Hubungan Penghargaan Reward Dengan Motiv

HUBUNGAN PENGHARGAAN (REWARD) DENGAN MOTIVASI DOKTER DALAM PENGISIAN REKAM MEDIS DI RSUD SIDIKALANG TAHUN 2008 TESIS

  Oleh HALIM PURBA

  057013007AKK

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

HUBUNGAN PENGHARGAAN (REWARD) DENGAN MOTIVASI DOKTER DALAM PENGISIAN REKAM MEDIS DI RSUD SIDIKALANG TAHUN 2008 TESIS

  Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi Administrasi Rumah Sakit pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

  Oleh HALIM PURBA 057013007AKK SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

  Judul Tesis

  : HUBUNGAN PENGHARGAAN (REWARD)

DENGAN MOTIVASI DOKTER DALAM PENGISIAN REKAM MEDIS DI RSUD SIDIKALANG TAHUN 2008

  Nama Mahasiswa

  : Halim Purba

  Nomor Pokok

  Program Studi

  : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

  Konsentrasi

  : Administrasi Rumah Sakit

  Menyetujui Komisi Pembimbing :

  (Prof.Dr.Amri Amir, SpF ,SH)

  (dr. Ria Masniari Lubis, MSi)

  Ketua

  Anggota

  Ketua Program Studi,

  Direktur,

  (Dr. Drs. Surya Utama, MS)

  (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc)

  Tanggal Lulus : 22 Oktober 2008

  Telah diuji pada Tanggal : 22 Oktober 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

  Ketua

  : Prof.Dr.Amri Amir, SpF ,SH

  Anggota

  : 1. dr. Ria Masniari Lubis, MSi

  2. Dr. Endang Sulistya Rini SE, MSi

PERNYATAAN HUBUNGAN PENGHARGAAN (REWARD) DENGAN MOTIVASI DOKTER DALAM PENGISIAN REKAM MEDIS DI RSUD SIDIKALANG TAHUN 2008 TESIS

  Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

  Medan, Oktober 2008

  Halim Purba 057013007AKK

ABSTRAK

  Salah satu parameter untuk menentukan mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah data atau informasi dari rekam medis yang baik dan lengkap. Indikator mutu rekam medis yang baik adalah kelengkapan isi, akurat, tepat waktu dan pemenuhan aspek persyaratan hukum. Di RSUD Sidikalang ketidaklengkapan pengisian berkas rekam medis tersebut sebagian besar pada catatan yang seharusnya diisi oleh dokter yang melakukan tindakan medis. Rendahnya motivasi dokter dalam melengkapi pengisian data rekam medis terkait dengan kurangnya penghargaan (reward) dalam pelayanan kedokteran di rumah sakit.

  Telah dilakukan penelitian di RSUD Sidikalang terhadap 16 tenaga dokter dengan pendekatan cross sectional, bertujuan menganalisis hubungan penghargaan (reward) dengan motivasi dokter dalam pengisian rekam medis. Analisis data menggunakan uji korelasi rank spearman.

  Hasil penelitian menunjukkan penghargaan (reward) yang diterima dokter di RSUD Sidikalang dilihat dari aspek upah sebesar 68,8 tidak cukup, kepastian dan keamanan kerja sebesar 68,8 tidak baik, peluang karier sebesar 68,8 tidak baik, benefit sebesar 63,8 tidak cukup, status sebesar 63,8 tidak sesuai dan peluang promosi sebesar 63,8 tidak baik. Motivasi dokter dalam pengisian rekam medis di RSUD Sidikalang sebesar 56,9 kategori rendah. Kesimpulan penelitian, variabel upah, kepastian dan keamanan kerja, benefit, peluang karier, status, peluang promosi berhubungan dengan motivasi dokter dalam pengisian rekam medis di RSUD Sidikalang.

  Diharapkan manajemen RSUD Sidikalang meningkatkan pemberian upah, dengan cara menyisihkan sebagian keuntungan rumah sakit kepada dokter sehingga termotivasi dalam pengisian rekam medis. Menambah fasilitas pada ruangan kerja rumah sakit sehingga dapat menjamin keamanan dan kenyamanan kerja dokter, serta perlu membuat kebijakan dalam proses pengembangan karier dan promosi yang mengacu kepada kompetensi dokter dan sistem kepangkatan.

  Kata kunci : Penghargaan (reward), motivasi, dokter, rekam medis.

ABSTRACT

  One of the parameters to determine the health service quality in a hospital is the data or information obtained from a good and complete medical record. The indicator of a medical record with good quality is the completeness of its contents, accuracy, punctuality and meeting the aspect of legal condition. In Sidikalang General Hospital, most of the incompleteness of filling out the medical record file is found on the notes which should have been filled out by the doctors who do the medical action. Doctor’s low motivation in completing the filling out the data of medical record is related to the less reward in providing medical service in a hospital.

  The purpose of this study with cross sectional approach is to analyze the relationship between reward and doctor’s motivation in filling out medical record. The data for this study were obtained through interviewing 16 doctors working for Sidikalang General Hospital and the data obtained were analyzed through Spearman's rank correlation test.

  The result of this study shows that the reward received by the doctors working for Sidikalang General Hospital if viewed from the aspects of salary, 68.8 is not enough. Job security and certainty is not good (68.8). Career opportunity is not good (68.8). Benefit is not enough (63.8). Status is not appropriate (63.8). Promotion opportunity is not good (63.8). Doctor’s motivation in filling out the medical record in Sidikalang General Hospital is in low category (56.9). The conclusion is that the variables of salary, job security and certainty, benefit, career opportunities, status, promotion opportunity have a relationship with the doctor’s motivation in filling out the medical record in Sidikalang General Hospital.

  It is expected that the management of Sidikalang General Hospital increase the salary by taking somewhat of the benefit of the hospital and give it to the doctors in order to make them motivated in filling out the medical record; increase the quantity of facilities found in the working room of the hospital that it can guarantee the security and comfort of the doctor’s working; also make a policy in the process of career development and promotion referred to the doctor’s competency and the rank system.

  Key words: Reward, Motivation, Doctor, Medical Record

KATA PENGANTAR

  Puji dan syukur Tuhan, yang telah memberikan berkat rahmat dan karuniaNya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini yang merupakan salah satu syarat, dalam menyelesaikan studi pada Program Magister Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

  Selama penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul "Hubungan

  Penghargaan (Reward) dengan Motivasi Dokter dalam Pengisian Rekam Medis

  di RSUD Sidikalang Tahun 2008". Penulis telah banyak mendapat bantuan baik moril maupun materil dari berbagai pihak. Olhe karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. dr. Amri Amir SpF, SH dan Ibu dr. Ria Masniari Lubis, Msi yang telah membimbing dari awal sampai selesainya penulisan tesis ini. Selanjutnya penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :

  Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc, sebagai Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

  Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS, sebagai Ketua Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

  Ibu Dr. Dra. Ida Yustina, MSi, sebagai Sekretaris Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

  Ibu Dr. Endang Sulitya Rini, SE, Msi dan Ibu Dr. Ir. Sri Fajar Ayu, MM, sebagai Komisi Penguji atau Pembanding yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.

  Bapak Bupati Kabupaten Dairi, yang telah berkenan memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan dan sekaligus memberikan izin tugas belajar pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

  Para dosen, staf dan semua pihak yang terkait di lingkungan Sekolah Pascasarjana Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan khususnya Administrasi dan Kebijakan Kesehatan.

  Bapak dr. Reinfil Capah, Mkes, sebagai Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang, beserta staf yang telah banyak membantu dan memberi dukungan kepada penulis dalam rangka menyelesaikan pendidikan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

  Teman-teman di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, khususnya di Program Studi Administrasi Rumah Sakit: Harlen Saragih, Tihar Hasibuan, Tuti Sumarni, Liong Satria Unggul Sihombing dan Nancy Isnawaty Lubis, dan seluruh rekan yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang selama ini telah sama-sama berjuang dan memberikan dorongan agar tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.

  Ucapan terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada keluarga besar Ibunda Libertina br Sitepu, Ibu mertua Baik br Sembiring, serta keluarga besar Purba dan Singarimbun yang telah membantu dan memberi dorongan moril serta doa yang tak

  Teristimewa buat istri tercinta dan tersayang dr. Kristina Dewi Singarimbun dan anak-anakku Debora Niken Elisabeth Purba, Sarah Anggia Nataline Purba dan Nathasya Angelita Purba, yang selalu setia mendampingi, memberikan dorongan dan selalu berdoa untuk saya dalam penyelesaian tesis ini.

  Akhirnya penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

  Medan, Oktober 2008

  Penulis

  Halim Purba

RIWAYAT HIDUP

  Halim Purba, lahir pada tanggal 26 Januari 1967 di Sidikalang Kabupaten Dairi, anak ke dua dari enam bersaudara dari pasangan Ayahanda (Alm) dr. Neken Purba DTMH dan Ibunda Libertina br Sitepu.

  Pendidikan formal penulis, dimulai dari pendidikan sekolah dasar di SD Santo Josef Sidikalang selesai tahun 1979, Sekolah Menengah Pertama Santo Paulus Sidikalang selesai tahun 1982, Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Medan selesai tahun 1985, Fakultas Kedokteran Universitas Methodist Indonesia selesai tahun 1994.

  Pengangkatan sebagai Pegawai Tidak Tetap (PTT) dipekerjakan di Puskesmas Salak Dinas Kesehatan Kabupaten Dairi sejak tahun 1994. Pada tahun 1998 diangkat sebagai CPNS di Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang.

  Pada tanggal 24 Oktober 1997, penulis menikah dengan saudari dr.Kristina Dewi Singarimbun anak ke enam dari enam bersaudara, yaitu anak dari Bapak (Alm) Drs. Kenal Singarimbun dengan Ibu Baik br Sembiring, dan penulis dikaruniai tiga orang anak, yaitu Debora Niken Elisabeth Purba, Sarah Anggia Nataline Purba dan Nathasya Angelita Purba.

  Tahun 2005 penulis ditugaskan sebagai mahasiswa Tugas Belajar pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Konsentrasi Administrasi Rumah Sakit di Medan.

DAFTAR GAMBAR

  Nomor Judul Halaman

  2.1. Kerangka Konsep Penelitian........................................................................ 29

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

  Salah satu parameter untuk menentukan mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah data atau informasi dari rekam medis yang baik dan lengkap. Indikator mutu rekam medis yang baik adalah kelengkapan isi, akurat, tepat waktu dan pemenuhan aspek persyaratan hukum.

  Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi pelayanan kesehatan dewasa ini, maka hampir mustahil sebuah institusi rumah sakit dalam operasional kesehariannya berjalan tanpa adanya instalasi rekam medik. Data yang tersaji dalam rekam medik merupakan data yang sangat dibutuhkan oleh pihak rumah sakit. Rumah sakit dalam setiap langkahnya baik pemecahan masalah (problem solving), evaluasi maupun menentukan arah kebijakan, mengacu pada suatu sistem informasi kesehatan.

  Rekam medis dapat dikatakan sebagai riwayat penyakit seseorang karena mencakup keterangan tertulis tentang identitas, anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan diagnosa serta pelayanan dan tindakan medispengobatan yang diberikan baik pada saat rawat jalan, rawat inap ataupun pelayanan unit gawat darurat. Rekam medis termasuk salah satu bahan baku Sistem Informasi Kesehatan (SIK), yang merupakan sumber daya non fisik manajemen kesehatan, untuk memperoleh datainformasi yang akurat, lengkap dan mutakhir guna Rekam medis dapat dikatakan sebagai riwayat penyakit seseorang karena mencakup keterangan tertulis tentang identitas, anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan diagnosa serta pelayanan dan tindakan medispengobatan yang diberikan baik pada saat rawat jalan, rawat inap ataupun pelayanan unit gawat darurat. Rekam medis termasuk salah satu bahan baku Sistem Informasi Kesehatan (SIK), yang merupakan sumber daya non fisik manajemen kesehatan, untuk memperoleh datainformasi yang akurat, lengkap dan mutakhir guna

  Pelayanan medis fungsinya sangat dominan di rumah sakit, artinya fungsi tersebut harus selalu sejalan dengan perubahan sosial ekonomi, perubahan pola penyakit, perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran. Kualitas pelayanan medis yang dimaksud adalah pelayanan medis baik pasien rawat jalan maupun rawat inap, karena kualitasnya dapat diukur dengan data yang tercatat di dalam rekam medis. Rekam medis yang lengkap dan akurat dapat digunakan sebagai referensi pelayanan kesehatan dasar hukum (mediko legal), menunjang informasi untuk peningkatan kualitas pelayanan medis, riset medis dan dijadikan dasar menilai kinerja rumah sakit. (Gitawati, dkk, 2000)

  Dalam Undang-Undang Praktik Kedokteran (2004), berkas rekam medis menjadi milik dokter, atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam medis dan lampiran dokumen menjadi milik pasien. Dapat disimpulkan pasien berhak menggunakan isi rekam medisnya untuk kepentingan dirinya. Namun di sisi lain karena layanan ini berkaitan dengan rahasia rekam medis sebelum digunakan setidaknya harus dilakukan diskusi pendahuluan dengan pihak medis (IDI) sebagai pihak yang akan menggunakan informasi tersebut di lapangan.

  Menurut Konsil Kedokteran Indonesia (KKI, 2006) permasalahan dan kendala utama pada pelaksanaan rekam medis adalah dokter dan dokter gigi tidak menyadari sepenuhnya manfaat dan kegunaan rekam medis, baik pada sarana pelayanan Menurut Konsil Kedokteran Indonesia (KKI, 2006) permasalahan dan kendala utama pada pelaksanaan rekam medis adalah dokter dan dokter gigi tidak menyadari sepenuhnya manfaat dan kegunaan rekam medis, baik pada sarana pelayanan

  Menurut Hanafiah dan Amir (1999) rekam medis yang tidak lengkap dapat menimbulkan permasalahan (tuntutan) dari pasien kepada dokter maupun rumah sakit. Disinilah akan terungkap aspek hukum rekam medis, bila catatan dan data terisi dengan lengkap, maka rekam medis akan menolong semua pihak yang terlibat. Sebaliknya bila catatan yang ada tidak lengkap, apalagi kosong pasti akan merugikan dokter dan rumah sakit. Penjelasan yang bagaimanapun baiknya tanpa bukti tertulis pasti sulit dipercaya.

  Hal ini didukung oleh forum puskesmas yang menyatakan penyelenggaraan rekam medis sebagai sumber informasi untuk keperluan manajemen Puskesmas seringkali mengalami masalah. Hal ini disebabkan oleh kinerja sistem informasi yang belum baik dalam hal kelengkapan data, aksebilitas data dan pengolahan data rekam medis ( http:kmpk.forum-puskesmas.or.id )

  Pedoman atau petunjuk teknis pengelolaan rekam medis pada suatu rumah sakit pada dasarnya mengatur proses kegiatan yang dimulai pada saat diterimanya pasien di tempat penerimaan pasien, pencatatan data medis pasien selama pasien tersebut mendapatkan pelayanan medis, sampai pada penanganan berkas rekam medis pasien yang meliputi kegiatan penyimpanan serta pengeluaran berkas dari tempat penyimpanan untuk melayani permintaanpeminjaman bila pasien berobat ulang atau keperluan lain.

  Berdasarkan pemeriksaan hasil kinerja pada Rumkital dr.Mintoharjo dr.Ramelan di Surabaya dan Jakarta oleh Badan Pemeriksa Keuangan, RI tahun anggaran 20032004 ditemukan bahwa sistem pengendalian intern masih belum memadai dan berpotensi menghambat pencapaian kinerja pelayanan kesehatan, salah satu di antaranya adalah belum adanya komite yang bertugas menganalisa keakuratan dan kebenaran isi rekam medis ( http:www.bpk.go.id ).

  Menurut penelitian Dewi (2006), pengisian berkas rekam medis di RSUD Kabupaten Buleleng belum sepenuhnya sesuai dengan pedoman petunjuk teknis. Dari hasil penelitian diketahui bahwa jumlah lembar rekam medis yang tidak lengkap 50,2, kurang lengkap 25,4, lengkap 24,3. Faktor yang paling dominan pengaruhnya terhadap kinerja petugas dalam pengisian berkas rekam medis rawat inap adalah pemahaman hukum dan pengawasan.

  Menurut Chandrawila (2001) beberapa kelemahan rekam medis adalah sering tidak adanya beberapa data yang bersifat sosial-ekonomi pasien, tidak berisi penatalaksanaan pelengkap seperti penjelasan dokter dan perawat, tidak memuat kunjungan kontrol pasca perawatan inap. Dampak ketidaklengkapan pengisian rekam medis rumah sakit terkait dengan masalah hukum apabila melakukan kelalaiankesalahan yang menimbulkan kerugian bagi pasien. Pasien dapat menggugat tanggungjawab dokter yang membuat kesalahankelalaian sesuai hukum kedokteran (medical liability).

  Tujuan pengelolaan rekam medis di rumah sakit adalah untuk menunjang Tujuan pengelolaan rekam medis di rumah sakit adalah untuk menunjang

  Pengelolaan rekam medis sebagai kegiatan di rumah sakit terkait dengan motivasi petugas dalam melaksanakannya, karena kegiatan individu bukan suatu kegiatan yang berdiri sendiri tetapi selalu ada yang mendorongnya dan selalu ada yang ditujunya atau dengan perkataan lain kegiatan individu selalu mempunyai motif dan tujuan. Motivasi merupakan masalah kompleks dalam organisasi, karena kebutuhan dan keinginan setiap anggota organisasi berbeda satu dengan yang lainnya. Hal ini berbeda karena setiap anggota suatu organisasi adalah unik secara biologis maupun psikologis, dan berkembang atas dasar proses belajar yang berbeda pula (Suprihanto, 2003)

  Fenomena rendahnya motivasi tenaga dokter di rumah sakit dalam pengisian berkas rekam medis menjadi latar belakang penelitian Hariyanti (2004) di Rumah Sakit Islam Aisyiyah Malang. Kesimpulan penelitian tersebut sebagai upaya pemecahan masalah untuk meningkatkan kelengkapan dokumen rekam medis adalah (a) meningkatkan motivasi dokter dengan cara evaluasi kelengkapan dokumen rekam Fenomena rendahnya motivasi tenaga dokter di rumah sakit dalam pengisian berkas rekam medis menjadi latar belakang penelitian Hariyanti (2004) di Rumah Sakit Islam Aisyiyah Malang. Kesimpulan penelitian tersebut sebagai upaya pemecahan masalah untuk meningkatkan kelengkapan dokumen rekam medis adalah (a) meningkatkan motivasi dokter dengan cara evaluasi kelengkapan dokumen rekam

  Menurut penelitian Iswandari (2006), perusahaan yang memberikan kenaikan gaji sebagai hasil penghargaan (reward) berbentuk remunerasi berbasis kompetensi dapat meningkatkan fleksibilitas gugus kerja, kepuasan kerja, efektivitas kerja tim, memajukan pertumbuhan dan pengembangan tenaga kerja, mendorong pemanfaatan yang lebih baik dari teknologi kerja, serta meningkatkan output kerja.

  Menurut Answari (2000), secara filosofis besarnya motivasi yang dimiliki seseorang kemudian menghantarkan orang tersebut melakukan sesuatu yang baik dan benar. Dengan kata lain, upaya untuk mencapai prestasi yang gemilang telah memotivasi seseorang untuk melakukan sesuatu yang baik dan benar. Sehingga berbagai pola dan desain yang secara khusus dirancang untuk memberikan motivasi kerja dalam sebuah organisasi, sepenuhnya dilandaskan pada upaya sungguh-sunguh untuk menghargai manusia dalam organisasi yang lazim kita sebut sebagai karyawan atau pegawai.

  Penelitian yang dilakukan Dewi (2006) yang merekomendasikan salah satu upaya dalam rangka meningkatan kinerja petugas dalam rangka melengkapi pengisian Penelitian yang dilakukan Dewi (2006) yang merekomendasikan salah satu upaya dalam rangka meningkatan kinerja petugas dalam rangka melengkapi pengisian

  Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan penulis terhadap kartu rekam medis di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sidikalang dengan mengambil secara acak 100 berkas rekam medis, terlihat bahwa persentase ketidaklengkapan pengisian data rekam medis cukup besar yaitu sebesar 65. Ketidaklengkapan pengisian berkas rekam medis tersebut sebagian besar pada catatan yang seharusnya diisi oleh dokter yang melakukan tindakan medis.

  Dari gambaran di atas terlihat bahwa tenaga dokter sebenarnya mengetahui dan memahami tugasnya untuk mengisi berkas rekam medis tentang seluruh tindakan medis yang dilakukan terhadap pasien. Dengan demikian hal yang seharusnya dapat memotivasi dokter untuk mengisi rekam medis adalah reward yang dapat meningkatkan kienrja dokter secara keseluruhan termasuk memotivasi pengisian rekam medis.

  Namun reward yang diberlakukan di rumah sakit belum mampu memotivasi dokter untuk mengisi kelengkapan berkas rekam medis.

  Menurut Sule dan Saefullah (2005) reward atau kompensasi yang diberikan organisasi kepada individu adalah : upah, kepastian dan keamanan kerja, benefit, peluang karir, status dan peluang promosi.

  Upah adalah hak yang diterima dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pemberi kerja kepada penerima yang ditetapkan dibayarkan menurut Upah adalah hak yang diterima dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pemberi kerja kepada penerima yang ditetapkan dibayarkan menurut

  Berkaitan dengan alasan tersebut maka perlu dikaji hubungan reward dengan motivasi dokter dalam pengisian kelengkapan rekam medis di RSUD Sidikalang. Analisis tentang reward dalam penelitian ini difokuskan kepada aspek-aspek rewards yang disebutkan Sule dan Saefullah (2005).

1.2. Permasalahan

  Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang yang memberikan pelayanan jasa dalam bidang pelayanan kesehatan membutuhkan rekam medis yang lengkap sebagai upaya meningkatkan kinerja dan citra rumah sakit. Dalam melaksanakan pelayanannya, dokter diwajibkan untuk mengisi seluruh tindakan medis yang dilakukan pada berkas rekam medis. Namun ternyata persentase ketidaklengkapan Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang yang memberikan pelayanan jasa dalam bidang pelayanan kesehatan membutuhkan rekam medis yang lengkap sebagai upaya meningkatkan kinerja dan citra rumah sakit. Dalam melaksanakan pelayanannya, dokter diwajibkan untuk mengisi seluruh tindakan medis yang dilakukan pada berkas rekam medis. Namun ternyata persentase ketidaklengkapan

1.6. Tujuan Penelitian

  Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan penghargaan (reward) meliputi (upah, kepastian dan keamanan kerja, benefit, peluang karier, status, peluang promosi) dengan motivasi dokter dalam pengisian rekam medis di RSUD Sidikalang tahun 2008.

1.7. Hipotesis Penelitian

  a. Ada hubungan upah dengan motivasi dokter dalam pengisian rekam medis di RSUD Sidikalang tahun 2008.

  b. Ada hubungan kepastian dan keamanan kerja dengan motivasi dokter dalam pengisian rekam medis di RSUD Sidikalang tahun 2008.

  c. Ada hubungan benefit dengan motivasi dokter dalam pengisian rekam medis di RSUD Sidikalang tahun 2008.

  d. Ada hubungan peluang karier dengan motivasi dokter dalam pengisian rekam medis di RSUD Sidikalang tahun 2008.

  e. Ada hubungan status dengan motivasi dokter dalam pengisian rekam medis di RSUD Sidikalang tahun 2008.

  f. Ada hubungan peluang promosi dengan motivasi dokter dalam pengisian

1.5. Manfaat Penelitian

  a. Pemerintah Sebagai masukan bagi Pemerintah Kabupaten Dairi dalam menentukan kebijakan peningkatan kinerja Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang.

  b. Pimpinan Rumah sakit Sebagai acuan untuk mengembangkan program peningkatan kelengkapan pengisian rekam medis rumah sakit.

  c. Penelitian lain Rekomendasi untuk penelitian lain untuk mengkaji variabel lain diluar model penelitian ini, sehingga dapat dirumuskan berbagai konsep baru dalam meningkatkan kinerja rumah sakit.

  d. Peneliti Sebagai pengembangan wawasan keilmuan dan wacana untuk pengembangan penulisan tentang rekam medis rumah sakit.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Profesi Kedokteran

  Pengertian dokter sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Praktik Kedokteran adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dan dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun diluar negeri yang diakui Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang–undangan.

  Menurut Iswandari (2006), strategi WHO yang dikenal dengan sebutan Five Stars Doctor dimana setiap dokter diharapkan dapat berperan:

  a. Sebagai health care provider yang bermutu, berkesinambungan dan komprehensif dengan mempertimbangkan keunikan individu, berdasarkan kepercayaan dalam jangka panjang,

  b. Sebagai decision maker yang mampu memilih teknologi yang tepat dengan pertimbangan etika dan biaya,

  c. Sebagai communicator, yang mampu mempromosikan gaya hidup sehat melalui komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) serta memberdayakan masyarakat untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal,

  d. Sebagai community leader, yang mampu memperoleh kepercayaan, membangun kesepakatan tentang kesehatan serta berinisiatif meningkatkan kesehatan bersama, d. Sebagai community leader, yang mampu memperoleh kepercayaan, membangun kesepakatan tentang kesehatan serta berinisiatif meningkatkan kesehatan bersama,

  Hak dan kewajiban yang timbul dalam hubungan pasien dengan dokter meliputi 1) penyampaian informasi dan 2) penentuan tindakan. Pasien wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan keluhannya dan berhak menerima informasi yang cukup dari dokter (right to information) serta berhak mengambil keputusan untuk dirinya sendiri (right to self determination). Di sisi lain dokter berhak mendapatkan informasi yang cukup dari pasien dan wajib memberikan informasi yang cukup pula sehubungan dengan kondisi serta akibat yang akan terjadi. Selanjutnya dokter berhak mengusulkan yang terbaik sesuai kemampuan dan penilaian profesionalnya (ability and judgement) dan berhak menolak bila permintaan pasien dirasa tidak sesuai dengan norma, etika serta kemampuan profesionalnya. Selain itu, dokter wajib melakukan pencatatan (rekam medik) dengan baik dan benar (Iswandari, 2006).

  Menurut Budiarso (2007), pada beberapa dekade tahun yang lalu hubungan antara rumah sakit selaku produsen jasa layanan kesehatan dan penderita selaku konsumen belum harmonis. Pada waktu memerlukan layanan kesehatan pada sebuah rumah sakit, seorang pasien hanya mempunyai hak untuk menentukan ke rumah sakit mana pasien tersebut akan pergi. Setelah itu pasien harus menurut tentang semua hal kepada dokter dan rumah sakit tempat pasien dirawat, pemeriksaan dan pengobatan apa saja yang harus dijalaninya tanpa didengar pendapatnya. Namun saat ini sudah Menurut Budiarso (2007), pada beberapa dekade tahun yang lalu hubungan antara rumah sakit selaku produsen jasa layanan kesehatan dan penderita selaku konsumen belum harmonis. Pada waktu memerlukan layanan kesehatan pada sebuah rumah sakit, seorang pasien hanya mempunyai hak untuk menentukan ke rumah sakit mana pasien tersebut akan pergi. Setelah itu pasien harus menurut tentang semua hal kepada dokter dan rumah sakit tempat pasien dirawat, pemeriksaan dan pengobatan apa saja yang harus dijalaninya tanpa didengar pendapatnya. Namun saat ini sudah

  Saat ini dinas kesehatan memang memiliki fungsi pengawasan. Akan tetapi, fungsi pengawasan ini belum dilaksanakan secara maksimal. Data menunjukkan dari 5.000 dokter yang memiliki izin praktek dari dinas kesehatan, hanya enam sampai tujuh dokter yang izinnya dicabut. Itu juga karena pindah kota. Jadi, bukan karena dokter tersebut terbukti melakukan malpraktek atau kelalaian (Kompas, 2003).

  Moeloek (2006) dari Ikatan Dokter Indonesia menyatakan, tuntutan malpraktek harus dilihat kasus per kasus. Tidak bisa digeneralisasi secara keseluruhan seperti apa yang menjadi malpraktek dan mana yang bukan. Oleh sebab itu masalah malpraktek ini harus dilihat dari etika kedokteran, yang terkait dengan kemurnian niat, kerendahan hati, kesungguhan kerja, integritas ilmu, integritas sosial, kesejawatan, dan ketuhanan. Mengacu pada etika ini, tidak mungkin seorang dokter bermaksud jahat terhadap pasien. Batasan tegas seorang tenaga medis melakukan malpraktek adalah jika tindakan tenaga medis tersebut sudah melanggar standar prosedur. Masalahnya, saat ini setiap rumah sakit memiliki standar of procedure Moeloek (2006) dari Ikatan Dokter Indonesia menyatakan, tuntutan malpraktek harus dilihat kasus per kasus. Tidak bisa digeneralisasi secara keseluruhan seperti apa yang menjadi malpraktek dan mana yang bukan. Oleh sebab itu masalah malpraktek ini harus dilihat dari etika kedokteran, yang terkait dengan kemurnian niat, kerendahan hati, kesungguhan kerja, integritas ilmu, integritas sosial, kesejawatan, dan ketuhanan. Mengacu pada etika ini, tidak mungkin seorang dokter bermaksud jahat terhadap pasien. Batasan tegas seorang tenaga medis melakukan malpraktek adalah jika tindakan tenaga medis tersebut sudah melanggar standar prosedur. Masalahnya, saat ini setiap rumah sakit memiliki standar of procedure

2.2. Peran Dokter dalam Pengisian Rekam Medis

  Rekam medis merupakan salah satu unsur dalam “trilogi rahasia medis”. Data yang terdapat pada berkas rekam medis bersifat rahasia (confendential). Karena hubungan dokter dengan pasien bersifat pribadi dan khusus, maka segala sesuatu yang dipercayakan pasien kepada dokternya harus dilindungi terhadap pengungkapan lebih lanjut (Guwandi, 2005).

  Dalam pelayanan kedokteran yang dilakukan di rumah sakit maupun praktek pribadi, peranan pencatatan rekam medis sangat penting dan sangat melekat dengan kegiatan pelayanan. Sehingga ada ungkapan bahwa rekam medis adalah orang ketiga pada saat dokter menerima pasien (Hanafiah dan Amir, 1999).

  Peranan dokter dalam pengisian rekam medis lebih banyak dalam proses perekaman kegiatan medis, dimana dokter merupakan penanggung jawab pengisian rekam medis. Pengisian rekam medis sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta formulir rekam medis yang tersedia (Basbeth, 2005).

  Formulir yang digunakan biasanya dalam bentuk kartu pemeriksaan pasien, dimana informasi mengenai identitas pasien, anamnese, diagnosis dan tindakan yang dilakukan terhadap pasien, terapi dicatat didalam kartu tersebut. Untuk rawat jalan perlu dibuat lembaran ringkasan poliklinik yang lazim disebut identitas dan ringkasan Formulir yang digunakan biasanya dalam bentuk kartu pemeriksaan pasien, dimana informasi mengenai identitas pasien, anamnese, diagnosis dan tindakan yang dilakukan terhadap pasien, terapi dicatat didalam kartu tersebut. Untuk rawat jalan perlu dibuat lembaran ringkasan poliklinik yang lazim disebut identitas dan ringkasan

  Formulir rekam medis harus sesuai dengan yang ada di dalam rumah sakit atau pelayanan kesehatan. Hal ini sesuai dengan bunyi dari Permenkes No. 749.a Tahun 1989 tentang Rekam MedisMedical Record, pasal I butir a : rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain kepada pasien pada sarana pelayanan kesehatan. Dari bunyi pasal tersebut diatas jelas bahwa yang dimaksud adalah formulir-formulir dari berkas rekam medis pasien baik itu pasien rawat jalan atau pasien rawat inap.

  Kegunaan rekam medis dapat dilihat dari beberapa aspek: aspek administrasi (administrasi value), aspek medis (medical value), aspek hukum, aspek keuangan (financial or fiscal value), aspek penelitian (reseach value), aspek pendidikan (education value), aspek dokumentasi (documentary value).

  Isi rekam medis meliputi: identitas dan formulir perizinan (lembar hak kuasa), riwayat penyakit, laporan pemeriksaan fisik, instruksi diagnostik dan terapetik, adanya catatan observasi, laporan tindakan dan penemuan ,resume pasien(ringkasan riwayat pulang).

  Pelaksanaan rekam medis berdasarkan sumber hukum : Peraturan Pemerintah No.10 1966 Tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran, Pasal 322 KUHP, Pasal 365 dan 1367 KUH Perdata, Permenkes No.749aMENKESPERXII1989 Tentang Rekam MedisMedical Records. Pasal 10 ayat 1 disebutkan berkas rekam medis adalah milik sarana pelayanan kesehatan sedangkan isinya milik pasien, selanjutnya Pelaksanaan rekam medis berdasarkan sumber hukum : Peraturan Pemerintah No.10 1966 Tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran, Pasal 322 KUHP, Pasal 365 dan 1367 KUH Perdata, Permenkes No.749aMENKESPERXII1989 Tentang Rekam MedisMedical Records. Pasal 10 ayat 1 disebutkan berkas rekam medis adalah milik sarana pelayanan kesehatan sedangkan isinya milik pasien, selanjutnya

  Rekam medis adalah sarana yang mengandung informasi tentang penyakit dan pengobatan pasien yang ditujukan untuk menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Rekam medis adalah milik institusi kesehatan yang membuatnya dan disimpan oleh institusi pelayanan kesehatan tersebut. Di samping hak seseorang untuk memperoleh kesehatan yang diakui, pasien juga memiliki hak atas kerahasiaan dan kepercayaan, oleh karena itu sebaiknya rekam medis dijaga kerahasiaannya serta dapat digunakan sebagai alat bukti hukum apabila terdapat penyimpangan dalam pelayanan kesehatan.

  Menurut Hanafiah dan Amir (1999), akhir-akhir ini keluhan masyarakat terhadap para dokter makin sering terdengar, antara lain mengenai kurangnya waktu dokter yang disediakan untuk pasiennya, kurang lancarnya komunikasi, kurangnya informasi yang diberikan dokter kepada pasienkeluarganya, tingginya biaya pengobatan dan sebagainya. Hal ini disebabkan meningkatnya taraf pendidikan dan kesadaran hukum masyarakat, dimana masyarakat lebih menyadari akan haknya seiring dengan munculnya kepermukaan masalah-masalah hak asasi manusia diseluruh dunia. Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) sekarang ini hanya berisikan kewajiban-kewajian dokter dan belum memuat hak dokter, demikian juga belum memuat semua hak dan kewajiban pasien.

  Banyaknya kasus kelalaian dan malpraktik menandakan bahwa perlindungan konsumen kesehatan di Indonesia kurang baik. Padahal, UU No 81999 tentang Perlindungan Konsumen telah mengatur hak-hak konsumen dan sanksi yang ditetapkan kepada badan usaha yang merugikan konsumen. Namun, sering kali dokter tidak dianggap sebagai badan usaha, sehingga tidak terkena aturan tersebut. Selain itu, tindakan kelalaian dan malpraktik sering kali sulit dibuktikan, karena pasien tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang penyakit dan tindakan medis yang dilakukan dokter terhadapnya.

  Menurut Guwandi (2005) bahwa pokok yang terpenting dari suatu rekam medis adalah bisa merupakan suatu dokumen yang bersifat legal. Dengan demikian maka rekam medis ini menjadi sesuatu yang esensial pada pembelaan tuntutan malpraktek medis. Hal ini menjadi bertambah penting karena tuntutan demikian banyak terjadi setelah 2 sampai 5 tahun kemudian. Dengan akibat bahwa rekam medis rumah sakit seringkali merupakan hanya satu-satunya catatan yang dapat memberikan informasi mendetail tentang apa yang sudah terjadi dan dilakukan selama pasien itu dirawat di rumah sakit. Orang-orang yang telah ikut dalam pemberian perawatan tersebut kemungkinan juga tidak bisa dihadirkan lagi sebagai saksi untuk pembelaan tertuduh.

  Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) lahir untuk memperoleh perlindungan atas kerugian yang diderita atas transaksi suatu barang dan jasa. UUPK menjamin adanya kepastian hukum bagi konsumen. Tujuan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) lahir untuk memperoleh perlindungan atas kerugian yang diderita atas transaksi suatu barang dan jasa. UUPK menjamin adanya kepastian hukum bagi konsumen. Tujuan

  b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang danatau jasa,

  c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen,

  d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi,

  e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha.

  Menurut Depkes.RI (1997) tanggung jawab utama akan kelengkapan rekam medis terletak pada dokter yang merawat. Tanpa memperdulikan ada tidaknya bantuan yang diberikan kepadanya dalam melengkapi rekam medis oleh staf lain rumah sakit dia mengemban tanggung jawab terakhir akan kelengkapan dan kebenaran isi rekam medis. Disamping itu untuk mencatat beberapa keterangan medik seperti riwayat penyakit, pemeriksaan penyakit, pemeriksaan fisik dan ringkasan keluar (resume).

  Dalam pedoman pengelolaan rekam medis rumah sakit di Indonesia (1997) disebutkan bahwa rumah sakit sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan yang melakukan pelayanan rawat jalan maupun rawat inap wajib membuatmengisi rekam Dalam pedoman pengelolaan rekam medis rumah sakit di Indonesia (1997) disebutkan bahwa rumah sakit sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan yang melakukan pelayanan rawat jalan maupun rawat inap wajib membuatmengisi rekam

  a. Dokter umum, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter gigi spesialis yang melayani pasien di rumah sakit

  b. Dokter tamu yang merawat pasien rumah sakit

  c. Residen yang sedang melaksanakan kepaniteraan klinik

  d. Tenaga para medis keperawatan dan tenaga para medis non keperawatan yang langsung terlihat di dalam antara lain: perawat, perawat gigi, bidan, tenaga laboratorium klinik, gizi, anestesi, penata rontgen, rehabilitasi medis dan lain sebagainya.

  e. Dalam hal dokter luar negeri melakukan alih teknologi kedokteran yang berupa tindakankonsultasi kepada pasien yang membuat rekam medis adalah dokter yang ditunjuk oleh direktur rumah sakit.

2.3. Reward

  Menurut Sule dan Saefullah (2005) pengertian reward adalah semua hal yang disediakan organisasi untuk memenuhi satu atau lebih kebutuhan individual.

  Ada 2 (dua) jenis reward yaitu :

  a. Extrinsic reward, yang memuaskan kebutuhan dasar (basic needs) untuk survival dan security, dan juga kebutuhan kebutuhan sosial dan pengakuan. Pemuasan ini diperoleh dari faktor-faktor yang ada di sekeliling para karyawan di sekitar a. Extrinsic reward, yang memuaskan kebutuhan dasar (basic needs) untuk survival dan security, dan juga kebutuhan kebutuhan sosial dan pengakuan. Pemuasan ini diperoleh dari faktor-faktor yang ada di sekeliling para karyawan di sekitar

  b. Intrinsic reward, yang memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi tingkatannya (higher level needs), misalnya untuk kebanggaan (self esteem), penghargaan (achievement), serta pertumbuhan dan perkembangan (growth and development) yang dapat diperoleh (merupakan derivasi) dari faktor-faktor yang melekat (inheren) dalam pekerjaan karyawan itu, seperti : tantangan karyawan atau interest suatu pekerjaan yang diberikan, tingkatan keragamanvariasi dalam pekerjaan, adanya umpan balik, dan otoritas pengambilan keputusan dalam pekerjaan serta signifikansi makna pekerjaan bagi nilai-nilai organisasional.

  Sebelum sistem kompensasi dijalankan maka lebih dahulu ketetapan strategi reward dijalankan, dimana merupakan rencana untuk penggabungan dua jenis reward (ekstrinsik dan intrinsik) oleh organisasi kepada anggotanya dengan maksud untuk membuat organisasi tersebut lebih maju. Strategi reward dapat pula dipahami sebagai blue print dalam membuat reward yang akan ditetapkan (Sule dan Saefullah, 2005).

  Sedangkan strategi kompensasi adalah bagian dari strategi reward yang merupakan rencana dalam melaksanakan sistem kompensasi, dimana dalam pelaksanaannya memiliki 2 aspek kunci yaitu :

  a. Aspek pertama yaitu gabungan dari komponen-komponen kompensasi perusahaan.

  b. Aspek kedua yaitu jumlah keseluruhan kompensasi yang disediakan untuk individu atau kelompok.

  Pilihan optimal kedua aspek ini sepenuhnya tergantung pada konteks organisasi serta strategi reward khususnya. Sementara itu dalam perkembangannya sistem kompensasi sendiri mempunyai 3 komponen pokok, yaitu :

  a. Upah dasar (based-pay), merupakan komponen upah dasar (fondasi) bagi kebanyakan karyawan. Pada umumnya berdasarkan hitungan waktu, seperti jam, hari, minggu, bulan atau per tahun.

  b. Upah berdasar kinerja (performance related-pay), berkaitan dengan monetary rewards. Basis atau ukuran yang digunakan dalam upah didasarkan pada ukuran kinerja individu, kelompok atau organisasi.

  c. Upah tidak langsung (indirect pay) dikenal sebagai employee benefit atau keuntungan bagi karyawan. Jenis upah tidak langsung terdiri dari barang-barang jasa non-cash item atau services yang secara langsung memuaskan sejumlah kebutuhan spesifik karyawan, seperti jaminan keamanan pendapatan (income security) termasuk asuransi jiwa, perlindungan kesehatan (health protection) termasuk medical dental plan, dan pensiun (retirement income).

2.4. Motivasi

  Gitosudarmo dan Sudita (2000), mendefinisikan motivasi sebagai faktor- faktor yang ada dalam diri seseorang yang menggerakkan, mengarahkan perilakunya untuk memenuhi tujuan tertentu. Proses timbulnya motivasi merupakan gabungan dari konsep kebutuhan, dorongan, tujuan dan imbalan.

  Menurut Gibson, dkk (1996), teori motivasi terbagi kedalam dua kategori yaitu teori kepuasan dan teori proses. Teori kepuasan memfokuskan pada faktor- faktor dalam diri seseorang yang mendorong, mengarahkan, mempertahankan, dan menghentikan perilaku. Sedangkan teori proses menerangkan dan menganalisa bagaimana perilaku di dorong, dipertahankan, dan dihentikan.

  2.4.1. Pengertian Motivasi

  Menurut Ishak Hendri, (2003), motivasi seseorang bekerja tergantung pada

  reward yang diterimanya dan punishment yang akan dialaminya nanti. Teori ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

  M=f(RC)

  M = Motivasi R = Reward (penghargaan) - primersekunder

  C = Consequens (Akibat) - positifnegative Menurut Gomes (1999), dalam hubungan dengan masalah motivasi ada beberapa istilah yang mempunyai pengertian sama atau hampir bersamaan yaitu ; Drives, Motive, Needs.

  a. Drives, terutama digunakan untuk dorongan yang berhubungan dengan dorongan dasar atau kebutuhan dasar seperti, makan, minum, perlindungan, sex dan lain- lain.

  b. Needs, dipergunakan dalam pengertian bila pada individu ada suatu kekurangan.

  c. Motive, dipergunakan untuk dorongan selain drives dan needs. Dalam uraian berikut pengertian yang sama, motive atau drives merupakan satu kesatuan tenaga (Complex State) dalam diri individu yang mendorong individu tersebut untuk melakukan kegiatan mencapai sesuatu tujuan (goal atau incentive). Goal dan incentive juga dituju oleh perbuatan yang bermotif. Goal lebih luas dari pada incentive, sebab incentive lebih terbatas kepada tujuan yang merupakan objek. Norma-norma sosial, spiritual dan sebagainya lebih merupakan goal.

  2.4.2. Pengelompokan Motif

  Menurut Reksohadiprojo (2000) pengertian motivasi dibedakan menjadi motivasi internal dan motivasi eksternal sebagai berikut :

  a. Motivasi Internal Kebutuhan dan keinginan yang ada dalam diri seseorang akan menimbulkan

  motivasi internalnya. Kekuatan ini akan mempengaruhi pikirannya, yang selanjutnya akan mengarahkan perilaku orang tersebut.

  b. Motivasi Eksternal Teori motivasi eksternal tidak mengabaikan teori motivasi internal, tetapi justru mengembangkannya. Teori motivasi eksternal menjelaskan kekuatan – kekuatan yang ada didalam individu yang dipengaruhi faktor eksternal yang dikendalikan oleh manager, yaitu meliputi suasana kerja dan hubungan kerja.

  Menurut Gibson, dkk (1996) keseluruhan kesatuan tenaga (Complex State) yang mendorong individu melakukan kegiatan pada umumnya dapat dikelompokkan Menurut Gibson, dkk (1996) keseluruhan kesatuan tenaga (Complex State) yang mendorong individu melakukan kegiatan pada umumnya dapat dikelompokkan

  a) Motif dasar untuk makan, minum, bernafas.

  b) Motif dasar untuk perlindungan dirirasa aman.

  c) Motif dasar untuk beristirahat dan bergerak.

  d) Motif dasar untuk mengembangkan keturunan.

  b. Motif Sosial (Social Motives) Manusia adalah makhluk sosial, dalam kehidupannya ia selalu berada bersama orang lain. Selain dari itu juga manusia adalah makhluk berakal. Karena kedua aspek ini maka manusia mempunyai kemungkinan untuk dapat belajar dari orang lain. Dengan jalan belajar, kehidupan manusia mempunyai kemungkinan lebih jauh sesuai dengan faktor-faktor yang dimungkinkan oleh lingkungan. Demikian pula halnya dengan masalah motif, karena manusia dapat belajar dengan orang lain maka motif manusia tidak hanya menetap pada tingkat motif dasar tetapi berkembang menjadi motif sosial.

  2.4.3. Usaha-Usaha Membangkitkan Motif

  Menurut Gibson, dkk (1996), agar sesuatu usaha memberikan hasil yang efektif maka diperlukan adanya motif yang kuat. Beberapa usaha untuk Menurut Gibson, dkk (1996), agar sesuatu usaha memberikan hasil yang efektif maka diperlukan adanya motif yang kuat. Beberapa usaha untuk

  b. Pace Maker Goal atau tujuan dari sesuatu perbuatan bermotif sering kali sangat jauh. Untuk mencapai tujuan yang jauh itu seringkali individu merasa malas atau kurang motivasi. Maka untuk membangkitkan motivasi, tujuan yang jauh tersebut perlu didekatkan dengan memperincinya menjadi tujuan sementara yang dekat. Tujuan- tujuan sementara ini merupakan "Pace Maker".

  c. Tujuan yang Jelas Motif mendorong individu untuk mencapai tujuan. Makin jelas suatu tujuan makin besar motifnya.

  d. Minat yang Besar Motif akan timbul bila individu mempunyai minat yang besar. Makin besar minat makin kuat motif untuk mencapai tujuan.

  e. Kesempatan Untuk Sukses Sukses dapat menimbulkan rasa puas, rasa senang dan kepercayaan kepada diri sendiri. Kegagalan dapat memberikan efek sebaliknya. Maka agar motif seseorang besar maka ia harus diberi kesempatan untuk sukses atau mengetahui sukses yang diperolehnya.

  2.4.4. Motivasi Merupakan Pemuasan Pola Perilaku

  Menurut Herzberg dalam Siagian (2002), bahwa dalam lingkungan kerja (organisasi) terdapat dua faktor yang memegang peranan penting dalam hal motivasi yakni:

  a. Motivasi kebutuhan yang menimbulkan kepuasan.

  b. Faktor pemeliharaan kebutuhan yang menimbulkan ketidak puasan.

  Pada dasarnya seseorang itu dalam pekerjaannya menyangkut suatu pembaharuan yang dirasakan harus dipenuhinya, yang mencakup faktor motivasi kebutuhan ialah ; jenis pekerjaan, prestasi yang akan dicapai, pengakuan prestasi, tanggung jawab dan kesempatan untuk berkembang. Bila seseorang itu tidak mencapai (memperoleh) berbagai faktor ini (tidak puas) ia cenderung mengeluh tentang faktor pemeliharaan kebutuhan yang meliputi kondisi kerja, kebijaksanaan pimpinan, tidak cukup pengawasan, pengajaran dan lain-lain.

  Bila faktor pemeliharaan dapat dirubah pengelola, selama faktor motivasi kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, seseorang itu tidak akan puas. Oleh sebab itu seseorang yang memperoleh prestasi, perkembangan pribadi yang cukup baik, pengakuan dan perasaan kepuasan dalam prestasi, tidak akan mengeluh tentang lingkungan kerja, bahkan mempunyai toleransi terhadap kondisi kerja yang kurang (Siagian, 2002).

  2.4.5. Prinsip-Prinsip dalam Motivasi Kerja Pegawai

  Menurut Mangkunegara (2002) terdapat beberapa prinsip dalam memotivasi kerja pegawai, yaitu:

  a. Prinsip Partisipatif, dalam upaya memotivasi kerja, pegawai perlu diberikan kesempatan ikut berpartisipasi dalam menentukan tujuan yang akan dicapai oleh pimpinan.

  b. Prinsip Komunikasi, pimpinan mengkomunikasikan segala sesuatu yang berhubungan dengan usaha pencapaian tugas, dengan informasi yang jelas, pegawai akan lebih mudah dimotivasi kerjanya.

  c. Prinsip mengakui andil bawahan, pimpinan mengakui bahwa bawahan (pegawai) mempunyai andil di dalam usaha pencapaian tujuan. Dengan pengakuan tersebut, pegawai akan lebih mudah dimotivasi kerjanya.

  d. Prinsip pendelegasian wewenang, pemimpin akan memberikan otoritas atau wewenang kepada pegawai bawahan untuk sewaktu-waktu dapat mengambil keputusan terhadap pekeriaan yang dilakukannya, akan membuat pegawai yang bersangkutan menjadi termotivasi untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh pimpinan.

  e. Prinsip memberi perhatian, pimpinan memberikan perhatian terhadap apa yang diinginkan pegawai bawahannya, dan bawahannya akan termotivasi bekerja sesuai dengan harapan pimpinan.

2.5. Landasan Teori

  Praktek profesi seorang dokter harus memiliki standar pelayanan medis yang dikeluarkan oleh profesi. Standar pelayanan medis dianggap sebagai prosedur yang harus diikuti dokter sebagai bagian sehari-hari dari pelayanan kesehatan yang dilakukan. Sebagai standar yang selalu berkembang sesuai dengan perkembangan teknologi, standar pelayanan medis bisa diubah dan berkembang dengan situasi dan kondisi. Standar Pelayanan Medis (SPM) sangat diperlukan oleh Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) maupun dokter dalam memberikan pelayanan yang bermutu, dan memberikan kepastian bagi pasien dalam menerima pelayanan yang diberikan oleh PPKdokter. Penerapan SPM sangat perlu dilaksanakan oleh dokter yang memberikan pelayanan ataupun PPK dan hanya dapat berjalan dengan baik bila dilandasi komitmen yang tinggi dari dokterPPK salah satu diantaranya adalah kelengkapan pengisian rekam medis. Kelengkapan dokumen rekam medis adalah salah satu indikator mutu pelayanan rumah sakit.

  Upaya meningkatkan kelengkapan berkas rekam medis rumah sakit adalah meningkatkan motivasi kerja petugas yang bertanggung jawab dalam pengisian rekam medis. Motivasi seseorang bekerja tergantung pada reward yang diterimanya dan punishment yang akan dialaminya nanti (Ishak Hendri, 2003).

  Variabel reward mampu meningkatkan motivasi untuk bekerja lebih baik ( www.bpkp.go.id ). Kaitan reward sebagai faktor pendorong peningkatan motivasi seseorang dapat terjadi pada saat ada keseimbangan antara aspek-aspek dalam job Variabel reward mampu meningkatkan motivasi untuk bekerja lebih baik ( www.bpkp.go.id ). Kaitan reward sebagai faktor pendorong peningkatan motivasi seseorang dapat terjadi pada saat ada keseimbangan antara aspek-aspek dalam job

2.6. Kerangka Konsep Penelitian