Tugas Individu HIV AIDS
PROGRAM PENCEGAHAN PRIMER, SEKUNDER, DAN TERSIER PENULARAN HIV AIDS PADA KELOMPOK RISIKO PENGGUNAAN
NAPZA DAN SEKS BEBAS
Untuk memenuhi tugas mata ajar keperawatan HIV/AIDS
CREATED BY
DESIANA 2016727011 3A TRANSFER
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM S1 TRANSFER TAHUN 2017
(2)
Kata pengantar
Assalamu’alaikum wr.wb
Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah KEPERAWATAN HIV/AIDS sesuai waktu yang telah ditentukan. Shalawat serta salam tetap tercurah pada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, beserta sahabat dan para pengikutnya.
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan yang telah diberikan oleh berbagai pihak, baik moril maupun materil dalam proses pembuatan makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Pepatah mengatakan, Tak ada gading yang tak retak. Oleh karena itu, saran ataupun kritik yang membangun, sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga apa yang disajikan dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Wassalamu’alaikum wr.wb
Jakarta, Desember 2017
(3)
Daftar Isi
Cover...
Kata pengantar... i
Daftar isi... ii
BAB I Pendahuluan... 1
A. Latar belakang... 1
B. Tujuan... 3
BAB II Tinjauan Teori... 4
A. Pengertia... 4
B. Etiologi... 5
C. Tanda dan gejala... 5
D. Pencegahan primer, sekunder, tersier... 7
BAB III Penutup... 10
A. Kesimpulan... 10
B. Saran... 10
(4)
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
Human Immunodeficiency Virus merupakan virus yang menyerang sel darah putih manusia dan menyebabkan menurunnya kekebalan/ daya tahan tubuh, sehingga mudah terserang infeksi/penyakit (Brunner and Suddart, 2011). Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus tersebut merusak sistem kekebalan tubuh manusia, dengan akibat turunnya/hilangnya daya tahan tubuh sehingga mudah terjangkit penyakit infeksi. Virus HIV ditemukan dalam cairan tubuh terutama pada cairan sperma, cairan vagina dan darah. Penularan terutama terjadi melalui hubungan seksual yang tidak aman, transfusi darah, penggunaan jarum suntik yang tidak steril, transplantasi organ/jaringan dan penularan dari ibu hamil ke janin yang dikandungnya (Stratanas Penanggulangan HIV/AIDS 2003-2007).
HIV umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.
Penyakit AIDS ini telah menyebar ke berbagai negara di dunia. Bahkan menurut UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah membunuh lebih dari 25 juta jiwa sejak pertama kali diakui tahun 1981, dan ini membuat AIDS sebagai salah satu epidemik paling menghancurkan pada sejarah. Meskipun baru saja, akses perawatan antiretrovirus bertambah baik di banyak region di dunia, epidemik AIDS diklaim bahwa diperkirakan 2,8 juta (antara 2,4 dan 3,3 juta) hidup pada tahun 2005 dan lebih dari setengah juta (570.000) merupakan anak-anak. Secara global, antara 33,4 dan 46 juta orang kini hidup dengan HIV.Pada tahun 2005, antara 3,4 dan 6,2 juta orang terinfeksi dan antara 2,4 dan 3,3 juta orang dengan AIDS meninggal dunia, peningkatan dari 2003 dan jumlah terbesar sejak tahun 1981.
(5)
Di Indonesia menurut laporan kasus kumulatif HIV/AIDS sampai dengan 31 Desember 2011 yang dikeluarkan oleh Ditjen PP & PL, Kemenkes RI tanggal 29 Februari 2012 menunjukkan jumlah kasus AIDS sudah menembus angka 100.000. Jumlah kasus yang sudah dilaporkan 106.758 yang terdiri atas 76.979 HIV dan 29.879 AIDS dengan 5.430 kamatian. Angka ini tidak mengherankan karena di awal tahun 2000-an kalangan ahli epidemiologi sudah membuat estimasi kasus HIV/AIDS di Indonesia yaitu berkisar antara 80.000 – 130.000. Dan sekarang Indonesia menjadi negara peringkat ketiga, setelah Cina dan India, yang percepatan kasus HIV/AIDS-nya tertinggi di Asia.
Tahun 2015 merupakan tahun yang sangat strategis bagi penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia. Pertama, tahun depan merupakan awal pemerintahan baru yang memiliki visi dan misi kesehatan yang berbeda dengan pemerintahan yang saat ini. Kedua, tahun ini juga merupakan awal dari pelaksanaan Rencana Strategi dan Aksi Nasional Penanggulangan AIDS 2014-2019. Ketiga, tahun 2015 merupakan tahun awal untuk pelaksanaan model pendanaan program penanggulangan AIDS yang baru. Adanya perubahan-perubahan ini menuntut kita untuk selalu memantau dan mengawal pelaksanaan program penanggulangan AIDS agar semakin mampu untuk merealisasikan tujuan dari penanggulangan AIDS itu sendiri yaitu menurunkan hingga meniadakan infeksi HIV baru; menurunkan hingga meniadakan kematian yang disebabkan oleh keadaan yang berkaitan dengan AIDS; meniadakan diskriminasi terhadap orang dengan HIV dan AIDS (ODHA); meningkatkan kualitas hidup ODHA; dan mengurangi dampak sosial ekonomi dari HIV dan AIDS pada individu, keluarga dan masyarakat (Permenkes No. 21 tahun 2013). Berdasarkan laporan dari tahun ke tahun kasus AIDS menunjukkan trend peningkatan yang terus-menerus. Menurut laporan dari WHO (World Health Organization) pada akhir tahun 2009, 33,3 juta orang hidup dengan HIV dan 1,8 juta orang meninggal karenanya. Dari laporan Ditjen PP dan PL Kemerdekaan RI juga dapat dilihat jumlah kumulatif kasus AIDS di Indonesia sampai dengan akhir Juni 2011 sebanyak 26.483 kasus.
Problem yang sangat mengancam saat ini adalah efek penggunaan narkoba melalui jarum suntik terhadap timbulnya HIV/AIDS. Di Thailand, pola HIV/AIDS dimulai dari penggunaan jarum suntik oleh penyalah guna narkoba atau disebut juga dengan IDU (Injecting Drug User), tapi di Indonesia pola
(6)
HIV/AIDS dimulai dari seks, kemudian berkembang dalam 10 tahun terakhir pemakaian narkoba melalui jarum suntik menjadi salah satu pola penyebab timbulnya HIV/AIDS. Hal ini merupakan sebuah fenomena second explossion of HIV/AIDS epidemic. Di kalangan pengguna narkoba suntik, infeksi HIV berkisar antara 50% sampai 90%. Dengan demikian dewasa ini masalah infeksi HIV tidak hanya berkaitan erat dengan hubungan seks yang tidak aman tapi amat erat hubungannya dengan penggunaan narkoba suntik. Penggunaan narkoba suntik biasanya dilakukan dengan cara tidak terbuka sehingga tidak mudah memperkirakan penggunaan narkoba suntik di Indonesia. Jumlah dan persentase kasus AIDS pada pengguna narkoba suntik (IDU) menurut provinsi sampai dengan Desember 2012 dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.
B. TUJUAN PENULISAN 1. Tujuan umum
Agar mahasiswa/i mampu memahami lingkup HIV/AIDS dan melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan HIV/AIDS
2. Tujuan khusus
Agar mahasiswa/i memahami HIV/AIDS meliputi :
a. Program pencegahan primer penularan HIV AIDS pada kelompok risiko penggunaan napza dan seks bebas.
b. Program pencegahan sekunder penularan HIV AIDS pada kelompok risiko penggunaan napza dan seks bebas.
c. Program pencegahan tersier penularan HIV AIDS pada kelompok risiko penggunaan napza dan seks bebas.
(7)
BAB II TINJAUAN TEORI 1. Pengertian
Human Immunodeficiency Virus merupakan virus yang menyerang sel darah putih manusia dan menyebabkan menurunnya kekebalan/ daya tahan tubuh, sehingga mudah terserang infeksi/penyakit (Brunner and Suddart, 2002). Human Immuno Deficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan kemudian menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut termasuk limfosit yang disebut T. Limfosit atau “sel T-4” atau disebut juga “sel CD – 4.
Menurut Sudoyo (2009), AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah sekumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV yang termasuk famili retroviridae, AIDS merupakan tahap terakhir dari infeksi HIV. AIDS adalah suatu kumpulan kondisi klinis tertentu yang merupakan hasil akhir dari infeksi oleh HIV (Price, 2005). AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh virus yang disebut HIV (Human Immunodeficiency Virus) (Hidayat,2006).
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus tersebut merusak sistem kekebalan tubuh manusia, dengan akibat turunnya/hilangnya daya tahan tubuh sehingga mudah terjangkit penyakit infeksi. Virus HIV ditemukan dalam cairan tubuh terutama pada cairan sperma, cairan vagina dan darah. Penularan terutama terjadi melalui hubungan seksual yang tidak aman, transfusi darah, penggunaan jarum suntik yang tidak steril, transplantasi organ/jaringan dan penularan dari ibu hamil ke janin yang dikandungnya (Stratanas Penanggulangan HIV/AIDS 2003-2007).
(8)
2. Etiologi
HIV yang dahulu disebut virus limfotrofik sel T manusia tipe III (HTLV-III) atau virus limfadenapati (LAV), adalah suatu retrovirus manusia sitopatik dari famili lentivirus. Retrovirus mengubah asam ribonukleatnya (RNA) menjadi asam deoksiribonukleat (DNA) setelah masuk ke dalam sel pejamu. HIV -1 dan HIV-2 adalah lentivirus sitopatik, dengan HIV-1 menjadi penyebab utama AIDS diseluruh dunia.
Genom HIV mengode sembilan protein yang esensial untuk setiap aspek siklus hidup virus. Dari segi struktur genomik, virus-virus memiliki perbedaan yaitu bahwa protein HIV-1, Vpu, yang membantu pelepasan virus, tampaknya diganti oleh protein Vpx pada HIV-2. Vpx meningkatkan infektivitas (daya tular) dan mungkin merupakan duplikasi dari protein lain, Vpr. Vpr diperkirakan meningkatkan transkripsi virus. HIV-2, yang pertama kali diketahui dalam serum dari para perempuan Afrika barat (warga senegal) pada tahun 1985, menyebabkan penyakit klinis tetapi tampaknya kurang patogenik dibandingkan dengan HIV-1 (Price, 2005).
Menurut Nurarif (2015), penularan virus ditularkan melalui :
a. Hubungan seksual (anal, oral, vaginal) yang tidak terlindungi (tanpa kondom) dengan orang yang telah terinveksi HIV.
b. Jarum suntik / tindik / tato yang tidak steril dan dipakai bergantian c. Mendapatkan transfesi darah yang mengandung virus HIV
d. Ibu penderita HIV positif kepada bayinya ketika dalam kandungan, saat melahirkan atau melalui air susu ibu (ASI).
3. Tanda dan gejala
Berdasarkan gambaran klinik (WHO, 2006), fase klinik HIV pada orang dewasa: a. Fase klinik 1
Tanpa gejala, limpadenopati (gangguan kelenjar atau pembuluh limfe), menetap dan menyeluruh
b. Fase klinik 2
1) Penurunan BB <10% tanpa sebab
(9)
3) Herpes zoster, infeksi sudut bibir, ulkus mulut berulang, popular pruritic eruption, suborrhoic dermatitis, infeksi jamur pada kuku.
c. Fase klinik 3
1) Penurunan BB >10% tanpa sebab 2) Diare kronik >1 bulan
3) Demam menetap >1 bulan 4) Kandidiasis oral menetap 5) TB pulmonal
6) Plak putih pada mulut
7) Infeksi bakteri berat : pneumonia, empyema, meningitis, bakteremia, gangguan inflamasi berat pada pelvik, acute necrotizing ulceratif stomatitis, gingivitis atau periodontitis anemia, netropenia, trombositopenia kronik.
d. Fase klinik 4
1) Gejala menjadi kurus (HIV wasting syndrome) 2) Pneumocytis pneumonia
3) Pneumonia bakteri berulang 4) Infeksi herfes simplex kronik 5) Oesophageal candidiasis 6) TBC ekstrapulmonal 7) Toksoplasma di SSP 8) HIV encephalopaty
Diagnosa HIV/AIDS pada orang dewasa (2 mayor + 1 minor) Gejala mayor :
a. BB turun > 10 % dalam 1 bulan
b. Diare terus menerus > 1 bulan tanpa diketahui sebab c. Demam berkepanjangan > 1 bulan
d. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis Gejala minor:
a. Batuk terus menerus > 1 bulan
b. Dermatitis/penyakit kulit menyeluruh c. Herpes zooster berulang
(10)
e. Penyakit jamur di mulut dan tenggorokan f. Pembesaran kelenjar lymphe
g. Pneumonia berulang h. Sarcoma Kaposi ( kanker)
Diagnosa HIV/AIDS pada anak (2 mayor + 2 minor) Gejala mayor:
a. BB turun atau kegagalan pertumbuhan b. Diare kronis dan berulang > 1 bulan
c. Demam kronis dan berulang selama > 1 bulan
d. Infeksi sal pernafasan bgn bawah yang parah dan menetap Gejala minor:
a. Pembesaran kel. Limfe dan pembesaran hati b. Penyakit jamur di mulut
c. Infeksi pada telinga dan kerongkongan d. Batuk kronis/menahun
e. Dermatitis seluruh tbh f. Peradangan otak
4. Progam pencegahan penularan HIV AIDS pada kelompok risiko penggunaan napza dan seks bebas
Menurut Sulistiowati (2010), pengetahuan tentang perjalanan penyakit dan faktor-faktor yang mempengaruhi berguna untuk menemukan strategi pencegahan penyakit yang efektif. Pencegahan penyakit adalah tindakan yang ditujukan untuk mencegah, menunda, mengurangi, membasmi, mengeliminasi penyakit dan kecacatan, dengan menerapkan sebuah atau sejumlah intervensi yang telah dibuktikan efektif
a. Pencegahan primer
Pencegahan primer adalah upaya memodifikasi faktor risiko atau mencegah berkembangnya faktor risiko, sebelum dimulainya perubahan patologis, dilakukan pada tahap suseptibel dan induksi penyakit dengan tujuan mencegah atau menunda terjadinya kasus baru penyakit. Tema yang berkaitan dengan pencegahan primer adalah pencegahan primordial dan reduksi kerugian. Pencegahan primordial adalah strategi pencegahan
(11)
penyakit dengan menciptakan lingkungan yang dapat mengeliminasi faktor risiko, sehingga tidak diperlukan intervensi preventif lainnya.
Reduksi kerugian (harm reduction) adalah program yang bertujuan untuk mereduksi kerugian kesehatan pada populasi, meskipun mungkin tidak mengubah perilaku. Sebagai contoh di Amerika Serikat melakukan eksperimen berupa program penukaran jarum (needle exchnage program). Dalam program itu jarum bekas pengguna obat intravena ditukar dengan jarum bersih yang diberikan gratis oleh pemerintah kota. Tujuan program adalah memperlambat penyebaran HIV, meskipun tidak menurunkan dan bahkan bisa mendorong peningkatan penyalahgunaan obat. Argumen yang dikemukakan untuk membenarkan strategi tersebut, kerugian yang dialami oleh penerima lebih rendah jika menggunakan jarum bersih. Program seperti itu menjadi kontroversial jika sebagian masyarakat memandang dana publik digunakan untuk mendukung aktivitas/ perilaku yang tidak sehat.
b. Pencegahan sekunder
Merupakan upaya pencegahan pada fase penyakit asimtomatis, tepatnya pada tahap preklinis, terhadap timbulnya gejala-gejala penyakit secara klinis melalui deteksi dini (early detection). Jika deteksi tidak dilakukan dini dan terapi tidak diberikan segera maka akan terjadi gejala klinis yang merugikan. Deteksi dini penyakit sering disebut “skrining”. Skrining adalah identifikasi yang menduga adanya penyakit atau kecacatan yang belum diketahui dengan menerapkan suatu tes, pemeriksaan, atau prosedur lainnya, yang dapat dilakukan dengan cepat. Tes skrining memilah orang-orang yang tampaknya mengalami penyakit dari orang-orang yang tampaknya tidak mengalami penyakit. Tes skrining tidak dimasukan sebagai diagnostik.
Orang-orang yang ditemukan positif atau mencurigakan dirujuk ke dokter untuk menentukan diagnosis dan pemberian pengobatan yang diperlukan. Skrining yang dilakukan pada subpopulasi berisiko tinggi dapat mendeteksi dini penyakit dengan lebih efisien dari pada populasi umum. Tetapi skrining yang diterapkan pada populasi yang lebih luas (populasi umum) tidak hanya tidak efisien tetpai sering kali juga tidak etis. Skrining tidak etis
(12)
dilakukanjika tidak tersedia obat yang efektif untuk mengatasi penyakit yang bersangkutan, atau menimbulkan trauma, stigma, dan diskriminasi bagi individu yang menjalani skrining.
c. Pencegahan tersier
Merupakan upaya pencegahan progresi penyakit ke arah berbagai akibat penyakit yang lebih buruk, dengan tujuan memperbaiki kualitas hidup pasien. Pencegahan tersier biasanya dilakukan oleh para dokter dan sejumlah profesi kesehatan lainnya. Pencegahan tersier dibedakan dengan pengobatan (cure), meskipun batas perbedaan itu tidak selalu jelas. Jenis intervensi yang dilakukan sebagai pencegahan tersier bisa saja merupakan pengobatan. Tetapi dalam pencegahan tersier, target yang ingin dicapai lebih kepada mengurangi atau mencegah terjadinya kerusakan jaringna dan organ, mengurangi sekule, disfungsi, dan keparahan akibat penyakit, mengurangi komplikais penyakit, mencegah serangan ulang penyakit, memperpanjang hidup. Sedangkan target pengobatan adalah menyembuhkan pasien dari gejala dan klinis yang telah terjadi.
Selain itu, pada prinsipnya pencegahan dapat dilakukan dengan cara mencegah penularan virus HIV melalui perubahan perilaku seksual yang terkenal dengan istilah “ABC” yang telah terbukti mampu menurunkan percepatan penularan HIV, terutama di Uganda dan beberapa negara Afrika lain. Prisnip „ABC” ini telah dipakai dan dibakukan secara internasional, sebagai cara paling efektif mencegah HIV lewat hubungan seksual. Prinsip “ABC” itu adalah :
“A” : Anda jauhi seks sampai anda kawin atau menjalin hubungan jangka panjang dengan pasangan (Abstinesia)
“B” : Bersikap saling setia dengan pasangan dalam hubungan perkawinan atau hubungan jangka panjang tetap (Be faithful)
“C” : Cegah dengan memakai kondom yang benar dan konsisten untuk penjaja seks atau orang yang tidak mampu melaksanakan A dan B (Condom) Untuk penularan non seksual berlaku prinsip “D” dan “E” yaitu :
“D” : Drug; “say no to drug” atau katakan tidak pada napza/narkoba
(13)
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan
HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus. Virus ini menyerang sistem kekebalan tubuh dan melemahkan kemampuan tubuh untuk melawan infeksi dan penyakit. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus tersebut merusak sistem kekebalan tubuh manusia, dengan akibat turunnya/hilangnya daya tahan tubuh sehingga mudah terjangkit penyakit infeksi. Virus HIV ditemukan dalam cairan tubuh terutama pada cairan sperma, cairan vagina dan darah. Penularan terutama terjadi melalui hubungan seksual yang tidak aman, transfusi darah, penggunaan jarum suntik yang tidak steril, transplantasi organ/jaringan dan penularan dari ibu hamil ke janin yang dikandungnya (Stratanas Penanggulangan HIV/AIDS 2003-2007).
Diagnosa HIV AIDS pada orang dewasa (2 mayor + 1 minor), sedangkan diagnosa HIV AIDS pada anak (2 mayor + 2 minor). Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada pasien dengan HIV/AIDS antara lain : Mendeteksi antigen virus dengan PCR, Tes ELISA memberikan hasil positif 2-3 bulan setelah infeksi, Hasil positif dikonfirmasi dengan pemeriksaan western blot, Serologi, Pemeriksaan darah rutin, Pemeriksaan neurologis, dan Tes fungsi paru, bronkoscopi. Penularan dari penderita kelompok risiko penggunaan napza dan seks bebas dapat dilakukan pencegahan meliputi primer, sekunder, dan tersier.
B. Saran
HIV/AIDS merupakan isu kesehatan yang cukup sensitif untuk dibicarakan. Hal ini berkaitan dengan sifat yang unik dari penyakit ini. Selain kasusnya yang seperti fenomena gunung es, stigma dan diskriminasi juga banyak dialami oleh penderita dan keluarganya. Tingginya penularan pada kelompok risiko penggunaan napza dan seks bebas maka hendaknya sebagai perawat agar meningkatkan pada program pencegahan primer dan sekunder.
(14)
Daftar Pustaka
Bruner, Suddarth.2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3. Jakarta : EGC.
Hidayat A. Aziz Alimul (2007), Pengantar Konsep Dasar Keperawatan, Jakarta: Salemba Medika.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/34723/Chapter %20II.pdf;jsessionid=A55893806AC3F2ACFD828E4FB605CA5D? sequence=3
https://www.scribd.com/document/319558781/Makalah-Blok-26-Upaya-pencegahan-dan-penanggulangan-HIV-AIDS
Nurarif Amir H. 2015. Aplikasi ASKEP Berdasarkan Diagnosa Medis, Nanda Nic-Noc.Jogjakarta : Mediaction
Sudoyo, Aru W. 2009.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI
Sulistiowati. 2010. Rencana Operasional Promosi Kesehatan dalam Pengendalian HIV AIDS. Jakarta : Kemenkes RI
(1)
3) Herpes zoster, infeksi sudut bibir, ulkus mulut berulang, popular pruritic eruption, suborrhoic dermatitis, infeksi jamur pada kuku.
c. Fase klinik 3
1) Penurunan BB >10% tanpa sebab 2) Diare kronik >1 bulan
3) Demam menetap >1 bulan 4) Kandidiasis oral menetap 5) TB pulmonal
6) Plak putih pada mulut
7) Infeksi bakteri berat : pneumonia, empyema, meningitis, bakteremia, gangguan inflamasi berat pada pelvik, acute necrotizing ulceratif stomatitis, gingivitis atau periodontitis anemia, netropenia, trombositopenia kronik.
d. Fase klinik 4
1) Gejala menjadi kurus (HIV wasting syndrome) 2) Pneumocytis pneumonia
3) Pneumonia bakteri berulang 4) Infeksi herfes simplex kronik 5) Oesophageal candidiasis 6) TBC ekstrapulmonal 7) Toksoplasma di SSP 8) HIV encephalopaty
Diagnosa HIV/AIDS pada orang dewasa (2 mayor + 1 minor) Gejala mayor :
a. BB turun > 10 % dalam 1 bulan
b. Diare terus menerus > 1 bulan tanpa diketahui sebab c. Demam berkepanjangan > 1 bulan
d. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis Gejala minor:
a. Batuk terus menerus > 1 bulan
b. Dermatitis/penyakit kulit menyeluruh c. Herpes zooster berulang
(2)
e. Penyakit jamur di mulut dan tenggorokan f. Pembesaran kelenjar lymphe
g. Pneumonia berulang h. Sarcoma Kaposi ( kanker)
Diagnosa HIV/AIDS pada anak (2 mayor + 2 minor) Gejala mayor:
a. BB turun atau kegagalan pertumbuhan b. Diare kronis dan berulang > 1 bulan
c. Demam kronis dan berulang selama > 1 bulan
d. Infeksi sal pernafasan bgn bawah yang parah dan menetap Gejala minor:
a. Pembesaran kel. Limfe dan pembesaran hati b. Penyakit jamur di mulut
c. Infeksi pada telinga dan kerongkongan d. Batuk kronis/menahun
e. Dermatitis seluruh tbh f. Peradangan otak
4. Progam pencegahan penularan HIV AIDS pada kelompok risiko penggunaan napza dan seks bebas
Menurut Sulistiowati (2010), pengetahuan tentang perjalanan penyakit dan faktor-faktor yang mempengaruhi berguna untuk menemukan strategi pencegahan penyakit yang efektif. Pencegahan penyakit adalah tindakan yang ditujukan untuk mencegah, menunda, mengurangi, membasmi, mengeliminasi penyakit dan kecacatan, dengan menerapkan sebuah atau sejumlah intervensi yang telah dibuktikan efektif
a. Pencegahan primer
Pencegahan primer adalah upaya memodifikasi faktor risiko atau mencegah berkembangnya faktor risiko, sebelum dimulainya perubahan patologis, dilakukan pada tahap suseptibel dan induksi penyakit dengan tujuan mencegah atau menunda terjadinya kasus baru penyakit. Tema yang berkaitan dengan pencegahan primer adalah pencegahan primordial dan reduksi kerugian. Pencegahan primordial adalah strategi pencegahan
(3)
penyakit dengan menciptakan lingkungan yang dapat mengeliminasi faktor risiko, sehingga tidak diperlukan intervensi preventif lainnya.
Reduksi kerugian (harm reduction) adalah program yang bertujuan untuk mereduksi kerugian kesehatan pada populasi, meskipun mungkin tidak mengubah perilaku. Sebagai contoh di Amerika Serikat melakukan eksperimen berupa program penukaran jarum (needle exchnage program). Dalam program itu jarum bekas pengguna obat intravena ditukar dengan jarum bersih yang diberikan gratis oleh pemerintah kota. Tujuan program adalah memperlambat penyebaran HIV, meskipun tidak menurunkan dan bahkan bisa mendorong peningkatan penyalahgunaan obat. Argumen yang dikemukakan untuk membenarkan strategi tersebut, kerugian yang dialami oleh penerima lebih rendah jika menggunakan jarum bersih. Program seperti itu menjadi kontroversial jika sebagian masyarakat memandang dana publik digunakan untuk mendukung aktivitas/ perilaku yang tidak sehat.
b. Pencegahan sekunder
Merupakan upaya pencegahan pada fase penyakit asimtomatis, tepatnya pada tahap preklinis, terhadap timbulnya gejala-gejala penyakit secara klinis melalui deteksi dini (early detection). Jika deteksi tidak dilakukan dini dan terapi tidak diberikan segera maka akan terjadi gejala klinis yang merugikan. Deteksi dini penyakit sering disebut “skrining”. Skrining adalah identifikasi yang menduga adanya penyakit atau kecacatan yang belum diketahui dengan menerapkan suatu tes, pemeriksaan, atau prosedur lainnya, yang dapat dilakukan dengan cepat. Tes skrining memilah orang-orang yang tampaknya mengalami penyakit dari orang-orang yang tampaknya tidak mengalami penyakit. Tes skrining tidak dimasukan sebagai diagnostik.
Orang-orang yang ditemukan positif atau mencurigakan dirujuk ke dokter untuk menentukan diagnosis dan pemberian pengobatan yang diperlukan. Skrining yang dilakukan pada subpopulasi berisiko tinggi dapat mendeteksi dini penyakit dengan lebih efisien dari pada populasi umum. Tetapi skrining yang diterapkan pada populasi yang lebih luas (populasi umum) tidak hanya tidak efisien tetpai sering kali juga tidak etis. Skrining tidak etis
(4)
dilakukanjika tidak tersedia obat yang efektif untuk mengatasi penyakit yang bersangkutan, atau menimbulkan trauma, stigma, dan diskriminasi bagi individu yang menjalani skrining.
c. Pencegahan tersier
Merupakan upaya pencegahan progresi penyakit ke arah berbagai akibat penyakit yang lebih buruk, dengan tujuan memperbaiki kualitas hidup pasien. Pencegahan tersier biasanya dilakukan oleh para dokter dan sejumlah profesi kesehatan lainnya. Pencegahan tersier dibedakan dengan pengobatan (cure), meskipun batas perbedaan itu tidak selalu jelas. Jenis intervensi yang dilakukan sebagai pencegahan tersier bisa saja merupakan pengobatan. Tetapi dalam pencegahan tersier, target yang ingin dicapai lebih kepada mengurangi atau mencegah terjadinya kerusakan jaringna dan organ, mengurangi sekule, disfungsi, dan keparahan akibat penyakit, mengurangi komplikais penyakit, mencegah serangan ulang penyakit, memperpanjang hidup. Sedangkan target pengobatan adalah menyembuhkan pasien dari gejala dan klinis yang telah terjadi.
Selain itu, pada prinsipnya pencegahan dapat dilakukan dengan cara mencegah penularan virus HIV melalui perubahan perilaku seksual yang terkenal dengan istilah “ABC” yang telah terbukti mampu menurunkan percepatan penularan HIV, terutama di Uganda dan beberapa negara Afrika lain. Prisnip „ABC” ini telah dipakai dan dibakukan secara internasional, sebagai cara paling efektif mencegah HIV lewat hubungan seksual. Prinsip “ABC” itu adalah :
“A” : Anda jauhi seks sampai anda kawin atau menjalin hubungan jangka panjang dengan pasangan (Abstinesia)
“B” : Bersikap saling setia dengan pasangan dalam hubungan perkawinan atau hubungan jangka panjang tetap (Be faithful)
“C” : Cegah dengan memakai kondom yang benar dan konsisten untuk penjaja seks atau orang yang tidak mampu melaksanakan A dan B (Condom) Untuk penularan non seksual berlaku prinsip “D” dan “E” yaitu :
“D” : Drug; “say no to drug” atau katakan tidak pada napza/narkoba
(5)
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan
HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus. Virus ini menyerang sistem kekebalan tubuh dan melemahkan kemampuan tubuh untuk melawan infeksi dan penyakit. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus tersebut merusak sistem kekebalan tubuh manusia, dengan akibat turunnya/hilangnya daya tahan tubuh sehingga mudah terjangkit penyakit infeksi. Virus HIV ditemukan dalam cairan tubuh terutama pada cairan sperma, cairan vagina dan darah. Penularan terutama terjadi melalui hubungan seksual yang tidak aman, transfusi darah, penggunaan jarum suntik yang tidak steril, transplantasi organ/jaringan dan penularan dari ibu hamil ke janin yang dikandungnya (Stratanas Penanggulangan HIV/AIDS 2003-2007). Diagnosa HIV AIDS pada orang dewasa (2 mayor + 1 minor), sedangkan diagnosa HIV AIDS pada anak (2 mayor + 2 minor). Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada pasien dengan HIV/AIDS antara lain : Mendeteksi antigen virus dengan PCR, Tes ELISA memberikan hasil positif 2-3 bulan setelah infeksi, Hasil positif dikonfirmasi dengan pemeriksaan western blot, Serologi, Pemeriksaan darah rutin, Pemeriksaan neurologis, dan Tes fungsi paru, bronkoscopi. Penularan dari penderita kelompok risiko penggunaan napza dan seks bebas dapat dilakukan pencegahan meliputi primer, sekunder, dan tersier. B. Saran
HIV/AIDS merupakan isu kesehatan yang cukup sensitif untuk dibicarakan. Hal ini berkaitan dengan sifat yang unik dari penyakit ini. Selain kasusnya yang seperti fenomena gunung es, stigma dan diskriminasi juga banyak dialami oleh penderita dan keluarganya. Tingginya penularan pada kelompok risiko penggunaan napza dan seks bebas maka hendaknya sebagai perawat agar meningkatkan pada program pencegahan primer dan sekunder.
(6)
Daftar Pustaka
Bruner, Suddarth.2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3. Jakarta : EGC.
Hidayat A. Aziz Alimul (2007), Pengantar Konsep Dasar Keperawatan, Jakarta: Salemba Medika.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/34723/Chapter %20II.pdf;jsessionid=A55893806AC3F2ACFD828E4FB605CA5D? sequence=3
https://www.scribd.com/document/319558781/Makalah-Blok-26-Upaya-pencegahan-dan-penanggulangan-HIV-AIDS
Nurarif Amir H. 2015. Aplikasi ASKEP Berdasarkan Diagnosa Medis, Nanda Nic-Noc.Jogjakarta : Mediaction
Sudoyo, Aru W. 2009.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI
Sulistiowati. 2010. Rencana Operasional Promosi Kesehatan dalam Pengendalian HIV AIDS. Jakarta : Kemenkes RI