiasatinya dengan tanggap dan cepat agar tidak ketinggalan dari kelurahan-kelurahan lainnya dalam memacu gerak pembangunan.

Dengan demikian diperlukan kinerja yang lebih intensif dan optimal dari bagian organisasi demi optimalisasi bidang tugas yang diembannya. Kinerja suatu organisasi sangat penting, oleh karena dengan adanya kinerja maka tingkat pencapaian hasil akan terlihat sehingga akan dapat diketahui seberapa jauh pula tugas yang telah dipikul melalui tugas dan wewenang yang diberikan dapat dilaksanakan secara nyata dan maksimal.

Kinerja organisasi yang telah dilaksanakan dengan tingkat pencapaian tertentu tersebut seharusnya sesuai dengan misi yang telah ditetapkan sebagai landasan untuk melakukan tugas yang diemban. Dengan demikian kinerja (performance) merupakan tingkat pencapaian hasil atau the degrees of accomplishment (Keban,1995).

Sehubungan dengan tuntutan pembangunan di era otonomi, Pemerintah Kota Medan mengambil kebijakan “Program Pemberdayaan Kelurahan”. Hal ini diperkuat dengan dikeluarkannya Instruksi Walikota Medan Nomor:141/1417/INST, tentang Tugas dan Tanggung Jawab Camat dalam Membina dan Mengawasi Program Pemberdayaan Kelurahan di Kota Medan dan Instruksi Walikota Medan Nomor:141/079/INST, tentang Tugas dan Tanggung Jawab Kepala Kelurahan dalam Pemberdayaan Kelurahan di Kota Medan.

Kelurahan sebagai organisasi pemerintahan yang paling dekat dan berhubungan langsung dengan masyarakat merupakan ujung tombak keberhasilan pembangunan kota khususnya otonomi daerah, dimana kelurahan akan terlibat langsung dalam perencanaan dan pengendalian pembangunan serta pelayanan. Dikatakan sebagai ujung


(18)

tombak karena kelurahan berhadapan langsung dengan masyarakat, oleh karena itu kelurahan harus mampu menjadi tempat bagi masyarakat untuk diselesaikan atau meneruskan aspirasi dan keinginan tersebut kepada pihak yang berkompeten untuk ditindak lanjuti. Disamping itu peran kelurahan di atas menjembatani program-program pemerintah untuk disosialisasikan kepada masyarakat sehingga dapat dipahami dan didukung oleh masyarakat.

Dengan begitu luas dan kompleksnya permasalahan yang ada di Kota Medan, seperti dalam usaha peningkatan kesejahteraan masyarakat. Ditambah dengan pembangunan yang harus dilakukan Pemerintah Kota Medan, untuk meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat. Maka baik visi, misi dan fungsi Kota Medan mengkondisikan perlunya suatu upaya Pemberdayaan Masyarakat, salah satunya adalah “Program Pemberdayaan Kelurahan”.

Dalam pelaksanaan “Program Pemberdayaan Kelurahan” di Kota Medan, kelurahan sebagai ujung tombak pemerintahan diberikan tugas dan tanggung jawab untuk mensukseskan program ini. Hal tersebut dapat dilihat dengan dikeluarkannya Instruksi Walikota Medan Nomor: 141 / 079 / INST, tentang tugas dan tanggung jawab kepala kelurahan dalam Program Pemberdayaan Kelurahan di Kota Medan untuk melakukan kegiatan-kegiatan seperti:

1. Kebersihan 2. Keamanan 3. Ketertiban

4. Pembinaan Masyarakat 5. Pelayanan Masyarakat


(19)

Berangkat dari kondisi di atas, maka dapat kita simpulkan bahwa aparat kelurahan memiliki tanggungjawab yang besar dalam pencapaian hasil maksimal dari program pemberdayaan ini. Dengan perkataan lain, untuk mewujudkan dan mencapai tujuan tersebut diperlukan kemampuan dan kinerja aparat yang maksimal. Kinerja aparat kelurahan menjadi faktor yang sangat penting bagi implementasi pelaksanaan pemberdayaan kelurahan ini. Hal ini sejalan dengan pendapat Orsbone dan Gaebler (1992) yang menyatakan bahwa persoalan utama yang dihadapi oleh pemerintah dewasa ini bukan terletak pada apa yang dikerjakan tetapi terletak pada bagaimana mengerjakan.

Dalam melaksanakan pemberdayaan pihak pemerintah kelurahan harus terlebih dahulu melihat semua faktor kemungkinan yang ada, baik itu kesempatan, peluang maupun tantangan serta hambatan apa yang ada dalam era otonomi ini serta pemberdayaan yang akan dibuat haruslah pula dapat menjawab serta memenuhi kehendak pelanggan yaitu masyarakat di kelurahan yang memerlukan pelayan secara optimal agar tercipta suatu keadaan yang menggambarkan good governance di kelurahan Polonia. Untuk itu diperlukan pula aparat birokrasi pemerintah yang memiliki kemampuan dan responsif yang tinggi serta berdisiplin, komitmen dan bertanggungjawab serta accountability dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya sebagai unsur pelayananan terhadap organisasi publik. Ini sangat penting bagi birokrat dalam pelaksanaan misi tugasnya agar dapat terwujud tujuan ke arah keberhasilan, yaitu berupa pemenuhan kebutuhan dan keinginan masyarakat.


(20)

Berdasarkan kondisi di atas maka penulis tertarik melakukan sebuah penelitian dengan judul “Kinerja pemerintah kelurahan dalam program pemberdayaan kelurahan (Studi pada Kelurahan Polonia, Kecamatan Medan Polonia)”.

1.2. Perumusan Masalah

Berangkat dari permasalahan dan identifikasi masalah yang menjadi latar belakang kajian ini, maka untuk menjawab permasalahan penelitian ini diperlukan pertanyaan yang akan berguna bagi arah dan langkah penelitian dalam bentuk pertanyaan. Adapun rumusan masalah yang diajukan adalah: “Bagaimanakah kinerja Pemerintah Kelurahan Polonia dalam Program Pemberdayaan Kelurahan?”

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini secara umum adalah teridentifikasinya pelaksanaan program pemberdayaan kelurahan, dan secara khusus adalah untuk mengetahui: Kinerja Pemerintah Kelurahan dalam Program Pemberdayaan Kelurahan di Kelurahan Polonia.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat:

a. Secara praktis sebagai masukan bagi Pemerintah dalam upaya peningkatan kinerja pemerintah dalam melaksanakan pelayanan dan pemberdayaan.


(21)

b. Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat dijadikan menambah khasanah pengetahuan di bidang pemberdayaan dan menjadi acuan oleh penelitian lain yang berhubungan dengan pemberdayaan dan kinerja pemerintah.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Organisasi

Organisasi yang didirikan pada dasarnya ingin mencapai tujuan dan sasaran yang telah disepakati bersama dengan lebih efisien dan efektif dengan tindakan yang dilakukan bersama-sama dengan penuh rasa tanggung jawab. Hal ini dapat dilakukan apabila para manjer dan anggotanya mengerti dan memahami dengan benar tentang organisasi. Karena, organisasi tersebut dapat dipandang sebagai wadah, sebagai proses, sebagai perilaku dan sebagai alat untuk mencapai tujuan organisasi. Namun, pendefinisian organisasi yang banyak dilakukan oleh para ahli sekurang-kurangnya mempunyai unsur-unsur adanya manusia atau orang-orang yang bekerjasama, adanya kerjasama itu sendiri, dan adanya tujuan organisasi yang telah disepakati.

Definisi organisasi dari beberapa pandangan ahli organisasi tersebut diatas maka selanjutnya dapat digunakan sebagai acuan dalam mendefinisikan organisasi secara sederhana, sebagai berikut:

“Organisasi adalah merupakan suatu bentuk kerjasama untuk mencapai tujuan bersama-sama secara efisien dan efektif melalui kegiatan yang telah ditentukan secara sistematis dan didalamnya ada pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab yang jelas dalam mencapai tujuan organisasi tersebut”.

Organisasi itu sangatlah penting dalam kehidupan kita dan meresap dalam kehidupan masyarakat, karena dalam kenyataannya sebagian besar orang hidup dalam organisasi dan menghabiskan waktu hidup mereka sebagai anggota organisasi (sosial, pekerjaan, sekolah dan sebagainya). Memang kadangkala kita melihat organisasi itu


(23)

dapat dijalankan dengan lancar, efisien dan cepat serta tanggap terhadap kebutuhan manusia dan kadangkala juga dapat menjengkelkan atau membingungkan kita. Namun organsasi itu setidak-tidaknya dapat mencapai tujuannya secara efisien dan efektif jika kemampuan technical skill dan manajerial skill dapat diterapkan dengan baik menjadi satu kesatuan yang solid yakni kerjasama yang baik untuk mencapai tujuan organisasi.

Organisasi dapat dilihat atau ditinjau dari beberapa sudut pandangan, antara lain:

1. Organsiasi Sebagai Wadah

Organisasi adalah merupakan suatu wahana kegiatan yang mencerminkan bahwa organisasi merupakan tempat beraktivitas saja yakni kegiatan administrasi dan manajemen. Dalam wadah kegiatan itu setiap orang harus jelas tugas, wewenang dan tanggung jawabnya, serta hubungan dan tata kerjanya. Pengertian demikian ini merupakan organisasi yang besifat “statis” karena hanya melihat strukturnya saja. Dikatakan oleh Soewarno Handayaningrat (1980: 42) memberikan penjelasan sebagai wadah yang sifatnya statis, karena setiap orang dalam wadah itu harus jelas tugas, wewenang dan tanggung jawabnya serta hubungan dan tata kerjanya.

Oleh karena itu dalam organisasi yang dipandang sebagai wadah aktivitas maka pola struktur harus atas dasar landasan yang kuat serta pemikiran yang benar-benar berorientasi pada masa depan. Hal ini sangat perlu dilakukan untuk mengantisipasi terjadi adanya perubahan dimasa datang misalnya perubahan tujuan, perubahan aktivitas yang menuntut adanya perubahan yang mendasar dan strukturnya tidak harus berubah.


(24)

2. Organisasi Sebagai suatu Proses Pembagian Kerja

Organisasi sebagai suatu proses pembagian kerja melihat bahwa adanya unsur-unsur yang saling berhubungan, yakni sekelompok orang atau individu, adanya kerjasama dan adanya tujuan tertentu yang telah ditetapkan. Interaksi dalam organisasi akan terjadi antara individu dengan individu, individu dengan kelompok dan kelompok dengan kelompok. Hubungan-hubungan ini terjadi karena adanya pembagian kerja yang telah jelas dalam suatu sistem. Kerjasama dalam suatu sistem yang teratur ini dimaksudkan untuk mencapai tujuan tertentu yang telah disepakati bersama.

Louis Allen (1958: 57) mengemukakan tentang perlunya pembagian kerja sebagai berikut:

“We can define organization as the process of denifying and grouping the work to be

performed, defining and delegating responsibility and authority, and establishing relationships for the purposes of enabling people to work most effectively together in accomplisihing objectives” (kami dapat merumuskan organisasi sebagai proses

menetapkan dan mengelompok-lompokkan pekerjaan yang akan dilakukan, merumuskan dan melimpahkan tanggung jawab dan wewenang serta menyusun hubungan-hubungan dengan maksud untuk memungkinkan orang-orang bekerja sama secara paling efektif dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi”.

Pengelompokan orang-orang dalam suatu pekerjaan yang dilakukan akan memungkinkan terjadinya hubungan kerjasama yang formal sesuai dengan apa yang telah ditetapkan disamping itu dapat pula terjadi hubungan yang sifatnya informal antara individu dengan individu maupun individu dengan kelompok kerja yang lain, hal ini dapat terjadi karena adanya kepentingan-kepentingan pribadi masing-masing individu dalam suatu organisasi.


(25)

3. Organisasi sebagai Suatu Alat dalam Mencapai Tujuan

Manusia mendirikan suatu organisasi karena adanya beberapa tujuan dari individu dan hanya akan tercapai lewat tindakan yang harus dilakukan dengan adanya kesepakatan-kesepakatan atau adanya persetujuan bersama. Untuk melaksanakan kesepakatan tersebut maka dengan cara kerjasama akan dapat meringankan, mengefektifkan, mengefisiensikan dan mengoptimalkan pencapaian tujuan yang hendak dicapai bersama.

Gibson, et. al (1993: 3) dalam kaitannya dengan tujuan maka organisasi itu mengejar tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang dapat dicapai secara lebih efisien dan lebih efektif dengan tindakan yang dilakukan secara bersama-sama. Organisasi merupakan suatu alat dalam mencapai tujuan dan sangat diperlukan oleh masyarakat baik dalam bidang profit maupun jasa (pelayanan). Tujuan organisasi akan tercapai bilamana tiap-tiap individu yang ada dalam organisasi sadar akan tugas, wewenang dan tanggung jawabnya sehingga pada akhirnya tujuan organisasi akan tercapai.

2.2. Kinerja Organisasi

Menurut Peter Jennergren dalam Nystrom dan Starbuck (1981:43), makna dari

Performance (Kinerja) adalah “Pelaksanaan tugas-tugas secara actual”. Sedangkan

Osborn dalam John Willey dan Sons (1980:77) menyebutnya sebagai “Tingkat pencapaian misi organisasi”. Dengan demikian dapatlah disimpulkan yang mana

performance (kinerja) itu merupakan “Suatu keadaan yang bisa dilihat sebagai

gambaran dari hasil sejauh mana pelaksanaan tugas dapat dilakukan berikut misi organisasi”.


(26)

Sebelum membahas masalah kinerja organisasi, terlebih dahulu perlu di bahas tentang masalah organisasi. Organisasi merupakan suatu bentuk kerjasama sekelompok manusia atau orang di bidang tertentu untuk mencapai suatu tujuan tertentu (Etzioni,1969). Lebih lanjut Etzioni, menjelaskan bahwa organisasi memiliki ciri-ciri: a) adanya pembagian kerja, kekuasaan dan tanggungjawab berkomunikasi, pembagian yang direncanakan untuk mempertinggi realisasi tujuan khusus, b) adanya satu atau lebih pusat kekuasaan yang mengawasi penyelenggaraan usaha-usaha bersama dalam organisasi dan pengawasan. Usaha tersebut untuk mencapai tujuan organisasi, pusat kekuasaan ini juga harus menunjuk secara terus menerus pelaksanaan organisasi dan menata kembali strukturnya untuk meningkatkan efisiensi, c) pengaturan personil misalnya orang-orang yang bekerja secara tidak memuaskan dapat dipindahkan dan kemudian mengangkat pegawai lain untuk melaksanakan tugasnya.

Sedangkan Henry (1988) mengatakan bahwa organisasi merupakan suatu koneksitas manusia yang kompleks dan dibentuk untuk tujuan tertentu, dimana hubungan antara anggotanya bersifat resmi (impersonal), ditandai oleh aktivitas kerjasama, terintegrasi dalam lingkungan yang lebih luas, memberikan pelayanan dan produk tertentu dan tanggungjawab kepada hubungan dengan lingkungannya.

Ada beberapa pendapat yang mendefinisikan tentang kinerja organisasi, Jackson dan Morgan (1978) mengemukakan bahwa kinerja pada umumnya menunjukkan tingkat tujuan yang telah ditentukan sebelumnya, yang hendak dicapai. Rue and Byar {1981 (dalam Keban, 1995)} menyebutkan bahwa kinerja (performance) didefinisikan sebagai tingkat pencapaian hasil atau “the degree of accomplishment“ atau kinerja merupakan tingkat pencapaian tujuan organisasi secara berkesinambungan.


(27)

Sementara itu, Atmosudirdjo (1997) mengatakan bahwa kinerja juga dapat berarti prestasi kerja, prestasi penyelenggaraan sesuatu (performance, how well you do

a piece of work or activity). Faustino (1995) memberi batasan mengenai perfomansi

adalah suatu cara mengukur kontribusi-kontribusi dari individu - individu anggota organisasi kepada organisasinya.

Selain itu Bernadin dan Russel sebagaimana dikutip Jones (1991) lebih rinci memberikan batasan mengenai kinerja yakni dampak yang dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan tertentu atau kegiatan selama satu periode waktu tertentu. Menurut Peter Jennergen (dalam Steers,1985) pengertian kinerja organisasi adalah tingkat yang menunjukan seberapa jauh pelaksanaan tugas dapat dijalankan secara aktual dan misi organisasi tercapai. Selanjutnya Pamungkas (2000) menjelaskan bahwa kinerja adalah penampilan cara-cara untuk menghasilkan sesuatu hasil yang diperoleh dengan aktivitas yang dicapai dengan suatu unjuk kerja.

Dengan demikian dari konsep yang ditawarkan tersebut dapat dipahami bahwa kinerja adalah konsep utama organisasi yang menunjukan seberapa jauh tingkat kemampuan pelaksanaan tugas-tugas organisasi dalam rangka pencapaian tujuan.

Untuk mengetahui bagaimana kinerja sebuah organisasi banyak pendapat para pakar dengan menggunakan indikator dan konsep, seperti efektivitas, efisiensi dan juga produktivitas untuk menentukan sejauh mana kemampuan sebuah organisasi dalam mencapai tujuan. Namun konsep dan indikator yang dikemukakan selalu saja hanya tepat digunakan bagi organisasi swasta yang berorientasi keuntungan belaka, hal ini tentunya berbeda dengan organisasi publik yang berorientasi pada pelayanan kepada masyarakat banyak tanpa mengejar keuntungan materi. Namun orientasi untuk


(28)

pelayanan publik bagi kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat untuk menuju suatu pemerintahan yang good governance.

2.3. Mengukur Kinerja Organisasi

Cakupan dan cara mengukur indikator kinerja sangat menentukan apakah suatu organisasi publik dapat dikatakan berhasil atau tidak (Keban,1995). Lebih lanjut Keban menjelaskan bahwa ketepatan pengukuran seperti cara atau metode pengumpulan data untuk mengukur kinerja juga sangat menentukan penilaian akhir kinerja.

Whittaker (1993) menyebutkan bahwa pengukuran kinerja merupakan suatu alat manajemen untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas (dalam LAN, 2000). Pengukuran kinerja mempunyai makna ganda, yaitu pengukuran kinerja sendiri dan evaluasi kinerja, di mana untuk melaksanakan kedua hal tersebut terlebih dahulu harus ditentukan tujuan dari suatu program secara jelas. Pengukuran kinerja merupakan jembatan antara perencanaan strategis dengan akuntabilitas, sehingga suatu pemerintah daerah dapat dikatakan berhasil jika terdapat bukti-bukti atau indikator-indikator atau ukuran-ukuran capaian yang mengarah pada pencapaian misi. Teknik dan metode yang digunakan dalam menganalisis kinerja kegiatan, yang pertama-tama dilakukan adalah dengan melihat sejauh mana adanya kesesuaian antara program dan kegiatannya. Program dan kegiatan merupakan program dan kegiatan sebagaimana yang tertuang dalam perencanaan strategis Pemerintah Daerah yang bersangkutan.

Donald dan Lawton (dalam Keban,1995) mengatakan bahwa penilaian kinerja organisasi dapat digunakan sebagai ukuran keberhasilan suatu organisasi dalam kurun


(29)

waktu tertentu dan penilai tersebut juga dapat dijadikan input bagi perbaikan dan peningkatan kinerja organisasi.

Levine dkk (1990) mengusulkan tiga konsep yang bisa dipergunakan untuk mengukur kinerja birokrasi publik, yaitu: responsiveness, responsibility dan

accountability (Dwiyanto, 1995). Georgepoulus dan Tannenbaum dalam Emitai

Etzioni (82) Menggunakan ukuran keberhasilan sebuah organisasi dengan: 1. Produktivitas organisasi

2. Bentuk organisasi yang luwes sehingga berhasil menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di dalam organisasi yang bersangkutan.

3. Tidak adanya ketegangan, tekanan maupun konflik di antara bagian-bagian dalam oganisasi tersebut.

2.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja

Banyak faktor yang dapat berperanan menciptakan kinerja organisasi, diantaranya visi-misi, struktur organisasi, prosedur kerja, sistem intensif, disiplin, kerja sama, kepemimpinan dan lain-lain. Hal tersebut telah dibuktikan dengan berbagai penelitian. Menurut penelitian Daha (2002), faktor yang dapat berperanan dalam mempengaruhi keberhasilan kinerja pelayanan publik yang sangat dominan adalah faktor kepemimpinan, sistem intensif dan kerjasama (Studi Kasus pada Kantor Pendaftaran Penduduk Kota Samarinda). Keadaan tersebut lebih banyak terdapat pada organisasi yang bertujuan profit dan organisasi pelayanan publik secara langsung.


(30)

Menurut Zauhar (1996:9), menyebutkan:

“… peningkatan kinerja individu dapat dilihat dari keterampilannya, kecakapan praktisnya, kompetensinya, pengetahuan dan informasinya, keleluasaan pengalamannya, sikap dan prilakunya, kebajikannya, kreativitasnya, moralitasnya dan lain-lain. Kinerja kelompok dilihat dari aspek kerjasamanya, keutuhannya, disiplinnya, loyalitasnya dan lain-lain”.

Berdasarkan pendapat di atas, kinerja individu sangat dipengaruhi banyak hal, yang mana sangat menonjol adalah kecakapan serta pengetahuan seseorang, sesdangkan kinerja kelompok juga sangat kompleksnya, yang mana diantaranya adalah aspek kerjasama dan disiplin dalam melaksanakan tugasnya. Hal tersebut tentunya dibutuhkan sikap profesionalisme dalam bekerja.

Menurut Robins (2001:273), bahwa:

“Sejumlah faktor struktural menunjukkan suatu hubungan kekinerja. Diantara faktor yang lebih menonjol adalah persepsi peran, norma, inekuitas status, ukuran kelompok, susunan demografinya, tugas kelompok, dan kekohesifan”.

Selanjutnya menurut Katz (1969) pelaksanaan tugas atau tujuan organisasi memerlukan dukungan struktur organisasi, seperti dasar hukum, tata kerja, fasilitas dan lain-lain. Kemampuan struktur organisasi merupakan kemampuan administrasi, yakni kemampuan organisasi untuk mencapai atau menyelesaikan tugas-tugas yang didukung oleh struktur organisasi di samping lingkungannya. Seberapa jauh kemampuan organisasi melaksanakan fungsi sangat tergantung pada tersedianya tenaga terlatih,


(31)

Selanjutnya Wright dkk (1996:188), berpandangan bahwa:

“Struktur Organisasi adalah sebagai bentuk cara dimana tugas dan tanggung jawab dialokasikan kepada individu, dimana individu tersebut dikelompokkan ke dalam kantor, departemen dan divisi. Struktur Organisasi hendaknya selalu menyesuaikan dengan perkembangan kebutuhan publik dan lingkungan hal tersebut bertujuan untuk terciptanya kinerja organisasi yang efektif dan proses kerja yang cepat”.

Menanggapi pendapat di atas, maka dapat disimak bahwa untuk terciptanya kinerja organisasi yang efektif agar tercipta suatu keadaan untuk mempercepat proses kerja yang cepat dibutuhkan struktur organisasi yang bisa memenuhi kebutuhan publik dalam era otonomi saat ini.

Melihat dari pendapat para pakar tersebut di atas jelaslah, bahwa profesionalisme pegawai dan struktur organisasi merupakan faktor yang mempengaruhi dalam kinerja suatu organisasi khususnya dalam hal ini pemerintah kelurahan Polonia.

2.5. Pemberdayaan

Pemberdayaan adalah upaya memberdayakan (mengembangkan klien dari keadaan tidak atau kurang berdaya menjadi mempunyai daya) guna mencapai kehidupan yang lebih baik. Jadi pemberdayaan masyarakat adalah upaya mengembangkan mayarakat dari keadaan kurang atau tidak berdaya menjadi punya daya dengan tujuan agar masyarakat tersebut dapat mencapai/memperoleh kehidupan yang lebih baik.


(32)

Payne (1997:266) mengemukakan lebih jauh inti dari tujuan pemberdayaan dilakukan :

“to help clients gain power of decision and action over their own lives by reducing the effect of social or personal blocks to exercising cacity and self-confidence to use power and by transferring power from the environment to clients.”

Shardlow (1998:32) melihat bahwa berbagai pengertian yang ada mengenai pemberdayaan pada intinya membahas bagaimana individu, kelompok maupun komunitas berusaha mengkontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka. Gagasan Shardlow ini, tidak jauh dengan gagasan yang mengartikan pemberdayaan sebagai upaya mendorong klien untuk menentukan sendiri apa yang harus ia lakukan dalam kaitannya dengan upaya mengatasi permasalahan yang ia hadapi sehingga klien mempunyai kesadaran dan kekuasaan penuh dalam membentuk hari depannya.

Pemberdayaan merupakan suatu bentuk upaya memberikan kekuatan, kemampuan, keterampilan, pengetahuan dan berbagai bentuk inovasi kreatif sesuai dengan kondisi, yang secara potensial dimiliki. Disamping itu secara bertahap masyarakat juga didorong untuk meningkatkan kapasitas dirinya untuk mengambil peran yang sejajar dengan mereka yang lebih berdaya melalui proses penyadaran.

Konsep pemberdayaan pada hakikatnya dapat dipandang sebagai upaya untuk mewujudkan keberdayaan, yaitu kemampuan dan kemandirian. Menurut Kartasasmita (1996:2) keberdayaan merupakan unsur-unsur yang memungkinkan suatu masyarakat bertahan (survive) dan dalam pengertian dinamis mengembangkan diri dan mencapai kemajuan. Unsur-unsur yang menjadi sumber keberdayaan masyarakat dimaksud


(33)

adalah nilai kesehatan, pendidikan, prakarsa, kekeluargaan, kegotongroyongan, kejuangan dan sebagainya.

Secara etimologi, pemberdayaan berasal dari kata berdaya yang berarti berkekuatan, berkemampuan bertenaga (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1998: 189). Menurut Sumodiningrat, (1999) pengertian pemberdayaan adalah meningkatkan kemampuan dan kemandirian. Perserikatan Bangsa Bangsa untuk program pembangunan (United Nations Development Programme) mendefinisikan

pemberdayaan masyarakat sebagai proses dimana semua usaha swadaya masyarakat digabungkan dengan usaha usaha yang dilakukan pemerintah guna meningkatkan kondisi masyarakat di bidang ekonomi, sosial dan budaya. Atau pengertian tersebut dapat disederhanakan menjadi suatu metode atau pendekatan yang menekankan adanya partisipasi umum dan keterlibatan langsung penduduk dalam proses pembangunan.

Pemberdayaan (empowerment) dalam studi kepustakaan memiliki kecenderungan dalam dua proses. Pertama, proses pemberdayaan yang menekankan pada proses pemberian atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu menjadi lebih berdaya, dan kedua, menekankan pada proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempuyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog.

Menurut Prijono (1996:208-209), pemberdayaan terdiri dari pemberdayaan pendidikan, ekonomi, sosial budaya, psikologi dan politik. Pemberdayaan pendidikan merupakan faktor kunci yang ditunjang dan dilengkapi oleh pemberdayaan yang lain, yaitu:


(34)

1. Pemberdayaan pendidikan. Pendidikan merupakan kunci pemberdayaan masyarakat. Oleh karena pendidikan dapat meningkatkan pendapatan, kesehatan, produktivitas. Seringkali masyarakat berpendidikan rendah yang salah satu penyebabnya adalah faktor ekonomi, karena dalam pendidikan itu sendiri membutuhkan biaya yang cukup banyak.

2. Pemberdayaan ekonomi. Akses dan penghasilan atas pendapatan bagi setiap orang merupakan hal yang penting karena menyangkut otonominya (kemandirian). Sehingga dengan faktor ekonomi tersebut memungkinkan manusia untuk mengontrol dan mengendalikan kehidupannya sesuai dengan yang mereka inginkan.

3. Pemberdayaan sosial budaya. Dalam kehidupan masyarakat hendaknya tidak ada pembedaan-pembedaan peran dan tanggung jawab dalam kehidupan bermasyarakat. Setiap manusia hendaknya memiliki peran dan tanggung jawab yang sama sehingga dapat berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat secara bersama-sama.

4. Pemberdayaan psikologi. Pemberdayaan sebagai perubahan dalam cara berfikir manusia. Pemberdayaan tidak bermaksud membekali manusia dengan kekuasaan dan kekayaan, tetapi membuat mereka sadar terhadap dirinya dan apa yang diinginkan dalam hidup ini. Interaksi antar masyarakat didasarkan atas pengambilan keputusan bersama, tanpa ada yang memerintah dan diperintah, tidak ada yang merasa menang atau dikalahkan. Pemberdayaan didasarkan atas kerja sama, untuk mencapai dengan hubungan timbal balik yang saling memberdayakan.

5. Pemberdayaan politik. Dalam pemberdayaan politik pada intinya adalah bagaimana setiap orang dapat memiliki peluang dan partisipasi yangs sama dalam


(35)

kegiatan-kegiatan politik. Seperti kesempatan bersama dalam pengambilan keputusan dan kepemimpinan, keterlibatan lembaga-lembaga politik, kesempatan untuk memberikan pendapat dan menyampaikan hak suara dan lain sebagainya.

Dalam pelaksanaannya, pemberdayaan yang menurut Midgley dalam Adi (2003:49-50) diidentikkan dengan pembangunan sosial yang dapat dilakukan oleh individu, masyarakat/atau komunitas maupun oleh pemerintah, yaitu:

1. Pembangunan sosial melalui individu (Social Development By Individual), dimana individu-individu dalam masyarakat secara swadaya membentuk usaha pelayanan masyarakat pada pendekatan individual ataupun perusahaan (individuals or

enterprise approach).

2. Pembangunan sosial melalui komunitas (Social Development By Communities), dimana kelompok masyarakat secara bersama-sama berupaya mengembangkan komunitas lokalnya. Pendekatan ini lebih dikenal dengan nama pendekatan komunitarian (communitarian approach).

3. Pembangunan sosial melalui pemerintah (Social Development By Goverments), dimana pembangunan sosial dilakukan oleh lembaga-lembaga didalam organisasi pemerintah (governmental agencies). Pendekatan ini lebih dikenal dengan nama pendekatan statis (statist approach).

2.6. Pemberdayaan Kelurahan

Program Pemberdayaan Kelurahan merupakan sebuah kebijakan Pemerintah Kota Medan yang dilaksanakan guna peningkatan kemampuan kelembagaan


(36)

masyarakat dan aparat melalui usaha peningkatan partisipasi masyarakat serta untuk mendukung pelaksanaan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 .

Program Pemberdayaan Kelurahan ini sesuai dengan rencana pembangunan strategis yang telah ditetapkan sebelumnya, yakni “Rencana Strategis (Renstra) Tahun 1998–2003 Pembangunan Kota Medan”, yang ditetapkan dengan Surat Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Medan, Nomor 050/848/SK/1998 tanggal 11 Maret 1998, yang tertuang dalam visi dan misi pembangunan Kota Medan.

Adapun yang menjadi dasar dalam pelaksanaan Program Pemberdayaan Kelurahan ini adalah:

1. Kelurahan adalah penyelenggara dibidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan.

(UU Nomor 5 Tahun 1979 Tentang Pemerintahan Desa)

2. Penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian ruang.

3. Kelurahan merupakan perangkat daerah Kabupaten / Kota. (UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah)

4. Otonomi Daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurusi kepentingan masyarakat berdasarkan aspirasi rakyat.

(UU Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah)

5. Badan Perwakilan Desa yang selanjutnya disebut BPD adalah Badan Perwakilan yang terdiri atas pemuka-pemuka masyarakat yang ada di Desa yang berfungsi mengayomi adat istiadat, membuat Peraturan Desa, menampung dan menyalurkan


(37)

aspirasi masyarakat, serta melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan desa/kelurahan.

(Kepmendagri Nomor 64 Tahun 1999)

6. Kewenangan Desa sebagai suatu kesatuan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat berubah menjadi kewenangan wilayah kerja Lurah dengan melibatkan masyarakat melalui BPD. (Kepmendagri Nomor 65 Tahun 1999)

Pemberdayaan Kelurahan di Kota Medan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan bahwa kelurahan merupakan perangkat daerah Kabupaten/Kota yang memikul tanggung jawab sebagai ujung tombak pembangunan terendah di daerah.

Pemberdayaan kelurahan jika dilihat dari dasar pertimbangan produk hukum saat ini merupakan suatu keharusan karena menurut Undang–undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Pemerintahan Daerah kelurahan merupakan perangkat daerah Kabupaten/Kota. Perangkat daerah tanpa power adalah suatu kemustahilan. Sementara Perda Nomor 24 Tahun 1992 menggariskan bahwa pemerintah kelurahan dilibatkan dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian ruang.

Melihat ketentuan diatas maka peranan kelurahan harus diperluas tidak hanya sebagai administratur pemerintahan tetapi juga sektor lain. Hal ini tentu saja juga berdasarkan pada adanya hubungan langsung yang sangat dekat antara pemerintah dan masyarakat. Dengan fungsi dan peran yang sangat strategis tersebut maka Pemerintah Kota Medan harus menjadikan pemberdayaan kelurahan sebagai salah satu prioritas dalam pembangunan dengan upaya antara lain:


(38)

1. Pelimpahan tanggung jawab dan wewenang atas beberapa fungsi pelayanan dan pengawasan yang langsung menyentuh kepentingan masyarakat.

2. Penataan terhadap kekuatan dan kemampuan Pemerintah Kelurahan dengan melakukan peningkatan Sumber Daya Manusia, kelengkapan personil dan penambahan dukungan dana.

Dalam Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 12 Tahun 1982 tentang Susunan Organisasi dan Tata kerja Pemerintah Kelurahan di Kota Medan diatur jabatan-jabatan yang ada dikelurahan antara lain: Kepala Kelurahan, Sekretaris Kelurahan dan Kepala-Kepala Urusan. Dari pengamatan dan aspirasi dari masyarakat, kondisi Kelurahan sebelum dikeluarkannya program Pemberdayaan Kelurahan antara lain:

1. Tugas dan Fungsi

Tugas yang dijalankan oleh kelurahan yang terlihat hanyalah tugas-tugas administrasi seperti: proses penerbitan KTP, Kartu Keluarga dan Jual beli tanah, sedangkan fungsi dan tugas lain seperti perencanaan dan pengendalian pembangunan, pembinaan kemasyarakatan belum terlihat.

2. Pelayanan Kepada Masyarakat

Menurut Keputusan Menteri Pemdayagunaan Aparatur Negara No. 81 tahun 1993 Pelayanan umum adalah segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh pemerintah di pusat, daerah, dan lingkungan BUMN/BUMD dalam bentuk barang dan jasa, baik dalam rangka upaya memenuhi kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan perundang–undangan. Walaupun pelaksanaan fungsi dan tugas yang dilaksanakan kelurahan selama ini relatif hanya tugas-tugas rutin saja, tetapi pelayanan yang diberikan dan diterima


(39)

masyarakat masih jauh dari yang diharapkan, hal ini disebabkan karena Kelurahan belum menyadari perannya sebagai abdi negara dan abdi masyarakat. Disamping itu kelurahan juga belum mampu menampung aspirasi masyarakat seperti masalah kebersihan lingkungan, pemeliharaan taman dan lampu-lampu jalan, hal ini disebabkan oleh kewenangan tersebut tidak sepenuhnya berada di Kelurahan. Kumorotomo menyatakan bahwa kelambatan pelayanan umum tidak hanya disebabkan oleh kurang baiknya cara pelayanan pada tingkat bawah, akan tetapi juga disebabkan oleh buruknya tata kerja dalam organisasi. Sikap pandang organisasi birokrasi pemerintahan kita, misalnya terlalu berorientasi pada kegiatan dan pertanggungjawaban yang sifatnya formal. Penekanan pada hasil produksi atau kualitas pelayanan sangatlah kurang, sehingga lambat laun pekerjaan-pekerjaan menjadi kurang menantang atau kurang menggairahkan. Dengan tambahan semangat kerja yang buruk maka terjadilah rutinitas yang menggejala dan aktivitas– aktivitas yang dijalankan menjadi counter productive. Menurut Kumorotomo penyebab hambatan terhadap peningkatan kualitas pelayanan publik tidak terlepas dari sistem dan mekanisme kerja yang diterapkan dalam birokrasi pemerintahan kita. Formalitas dalam rincian tugas–tugas organisasi menuntut uni formalitas dan keseragaman tinggi. Akibatnya para pegawai menjadi takut berbuat salah dan cenderung menyesuaikan pekerjaan menurut petunjuk pelaksanaan meskipun juklak tersebut tidak sesuai dengan kenyataan–kenyataan dilapangan, yang pada akhirnya mematikan inovasi dan kreativitas para pegawai.


(40)

3. Sumber Daya Manusia

Hal yang mendasar lainnya yang dialami Kelurahan adalah masalah sumber daya manusia meliputi kualitas maupun jumlah personalianya. Berdasarkan data yang ada bahwa formasi jabatan-jabatan yang ada di Kelurahan sebanyak 1.057 orang. (Pemko Medan, 2000). Kenyataan yang ada bahwa Pegawai negeri yang bertugas di Kelurahan pada akhir tahun 2001 sebanyak 871 orang. Dengan demikian masih dibutuhkan Pegawai Negeri Sipil yang bertugas di Kelurahan sebanyak 186 orang lagi, belum lagi berbicara masalah kualitas dan pendidikannya (Kota Medan dalam Angka Tahun 2001).

4. Fasilitas

Fasilitas pendukung dan dana operasional kelurahan akhir tahun 2001 masih belum sempurna seperti peralatan komputer dan lain-lain, sehingga untuk pembuatan data-data potensi kelurahan dan analisa proyeksi pengembangan Kelurahan kedepaan tidak sebagaimana yang diharapkan.

Berdasarkan keadaan tersebut diatas maka Pemerintah Kota Medan mengambil langkah-langkah nyata yang disusun dalam suatu program yang disebut Pemberdayaan kelurahan.

Mengingat fungsi dan peranan Kelurahan yang strategis tersebut maka Pemberdayaan Kelurahan merupakan salah satu prioritas utama dalam pembangunan kota Medan melalui upaya sebagai berikut:

1. Pelimpahan tanggung jawab dan wewenang atas beberapa fungsi pelayanan dan pengawasan yang langsung menyentuh kepentingan masyarakat seperti; kebersihan, pengawasan kota.


(41)

2. Penataan terhadap kekuatan dan kemampuan Pemerintah Kelurahan dengan melakukan peningkatan Sumber daya Manusia, kelengkapan personil, dan penambahan dukungan dana.

Menurut Instruksi Walikota Medan Nomor: 141/ 079/INST, tentang tugas dan tanggung jawab kepala kelurahan didalam Program Pemberdayaan Kelurahan agar melakukan kegiatan-kegiatan seperti:

1. Kebersihan

a. Mengawasi masyarakat untuk tetap menjaga kebersihan, keindahan dan kerapian di lingkungannya masing-masingdan menjaga agar tidak ada lagi sampah yang berserakan / bertumpuk-tumpuk.

b. Melaksanakan pengangkatan sampah dari rumah masyarakat dan yang berserakan ke Tempat Pembuangan sampah yang sudah ditentukan.

c. Mengontrol dan mengawasi penggunaan Tempat Pembuangan Sampah agar sampah-sampah tidak melimpah dan berserakan di sekitar Tempat Pembuangan Sampah.

d. Melaksanakan penyapuan terhadap jalan-jalan protokol dan jalan-jalan lainnya yang berada di wilayah kerjanya dan memerintahkan petugas kebersihan agar mematuhi dan melaksanakan tugasnya sesuai wilayah kerja dan jam kerja yang telah ditentukan.

e. Mengawasi masyarakat agar tidak membuang sampah kedalam parit dan membersihkan sampah-sampah yang ada dalam parit agar air mengalir dengan lancar.


(42)

f. Menggerakkan masyarakat melaksanakan gotong royong pada hari jumat dan minggu untuk membersihkan parit yang tersumbat agar tidak terjadi banjir apabila hujan turun.

g. Melaksanakan pembersihan dan perawatan terhadap lokasi tanah kuburan yang berada diwilayah kerjanya.

h. Melaksanakan pembersihan saluran dan pengangkatan tumpukan-tumpukan tanah yang berada di brem jalan atau badan jalan agar air yang berada di badan jalan dapat mengalir dengan lancar kedalam parit.

i. Melaksanakan pengorekan parit-parit sampai boodem (dasar saluran) agar air dalam parit berjalan lancar.

j. Melakukan pengawasan terhadap petugas pengangkut sampah dan petugas penyapu jalan yang ada di wilayah kerjanya dalam melaksanakan tugas kebersihan serta menyalurkan pembayaran gaji petugas tersebut.

k. Memungut kontribusi sampah kepada setiap kepala keluarga dan dalam pelaksanaannya harus berpedoman ketentuan-ketentuan peraturan yang berlaku. l. Melaksanakan pemotongan rumput dipinggir jalan dan pengecatan trotoar

dengan minyak tanah yang ada di wilayah kerjanya masing-masing.

m. Memelihara pohon-pohon penghijauan, taman-taman kota dan fasilitas umum lainnya yang telah ditanam serta dibangun oleh pemerintah kota atau swadaya masyarakat.

n. Mengawasi pohon-pohon penghijauan, taman-taman kota serta fasilitas umum lainnnya yang dibangun pemerintah atau swadaya masyarakat dari kerusakan-kerusakan yang dilakukan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.


(43)

o. Menggerakkan peran serta masyarakat untuk menanam, memelihara dan menjaga pohon-pohon penghijauan, taman-taman kota serta fasilitas umum lainnya yang ada di wilayah kerjanya masing-masing.

2. Keamanan

a. Menggerakkan masyarakat untuk membangun Pos-pos Siskamling di setiap lingkungan masing-masing.

b. Mengaktifkan Siskamling dan Pam Swakarsa di wilayah kerjanya masing-masing.

c. Melaksanakan koordinasi dengan aparat keamanan agar gangguan keamanan dapat terkendali.

d. Memerintahkan masyarakat untuk melaksanakan pemasangan lampu-lampu neon (TL) di depan ruko atau rumah tempat tinggal masing-masing.

e. Memerintahkan masyarakat untuk menghidupkan lampu-lampu neon (TL) yang telah dipasang di depan ruko atau rumah tempat tinggal masing-masing mulai pukul 19.00 s/d 05.00 WIB (pagi).

f. Mengawasi masyarakat dalam pengambilan/penyambungan aliran listrik untuk kebutuhan lampu neon (TL) harus melalui meteran ruko atau rumah tempat tinggal masing-masing.

g. Mengawasi dan melaporkan lampu penerangan jalan (LPJ) yang mati ataupun rusak (tidak hidup) ke Dinas Pertamanan Kota Medan.


(44)

3. Ketertiban

a. Menata pedagang-pedagang kaki lima agar berjualan pada tempat-tempat yang telah ditentukan atau jalan-jalan alternatif yang ada di wilayah kerjanya masing-masing.

b. Menertibkan pedagang kaki lima yang berjualan di trotoar atau diatas parit pada jalan-jalan protokol dan halte-halte bus bersama dengan camat.

c. Mengawasi masyarakat agar tidak membangun bangunan tanpa izin dari Pemerintah Kota Medan.

d. Menindak dan membongkar bangunan yang tidak memiliki izin maupun yang menyimpang dari izin yang diberikan bersama dengan camat.

e. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan galian-galian yang dilaksanakan oleh PLN, Telkom, PN GAS dan PDAM serta jalan-jalan yang berlobang dan rusak, selanjutnya melaporkan ke Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan.

f. Memerintahkan masyarakat agar tidak menutup/membeton parit-parit yang ada di depan rumah tokonya.

g. Mengawasi dan menindak masyarakat yang memelihara hewan berkaki empat yang dipelihara di tempat-tempat dilarang Pemerintah Kota Medan bersama camat.

h. Mengawasi dan menindak masyarakat yang memarkir kendaraannya tidak pada tempat parkir yang telah disediakan maupun yang dapat mengganggu arus lalu lintas bersama dengan camat.

i. Menjaga dan memelihara rambu-rambu lalu lintas agar tidak dirusak oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.


(45)

4. Pembinaan Masyarakat

a. Melaksanakan tatap muka dengan masyarakat maupun tokoh-tokoh masyarakat dengan menjelaskan program-program pemerintah yang belum, sedang dan akan dilaksanakan disetiap kesempatan yang ada.

b. Menghadiri setiap undangan masyarakat dan menghimbau peran aktif warga untuk membangun wilayahnya masing-masing.

c. Memelihara dan meningkatkan taraf kesehatan serta gizi warga masyarakat serta membina dan meningkatkan akseptor KB yang mandiri serta membina dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan untuk mendukung penghasilan tambahan keluarga.

d. Harus tampil di tengah-tengah masyarakat dalam situasi/keadaan tertentu dan mampu menyelesaikan masalah yang ada secara arif dan bijaksana.

e. Menyusun dan melaksanakan Program Pemberdayaan Masyarakat dan pemberian fasilitas-fasilitas kemudahan/kesempatan/kelancaran administrasi, pelatihan, permodalan, pemasaran melalui kerja sama dengan instansi sektoral. 5. Pelayanan Masyarakat

a. Melaksanakan pendataan tehadap masyarakat yang tidak memliki Kartu Rumah Tangga (KRT), Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan memerintahkan untuk mengurusnya dengan berpedoman kepada ketentuan yang berlaku.

b. Melaksanakan pelayanan pengurusan KRT dan KTP kepada masyarakat sesuai dengan prosedur yang berlaku dan tetap mempedomani tarif KRT / KTP berdasarkan Peraturan Daerah yang ditetapkan.


(46)

c. Melaksanakan pengawasan dan sweeping terhadap penduduk yang masuk wilayahnya dan wajib lapor 1 X 24 jam kepada Kepala Lingkungan masing-masing.

d. Melaksanakan pelayanan berupa pemberian surat-surat keterangan yang dibutuhkan masyarakat berdasarkan ketentuan peraturan yang berlaku dan tidak mempersulit / membebani masyarakat yang bersangkutan.

e. Melaksanakan penyelesaian pengurusan surat-surat keterangan tanah dan melakukan pengecekan terhadap bidang tanah yang akan dimohonkan haknya kepada kantor BPN Medan, dengan tetap berpedoman kepada ketentuan peraturan yang berlaku.

f. Mempercepat semua urusan pelayanan masyarakat, tidak mempersulit dengan tidak membebani biaya yang tidak diatur oleh ketentuan peraturan yang berlaku.

Berdasarkan uraian diatas, dapat dilihat adanya hubungan yang erat antara kinerja aparatur kelurahan dengan pelaksanaan Program Pemberdayaan Kelurahan, dimana kelurahan tidak hanya sebagai administratur pemerintahan, tetapi juga mencakup sektor-sektor lain, seperti sektor pembangunan dan kemasyarakatan.

2.7. Pembaruan Kinerja Organisasi Publik Dalam Meningkatkan Kualitas Pelayanan

Pembaruan kinerja organisasi publik merupakan suatu issu pada beberapa tahun terakhir ini, terutama setelah banyaknya keluhan dari para pengguna jasa yang menyatakan bahwa kinerja organisasi publik adalah sumber kelambanan, pungli, dan


(47)

inefisiensi. Citra organisasi publik negara berkembang, termasuk di Indonesia dalam melayani kepentingan masyarakat pada umumnya amat buruk jika dibandingkan dengan organisasi swasta. Karenanya tidaklah mengherankan kalau organisasi swasta seringkali dijadikan sebagai alternatif pilihan kebijakan untuk menyelesaikan berbagai persoalan dalam penyelenggaraan pelayanan publik.

Oleh karena itu, pemerintah daerah dituntut untuk meningkatkan kinerjanya dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pada hakekatnya penyelenggaraan otonomi daerah adalah untuk memberdayakan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreatifitas daerah secara aktif, serta meningkatkan peran dan fungsi DPRD.

Format kebijakan otonomi daerah yang ada pada saat ini menandai awal dari suatu proses perubahan fundamental dalam paradigma penyelenggaraan pemerintahan di negeri ini. Kalau pada pemerintahan orde baru, pembangunan menjadi misi terpenting pemerintah (developmentalism) dan pemerintah pada masa itu menjadikan dirinya pusat kendali proses pembangunan itu (sentralisasi di tingkat nasional), kini harus mereposisi diri sebagai pelayan dan pemberdaya masyarakat dan harus menyebarkan aktivitasnya ke berbagai pusat di tingkat lokal. Dengan kata lain arus baru kehidupan politik kita sekarang adalah realitas pergeseran kekuasaan dari pusat menuju lokus-lokus daerah dan berbasis pada kekuatan masyarakat sendiri.

Setiap penyelenggaraan pelayanan publik harus memiliki standar pelayanan dan dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan. Standar pelayanan merupakan unsur yang dibakukan dalam penyelenggaraan pelayanan publik


(48)

yang wajib ditaati oleh pemberi dan atau penerima pelayanan. Menurut Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004, standar pelayanan sekurang-kurangnya meliputi: 1. Prosedur pelayanan

Prosedur pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan termasuk pengaduan.

2. Waktu penyelesaian

Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan sampai dengan penyelesaian pelayanan termasuk pengaduan.

3. Biaya pelayanan

Biaya/tarif pelayanan termasuk rincian yang ditetapkan dalam proses pemberian pelayanan.

4. Produk pelayanan

Hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. 5. Sarana dan Prasarana

Penyediaan sarana dan prasarana pelayanan yang memadai oleh penyelenggara pelayanan publik.

6. Kompetensi petugas pemberi pelayanan

Kompetensi petugas pemberi pelayanan harus ditetapkan dengan tepat berdasarkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap, dan perilaku yang dibutuhkan.

Pengertian kualitas mengadung banyak penafsiran dan arti, J. Supranto (2000:228) mendefenisikan bahwa kualitas adalah sebuah kata yang bagi penyedia jasa merupakan sesuatu yang harus dikerjakan dengan baik. Sejalan dengan hal tersebut Goetsch dan Davis (dalam Tjiptono dan Diana, 2001:12) mendefenisikan bahwa


(49)

kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi dan melebihi harapan.

Pelayanan menurut kamus besar Bahasa Indonesia (1999:571) adalah usaha melayani kebutuhan orang lain sedang pelayan adalah membantu menyiapkan (mengurus apa yang diperlukan seseorang). Keunggulan suatu produk jasa adalah tergantung dari keunikan serta kualitas yang diperlihatkan oleh jasa tersebut apakah sudah sesuai dengan keinginan dan harapan pelanggan (J.Supranto, 2001).

Sejalan dengan uraian tersebut, maka pengertian pelayanan menurut Munir (2000:27) adalah serangkaian kegiatan karena itu ia merupakan proses, sebagai proses pelayanan langsung secara rutin dan berkesinambungan meliputi seluruh kehidupan orang dalam masyarakat. Dari defenisi yang telah diuraikan, maka ditarik kesimpulan bahwa kualitas pelayanan merupakan serangkaian proses meliputi kebutuhan masyarakat yang dilayani secara berkesinambungan.

Dari defenisi tersebut ada beberapa kesamaan yaitu:

1. Kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggannya. 2. Kualitas merupakan kondisi yang setiap saat mengalami perubahan. 3. Kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan.

4. Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.

Perbedaan, harapan dan persepsi masyarakat yang dilayani birokrasi pemerintah selaku pemberi layanan merupakan permasalahan krusial yang mengakibatkan terjadinya pelayanan tidak berkualitas, tidak efektif dan tidak efisien. Dari beberapa asumsi tersebut, maka ditarik kesimpulan bahwa kualitas pelayanan adalah merupakan


(50)

usaha sadar yang dilakukan organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya untuk memenuhi kebutuhan orang lain.

Dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 81 Tahun 1993 dalam buku Manajemen Mutu Terpadu terdapat 8 (delapan) unsur kualitas pelayanan yaitu: Kesederhanaan, Kejelasan/Kepastian, Keamanan, Keterbukaan, Efisiensi, Ekonomis, Keadilan dan Ketepatan Waktu.

Toha (1998) berpendapat bahwa untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, organisasi publik (birokrasi publik) harus mengubah posisi dan peran (revitalisasi) dalam memberikan layanan publik. Dari yang suka mengatur dan memerintah berubah menjadi suka melayani, dari yang suka menggunakan pendekatan kekuasaan berubah menjadi suka mendorong menuju ke arah yang sesuai, kolaboratis dan dialogis dan dari cara-cara sloganis menuju cara kerja realistik pragmatik.

Penyelenggaraan pelayanan publik harus dapat dipertanggungjawabkan baik kepada publik maupun kepada atasan/pimpinan unit pelayanan sesuai ketentuan perundangan.

Akuntabilitas kinerja pelayanan publik yang merupakan proses mulai dari tingkat ketelitian (akurasi), profesionalitas petugas, kelengkapan saranan dan prasarana, kejelasan aturan dan kedisiplinan, pelayanan yang sesuai standar/janji pelayanan, dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka, pemberian konpensasi, penilaian oleh masyarakat secara berkala sesuai mekanisme dan mekanisme pertanggungjawaban bila terjadi kerugian dalam pelayanan atau jika pengaduan masyarakat tidak ditanggapi. Akuntabilitas biaya pelayanan publik yang meliputi biaya pelayanan yang dipungut harus sesuai dengan ketentuan perundangan yang ditetapkan dan pengaduan


(51)

masyarakat terhadap penyimpang biaya pelayanan publik harus ditangani oleh petugas yang ditunjuk berdasarkan penugasan dari pejabat yang berwenang. Akuntabilitas Produk pelayanan publik yang menyangkut persyaratan teknis dan administratif harus jelas dan dapat dipertanggungjawabkan dari segi kualitas dan keabsyahan produk pelayanan, prosedur dan mekanisme kerja harus sederhana dan dilaksanakan sesuai ketentuan yang ditetapkan serta produk pelayanan diterima dengan benar, tepat dan sah.

2. 8. Fungsi Pemerintah

Kehadiran negara atau pemerintah tetap ada dalam percaturan ekonomi rakyat, walaupun secara kuantitas atau kualitas memiliki variasi yang berbeda. Kehadiran tersebut, terutama untuk melindungi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, melalui berbagai kebijakan perencanaan yang strategis. Menurut Devey (1980:21-24), fungsi-fungsi pemerintahan regional dapat digolongkan dalam lima pengelompokan, yaitu:

1. Fungsi penyediaan pelayanan yang berorientasi lingkungan dan kemasyarakatan; 2. Fungsi pengaturan-yakni perumusan dan penegakan (enforce) peraturan-peraturan; 3. Fungsi pembangunan, yaitu keterlibatan langsung pemerintah dalam bentuk-bentuk

kegiatan ekonomi;

4. Fungsi perwakilan-untuk menyatakan pendapat daerah atas hal-hal di luar bidang tanggung jawab eksekutif;


(52)

Pada bagian lain Devey (1980:181) mengemukakan bahwa terdapat beberapa faktor yang menetukan bobot suatu penyelenggaraan pemerintahan oleh pemerintah regional yaitu:

1. Sifat dan luasnya fungsi yang dapat dijalankan, yakni bidang-bidang pemerintahan yang dapat dia kontrol, jangkauan keputusan-keputusan yang dapat dia lakukan atau dia pengaruhi.

2. Luasnya sumber-sumber yang tersedia untuk pemerintah regional sebanding dengan luas dan sifat tugas-tugasnya.

Pemaknaan terhadap konsep di atas dapat dianggap sebagai suatu konsekuensi dari pemberian wewenang atau tanggung jawab pemerintah atasan/pusat kepada pemerintah bawahan/daerah yang diikuti pula dengan sumber pembiayaan, dan pada akhirnya disertai juga dengan pengawasan terhadap pelimpahan tanggung jawab tersebut.

Wewenang pembinaan dalam bentuk pembimbingan dan pendampingan serta pengendalian dan pengawasan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, menjadi sangat penting guna memberikan jaminan perlindungan kepada warga negara atau masyarakat dari kesewenang-wenangan dan ketidakadilan pemerintah daerah. Dengan demikian, warga negara yang berada di daerah merasa terlindungi dan mempunyai pegangan serta arah yang tepat dalam melakukan aktivitasnya.

2.9. Pemerintah Kelurahan

Pemerintah Kelurahan merupakan ujuang tombak penyelenggaraan pemerintah, dikatakan ujung tombak pemerintahan karena pada kelurahan, aparatur pemerintah


(53)

akan dapat langsung berhadapan dengan masyarakat secara nyata, hal ini lebih dijelaskan lagi dalam uraian berikut:

“Kelurahan adalah wilayah kerja Lurah sebagai perangkat Daerah Kabupaten dan/atau Daerah kota dibawah Kecamatan ”(UU No. 32 Tahun 2004)”.

Kemudian Pemerintah Kelurahan tersebut terdiri dari kepala kelurahan dan perangkat kelurahan. Perangkat kelurahan terdiri dari Sekretariat Kelurahan dan Kepala-Kepala Lingkungan. Kesemua aparatur Pemerintahan Kelurahan inilah yang akan melaksanakan tugas-tugas pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat.

Sebagai abdi negara, aparatur pemerintahan kelurahan harus dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat secara baik. Pelayanan masyarakat adalah kegiatan organisasi yang dilakukan untuk mengamalkan dan mengabdikan diri kepada masyarakat (The Liang Gie, 1989:365).

Dalam rangka peningkatan kelancaran penyelenggaraan pemerintahan maka ditetapkan susunan dan tata kerja pemerintahan kelurahan yang terdiri atas:

1. Kepala Kelurahan 2. Sekretariat Kelurahan 3. Kepala-Kepala Urusan

4. Kepala Lingkungan, yang jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan kelurahan yang bersangkutan.

Kemudian jumlah urusan sedikitnya 3 urusan: 1. Urusan pemerintahan

2. Urusan perekonomian dan pembangunan 3. Urusan keuangan dan urusan umum


(54)

Dan sebanyak-banyaknya 5 urusan yaitu: 1. Urusan pemerintahan

2. Urusan perekonomian dan pembangunan 3. Urusan kesejahteraan rakyat

4. Urusan keuangan 5. Urusan umum

Struktur pemerintahan kelurahan dapat dilihat pada bagan berikut:

KEPALA KELURAHAN

KEPALA LINGKUNGAN SEKRETARIAT KELURAHAN

KEPALA-KEPALA URUSAN

Gambar 1. Bagan Struktur Organisasi Pemerintahan Kelurahan

2.10. Defenisi Konsep

Adapun defenisi konsep dalam penelitian ini adalah:

1. Kinerja pemerintah adalah menunjukan seberapa jauh tingkat kemampuan pelaksanaan tugas-tugas pemerintah dalam rangka pencapaian tujuan.

2. Pemberdayaan adalah memberdayakan guna mencapai kehidupan yang lebih baik. 3. Pemberdayan kelurahan merupakan sebuah kebijakan Pemerintah Kota Medan


(55)

aparat melalui usaha peningkatan partisipasi masyarakat serta untuk mendukung pelaksanaan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.

4. Responsivitas merupakan kemampuan organisasi Kelurahan dalam mengenali kebutuhan masyarakat dalam memberikan pelayanan.

5. Responsibilitas merupakan pelaksanaan kegiatan organisasi dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar sesuai dengan kebijakan organisasi. 6. Akuntabilitas merupakan konsistensi antara kebijakan dan kegiatan dengan aspirasi

masyarakat, khususnya dalam pemberdayaan Kelurahan serta tingkat kemampuan meningkatkan prakarsa dan kepedulian aparatur dan masyarakat terhadap kemajuan Kelurahan.


(56)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Dalam melaksanakan penelitian ini, tipe penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Sebagaimana menurut Nawawi(1990:64), bahwa metode deskriptif yaitu metode penelitian yang memusatkan perhatian pada masalah masalah atau fenomena yang ada pada saat penelitian dilakukan atau masalah yang bersifat aktual, kemudian menggambarkan fakta- fakta tentang masalah yang diselidiki sebagaimana adanya diiringi dengan interpretasi yang rasional dan akurat. Dalam penelitian deskriptif ini penelitian difokuskan pada upaya penggambaran bagaiamana kinerja pemerintah Kelurahan Polonia dalam melaksanakan program pemberdayaan Kelurahan.

3.2. Informan

Menurut Moleong (2000:90), “informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian secara faktual”. Dalam menentukan informan, yang pertama dilakukan adalah menjabarkan ciri-ciri atau karakteristik dari populasi objek, yang dipilih adalah informan yang mengetahui dengan jelas dan sesuai dengan tujuan dari permasalahan. Oleh sebab itu, informan tersebut diharapkan mampu memberikan gambaran tentang kegiatan-kegiatan dalam pelaksanaan “Program Pemberdayaan Kelurahan”.


(57)

Adapun informan dalam penelitian ini adalah: Tabel 1. Informan Penelitian

No Informan Jumlah

1 Lurah

2 Aparat Kelurahan 3 Kepling

4 LMD

5 Pamong Praja 6 Masyarakat

1 5 3 1 1 5

3.3. Teknik Pengumpulan Data a. Studi Kepustakaan/Dokumentasi

Sumber Data Sekunder berupa studi kepustakaan dan dokumentasi yang antara lain dapat diperoleh dari kantor / lembaga / instansi pemerintah mulai dari tingkat kelurahan sampai dengan tingkat kota, berita-berita pada media massa dan internet, serta literatur-literatur lainnya yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti yaitu evaluasi program pemberdayaan masyarakat.

Sumber Data Sekunder ini dipergunakan untuk lebih dapat memperkuat dan memperdalam data yang diperoleh sehingga merupakan suatu hal yang saling terkait.


(58)

b. Wawancara Mendalam

Wawancara mendalam adalah suatu teknik pengumpulan informasi dengan teknik bertanya yang bebas, tetapi berdasarkan suatu pedoman (sesuai dengan ruang lingkup penelitian) guna mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Wawancara mendalam ini dengan mempergunakan pedoman wawancara tidak berstruktur dimaksudkan untuk memperoleh informasi sebanyak mungkin mengenai permasalahan yang diamati.

3.4. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah pada Kelurahan Medan Polonia dengan pertimbangan bahwa Kelurahan ini merupakan salah satu Kelurahan yang konsisten dalam melaksanakan program pemberdayaan kelurahan.

3.5. Metode Analisa Data

Teknik analisa data yang dipergunakan adalah teknik analisa data deskriptif kualitatif, dimana teknik ini berusaha menyimpulkan data yang berhubungan dengan objek penelitian serta berusaha menjelaskan dan menggambarkan variabel penelitian secara mendalam dan komperhensif (mendeteil) sesuai dengan tujuan penelitian yang sudah dirumuskan.


(59)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Kota Medan

Kota Medan adalah salah satu ibukota propinsi yang terbesar penduduknya di Indonesia. Kota Medan berada di bagian timur propinsi Sumatera Utara, serta terletak antara 2º 29'30" – 2º 47'30" lintang utara dan 98º35'30" bujur timur. Luas areal kota Medan adalah 26.510 Ha dan berada pada ketinggian antara 2,5 – 37,5 meter di atas permukaan laut, dengan tofografi yang mendatar (rata). Suhu udara pertahun berkisar antara 27º - 29º C.

Kota Medan sebelah utara berbatasan dengan Selat Sumatera. Di sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Deli Tua dan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, di sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang, di sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Percut, Kabupaten Deli Serdang.

Saat ini kota Medan terus berkembang menjadi pusat trans Sumatera, bahkan dapat dikatakan merupakan salah satu jalur transportasi yang strategis untuk menuju daerah lain bagi penduduk sekitarnya. Di sebelah utara yakni Belawan, terdapat sebuah pelabuhan Samudera, yang berfungsi sebagai pelabuhan antar pulau untuk menuju daerah lain atau pulau lainnya di dalam wilayah Indonesia, dan sebagai pelabuhan internasional untuk menuju berbagai negara lain. Di sebelah selatan terdapat sebuah pelabuhan udara yang terkenal dengan nama Polonia. Pelabuhan ini berfungsi untuk


(60)

melayani penumpang menuju provinsi lain maupun untuk penerbangan internasional sebagai penghubung kota Medan dengan beberapa negara lain, seperti Malaysia, Singapura, dan lain-lain.

Jalur transportasi darat juga memegang peranan penting untuk daerah sekitarnya. Kota Medan dapat menghubungkan satu daerah dengan daerah lainnya melalui sarana angkutan darat. Ada empat jalur penting untuk menuju daerah lain dari Kota Medan, yaitu:

1. Di sebelah utara terdapat sebuah jalan propinsi yaitu Jln. Kolonel Yos Sudarso yang menghubungkan pelabuhan Belawan. Kemudian melalui angkutan laut dapat dilanjutkan ke Pulau Jawa atau ke tempat lain melalui laut.

2. Di sebelah selatan terdapat sebuah jalan propinsi yaitu: Jln. Sisingamangaraja. Jalur ini merupakan sarana untuk menuju daerah propinsi Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan dan seterusnya melalui Tapanuli Selatan dan Labuhanbatu.

3. Di sebelah barat terdapat sebuah jalan propinsi yaitu: Jln. Jenderal Gatot Subroto. Melalui jalur ini kita dapat menuju Nangroe Aceh Darussalam melewati Langkat. 4. Di sebelah timur terdapat sebuah jalan propinsi yaitu: Jln. Letnan Jenderal Jamin

Ginting. Melalui jalur ini kita dapat menuju Nangroe Aceh Darusalam, yaitu Kabupaten Aceh Tenggara, Aceh Selatan dan Aceh Barat, setelah lebih dahulu melewati Kabupaten Karo, Propinsi Sumatera Utara.

Kota Medan telah menjadi daerah perkotaan yang berkembang pesat. Hal ini disebabkan antara lain:


(61)

1. Peranan kota ini sebagai pusat perniagaan yang mempunyai jaringan hubungan dengan daerah perindustrian dan pertanian di luar kota maupun di sekitar pusat kota.

2. Peranan kota ini sebagai tempat kedudukan kantor-kantor pemerintah dan swasta. 3. Peranan kota ini sebagai pusat pendidikan mulai dari TK sampai Perguruan Tinggi

baik negeri maupun swasta.

4. Peranan kota ini sebagai pintu gerbang keluar masuk baik melalui daratan maupun melalui laut menuju daerah lain.

5. Kota Medan sebagai ibukota Propinsi Sumatera Utara.

4.1.2. Asal-usul dan Perkembangan Kota Medan

Penduduk asli kota Medan adalah suku bangsa Melayu “Kampung Medan” yang pertama sekali terletak di daerah Medan Putri, yakni dataran “medan” tempat bertemu aliran Sungai Deli dan Sungai Babura. Tempat pertemuan kedua aliran sungai ini dahulu dipergunakan sebagai pelabuhan kecil untuk sarana transportasi melalui air bagi rakyat setempat.

Menurut riwayatnya, “Kampung Medan” didirikan oleh Guru Patimpus, nenek moyang Datuk Hamparan Perak dan Sukapiring, yakni dua dari empat kepala-kepala suku kesultanan Deli.

Pada tahun 1823 seorang pegawai Inggris, yang bernama John Anderson datang mengunjungi kota Medan. Pada saat itu kota Medan masih merupakan kampung kecil dengan junlah penduduk sekitar 200 orang. Kemudian pada tahun 1865, Pemerintah Belanda datang ke Medan dan membuat suatu perjanjian dengan Sultan Deli. Perjanjian


(62)

tersebut berisikan akan didirikannya perkebunan tembakau di sekitar kota Medan oleh pemerintah Belanda. Kerjasama antara pemerintah Belanda dengan Sultan Deli menjadi terkenal di seluruh dunia. Kenyataan ini banyak menarik investor asing dan menyebabkan banyak terjadi perpindahan penduduk dari tempat lain ke Medan atau ke Daerah Deli.

Untuk meningkatkan hasil usaha perkebunan tembakaunya, Pemerintah Belanda pada saat itu menjadikan kota Medan sebagai daerah terbuka bagi para pedagang atau para perantau dari daerah lain. Bahkan Pemerintah Belanda banyak mengambil tenaga kerja dari Pulau Jawa. Kebijaksanaan ini ternyata banyak merangsang penduduk dari luar daerah berdatangan ke kota Medan.

Pada tahun 1915 Medan diresmikan menjadi ibukota propinsi Sumatera Utara dan pada tahun 1918 Medan resmi menajdi kotapraja kecuali daerah di sekitar Kota Matsum dan Sei Kera yang tetap merupakan daerah kekuasaan Sultan Deli.

Ketika Pemerintah Belanda berkuasa, kota Medan disebut dengan “Stadagemeente Medan” di bawah pimpinan Burgemeester atau Walikota. Pada saat itu (1918) jumlah penduduk kota Medan sebanyak 43.826.

Beberapa tahun setelah Indonesia merdeka, pertumbuhan jumlah penduduk Medan meningkat pesat terutama disebabkan oleh migrasi yang terus menerus. Asal para migran tidak hanya dari desa maupun kota-kota propinsi lain di Indonesia, tetapi bahkan dari luar negeri dengan latar belakang rasial yang sangat berbeda. Kenyataan yang demikian menyebabkan kota Medan menjadi daerah perkotaan yang dihuni oleh berbagai suku bangsa dengan latar belakang budaya yang berbeda pula. Masing-masing suku bangsa (etnik) hidup sendiri-sendiri. Tempat tinggal mereka cenderung


(63)

mengelompok di sekitar tempat pekerjaan (okupasi) yang juga ada kecenderungan didominasi oleh etnik-etnik tertetu.

Dengan keputusan Gubernur Propinsi Sumatera Utara Nomor 66/III/PSU, terhitung mulai tanggal 21 September 1951, daerah kota Medan diperluas tiga kali lipat. Keputusan tersebut disusul oleh maklumat Walikota Medan Nomor. 21 tanggal 29 September 1951 yang menetapkan luas kota Medan menjadi 5.130 Ha dan meliputi empat kecamatan yakni, kecamatan Medan Denai, Kecamatan Medan Timur, Kecamatan Medan Barat, dan Kecamatan Medan Baru dengan jumlah 59 Kepenghuluan.

Perkembangan selanjutnya di Propinsi Sumatera Utara umumnya dan Kotamadya Medan khususnya, memerlukan perluasan daerah untuk mampu menampung laju perkembangan. Oleh karena itu, maka dikeluarkan Peraturan Pemerintah No. 22 tahun 1973, dimana dimasukkan beberapa bagian dari wilayah Kabupaten Deli Serdang ke dalam Kotamadya Medan, sehingga luas wilayah Kota Medan menajdi 26.510 Ha yang terdiri 11 kecamatan dan 116 kelurahan. Kemudian dengan Surat Persetujuan Mendagri No. 140/2271/PUOD tanggal 5 Mei 1986 jumlah kelurahan di Kotamadya Medan menjadi 144 kelurahan dari 11 kecamatan.

Kemudian melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 59 tahun 1991 tentang pembentukan beberapa kecamatan di Sumatera Utara termasul 8 (delapan) kecamatan pemekaran di Kotamadya Medan, sehingga yang sebelumnya sebelas menjadi 19 kecamatan. Kemudian melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 35 tahun 1992 tentang pembentukan beberapa kecamatan Sumatera Utara termasuk dua kecamatan pemekaran di Kotamadya Medan, sehingga yang sebelumnya 19


(1)

Disamping pembinaan tersebut di atas pihak kelurahan juga mengadakan pembinaan terhadap usaha masyarakat. Di wilayah Kelurahan Polonia terdapat berbagai jenis usaha masyarakat diantaranya usaha/pabrik roti kelapa dan usaha bakso keliling. Usaha masyarakat ini merupakan usaha yang dimodali oleh PT. Angkasa Pura dan menjadi usaha binaan Kelurahan Polonia. Dalam hal pembinaan para pengusaha ini pihak kelurahan memberikan berbagai konsultasi usaha dan mengupayakan kemudahan-kemudahan bagi para pengusaha untuk mengakses modal dan juga pemasaran.

Berdasarkan hasil pengamatan, wawancara dan data yang ada, memperlihatkan bahwa dalam melaksanakan fungsinya, aparat Kelurahan Polonia telah berupaya secara optimal dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan mengupayakan pemberdayaan kelurahan dan masyarakat kelurahan dengan mengaktualisasikan prinsip akuntabilitas, resposibilitas dan responsivitas dalam kinerjanya.


(2)

BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan paparan diatas penulis menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Instruksi Walikota Medan Nomor 141/079/INST tentang pemberdayaan Kelurahan dapat dikatatakan sebuah acuan terhadap perubahan kearah peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat Kelurahan yang ada di kota Medan, dimana dengan keluarnya instruksi ini menjadi sebuah cambuk bagi aparat kelurahan untuk meningkatkan kinerja dan berupaya semaksimal mungkin untuk memberikan pelayanan prima kepada masyarakatnya.

2. Pihak kelurahan Polonia sebagai salah satu Kelurahan di wilayah administratif kota Medan telah berupaya semaksimal mungkin untuk mensukseskan dan mengimplementasikan instruksi tersebut dengan melaksanakan pemberdayaan di wilayah Kelurahan Polonia dengan mengutamakan pemberdayaan di bidang kebersihan, keamanan, ketertiban, pelayanan dan pembinaan masyarakat.

3. Akuntabilitas aparat Kelurahan Polonia sudah cukup baik dimana hal ini ditunjukkan dengan adanya komitmen dan kesungguhan aparat kelurahan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dalam hal pelaksanaan program pemberdayaan kelurahan Polonia.

4. Responsibilitas aparat kelurahan sudah cukup baik dimana hal ini dapat dilihat dari kemampuan pihak kelurahan meminimalisir pelanggaran-pelanggaran yang


(3)

tersebut. Akan tetapi dalam hal realisasi target pencapaian PBB pihak aparat kelurahan belum mampu melakukan secara maksimal dikarenakan adanya beberapa hambatan-hambatan di lapangan.

5. Tingkat responsivitas aparat kelurahan polonia dapat dilihat dari komitmen dan tindakan aparat kelurahan yang sangat intens dalam melakukan pembinaan-pembinaan kepada masyarakat.

5.2. Saran

1. Agar kedepannya pihak kelurahan lebih meningkatkan komitmen dan kinerja dalam melaksanakan pemberdayaan di kelurahan masing-masing.

2. Dibutuhkan adanya pembinaan yang intens bagi aparat pemerintah kelurahan untuk mendukung terciptanya aparat yang professional dan bertanggungjawab serta memiliki kepekaan sosial dan mampu memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat.

3. Pihak kelurahan diharapkan lebih proaktif dalam mengupayakan peningkatan penerimaan /pencapaian target PBB.

4. Dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya hendaknya pihak pemerintah secara umum dan pihak pemerintah kelurahan secara khusus untuk lebih menanamkan nilai-nilai profesional, akuntabilitas, responsivitas dan responsibilitas pada pelayanan yang diberikan kepada masyarakat.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Adi, Isbandi Rukminto. 2001. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas, (Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis). Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Ancok, Djamaludin. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia. Hand Out Perkuliahan Manajemen SDM. Yogyakarta : MAP UGM.

Bryant, C & White, LG. 1982. Managing Development in The Third World, West View Press, Mc, diterjemahkan oleh Rustyanto, L, 1987. Manajemen Pembangunan untuk Negara Berkembang. Jakarta : LP3ES.

Cohen and Uphoff. 1977. Rural Development Participation. New York : Cornel University.

Conyers, Diana. 1991. “An Introduction to Social Planning in the Third World”. By Jhon Wiley & Sons Ltd. 1984. Terjemahan Drs. Susetiawan. SU : “Perencanaan Sosial di Dunia Ketiga : Suatu Pengantar”. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press (xi, 335 hal.).

Daha, Khairid. 2002. “Kinerja Organisasi Pelayanan Publik (Studi Kasus pada Kantor Pendaftaran Penduduk Kota Samarinda)”. Tesis, Yogyakarta.

Darwin, Muhadjir. 1994. Teori Organisasi Publik. Hand Out Perkuliahan Matrikulasi. Yogyakarta : MAP UGM.

Dwiyanto, Agus. 1995. “Penilaian Kinerja Organisasi Publik”. Seminar Kinerja Organisasi Sektor Publik, Kebijakan dan Penerapannya. Jurusan Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 20 Mei.

Dwiyanto, Agus. 2001. “Budaya Paternalisme dalam Birokrasi Pelayanan Publik”, Policy Brief, Center for Population and Policy Studies. UGM, Yogyakarta. Gibson, dkk. 1992. Organisasi, Perilaku, Struktur dan Proses. Jakarta : Erlangga. Handoko, Hani, T. 1984. Manajemen. Edisi ke II. Yogyakarta : BPFE.

Hasibuan, Malayu S. P. 1994. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Haji Masagung.


(5)

Kartasasmita, Ginandjar. 1997. “Membangun Sumber Daya Sosial Profesional”. Bappenas, Jakarta.

Keban, Jeremias. T. 1995. “Indikator Kinerja Pemerintah Daerah : Pendekatan Manajemen dan Kebijakan”. Makalah, Seminar Sehari, Fisipol, UGM, Yogyakarta.

Moenir, H.A.S. 2000. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Jakarta : PT. Bumi Aksara.

Moleong, J. Lexy.2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya.

Musanef. 1991. Manajemen Kepegawaian di Indonesia. Jakarta : Haji Masagung. Nazir, Mohammad. 1988. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Ndraha, Talizuduhu. 1987. Pembangunan Masyarakat, Mempersiapkan Masyarakat Tinggal Landas. Jakarta : PT. Bina Aksara.

Nasir, Moh. 1988. Methode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Nystorm and Sturbuck, ed. 1981. Hand Book of Organization Design. Oxford : University Press.

Robbins, P. Stephen. 1944. Teori Organisasi, Struktur, Desain dan Aplikasi. Jakarta : Arcan (terjemahan).

---. 2001. Perilaku Organisasi, Konsep Kontroversi, Aplikasi. Jakarta : Prenhallindo (terjemahan).

Stooner, James, A. F. 1986. Manajemen Jilid 2. Jakarta : Erlangga.

Sajogyo. 1996. Pembangunan Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta : PT. Bina Rena Pariwara (BRP).

Sastropoetro, Santoso, R.A. 1988. Partisipasi, Komunikasi, Persuasi dan Disiplin dalam Pembangunan Nasional. Bandung : Alumni.

Soedjatmoko. 1987. Pembangunan sebagai Proses Belajar. Jakarta.

Soestrisno, Loekman. 1995. Menuju Masyarakat Partisipatif. Yogyakarta : Kanisius. Sudjana, H.D. 1992. Pendidikan Luar Sekolah. Bandung : Nusantara Press.


(6)

Sumodiningrat, Gunawan. 1997. Pembangunan Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta : PT. Bina Rena Pariwara.

Suprayogo, Imam & Tobroni. 2001. Metodologi Penelitian Sosial Agama. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Supriatna, Tjahya. 2000. Strategi Pembangunan dan Kemiskinan. Jakarta : Rineka Cipta.

Suradinata, Ermaya. 1995. Peranan Kepala Wilayah dalam Analisis Masalah dan Potensi Wilayah. Bandung : Ramadhan.

Suryochondro, Sukanti. 1993. Masalah Kota dan Perencanaan Kota. Jakarta : Pusat antar Universitas – Ilmu Sosial – Universitas Indonesia.

Sutisna, P. Kiswandi, Supriyatno, E. Soewasto, WA. 1986. Sosiologi dan Antropologi. Jakarta : Jemar Baru.

Tjokromidjojo, Bintoro.1974. Pangantar Administrasi Pembangunan. Jakarta : LP3ES. ---.1987. Manajemen Pembangunan. Jakarta : Haji Masagung. ---.1996. Perencanaan Pembangunan. Jakarta : Gunung Agung.