Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Non Hijau RTNH di Kawasan Perkotaan

KATA PENGANTAR

  Pasal 28 Paragraf 5 UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan ruang, mengisyaratkan bahwa untuk perencanaan tata ruang wilayah kota perlu memperhatikan rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka non hijau. Sehubungan dengan hal tersebut, maka dipandang perlu untuk menyusun pedoman terkait.

  Buku pedoman ini disusun oleh Direktorat Jenderal Penataan Ruang, Departemen Pekerjaan Umum dan merupakan salah satu rujukan teknis Pemerintah Kota dan Pemerintah Kabupaten serta seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) terutama para praktisi dan para akademisi di berbagai kegiatan yang dalam tugas dan kegiatannya berkaitan dengan penyediaan dan pemanfaatan Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH) di kawasan perkotaan.

  Pedoman ini dipersiapkan oleh Panitia Teknik Standarisasi Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil melalui Gugus Kerja Perencanaan Subpanitia Teknis Tata Ruang.

  Proses penyusunan pedoman ini telah melibatkan berbagai kalangan masyarakat termasuk para akademisi dari perguruan tinggi terkemuka, assosiasi profesi, PEMDA dan pihak terkait lainnya.

  Pedoman ini berisi rujukan untuk penyediaan dan kriteria RTNH, kelengkapan utilisasi pada RTNH, pemanfaatan RTNH, prosedur perencanaan dan peran masyarakat yang semuanya merupakan pedoman teknis yang berlaku secara nasional dan diterbitkan kemudian dalam bentuk Peraturan Menteri (Permen) Pekerjaan Umum.

  Kami mengharapkan upaya fasilitasi pemerintah ini tidak selesai dengan adanya pedoman ini, namun dapat dilanjutkan dengan upaya penyebarluasan dan penyempurnaannya. Untuk itu segala masukan, saran maupun kritik untuk perbaikan pedoman ini sangat kami hargai. Kami mengucapkan terima kasih bagi seluruh pihak yang telah terlibat dalam penyusunan pedoman ini.

  Direktur Penataan Ruang Nasional

  (Ir. Iman Soedradjat, MPM)

  Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum

  i

  Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH) di Kawasan Perkotaan

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

  Kawasan perkotaan di Indonesia cenderung mengalami permasalahan yang tipikal, yaitu tingginya tingkat pertumbuhan penduduk terutama akibat arus migrasi desa ke kota dan urbanisasi sehingga menyebabkan pengelolaan ruang kota makin berat. Jumlah penduduk perkotaan yang tinggi dan terus meningkat dari waktu ke waktu tersebut akan memberikan implikasi pada tingginya tekanan terhadap pemanfaatan ruang kota.

  Penataan ruang kawasan perkotaan perlu mendapat perhatian yang khusus, terutama yang terkait dengan penyediaan kawasan hunian, fasilitas umum dan sosial serta ruang-ruang terbuka publik (open space) di perkotaan. Kualitas ruang terbuka publik mengalami penurunan yang sangat signifikan, sehingga telah mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan perkotaan seperti sering terjadinya banjir di perkotaan, tingginya polusi udara dan suara, meningkatnya kerawanan sosial antara lain: kriminalitas dan tawuran antar warga, serta menurunnya produktivitas masyarakat akibat stress karena terbatasnya ruang yang tersedia untuk interaksi sosial dan relaksasi.

  Secara umum ruang terbuka publik (open space) di perkotaan terdiri dari ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non-hijau. Mengingat pentingnya peran ruang terbuka (ruang terbuka hijau maupun ruang terbuka non hijau) dalam penataan ruang kota maka ketentuan mengenai hal tersebut perlu diatur.

  Dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pasal 31 juga diamanatkan perlunya ketentuan mengenai penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau maupun ruang terbuka non hijau, serta telah disusun Pedoman Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kawasan Perkotaan (PERMEN PU no 5PRTM2008) yang telah dibahas pada Sub Panitia Teknis Tata Ruang, Panitia Teknis Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil.

  Oleh karena itu Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Non Hijau disusun untuk digunakan sebagai acuan bagi pemerintah kabupatenkota untuk dalam perencanaan ruang dalam skala rencana umum maupun detail, bahkan pada skala yang lebih teknis (RTRK danatau RTBL).

1.2. Maksud, Tujuan, dan Sasaran

1.2.1. Maksud

  Maksud dari pedoman ini adalah mengarahkan penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka non hijau secara lebih detail sebagai aturan pelaksanaan dari Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang sesuai dengan arahan pada pasal 31.

1.2.2. Tujuan

  Tujuan dari pedoman ini adalah tersusunnya arahan Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Non Hijau sebagai acuan bagi Pemerintah KotaKabupaten dalam pelaksanaan penataan ruang di daerah.

1.2.3. Sasaran

  Adapun sasaran yang hendak dicapai melalui pedoman ini adalah:

  • Teridentifikasinya pengertian RTNH secara definitif; • Teridentifikasinya kepentingan (urgensi) Penyelenggaraan RTNH; • Teridentifikasinya fungsi, manfaat dan tipologi RTNH; • Teridentifikasinya Kedudukan RTNH pada Wilayah Kota Kawasan Perkotaan; • Teridentifikasinya Arahan dan Kriteria Penyediaan RTNH;

  Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum

  Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan

  • Teridentifikasinya konsepsi pembangunan berdampak rendah pada penyediaan RTNH; • Teridentifikasinya pemanfaatan RTNH di kawasan perkotaan; • Teridentifikasinya proses penyelenggaraan RTNH dan keterlibatan pihak terkait.

1.3. Fungsi Pedoman

  Fungsi dari pedoman ini adalah sebagai masukan teknis penyelenggaraan ruang terbuka non hijau dalam penyusunan rencana tata ruang, termasuk dalam hal ini adalah penyusunan revisi tata ruang. Dalam konteks penyelenggaraan ruang terbuka non hijau, rencana tata ruang yang diamanatkan mengatur penyelenggaraan ruang terbuka non hijau yaitu:

  • Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) KabupatenKota • Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan Perkotaan • Rencana Teknik Ruang Kawasan (RTRK)

  Pedoman penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka non hijau ini selanjutnya akan menjadi masukan teknis dalam penyusunan rencana umum dan rencana detail sesuai dengan kedalaman substansial masing-masing produk rencana tata ruang tersebut.

1.4. Pemahaman Singkat Mengenai Kota

  Kota sebagai pusat pembangunan wilayah, umumnya memiliki karakter spesifik melalui proses akumulasi, akulturasi dan asimilasi berbagai suku, etnis, ras, karakter dan pola kehidupan sosial dan budaya yang beragam.

  Kota juga mempunyai nilai ekonomi dan strategis lainnya yang harus ditangani secara komprehensif, sinergis dan sekaligus akomodatif terhadap keanekaragaman berbagai aspek yang ada, untuk mewujudkan perkembangan dan pertumbuhan kota secara optimal.

  Dua klasifikasi hirarki kota yang umum digunakan di Indonesia dalam perencanaan kota, antara lain:

  1. Klasifikasi Hirarki Kota berdasarkan jumlah penduduk R.M Highsmith Ray M. Northam (1968) membagi hirarki kota berdasarkan jumlah penduduknya sebagai berikut:

  • Hamlet, perkiraan jumlah penduduk 16 - <150 • Village, perkiraan jumlah penduduk 150 - <1.000 • Town, perkiraan jumlah penduduk 1.000 - <2.500 • Small City, perkiraan jumlah penduduk 2.500 - <25.000 • Medium Sized City, perkiraan jumlah penduduk 25.000 - <100.000 • Large City, perkiraan jumlah penduduk 100.000 - <800.000 • Metropolis, perkiraan jumlah penduduk 800.000 – belum terdefinisi • Megapolis, perkiraan jumlah penduduk belum terdefinisi (paling tidak beberapa

  juta) • Eumenopolis, perkiraan jumlah penduduk belum terdefinisi (paling tidak puluhan

  juta) Berdasarkan Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan

  (Depkimpraswil, 2003), kota berdasarkan jumlah penduduk dibagi menjadi:

  • Kota Kecil, batas jumlah penduduk 10.000 – 100.000 • Kota Sedang, batas jumlah penduduk 100.000 – 500.000 • Kota Besar, batas jumlah penduduk 500.000 – 1.000.000 • Metropolitan, batas jumlah penduduk 1.000.000 – 8.000.000 • Megapolitan, batas jumlah penduduk di atas 8.000.000

  Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, kota berdasarkan jumlah penduduk dibagi menjadi:

  • Kawasan perkotaan kecil, kriteria jumlah penduduk 50.000 - 100.000 jiwa • Kawasan perkotaan sedang, kriteria jumlah penduduk 100.000 - 500.000 jiwa.

  2 Direktorat Penataan Ruang Nasional

  Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH) di Kawasan Perkotaan

  • Kawasan perkotaan besar, kriteria jumlah penduduk lebih dari 500.000 –

  1.000.000 jiwa. • Kawasan metropolitan, kriteria jumlah penduduk paling sedikit 1.000.000 jiwa. • Kawasan megapolitan, kriteria memiliki 2 (dua) atau lebih kawasan metropolitan

  yang mempunyai hubungan fungsional dan membentuk sebuah sistem.

  2. Klasifikasi Hirarki Kota berdasarkan fungsi politik administratif

  • Kota kecamatan, yaitu ibukota kecamatan pusat pertumbuhan kecamatan • Ibukota kabupaten, yaitu kota tempat pusat pemerintahan kabupaten • Ibukota provinsi, yaitu kota tempat pusat pemerintahan suatu provinsi • Ibu kota negara, yaitu kota tempat pusat pemerintahan suatu negara

  Berdasarkan UU 26 tahun 2007 pasal 14 ayat 2c disebutkan bahwa rencana umum tata ruang secara berhierarki terdiri atas rencana tata ruang wilayah kabupaten dan rencana tata ruang wilayah kota. Wilayah kota dalam hal ini dapat didefinisikan sebagai ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif suatu pemerintahan kota yang dikepalai oleh seorang walikota.

  Berdasarkan UU 26 tahun 2007 pasal 1 disebutkan bahwa kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Pengertian kawasan perkotaan di sini menekankan pada deliniasi fungsional dan bukan secara administratif, artinya kawasan perkotaan tidak hanya dapat berada di suatu wilayah kota, namun juga dapat berada pada suatu wilayah kabupaten.

1.5. Pemahaman Singkat mengenai RTNH

  Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang diketahui bahwa:

  Ruang terbuka hijau adalah area memanjangjalur danatau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.

  Berdasarkan Penjelasan Pasal 29 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang diketahui bahwa:

Ruang terbuka hijau publik merupakan ruang terbuka hijau yang dimiliki dan

  dikelola oleh pemerintah daerah kota yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum.

  Yang termasuk ruang terbuka hijau publik, antara lain, adalah taman kota, taman pemakaman umum, dan jalur hijau sepanjang jalan, sungai, dan pantai.

  Yang termasuk ruang terbuka hijau privat, antara lain, adalah kebun atau halaman rumahgedung milik masyarakatswasta yang ditanami tumbuhan.

  Berdasarkan Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau, diketahui bahwa:

  • Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah area memanjangjalur dan atau mengelompok,

  yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh tanaman secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.

  • Ruang terbuka non hijau adalah ruang terbuka di wilayah perkotaan yang tidak

  termasuk dalam kategori RTH, berupa lahan yang diperkeras maupun yang berupa badan air.

  • Ruang terbuka hijau privat adalah RTH milik institusi tertentu atau orang

  perseorangan yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas antara lain berupa kebun atau halaman rumahgedung milik masyarakatswasta yang ditanami tumbuhan.

  Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum

  Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan

  • Ruang terbuka hijau publik adalah RTH yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah

  daerah kotakabupaten yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum. Sebuah definisi yang dipublikasi secara luas terdapat pada buku The Job of the Practicing

  Planner oleh Albert Solnit. Solnit (2008) mendefinisikan open space sebagai:

  • Hamparan lahan tidak terbangun atau secara minimum terbangun dengan beberapa

  jenis penggunaan (misalnya: lapangan golf, lahan pertanian, taman, permukiman kepadatan rendah) atau lahan yang dibiarkan tidak terbangun untuk tujuan estetika atau ekologis, kesehatan, kesejahteraan, atau keamanan (misalnya: jalur hijau, jalur banjir, lereng atau lahan basah).

  • Ruang terbuka dapat juga diklasifikasi berdasarkan kepemilikan: (1) ruang terbuka

  privat (lahan pada perumahan atau pertanian milik privat); (2) ruang terbuka untuk kepentingan umum (lahan yang ditujukan atau direncanakan sebagai ruang terbuka dengan akses dan penggunaan secara umum oleh masyarakat); (3) ruang terbuka publik (lahan yang dimiliki secara publik untuk penggunaan rekreasi masyarakat baik aktif ataupun pasif).

  Beberapa kebijakan pada Kualitas Desain Ruang Urban Perkerasan dan Elemen Jalan di Tshwane (kota di benua Afrika) menyebutkan beberapa terminologi terkait, seperti:

  • ruang urban publik adalah suatu ruang eksternal ataupun internal yang dapat

  diakses oleh publik tanpa kontrol ataupun larangan tanpa melihat kepemilikannya. Contoh dari ruang urban publik termasuk mal, pertokoan, jalan, boulevard, plasa, taman dan promenade.

  • ruang urban komunal (disebut juga sebagai ruang urban semi publik) adalah ruang

  yang hanya dapat diakses oleh sekelompok orang tertentu yang heterogen dan spesifik beserta tamu mereka. Contoh dari ruang urban komunal termasuk ruang dalam taman pada suatu kantor atau kelompok perumahan.

  Ruang yang secara eksklusif digunakan oleh kelompok orang dalam jumlah yang lebih kecil dan bersifat homogen (seperti keluarga, teman, kelompok agama, sosial dan politik, organisasi binis dan lainnya) merupakan ruang privat yang tidak dapat dikategorikan sebagai komunal.

  • ruang urban keras adalah ruang urban terbangun (dengan konstruksi atau perkerasan

  tertentu, dan lain-lain). Ini dimaksudkan untuk mengakomodasi pejalan kaki, baik secara eksklusif atau bersama dengan pengendara motor. Ruang urban keras antara lain:

  o Jalan fungsi campuran (jalan yang digunakan untuk lalu lintas kendaraan bermotor,

  tapi juga mengakomodasi pejalan kaki atau pengguna non-kendaraan lainnya dalam jumlah signifikan, seperti pedagang kaki lima, dan lain-lain);

  o Jalur pejalan kaki, mal dan pertokoan; o Plasa dan alun-alun; o Pasar o Area parkir yang dapat juga digunakan untuk fungsi lain; dan o Ruang urban publik dengan fungsi transportasi publik (seperti halte dan terminal)

  (Ruang urban lembut adalah ruang tidak terbangun dengan dominasi permukaan yang ditumbuhi tanaman atau berpori, seperti taman, area rekreasi atau taman bermain).

  • Elemen perlengkapan jalan adalah elemen fungsional dan dekoratif yang

  ditempatkan atau diletakkan pada suatu ruang urban publik atau komunal. Yang termasuk adalah utilitas dan pelayanan publik, elemen terlihat seperti pelayanan infrastruktur, lampu jalan, rambu lalu-lintas, pohon dan elemen hortikultural lainnya, furnitur publik, papan dan dekorasi iklan.

  Beberapa diskusi yang dapat dikembangkan dari hasil tinjauan pustaka dan kebijakan tersebut antara lain:

4 Direktorat Penataan Ruang Nasional

  Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH) di Kawasan Perkotaan

  1. Terdapat perbedaan antara pengertian Ruang Terbuka yang didefinisikan oleh UU2607 dengan Open Space yang didefinisikan pustaka luar negeri.

  2. Open didefinisikan sebagai akses, sedangkan Terbuka didefinisikan sebagai fisik. Pengertian Open Space merupakan ruang yang secara akses terbuka untuk siapapun, tidak memandang kepemilikannya. Sedangkan pengertian Ruang Terbuka merupakan ruang yang secara fisik terbuka diluar bangunan. Sehingga pengertian Ruang Terbuka lebih luas dibandingkan dengan pengertian Open Space.

  3. Berdasarkan kepemilikannya pengertian Ruang Terbuka dapat dibagi menjadi dua, yaitu Ruang Terbuka Publik (yaitu ruang terbuka yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah atau pemerintah daerah) dan Ruang Terbuka Privat (yaitu ruang terbuka yang dimiliki dan dikelola oleh swasta atau individu). Ruang Terbuka Publik dan Ruang Terbuka Privat yang dapat diakses secara bebas inilah yang didefinisikan oleh pengertian Open Space.

  Untuk menyimpulkan RTNH secara definitif perlu dilakukan beberapa penjabaran pengertian terkait, seperti:

  1. Ruang Terbuka

  : (UU 2607) ruang yang secara fisik bersifat terbuka,

  dengan kata lain ruang yang berada di luar ruang tertutup (bangunan)

  2. Ruang Terbuka Hijau :

  (kata kunci) ruang terbuka yang ditumbuhi tanaman (UU 2607). Sehingga ruang terbuka yang tidak ditumbuhi tanaman tidak dapat digolongkan sebagai RTH.

  3. Ruang Urban Lembut : (Pedoman Kota Tshwane) ruang terbuka tidak

  terbangun dengan dominasi vegetasi atau permukaan berpori. Jadi ruang urban lembut mengacu pada jenis permukaannya, ruang terbuka yang berporositas baik, seperti misalnya tanah atau pasir, masih tergolong ruang terbuka lembut.

  4. Ruang Urban Keras : (Pedoman Kota Tshwane) ruang terbuka yang terbangun

  dengan konstruksi tertentu atau perkerasan. Jadi ruang terbuka keras mengacu pada jenis permukaannya, berbagai bentuk perkerasan yang menjadi permukaan sebuah ruang terbuka menjadikannya ruang terbuka keras.

  5. Ruang Terbuka Non Hijau: (Pedoman RTH) ruang terbuka di bagian wilayah

  perkotaan yang tidak termasuk dalam kategori RTH, berupa lahan yang diperkeras maupun yang berupa badan air.

  Berdasarkan berbagai penjabaran dan diskusi dari berbagai pengertian di atas, berikut kesimpulan yang dapat diambil mengenai pengertian RTNH secara definitif.

  1. Ruang Terbuka Non Hijau: ruang yang secara fisik bukan berbentuk bangunan gedung dan tidak dominan ditumbuhi tanaman ataupun permukaan berpori, dapat berupa perkerasan, badan air ataupun kondisi tertentu lainnya (misalnya badan lumpur, pasir, gurun, cadas, kapur, dan lain sebagainya).

  2. Secara definitif, Ruang Terbuka Non Hijau selanjutnya dapat dibagi menjadi Ruang

  Terbuka Perkerasan (paved), Ruang Terbuka Biru (badan air) serta Ruang Terbuka Kondisi Tertentu Lainnya.

  Buku pedoman ini memberikan arahan dan rujukan hanya akan mengatur yang berkaitan dengan ruang terbuka perkerasan saja. Arahan untuk ruang terbuka biru dan kondisi tertentu lainnya diatur dalam buku pedoman lainnya.

1.6. Istilah dan Definisi

  Beberapa pengertian dan definisi lain yang terkait dengan penyelenggaraan RTNH yaitu:

  Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum

  Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan

  1. Apartemen (Apartment) adalah bangunan hunian bukan rumah bertingkat sedang atau bertingkat tinggi yang terdiri yang terdiri dari sejumlah unitsatuan hunian yang terpisah dengan klasifikasi menengah sampai mewah (memiliki nilai sewajual relatif tinggi).

  2. Elemen lansekap, adalah segala sesuatu yang berwujud benda, suara, warna dan suasana yang merupakan pembentuk lansekap, baik yang bersifat alamiah maupun buatan manusia. Elemen lansekap yang berupa benda terdiri dari dua unsur yaitu benda hidup dan benda mati; sedangkan yang dimaksud dengan benda hidup ialah tanaman, dan yang dimaksud dengan benda mati adalah tanah, pasir, batu, dan elemen-elemen lainnya yang berbentuk padat maupun cair.

  3. Jalur hijau, adalah jalur penempatan tanaman serta elemen lansekap lainnya yang terletak di dalam ruang milik jalan (RUMIJA) maupun di dalam ruang pengawasan jalan (RUWASJA). Sering disebut jalur hijau karena dominasi elemen Iansekapnya adalah tanaman yang pada umumnya berwarna hijau.

  4. Kawasan, adalah kesatuan geografis yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsional serta mempunyai fungsi utama tertentu.

  5. Kawasan perkotaan, adalah bagian wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi yang dominan berbentuk jasa.

  6. Koefisien Dasar Bangunan (KDB), adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar bangunan gedung dan luas lahantanah perpetakandaerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.

  7. Koefisien Daerah Hijau (KDH), adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka di luar bangunan gedung yang diperuntukkan bagi pertamananpenghijauan dan luas tanah perpetakandaerah perencanan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan. Misalnya, bila KDH adalah 25, maka luas minimal area hijau yang harus disediakan adalah 25 dari 100 ruang terbuka di luar bangunan.

  8. Lansekap jalan, adalah wajah dari karakter lahan atau tapak yang terbentuk pada Iingkungan jalan, baik yang terbentuk dari elemen lansekap alamiah seperti bentuk topografi lahan yang mempunyai panorama yang indah, maupun yang terbentuk dari elemen lansekap buatan manusia yang disesuaikan dengan kondisi Iahannya. Lansekap jalan ini mempunyai ciri-ciri khas karena harus disesuaikan dengan persyaratan geometrik jalan dan diperuntukkan terutama bagi kenyamanan pemakai jalan serta diusahakan untuk menciptakan Iingkungan jalan yang indah, nyaman dan memenuhi fungsi keamanan.

  9. Maisonet (Maisonnette) adalah bangunan hunian bukan rumah tidak bertingkat atau bertingkat rendah yang terdiri yang terdiri dari sejumlah unitsatuan hunian yang terpisah.

  10. Organisasi kemasyarakatanORMAS (civil society organization) yaitu organisasi non pemerintah yang dibentuk oleh masyarakat dengan kemampuannya sendiri (swadayamandiri) dengan suatu tujuan tertentu.

  11. Pemanfaatan adalah penggunaan (Usage) sesuai dengan fungsi utama dan pelengkap yang diarahkan oleh pedoman.

  12. Pemangku kepentingan (Stakeholders) adalah berbagai pihak yang terkaitrelevan dengan suatu permasalahan tertentu (mempengaruhi dan dipengaruhi).

  13. Penyediaan adalah perencanaan dan pengadaan pembangunan pewujudan konstruksi RTNH sesuai dengan yang diarahkan oleh pedoman.

6 Direktorat Penataan Ruang Nasional

  Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH) di Kawasan Perkotaan

  14. Perkerasan (Paving) adalah berbagai jenis bahan atau material yang digunakan untuk menutup permukaan tanah secara buatan yang bersifat keras (tidak lunak).

  15. Penutup tanah hijau, adalah semua jenis tumbuhan yang difungsikan sebagai penutup tanah.

  16. Peran masyarakat, adalah berbagai kegiatan masyarakat, yang timbul atas kehendak dan keinginan sendiri di tengah masyarakat sesuai dengan hak dan kewajiban dalam penyelenggaraan penataan ruang.

  17. Ruang terbuka, adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk areakawasan maupun dalam bentuk area memanjangjalur dimana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan. Ruang terbuka terdiri atas ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non hijau.

  18. Ruang Terbuka Hijau (RTH), adalah area memanjangjalur dan atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh tanaman secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.

  19. Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH), adalah ruang terbuka di bagian wilayah perkotaan yang tidak termasuk dalam kategori RTH, berupa lahan yang diperkeras atau yang berupa badan air, maupun kondisi permukaan tertentu yang tidak dapat ditumbuhi tanaman atau berpori (cadas, pasir, kapur, dan lain sebagainya)

  20. Ruang terbuka hijau privat, adalah RTH milik institusi tertentu atau orang perseorangan yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas antara lain berupa kebun atau halaman rumahgedung milik masyarakatswasta yang ditanami tumbuhan.

  21. Ruang terbuka hijau publik, adalah RTH yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah kotakabupaten yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum.

  22. Rumah Susun adalah bangunan hunian bukan rumah bertingkat sedang atau bertingkat tinggi yang terdiri yang terdiri dari sejumlah unitsatuan hunian yang terpisah dengan klasifikasi rendah sampai menengah (memiliki nilai sewajual relatif rendah).

  23. Sabuk hijau (green belt), adalah RTH yang memiliki tujuan utama untuk membatasi perkembangan suatu penggunaan lahan atau membatasi aktivitas satu dengan aktivitas lainnya agar tidak saling mengganggu.

  24. Swasta adalah suatu badan usaha non pemerintah yang berorientasi pada keuntungan (profit oriented).

  25. Tajuk adalah bentuk alami dari struktur percabangan dan diameter tajuk.

  26. Taman lingkungan, adalah lahan terbuka yang berfungsi sosial dan estetik sebagai sarana kegiatan rekreatif, edukasi atau kegiatan lain pada tingkat lingkungan.

  27. Tanggul, adalah bangunan pengendali air sungai yang dibangun dengan persyaratan teknis tertentu untuk melindungi daerah sekitar sungai terhadap limpasan air sungai.

  28. Vegetasitumbuhan, adalah keseluruhan tetumbuhan dari suatu kawasan baik yang berasal dari kawasan itu atau didatangkan dari luar, meliputi pohon, perdu, semak, dan rumput.

  29. Wilayah, adalah kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya, yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan kondisi geografis.

  Beberapa pengertian dan definisi lain yang terkait dengan sistem perkerasan dan drainase

  RTNH yaitu:

  Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum

  Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan

  1. Pembangunan Dampak Rendah (Low Impact Development-LID) adalah strategi pembangunan berdampak rendah yang membuat sistem perkerasan berperan hidrologis mampu menyalurkan air permukaan ke lapisan dibawahnya dan ekonomis karena meminimalisasi sistem drainase.

  2. Perkerasan permeable (Permeable paving) adalah tipe LID yaitu perkerasan tembus air atau perkerasan poros yaitu jenis perkerasan yang berpori sehingga dapat mengalirkan air di permukaan perkerasan ke lapisan dibawahnya.

  dengan kelembaban di atas lapisan batu beserta tanaman yang tahan terhadap kondisi basah dan kering yang berfungsi menampung dan mengalirkan air resapan ke lapisan dibawahnya selama 24 jam yang merupakan masukan untuk air tanah dan tidak memberi kesempatan terjadi genangan dan kemungkinan berkembangbiaknya nyamuk. Digunakan pada pulau pada area parkir, tepi dari area perkerasan, disisi-sisi bangunan, jalur median, ruang terbuka dan area rerumputan.

  yang berfungsi menahan semburan air, menampung air permukaan yang bila sudah jenuh akan menjadi media pengantar ke sistem bioretention cell dibawahnya atau area resapan didekatnya. Digunakan untuk tepian area perkerasan (jalan atau area parkir), pulau-pulau pada area parkir, ruang terbuka, atau disekitar bangunan.

  5. Filter bak pohon (Tree Box Filters) adalah bioretention cells yang diberi tempat berbentuk kotak dengan tanamanpohon, yang ditempatkan di sisi sepanjang kanstin atau lubang tempat masuk air ke sistem drainase. Berfungsi menangkap limpasan air permukaan dan memperindah ruang sisi jalan dengan lansekap pohon-pohon dan area tanaman. Digunakan disepanjang sisi kanstin di tepi perkerasan.

  selokan yang menggunakan material bio-retention cells.

  pembatas

  9. Semak Alami (Bio-swales) adalah area dengan tumbuhan seperti area rerumputan dan tanaman pendek.

  pavement, yaitu campuran beton berpori yang tidak menggunakan pasir atau hanya dalam jumlah kecil, sehingga menghasilkan beton dengan pori kira-kira 20. Ruang pori tersebut membuat air dapat mengalir didalam perkerasan ke lapisan batuan berukuran seragam dibawahnya, lalu kedalam tanah – sehingga mengurangi atau menghilangkan aliran air di atas permukaan perkerasan. Kekuatan rata-rata dari beton berpori (tembus air) adalah dari 50 sampai 350 kgcm2, dan dapat lebih tinggi tergantung fungsi penggunaannya. Kecepatan peresapan adalah 0,2 sampai 0,48 cms.

  11. Tangki Bawah Tanah (Cisterns) adalah fasilitas bak penampung air di area perumahan, komersial atau industri. Air dari atap atau aliran permukaan ditampung dalam tangki penampung atau konstruksi penampungan dibawah tanah untuk kemudian diolah dan dimahfaatkan untuk penggunaan rumah tangga, kolam renang dan lainnya. Dapat digunakan dengan memanfaatkan aliran gravitasi atau tanpa pompa. Ditempatkan di luar bangunan.

  12. Area non alami (Disturbed land) adalah area lahan yang sudah mendapat perlakuan perubahan atau tidak alami lagi.

8 Direktorat Penataan Ruang Nasional

  Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH) di Kawasan Perkotaan

  13. Lahan Coklat (Brownfields) adalah area lahan yang pernah dimanfaatkan oleh fungsi industri atau komersial tertentu, dimana tanahnya diindikasi telah terkontaminasi oleh limbah atau polusi dalam konsentrasi rendah. Istilah terkait lainnya yaitu Lahan Hijau (Greenfields), merupakan lahan yang belum pernah digunakan untuk kegiatan apapun, serta Lahan abu-abu (Greyfields), merupakan lahan terbengkalai atau mati sebagai aset real estate yang tidak memiliki nilai.

  14. Revitalisasi Bangunan (Building retrofits) adalah pemanfaatan bangunan lama atau yang sudah ada.

  angkutan yang digunakan masyarakat untuk kegiatan sehari-hari seperti ke kantor, sekolah, berbelanja dan lainnya secara bolak balik.

  17. Pengguna Jalan Ulang Alik (Telecommuters) adalah orang yang biasa bepergian setiap hari menggunakan kendaraan ke kantor, ke sekolah dan lainnya.

  kendaraan. di pabrik dengan diameter dan jarak tertentu.

  21. Penyelesaian Sapu Lidi (Broom-finisheed) adalah permukaan dengan tekstur kekasaran yang diperoleh dengan pemukulan dengan sapu lidi.

  pengawas area parkir.

  23. Bahu jalan (Berms) adalah ruang antara jalur lalu lintas dan trotoir. menghubungkan area parkir dan jalan raya. parkir untuk sirkulasi kendaraan. menjadi lalu lintas dalam plasa pada saat perawatan jaringan telekominikasi dan

  penerangan atau pada saat bahaya kebakaran dan lainnya.

  seperti batu bata.

  30. Kolam Penampung (Basins) adalah sistem bak penampung.

  sistem drainse.

  35. Cor Ditempat (Cast-in place) adalah beton yang di cor di lokasi pekerjaan. lembab. berfungsi untuk menunda waktu penguapan.

  Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum

  Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan

  38. Sambungan Muai (Expansion joints and flashing) adalah elemen sambungan untuk menutup sela antar struktur sehingga air tidak dapat masuk.

  terluar.

10 Direktorat Penataan Ruang Nasional

  Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH) di Kawasan Perkotaan

BAB II KETENTUAN UMUM

2.1. Ruang Lingkup

  Pedoman ini terdiri dari ketentuan umum dan ketentuan teknis serta lampiran-lampiran sebagai pelengkapnya.

  Ketentuan umum meliputi ruang lingkup pedoman, acuan normatif, kedudukan pedoman penyediaan dan pemanfaatan RTNH dalam rencana tata ruang wilayah, tujuan penyelenggaraan RTNH, fungsi dan manfaat RTNH, dan tipologi RTNH.

  Ketentuan teknis merupakan pedoman rinci, meliputi: penyediaan RTNH berdasarkan: luas wilayah, jumlah penduduk, dan kebutuhan fungsi tertentu tertentu; arahan penyediaan dan kriteria RTNH; utilisasi pada RTNH; dan pemanfaatan RTNH: pada bangunanperumahan, pada lingkunganpermukiman, pada kotaperkotaan, fungsi tertentu; prosedur perencanaan dan peran masyarakat.

  Dalam penjelasan selanjutnya, akan dijabarkan mengenai pembagian RTNH secara lebih detail yang terdiri dari Ruang Terbuka Perkerasan (Paved), Ruang Terbuka Biru (Badan Air) dan Ruang Terbuka Kondisi Lainnya. Namun demikian, pedoman ini hanya akan mengatur penyediaan dan pemanfaatan Ruang Terbuka Perkerasan (Paved) saja.

2.2. Acuan Normatif

  1. Undang-Undang RI No. 28 Tahun 2002, tentang Bangunan Gedung

  2. Undang-Undang RI No. 7 Tahun 2004, tentang Sumber Daya Air

  3. Undang-Undang RI No. 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Derah

  4. Undang-Undang RI No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

  5. Undang-Undang RI No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana

  6. Undang-Undang RI No. 26 Tahun 2007, tentang Penataan Ruang

  7. Undang-Undang nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah

  8. Peraturan Pemerintah RI No. 36 Tahun 2005, tentang Aturan Pelaksanaan Undang- Undang Bangunan Gedung

  9. Peraturan Pemerintah RI No. 34 Tahun 2006, tentang Jalan

  10. Peraturan Pemerintah RI no 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional

  11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2006 Tentang Pedoman Umum Mitigasi Bencana

  12. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2007 tentang Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan

  13. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 06PRTM2007 Tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan Dan Lingkungan

  14. Peraturan Menteri PU No. 05PRTM2008 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan RTH

  15. SNI No: 02-2406-1991 tentang Tata Cara Perencanaan Umum Drainase Perkotaan

  16. SNI No: 03-6719-2002 tentang Spesifikasi pipa baja bergelombang dengan lapis pelindung logam untuk pembuangan air dan drainase bawah tanah

  17. SNI No: 19-2454-2002 tentang Tata Cara Pengelolaan Teknik Sampah Perkotaan

  18. SNI 03-1733-2004, Tatacara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan

  Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum

  Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan

2.3. Kedudukan Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan RTNH dalam Rencana Tata Ruang Wilayah

  Kedudukan pedoman ini merupakan aturan tambahan (suplemen) dari pedoman penataan ruang yang telah ada. Seperti diketahui bahwa berdasarkan Keputusan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah nomor 327KPTSM2002 telah ditetapkan enam pedoman bidang penataan ruang, yaitu:

  1. Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi;

  2. Pedoman Peninjauan Kembali Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi;

  3. Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten;

  4. Pedoman Peninjauan Kembali Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten;

  5. Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan;

  6. Pedoman Peninjauan Kembali Rencana Tata Ruang Wilayah Kawasan Perkotaan. Sedangkan dalam proses penyusunan rencana tata ruang, berbagai hal yang direncanakan

  membutuhkan arahan atau aturan tertentu, termasuk dalam hal ini arahan penyelenggaraan ruang terbuka non hijau. Sehingga dalam menunjang operasionalisasi enam pedoman bidang penataan ruang tersebut, pedoman penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka non hijau ini akan melengkapi panduan bagi pemerintah kabupatenkota sebagai pelaksana penyusunan rencana tata ruang di wilayahnya.

  Penataan ruang merupakan suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Perencanaan tata ruang dilakukan untuk menghasilkan rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang.

  Berdasarkan wilayah administrasinya, penataan ruang terdiri atas penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi, penataan ruang wilayah kabupatenkota.

  Di dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, perencanaan tata ruang wilayah kota harus memuat rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka non hijau.

  Rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka non hijau selain dimuat dalam RTRW Kota, RDTR Kota, atau RTR Kawasan Strategis Kota, juga dimuat dalam RTR Kawasan Perkotaan yang merupakan rencana rinci tata ruang wilayah Kabupaten.

  RTNH memiliki kedudukan yang sederajat dengan RTH dan merupakan keharusan untuk diperhitungkan dalam penyusunan dokumen penataan ruang di kota atau kawasan perkotaan.

  Adapun ketentuan lebih lanjut mengenai penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka non hijau khusus perkerasan diatur dalam pedoman ini.

  12 Direktorat Penataan Ruang Nasional

  Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH) di Kawasan Perkotaan

  Diagram 2.1 Kedudukan Rencana Penyediaan dan Pemanfaatan RTNH dalam RTR Kawasan Perkotaan

  • Peraturan Kebijakan terkait (PP, KEPPRES, KEPMEN, PERMEN)

  • SNI, pedoman terkait

  PEDOMAN PENYEDIAANN DAN PEMANFAATAN RTNH DI KAWASAN PERKOTAAN

  Rencana Penyediaan Dan Pemanfaatan RTNH

  Rencana Teknis

  RTRK danatau RTBL Perencanaan dan Perancangan Teknis

  Perbaikan

  RTNH Sub Kawasan

  Pengembangan kembali Pembangunan baru Pelestarian

  Sumber: Rumusan Tim Penyusun, 2008

  Kedalaman rencana penyediaan dan pemanfaatan RTNH pada masing-masing rencana tata ruang tersebut di atas dapat dilihat pada Tabel 2.1.

  Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum

  Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan

  Tabel 2.1 Kedalaman Rencana Penyediaan dan Pemanfaatan RTNH

  Jenis Rencana Tata Ruang

  Kedalaman Muatan

  Rencana Tata Ruang

  1) Penetapan jenis dan lokasi RTNH yang akan

  Wilayah Kota

  disediakan;

  (Rencana Umum)

  2) Tahap-tahap implementasi penyediaan RTNH;

  3) Ketentuan pemanfaatan RTNH secara umum;

  4) Tipologi masing-masing RTNH, arahan elemen

  pelengkap pada RTNH, hingga konsep-konsep rencana RTNH sebagai arahan untuk pengembangan disain selanjutnya.

  RDTRKRTR Kawasan

  1) Rencana penyediaan RTNH yang dirinci

  Strategis KotaRTR Kawasan

  bedasarkan jenistipologi RTNH, lokasi, dan

  Perkotaan

  luas dengan skala yang lebih detailbesar;

  (Rencana Rinci)

  2) Arahan elemen pelengkap pada RTNH;

  3) Konsep-konsep rencana RTNH sebagai arahan

  untuk pengembangan disain selanjutnya;

  4) Indikasi program mewujudkan penyediaan

  RTNH pada masing-masing kawasanbagian wilayah kota;

  5) Ketentuan tentang peraturan zonasi.

  RTRK danatau RTBL

  1) Penetapan lokasi dan alokasi RTNH pada sub

  sub-kawasan

  kawasan sesuai arah RDTR dan analisa

  (Rencana Teknis)

  kebutuhan;

  2) Konsep perancangan RTNH sebagai arahan

  desain teknis;

  3) Rancangan umum yang terdiri dari peruntukan

  lahan makro dan mikro RTNH, rencana perpetakan RTNH, rencana tapak RTNH, rencana wujud visual RTNH, rencana prasarana dan sarana RTNH;

  4) Panduan rancangan yang terdiri dari ketentuan

  dasar implementasi dan prinsip pengembangan rancangan;

  5) Program investasi realisasi RTNH;

  6) Ketentuan pengendalian rancangan dan

  pedoman pengendalian pelaksanaan.

  Sumber: Rumusan Tim Penyusun, 2008

2.4. Pentingnya Penyelenggaraan RTNH

  Pentingnya (Urgensi) Pengaturan Penyediaan RTNH di Wilayah KotaKawasan Perkotaan, dapat dijabarkan secara singkat sebagai berikut:

  1. Arahan UU 262007 yang mengamanatkan pengaturan RTNH yang memiliki kedudukan sejajar dengan pengaturan RTH.

  2. Pada tahun 2006, RTH telah diatur dengan adanya Pedoman Penyediaan dan Pengaturan RTH.

  3. Fungsi utama RTH adalah Ekologis (sesuai Konvensi Rio de Janeiro, 6 Agustus 1996), sehingga pemanfaatannya untuk kegiatan atau aktivitas relatif terbatas. RTNH diindikasi memiliki fungsi utama Sosio-Kultural, yaitu tempat dilangsungkannya berbagai aktivitas. Dengan fungsi pendukung sebagai wadah kegiatan ekonomi dan konservasi ekologis, serta fungsi pelengkap sebagi estetika lingkungan, kawasan dan wilayah. Sehingga kekurangan penyediaan RTNH diindikasi dapat menimbulkan masalah atau konflik sosial.

  14 Direktorat Penataan Ruang Nasional

  Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH) di Kawasan Perkotaan

  4. Dalam konteks lingkungan hidup, Pengaturan Penyediaan RTNH dapat diarahkan dengan berbagai kelengkapan utillisasinya (misalnya drainase dan peresapan), sehingga kedepannya penyediaan RTNH bukan hanya sekedar perkerasan, tapi secara ekologis dapat membantu fungsi RTH dalam konservasi air tanah.

  5. Sehingga secara fungsional dan ekologis penyediaan RTNH memiliki peranan strategis yaitu sebagai komplementer (pelengkap) dari penyediaan RTH di Wilayah KotaKawasan Perkotaan. Secara fungsional, fungsi utama RTH adalah Ekologis dan dilengkapi oleh fungsi utama RTNH Sosio-Kultural. Secara ekologis RTH memiliki peranan penting, demikian juga RTNH bila dilengkapi dengan utilisasinya.

  6. Hasil Pengamatan Daerah dapat memberikan gambaran berbagai kebutuhan dan kondisi terhadap Penyediaan RTNH di Kota-Kota se-Indonesia.

  7. RTNH memiliki aspek historis. Sehingga secara historis, penyediaan RTNH sudah menjadi kebutuhan suatu wilayah yang berlangsung sejak zaman dahulu, baik di dalam maupun di luar negeri. Kurangnya penyediaan RTNH dalam konteks kepemerintahan akan menghilangkan nilai histroris sosio-kultural yang telah berlangsung secara turun menurun.

  Secara skematis, Rasional penyelenggaraan RTNH dapat digambarkan sebagai berikut.

Diagram 2.2 Rasional Penyelenggaraan RTNH

  Ruang Aktivitas

  Historis

  Janeiro

  Pengkondisian yang lebih baik pada permukaan tanah

  Pedoman

  Kedudukan Sejajar

  Pedoman

  (dibanding RTH), sehingga

  RTH

  RTNH

  RTNH dapat dimanfaatkan

  Bersifat

  sebagai Ruang Aktivitas

  Dengan pengaturan kriteria perkerasan maka keberadaan RTNH akan mendukung fungsi

  ekologis RTH

  Sumber: Rumusan Tim Penyusun, 2008

2.5. Fungsi RTNH

2.5.1. Fungsi UtamaIntrinsik RTNH

  Fungsi utama RTNH adalah fungsi Sosial Budaya, dimana antara lain dapat berperan sebagai:

  1. Wadah aktifitas Sosial Budaya masyarakat dalam wilayah kota kawasan perkotaan terbagi dan terencana dengan baik

  2. pengungkapan ekspresi budayakultur lokal;

  3. merupakan media komunikasi warga kota;

  4. tempat olahraga dan rekreasi;

  5. wadah dan objek pendidikan, penelitian, dan pelatihan dalam mempelajari alam.

  Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum

  Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan

2.5.2. Fungsi PelengkapEkstrinsik RTNH

  Fungsi tambahan RTNH adalah dalam fungsinya secara:

1. Ekologis

  a. RTNH mampu menciptakan suatu sistem sirkulasi udara dan air dalam skala lingkungan, kawasan dan kota secara alami berlangsung lancar (sebagai suatu ruang terbuka).

  b. RTNH berkontribusi dalam penyerapan air hujan (dengan bantuan utilisasi dan jenis bahan penutup tanah), sehingga mampu ikut membantu mengatasi permasalahan banjir dan kekeringan.

2. Ekonomis

  a. RTNH memiliki nilai jual dari lahan yang tersedia, misalnya sarana parkir, sarana olahraga, sarana bermain, dan lain sebagainya.

  b. RTNH secara fungsional dapat dimanfaatkan untuk mengakomodasi kegiatan sektor informal sebagai bentuk pemberdayaan usaha kecil.

3. Arsitektural

  a. RTNH meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota baik dari skala mikro: halaman rumah, lingkungan permukimam, maupun makro: lansekap kota secara keseluruhan.

  b. RTNH dapat menstimulasi kreativitas dan produktivitas warga kota.

  c. RTNH menjadi salah satu pembentuk faktor keindahan arsitektural.

  d. RTNH mampu menciptakan suasana serasi dan seimbang antara area terbangun dan tidak terbangun.

4. Darurat

  a. RTNH seperti diamanahkan oleh arahan mitigasi bencana alam harus memiliki fungsi juga sebagai jalur evakuasi penyelamatan pada saat bencana alam.

  b. RTNH secara fungsional dapat disediakan sebagai lokasi penyelamatan berupa ruang terbuka perkerasan yang merupakan tempat berkumpulnya massa (assembly point) pada saat bencana.

2.6. Manfaat RTNH

2.6.1. Manfaat RTNH secara Langsung

  Manfaat RTNH secara Langsung merupakan manfaat yang dalam jangka pendek atau secara langsung dapat dirasakan, seperti:

  • Berlangsungnya aktivitas masyarakat, seperti misalnya kegiatan olahraga, kegiatan

  rekreasi, kegiatan parkir, dan lain-lain. • Keindahan dan kenyamanan, seperti misalnya penyediaan plasa, monumen, landmark,

  dan lain sebagainya. • Keuntungan ekonomis, seperti misalnya retribusi parkir, sewa lapangan olahraga, dan

  lain sebagainya.

2.6.2. Manfaat RTNH secara Tidak Langsung

  Manfaat RTNH secara tidak langsung merupakan manfaat yang baru dapat dirasakan dalam jangka waktu yang panjang, seperti:

  • mereduksi permasalahan dan konflik sosial, • meningkatkan produktivitas masyarakat, • pelestarian lingkungan, • meningkatkan nilai ekonomis lahan disekitarnya, dan lain-lain.

16 Direktorat Penataan Ruang Nasional

  Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH) di Kawasan Perkotaan

2.7. Pendekatan Pemahaman RTNH

2.7.1. RTNH berdasarkan Struktur Pola Ruang

  RTNH berdasarkan struktur dan pola ruang dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Secara Hirarkis

  Secara hirarkis merupakan pengelompokan RTNH berdasarkan perannya pada suatu tingkatan administratif. Hal ini terkait dengan suatu struktur ruang yang terkait dengan struktur pelayanan suatu wilayah berdasarkan pendekatan administratif. RTNH secara hirarkis dapat dikelompokkan sebagai berikut:

  a. RTNH skala KabupatenKota

  b. RTNH skala Kecamatan

  c. RTNH skala Kelurahan

  d. RTNH skala Lingkungan RW

  e. RTNH skala Lingkungan RT

2. Secara Fungsional

  Secara fungsional merupakan pengelompokan RTNH berdasarkan perannya sebagai penunjang dari suatu fungsi bangunan tertentu. Hal ini terkait dengan suatu pola ruang yang terkait dengan penggunaan ruang yang secara detail digambarkan dalam fungsi bangunan. RTNH secara fungsional dapat dikelompokkan sebagai berikut:

  a. RTNH pada Lingkungan Bangunan Hunian

  b. RTNH pada Lingkungan Bangunan Komersial

  c. RTNH pada Lingkungan Bangunan Sosial Budaya

  d. RTNH pada Lingkungan Bangunan Pendidikan

  e. RTNH pada Lingkungan Bangunan Olahraga

  f. RTNH pada Lingkungan Bangunan Kesehatan

  g. RTNH pada Lingkungan Bangunan Transportasi

  h. RTNH pada Lingkungan Bangunan Industri

  i. RTNH pada Lingkungan Bangunan Instalasi

3. Secara Linier

  Secara linier merupakan pengelompokan RTNH berdasarkan perannya sebagai penunjang dari jaringan aksesibilitas suatu wilayah. RTNH yang diatur di sini bukan merupakan jalan atau jalur pejalan kaki, tetapi berbagai bentuk RTNH yang disediakan sebagai penunjang aksesibilitas pada jaringan jalan skala tertentu. RTNH secara linier dapat dikelompokkan sebagai berikut:

  a. RTNH pada Jalan Bebas Hambatan

  b. RTNH pada Jalan Arteri

  c. RTNH pada Jalan Kolektor

  d. RTNH pada Jalan Lokal

  e. RTNH pada Jalan Lingkungan

2.7.2. RTNH berdasarkan Kepemilikan

  Berdasarkan kepemilikannya, RTNH dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

  1. RTNH Publik yaitu RTNH yang dimiliki dan dikelola oleh PemerintahPEMDA.

  2. RTNH Privat yaitu RTNH yang dimiliki dan dikelola oleh SwastaMasyarakat.

2.8. Tipologi RTNH

  Tipologi RTNH merupakan penjelasan mengenai tipe-tipe RTNH yang dapat dirumuskan dari berbagai pendekatan pemahaman RTNH yang telah dijabarkan pada sub-bab 2.7 terdahulu. Tipe-tipe RTNH yang dirumuskan berikut ini dapat mewakili berbagai RTNH perkerasan (paved) yang ada.

  Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum

  Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan

2.8.1. Plasa

  Plasa merupakan suatu bentuk ruang terbuka non hijau sebagai suatu pelataran tempat berkumpulnya massa (assembly point) dengan berbagai jenis kegiatan seperti sosialisasi, duduk-duduk, aktivitas massa, dan lain-lain.

  Beberapa contoh RTNH tipe plasa dapat dilihat pada beberapa gambar sebagai berikut:

  Gambar 2.1 Contoh RTNH Plasa

  Sumber: Tim Penyusun, 2008

  Gambar 2.2 Contoh RTNH Plasa

  Sumber: Tim Penyusun, 2008

  18 Direktorat Penataan Ruang Nasional

  Ruan ng Terbuka Non

  Hijau (RTNH) d di Kawasan Perko otaan

  G Gambar 2.3 3 Contoh RT TNH Plasa

  Sumber: Tim Penyusu un, 2008

2.8.2. Parkir

  Parkir merupakan n suatu ben tuk ruang te erbuka non hijau sebag gai suatu p elataran de ngan fungsi utama me letakkan ke ndaraan be ermotor sepe erti mobil at tau motor; s serta kenda araan lainnya a seperti se peda. Lahan n parkir dike enal sebagai i salah satu bentuk RTN NH yang me miliki fungsi ekonomis. Hal ini dika renakan ma anfaatnya ya ang secara l angsung da apat membe rikan keuntu ungan ekono omis atau fu ungsinya da alam menun njang berbag gai kegiatan n ekonomis yang berlan ngsung. Ked dudukan lah han parkir m menjadi bag gian yang ti idak terpisa hkan dari s suatu sistem m pergerakan n suatu kawa asan perkot aan.

  Pada kawasan p erkotaan, d dimana berb bagai kegiat an ekonom is terjadi de engan inten nsitas yang r relatif tinggi , namun di sisi lain lah an yang ter rsedia terbat tas dengan nilai lahan yang tinggi, mengakiba atkan kebera adaan lahan parkir sang gat dibutuhka an. Seringka ali oleh berb bagai keterb batasan yan g ada, keb eradaan lah han parkir y yang mema dai menjadi i sangat lan ngka. Dalam m banyak ka asus kekuran ngan lahan parkir meni mbulkan be rbagai perm masalahan, m mulai dari te erganggunya a aktivitas manusia pa ada suatu fu ungsi bangu unan terten tu sampai pada timbul nya kemace etan yang pa arah.

  Mengi ngat sanga t pentingny a keberada an lahan pa arkir dalam suatu kaw asan perkot taan, oleh k karena itu lahan parki ir menjadi satu aspek dari kajian n RTNH ya ang perlu d diatur penye ediaannya. D Dalam pedo man penyed diaan dan p pemanfaatan n RTNH ini akan dijaba arkan secara a khusus mengenai arahan pe nyediaan l ahan parki r sesuai d dengan sta andar kebutu uhannya, ba aik dalam pe endekatan s skala lingkun ngan maupu un dalam pe endekatan fu ungsi bangu unan pada ba ab selanjutn nya.

  Beber rapa contoh RTNH tipe p parkir dapat dilihat pada a beberapa g gambar seba agai berikut:

  Gambar 2.4 G Contoh RT TNH Parkir

  Sumber: Tim Penyusu un, 2008

  Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan

2.8.3. Lapangan Olahraga

  Lapangan olahraga merupakan suatu bentuk ruang terbuka non hijau sebagai suatu pelataran dengan fungsi utama tempat dilangsungkannya kegiatan olahraga.

  Beberapa contoh RTNH tipe lapangan olahraga dapat dilihat pada beberapa gambar sebagai berikut:

  Gambar 2.5 Contoh RTNH Olahraga

  Sumber: Tim Penyusun, 2008

  Gambar 2.6 Contoh RTNH Olahraga

  Sumber: Tim Penyusun, 2008

2.8.4. Tempat Bermain dan Rekreasi

  Tempat bermain dan rekreasi merupakan suatu bentuk ruang terbuka non hijau sebagai suatu pelataran dengan berbagai kelengkapan tertentu untuk mewadahi kegiatan utama bermain atau rekreasi masyarakat.

  Beberapa contoh RTNH tipe tempat bermain dan rekreasi dapat dilihat pada beberapa gambar sebagai berikut:

  20 Direktorat Penataan Ruang Nasional

  Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH) di Kawasan Perkotaan

  Gambar 2.7 Contoh RTNH Bermain

  Sumber: www.landscapearchitecture.com, 2008

  Gambar 2.8 Contoh RTNH Bermain

  Sumber: www.landscapearchitecture.com, 2008

2.8.5. Pembatas (Buffer)

  Pembatas (buffer) merupakan suatu bentuk ruang terbuka non hijau sebagai suatu jalur dengan fungsi utama sebagai pembatas yang menegaskan peralihan antara suatu fungsi dengan fungsi lainnya.

  Beberapa contoh RTNH tipe pembatas dapat dilihat pada beberapa gambar sebagai berikut:

  Gambar 2.9 Contoh RTNH Pembatas

  Sumber: www.landscapearchitecture.com, 2008

  Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum

  Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan

  Gambar 2.10 Contoh RTNH Pembatas

  Sumber: Tim Penyusun, 2008

  Gambar 2.11 Contoh RTNH Median

  Sumber: Tim Penyusun, 2008

2.8.6. Koridor

Dokumen yang terkait

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24