PENGARUH RETURN ON ASSETS ROA RETURN ON
PENGARUH RETURN ON ASSETS (ROA), RETURN ON EQUITY (ROE) DAN EARNING PER
SHARE (EPS) TERHADAP HARGA PASAR SAHAM
PADA PERUSAHAAN DI BURSA EFEK INDONESIA
(Studi Kasus pada PT. Bakrie Telecom, Tbk)
Oleh:
Linda Rahmawati1
Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Siliwangi
Jl. Siliwangi No.24 46115 Telp. (0265) 323537
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Bagaimana Return on Assets (ROA), Return on
Equity (ROE), Earning Per Share (EPS) dan pergerakan harga saham (2) Bagaimana pengaruh secara
parsial Return on Assets (ROA), Return on Equity (ROE) dan Earning Per Share (EPS) terhadap harga
pasar saham. Menurut konsep bila Return on Assets (ROA), Return on Equity (ROE) dan Earning Per
Share (EPS) pada laporan keuangan naik, hal ini menunjukkan kinerja keuangan yang baik yang akan
berdampak pada kenaikan harga pasar saham. Hal inilah yang mendasari penulis untuk menguji konsep
yang ada apakah Return on Assets (ROA), Return on Equity (ROE) dan Earning Per Share (EPS) benar
berpengaruh positif terhadap harga pasar saham dan berapa besar pengaruhnya tersebut bila diterapkan
berdasarkan kondisi yang tercermin pada PT Bakrie Telecom, Tbk. Data yang digunakan untuk variabel
X pada penelitian ini adalah data time series sedangkan data untuk variabel Y menggunakan rata-rata
tertimbang harga pasar saham 6 hari setelah publikasi laporan keuangan. Data diolah dengan
menggunakan SPSS versi 17. Untuk menganalisis pengaruh Return on Assets (ROA), Return on Equity
(ROE) dan Earning Per Share (EPS) secara parsial terhadap harga pasar saham dilakukan analisis
persamaan regresi linear berganda, uji asumsi klasik, uji koefisien determinasi dan uji t. Dari hasil analisis
data diketahui bahwa secara parsial Return on Equity (ROE) dan Earning Per Share (EPS) berpengaruh
signifikan terhadap harga pasar saham, sedangkan Return on Assets (ROA) tidak berpengaruh terhadap
harga pasar saham.
Kata kunci : Return on Assets (ROA), Return on Equity (ROE), Earning Per Share (EPS) dan Harga Pasar Saham
ABSTRACT
This study aims to determine: (1) How is Return on Assets (ROA), Return on Equity (ROE),
Earning Per Share (EPS) and stock price movements (2) How does a partial effect of Return on Assets
(ROA), Return on Equity (ROE) and Earnings Per Share (EPS) to the stock market prices. According to
the concept, if the Return on Assets (ROA), Return on Equity (ROE) and Earnings Per Share (EPS) in the
financial statements up, it indicates a good financial performance that will impact the increases of the
stock market prices. This is what underlies the authors to test the concept that there is Return on Assets
(ROA), Return on Equity (ROE) and Earnings Per Share (EPS) really has positive influence on the stock
market prices and how big the effect is when applied under conditions that reflected by PT Bakrie
Telecom, Tbk. The data used for the X variable in this study are time series data, while the data for the Y
variable using the weighted average of the stock market prices 6 days after the publication of financial
statements. The data were processed using SPSS version 17. To analyze the effect of Return on Assets
(ROA), Return on Equity (ROE) and Earnings Per Share (EPS) partially to the market stock price it
performed by using multiple linear regression analysis, the classical assumption test, the determination
coefficient test and t test. The results of this research indicate that partially the variable of Return on
Equity (ROE) and Earnings Per Share (EPS) significantly influence the stock market prices, while
partially the variable of Return on Assets (ROA) has no effect on the stock market prices.
Key Word
: Return on Assets (ROA), Return on Equity (ROE), Earning Per Share (EPS) and Stock Market
Prices.
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Baik buruknya perusahaan tercermin dari rasio-rasio keuangan yang secara rutin diterbitkan emiten.
Jika diasumsikan investor adalah seorang yang rasional, maka investor tersebut pasti akan sangat
memperhatikan aspek fundamental untuk menilai ekspektasi imbal hasil yang akan diperolehnya. Variasi
harga saham akan dipengaruhi oleh kinerja keuangan perusahaan, disamping dipengaruhi oleh hukum
permintaan dan penawaran. Kinerja keuangan akan menentukan tinggi rendahnya harga saham di pasar
modal. Apabila kinerja keuangan perusahaan menunjukkan adanya prospek yang baik, maka sahamnya
akan diminati investor dan harganya meningkat.
Selama ini laba akuntansi selalu menjadi fokus perhatian dalam menilai kinerja suatu perusahaan.
Laba/ keuntungan merupakan hasil dari kebijaksanaan yang diambil oleh manajemen. Rasio keuntungan
dipakai untuk mengukur seberapa besar tingkat keuntungan yang dapat diperoleh perusahaan. Semakin
besar tingkat keuntungan menunjukkan semakin baik manajemen dalam mengelola perusahaan.
Rasio keuntungan menurut Sutrisno (2001) dapat diukur dengan beberapa indikator, yaitu : Net Profit
Margin (NPM), Return on Asset (ROA), Return on Equity (ROE), Return on Investment (ROI), dan
Earning Per Share (EPS). Namun demikian, untuk membatasi masalah dalam penelitian ini, penulis
hanya akan menganalisa melalui tiga variabel saja yakni Return on Asset (ROA), Return on Equity
(ROE), dan Earning Per Share (EPS).
Dari data-data PT. Bakrie Telecom, Tbk yang ditunjukkan untuk tahun 2006-2007 dapat diketahui
bahwa semakin tinggi angka yang ditunjukkan berdasarkan perhitungan ketiga rasio (ROA, ROE dan
EPS), maka semakin tinggi pula harga pasar saham yang diperoleh perusahaan pada tahun yang
bersangkutan yang artinya semakin baik kinerja manajemen melalui suatu analisis keuangan yang diukur
dengan rasio, maka semakin baik pula respon pasar. Dengan demikian, perusahaan tidak saja mampu
mencapai tujuan utama perusahaan pada umumnya yakni meningkatkan laba, tetapi juga telah mampu
memaksimalkan nilai perusahaan dimana maksimalisasi nilai perusahaan ini tercermin salah satunya
melalui harga saham perusahaan yang bersangkutan. Namun demikian, berkebalikan dengan data-data
yang ditunjukkan untuk tahun 2008-2010 dimana angka-angka tersebut mengindikasikan bahwa ROA,
ROE dan EPS tidak berpengaruh terhadap harga pasar saham sehingga menimbulkan dua asumsi yang
berbeda. Berdasarkan fenomena tersebut diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
keterkaitan apakah data-data tersebut benar mempengaruhi dan/ atau berpengaruh terhadap satu sama lain
terutama terhadap harga pasar saham yang dalam hal ini merupakan variabel (Y) yang diteliti berdasarkan
variabel (X) nya, dalam hal ini adalah ROA, ROE dan EPS. Berdasarkan latar belakang yang telah
dipaparkan di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang hasilnya diharapkan dapat
mengetahui tentang pengaruh return on asset (ROA), return on equity (ROE) dan earning per share
(EPS) terhadap harga pasar saham. Dalam kaitan itulah, maka judul penelitian ini adalah: “Pengaruh
Return on Asset (ROA), Return on Equity (ROE) dan Earning Per Share (EPS) terhadap Harga
Pasar Saham pada Perusahaan Di Bursa Efek Indonesia (Studi Kasus pada PT. Bakrie Telecom
Tbk)”.
1.2 Identifikasi Masalah
1. Bagaimana Return on Assets (ROA), Return on Equity (ROE), Earning Per Share (EPS) dan
pergerakan harga saham pada PT. Bakrie Telecom Tbk.
2. Bagaimana pengaruh secara parsial Return on Assets (ROA), Return on Equity (ROE) dan
Earning Per Share (EPS) terhadap harga pasar saham pada PT. Bakrie Telecom Tbk.
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui Return on Assets (ROA), Return on Equity (ROE), Earning Per Share (EPS)
dan pergerakan harga saham pada PT. Bakrie Telecom Tbk.
2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh secara parsial Return on Assets (ROA), Return on Equity
(ROE) dan Earning Per Share (EPS) terhadap harga pasar saham PT. Bakrie Telecom Tbk.
1.4 Kegunaan Penelitian
1. Dari segi akademik, penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah Ilmu Pengetahuan di
bidang ekonomi khususnya tentang investasi saham pada perusahaan yang listing di BEI dan dapat
memberikan informasi bagi kemungkinan adanya penelitian lebih lanjut.
2. Bagi peneliti, untuk membuktikan adanya pengaruh Return on Assets (ROA), Return on Equity
(ROE) dan Earning Per Share (EPS) terhadap harga pasar saham, pada perusahaan yang terdaftar
di BEI.
3. Dari segi praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan masukan bagi
investor dalam mempertimbangkan pengambilan keputusan berkaitan dengan penanaman modal
dalam saham, khususnya pada PT. Bakrie Telecom Tbk yang listing di Bursa Efek Indonesia.
II.
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS
2.1 Tinjauan Pustaka
a. Return on Asset (ROA)
Menurut James C Van Horne dan Jhon M. Wachowicz JR. yang dialihbahasakan oleh
Dewi Fitriasari dan Deny Arnos Kwary (2005:224), mengemukakan:
“Tingkat pengembalian atas investasi (Return on InvestmentROI), atau disebut juga tingkat
pengembalian atas aktiva (Return on AssetROA) adalah rasio yang digunakan untuk mengukur
efektivitas keseluruhan dalam menghasilkan laba melalui aktiva yang tersedia; daya untuk
menghasilkan laba dari modal yang diinvestasikan”. Hal ini dapat dilihat dengan rumus sebagai
berikut:
Pengembalian atas Investasi ( ROI, ROA) =
Laba Ber sih Setelah Pajak
Total Aktiva
Sehubungan dengan rumus sebelumnya yang dikemukakan oleh James C Van Horne dan
Jhon M. Wachowicz JR., Mohamad Samsul (2006:145) menyatakan ROA berbeda dengan ROI
karena dalam investment hanya ada unsur modal pinjaman jangka panjang dan ekuitas, sedangkan
asset dibiayai dari sumber pinjaman jangka panjang, ekuitas dan utang jangka pendek, sehingga
rumus keduanya adalah sebagai berikut:
laba Operasi − Pajak PPh
=
sedangkan,
=
Total Aset
Laba Operasi − Pajak PPh
Ekuitas + Pinjaman Jangka Panjang
b. Return on Equity (ROE)
Menurut Freddy Rangkuti (2006:77), keuntungan modal sendiri disebut juga dengan
ROE (Return on Equity) adalah rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan dari
investasi pemilik modal dan dihitung berdasarkan pembagian antara laba bersih (keuntungan neto
sesudah pajak) dengan modal sendiri. Rumus yang digunakan adalah:
ROE =
Labe Ber sih Sesudah Pajak
Modal sendir i
(Freddy Rangkuti, 2006:77)
Menurut Ridwan S. Sundjaja dan Inge Barlian (2003:146), mengemukakan:
“Hasil atas Ekuitas (HAE) atau Return on Equity (ROE) adalah ukuran hasil yang diperoleh
pemilik (baik pemegang saham preferen atau saham biasa) atas investasi di perusahaan. Semakin
tinggi hasil semakin baik”.
Hasil atas ekuit as ( HAE) ,( ROE) =
Laba Ber sih Setelah Pajak
Total Ekuitas
c. Earning Per Share (EPS)
Komponen penting yang pertama harus diperhatikan dalam analisis perusahaan menurut
Eduardus Tandelilin (2001:241) adalah laba bersih setelah pajak per lembar saham atau lebih
dikenal dengan Earning Per Share (EPS), karena Earning Per Share (EPS) suatu perusahaan
menentukan besarnya laba bersih perusahaan yang siap dibagikan bagi semua pemegang saham
perusahaan.
Rumus untuk menghitung EPS suatu perusahaan adalah sebagai berikut:
EPS =
Laba Ber sih Setelah Bunga Dan Pajak
Jumlah Saham Beredar
Adapun pengertian Earning Per Share menurut Ali Arifin (2002:87), adalah sebagai
berikut:
“Earning Per Share merupakan hasil perhitungan laba bersih dibagi jumlah saham yang beredar.
Jika pertumbuhan EPS suatu perusahaan mengalami peningkatan, kemungkinan minat beli
investor terhadap saham perusahaan tersebut juga akan mengalami peningkatan. Laba yang
digunakan sebagai ukuran adalah laba bagi pemilik atau Earning After Tax (EAT)”.
EPS =
Laba Ber sih setelah Pajak ( EAT)
Jumlah Lembar Saham yang Beredar
(Ali Arifin, 2002:87)
d. Harga Pasar Saham
Pandji Anaroga dan Piji Pakarti (2003:59), mendefinisikan harga pasar saham sebagai
berikut:
“Harga pasar saham adalah harga saham tersebut pada harga riil, dan merupakan harga yang
paling mudah ditentukan karena merupakan harga dari suatu saham pada pasar yang sedang
berlangsung atau jika pasar ditutup, maka harga pasar adalah harga penutupannya”.
Adapun Jogiyanto (2000:88) mendefinisikan harga pasar sebagai berikut:
“Harga pasar adalah harga saham yang terjadi di pasar bursa pada saat tertentu yang ditentukan
oleh permintaan dan penawaran saham bersangkutan di pasar bursa”.
Harga pasar saham menurut Abdul Halim (2005:20), adalah harga yang terbentuk di pasar
jual beli saham. Harga ini terjadi setelah saham tersebut tercatat di bursa efek.
2.2 Kerangka pemikiran
Baik buruknya perusahaan tercermin dari rasio-rasio keuangan yang secara rutin diterbitkan emiten.
Pada umumnya, perusahaan yang sudah go public diwajibkan oleh peraturan yang dikeluarkan oleh pihak
BAPEPAM untuk menerbitkan laporan keuangan, dimana laporan keuangan disusun dengan tujuan untuk
menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, perubahan posisi keuangan yang bermanfaat
sebagai salah satu data untuk pengambilan keputusan baik oleh pihak manajemen perusahaan itu sendiri
atau pihak investor. Jika pengumuman (penerbitan laporan keuangan) mengandung informasi, maka pasar
diharapkan akan bereaksi pada waktu pengumuman tersebut diterima oleh pasar.
Untuk menilai kondisi keuangan dan prestasi perusahaan diperlukan beberapa tolok ukur. Tolok ukur
yang sering digunakan adalah rasio atau indeks, yang menghubungkan dua data keuangan yang satu
dengan yang lain. Rasio-rasio keuangan ini dirancang untuk membantu kita mengevaluasi suatu laporan
keuangan.
Menurut Susan Irawati (2006:25), analisis keuangan dalam rangka evaluasi kinerja diperlukan
rasio-rasio keuangan yaitu:
1. Rasio Likuiditas
Merupakan rasio yang digunakan sebagai alat ukur kemampuan perusahaan dalam membayar
pinjaman jangka pendeknya pada saat jatuh tempo atau dalam memenuhi kewajiban jangka
pendeknya (financial-nya yang harus segera dipenuhi).
2. Rasio Leverage
Merupakan rasio yang digunakan sebagai alat ukur sampai seberapa besar aktiva perusahaan
dibiayai dengan hutang atau seberapa jauh perusahaan menggunakan hutangnya untuk jangka
panjang.
3. Rasio aktivitas
Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur sampai seberapa besar efektifitas perusahaan
dalam memanfaatkan sumber dananya.
4. Rasio Profitabilitas
Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur sampai seberapa besar efektifitas perusahaan
dalam mendapatkan keuntungan. Dalam rasio keuntungan atau profitability ratio, ada beberapa
rumusan yang digunakan diantaranya: Gross Profit Margin, Operating Profit Margin, Operating
Ratio, Net Profit Margin, Return on Asset, Return on Equity, Return on Investment, dan Earning
Per Share.
5. Rasio Penilaian
Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur sampai seberapa besar kemampuan manajemen
untuk menciptakan nilai pasar agar melebihi biaya modalnya.
Dalam penelitian ini, penulis membatasi hanya menggunakan beberapa rasio antara lain: Return
on Asset (ROA), Return on Equity (ROE), dan Earning Per Share (EPS) saja. Adapun alasan peneliti
melakukan penelitian tersebut adalah untuk mengetahui sejauhmana pengaruh Return on Asset (ROA),
Return on Equity (ROE), dan Earning Per Share (EPS) terhadap harga pasar saham pada PT. Bakrie
Telecom Tbk. Return on Asset (ROA) digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba atas keseluruhan aktiva yang dimilikinya. Saham itu sendiri merupakan asset (aktiva)
perusahaan. Return on Equity (ROE) digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba atas keseluruhan modal yang dimilikinya, yang dihitung berdasarkan pembagian
antara laba bersih setelah pajak dengan total ekuitas. Semakin baik nilai ROA maupun nilai ROE, maka
semakin baik pengelolaan perusahaan atas saham yang tercermin dari laba yang dihasilkan. Sedangkan
Earning Per Share (EPS) atau laba per saham digunakan untuk mengukur besarnya pendapatan yang
diperoleh setiap lembar saham yang siap dibagikan bagi semua pemegang saham perusahaan, yang
dihitung berdasarkan pembagian antara laba bersih setelah pajak dengan jumlah saham yang beredar.
Setiap perubahan laba bersih maupun jumlah lembar saham biasa yang beredar dapat mengakibatkan
perubahan laba per saham (EPS). Seperti yang telah kita ketahui bahwa harga saham dipengaruhi oleh
permintaan dan penawaran. Informasi mengenai ROA, ROE dan EPS diharapkan mampu memberikan
penilaian yang baik atas kinerja perusahaan yang pada akhirnya mampu menarik minat investor untuk
menanamkan investasi di perusahaan terutama investasi dalam saham, atas kepercayaan yang diberikan
investor terhadap perusahaan yang bersangkutan.
Dalam analisis laporan keuangan perusahaan untuk berinvestasi saham, pihak investor akan
melihat ROA, ROE dan EPS sebagai langkah awal dalam melihat kinerja perusahaan. Semakin baik dan
semakin naik ROA, ROE dan EPS yang diperoleh pihak perusahaan, maka semakin baik pula pandangan
investor terhadap perusahaan tersebut. Hal ini akan memberikan dampak positif bagi pasar dimana minat
beli terhadap saham perusahaan juga akan mengalami peningkatan. Dan begitupula sebaliknya semakin
turun perubahan ROA, ROE dan EPS perusahaan, maka pandangan investor akan kurang baik. Dengan
demikian, pihak perusahaan akan berusaha mempertahankan kenaikan ROA, ROE dan EPS yang
diperoleh agar memperoleh pandangan baik investor terhadap perusahaan. Pandangan baik investor akan
memberikan dampak positif terhadap perusahaan, salah satunya keikutsertaan dalam menanamkan
modalnya dalam membeli saham perusahaan. Hal ini berpengaruh terhadap jumlah permintaan akan
saham perusahaan meningkat dimana kenaikan permintaan akan menimbulkan kenaikan pula terhadap
harga saham di pasar bursa itu sendiri.
Sesuai uraian diatas, peneliti beranggapan bahwa dengan menggunakan ketiga variabel tersebut
(ROA, ROE dan EPS), para investor akan dapat menilai kinerja perusahaan guna memperkirakan return
(pengembalian/ laba) atas investasi yang ditanamkannya berdasarkan harga pasar sahamnya. Selain itu
perusahaan dapat mengetahui seberapa besar kinerja yang telah dihasilkan, sehingga tujuan untuk
memakmurkan pemegang saham dapat tercapai. Selanjutnya dengan menggunakan ketiga variabel
tersebut (ROA, ROE dan EPS) akan diteliti alat ukur mana yang mempunyai pengaruh paling signifikan
terhadap harga pasar saham.
2.3 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini dapat dinyatakan
sebagai berikut:
1. Terdapat pengaruh ROA terhadap harga pasar saham secara parsial.
2. Terdapat pengaruh ROE terhadap harga pasar saham secara parsial.
3. Terdapat pengaruh EPS terhadap harga pasar saham secara parsial.
III.
OBJEK DAN METODE PENELITIAN
3.1 Objek Penelitian
Objek dalam penelian ini adalah Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE) dan Earning
Per Share (EPS). Penelitian dilakukan dengan menganalisis data pada laporan keuangan triwulan PT.
Bakrie telecom, Tbk. Periode Desember 2006 sampai dengan Maret 2012, sehingga diperoleh sebanyak
22 jumlah observasi untuk kemudian dilihat pengaruhnya terhadap pergerakan harga pasar saham 6 hari
setelah publikasi laporan keuangan.
3.2 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode desktiptif analitis dengan pendekatan even
study. Metode desktiptif analitis yaitu metode yang berusaha mengumpulkan data yang sesuai dengan
keadaan sebenarnya, menyajikan dan menganalisanya, sehingga dapat memberikan gambaran yang cukup
jelas atas objek yang diteliti, dan kemudian dapat ditarik suatu kesimpulan
Even studies menurut Eduardus Tandelilin (2001:126) adalah sebagai berikut:
“Penelitian yang mengamati dampak dari pengumuman informasi terhadap harga sekuritas”.
Sedangkan menurut Mohamad Samsul (2006: 273), even studies diartikan sebagai mempelajari
pengaruh suatu peristiwa terhadap harga saham di pasar, baik pada saat peristiwa itu terjadi maupun
beberapa saat setelah peristiwa itu terjadi, apakah harga saham akan meningkat atau menurun setelah
peristiwa itu terjadi atau apakah harga saham sudah terpengaruh sebelum peristiwa itu terjadi.
3.3 Model/ Paradigma Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran, paradigma penelitian dapat disajikan dalam gambar 3.1:
X1
ε
X2
Y
X3
Gambar 3.1
Paradigma Penelitian
Dimana:
X1
X2
X3
Y
ε
:
:
:
:
:
Return on Asset (ROA)
Return on Equity (ROE)
Earning Per Share (EPS)
Harga Pasar Saham
Faktor lain yang tidak diteliti tetapi berpengaruh terhadap harga pasar saham
3.4 Teknik Analisis Data
Untuk mengetahui pengaruh Return On Asset, Return On Equity, dan Earning per Share terhadap
Harga Pasar Saham, maka analisis data sebagai berikut:
a. Analisis Rasio Finansial
Return On Asset
Return On Asset (ROA) dapat didefinisikan sebagai kemampuan dari modal yang diinvestasikan
dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan.
Secara formulasi sebagai berikut:
=
100%
Munawir (2007 : 89)
Return On Equity
Return On Equity (ROE) adalah kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan
dengan modal sendiri yang dimiliki, sehingga sering disebut sebagai rentabilitas modal sendiri.
Secara formulasi sebagai berikut:
=
100%
Sutrisno (2005 : 239)
Earning Per Share
Earning per Share (EPS) atau laba per lembar saham adalah jumlah total laba bersih dibagi
jumlah saham yang beredar. Nilai Earning Per Share (EPS) suatu perusahaan menentukan
besarnya laba bersih perusahaan yang siap dibagikan bagi semua pemegang saham perusahaan.
Secara formulasi sebagai berikut:
EPS =
Laba Ber sih Setelah Pajak ( EAT)
Jumlah lembar saham beredar
Ali Arifin (2002:87)
Harga Pasar Saham
Harga saham berdasarkan nilai penutupan perdagangan (close price) 6 hari sesudah
diterbitkannya laporan keuangan. Penggunaan jangka waktu 6 hari merujuk pada konsep pasar
efisien dimana menurut konsep pasar efisien, pasar dikatakan efisien bilamana harga-harga yang
terbentuk dipasar merupakan cerminan dari informasi yang ada. Salah satu konsep dari hipotesis
pasar efisien adalah bahwa sekali suatu informasi menjadi informasi publik (umum), artinya
tersebar di pasar, maka semua investor akan bereaksi dengan cepat dan mendorong harga naik
untuk mencerminkan semua informasi yang ada.
b. Analisis Regresi Berganda
Analisis data untuk pengujian hipotesis dengan menggunakan analisis regresi ganda dengan
menggunakan time lag satu tahun. Analisis regresi berganda dalam penelitian ini digunakan untuk
mengetahui pengaruh antara variabel bebas (independent variable) dengan variabel terikat (dependent
variable) dalam hal ini adalah pengaruh Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE) dan Earning
Per Share (EPS) terhadap Harga Pasar Saham.
Sugiyono (2006:210), menyatakan analisis regresi ganda akan dilakukan bila jumlah variabel
independennya minimal 2.
Persamaan regresi untuk dua prediktor adalah:
Y = a + b1X1 + b2X2
Persamaan regresi untuk tiga prediktor adalah:
Y = a + b1X1 + b2X2 + b 3X3
Persamaan regresi untuk n prediktor adalah:
Y = a + b1X1 + b2X2 + …….. + bnXn
(Sugiyono, 2006:211)
Dikarenakan publikasi laporan keuangan tahunan dipublikasikan pada tahun setelahnya dengan
menggunakan harga pasar saham pada tahun publikasi (tahun yang diteliti) atau dengan kata lain bahwa
data keuangan tahun sebelumnya digunakan untuk memprediksi tahun sekarang, maka pengaruh tersebut
dapat disederhanakan dalam model matematis regresi berganda dengan time lag satu tahun sebagai
berikut:
HPS(Yt) = a+b ROA(t-1)+b ROE(t-1)+b EPS(t-1)+ε
1
Dimana :
Harga Pasar Saham (Yt)
ROA, ROE, EPS (X(t-1))
a
b1, b2, b3
2
=
=
=
=
3
variabel dependen pada tahun t.
Variabel independen sebelum tahun t.
Konstanta.
angka arah atau koefisien regresi yang menunjukkan angka peningkatan
maupun penurunan variabel dependen yang didasarkan pada variabel
independen. Bila b (+) maka naik, dan bila b (-) maka terjadi penurunan.
ε
= Faktor lain yang tidak diteliti.
c. Pengujian Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik digunakan untuk mengetahui kondisi data yang digunakan dalam penelitian. Hal
ini dilakukan agar diperoleh model analisis yang tepat. Model analisis regresi linier penelitian ini
mensyaratkan uji asumsi terhadap data yang meliputi: uji normalitas dengan menggunakan metode
Kolmogorov-Smirnov, uji multikolinearitas dengan melihat tolerance value atau variance inflation factor
(VIF), berdasarkan Eigenvalue dan Condition Index, dan dengan melihat nilai R2 dan nilai t statistik, uji
heteroskedstisitas dengan menggunakan analisis grafik (SRESID dan ZPRED) dan metode Rank
Spearman, uji autokorelasi dengan metode Durbin-Watson (DW test) dan metode Lagrange Multiplier
(LM Test), uji linearitas dengan metode analisis grafik (ZRESID dan ZPRED) dan metode Lagrange
Multiplier (LM Test) (Dr. Suliyanto, 2011).
d. Koefisien Determinasi
Merupakan besaran yang memberikan informasi goodness of fit dari persamaan regresi, yaitu
memberikan proporsi atau persentase kekuatan pengaruh variabel yang menjelaskan (X1, X2, X3) secara
simultan terhadap variasi dari variabel dependen (Y).
Analisis ini digunakan untuk menunjukkan berapa besar pengaruh Return On Asset (X1), Return
On Equity (X2), dan Earning per Share (X3) terhadap Harga Pasar Saham (Y). Koefisien Determinasi
(KD) menunjukkan ragam naik turunnya variabel terikat (Y) yang diterangkan oleh variabel X (berapa
bagian dari total keragaman dari variabel Y yang dapat dijelaskan oleh beragamnya nilai-nilai yang
diberikan setiap variabel bebas X). Koefisien determinasi dihitung untuk memperoleh kontribusi variabel
bebas ROA (X1), ROE (X2), dan EPS (X3) terhadap variabel terikat Harga Pasar saham (Y). dimana
dalam penggunaannya koefisien determinasi dinyatakan dalam persentase. Adapun koefisien determinasi
menutur J. Supranto (2004:208), dapat dicari dengan rumus sebagai berikut:
Koefisien Determinasi
= r2 x 100%
Koefisien Non Determinasi = 1- (r2) x 100%
Dimana: r2 = koefisien korelasi pangkat dua (alat analisis untuk mengukur kuatnya hubungan antara
variabel X dan variabel Y).
Karena jumlah variabel independen yang diteliti adalah tiga buah variabel, maka untuk
menghitung koefisien korelasi dapat digunakan rumus (Sugiyono, 2006:218) sebagai berikut:
Ry(
. .
)=
b ∑X Y + b ∑X Y + b ∑X Y
∑Y
Keterangan:
X = variabel bebas
Y = variabel terikat
R = koefisien korelasi ganda tiga prediktor
b = angka arah atau koefisien regresi yang menunjukkan angka peningkatan maupun penurunan
variabel dependen yang didasarkan pada variabel independen.
Koefisien korelasi ini akan besar jika tingkat hubungan antar variabel kuat. Demikian jika
hubungan antar variabel tidak kuat, maka nilai R akan kecil. Besarnya koefisien korelasi ini akan
diinterpretasikan sebagai berikut:
Tabel 3.4
Tingkat Keeratan Hubungan
Interval Koefisien
Tingkat Hubungan
0,00 – 1,99
Sangat rendah
0,20 – 0,399
Rendah
0,40 – 0,599
Sedang
0,60 – 0,799
Kuat
0,80 – 1,00
Sangat Kuat
(Sugiyono, 2006:183)
Jika nilai koefisen penentu (KD) = 0, berarti tidak ada pengaruh ROA, ROE, dan EPS terhadap Harga
Pasar Saham.
Jika nilai koefisen penentu (KD) ≠ 0, berarti variasi naik turunnya Harga Pasar Saham adalah 100%
dipengaruhi oleh ROA, ROE, dan EPS.
Jika nilai koefisen penentu (KD) berada diantara 0 dan 1 (0 < KD ttabel
atau prob-sig < α = 5% berarti bahwa masing-masing variabel independen berpengaruh secara positif
terhadap variabel dependen.
a. Menentukan Hipotesis
1. Pengujian pengaruh ROA terhadap harga pasar saham
a. Ho1 : ρ = 0, tidak terdapat pengaruh ROA terhadap harga pasar saham
b. Ho1 : ρ ≠ 0, terdapat pengaruh ROA terhadap harga pasar saham
2. Pengujian pengaruh ROE terhadap Harga Pasar Saham
a. Ho2 : ρ = 0, tidak terdapat pengaruh ROA terhadap harga pasar saham
b. Ho2 : ρ ≠ 0, terdapat pengaruh ROA terhadap harga pasar saham
3. Pengujian pengaruh EPS terhadap Harga Pasar Saham
a. Ho3 : ρ = 0, tidak terdapat pengaruh ROA terhadap harga pasar saham
b. Ho3 : ρ ≠ 0, terdapat pengaruh ROA terhadap harga pasar saham
b. Uji Signifikansi
Uji signifikansi dalam kasus ini berupa uji t (signifikan secara parsial) dan dibantu melaui program
SPSS versi 17 sebagai berikut:
Pengujian ini dilakukan untuk menguji pengaruh variabel bebas terhadap variabel tidak bebas secara
terpisah/ parsial serta penerimaan atau penolakan hipotesis.
c. Tentukan daerah kritis dengan tarap nyata 5% atau pada selang kenyataan sebesar 95%.
d. Kriteria Uji t
Uji t menggunakan rumus:
r √ −2
t=
1−
dimana:
t = thitung yang selanjutnya dikonsultasikan dengan ttabel
rp = koefisien korelasi parsial yang ditentukan
n = jumlah sampel
e. Pembuktian dilakukan dengan cara menmbandingkan hasil dari thitung dengan tα yaitu:
Jika thitung < ttabel (α/2;n-k-1), maka Ho diterima dan Ha ditolak
Artinya variabel independen (ROA, ROE dan EPS) tidak berpengaruh terhadap variabel
dependen (Harga Pasar Saham).
Jika thitung > ttabel (α/2;n-k-1), maka Ho ditolak dan menerima Ha
Artinya variabel independen (ROA, ROE dan EPS) berpengaruh terhadap variabel dependen
(Harga Pasar Saham).
f. Penarikan Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian diatas, penulis akan melakukan analisis secara statistik
melaui program SPSS versi 17. Dari hasil analisis tersebut akan ditarik kesimpulan, apakah hipotesis
yang telah diterapkan itu diterima atau ditolak.
IV.
HASI L PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Menurut konsep, bila ROA, ROE dan EPS pada laporan keuangan naik, hal ini menunjukkan
kinerja yang baik yang akan berdampak pada kenaikan harga pasar saham. Hal ini sejalan dengan laporan
keuangan PT Bakrie Telecom, Tbk tahun 2007 dimana sepanjang tahun 2007 ROA, ROE dan EPS
mengalami kenaikan yang cukup signifikan sehingga harga pasar sahamnya tertimbangnya pun
mengalami kenaikan dengan pencapaian tertinggi Rp 438,-. Hal ini akibat pengaruh dari jumlah
pelanggan BTEL yang meroket sehingga meningkatkan pendapatan perusahaan yang berdampak pada
kenaikan laba perusahaan dan harga pasar saham tertimbang tahun tersebut.
Namun pada tahun 2008 berdasarkan laporan keuangan per 30 September 2008, harga saham
tertimbang turun cukup drastis pada level Rp 72,- sementara ROA, ROE dan EPS mengalami kenaikan
dari periode sebelumnya (per 30 Juni 2008). Hal ini disebabkan pada periode tersebut BTEL mengalami
autoreject bawah yang mengakibatkan disuspensinya BTEL oleh BEI dalam perdagangan saham. BTEL
selaku grup Bakrie terkena sentiment negatif akibar BNBR selaku induk usaha mereka tidak segera
menyelesaikan masalah hutang sebesar Rp 11,51 triliun yang melilit BNBR sehingga membuat anggapan
pemegang saham grup Bakrie yang melihat masih besarnya potensi gagal bayar lantaran negosiasi
penjualan saham BNBR tidak kunjung selesai, terlebih ditengah kondisi pasar yang sedang ambruk
sehingga mereka memilih melepas portofolio secara besar-besaran pasa saham-saham grup Bakrie. Perlu
diketahui bahwa pada tahun 2008 terjadi krisis global yang membuat IHSG ikut tertekan dan
mengakibatkan sebagian besar saham Indonesia ikut anjlok termasik salah satunya BTEL. Krisis ini
terjadi akibat bangkrutnya lembaga keuangan Lehman Brother akibat kredit macet sektor perumahan di
Amerika Serikat.
Sepanjang tahun 2011 ROA, ROE dan EPS mengalami penurunan yang sangat drastis ke level
terendahnya. Hal ini disebabkan BTEL menderita rugi karena beban usaha yang naik justru lebih tinggi
dari pendapatan yang hanya naik tipis. Namun demikian harga pasar tertimbang tahun yang bersangkutan
justru mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya.
a. Persamaan Analisis Regresi Berganda
Dari tabel coefficientsa dapat disusun persamaan regresi berganda sebagai berikut:
Y = 248,659 – 60,805X1 + 96,049X2 – 49,120X3 + e
Keterangan:
Y
= Harga Pasar Saham
X1
= Return On Asset (ROA)
X2
= Return On Equity (ROE)
X3
= Earning Per Share (EPS)
ε
= Faktor lain yang tidak diteliti.
Interpretasi:
Dalam persamaan regresi berganda tersebut dapat dijelaskan bahwa konstanta 248,659
menyatakan bahwa jika tidak ada perubahan ROA, ROE dan EPS, maka harga pasar saham sebesar Rp
248,659,-.
Koefisien regresi ROA memiliki nilai 60,805 dengan arah negatif menunjukkan bahwa kenaikan
ROA sebesar satu satuan (∆X1=1%) akan menurunkan harga pasar saham sebesar Rp 60,805,-.
Koefisien regresi ROE memiliki nilai 96,049 dengan arah positif menunjukkan bahwa kenaikan
ROE sebesar satu satuan (∆X2=1%) akan menaikkan harga pasar saham sebesar Rp 96,049,-.
Koefisien regresi EPS memiliki nilai 49,120 dengan arah negatif menunjukkan bahwa kenaikan
EPS sebesar satu satuan (∆X1=Rp 1) akan menurunkan harga pasar saham sebesar Rp 49,120,-.
b. Uji Asumsi Klasik Regresi Berganda
Uji Normalitas
Dalam penelitian ini pengujian normalitas dilakukan dengan metode Kolmogorov-Smirnov.
Kriteria Uji Normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov (Dr.Suliyono, 2011:75):
- Jika nilai probabilitas (Kolmogorov-Smirnov) < taraf signifikansi 5% (0,05), maka distribusi data
dikatakan tidak normal.
- Jika nilai probabilitas (Kolmogorov-Smirnov) > taraf signifikansi 5% (0,05), maka distribusi data
dikatakan normal.
Berdasarkan output hasil uji Normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov terlihat bahwa nilai
Asymp. Sig. (2-tailed) dari semua variabel. ROA (0,163), ROE (0,054), EPS (0,031) dan harga pasar
saham (0,810) lebih dari 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa data yang digunakan dalam penelitian
ini semuanya berdistribusi normal. Atau dapat dilihat dari nilai Asymp. Sig. (2-tailed) Standarized
Residual sebesar 0,377 > 0,05.
Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas dengan melihat TOL (Tolerance) dan Variance Inflation Factor (VIF) dari
masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikatnya. Jika nilai VIF tidak lebih dari 10, maka model
dinyatakan tidak terdapat gejala multikolinear. (Dr. Suliyanto, 2011: 90). Berdasarkan output Coefficient
terlihat bahwa nilai TOL (Tolerance) variabel ROA 0,021, nilai TOL (Tolerance) variabel ROE 0,010
dan nilai TOL (Tolerance) variabel EPS sebesar 0,029, sedangkan nilai VIF (Variance Inflation Factor)
variabel ROA 47,459, ROE 101,680 dan EPS sebesar 34,776. Dengan melihat VIF (Variance Inflation
Factor) variabel ROA, ROE dan EPS yang lebih dari 10, maka pada model regresi yang terbentuk terjadi
gejala multikolinearitas.
Uji multikolinearitas berdasarkan Eigenvalue dan Condition Index dilakukan dengan melihat rasio
Maximum Eigenvalues (k). Jika k antara 100 dan 1000, maka menunjukkan adanya gejala multikolinear
yang moderat sampai kuat, sedangkan jika nilai k > 1000 menunjukkan gejala multikolinear yang sangat
kuat, atau dengan berdasarkan pada Condition Index (CI). Jika nilai CI antara 10 dan 30 menunjukkan
adanya gejala multikoliner yang moderat sampai kuat, sedangkan jika nilai CI > 30 menunjukkan adanya
gejala multikolinear yang sangat kuat. (Dr. Suliyanto, 2011).
Berdasarkan output pada Collinearity Diagnostic terlihat bahwa Eigenvalue maksimum sebesar
2,944 sedangkan Eigenvalue minimum sebesar 0,006 sehingga nilai k adalah sebagai berikut:
k=
k=
,
= 490,67
,
Sedangkan
CI =
CI =
,
,
= 22,15
Dengan melihat nilai k sebesar 490,67 > 100, model regresi yang dibentuk mengandung gejala
multikolinear. Demikian juga jika melihat nilai CI sebesar 22,15 > 10, maka model regresi yang dibentuk
mengandung multikolinearitas sedang. Nilai CI (Condition Indeks) sebesar 10-30 termasuk pada
multikolinearitas sedang (Setiawan dan Dwi Endah Kusrini, 2010 : 92).
Uji multikolinearitas dengan melihat nilai R2 dan nilai t statistik dilakukan dengan
membandingkan nilai R2 dan nilai statistik. Jika nilai R2 tinggi, misalkan diatas 0,80 dan uji F menolak
hipotesis nol, tetapi nilai t statistik sangat kecil atau bahkan tidak ada variabel bebas yang signifikan,
maka hal itu menunjukkan adanya gejala multikolineritas. (Dr. Suliyanto, 2011: 81-83). Hasil penelitian
dengan bantuan SPSS disajikan dalam tabel Model Summary dan tabel Coefficientsa lampiran 1 halaman
110 menunjukkan nilai R2 0,407 < 0,8, F menolak hipotesis nol, pada nilai t statistik terdapat dua variabel
bebas yang signifikan dan hanya satu variabel yang tidak signifikan sehingga dapat ditarik kesimpulan
kemultikolinearitasan dapat diabaikan. Untuk lebih menguatkan penarikan kesimpulan mengenai
kemultikolinearitasan ini, penulis menemukan pendapat dari para ahli mengenai hal tersebut.
Setiawan dan Dwi Endah Kusrini (2010: 92), multikolinearitas dapat dideteksi apabila
memperoleh R2 yang tinggi (>0,7) dalam model, tetapi sedikit sekali atau bahkan tidak satupun parameter
regresi yang signifikan jika diuji secara individual dengan menggunakan statistik uji t. Seperti telah
diuraikan sebelumnya pada tabel Model Summary diperoleh nilai R2 < 0,7, F pada tabel ANOVAb
menolak hipotsis nol, dan nilai t statistik pada tabel Coefficientsa menunjukkan terdapat dua variabel
bebas yang signifikan, sehingga menolak kemulltikolinearitasan.
Setiawan dan Dwi Endah Kusrini (2010: 92), multikolineritas juga dapat dideteksi apabila dalam
model regresi memperoleh koefisien regresi (βj) dengan tanda yang bebeda dengan koefisien korelasi
antara Y dengan Xj. Misalnya korelasi antara Y dengan Xj bertanda positif (ryxj > 0), tetapi koefisien
regresi yang berhubungan dengan dengan Xj bertanda negatif (β j < 0) atau sebaliknya. Hasil penelitian
pada tabel Coefficientsa menunjukkan koefisien regresi (βROA dan βEPS) bertanda negatif, senada
dengan koefisien korelasi (r) antara Y dengan ROA, dan Y dengan EPS yang bertanda negatif. Begitupula
koefisien regresi (βROE) bertanda positif, senada dengan koefisien korelasi (r) antara Y dengan ROE
yang bertanda positif, sehingga deteksi semula mengenai adanya kemultikolinearitasan dapat diabaikan.
Didukung oleh pendapat dari Gujarati (2003: 215), yang menyatakan apabila R2 dari hasil regresi
lebih besar dari 0,8 maka pada model tersebut terdapat masalah multikolinearitas yang serius, namun bila
R2 lebih kecil dari 0,8, multikolinearitas dapat diabaikan karena tidak mempengaruhi keakuratan model
meskipun bila dilakukan perbaikan pada model tersebut. Karena nilai R2 hanya 0,407 lebih kecil dari 0,8,
maka model tersebut tidak terkena multikolinearitas. Hal ini diperkuat dan disempurnakan kembali oleh
pendapat Gujarati (2006: 377), meski terdapat multikoliearitas tinggi antar variabel independen, namun
selama sebagian besar koefisiennya signifikan pada tingkat kepercayaan dasar 95%, maka regresi tersebut
tidak bermasalah. Dari hasil penelitian mengenai pengaruh ROA, ROE dan EPS terhadap harga pasar
saham, dua diantaranya (yakni koefisien ROE dan EPS) signifikan pada tingkat kepercayaan 95% dan
hanya satu variabel yang koefisiennya tidak signifikan (yakni ROA), maka multikolinearitas dapat
diabaikan (model regresi tidak bermasalah) dan model penelitian tetap BLUE (Best, Linear, Unbiased,
Estimator).
Uji Heteroskedastisitas
Dalam penelitian ini uji heteroskedastisitas dilakukan dengan analisis grafik (SRESID dan
ZPRED) dengan melihat tampilan scatterplot.
Berdasarkan tampilan pada scatterplot terlihat bahwa plot menyebar secara acak diatas maupun
dibawah angka nol pada sumbu Regression Stidentized ResidualI. Oleh karena itu maka berdasarkan uji
heteroskedastisitas menggunakan metode analisis grafik, pada model regresi yang terbentuk dinyatakan
tidak terjadi gejala heteroskedastisitas.
Uji heteroskedastisitas menggunakan analisis grafik memiliki beberapa kelemahan. Disamping
dapat memberikan penilaian yang subjektif, metode ini juga sulit diinterpretasikan jika jumlah
pengamatannya sedikit. Oleh karena itu penulis menguji kelinearitasan model regresi dengan
menggunakan alat uji lainnya yakni uji heteroskedastisitas dengan metode Rank Spearman.
Gejala heteroskedastisitas ditunjukkan oleh koefisien korelasi Rank Spearman dari masing-masing
variabel bebas dengan nilai absolute residualnya, |e|. Jika nilai signifikasi lebih besar dari nilai alpha (Sig.
> α), maka dapat dipastikan model tidak mengandung gejala heteroskedastisitas atau dikatakan tidak
terjadi heteroskedastisitas apabila thitung < ttabel (Dr. Suliyono, 2011:112).
Berdasarkan output, nilai Sig. variabel ROA (0,563), ROE (0,556), dan EPS (0,379) > 0,05 maka
dapat dikatakan tidak terjadi gejala heteroskedastisitas. Sedangkan nilai t hitung adalah sebagai berikut:
t hitung ROA =
t hitung ROE =
t hitung EPS =
ρ √n − 2
1−
!
ρ √n − 2
1−
!
ρ √n − 2
1−
!
=
=
=
−0,130 √22 − 2
1 − ( −0,130)
−0,133 √22 − 2
1 − ( −0,133)
−0,197 √22 − 2
1 − ( −0,197)
= −0,586
= −0,600
= −0,899
Dengan α = 0,05; df = (n-k-1) = (22-3-1) = 18, nilai t hitung uji dua pihak adalah sebesar 2,101.
Dari perhitungan diatas, nilai t hitung masing-masing variabel (ROA -0,586; ROE -0,600; dan EPS 0,899) lebih kecil dari ttabel = 2,101 sehingga dapat dikatakan tidak terjadi gejala heteroskedastisitas.
Uji Autokorelasi
Dasar pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi adalah sebagai berikut (Dr.Suliyono,
2011:127):
Tabel 4.7
Kriteria Pengujian Autokorelasi dengan Uji Durbin-Watson
DW
Kesimpulan
< dL
dL s.d. dU
dU s.d. 4-dU
4-dU s.d. 4-dL
> 4 -dL
Ada autokorelasi (+)
Tanpa kesimpulan
Tidak ada autokorelasi
Tanpa kesimpulan
Ada autokorelasi (-)
Pada bagian model summary, terlihat angka Durbin-Watson sebesar 1,127. Apabila kita lihat tabel
Durbin-Watson dengan n=22, K=3, maka akan diperoleh nilai dL=1,053 dan dU=1,664. Nilai DurbinWatson hitung sebesar 1,127 berada pada daerah dU s.d dL, hal ini berarti model regresi tidak dapat
disimpulkan. Dikarenakan menurut Durbin-Watson model regresi tidak dapat disimpulkan, maka penulis
menguji dengan alat uji lain yakni dengan metode Lagrange Multiplier (LM Test).
Prinsip uji autokorelasi dengan metode Lagrange Multiple (LM-Test) adalah dengan
membandingkan X2 hitung dengan rumus (n-1) x R2 dengan X2 tabel dengan df=(α, n-1).
Kriteria uji autokorelasi dengan metode Lagrange Multiple (LM-Test) (Dr.Suliyono, 2011:129)
adalah sebagai berikut:
jika X2 hitung > X2 tabel dengan df=(α,n-1), hal itu menunjukkan adanya masalah autokorelasi.
jika X2 hitung ≤ X2 tabel dengan df=(α,n-1), hal itu menunjukkan tidak terjadi masalah
autokorelasi.
Berdasarkan output hasil uji autokorelasi dengan metode Lagrange Multiple (LM-Test) maka
diperoleh koefisien determinasi (R2) persamaan regresi yang baru sebesar 0,214 sehingga nilai X2 hitung
adalah sebesar (n -1) x R2 = (22-1) x 0,214 = 4,494. Sedangkan nilai X2 tabel dengan df:0,05;21 adalah
32,671. Karena nilai X2 hitung 4,494 < X2 tabel 32,671 maka model persamaan regresi tidak mengandung
masalah autokorelasi.
Uji Linearitas
Uji Linearitas dilakukan dengan Metode Analisis Grafik (ZRESID dan ZPRED) dengan melihat
scatterplot.
Berdasarkan tampilan pada scatterplot terlihat bahwa plot menyebar secara acak diatas maupun
dibawah angka nol pada sumbu regression standardized residual. Oleh karena itu berdasarkan uji
linearitas menggunakan metode analisis grafik, model regresi yang terbentuk dinyatakan linear.
Uji linearitas menggunakan analisis grafik memiliki beberapa kelemahan. Disamping dapat
memberikan penilaian yang subjektif, metode ini juga sulit diinterpretasikan jika jumlah pengamatannya
sedikit. Oleh karena itu penulis menguji kelinearitasan model regresi dengan menggunakan alat uji
lainnya yakni uji linearitas dengan metode Lagrange Multiplier (LM Test).
Prinsip uji linearitas dengan metode Lagrange Multiplier (LM-Test) adalah dengan
membandingkan X2 hitung (n x R2) dengan X2 tabel dengan df=(n,α).
Kriteria uji linearitas dengan metode Lagrange Multiplier (LM-Test) (Dr.Suliyono, 2011:163)
adalah sebagai berikut:
Jika X2 hitung > X2 tabel dengan df=(n,α), maka model dinyatakan tidak linier.
Jika X2 hitung < X2 tabel dengan df=(n,α), maka model dinyatakan linier.
Berdasarkan output hasil uji linearitas dengan metode Lagrange Multiple (LM-Test) maka
diperoleh koefisien determinasi (R2) persamaan regresi yang baru sebesar 0,046 sehingga nilai X2 hitung
adalah sebesar (n x R2) = (22 x 0,046) = 1,012. Sedangkan nilai X2 tabel dengan df:0,05;22 adalah
33,924. Karena nilai X2 hitung 1,012 < X2 tabel 33,924 maka dapat disimpulkan bahwa model regresi
adalah linier.
c. Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam
menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara 0 dan 1. Nilai yang
kecil berarti kemampuan variabel-varianel independen dalam menjelaskan variabel dependen amat
terbatas (Dr. Suliyanto, 2011).
Dari hasil output dilihat bahwa nilai R2 adalah sebesar 0,407. Hal ini berarti bahwa pengaruh
ROA, ROE dan EPS terhadap harga pasar saham adalah sebesar 40,7%. Dikarenakan jumlah variabel
independen lebih dari dua, lebih baik digunakan Adjusted R square untuk menentukan korelasi/ keeratan
hubungan antara harga pasar saham dengan ketiga variabel independennya. Adjusted R Square yaitu
koefisien determinasi yang telah dikoreksi dengan jumlah dan ukuran sampel sehingga dapat mengurangi
unsur bias jika terjadi penambahan variabel maupun penambahan ukuran sampel (Dr. Suliyanto, 2011).
Adjusted R Square adalah 0,308 (selalu lebih kecil dari R Square). Hal ini berarti 30,8% variasi dari harga
saham yang bisa dijelaskan oleh variasi dari ketiga variabel independennya, sedangkan sisanya (100%30,8%)=69,2% dijelaskan oleh sebab-sebab lain. Angka Adjusted R Square 0,308 menunjukkan korelasi
yang rendah (Sugiyono, 2006:183).
d. Uji t (Pengaruh Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), dan Earning Per Share
(EPS) secara Parsial Terhadap Harga Pasar
Dari tabel Coefficientsa dapat dilihat nilai correlation parsial untuk ROA sebesar 0,227 yang
berarti bahwa derajat hubungan antara ROA dengan harga pasar saham adalah sebesar 22,7% dimana
korelasi ini termasuk pada kategori korelasi sangat lemah. Correlation parsial untuk ROE sebesar 0,539
yang berarti bahwa derajat hubungan antara ROE dan harga pasar saham adalah sebesar 53,9% dimana
korelasi ini termasuk pada kategori korelasi cukup. Correlation parsial untuk EPS sebesar 0,636 yang
berarti bahwa derajat hubungan antara EPS dan harga pasar saham adalah sebesar 63,6% dimana korelasi
ini termasuk pada kategori korelasi cukup.
Dari tabel Coefficientsa juga dapat dilihat thitung ROA -0,990>ttabel -2,101 yang berarti Ho diterima
dan Ha ditolak, thitung ROE 2,719>ttabel 2,101 yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima, thitung EPS 3,4950,05, nilai Sig ROE sebesar 0,014
SHARE (EPS) TERHADAP HARGA PASAR SAHAM
PADA PERUSAHAAN DI BURSA EFEK INDONESIA
(Studi Kasus pada PT. Bakrie Telecom, Tbk)
Oleh:
Linda Rahmawati1
Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Siliwangi
Jl. Siliwangi No.24 46115 Telp. (0265) 323537
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Bagaimana Return on Assets (ROA), Return on
Equity (ROE), Earning Per Share (EPS) dan pergerakan harga saham (2) Bagaimana pengaruh secara
parsial Return on Assets (ROA), Return on Equity (ROE) dan Earning Per Share (EPS) terhadap harga
pasar saham. Menurut konsep bila Return on Assets (ROA), Return on Equity (ROE) dan Earning Per
Share (EPS) pada laporan keuangan naik, hal ini menunjukkan kinerja keuangan yang baik yang akan
berdampak pada kenaikan harga pasar saham. Hal inilah yang mendasari penulis untuk menguji konsep
yang ada apakah Return on Assets (ROA), Return on Equity (ROE) dan Earning Per Share (EPS) benar
berpengaruh positif terhadap harga pasar saham dan berapa besar pengaruhnya tersebut bila diterapkan
berdasarkan kondisi yang tercermin pada PT Bakrie Telecom, Tbk. Data yang digunakan untuk variabel
X pada penelitian ini adalah data time series sedangkan data untuk variabel Y menggunakan rata-rata
tertimbang harga pasar saham 6 hari setelah publikasi laporan keuangan. Data diolah dengan
menggunakan SPSS versi 17. Untuk menganalisis pengaruh Return on Assets (ROA), Return on Equity
(ROE) dan Earning Per Share (EPS) secara parsial terhadap harga pasar saham dilakukan analisis
persamaan regresi linear berganda, uji asumsi klasik, uji koefisien determinasi dan uji t. Dari hasil analisis
data diketahui bahwa secara parsial Return on Equity (ROE) dan Earning Per Share (EPS) berpengaruh
signifikan terhadap harga pasar saham, sedangkan Return on Assets (ROA) tidak berpengaruh terhadap
harga pasar saham.
Kata kunci : Return on Assets (ROA), Return on Equity (ROE), Earning Per Share (EPS) dan Harga Pasar Saham
ABSTRACT
This study aims to determine: (1) How is Return on Assets (ROA), Return on Equity (ROE),
Earning Per Share (EPS) and stock price movements (2) How does a partial effect of Return on Assets
(ROA), Return on Equity (ROE) and Earnings Per Share (EPS) to the stock market prices. According to
the concept, if the Return on Assets (ROA), Return on Equity (ROE) and Earnings Per Share (EPS) in the
financial statements up, it indicates a good financial performance that will impact the increases of the
stock market prices. This is what underlies the authors to test the concept that there is Return on Assets
(ROA), Return on Equity (ROE) and Earnings Per Share (EPS) really has positive influence on the stock
market prices and how big the effect is when applied under conditions that reflected by PT Bakrie
Telecom, Tbk. The data used for the X variable in this study are time series data, while the data for the Y
variable using the weighted average of the stock market prices 6 days after the publication of financial
statements. The data were processed using SPSS version 17. To analyze the effect of Return on Assets
(ROA), Return on Equity (ROE) and Earnings Per Share (EPS) partially to the market stock price it
performed by using multiple linear regression analysis, the classical assumption test, the determination
coefficient test and t test. The results of this research indicate that partially the variable of Return on
Equity (ROE) and Earnings Per Share (EPS) significantly influence the stock market prices, while
partially the variable of Return on Assets (ROA) has no effect on the stock market prices.
Key Word
: Return on Assets (ROA), Return on Equity (ROE), Earning Per Share (EPS) and Stock Market
Prices.
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Baik buruknya perusahaan tercermin dari rasio-rasio keuangan yang secara rutin diterbitkan emiten.
Jika diasumsikan investor adalah seorang yang rasional, maka investor tersebut pasti akan sangat
memperhatikan aspek fundamental untuk menilai ekspektasi imbal hasil yang akan diperolehnya. Variasi
harga saham akan dipengaruhi oleh kinerja keuangan perusahaan, disamping dipengaruhi oleh hukum
permintaan dan penawaran. Kinerja keuangan akan menentukan tinggi rendahnya harga saham di pasar
modal. Apabila kinerja keuangan perusahaan menunjukkan adanya prospek yang baik, maka sahamnya
akan diminati investor dan harganya meningkat.
Selama ini laba akuntansi selalu menjadi fokus perhatian dalam menilai kinerja suatu perusahaan.
Laba/ keuntungan merupakan hasil dari kebijaksanaan yang diambil oleh manajemen. Rasio keuntungan
dipakai untuk mengukur seberapa besar tingkat keuntungan yang dapat diperoleh perusahaan. Semakin
besar tingkat keuntungan menunjukkan semakin baik manajemen dalam mengelola perusahaan.
Rasio keuntungan menurut Sutrisno (2001) dapat diukur dengan beberapa indikator, yaitu : Net Profit
Margin (NPM), Return on Asset (ROA), Return on Equity (ROE), Return on Investment (ROI), dan
Earning Per Share (EPS). Namun demikian, untuk membatasi masalah dalam penelitian ini, penulis
hanya akan menganalisa melalui tiga variabel saja yakni Return on Asset (ROA), Return on Equity
(ROE), dan Earning Per Share (EPS).
Dari data-data PT. Bakrie Telecom, Tbk yang ditunjukkan untuk tahun 2006-2007 dapat diketahui
bahwa semakin tinggi angka yang ditunjukkan berdasarkan perhitungan ketiga rasio (ROA, ROE dan
EPS), maka semakin tinggi pula harga pasar saham yang diperoleh perusahaan pada tahun yang
bersangkutan yang artinya semakin baik kinerja manajemen melalui suatu analisis keuangan yang diukur
dengan rasio, maka semakin baik pula respon pasar. Dengan demikian, perusahaan tidak saja mampu
mencapai tujuan utama perusahaan pada umumnya yakni meningkatkan laba, tetapi juga telah mampu
memaksimalkan nilai perusahaan dimana maksimalisasi nilai perusahaan ini tercermin salah satunya
melalui harga saham perusahaan yang bersangkutan. Namun demikian, berkebalikan dengan data-data
yang ditunjukkan untuk tahun 2008-2010 dimana angka-angka tersebut mengindikasikan bahwa ROA,
ROE dan EPS tidak berpengaruh terhadap harga pasar saham sehingga menimbulkan dua asumsi yang
berbeda. Berdasarkan fenomena tersebut diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
keterkaitan apakah data-data tersebut benar mempengaruhi dan/ atau berpengaruh terhadap satu sama lain
terutama terhadap harga pasar saham yang dalam hal ini merupakan variabel (Y) yang diteliti berdasarkan
variabel (X) nya, dalam hal ini adalah ROA, ROE dan EPS. Berdasarkan latar belakang yang telah
dipaparkan di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang hasilnya diharapkan dapat
mengetahui tentang pengaruh return on asset (ROA), return on equity (ROE) dan earning per share
(EPS) terhadap harga pasar saham. Dalam kaitan itulah, maka judul penelitian ini adalah: “Pengaruh
Return on Asset (ROA), Return on Equity (ROE) dan Earning Per Share (EPS) terhadap Harga
Pasar Saham pada Perusahaan Di Bursa Efek Indonesia (Studi Kasus pada PT. Bakrie Telecom
Tbk)”.
1.2 Identifikasi Masalah
1. Bagaimana Return on Assets (ROA), Return on Equity (ROE), Earning Per Share (EPS) dan
pergerakan harga saham pada PT. Bakrie Telecom Tbk.
2. Bagaimana pengaruh secara parsial Return on Assets (ROA), Return on Equity (ROE) dan
Earning Per Share (EPS) terhadap harga pasar saham pada PT. Bakrie Telecom Tbk.
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui Return on Assets (ROA), Return on Equity (ROE), Earning Per Share (EPS)
dan pergerakan harga saham pada PT. Bakrie Telecom Tbk.
2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh secara parsial Return on Assets (ROA), Return on Equity
(ROE) dan Earning Per Share (EPS) terhadap harga pasar saham PT. Bakrie Telecom Tbk.
1.4 Kegunaan Penelitian
1. Dari segi akademik, penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah Ilmu Pengetahuan di
bidang ekonomi khususnya tentang investasi saham pada perusahaan yang listing di BEI dan dapat
memberikan informasi bagi kemungkinan adanya penelitian lebih lanjut.
2. Bagi peneliti, untuk membuktikan adanya pengaruh Return on Assets (ROA), Return on Equity
(ROE) dan Earning Per Share (EPS) terhadap harga pasar saham, pada perusahaan yang terdaftar
di BEI.
3. Dari segi praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan masukan bagi
investor dalam mempertimbangkan pengambilan keputusan berkaitan dengan penanaman modal
dalam saham, khususnya pada PT. Bakrie Telecom Tbk yang listing di Bursa Efek Indonesia.
II.
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS
2.1 Tinjauan Pustaka
a. Return on Asset (ROA)
Menurut James C Van Horne dan Jhon M. Wachowicz JR. yang dialihbahasakan oleh
Dewi Fitriasari dan Deny Arnos Kwary (2005:224), mengemukakan:
“Tingkat pengembalian atas investasi (Return on InvestmentROI), atau disebut juga tingkat
pengembalian atas aktiva (Return on AssetROA) adalah rasio yang digunakan untuk mengukur
efektivitas keseluruhan dalam menghasilkan laba melalui aktiva yang tersedia; daya untuk
menghasilkan laba dari modal yang diinvestasikan”. Hal ini dapat dilihat dengan rumus sebagai
berikut:
Pengembalian atas Investasi ( ROI, ROA) =
Laba Ber sih Setelah Pajak
Total Aktiva
Sehubungan dengan rumus sebelumnya yang dikemukakan oleh James C Van Horne dan
Jhon M. Wachowicz JR., Mohamad Samsul (2006:145) menyatakan ROA berbeda dengan ROI
karena dalam investment hanya ada unsur modal pinjaman jangka panjang dan ekuitas, sedangkan
asset dibiayai dari sumber pinjaman jangka panjang, ekuitas dan utang jangka pendek, sehingga
rumus keduanya adalah sebagai berikut:
laba Operasi − Pajak PPh
=
sedangkan,
=
Total Aset
Laba Operasi − Pajak PPh
Ekuitas + Pinjaman Jangka Panjang
b. Return on Equity (ROE)
Menurut Freddy Rangkuti (2006:77), keuntungan modal sendiri disebut juga dengan
ROE (Return on Equity) adalah rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan dari
investasi pemilik modal dan dihitung berdasarkan pembagian antara laba bersih (keuntungan neto
sesudah pajak) dengan modal sendiri. Rumus yang digunakan adalah:
ROE =
Labe Ber sih Sesudah Pajak
Modal sendir i
(Freddy Rangkuti, 2006:77)
Menurut Ridwan S. Sundjaja dan Inge Barlian (2003:146), mengemukakan:
“Hasil atas Ekuitas (HAE) atau Return on Equity (ROE) adalah ukuran hasil yang diperoleh
pemilik (baik pemegang saham preferen atau saham biasa) atas investasi di perusahaan. Semakin
tinggi hasil semakin baik”.
Hasil atas ekuit as ( HAE) ,( ROE) =
Laba Ber sih Setelah Pajak
Total Ekuitas
c. Earning Per Share (EPS)
Komponen penting yang pertama harus diperhatikan dalam analisis perusahaan menurut
Eduardus Tandelilin (2001:241) adalah laba bersih setelah pajak per lembar saham atau lebih
dikenal dengan Earning Per Share (EPS), karena Earning Per Share (EPS) suatu perusahaan
menentukan besarnya laba bersih perusahaan yang siap dibagikan bagi semua pemegang saham
perusahaan.
Rumus untuk menghitung EPS suatu perusahaan adalah sebagai berikut:
EPS =
Laba Ber sih Setelah Bunga Dan Pajak
Jumlah Saham Beredar
Adapun pengertian Earning Per Share menurut Ali Arifin (2002:87), adalah sebagai
berikut:
“Earning Per Share merupakan hasil perhitungan laba bersih dibagi jumlah saham yang beredar.
Jika pertumbuhan EPS suatu perusahaan mengalami peningkatan, kemungkinan minat beli
investor terhadap saham perusahaan tersebut juga akan mengalami peningkatan. Laba yang
digunakan sebagai ukuran adalah laba bagi pemilik atau Earning After Tax (EAT)”.
EPS =
Laba Ber sih setelah Pajak ( EAT)
Jumlah Lembar Saham yang Beredar
(Ali Arifin, 2002:87)
d. Harga Pasar Saham
Pandji Anaroga dan Piji Pakarti (2003:59), mendefinisikan harga pasar saham sebagai
berikut:
“Harga pasar saham adalah harga saham tersebut pada harga riil, dan merupakan harga yang
paling mudah ditentukan karena merupakan harga dari suatu saham pada pasar yang sedang
berlangsung atau jika pasar ditutup, maka harga pasar adalah harga penutupannya”.
Adapun Jogiyanto (2000:88) mendefinisikan harga pasar sebagai berikut:
“Harga pasar adalah harga saham yang terjadi di pasar bursa pada saat tertentu yang ditentukan
oleh permintaan dan penawaran saham bersangkutan di pasar bursa”.
Harga pasar saham menurut Abdul Halim (2005:20), adalah harga yang terbentuk di pasar
jual beli saham. Harga ini terjadi setelah saham tersebut tercatat di bursa efek.
2.2 Kerangka pemikiran
Baik buruknya perusahaan tercermin dari rasio-rasio keuangan yang secara rutin diterbitkan emiten.
Pada umumnya, perusahaan yang sudah go public diwajibkan oleh peraturan yang dikeluarkan oleh pihak
BAPEPAM untuk menerbitkan laporan keuangan, dimana laporan keuangan disusun dengan tujuan untuk
menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, perubahan posisi keuangan yang bermanfaat
sebagai salah satu data untuk pengambilan keputusan baik oleh pihak manajemen perusahaan itu sendiri
atau pihak investor. Jika pengumuman (penerbitan laporan keuangan) mengandung informasi, maka pasar
diharapkan akan bereaksi pada waktu pengumuman tersebut diterima oleh pasar.
Untuk menilai kondisi keuangan dan prestasi perusahaan diperlukan beberapa tolok ukur. Tolok ukur
yang sering digunakan adalah rasio atau indeks, yang menghubungkan dua data keuangan yang satu
dengan yang lain. Rasio-rasio keuangan ini dirancang untuk membantu kita mengevaluasi suatu laporan
keuangan.
Menurut Susan Irawati (2006:25), analisis keuangan dalam rangka evaluasi kinerja diperlukan
rasio-rasio keuangan yaitu:
1. Rasio Likuiditas
Merupakan rasio yang digunakan sebagai alat ukur kemampuan perusahaan dalam membayar
pinjaman jangka pendeknya pada saat jatuh tempo atau dalam memenuhi kewajiban jangka
pendeknya (financial-nya yang harus segera dipenuhi).
2. Rasio Leverage
Merupakan rasio yang digunakan sebagai alat ukur sampai seberapa besar aktiva perusahaan
dibiayai dengan hutang atau seberapa jauh perusahaan menggunakan hutangnya untuk jangka
panjang.
3. Rasio aktivitas
Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur sampai seberapa besar efektifitas perusahaan
dalam memanfaatkan sumber dananya.
4. Rasio Profitabilitas
Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur sampai seberapa besar efektifitas perusahaan
dalam mendapatkan keuntungan. Dalam rasio keuntungan atau profitability ratio, ada beberapa
rumusan yang digunakan diantaranya: Gross Profit Margin, Operating Profit Margin, Operating
Ratio, Net Profit Margin, Return on Asset, Return on Equity, Return on Investment, dan Earning
Per Share.
5. Rasio Penilaian
Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur sampai seberapa besar kemampuan manajemen
untuk menciptakan nilai pasar agar melebihi biaya modalnya.
Dalam penelitian ini, penulis membatasi hanya menggunakan beberapa rasio antara lain: Return
on Asset (ROA), Return on Equity (ROE), dan Earning Per Share (EPS) saja. Adapun alasan peneliti
melakukan penelitian tersebut adalah untuk mengetahui sejauhmana pengaruh Return on Asset (ROA),
Return on Equity (ROE), dan Earning Per Share (EPS) terhadap harga pasar saham pada PT. Bakrie
Telecom Tbk. Return on Asset (ROA) digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba atas keseluruhan aktiva yang dimilikinya. Saham itu sendiri merupakan asset (aktiva)
perusahaan. Return on Equity (ROE) digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba atas keseluruhan modal yang dimilikinya, yang dihitung berdasarkan pembagian
antara laba bersih setelah pajak dengan total ekuitas. Semakin baik nilai ROA maupun nilai ROE, maka
semakin baik pengelolaan perusahaan atas saham yang tercermin dari laba yang dihasilkan. Sedangkan
Earning Per Share (EPS) atau laba per saham digunakan untuk mengukur besarnya pendapatan yang
diperoleh setiap lembar saham yang siap dibagikan bagi semua pemegang saham perusahaan, yang
dihitung berdasarkan pembagian antara laba bersih setelah pajak dengan jumlah saham yang beredar.
Setiap perubahan laba bersih maupun jumlah lembar saham biasa yang beredar dapat mengakibatkan
perubahan laba per saham (EPS). Seperti yang telah kita ketahui bahwa harga saham dipengaruhi oleh
permintaan dan penawaran. Informasi mengenai ROA, ROE dan EPS diharapkan mampu memberikan
penilaian yang baik atas kinerja perusahaan yang pada akhirnya mampu menarik minat investor untuk
menanamkan investasi di perusahaan terutama investasi dalam saham, atas kepercayaan yang diberikan
investor terhadap perusahaan yang bersangkutan.
Dalam analisis laporan keuangan perusahaan untuk berinvestasi saham, pihak investor akan
melihat ROA, ROE dan EPS sebagai langkah awal dalam melihat kinerja perusahaan. Semakin baik dan
semakin naik ROA, ROE dan EPS yang diperoleh pihak perusahaan, maka semakin baik pula pandangan
investor terhadap perusahaan tersebut. Hal ini akan memberikan dampak positif bagi pasar dimana minat
beli terhadap saham perusahaan juga akan mengalami peningkatan. Dan begitupula sebaliknya semakin
turun perubahan ROA, ROE dan EPS perusahaan, maka pandangan investor akan kurang baik. Dengan
demikian, pihak perusahaan akan berusaha mempertahankan kenaikan ROA, ROE dan EPS yang
diperoleh agar memperoleh pandangan baik investor terhadap perusahaan. Pandangan baik investor akan
memberikan dampak positif terhadap perusahaan, salah satunya keikutsertaan dalam menanamkan
modalnya dalam membeli saham perusahaan. Hal ini berpengaruh terhadap jumlah permintaan akan
saham perusahaan meningkat dimana kenaikan permintaan akan menimbulkan kenaikan pula terhadap
harga saham di pasar bursa itu sendiri.
Sesuai uraian diatas, peneliti beranggapan bahwa dengan menggunakan ketiga variabel tersebut
(ROA, ROE dan EPS), para investor akan dapat menilai kinerja perusahaan guna memperkirakan return
(pengembalian/ laba) atas investasi yang ditanamkannya berdasarkan harga pasar sahamnya. Selain itu
perusahaan dapat mengetahui seberapa besar kinerja yang telah dihasilkan, sehingga tujuan untuk
memakmurkan pemegang saham dapat tercapai. Selanjutnya dengan menggunakan ketiga variabel
tersebut (ROA, ROE dan EPS) akan diteliti alat ukur mana yang mempunyai pengaruh paling signifikan
terhadap harga pasar saham.
2.3 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini dapat dinyatakan
sebagai berikut:
1. Terdapat pengaruh ROA terhadap harga pasar saham secara parsial.
2. Terdapat pengaruh ROE terhadap harga pasar saham secara parsial.
3. Terdapat pengaruh EPS terhadap harga pasar saham secara parsial.
III.
OBJEK DAN METODE PENELITIAN
3.1 Objek Penelitian
Objek dalam penelian ini adalah Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE) dan Earning
Per Share (EPS). Penelitian dilakukan dengan menganalisis data pada laporan keuangan triwulan PT.
Bakrie telecom, Tbk. Periode Desember 2006 sampai dengan Maret 2012, sehingga diperoleh sebanyak
22 jumlah observasi untuk kemudian dilihat pengaruhnya terhadap pergerakan harga pasar saham 6 hari
setelah publikasi laporan keuangan.
3.2 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode desktiptif analitis dengan pendekatan even
study. Metode desktiptif analitis yaitu metode yang berusaha mengumpulkan data yang sesuai dengan
keadaan sebenarnya, menyajikan dan menganalisanya, sehingga dapat memberikan gambaran yang cukup
jelas atas objek yang diteliti, dan kemudian dapat ditarik suatu kesimpulan
Even studies menurut Eduardus Tandelilin (2001:126) adalah sebagai berikut:
“Penelitian yang mengamati dampak dari pengumuman informasi terhadap harga sekuritas”.
Sedangkan menurut Mohamad Samsul (2006: 273), even studies diartikan sebagai mempelajari
pengaruh suatu peristiwa terhadap harga saham di pasar, baik pada saat peristiwa itu terjadi maupun
beberapa saat setelah peristiwa itu terjadi, apakah harga saham akan meningkat atau menurun setelah
peristiwa itu terjadi atau apakah harga saham sudah terpengaruh sebelum peristiwa itu terjadi.
3.3 Model/ Paradigma Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran, paradigma penelitian dapat disajikan dalam gambar 3.1:
X1
ε
X2
Y
X3
Gambar 3.1
Paradigma Penelitian
Dimana:
X1
X2
X3
Y
ε
:
:
:
:
:
Return on Asset (ROA)
Return on Equity (ROE)
Earning Per Share (EPS)
Harga Pasar Saham
Faktor lain yang tidak diteliti tetapi berpengaruh terhadap harga pasar saham
3.4 Teknik Analisis Data
Untuk mengetahui pengaruh Return On Asset, Return On Equity, dan Earning per Share terhadap
Harga Pasar Saham, maka analisis data sebagai berikut:
a. Analisis Rasio Finansial
Return On Asset
Return On Asset (ROA) dapat didefinisikan sebagai kemampuan dari modal yang diinvestasikan
dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan.
Secara formulasi sebagai berikut:
=
100%
Munawir (2007 : 89)
Return On Equity
Return On Equity (ROE) adalah kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan
dengan modal sendiri yang dimiliki, sehingga sering disebut sebagai rentabilitas modal sendiri.
Secara formulasi sebagai berikut:
=
100%
Sutrisno (2005 : 239)
Earning Per Share
Earning per Share (EPS) atau laba per lembar saham adalah jumlah total laba bersih dibagi
jumlah saham yang beredar. Nilai Earning Per Share (EPS) suatu perusahaan menentukan
besarnya laba bersih perusahaan yang siap dibagikan bagi semua pemegang saham perusahaan.
Secara formulasi sebagai berikut:
EPS =
Laba Ber sih Setelah Pajak ( EAT)
Jumlah lembar saham beredar
Ali Arifin (2002:87)
Harga Pasar Saham
Harga saham berdasarkan nilai penutupan perdagangan (close price) 6 hari sesudah
diterbitkannya laporan keuangan. Penggunaan jangka waktu 6 hari merujuk pada konsep pasar
efisien dimana menurut konsep pasar efisien, pasar dikatakan efisien bilamana harga-harga yang
terbentuk dipasar merupakan cerminan dari informasi yang ada. Salah satu konsep dari hipotesis
pasar efisien adalah bahwa sekali suatu informasi menjadi informasi publik (umum), artinya
tersebar di pasar, maka semua investor akan bereaksi dengan cepat dan mendorong harga naik
untuk mencerminkan semua informasi yang ada.
b. Analisis Regresi Berganda
Analisis data untuk pengujian hipotesis dengan menggunakan analisis regresi ganda dengan
menggunakan time lag satu tahun. Analisis regresi berganda dalam penelitian ini digunakan untuk
mengetahui pengaruh antara variabel bebas (independent variable) dengan variabel terikat (dependent
variable) dalam hal ini adalah pengaruh Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE) dan Earning
Per Share (EPS) terhadap Harga Pasar Saham.
Sugiyono (2006:210), menyatakan analisis regresi ganda akan dilakukan bila jumlah variabel
independennya minimal 2.
Persamaan regresi untuk dua prediktor adalah:
Y = a + b1X1 + b2X2
Persamaan regresi untuk tiga prediktor adalah:
Y = a + b1X1 + b2X2 + b 3X3
Persamaan regresi untuk n prediktor adalah:
Y = a + b1X1 + b2X2 + …….. + bnXn
(Sugiyono, 2006:211)
Dikarenakan publikasi laporan keuangan tahunan dipublikasikan pada tahun setelahnya dengan
menggunakan harga pasar saham pada tahun publikasi (tahun yang diteliti) atau dengan kata lain bahwa
data keuangan tahun sebelumnya digunakan untuk memprediksi tahun sekarang, maka pengaruh tersebut
dapat disederhanakan dalam model matematis regresi berganda dengan time lag satu tahun sebagai
berikut:
HPS(Yt) = a+b ROA(t-1)+b ROE(t-1)+b EPS(t-1)+ε
1
Dimana :
Harga Pasar Saham (Yt)
ROA, ROE, EPS (X(t-1))
a
b1, b2, b3
2
=
=
=
=
3
variabel dependen pada tahun t.
Variabel independen sebelum tahun t.
Konstanta.
angka arah atau koefisien regresi yang menunjukkan angka peningkatan
maupun penurunan variabel dependen yang didasarkan pada variabel
independen. Bila b (+) maka naik, dan bila b (-) maka terjadi penurunan.
ε
= Faktor lain yang tidak diteliti.
c. Pengujian Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik digunakan untuk mengetahui kondisi data yang digunakan dalam penelitian. Hal
ini dilakukan agar diperoleh model analisis yang tepat. Model analisis regresi linier penelitian ini
mensyaratkan uji asumsi terhadap data yang meliputi: uji normalitas dengan menggunakan metode
Kolmogorov-Smirnov, uji multikolinearitas dengan melihat tolerance value atau variance inflation factor
(VIF), berdasarkan Eigenvalue dan Condition Index, dan dengan melihat nilai R2 dan nilai t statistik, uji
heteroskedstisitas dengan menggunakan analisis grafik (SRESID dan ZPRED) dan metode Rank
Spearman, uji autokorelasi dengan metode Durbin-Watson (DW test) dan metode Lagrange Multiplier
(LM Test), uji linearitas dengan metode analisis grafik (ZRESID dan ZPRED) dan metode Lagrange
Multiplier (LM Test) (Dr. Suliyanto, 2011).
d. Koefisien Determinasi
Merupakan besaran yang memberikan informasi goodness of fit dari persamaan regresi, yaitu
memberikan proporsi atau persentase kekuatan pengaruh variabel yang menjelaskan (X1, X2, X3) secara
simultan terhadap variasi dari variabel dependen (Y).
Analisis ini digunakan untuk menunjukkan berapa besar pengaruh Return On Asset (X1), Return
On Equity (X2), dan Earning per Share (X3) terhadap Harga Pasar Saham (Y). Koefisien Determinasi
(KD) menunjukkan ragam naik turunnya variabel terikat (Y) yang diterangkan oleh variabel X (berapa
bagian dari total keragaman dari variabel Y yang dapat dijelaskan oleh beragamnya nilai-nilai yang
diberikan setiap variabel bebas X). Koefisien determinasi dihitung untuk memperoleh kontribusi variabel
bebas ROA (X1), ROE (X2), dan EPS (X3) terhadap variabel terikat Harga Pasar saham (Y). dimana
dalam penggunaannya koefisien determinasi dinyatakan dalam persentase. Adapun koefisien determinasi
menutur J. Supranto (2004:208), dapat dicari dengan rumus sebagai berikut:
Koefisien Determinasi
= r2 x 100%
Koefisien Non Determinasi = 1- (r2) x 100%
Dimana: r2 = koefisien korelasi pangkat dua (alat analisis untuk mengukur kuatnya hubungan antara
variabel X dan variabel Y).
Karena jumlah variabel independen yang diteliti adalah tiga buah variabel, maka untuk
menghitung koefisien korelasi dapat digunakan rumus (Sugiyono, 2006:218) sebagai berikut:
Ry(
. .
)=
b ∑X Y + b ∑X Y + b ∑X Y
∑Y
Keterangan:
X = variabel bebas
Y = variabel terikat
R = koefisien korelasi ganda tiga prediktor
b = angka arah atau koefisien regresi yang menunjukkan angka peningkatan maupun penurunan
variabel dependen yang didasarkan pada variabel independen.
Koefisien korelasi ini akan besar jika tingkat hubungan antar variabel kuat. Demikian jika
hubungan antar variabel tidak kuat, maka nilai R akan kecil. Besarnya koefisien korelasi ini akan
diinterpretasikan sebagai berikut:
Tabel 3.4
Tingkat Keeratan Hubungan
Interval Koefisien
Tingkat Hubungan
0,00 – 1,99
Sangat rendah
0,20 – 0,399
Rendah
0,40 – 0,599
Sedang
0,60 – 0,799
Kuat
0,80 – 1,00
Sangat Kuat
(Sugiyono, 2006:183)
Jika nilai koefisen penentu (KD) = 0, berarti tidak ada pengaruh ROA, ROE, dan EPS terhadap Harga
Pasar Saham.
Jika nilai koefisen penentu (KD) ≠ 0, berarti variasi naik turunnya Harga Pasar Saham adalah 100%
dipengaruhi oleh ROA, ROE, dan EPS.
Jika nilai koefisen penentu (KD) berada diantara 0 dan 1 (0 < KD ttabel
atau prob-sig < α = 5% berarti bahwa masing-masing variabel independen berpengaruh secara positif
terhadap variabel dependen.
a. Menentukan Hipotesis
1. Pengujian pengaruh ROA terhadap harga pasar saham
a. Ho1 : ρ = 0, tidak terdapat pengaruh ROA terhadap harga pasar saham
b. Ho1 : ρ ≠ 0, terdapat pengaruh ROA terhadap harga pasar saham
2. Pengujian pengaruh ROE terhadap Harga Pasar Saham
a. Ho2 : ρ = 0, tidak terdapat pengaruh ROA terhadap harga pasar saham
b. Ho2 : ρ ≠ 0, terdapat pengaruh ROA terhadap harga pasar saham
3. Pengujian pengaruh EPS terhadap Harga Pasar Saham
a. Ho3 : ρ = 0, tidak terdapat pengaruh ROA terhadap harga pasar saham
b. Ho3 : ρ ≠ 0, terdapat pengaruh ROA terhadap harga pasar saham
b. Uji Signifikansi
Uji signifikansi dalam kasus ini berupa uji t (signifikan secara parsial) dan dibantu melaui program
SPSS versi 17 sebagai berikut:
Pengujian ini dilakukan untuk menguji pengaruh variabel bebas terhadap variabel tidak bebas secara
terpisah/ parsial serta penerimaan atau penolakan hipotesis.
c. Tentukan daerah kritis dengan tarap nyata 5% atau pada selang kenyataan sebesar 95%.
d. Kriteria Uji t
Uji t menggunakan rumus:
r √ −2
t=
1−
dimana:
t = thitung yang selanjutnya dikonsultasikan dengan ttabel
rp = koefisien korelasi parsial yang ditentukan
n = jumlah sampel
e. Pembuktian dilakukan dengan cara menmbandingkan hasil dari thitung dengan tα yaitu:
Jika thitung < ttabel (α/2;n-k-1), maka Ho diterima dan Ha ditolak
Artinya variabel independen (ROA, ROE dan EPS) tidak berpengaruh terhadap variabel
dependen (Harga Pasar Saham).
Jika thitung > ttabel (α/2;n-k-1), maka Ho ditolak dan menerima Ha
Artinya variabel independen (ROA, ROE dan EPS) berpengaruh terhadap variabel dependen
(Harga Pasar Saham).
f. Penarikan Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian diatas, penulis akan melakukan analisis secara statistik
melaui program SPSS versi 17. Dari hasil analisis tersebut akan ditarik kesimpulan, apakah hipotesis
yang telah diterapkan itu diterima atau ditolak.
IV.
HASI L PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Menurut konsep, bila ROA, ROE dan EPS pada laporan keuangan naik, hal ini menunjukkan
kinerja yang baik yang akan berdampak pada kenaikan harga pasar saham. Hal ini sejalan dengan laporan
keuangan PT Bakrie Telecom, Tbk tahun 2007 dimana sepanjang tahun 2007 ROA, ROE dan EPS
mengalami kenaikan yang cukup signifikan sehingga harga pasar sahamnya tertimbangnya pun
mengalami kenaikan dengan pencapaian tertinggi Rp 438,-. Hal ini akibat pengaruh dari jumlah
pelanggan BTEL yang meroket sehingga meningkatkan pendapatan perusahaan yang berdampak pada
kenaikan laba perusahaan dan harga pasar saham tertimbang tahun tersebut.
Namun pada tahun 2008 berdasarkan laporan keuangan per 30 September 2008, harga saham
tertimbang turun cukup drastis pada level Rp 72,- sementara ROA, ROE dan EPS mengalami kenaikan
dari periode sebelumnya (per 30 Juni 2008). Hal ini disebabkan pada periode tersebut BTEL mengalami
autoreject bawah yang mengakibatkan disuspensinya BTEL oleh BEI dalam perdagangan saham. BTEL
selaku grup Bakrie terkena sentiment negatif akibar BNBR selaku induk usaha mereka tidak segera
menyelesaikan masalah hutang sebesar Rp 11,51 triliun yang melilit BNBR sehingga membuat anggapan
pemegang saham grup Bakrie yang melihat masih besarnya potensi gagal bayar lantaran negosiasi
penjualan saham BNBR tidak kunjung selesai, terlebih ditengah kondisi pasar yang sedang ambruk
sehingga mereka memilih melepas portofolio secara besar-besaran pasa saham-saham grup Bakrie. Perlu
diketahui bahwa pada tahun 2008 terjadi krisis global yang membuat IHSG ikut tertekan dan
mengakibatkan sebagian besar saham Indonesia ikut anjlok termasik salah satunya BTEL. Krisis ini
terjadi akibat bangkrutnya lembaga keuangan Lehman Brother akibat kredit macet sektor perumahan di
Amerika Serikat.
Sepanjang tahun 2011 ROA, ROE dan EPS mengalami penurunan yang sangat drastis ke level
terendahnya. Hal ini disebabkan BTEL menderita rugi karena beban usaha yang naik justru lebih tinggi
dari pendapatan yang hanya naik tipis. Namun demikian harga pasar tertimbang tahun yang bersangkutan
justru mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya.
a. Persamaan Analisis Regresi Berganda
Dari tabel coefficientsa dapat disusun persamaan regresi berganda sebagai berikut:
Y = 248,659 – 60,805X1 + 96,049X2 – 49,120X3 + e
Keterangan:
Y
= Harga Pasar Saham
X1
= Return On Asset (ROA)
X2
= Return On Equity (ROE)
X3
= Earning Per Share (EPS)
ε
= Faktor lain yang tidak diteliti.
Interpretasi:
Dalam persamaan regresi berganda tersebut dapat dijelaskan bahwa konstanta 248,659
menyatakan bahwa jika tidak ada perubahan ROA, ROE dan EPS, maka harga pasar saham sebesar Rp
248,659,-.
Koefisien regresi ROA memiliki nilai 60,805 dengan arah negatif menunjukkan bahwa kenaikan
ROA sebesar satu satuan (∆X1=1%) akan menurunkan harga pasar saham sebesar Rp 60,805,-.
Koefisien regresi ROE memiliki nilai 96,049 dengan arah positif menunjukkan bahwa kenaikan
ROE sebesar satu satuan (∆X2=1%) akan menaikkan harga pasar saham sebesar Rp 96,049,-.
Koefisien regresi EPS memiliki nilai 49,120 dengan arah negatif menunjukkan bahwa kenaikan
EPS sebesar satu satuan (∆X1=Rp 1) akan menurunkan harga pasar saham sebesar Rp 49,120,-.
b. Uji Asumsi Klasik Regresi Berganda
Uji Normalitas
Dalam penelitian ini pengujian normalitas dilakukan dengan metode Kolmogorov-Smirnov.
Kriteria Uji Normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov (Dr.Suliyono, 2011:75):
- Jika nilai probabilitas (Kolmogorov-Smirnov) < taraf signifikansi 5% (0,05), maka distribusi data
dikatakan tidak normal.
- Jika nilai probabilitas (Kolmogorov-Smirnov) > taraf signifikansi 5% (0,05), maka distribusi data
dikatakan normal.
Berdasarkan output hasil uji Normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov terlihat bahwa nilai
Asymp. Sig. (2-tailed) dari semua variabel. ROA (0,163), ROE (0,054), EPS (0,031) dan harga pasar
saham (0,810) lebih dari 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa data yang digunakan dalam penelitian
ini semuanya berdistribusi normal. Atau dapat dilihat dari nilai Asymp. Sig. (2-tailed) Standarized
Residual sebesar 0,377 > 0,05.
Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas dengan melihat TOL (Tolerance) dan Variance Inflation Factor (VIF) dari
masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikatnya. Jika nilai VIF tidak lebih dari 10, maka model
dinyatakan tidak terdapat gejala multikolinear. (Dr. Suliyanto, 2011: 90). Berdasarkan output Coefficient
terlihat bahwa nilai TOL (Tolerance) variabel ROA 0,021, nilai TOL (Tolerance) variabel ROE 0,010
dan nilai TOL (Tolerance) variabel EPS sebesar 0,029, sedangkan nilai VIF (Variance Inflation Factor)
variabel ROA 47,459, ROE 101,680 dan EPS sebesar 34,776. Dengan melihat VIF (Variance Inflation
Factor) variabel ROA, ROE dan EPS yang lebih dari 10, maka pada model regresi yang terbentuk terjadi
gejala multikolinearitas.
Uji multikolinearitas berdasarkan Eigenvalue dan Condition Index dilakukan dengan melihat rasio
Maximum Eigenvalues (k). Jika k antara 100 dan 1000, maka menunjukkan adanya gejala multikolinear
yang moderat sampai kuat, sedangkan jika nilai k > 1000 menunjukkan gejala multikolinear yang sangat
kuat, atau dengan berdasarkan pada Condition Index (CI). Jika nilai CI antara 10 dan 30 menunjukkan
adanya gejala multikoliner yang moderat sampai kuat, sedangkan jika nilai CI > 30 menunjukkan adanya
gejala multikolinear yang sangat kuat. (Dr. Suliyanto, 2011).
Berdasarkan output pada Collinearity Diagnostic terlihat bahwa Eigenvalue maksimum sebesar
2,944 sedangkan Eigenvalue minimum sebesar 0,006 sehingga nilai k adalah sebagai berikut:
k=
k=
,
= 490,67
,
Sedangkan
CI =
CI =
,
,
= 22,15
Dengan melihat nilai k sebesar 490,67 > 100, model regresi yang dibentuk mengandung gejala
multikolinear. Demikian juga jika melihat nilai CI sebesar 22,15 > 10, maka model regresi yang dibentuk
mengandung multikolinearitas sedang. Nilai CI (Condition Indeks) sebesar 10-30 termasuk pada
multikolinearitas sedang (Setiawan dan Dwi Endah Kusrini, 2010 : 92).
Uji multikolinearitas dengan melihat nilai R2 dan nilai t statistik dilakukan dengan
membandingkan nilai R2 dan nilai statistik. Jika nilai R2 tinggi, misalkan diatas 0,80 dan uji F menolak
hipotesis nol, tetapi nilai t statistik sangat kecil atau bahkan tidak ada variabel bebas yang signifikan,
maka hal itu menunjukkan adanya gejala multikolineritas. (Dr. Suliyanto, 2011: 81-83). Hasil penelitian
dengan bantuan SPSS disajikan dalam tabel Model Summary dan tabel Coefficientsa lampiran 1 halaman
110 menunjukkan nilai R2 0,407 < 0,8, F menolak hipotesis nol, pada nilai t statistik terdapat dua variabel
bebas yang signifikan dan hanya satu variabel yang tidak signifikan sehingga dapat ditarik kesimpulan
kemultikolinearitasan dapat diabaikan. Untuk lebih menguatkan penarikan kesimpulan mengenai
kemultikolinearitasan ini, penulis menemukan pendapat dari para ahli mengenai hal tersebut.
Setiawan dan Dwi Endah Kusrini (2010: 92), multikolinearitas dapat dideteksi apabila
memperoleh R2 yang tinggi (>0,7) dalam model, tetapi sedikit sekali atau bahkan tidak satupun parameter
regresi yang signifikan jika diuji secara individual dengan menggunakan statistik uji t. Seperti telah
diuraikan sebelumnya pada tabel Model Summary diperoleh nilai R2 < 0,7, F pada tabel ANOVAb
menolak hipotsis nol, dan nilai t statistik pada tabel Coefficientsa menunjukkan terdapat dua variabel
bebas yang signifikan, sehingga menolak kemulltikolinearitasan.
Setiawan dan Dwi Endah Kusrini (2010: 92), multikolineritas juga dapat dideteksi apabila dalam
model regresi memperoleh koefisien regresi (βj) dengan tanda yang bebeda dengan koefisien korelasi
antara Y dengan Xj. Misalnya korelasi antara Y dengan Xj bertanda positif (ryxj > 0), tetapi koefisien
regresi yang berhubungan dengan dengan Xj bertanda negatif (β j < 0) atau sebaliknya. Hasil penelitian
pada tabel Coefficientsa menunjukkan koefisien regresi (βROA dan βEPS) bertanda negatif, senada
dengan koefisien korelasi (r) antara Y dengan ROA, dan Y dengan EPS yang bertanda negatif. Begitupula
koefisien regresi (βROE) bertanda positif, senada dengan koefisien korelasi (r) antara Y dengan ROE
yang bertanda positif, sehingga deteksi semula mengenai adanya kemultikolinearitasan dapat diabaikan.
Didukung oleh pendapat dari Gujarati (2003: 215), yang menyatakan apabila R2 dari hasil regresi
lebih besar dari 0,8 maka pada model tersebut terdapat masalah multikolinearitas yang serius, namun bila
R2 lebih kecil dari 0,8, multikolinearitas dapat diabaikan karena tidak mempengaruhi keakuratan model
meskipun bila dilakukan perbaikan pada model tersebut. Karena nilai R2 hanya 0,407 lebih kecil dari 0,8,
maka model tersebut tidak terkena multikolinearitas. Hal ini diperkuat dan disempurnakan kembali oleh
pendapat Gujarati (2006: 377), meski terdapat multikoliearitas tinggi antar variabel independen, namun
selama sebagian besar koefisiennya signifikan pada tingkat kepercayaan dasar 95%, maka regresi tersebut
tidak bermasalah. Dari hasil penelitian mengenai pengaruh ROA, ROE dan EPS terhadap harga pasar
saham, dua diantaranya (yakni koefisien ROE dan EPS) signifikan pada tingkat kepercayaan 95% dan
hanya satu variabel yang koefisiennya tidak signifikan (yakni ROA), maka multikolinearitas dapat
diabaikan (model regresi tidak bermasalah) dan model penelitian tetap BLUE (Best, Linear, Unbiased,
Estimator).
Uji Heteroskedastisitas
Dalam penelitian ini uji heteroskedastisitas dilakukan dengan analisis grafik (SRESID dan
ZPRED) dengan melihat tampilan scatterplot.
Berdasarkan tampilan pada scatterplot terlihat bahwa plot menyebar secara acak diatas maupun
dibawah angka nol pada sumbu Regression Stidentized ResidualI. Oleh karena itu maka berdasarkan uji
heteroskedastisitas menggunakan metode analisis grafik, pada model regresi yang terbentuk dinyatakan
tidak terjadi gejala heteroskedastisitas.
Uji heteroskedastisitas menggunakan analisis grafik memiliki beberapa kelemahan. Disamping
dapat memberikan penilaian yang subjektif, metode ini juga sulit diinterpretasikan jika jumlah
pengamatannya sedikit. Oleh karena itu penulis menguji kelinearitasan model regresi dengan
menggunakan alat uji lainnya yakni uji heteroskedastisitas dengan metode Rank Spearman.
Gejala heteroskedastisitas ditunjukkan oleh koefisien korelasi Rank Spearman dari masing-masing
variabel bebas dengan nilai absolute residualnya, |e|. Jika nilai signifikasi lebih besar dari nilai alpha (Sig.
> α), maka dapat dipastikan model tidak mengandung gejala heteroskedastisitas atau dikatakan tidak
terjadi heteroskedastisitas apabila thitung < ttabel (Dr. Suliyono, 2011:112).
Berdasarkan output, nilai Sig. variabel ROA (0,563), ROE (0,556), dan EPS (0,379) > 0,05 maka
dapat dikatakan tidak terjadi gejala heteroskedastisitas. Sedangkan nilai t hitung adalah sebagai berikut:
t hitung ROA =
t hitung ROE =
t hitung EPS =
ρ √n − 2
1−
!
ρ √n − 2
1−
!
ρ √n − 2
1−
!
=
=
=
−0,130 √22 − 2
1 − ( −0,130)
−0,133 √22 − 2
1 − ( −0,133)
−0,197 √22 − 2
1 − ( −0,197)
= −0,586
= −0,600
= −0,899
Dengan α = 0,05; df = (n-k-1) = (22-3-1) = 18, nilai t hitung uji dua pihak adalah sebesar 2,101.
Dari perhitungan diatas, nilai t hitung masing-masing variabel (ROA -0,586; ROE -0,600; dan EPS 0,899) lebih kecil dari ttabel = 2,101 sehingga dapat dikatakan tidak terjadi gejala heteroskedastisitas.
Uji Autokorelasi
Dasar pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi adalah sebagai berikut (Dr.Suliyono,
2011:127):
Tabel 4.7
Kriteria Pengujian Autokorelasi dengan Uji Durbin-Watson
DW
Kesimpulan
< dL
dL s.d. dU
dU s.d. 4-dU
4-dU s.d. 4-dL
> 4 -dL
Ada autokorelasi (+)
Tanpa kesimpulan
Tidak ada autokorelasi
Tanpa kesimpulan
Ada autokorelasi (-)
Pada bagian model summary, terlihat angka Durbin-Watson sebesar 1,127. Apabila kita lihat tabel
Durbin-Watson dengan n=22, K=3, maka akan diperoleh nilai dL=1,053 dan dU=1,664. Nilai DurbinWatson hitung sebesar 1,127 berada pada daerah dU s.d dL, hal ini berarti model regresi tidak dapat
disimpulkan. Dikarenakan menurut Durbin-Watson model regresi tidak dapat disimpulkan, maka penulis
menguji dengan alat uji lain yakni dengan metode Lagrange Multiplier (LM Test).
Prinsip uji autokorelasi dengan metode Lagrange Multiple (LM-Test) adalah dengan
membandingkan X2 hitung dengan rumus (n-1) x R2 dengan X2 tabel dengan df=(α, n-1).
Kriteria uji autokorelasi dengan metode Lagrange Multiple (LM-Test) (Dr.Suliyono, 2011:129)
adalah sebagai berikut:
jika X2 hitung > X2 tabel dengan df=(α,n-1), hal itu menunjukkan adanya masalah autokorelasi.
jika X2 hitung ≤ X2 tabel dengan df=(α,n-1), hal itu menunjukkan tidak terjadi masalah
autokorelasi.
Berdasarkan output hasil uji autokorelasi dengan metode Lagrange Multiple (LM-Test) maka
diperoleh koefisien determinasi (R2) persamaan regresi yang baru sebesar 0,214 sehingga nilai X2 hitung
adalah sebesar (n -1) x R2 = (22-1) x 0,214 = 4,494. Sedangkan nilai X2 tabel dengan df:0,05;21 adalah
32,671. Karena nilai X2 hitung 4,494 < X2 tabel 32,671 maka model persamaan regresi tidak mengandung
masalah autokorelasi.
Uji Linearitas
Uji Linearitas dilakukan dengan Metode Analisis Grafik (ZRESID dan ZPRED) dengan melihat
scatterplot.
Berdasarkan tampilan pada scatterplot terlihat bahwa plot menyebar secara acak diatas maupun
dibawah angka nol pada sumbu regression standardized residual. Oleh karena itu berdasarkan uji
linearitas menggunakan metode analisis grafik, model regresi yang terbentuk dinyatakan linear.
Uji linearitas menggunakan analisis grafik memiliki beberapa kelemahan. Disamping dapat
memberikan penilaian yang subjektif, metode ini juga sulit diinterpretasikan jika jumlah pengamatannya
sedikit. Oleh karena itu penulis menguji kelinearitasan model regresi dengan menggunakan alat uji
lainnya yakni uji linearitas dengan metode Lagrange Multiplier (LM Test).
Prinsip uji linearitas dengan metode Lagrange Multiplier (LM-Test) adalah dengan
membandingkan X2 hitung (n x R2) dengan X2 tabel dengan df=(n,α).
Kriteria uji linearitas dengan metode Lagrange Multiplier (LM-Test) (Dr.Suliyono, 2011:163)
adalah sebagai berikut:
Jika X2 hitung > X2 tabel dengan df=(n,α), maka model dinyatakan tidak linier.
Jika X2 hitung < X2 tabel dengan df=(n,α), maka model dinyatakan linier.
Berdasarkan output hasil uji linearitas dengan metode Lagrange Multiple (LM-Test) maka
diperoleh koefisien determinasi (R2) persamaan regresi yang baru sebesar 0,046 sehingga nilai X2 hitung
adalah sebesar (n x R2) = (22 x 0,046) = 1,012. Sedangkan nilai X2 tabel dengan df:0,05;22 adalah
33,924. Karena nilai X2 hitung 1,012 < X2 tabel 33,924 maka dapat disimpulkan bahwa model regresi
adalah linier.
c. Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam
menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara 0 dan 1. Nilai yang
kecil berarti kemampuan variabel-varianel independen dalam menjelaskan variabel dependen amat
terbatas (Dr. Suliyanto, 2011).
Dari hasil output dilihat bahwa nilai R2 adalah sebesar 0,407. Hal ini berarti bahwa pengaruh
ROA, ROE dan EPS terhadap harga pasar saham adalah sebesar 40,7%. Dikarenakan jumlah variabel
independen lebih dari dua, lebih baik digunakan Adjusted R square untuk menentukan korelasi/ keeratan
hubungan antara harga pasar saham dengan ketiga variabel independennya. Adjusted R Square yaitu
koefisien determinasi yang telah dikoreksi dengan jumlah dan ukuran sampel sehingga dapat mengurangi
unsur bias jika terjadi penambahan variabel maupun penambahan ukuran sampel (Dr. Suliyanto, 2011).
Adjusted R Square adalah 0,308 (selalu lebih kecil dari R Square). Hal ini berarti 30,8% variasi dari harga
saham yang bisa dijelaskan oleh variasi dari ketiga variabel independennya, sedangkan sisanya (100%30,8%)=69,2% dijelaskan oleh sebab-sebab lain. Angka Adjusted R Square 0,308 menunjukkan korelasi
yang rendah (Sugiyono, 2006:183).
d. Uji t (Pengaruh Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), dan Earning Per Share
(EPS) secara Parsial Terhadap Harga Pasar
Dari tabel Coefficientsa dapat dilihat nilai correlation parsial untuk ROA sebesar 0,227 yang
berarti bahwa derajat hubungan antara ROA dengan harga pasar saham adalah sebesar 22,7% dimana
korelasi ini termasuk pada kategori korelasi sangat lemah. Correlation parsial untuk ROE sebesar 0,539
yang berarti bahwa derajat hubungan antara ROE dan harga pasar saham adalah sebesar 53,9% dimana
korelasi ini termasuk pada kategori korelasi cukup. Correlation parsial untuk EPS sebesar 0,636 yang
berarti bahwa derajat hubungan antara EPS dan harga pasar saham adalah sebesar 63,6% dimana korelasi
ini termasuk pada kategori korelasi cukup.
Dari tabel Coefficientsa juga dapat dilihat thitung ROA -0,990>ttabel -2,101 yang berarti Ho diterima
dan Ha ditolak, thitung ROE 2,719>ttabel 2,101 yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima, thitung EPS 3,4950,05, nilai Sig ROE sebesar 0,014