Uji daya antibakteri ekstrak etanolik daun salam (Syzygium polyanthum [Wight.] Walp.) terhadap bakteri Streptococcus mutans penyebab karies gigi - USD Repository

  

UJI DAYA ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOLIK DAUN SALAM

( Syzygium polyanthum [Wight.] Walp.) TERHADAP BAKTERI Streptococcus

mutans PENYEBAB KARIES GIGI

  

SKRIPSI

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

  Program Studi Farmasi Oleh :

  Wanda Indriani Wibowo 098114003

  

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2013

HALAMAN PERSEMBAHAN

  

PRAKATA

  Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat, tuntunan serta penyertaan dan kasih karunia yang telah diberikanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul “Uji Daya Antibakteri Ekstrak Etanolik Daun Salam (Syzygium polyanthum [Wight.] Walp.) terhadap Bakteri Streptococcus mutans Penyebab Karies Gigi” dengan baik sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Kesarjanaan Strata Satu (S1) Sarjana Farmasi (S.Farm.) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  Penulis menyadari bahwa keberhasilan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan serta dukungan dari berbagai pihak secara langsung maupun tidak langsung baik berupa moral, materiil maupun spiritual. Oleh sebab itu, penulis menghaturkan banyak terima kasih kepada:

1. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

  2. Agustina Setiawati, S.Farm., M.Sc., Apt. selaku Dosen Pembimbing Utama yang dengan sabar membimbing dan memberikan arahan, saran, kritikan serta dukungan kepada penulis selama proses penelitian dan penulisan skripsi.

  3. Prof. Dr. C.J. Soegihardjo, Apt. selaku Dosen Penguji yang memberikan saran dan kritikan serta dukungan kepada penulis dalam proses menyempurnakan naskah skripsi.

  4. Yohanes Dwiatmaka, M.Si. selaku Dosen Penguji yang memberikan saran dan kritikan serta dukungan kepada penulis dalam proses menyempurnakan naskah skripsi.

  5. Segenap dosen Fakultas Farmasi Sanata Dharma yang telah mengajar dan membimbing penulis selama masa perkuliahan.

  6. Teman-teman kelompok penelitian, Johanes Putra Wicaksono, Hermawan Deny Prasetyo, dan Bernadetta Arum Wijayanti yang telah saling menguatkan, memberikan semangat dan bantuan kepada penulis serta bersama-sama menjalani suka dan duka selama menjalankan penelitian ini.

  7. PMK Apostolos yang sudah seperti keluarga dan selalu memberikan dukungan doa, kekuatan, dan semangat bagi penulis untuk dapat menyelesaikan penelitian dengan baik.

  8. Sahabat-sahabatku A.A.S Suari Dewi, Intan Yunita Sari, Dharmesti Wijaya, A.A Nara Kusuma, Yudha Wijaya, Ida Bagus Dwi Indrawan, Christiana Lambang Christanti, Yosin Guruh Herawati, dan Bertha Trifina Mardhani yang selalu memberikan dukungan semangat, dan doa.

  9. Pak Wagiran, Pak Mukmin, Pak Heru, dan Pak Parlan dan seluruh staf laboran yang telah bersedia memberikan bantuan bagi penulis dalam mengerjakan penelitian.

  10. Teman-teman kelas FST A 2009, kelompok praktikum A FST, dan seluruh teman-teman angkatan 2009 terima kasih atas 4 tahun kebersamaannya dan pengalaman yang tidak akan pernah terlupakan selama menjalani kuliah dan praktikum serta dorongan semangat dan doa yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini hingga dapat terselesaikan dengan baik.

11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas segala bantuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

  Penulis menyadari bahwa tidak ada yang sempurna dalam kehidupan ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran agar skripsi ini dapat menjadi lebih baik. Akhir kata, dengan segala kerendahan hati penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan bagi yang membutuhkan, terutama untuk kemajuan pengetahuan dalam bidang ilmu Farmasi.

  Penulis

  

DAFTAR ISI

  Halaman PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................................ ii PENGESAHAN SKRIPSI .................................................................................. iii LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ................................. v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .............................................................. vi

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

DAFTAR TABEL

  Halaman

  

  

  

  

  

DAFTAR GAMBAR

  Halaman

  

  

  

DAFTAR LAMPIRAN

  Halaman

  

INTISARI

  Daun salam (Syzygium polyanthum [Wight.] Walp.) merupakan tanaman obat yang banyak digunakan dalam pengobatan tradisional dan digunakan sebagai bumbu masak untuk penyedap makanan. Kandungan kimia yang terdapat dalam daun salam yaitu tanin, flavonoid, dan minyak atsiri yang terdiri dari sitral dan eugenol yang diketahui memiliki aktivitas sebagai antibakteri. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui daya antibakteri pada berbagai variasi konsentrasi ekstrak etanolik daun salam terhadap bakteri penyebab karies gigi

  

Streptococcus mutans. Diameter zona hambat pertumbuhan bakteri ditentukan

  dengan menggunakan metode difusi sumuran dan penentuan Kadar Hambat Minimum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum (KBM) dilakukan dengan metode dilusi padat.

  Penelitian uji daya antibakteri ekstrak etanolik daun salam terhadap bakteri Streptococcus mutans penyebab karies gigi merupakan jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola satu arah. Data berupa diameter zona hambat pada pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans dianalisis secara statistik menggunakan uji Shapiro-Wilk dan uji Kruskal-Wallis yang selanjutnya harus dilakukan analisis Wilcoxon, lalu pada metode dilusi padat dianalisis secara deskriptif.

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanolik daun salam memiliki daya antibakteri terhadap Streptococcus mutans, dan memiliki nilai KHM yaitu 15 mg/mL serta KBM yaitu 18 mg/mL.

  :

  Kata kunci daun salam (Syzygium polyanthum [Wight.] Walp.), Streptococcus

  mutans, daya antibakteri, Kadar Hambat Minimum (KHM), Kadar Bunuh Minimum (KBM).

  

ABSTRACT

  Bay leaf (Syzygium polyanthum [Wight.] Walp.) is a medicinal plant used in traditional medicine and food seasoning. Profile chemical constituents present in these leaf are tannins, flavonoids, and essential oil (citral and eugenol) that known have antibacterial activity. This study was aimed to determine antibacterial activity of the Bay leaf ethanolic extract at various concentrations againts

  

Streptococcus mutans that causes dental caries. Diameter of inhibitory zone of

  bacterial growth was determined by using diffusion method and determination of Minimum Inhibitory Concentration (MIC) and Minimum Bactericidal Concentration (MBC) is done with solid dilution method.

  This study purely experimental study used randomized study design complete unidirectional pattern. Inhibition zone diameter data on the growth of bacteria Streptococcus mutans were statistically analyzed using the Shapiro-Wilk test and the Kruskal-Wallis test to do next Wilcoxon test, and the dillution test were analyzed descriptively.

  The results showed that the Bay leaf ethanolic extract had antibacterial activities against Streptococcus mutans, and the MIC value is 15 mg / mL and MBC value is 18 mg / mL. Keywords: bay leaf (Syzygium polyanthum [Wight.] Walp.), Streptococcus

  mutans, antibacterial activity, Minimum Inhibitory Concentration (MIC), Minimum Bactericidal Concentration (MBC).

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Menurut Ardani, Pratiwi, dan Hertiani (2010) karies gigi merupakan

  masalah yang sering terjadi karena kesadaran masyarakat yang rendah dalam menjaga kesehatan mulut. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (2007) menunjukkan bahwa prevalensi nasional karies gigi aktif adalah sebesar 43,4% dimana D.I. Yogyakarta termasuk diantara 14 provinsi yang memiliki prevalensi karies aktif diatas prevalensi nasional. Selain itu, untuk penduduk usia 12 tahun keatas sebesar 72,1% penduduk pernah memiliki pengalaman karies dan sebesar 46,5% diantaranya merupakan karies aktif yang belum dirawat. Menurut Astoeti (2011) apabila karies gigi tidak ditangani dengan baik maka dapat menurunkan produktivitas, menjadi sumber infeksi, bahkan bisa mengakibatkan atau memperparah beberapa penyakit sistemik diantaranya stroke, diabetes, dan penyakit jantung.

  Menurut Alcamo (1996) bakteri berperan penting dalam proses terjadinya karies gigi. Salah satu spesies bakteri yang dominan dalam mulut yaitu

  

Streptococcus mutans. Streptococcus mutans adalah bakteri gram positif fakultatif

anaerob yang merupakan bakteri penyebab karies gigi.

  Streptococcus mutans bersifat kariogenik dan memiliki suatu enzim pada

  permukaannya yang diproduksi oleh gtfB disebut dengan glucosyl transferase

  (GTF) yang dapat menyebabkan polimerisasi glukosa pada sukrosa dengan pelepasan dari fruktosa, sehingga mampu mensintesis polisakarida ekstraseluler (EPS) glukan ikatan α (1-3) yang tidak larut dalam air dan sangat lengket. Glukan bersama dengan bakteri melekat dengan erat pada enamel gigi sehingga akan terbentuk biofilm pada permukaan gigi dan lebih bersifat asidogenik. Hal ini akan menyebabkan terjadinya demineralisasi pada gigi yang selanjutnya mengarah pada pembentukan karies (Smith, 2003). Oleh karena itu, bakteri ini menjadi target utama dalam upaya mencegah terjadinya karies gigi.

  Penggunaan antibiotika dalam pemberantasan plak seperti penisilin, vankomisin, dan klorheksidin secara rutin dapat menyebabkan terjadinya resistensi bakteri dan efek samping seperti diskolorisasi gigi (Schuurs, 1993). Jika suatu bakteri resisten terhadap antibakterial, maka organisme itu akan terus bertumbuh walaupun telah dilakukan pemberian obat antibakterial (Kee and Hayes, 1994). Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah resistensi bakteri, yaitu dengan memanfaatkan bahan alam. Pada saat ini, banyak orang yang kembali menggunakan bahan alam untuk mengobati berbagai penyakit. Pemanfaatan bahan alam sebagai antibakteri banyak dikembangkan karena efek samping yang dihasilkan tidak merugikan dibandingkan dengan obat yang dibuat dari bahan sintetis (Kardinan dan Kusuma, 2004).

  Tanaman asli Indonesia, yaitu daun salam banyak digunakan oleh masyarakat sebagai bumbu masak untuk penyedap makanan. Selain itu, daun salam digunakan sebagai pengobatan tradisional untuk mengobati hipertensi, diabetes, dan diare. Daun salam kaya akan kandungan, tanin, flavonoid, dan minyak atsiri 0,05% yang terdiri dari eugenol dan sitral (Winarto, 2003).

  Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengenai manfaat daun salam sebagai antibakteri terhadap bakteri

  

Streptococcus mutans untuk salah satu terapi alternatif penyakit karies gigi dan

  dapat dikembangkan dalam bentuk sediaan farmasi sehingga lebih praktis dan mudah dalam pemakaiannya.

B. Perumusan Masalah

  Permasalahan yang akan diteliti adalah :

  1. Apakah ekstrak etanolik daun salam memiliki daya antibakteri terhadap bakteri

  Streptococcus mutans penyebab karies gigi?

  2. Berapakah Kadar Hambat Minimum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum (KBM) ekstrak etanolik daun salam terhadap bakteri Streptococcus mutans penyebab karies gigi?

C. Keaslian Penelitian

  Berdasarkan penelusuran pustaka dan jurnal yang dilakukan, penelitian mengenai daya antibakteri ekstrak etanol daun salam terhadap bakteri

  Streptococcus mutans penyebab karies gigi belum pernah dilakukan.

  Penelitian terkait yang pernah dilakukan adalah Daya Antibakteri Minyak Atsiri Daun Salam (Eugenia polyantha Wight.) terhadap Bakteri Shigella

  

dysenteriae (Widyastuti, 2002), Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun

  Salam (Syzygium polyanthum [Wight.] Walp.) terhadap Bakteri Penyebab Diare (Hustani, 2009), dan Uji Daya Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Salam (Syzygium

  

polyanthum (Wight.) Walp.) terhadap Staphylococcus aureus ATCC 6538 dan

Escherichia coli ATCC 11229 secara in vitro (Sari, 2012).

D. Manfaat Penelitian

  1. Manfaat teoritis

  Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi bagi ilmu pengetahuan mengenai khasiat antibakteri dari daun salam dan konsentrasi yang paling efektif dari ekstrak etanolik daun salam untuk menghambat bakteri Streptococcus mutans penyakit karies gigi.

  2. Manfaat praktis

  Penelitian mengenai daya antibakteri ekstrak etanolik daun salam terhadap Streptococcus mutans penyebab karies gigi diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengenai manfaat daun salam sebagai antibakteri terhadap bakteri Streptococcus mutans untuk salah satu terapi alternatif penyakit karies gigi, serta dapat dikembangkan dalam formulasi bahan alam menjadi sediaan farmasi dengan dosis terapi ekstrak etanolik daun salam yang dapat digunakan secara mudah oleh masyarakat sehingga prevalensi karies gigi di Indonesia dapat diturunkan.

E. Tujuan Penelitian

  1. Tujuan umum

  Mengetahui manfaat daun salam sebagai antibakteri terhadap bakteri

  

Sterptococcus mutans penyebab karies gigi akibat infeksi bakteri untuk

  meningkatkan status kesehatan masyarakat dan menjadi terapi alternatif penyakit karies gigi di masyarakat.

  2. Tujuan khusus

  a. Mengetahui daya antibakteri ekstrak etanolik daun salam terhadap bakteri Streptococcus mutans penyebab karies gigi.

  b. Menentukan Kadar Hambat Minimum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum (KBM) ekstrak etanolik daun salam terhadap bakteri Streptococcus mutans penyebab karies gigi.

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Syzygium polyanthum (Wight.) Walp. Klasifikasi dari tanaman salam menurut Backer and Van Den Brink

  (1963) yaitu : Kerajaan : Plantae Divisi : Spermatophyta Kelas : Magnoliopsida Sub Kelas : Rosidae Bangsa : Myrtales Suku : Myrtaceae Marga : Eugenia

  Gambar 1. Syzygium Jenis : Syzygium polyanthum (Wight.) Walp. polyanthum (Morad, 2011).

  Sinonim : Eugenia polyantha Wight.

  Pohon salam pada umumnya tumbuh di hutan maupun rimba belantara, namun dapat juga tumbuh di kebun. Pohon ini dapat ditemukan di dataran rendah sampai pegunungan dengan ketinggian 1.800 meter di atas permukaan laut. Pohon salam merupakan tumbuhan berbatang besar, bertanjuk rimbun, dengan tinggi mencapai 25 m, akar lurus dan besar. Daunnya apabila diremas berbau harum, berbentuk lonjong sampai elips atau bundar telur sungsang, pangkalnya lancip

  35 mm sampai 65 mm; terdapat 6 sampai 10 urat daun lateral, panjang tangkai daun 5 mm sampai 12 mm. Perbungaan berupa malai, keluar dari ranting, dan berbau harum. Kelopak bunga berbentuk cangkir yang lebar, ukuran lebih kurang 1 mm. Mahkota bunga berwarna putih, panjang 2,5 mm sampai 3,5 mm. Benang sari terbagi dalam 4 kelompok, panjang lebih kurang 3 mm berwarna kuning lembayung. Buah buni, berwarna merah gelap, bentuk bulat dengan garis tengah 8 mm sampai 9 mm, pada bagian tepi berakar lembaga yang sangat pendek (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1980).

  Tanaman ini mengandung tanin, flavonoid, minyak atsiri (0,05%) yang terdiri dari sitrat dan eugenol (Winarto, 2003). Kandungan dari daun salam merupakan bahan aktif yang diduga mempunyai efek farmakologis. Menurut Robinson, 1995 cit Sumono dan Wulan, 2009 tanin dan flavonoid memiliki efek antiinflamasi dan antimikroba. Khasiat dari daun salam yaitu untuk mengobati diabetes melitus, sakit maag, katarak, gatal-gatal, kudis, dan diare (Kurniawati, 2010).

B. Karies Gigi

  Karies gigi adalah suatu penyakit jaringan keras gigi yang diakibatkan oleh mikroorganisme pada karbohidrat yang dapat difermentasikan sehingga akan terbentuk asam dan menurunkan pH di bawah pH kritis (5,2-5,5). Hal ini dapat menyebabkan terjadinya demineralisasi jaringan keras gigi (Sumawinata, 2002).

  Menurut Kidd and Bechal (1992) karies merupakan penyakit jaringan keras gigi, yaitu email, dentin dan sementum, yang disebabkan oleh adanya aktivitas mikroorganisme dalam suatu karbohidrat yang diragikan. Penyakit ini ditandai dengan adanya demineralisasi pada jaringan keras gigi sehingga menyebabkan kerusakan bahan organiknya. Bakteri yang menyebabkan terjadinya karies gigi, yaitu Streptococcus sp, diantaranya adalah Streptococcus mutans,

  

Streptococcus salivarius, Streptococcus sanguis, dan Streptococcus mitis

(Alcamo, 1996).

  Beberapa jenis karbohidrat makanan misalnya sukrosa dan glukosa, dapat diragikan oleh bakteri tertentu dan membentuk asam sehingga pH plak akan menurun sampai di bawah 5 dalam waktu 1-3 menit. Penurunan pH yang berulang-ulang dalam waktu tertentu akan mengakibatkan demineralisasi permukaan gigi yang rentan dan proses karies terjadi (Kidd and Bechal, 1992).

  Menurut Anggraeni et al., 2000, cit Yunilawati 2002 komposisi plak terdiri dari 80% air dan 20% materi organik, yaitu 40-50% protein, 13-18% karbohidrat dan 10-14 lipid serta materi anorganik sebagai materi tambahan seperti kalsium dan fosfor. Plak mengandung 70-80% bakteri yang di dalamnya terdapat lebih kurang 200-400 spesies yang berbeda. Setiap 1 mm plak seberat 1

  Adanya akumulasi plak gigi memegang peranan penting dalam proses terjadinya karies gigi. Plak merupakan massa yang lengket berisi bakteri beserta produk-produknya yang terbentuk pada semua permukaan gigi. Akumulasi bakteri ini tidak terjadi secara kebetulan melainkan terbentuk melalui serangkaian tahapan. Jika email yang bersih terpapar dalam rongga mulut maka akan ditutupi oleh lapisan organik yang amorf yang disebut pelikel. Pelikel ini terutama terdiri atas glikoprotein yang diendapkan dari saliva dan terbentuk segera setelah penyikatan gigi tanpa adanya bakteri. Sifatnya sangat lengket dan mampu membantu melekatkan bakteri-bakteri tertentu pada permukaan gigi. Pada awal pembentukan plak, kokus gram positif merupakan jenis yang paling banyak dijumpai seperti Streptococcus mutans, Streptococcus sanguis, Streptococcus

  

mitis dan Streptococcus salivarius serta beberapa strain lainnya. Walaupun

  demikian, Streptococcus mutans yang diakui sebagai penyebab utama karies oleh karena Streptococcus mutans mempunyai sifat asidogenik dan asidurik (resisten terhadap asam). Karies gigi dapat terjadi jika terdapat empat faktor yang digambarkan dalam empat lingkaran yang bersitumpang (Kidd and Bechal, 1992).

  

Gambar 3. Empat lingkaran yang menggambarkan paduan faktor penyebab karies gigi

(Kidd and Bechal, 1992)

  Akumulasi bakteri ini terjadi melalui serangkaian tahap, yaitu :

1. Peran karbohidrat makanan

  Dibutuhkan waktu tertentu untuk plak dan karbohidrat menempel pada gigi untuk dapat membentuk asam dan mengakibatkan demineralisasi email.

  Karbohidrat menyediakan substrat untuk pembuatan asam bagi bakteri dan sintesa polisakarida ekstra sel. Karbohidrat dengan berat molekul yang rendah seperti gula dimetabolisme dengan cepat oleh bakteri. Dengan demikian, makanan dan minuman yang mengandung gula menurunkan pH plak dengan cepat sampai level yang menyebabkan demineralisasi email. Plak tetap bersifat asam selama beberapa waktu. Untuk kembali ke pH normal sekitar 7, diperlukan waktu 30-60 menit. Oleh karena itu, konsumsi gula yang sering dan berulang-ulang tetap menahan pH plak di bawah normal dan menyebabkan demineralisasi email (Kidd

  and Bechal, 1992).

2. Lingkungan gigi

  Dalam keadaan normal, gigi selalu dibasahi oleh saliva. Karena kerentanan gigi terhadap karies banyak tergantung kepada lingkungannya, maka peran saliva sangat besar. Saliva dapat mempengaruhi proses karies dalam berbagai cara, yaitu : a. Aliran saliva dapat menurunkan akumulasi plak pada permukaan gigi dan menaikkan tingkat pembersihan karbohidrat dari rongga mulut.

  b. Difusi komponen saliva seperti kalsium, fosfat, ion OH dan F ke dalam plak dapat menurunkan kelarutan email dan meningkatkan reminalisasi karies dini.

  c. Sistem buffer asam karbonat-bikarbonat, serta kandungan amonia dan urea dalam saliva dapat menyangga dan menetralkan penurunan pH yang terjadi saat bakteri plak sedang memetabolisme gula. Kapasitas penyangga dan pH saliva erat hubungannya dengan kecepatan sekresinya.

  d. Beberapa komponen saliva yang termasuk dalam komponen non imunologi seperti lysozyme, lactoperoxydase, dan lactofrein mempunyai daya antibakteri yang langsung terhadap mikroflora tersebut sehingga derajat asidogeniknya berkurang.

  e. Molekul imunoglobulin (IgA) disekresi oleh sel-sel plasma yang terdapat di dalam kelenjar liur, sedangkan komponen protein lainnya diproduksi di lapisan epitel luar yang menutup kelenjar. Kadar IgA di saliva berbanding terbalik dengan timbulnya karies.

  f. Protein saliva dapat meningkatkan ketebalan acquired pellicle sehingga dapat membantu menghambat pengeluaran ion fosfat dan kalsium dari email.

  Saliva mampu meremineralisasikan karies yang masih awal terbentuk karena banyak mengandung ion kalsium dan fosfat. Kemampuan saliva dalam melakukan remineralisasi meningkat jika ada ion fluor. Keberadaan fluor dalam konsentrasi optimum pada jaringan gigi dan lingkungannya dapat merangsang efek anti karies. Kadar fluor yang bergabung dengan email selama proses pertumbuhan gigi bergantung pada ketersediaan fluor tersebut dalam air minum atau makanan lain yang mengandung fluor. Keberadaan fluor di sekitar gigi selama proses pelarutan email akan mempengaruhi proses remineralisasi (Kidd

  and Bechal, 1992).

3. Waktu

  Kemampuan saliva untuk mendepositkan kembali mineral selama berlangsungnya proses karies, menandakan bahwa proses karies terdiri dari periode perusakan dan perbaikan yang silih berganti sehingga jika saliva ada di dalam lingkungan gigi, maka karies tidak menghancurkan gigi dalam hitungan hari atau minggu, melainkan dalam bulan atau tahun (Kidd and Bechal, 1992).

C. Streptococcus mutans

  Klasifikasi dari Streptococcus mutans menurut

  Bergey’s Manual of Systematic Bacteriology (2009) yaitu :

  Kerajaan : Monera Divisi : Firmicutes Kelas : Bacilli Ordo : Lactobacilalles Famili : Streptococcaceae Genus : Streptococcus

  Gambar 4. Streptococcus mutans dengan

  Spesies : Streptococcus mutans

  menggunakan scanning electron micrograph (SEM) pada perbesaran 8000x dengan ukuran 6x7 cm (Anonim, 2011).

  Streptococcus merupakan bakteri gram positif berbentuk bulat yang

  mempunyai karakteristik dapat membentuk pasangan atau rantai selama pertumbuhannya. Bakteri ini tersebar di alam, dimana beberapa diantaranya merupakan flora normal pada manusia (Jawetz, Melnick, dan Adelberg’s, 2005).

  Streptococcus mutans merupakan bakteri gram positif, nonmotil, anaerob

  fakultatif, bentuk kokus tersusun dalam rantai, tumbuh optimal pada suhu sekitar 18 -40 C. Streptococcus mutans bersifat asidogenik yaitu menghasilkan asam, asidodurik, mampu tinggal pada lingkungan asam, dan menghasilkan suatu polisakarida yang lengket disebut dextran. Oleh karena itu, Streptococcus mutans bisa menyebabkan lengket sehingga mendukung bakteri lain menuju ke email gigi, dan menghasilkan asam yang dapat melarutkan email gigi (Behrman,

  Streptococcus mutans merupakan bakteri yang kariogenik karena mampu

  membuat asam dari karbohidrat yang dapat diragikan. Bakteri tersebut dapat tumbuh subur dalam suasana asam dan dapat menempel pada permukaan gigi karena kemampuannya membuat polisakarida ekstra sel yang sangat lengket dari karbohidrat makanan. Polisakarida ini terdiri dari polimer glukosa yang menyebabkan matriks plak gigi mempunyai konsistensi seperti gelatin sehingga bakteri tersebut akan terbantu untuk melekat pada gigi serta saling melekat satu sama lain. Dan karena plak semakin tebal maka akan menghambat fungsi saliva dalam menetralkan plak (Kidd and Bechal, 1992).

  Koloni Streptococcus mutans ditutupi oleh glukan yang dapat mengurangi perlindungan dan aktivitas antibakteri pada saliva terhadap plak gigi.

  Plak dapat menghambat difusi asam keluar dalam saliva sehingga konsentrasi asam pada permukaan enamel akan meningkat. Hal ini akan membuat produksi asam meningkat dan reaksi dalam rongga mulut menjadi asam dan kondisi ini akan membuat produksi asam meningkat dan reaksi dalam rongga mulut menjadi asam dan kondisi ini akan membuat deminerasilasi gigi terus menerus yang merupakan proses awal terjadinya karies (Smith, 2003).

  Proses perlekatan Streptococcus mutans dimulai dari adanya interaksi antara bakteri dengan pelikel. Mekanisme interaksi tersebut dipengaruhi oleh kekuatan elektrostatik, hidrofobik, komponen organik dan multiple binding sites. Bakteri yang melekat pada permukaan bahan restorasi karena adanya interaksi

  2+

  elektrostatik atau melalui calcium bridging, yaitu ion Ca dalam saliva akan menjembatani dan mengikat permukaan sel bakteri dan pelikel gigi yang bermuatan negatif. Interaksi hidrofobik didasari oleh kontak yang rapat antara molekul pada pelikel dengan permukaan bakteri. Komponen organik

  

Streptococcus mutans dengan menggunakan enzim glucosyltransferase (GTF) dan

non-enzym glucan binding protein untuk mensintesis polisakarida ekstraseluler

  dan membentuk suatu glukan yang bersifat lengket. Glukan merupakan tempat perlekatan, sehingga keduanya dapat membantu perlekatan Streptococcus mutans pada permukaan gigi, sedangkan perlekatan bakteri melalui multiple binding site karena adanya interaksi lectinlike, yaitu protein yang terdapat pada permukaan

  

Streptococcus mutans bereaksi dengan high molecular weight salivary

glycoproteins dan mengadsorpsi hidroksiapatit enamel sehingga terjadi interaksi

  antara bakteri dengan pelikel gigi (Ferracane, Berge, and Condon, 1994, cit Anggraeni, Yuliati, dan Nirwana, 2005).

  Mekanisme terbentuknya karies gigi dimulai dari perlekatan

  

Streptococcus mutans pada permukaan gigi. Adhesin pada Streptococcus mutans

  yaitu antigen I/II berinteraksi dengan α-galaktosida pada senyawa glikoprotein turunan saliva pada pelikel gigi. Streptococcus mutans yang terakumulasi pada permukaan gigi dapat terbentuk apabila mendapat bantuan dari glukosa. Glukosa diubah oleh enzim glukosiltransferase (GTF) pada bakteri menjadi glukan ekstraselular. Glukan yang tidak larut ini melekat pada permukaan gigi dan disebut dengan plak gigi. Streptococcus mutans memiliki glucan binding protein (GBP) yang dapat berikatan dengan glukan secara spesifik. Selain berikatan dengan GBP, glukan dapat berikatan dengan GTF yang memiliki glucan binding

  

domain yang berfungsi sebagai reseptor glukan. Dengan demikian Streptococcus

  

mutans dapat terakumulasi pada permukaan gigi. Proses perubahan glukosa

  menjadi glukan menghasilkan asam laktat. Adanya asam menurunkan pH saliva menjadi 5,5 sehingga dapat melarutkan jaringan keras pada permukaan gigi (Taubman and Nash, 2006).

D. Uji Daya Antibakteri

  Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui kemampuan suatu agen dalam menghambat maupun membunuh bakteri. Ada beberapa metode yang digunakan untuk pengujian daya antibakteri, yaitu :

  1. Metode dilusi

  Metode ini digunakan untuk menentukan Kadar Hambat Minimal (KHM), yaitu konsentrasi terendah yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri, dan menentukan Kadar Bunuh Minimal (KBM), yaitu konsentrasi terendah yang dapat membunuh bakteri. Prinsip dari metode dilusi, yaitu pengenceran senyawa antibakteri dalam beberapa konsentrasi dalam media cair yang ditambahkan bakteri uji hingga didapatkan larutan uji agen antibakteri pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya bakteri uji ditetapkan sebagai KHM. Larutan yang ditetapkan sebagai KHM selanjutnya dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan mikroba uji ataupun agen antibakteri. Media cair yang tetap terlihat jernih setelah inkubasi ditetapkan sebagai KBM (Pratiwi, 2008).

  2. Metode difusi

  Metode difusi digunakan untuk mengukur aktivitas antibakteri berdasarkan pengamatan dari diameter zona jernih yang dihasilkan pada media Metode ini dilakukan dengan menempatkan agen antibakteri pada media padat yang telah diinokulasikan biakan bakteri (Pratiwi, 2008).

  Ada beberapa metode difusi, yaitu : Cara sumuran. Cara ini dilakukan dengan mengiinokulasikan a. bakteri ke media kemudian setelah memadat dibuat sumuran dengan diameter tertentu tegak lurus dengan permukaan media. Agen antibakteri kemudian dimasukkan ke dalam sumuran tersebut. Daya antibakteri yang diukur adalah diameter zona jernih yang dihasilkan di sekitar sumuran (Pratiwi, 2008).

  Cara paper disc. Cara ini dilakukan dengan menginokulasikan b. bakteri dalam media lalu setelah memadat, paper disc diletakkan di atas media dan ditetesi dengan agen antibakteri, sehingga agen antibakteri akan meresap ke dalam paper disc. Daya antibakteri yang diukur adalah diameter zona jernih yang dihasilkan di sekitar paper disc (Pratiwi, 2008).

E. Kromatografi Lapis Tipis

  Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan metode kromatografi cair paling sederhana untuk memisahkan komponen kimia. Prinsip KLT, yaitu terjadinya pemisahan komponen atas dasar perbedaan adsorpsi atau partisi oleh fase diam terhadap fase gerak. Terdapat dua fase dalam KLT, yaitu fase diam (lapisan) dan fase gerak (campuran pelarut pengembang). Fase diam berfungsi sebagai penyerap yang berupa serbuk halus. Penyerap yang sering digunakan dalam KLT adalah silika gel, alumina, dan selulosa (Mulja dan Suharman, 1995). Fase gerak berfungsi untuk pengelusi yang terbuat dari berbagai macam campuran pelarut (Gritter, 1991).

  Kromatogram pada KLT berupa noda-noda yang terpisah. Untuk mengetahui noda-noda yang terpisah dapat digunakan dua cara, yaitu dengan pereaksi warna (secara kimia) dan diletakkan di bawah sinar UV 254 nm dan 365 nm (secara fisika) (Mulja dan Suharman, 1995).

  Pada kromatogram KLT terdapat faktor retardasi dinyatakan dengan : jarak titik pusat bercak dari awal Rf = jarak yang ditempuh fase gerak

  Angka Rf memiliki rentang dari 0,00

  • – 1,00. Nilai Rf adalah angka Rf dikalikan faktor 100(h), menghasilkan nilai dengan rentang antara 0 hingga 100 (Stahl, 1985). Keuntungan dari KLT yaitu pemisahan senyawa dapat dilakukan dalam waktu singkat dengan alat yang harganya tidak terlalu mahal, pelarut dan cuplikan yang digunakan jumlahnya relatif sedikit (Gritter, 1991).

F. Landasan Teori

  Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus mutans yang menempel pada permukaan gigi karena kemampuan membuat polisakarida yang lengket dari karbohidrat dan dapat difermentasikan sehingga akan terbentuk asam dan menurunkan pH di bawah pH kritis. Penurunan pH yang berulang-ulang dalam waktu tertentu menyebabkan demineralisasi permukaan gigi dan proses karies pun dimulai. Streptococcus

  

mutans memiliki suatu enzim, yaitu glukosiltransferase (GTF) yang akan lengket sehingga akan terbentuk plak gigi. Akumulasi plak gigi memegang peranan yang sangat penting dalam proses terjadinya karies gigi. Oleh karena itu, untuk mencegah karies gigi dilakukan dengan meminimalisasi pertumbuhan

  

Streptococcus mutans dengan menggunakan agen antibakteri. Daun salam

  memiliki kandungan tanin dan flavonoid yang bersifat sebagai antibakteri sehingga memiliki potensi untuk dilakukan penelitian mengenai daya antibakteri terhadap Streptococcus mutans penyebab karies gigi.

  Daya antibakteri ekstrak etanolik daun salam ditunjukkan dengan metode difusi sumuran berdasarkan diameter zona hambat yang dihasilkan dan metode dilusi untuk menentukan nilai KHM dan KBM. Prinsip metode difusi, yaitu pengukuran daya antibakteri berdasarkan pengamatan luas zona hambat pertumbuhan bakteri karena berdifusinya obat dari tempat awal pemberian ke daerah difusi.

G. Hipotesis

  Ekstrak etanolik daun salam (Syzygium polyanthum) memiliki daya antibakteri terhadap bakteri penyebab karies gigi Streptococcus mutans.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian uji daya antibakteri ekstrak etanolik daun salam terhadap

  bakteri Streptococcus mutans penyebab karies gigi merupakan jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola satu arah. Penelitian dilakukan di Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia, Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, dan Balai Laboratorium Kesehatan Yogyakarta.

B. Variabel Penelitian

  1. Variabel utama

  Variabel bebas. Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian a. ini yaitu variasi konsentrasi ekstrak etanolik daun salam (uji daya antibakteri: 5, 10, 20, 30, dan 50 mg/mL; konsentrasi penentuan nilai KHM dan KBM: 15, 18, 20, 22, 24, 26, 28, dan 30 mg/mL).

  Variabel tergantung. Variabel tergantung yang digunakan dalam b. penelitian ini yaitu diameter zona hambat ekstrak etanolik daun salam terhadap Streptococcus mutans, nilai KHM, dan nilai KBM.

  2. Variabel pengacau

  Variabel pengacau terkendali. Variabel pengacau terkendali yang a. tanaman, waktu pengambilan tanaman, waktu inkubasi (24 jam), suhu inkubasi (37

  C), volume suspensi bakteri uji yang diinokulasikan dalam media (1 mL), konsentrasi suspensi bakteri uji yang setara dengan kepadatan standar 0,5 Mc Farland II (diperkirakan 1,5x10

  8 sel bakteri/mL).

  b.

  Variabel pengacau tak terkendali. Variabel pengacau tak terkendali yang digunakan dalam penelitian ini yaitu suhu pengeringan di bawah sinar matahari, kelembaban ruangan, suhu penyimpanan serbuk, dan lingkungan tempat tumbuh tanaman.

C. Definisi Operasional

1. Ekstrak etanolik daun salam adalah hasil maserasi dari serbuk daun salam menggunakan penyari etanol 96%.

  2. Ekstrak etanolik daun salam kental yaitu hasil maserasi yang dipekatkan menggunakan rotary vacuum evaporator kemudian dipanaskan di atas penangas air selama 15-20 menit pada suhu 50 -60 C sampai didapatkan ekstrak kental.

  3. Zona hambat adalah zona jernih di sekitar sumuran yang ditambahkan ekstrak etanolik daun salam dimana tidak menunjukkan pertumbuhan bakteri

  Streptococcus mutans dilihat dari kejernihan media yang dibandingkan dengan kontrol negatif (aquadest steril).

  4. Daya antibakteri adalah kemampuan ekstrak etanolik daun salam untuk menghambat atau membunuh bakteri yang dibandingkan dengan kontrol negatif melalui uji difusi sumuran dan penentuan KHM dan KBM.

  5. Metode difusi sumuran adalah metode yang digunakan untuk mengetahui aktivitas ekstrak etanolik daun salam terhadap bakteri Streptococcus mutans dengan cara mengukur diameter zona hambat di sekitar sumuran.

6. Metode dilusi padat adalah metode pengukuran aktivitas ekstrak etanolik daun salam terhadap Streptococcus mutans dengan menentukan KHM dan KBM.

  7. Kadar Hambat Minimal (KHM) adalah konsentrasi terendah ekstrak etanolik daun salam yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus

  mutans dilihat dari uji penegasan penentuan KHM dan KBM dengan metode streak plate yang masih menunjukkan pertumbuhan bakteri.

  8. Kadar Bunuh Minimal (KBM) adalah konsentrasi terendah ekstrak etanolik daun salam yang mampu membunuh bakteri Streptococcus mutans dilihat dari uji penegasan penentuan KHM dan KBM dengan metode streak plate yang tidak menunjukkan pertumbuhan bakteri.

D. Bahan Penelitian

  Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini, yaitu bakteri uji

  

Streptococcus mutans (asal dari Prof. Yosihara Prev. Dent Dept Kyushu Univ

Japan) yang diperoleh dari Balai Laboratorium Kesehatan Yogyakarta (Lampiran

  2), daun salam yang diperoleh dari daerah Kaliurang, etanol 96% sebagai pelarut untuk maserasi, silika gel GF 254 , Klorheksidin 0,2% (Minosep®) sebagai kontrol positif, media Mueller Hinton Agar (Merck), NaCl 0,9%, dan aquadest steril sebagai kontrol negatif.

E. Alat Penelitian

  Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu alat gelas (Pyrex), jarum ose, mikropipet, inkubator (Heraeus), autoclave tipe KT-40 (ALP),

  

Densichek (Vitek), neraca analitik (Mettler Toledo GB 3002), shaker (Innova

2100), oven (Memmert), Microbiological Safety Cabinet, jangka sorong, alat

  pembuat sumuran No. 3 (diameter 6 mm), cawan petri (Pyrex), vortex, corong

  

Buchner, pompa vacuum, rotary vacuum evaporator (IKAVAC®), dan kamera

digital (Samsung).

F. Tata Cara Penelitian

  1. Pengumpulan bahan daun salam

  Daun salam yang diperoleh dari pohon salam berasal dari daerah Kaliurang dikumpulkan pada bulan Agustus dan September 2012. Daun salam yang diambil berwarna hijau tua mulai dari daun ketiga dari ujung dan kedua dari pangkal dan diambil dalam keadaan segar.

  2. Pembuatan serbuk daun salam

  Daun salam dicuci bersih dari kotoran dan bagian tumbuhan yang lain dengan menggunakan air mengalir. Dikeringkan di bawah sinar matahari dengan ditutup kain hitam. Pengeringan dihentikan jika daun saat diremas mudah remuk lalu diserbuk dengan menggunakan blender hingga halus. Serbuk daun diayak menggunakan pengayak No.40. Disimpan di dalam wadah yang kering dan tertutup rapat.

  3. Pembuatan ekstrak etanolik daun salam

  Maserasi dilakukan pada 50 g serbuk daun salam/ 500 mL pelarut etanol 96% dengan kecepatan 120 rpm selama 5 hari. Disaring dengan kertas saring dengan bantuan pompa vacuum lalu dipekatkan menggunakan rotary vacuum

  

evaporator sampai terbentuk cairan kental. Dilanjutkan dengan menggunakan

  penangas air selama 15-20 menit dengan suhu antara 50 -60 C sampai diperoleh ekstrak kental.

  4. Skrining fitokimia serbuk daun salam

  Uji flavonoid. Sebanyak 1 g serbuk daun salam ditambahkan a. dengan 5 mL aquadest, lalu dipanaskan selama 10 menit. Selanjutnya disaring, filtrat ditambahkan dengan NaOH LP kemudian ditambahkan dengan HCl.

  Adanya perubahan warna merah menjadi kurang pekat menunjukkan adanya flavonoid.

  Uji tanin. Sebanyak 2 g serbuk daun salam ditambahkan dengan 10 b. mL aquadest, lalu dipanaskan selama 30 menit dalam penangas air hingga mendidih. Selanjutnya disaring, filtrat sebanyak 5 mL ditambahkan larutan natrium klorida 2% sebanyak 1 mL. Apabila terbentuk suspensi atau endapan disaring dengan kertas saring kemudian filtrat ditambahkan larutan gelatin 1% sebanyak 5 mL. Terbentuknya endapan menunjukkan adanya tanin. Selain itu dapat juga dengan menambahkan 5 tetes FeCl

  3 pada filtrat. Dikatakan positif tanin jika terjadi perubahan warna menjadi biru kehitaman.

  5. Analisis flavonoid dan tanin serbuk daun salam dengan KLT

  Flavonoid. Sebanyak 1 g daun salam ditimbang dan ditambahkan a. Filtrat jernih ditotolkan pada lempeng KLT sebanyak 25-30 µL. Dibuat standar rutin dengan konsentrasi 0,05% dilarutkan dengan metanol. Fase diam yang digunakan adalah selulosa dengan fase gerak n-butanol:asam asetat glasial:air (40:10:50). Deteksi bercak hasil elusi diamati pada sinar UV dengan panjang gelombang 254 dan 365 nm. Bercak yang muncul ditandai untuk dihitung nilai Rfnya. Plat KLT kemudian dimasukkan dalam chamber yang telah dijenuhkan dengan amoniak. Hasil positif ditunjukkan dengan penampakan bercak yang berwarna merah kekuningan.

  Tanin. Sebanyak 1 g daun salam ditimbang dan ditambahkan b. dalam 10 mL metanol, selanjutnya dipanaskan selama 5 menit pada suhu 60 C. Filtrat jernih ditotolkan pada lempeng KLT sebanyak 25-30 µL. Standar tanin dibuat dengan membuat larutan asam tanat 0,05% dalam etanol. Fase diam yang digunakan adalah silika gel GF 254 dengan fase gerak kloroform:metanol:air (14:6:0,8). Penampak noda yang digunakan adalah FeCl

  3 . Apabila timbul warna biru kehitaman sampai hitam menunjukkan adanya senyawa tanin.

6. Uji daya antibakteri ekstrak etanolik daun salam terhadap Streptococcus

  mutans

  Pembuatan konsentrasi ekstrak etanolik daun salam. Dibuat dalam a. beberapa konsentrasi (5, 10, 20, 30, dan 50 mg/mL) menggunakan pelarut

  aquadest steril dengan suhu pemanasan 40 -50 C.

  Pembuatan stok bakteri Streptococcus mutans. Diambil 1-3 ose b. bakteri dari biakan murni Streptococcus mutans, lalu diinokulasikan secara streak

  plate pada media MHA miring, diinkubasikan selama 24 jam pada suhu 37 C.

Dokumen yang terkait

Efek hambat berbagai pasta gigi terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans

0 7 64

Potensi ekstrak daun anting-anting (acalypha indica) sebagai antibakteri streptococcus mutans dan degradator biofilm pada gigi

1 8 39

EFEK ANTIOKSIDAN EKSTRAK ETANOL 70% DAUN SALAM (Syzygium polyanthum [Wight.] Walp.) PADA SERUM DARAH EFEK ANTIOKSIDAN EKSTRAK ETANOL 70% DAUN SALAM (Syzygium polyanthum [Wight.] Walp.) PADA SERUM DARAH TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR YANG DIINDUKSI KARBO

1 5 100

Uji daya hambat antibakteri ekstrak umbi bawang merah (Allium ascalonicum L.) terhadap pertumbuhan bakteri pembentuk karies gigi streptococcus mutans.

4 21 148

Uji daya antibakteri ekstrak etanolik daun salam (Syzygium polyanthum [Wight.] Walp.) terhadap bakteri Streptococcus mutans penyebab karies gigi.

3 11 111

Uji daya antibakteri minyak atsiri serai wangi Jawa (Citronella Java Oil) terhadap bakteri Porphyromonas gingivalis penyebab gingivitis.

6 22 133

Uji daya antibakteri ekstrak etanol kulit batang asam Jawa (Tamarindus indica Linn.) terhadap isolat bakteri eksudat jerawat - USD Repository

0 0 96

Uji daya analgetik ekstrak etanolik daun Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) pada mencit betina Swiss dengan metode rangsang kimia - USD Repository

0 0 109

Potensi antibakteri ekstrak etanol teh hijau terhadap Streprococcus mutans penyebab karies gigi - USD Repository

0 1 105

Perbandingan daya antibakteri pasta gigi dan mouthwash infusa teh hijau terhadap Streptococcus mutans - USD Repository

0 0 125