Potensi antibakteri ekstrak etanol teh hijau terhadap Streprococcus mutans penyebab karies gigi - USD Repository
POTENSI ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL TEH HIJAU TERHADAP
Streptococcus mutans PENYEBAB KARIES GIGI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi Oleh:
Adelia Indah Pratiwi NIM: 088114119
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2012
POTENSI ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL TEH HIJAU TERHADAP
Streptococcus mutans PENYEBAB KARIES GIGI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi Oleh:
Adelia Indah Pratiwi NIM: 088114119
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2012
HALAMAN PERSEMBAHAN
Kuatkan dan teguhkanlah hatimu. Janganlah kecut dan tawar hati,
sebab Tuhan, Allahmu, menyertai engkau, ke mana pun engkau pergi.
(Yosua 1:9)Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan
mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karenasetiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari,
mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan.
(Matius 7:7-8) Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah. (1 kor 10:31)Karya ini kupersembahkan untuk: Tuhan Yesus Kristus yang Maha Pengasih yang selalu menyertai dan membimbingku,
Mama, papa, ooh Adit dan Samuel tercinta, Senpaiku tercinta, Dr. Christina Siwi Handayani yang selalu mendukungku,
Teman ‐teman Kenshi Sanata Dharma Teman baikku, Yanuar Prasetya, Almamaterku
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat, tuntunan serta penyertaan dan kasih karunia yang telah diberikanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul “Potensi Antibakteri Infusa Teh Hijau terhadap
Streptococcus mutans Penyebab Karies Gigi” dengan baik sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Kesarjanaan Strata Satu (S1) Sarjana Farmasi (S.Farm) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa keberhasilan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan serta dukungan dari berbagai pihak secara langsung maupun tidak langsung baik berupa moral, materiil maupun spiritual. Oleh sebab itu, penulis menghaturkan banyak terima kasih kepada:
1. Bapak Ipang Djunarko, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
2. Yohanes Dwiatmaka, M.Si selaku Dosen Pembimbing dan Penguji yang memberikan saran dan kritik serta dukungan kepada penulis dalam proses menyempurnakan naskah skripsi.
3. Prof. Dr. C.J. Soegihardjo, Apt. selaku Dosen Penguji yang bersedia meluangkan waktu untuk menguji dan memberikan kritik dan saran kepada penulis.
4. Agustina Setiawati, M.Sc., Apt. selaku Dosen Penguji yang bersedia meluangkan waktu untuk menguji dan memberikan kritik dan saran kepada penulis.
5. Ibu Maria Dwi Budi Jumpowati, S.Si. yang telah bersedia meluangkan waktu untuk berdiskusi, memberi semangat serta masukan kepada penulis.
6. Teman-teman kelompok penelitian, Yanuar Prasetya, Maria Siska Triyuniar Kusumastuti, dan Irene Aninditya Putri Ahtha atas segala kerjasama dan dukungan semangat yang telah diberikan selama penelitian ini.
7. Kenshi-kenshi Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan dukungan semangat dan kerjasama dalam mengurus UKM Kempo Sanata Dharma selama penulisan skripsi ini.
8. Teman-teman kos Amakusaku tercinta: ci Theresia Aryani, Triana Oktavia, Margaretha Ratih Vitaningrum, Berta Trifina, Herta Rinda, Tiatira Metri, Margaretha Christina Halim, kak Retha, kak Yemima Haryono atas segala kebersamaan, canda tawa, semangat dan kerjasama yang telah diberikan kepada penulis selama ini.
9. Teman-teman KKN ku tercinta: Fabiana Adi Kusumaningrum, Albertus Harimurti, Bennydiktus, Ermenilda Sehrina, Cecilia Novianti Salsinanha, Apriyani Susanti dan Paulina Ratnaningrum terimakasih untuk canda tawa dan kebersamaan kita selama ini.
10. Teman-teman kelas FKK B 2008, terima kasih atas 2 tahun kebersamaannya dan pengalaman yang tidak akan pernah terlupakan selama menjalani kuliah dan praktikum serta dorongan semangat dan doa yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini hingga dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa tidak ada yang sempurna dalam kehidupan ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran agar skripsi ini dapat menjadi lebih baik. Semoga Tuhan selalu memberkati semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ................................................................ ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................... iii HALAMAN PENGESAHAN .................................................. iv HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................... v PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ..................... vi PRAKATA ............................................................................... vii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................... x DAFTAR ISI ............................................................................ xi DAFTAR TABEL .................................................................... xv DAFTAR LAMPIRAN ............................................................ xvi
INTISARI ................................................................................. xviii ABSTRACT ............................................................................. xix BAB I PENGANTAR ...............................................................
1 A.
1 Latar Belakang ..............................................................
1. Permasalahan ...................................................
4 2.
4 Keaslian karya ..................................................
3.
4 Manfaat penelitian ............................................
B. Tujuan Penelitian ..........................................................
5 1.
5 Tujuan umum ....................................................
2.
5 Tujuan khusus ...................................................
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ......................................
6 A.
6 Teh Hijau ......................................................................
1.
6 Keterangan botani .............................................
2. Deskripsi teh hijau ............................................
7 3. Kandungan kimia teh hijau ...............................
7 4.
8 Kegunaan teh hijau ............................................
B. Flavonoid ......................................................................
9 C.
13 Karies dan Plak Gigi .....................................................
D.
17 Maserasi ........................................................................
E. Streptococcus mutans ...................................................
18 F.
21 Pengujian Potensi Antibakteri ......................................
1.
21 Uji difusi ...........................................................
2. Uji dilusi ............................................................
22 G.
24 Landasan Teori .............................................................
H.
25 Hipotesis .......................................................................
BAB III. METODE PENELITIAN ..........................................
26 A.
26 Jenis dan Rancangan Penelitian ....................................
B.
26 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ...............
1. Variabel penelitian ............................................
26 2.
27 Definisi operasional ..........................................
C.
28 Bahan ............................................................................
D. Alat ...............................................................................
29 E.
29 Tata Cara Penelitian ......................................................
1.
29 Identifikasi teh hijau ..........................................
2. Pembuatan serbuk teh hijau ..............................
30 3.
30 Pembuatan ekstrak etanol teh hijau ...................
4.
30 Verifikasi kualitatif-kuantitatif kandungan senyawa epigallocatechin gallate (EGCG) dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan Densitometri ......................................................
5. Uji kemurnian dan identifikasi bakteri uji ........
31
6. Uji potensi antibakteri ekstrak etanol teh hijau
33 terhadap S.mutans dengan metode difusi paper
disc ....................................................................
7. Uji penentuan nilai KHM dan KBM ekstrak
36 etanol teh hijau terhadap S.mutans dengan metode dilusi cair ..............................................
F.
37 Tata Cara Analisis Hasil ...............................................
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................
39 A. Identifikasi Daun Teh Hijau .........................................
39 B.
39 Pembuatan Serbuk Teh Hijau ......................................
C. Pembuatan Ekstrak Etanol Teh Hijau ...........................
40 D. Verifikasi Kualitatif-Kuantitatif Kandungan Senyawa
41 Epigallocatechin Gallate (EGCG) dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan Densitometri .....
E.
42 Uji Kemurnian dan Identifikasi Bakteri Uji ..................
F.
46 Uji Potensi Antibakteri Ekstrak Etanol Teh Hijau terhadap S.mutans dengan Metode Difusi Paper Disc..
1. Pembuatan variasi konsentrasi ekstrak etanol
46 teh hijau .............................................................
2. Pembuatan media Nutrient Agar .......................
47 3.
48 Pembuatan media Nutrient Broth ......................
4. Pembuatan suspensi bakteri uji .........................
49
5. Uji potensi ekstrak etanol teh hijau terhadap
49 S.mutans secara difusi paper disc .....................
G.
54 Uji Penentuan Nilai KHM dan KBM Ekstrak Etanol Teh Hijau terhadap S.mutans dengan Metode Dilusi Cair ................................................................................
1. Pembuatan variasi konsentrasi ekstrak etanol ...
55
2. Uji penentuan nilai KHM-KBM ekstrak etanol
56 teh hijau terhadap S.mutans dengan metode dilusi cair ...........................................................
3.
56 Penegasan hasil untuk penentuan nilai KHM dan KBM ...........................................................
4.
58 Uji penegasan hasil dengan metode streak plate ...................................................................
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................
60 A. Kesimpulan …...............................................................
60 B.
60 Saran …......................................................................... DAFTAR PUSTAKA ...............................................................
61 LAMPIRAN .............................................................................
64 BIOGRAFI PENULIS ..............................................................
85
DAFTAR TABEL Tabel I. Pengenceran ekstrak etanol teh hijau .........................
34 Tabel II. Pengenceran standar EGCG ......................................
42 Tabel III. Kadar epigallocatechine gallate .................................
42 Tabel IV. Pengenceran ekstrak etanol teh hijau .........................
47 Tabel V. Hasil uji potensi antibakteri ekstrak etanol teh hijau
52 dengan berbagai konsentrasi EGCG dibandingkan dengan kontrol ........................................................... Tabel
VI. Hasil pengukuran OD dengan spektrofotometer
58 pada 600 nm ...........................................
Visible
λ max
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Surat keterangan identifikasi teh hijau ...............................
64 Lampiran 2. Certificate of Analysis Ekstrak Etanol Teh Hijau ..............
65 Lampiran 3. Proses Ekstraksi Ekstrak Etanol Teh Hijau .......................
66 Lampiran 4. Data Hasil Ekstraksi Ekstrak Etanol Teh Hijau .................
67 Lampiran 5. Penentuan Senyawa Identitas Ekstrak Etanol Teh Hijau
68 Secara Kualitatif dan Kuantitatif .......................................
Lampiran 6. Profil Kromatogram Ekstrak Etanol Teh Hijau .................
69 Lampiran 7. Hasil uji kemurnian dan pembuatan stok kultur murni
70 bakteri uji S. mutans ..........................................................
Lampiran 8. Dokumentasi Uji Kemurnian dan Identifikasi S. mutans .. 71 Lampiran 9. Dokumentasi Uji Potensi Ekstrak Etanol Teh Hijau .........
74 Lampiran 10. Hasil Uji Kruskal-Wallis Diameter Zona Hambat yang
80 Dihasilkan pada Uji Potensi Antibakteri Ekstrak Etanol Teh Hijau dengan Berbagai Variasi Konsentrasi EGCG terhadap S. mutans dengan Difusi Paper Disc ..................
Lampiran 11. Data Uji Post Hoc (Mann-Whitney) yang Dihasilkan pada
81 Uji Potensi Antibakteri Ekstrak Etanol Teh Hijau dengan Berbagai Variasi Konsentrasi EGCG terhadap S. mutans
dengan Difusi Paper Disc .................................................. Lampiran 12. Dokumentasi Hasil Uji Penegasan .....................................
83
INTISARI
Teh hijau dibuat dari daun teh (Theae Folium) yang belum difermentasi dan telah diketahui memiliki daya antibakteri karena adanya kandungan senyawa flavonoid yaitu katekin, terutama epigalokatekin-3-galat (EGCG). Karies merupakan penyakit gigi berlubang akibat akumulasi asam laktat dari hasil fermentasi karbohidrat bakteri mulut khususnya Streptococcus mutans. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi antibakteri berbagai variasi konsentrasi ekstrak etanol teh hijau terhadap pertumbuhan bakteri S.mutans dan menentukan Kadar Hambat Minimum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum (KBM) ekstrak etanol teh hijau terhadap S.mutans. Penelitian ini menggunakan teh hijau dari perkebunan teh Rumpun Sari Medini Boja Jawa Tengah karena perkebunan Medini memiliki ketinggian yang optimal untuk menanam teh.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni untuk mengetahui potensi antibakteri ekstrak etanol teh hijau pada konsentrasi: 0,25; 0,5; 0,75; 1; 2,5; 5; 7,5; dan 10 mg/mL terhadap bakteri S. mutans berdasarkan diameter zona hambat menggunakan metode difusi paper disk, yang kemudian dianalisis secara statistik Kruskal-Wallis. Penentuan nilai Kadar Hambat Minimum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum (KBM) dilakukan dengan metode dilusi cair berdasarkan Optical Density (OD) dengan mengukur absorbansi, dibandingkan kontrol negatif serta uji penegasan hasil dengan metode streak plate .
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol teh hijau yang diambil dari Perkebunan Teh Rumpun Sari Medini Boja berpotensi sebagai antibakteri terhadap bakteri S.mutans dengan nilai KHM 2,0 mg/mL, sedangkan nilai KBM belum dapat ditentukan dalam penelitian ini.
Kata kunci: potensi antibakteri, ekstrak etanol teh hijau, Streptococcus mutans.
ABSTRACT
Green tea was made from non fermentated tea leaves (Theae Folium) that was known have antibacterial potency because of flavonoid constituent, catechine, especially epigalocatechine-3-gallate (EGCG). Caries is a dental cavities disease that caused of lactic acid acumulation from carbohydrate fermentation of oral bacteria especially Streptococcus mutans. This research was aimed to determine the antibacterial potency of variation consentration of ethanol green tea extract and Minimum Inhibitory Concentration (MIC) also Minimum Bactericidal Concentration (MBC) against S.mutans. Research material used was green tea from Rumpun Sari Medini Boja Tea Plantation because of its optimal height for tea plantation.
This research was purely experimental research to determine the antibacterial potency of ethanol green tea extract at concentration 0,25; 0,5; 0,75; 1; 2,5; 5; 7,5; and 10 mg/mL against S. mutans bacteria that showed from inhibition zone with paper disc difusion method, analyzed statistically by Kruskal-
Wallis . Minimum Inhibitory Concentration (MIC) and Minimum Bactericidal
Concentration (MBC) was determined with liquid dilution method based on
Optical Density (OD) with absorbance measurement, compared with negative
control and confimed test by streak plate method.The result showed that EGCG ethanol green tea extract from Rumpun Sari Medini Boja Tea Plantation potencial as antibacterial against S.mutans with MIC value 2,0 mg/mL and MBC can not be deternine in this research.
Key words: antibacterial potency, ethanol green tea extract, Streptococcus
mutans .BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Penyakit gigi berlubang (karies) adalah salah satu penyakit dengan
prevalensi sebagian besar pada manusia (Islam, Khan, and Khan, 2007). Karies gigi merupakan lubang-lubang kecil yang terbentuk karena adanya penumpukan asam laktat pada email gigi sehingga gigi mengalami penurunan kadar kalsium dan pelunakan (Cappuccino and Sherman, 2008). Plak adalah biofilm (sekelompok mikroorganisme yang menempel pada permukaan gigi) kompleks yang terbentuk oleh >500 spesies bakteri berbeda yang normalnya terdapat dalam
commensal harmony dengan sel inang (Matsunaga, Nakahara, Minnatul, Noiri,
Ebisu, Kato, dkk., 2010). Fermentasi karbohidrat oleh bakteri oral asidogenik (penghasil asam) adalah faktor utama dalam perkembangan karies gigi, terutama genus streptococcus (S.mutans, S.anginosus, S.constellatus, S.gordonii,
S.intermedius, S.mitis, S.oralis, S.salivarus dan S.sanguis ). Di antara bakteri-
bakteri tersebut, S.mutans merupakan bakteri penyebab utama terjadinya karies (Islam, dkk., 2007). Hal ini dikarenakan S.mutans memiliki sifat asidofilik, yang memungkinkan bakteri tersebut bertahan hidup bahkan tumbuh subur dalam kondisi asam, dan menghasilkan asam laktat (Simon, 2007) dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan spesies Streptococcus lainnya (Safitri, 2004). Selain itu S.mutans juga memiliki kemampuan untuk memproduksi glukosyltransferase (GTF) yang mensintesis polisakarida intraseluler (IPS) dan polisakarida
ekstraseluler (EPS). EPS merupakan glukan tidak larut air yang memediasi perlekatan S.mutans dan spesies bakteri oral lainnya pada permukaan gigi, sehingga terbentuk biofilm plak gigi (Xu, Zhou, and Wu, 2011).
Bakteri S.mutans bersifat gram positif, fakultatif anaerob, nonmotil, tidak berspora yang mampu menghasilkan asam laktat, kebanyakan tinggal di mulut dan jalur pernapasan atas. Dalam keadaan anaerob, bakteri ini memerlukan 5% CO dan 95% nitrogen serta memerlukan amonia sebagai sumber nitrogen agar
2
dapat bertahan hidup dalam lapisan plak yang tebal (Holt, Krieg, Sneath, Staley and Williams, 2000). Bakteri S.mutans akan menginisiasi perlekatan berbagai macam oral microflora terhadap permukaan gigi. Selanjutnya terjadi sintesis polisakarida ekstraseluler (EPS) oleh bakteri menghasilkan agregasi S.mutans sehingga asam dilepaskan dan menyebabkan demineralisasi serta kavitasi (pembentukan lubang halus) pada gigi (Islam, dkk., 2007).
Ada 3 jenis teh yang umum dikenal, yaitu green tea (teh hijau), teh hitam, dan teh oolong. Green tea dibuat dari daun teh yang belum difermentasikan dan mengandung antioksidan kuat dengan konsentrasi flavonoid tertinggi (Agoes, 2010). Katekin merupakan flavonoid yang termasuk dalam kelas flavanol (Hartoyo, 2003). Terdapat beberapa polifenol katekin dalam teh hijau, yaitu epicatechin (EC), epicatechin-3-gallate (ECG), epigallocatechin (EGC),
epigallocatechin-3-gallate (EGCG), catechin, dan gallocatechin (GC). EGCG
adalah katekin yang jumlahnya paling banyak dalam teh hijau, sekitar 65% dari total katekin. Secangkir teh hijau mengandung 100-200 mg EGCG. (Zaveri, 2006). Teh hijau banyak diteliti sebagai antibakteri karena kandungan katekin
dalam teh hijau dapat menghambat pertumbuhan bakteri kariogenik (penyebab karies gigi) dengan cara menghambat pertumbuhan bakteri penyebab plak pada permukaan gigi (Alschuler, 1998).
Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Pratikno (2003) menyimpulkan bahwa teh hijau yang mengandung katekin dengan konsentrasi 1,5 mg/mL merupakan dosis larutan pakai yang memperlihatkan hasil yang efektif sebagai bahan antibakteri yang dapat mengurangi terbentuknya karies gigi dengan cara menghambat aktivitas enzim glukosiltransferase yang dihasilkan oleh
S.mutans dalam mensintesa sukrosa menjadi polisakarida ekstrasel (glukan).
Penelitian oleh Zaveri (2006) menunjukkan bahwa penghambatan bakteri oleh berbagai macam katekin disebabkan adanya interaksi spesifik antara gugus fenol dari katekin dengan peptidoglikan bakteri.
Daun teh hijau yang digunakan berasal dari Perkebunan Teh Medini Boja, Kabupaten Kendal karena memiliki ketinggian yang optimal untuk ditanami tanaman teh (1500 meter di atas permukaan laut). Diharapkan dengan menggunakan sumber daun teh hijau yang berkualitas diharapkan dapat menjadi jaminan kualitas hasil penelitian. Semakin tinggi letak suatu tempat memiliki suhu yang semakin rendah dan menghasilkan kandungan senyawa dalam teh yang lebih baik dari sisi kualitas dan kuantitas dibandingkan teh yang ditanam di dataran rendah maupun sedang (Suseno, 1977).
Data uji potensi antibakteri berupa diameter zona hambat ekstrak etanol hasil maserasi daun teh hijau terhadap S.mutans yang dianalisis secara statistik.
Data hasil dari penelitian ini selanjutnya dapat digunakan sebagai acuan untuk
pengembangan sediaan farmasetik yang dapat digunakan dengan mudah oleh masyarakat sehingga diharapkan prevalensi karies gigi di Indonesia dapat diturunkan.
1. Permasalahan
a. Adakah perbedaan bermakna potensi antibakteri dari berbagai variasi konsentrasi ekstrak etanol teh hijau terhadap bakteri penyebab karies gigi
S. mutans ?
b. Berapakah Kadar Hambat Minimum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum (KBM) dari ekstrak etanol teh hijau?
2. Keaslian penelitian
Menurut Hardjawinata dan Oewen (cit., Pratikno, 2003), katekin sebagai senyawa polifenol yang diperoleh dari teh hijau mempunyai daya antibakteri dengan konsentrasi hambat minimalnya 0,5 mg/mL. Dari hasil penelitian Pratikno (2003) disimpulkan bahwa senyawa katekin dalam teh hijau memiliki daya antibakteri mengurangi terbentuknya plak penyebab karies gigi dengan cara menghambat enzim glukosiltransferase yang dihasilkan S. mutans dengan konsentrasi 1,5 mg/mL.
Penelitian ini menggunakan teh hijau dari Perkebunan Medini, Boja- Ambarawa serta proses ekstraksi maserasi katekin, khususnya EGCG, dengan larutan penyari etanol.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis: Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai perbedaan potensi antibakteri dari berbagai variasi konsentrasi ekstrak
etanol teh hijau terhadap pertumbuhan bakteri S. mutans, serta memberikan informasi tentang konsentrasi yang paling efektif dari ekstrak etanol dalam menghambat S. mutans.
b. Manfaat praktis: Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai manfaat teh hijau dalam mencegah karies gigi dan sebagai informasi dalam pengembangan sediaan farmasetik untuk karies atau penemuan obat baru.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Memberikan informasi pada masyarakat luas mengenai potensi antibakteri ekstrak etanol teh hijau terhadap S.mutans dan sebagai acuan dalam pengembangan ke dalam bentuk sediaan farmasetik.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui perbedaan potensi antibakteri berbagai variasi konsentrasi ekstrak etanol teh hijau terhadap pertumbuhan bakteri
S. mutans.
b. Menentukan Kadar Hambat Minimum dan Kadar Bunuh Minimum ekstrak etanol teh hijau terhadap bakteri penyebab karies gigi S. mutans.
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Teh Hijau
1. Keterangan botani
Tanaman teh (Camellia sinensis L.) adalah spesies tanaman yang daun dan pucuknya digunakan untuk membuat teh. Tumbuhan ini termasuk ke dalam famili Theaceae. Teh putih, teh hijau, oolong, dan teh hitam semuanya didapatkan dari spesies ini, tetapi diproses secara berbeda untuk memperoleh tingkat oksidasi yang berbeda (Agoes, 2010).
Nama lain untuk tumbuhan teh ini adalah Thea bohea, Thea sinensis, dan
Thea viridis (Agoes, 2010). Nama daerah untuk teh adalah Enteh (Sunda), Pu erh
cha (China), Theler (Perancis), Teestrauch (Jerman), Te (Itali), Cha da India (Portugis) dan Tea (Inggris) (Arisandi dan Andriani, 2006).
Ada tiga jenis teh yang umum dikenal, yaitu green tea atau teh hijau, teh hitam, dan teh oolong. Green tea dibuat dari daun teh yang belum difermentasikan dan mengandung antioksidan kuat dengan konsentrasi tertinggi yang dinamakan polifenol. Oolong tea dibuat dari daun yang sebagian difermentasikan, sedangkan
black tea dibuat dari daun yang difermentasikan penuh (Agoes, 2010). Pada teh
hijau, daun teh segar diuapi dan dikeringkan untuk menginaktivasi enzim polifenol oksidase, proses ini dapat menjaga polifenol tetap pada bentuk monomernya. Teh hitam diproduksi dengan memperpanjang proses fermentasi daun teh sehingga menghasilkan komponen yang polimer, thearubigins dan
theaflavins . Teh oolong adalah produk semi-fermentasi dan mengandung
campuran polifenol monomer dan theaflavin dengan bobot molekul lebih tinggi.Ketiga jenis teh tersebut mengandung kafeina dalam jumlah yang signifikan (3- 6%) yang jumlahnya tidak dipengaruhi oleh perbedaan metode dalam proses pembuatan teh (Zaveri, 2006).
2. Deskripsi teh hijau
Teh hijau adalah daun teh yang diolah tanpa mengalami proses fermentasi, tidak mengalami oksidasi enzimatik untuk menjaga senyawa aktif yang terkandung di dalamnya, sehingga diharapkan bahwa kandungan senyawa aktif terutama katekin yang terkandung lebih banyak dibanding teh jenis lain, tidak banyak terbuang oleh karena proses fermentasi yang dapat mengurangi potensi teh hijau tersebut (Hartoyo, 2003).
3. Kandungan kimia teh hijau Kandungan kimia teh hijau sangat kompleks dan belum semua diketahui.
Komponen yang paling banyak dalam teh hijau adalah polifenol, khususnya flavonoid seperti katekin, katekin galat, dan proantosianidin. Daun segar teh hijau mengandung kafeina (sekitar 3,5% dari total berat daun kering, atau sekitar 50 mg/cangkir), teobromina (0,15-0,2%), teofilina (0,02-0,04%) dan metilksantina, lignin (6,5%), asam organik (1,5%), klorofil (0,5%) dan asam amino bebas (1- 5,5%) (Taylor, Hamilton-Miller, Stapleton, 2005).
Polifenol dalam teh hijau digolongkan sebagai catechins. Ada enam senyawa catechin, yaitu catechin, gallocatechin (GC), epigallocatechin (EGC),
epicatechin gallate (ECG), dan epigallocatechin gallate (EGCG). EGCG adalah
senyawa paling aktif. Senyawa lain yang ditemukan dalam teh hijau adalah alkaloid yang terdiri atas kafeina, teobromina, dan teofilina yang bersifat stimulan. Efek penenang diberikan oleh alkaloid lain, yaitu L-theanine (Agoes, 2010).
Senyawa uji yang digunakan adalah epigallocatechin gallate (EGCG) yang merupakan senyawa polifenol paling aktif dan dengan kuantitas paling banyak, yaitu 65% dari total katekin dalam teh hijau (Zaveri, 2006).
4. Kegunaan teh hijau
Teh hijau dan katekin yang terkandung di dalamnya telah diketahui memiliki daya antioksidan yang dapat digunakan untuk mengobati berbagai penyakit yang berhubungan dengan Reactive Oxygen Species (ROS), seperti kanker, penyakit jantung dan penyakit neurodegeneratif. Beberapa penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa teh hijau dapat memicu perlindungan untuk melawan kanker pada kulit, payudara, prostat, dan paru. Sebagai pencegahan tambahan terhadap kanker, teh hijau dan EGCG bersifat anti-angiogenik (mencegah pertumbuhan pembuluh darah tumor) dan anti-mutagenik. Teh hijau juga bersifat hipokolesterolemik dan mencegah berkembangnya plak pada aterosklerosis. Bagi penyakit neurodegeneratif dan penyakit patologis yang berhubungan dengan usia, teh hijau menunjukkan perlindungan yang signifikan terhadap penyakit Parkinson, Alzheimer dan kerusakan iskemik. Teh hijau juga diketahui memiliki efek antidiabetes pada hewan uji yang mengalami resistensi insulin dan meningkatkan pengeluaran energi. Keuntungan lainnya dari teh hijau
adalah aktivitas antibakteri, anti-HIV dan antiinflamasi yang dimilikinya (Zaveri, 2006).
B. Flavonoid
Polifenol adalah metabolit tanaman dengan ciri khas adanya gugus fenol (misalnya cincin aromatis dengan gugus hidroksil) yang merupakan derivat dari L-fenilalanin. Kelas polifenol yang paling penting adalah asam fenolat yang termasuk dalam struktur polimerik, seperti tannin yang dapat terhidrolisa, lignan, stilbenes dan flavonoid. Senyawa yang termasuk flavonoid adalah flavonol (misalnya quercetin dan kaempferol, flavonoid yang banyak terdapat dalam makanan), flavon, isoflavon, flavanone, antosianidin (pigmen yang bertanggungjawab dalam warna buah), flavanol (katekin-monomer dan proantosianidin-polimer) (Petti dan Scully, 2009).
Zat bioaktif yang terdapat dalam teh hijau, utamanya merupakan flavonoid. Flavonoid dapat digolongkan menjadi enam kelas, yaitu flavon, flavanon, isoflavon, flavonol, flavanol, dan antosianin. Flavonoid yang ditemukan dalam teh hijau adalah flavanol dan flavonol. Katekin merupakan flavonoid yang termasuk dalam kelas flavanol (Hartoyo, 2003). Katekin bersifat asam lemah (pKa = 7,72 dan pKa = 10,22), sukar larut dalam air dan sangat tidak stabil di
1
2
udara terbuka. Bersifat mudah teroksidasi pada pH mendekati netral (pH 6,9) dan lebih stabil pada pH lebih rendah (pH 2,8 dan 4,9). Katekin juga mudah terurai oleh cahaya dengan laju reaksi lebih besar pada pH rendah (pH 3,45) dibandingkan pH 4,9 (Lucida, Bakhtiar, Putri, 2007). Banyaknya gugus hidroksil
yang ada dalam katekin, terutama gugus hidroksi pada cincin B, menjadi faktor utama yang menyebabkan ketidakstabilan katekin terhadap oksidasi oleh oksigen, pH, cahaya dan antioksidan lain. Katekin teh stabil pada suhu kamar dan terdegradasi sebesar 20% ketika dipanaskan pada suhu 98 °C selama 20 menit.
Saat dipanaskan dalam autoklaf pada suhu 120 °C terjadi epimerisasi dari (-) EGCG menjadi (-) GCG dan degradasi sebesar 24% (Susanti, 2011).
Terdapat beberapa katekin dalam teh hijau, yaitu epicatechin (EC),
epicatechin-3-gallate (ECG), epigallocatechin (EGC), epigallocatechin-3-gallate
(EGCG), catechin, dan gallocatechin (GC). EGCG adalah katekin yang jumlahnya paling banyak dalam teh hijau, sekitar 65% dari total katekin.
Secangkir teh hijau mengandung 100-200 mg EGCG (Zaveri, 2006). Teh hijau memiliki kandungan katekin yang dapat menghambat efek pertumbuhan bakteri kariogenik (menyebabkan karies) dengan cara menghambat pertumbuhan bakteri penyebab plak pada permukaan gigi (Alschuler, 1998), dengan beberapa mekanisme, yaitu dengan menghambat proliferasi agen-agen infeksi streptococcus (bakteri penyebab karies gigi), mengganggu proses perlekatan bakteri pada enamel gigi (Tahir and Moeen, 2011), menghambat metabolisme, pertumbuhan, proses produksi asam dari bakteri, dan menghambat aktivitas enzim glucosyl transferase (GTF) dan enzim amilase (Xu, dkk., 2011).
Gambar 1.Struktur berbagai polifenol katekin dalam teh hijau (Zaveri, 2006)
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Shimamura, Zhao, and Hu (2007), menunjukkan bahwa peptidoglikan yang ditambahkan dalam media tumbuh
S.aureus yang diberi EGCG dapat menghambat aktivitas bakterisidal dari EGCG
terhadap S.aureus, sedangkan lipopolisakarida (LPS) dan dekstran tidak.Peptidoglikan adalah kompleks cross-linked polisakarida dan peptida. EGCG dapat berikatan langsung dengan peptidoglikan dan menginduksi presipitasi peptidoglikan. Oleh karena itu, kerusakan dinding sel yang diinduksi oleh EGCG dan terganggunya biosintesis dinding sel oleh EGCG melalui perikatan dengan peptidoglikan merupakan alasan utama lebih rentannya bakteri gram positif terhadap EGCG. Dibandingkan dengan gram negatif, dinding sel gram positif memiliki satu lapis peptidoglikan yang tebal, sedangkan bakteri gram negatif memiliki banyak lapisan peptidoglikan yang tipis. Meskipun bakteri gram negatif memiliki beberapa lapis peptidoglikan, bakteri tersebut dilapisi oleh membran terluar yang tersusun oleh LPS. Membran terluar merupakan barier permeabel yang sangat penting dan berfungsi sebagai perlindungan terhadap berbagai
material antibakteri. Oleh karena itu, fungsi fisiologis dari membran terluar dan rendahnya afinitas antara EGCG dan LPS membatasi perikatan EGCG terhadap peptidoglikan, sehingga mengurangi kerentanan bakteri gram negatif terhadap EGCG.
Katekin memiliki struktur karbon C -C -C dan terdapat dua cincin
6
3
6
aromatis, A dan B. Jumlah gugus hidroksil pada cincin B dan ada tidaknya gugus
galloyl menyebabkan perbedaan struktur. Telah dilaporkan bahwa katekin dengan
struktur pyrogallol pada cincin B, seperti EGC dan EGCG, serta katekin dengan gugus galloyl, seperti ECG dan EGCG memiliki aktivitas antioksidan lebih kuat dari pada yang lainnya (katekin (C) dan EC). Efek penghambatan pembentukkan biofilm (sekelompok mikroorganisme yang menempel pada permukaan gigi) oleh gugus galloyl membutuhkan ke tiga gugus hidroksil yang menjadi penyusunnya. Tidak ada aktivitas bakterisidal yang ditunjukkan ketika hanya gugus galloyl saja, namun pada senyawa katekin dengan gugus galloyl (misalnya CG, ECG, GCG dan EGCG) terjadi penghambatan pembentukkan biofilm yang efektif. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan gugus galloyl pada senyawa katekin akan mendesak efek penghambatan bakteri bersinergis dengan mekanisme penghambatan bakteri lainnya, seperti aktivitas bakterisidal (Matsunaga, dkk., 2010). Selain itu, ion hidroksil secara kimia menyebabkan perubahan komponen organik dan transport nutrisi sehingga menimbulkan efek toksik terhadap sel bakteri (Sumono dan Wulan, 2009).
Aktivitas bakterisidal katekin diperkirakan karena adanya produksi hidrogen peroksida yang dihasilkan melalui pembentukkan Reactive Oxidative
Species (ROS) (Matsunaga, dkk., 2010). Hidrogen peroksida dibentuk di larutan
aqueous melalui disosiasi (pembebasan) proton dari gugus hidroksil. Elektron
2-
bebas dalam cincin fenol mengurangi molekul oksigen, membentuk O ,
2 2-
sementara proton bebas akan berikatan dengan O , membentuk hidrogen
2
peroksida (Petti, Scully, 2009). Hidrogen peroksida dapat menekan transkripsi gen yang menghasilkan polisakarida, sehingga menghambat pembentukkan biofilm dan akhirnya terjadi kekacauan pada membran sel (Matsunaga, dkk., 2010). Pada
S.mutans , polisakarida yang ada berupa glukan tak larut air (glycocalyx) yang
berfungsi membantu perlekatan bakteri pada permukaan gigi (Simon, 2007).Katekin, khususnya EGCG, mampu menghambat aktivitas enzim
glycosyl transferase (GTF) sehingga pembentukkan dan integritas dari oral
biofilm terganggu. EGCG dan katekin lainnya dari teh hijau juga telah dilaporkan dapat menekan aktivitas kelenjar air ludah dan aktivitas enzim amilase yang mengarah pada inefisiensi dari metabolisme karbohidrat. EGCG juga dapat menghambat produksi asam dengan menghambat jalur glikolisis bakteri dan penekanan phosphotransferase system (PTS) oleh enolase, suatu sistem untuk memasukan gula ke dalam sel ketika kondisi kehabisan gula (Xu, dkk.,2011).
C. Karies dan Plak Gigi
Karies gigi adalah proses kerusakan yang dimulai dari enamel hingga ke dentin. Karies gigi merupakan penyakit yang berhubungan dengan banyak faktor yang saling mempengaruhi. Ada tiga faktor utama, yaitu gigi dan saliva, mikroorganisme, dan substrat, serta waktu sebagai faktor tambahan. Bila keempat
faktor tersebut saling berinteraksi maka terjadi karies (Irhamsyah, 2003).
Terbentuknya karies gigi tidak lepas dari plak gigi yang merupakan biofilm kompleks yang terbentuk oleh >500 spesies bakteri berbeda yang normalnya terdapat dalam commensal harmony dengan sel inang (Matsunaga, dkk., 2010). Terdapat tiga tahap pembentukkan plak gigi; pertama molekul saliva diadsorbsi ke dalam enamel bersamaan dengan pembersihan gigi oleh saliva. Kemudian enamel diselubungi oleh campuran kompleks komponen yang terdiri dari glikoprotein, protein kaya prolin yang bersifat asam, mucins, debris sel bakteri, exoproduct, dan asam sialin. Tahap ke dua adalah interaksi spesifik sel bakteri dengan permukaan gigi yang akhirnya membentuk biofilm. Formasi biofilm awalnya dibentuk oleh koloni Streptococcus sanguis dan Actinomyces viscous, dipengaruhi oleh banyak parameter lingkungan, seperti osmolaritas, sumber karbon dan pH. Pada tahap ke tiga, spesies bakteri lain seperti S.mutans menempel pada koloni Streptococcus
sanguis dan Actinomyces viscous dengan interaksi sel-sel. Pertumbuhan bakteri
berikutnya pada permukaan gigi akan mengarah pada pembentukan biofilm pada gigi, yang juga dikenal sebagai plak gigi. Bakteri S.mutans dan Streptococcus
sobrinus memiliki peran utama dalam etiologi karies gigi, karena ke duanya dapat
melekat pada enamel salivary pellicle dan bakteri plak lainnya. Bakteri S.mutans dan Laktobasilus merupakan penghasil asam kuat yang kemudian dapat menyebabkan lingkungan menjadi asam, menimbulkan resiko terjadinya lubang halus pada gigi (cavity). Biasanya, keberadaan S.mutans pada cavity gigi akan diikuti dengan terbentuknya karies setelah 6-24 bulan (Forssten, Bjorklund, Ouwehand, 2010).
Bakteri yang berperan penting dalam pembentukkan plak adalah bakteri yang mampu memfermentasi polisakarida (karbohidrat) ekstraseluler (EPS), yaitu bakteri dari genus Streptococcus, Staphylococcus dan Lactobacillus. Bakteri tersebut memfermentasi karbohidrat dan menghasilkan asam organik sehingga mengubah pH rongga mulut menjadi asam. Struktur email gigi akan terlarut pada pH < 5,41 dan terjadi karies gigi (Indrawati, 2009). Bakteri S. mutans melakukan perlekatan dengan permukaan email gigi dengan menggunakan glycocalyx. Glycocalyx merupakan suatu kumpulan besar serabut dari polisakarida atau cabang dari molekul gula yang mengelilingi suatu sel individu atau koloni sel.
Perlekatan polisakarida pada gigi akan menimbulkan plak gigi, yaitu bentuk akumulasi dari kumpulan bermacam-macam bakteri dalam suatu matriks dextran; kemungkinan sebanyak 500 sel tebalnya. Terbentuknya asam laktat oleh
streptococci terjadi melalui jalur fermentasi homolaktik karena produk akhir yang
terbentuk hanya asam laktat. Adanya dua molekul ADP dan dua molekul fosfat, molekul glukosa dapat difermentasikan menjadi dua molekul asam laktat dan dua molekul ATP. Asam laktat ini lama kelamaan akan mengikis email gigi yang kemudian akan membentuk karies (lubang) (Atlas, 1997).
Pencegahan akumulasi plak untuk mencegah karies gigi dilakukan dengan memperhatikan jenis makanan yang dikonsumsi dan membersihkan gigi secara teratur dengan pasta gigi atau obat kumur yang mengandung antibakteri. Pasta gigi yang beredar di pasaran umumnya mengandung fluor yang bersifat antibakteri. Penggunaan pasta gigi dengan konsentrasi fluor tinggi dapat menimbulkan efek samping berupa fluorosis email dan belum efektif membunuh
bakteri karena lebih bersifat menghambat, selain itu bahan kimia ini relatif mahal.
Penggunaan antibiotika dalam pemberantasan plak seperti penisilin, vankomisin dan klorheksidin secara rutin dapat menyebabkan resistensi dan efek samping seperti diskolorisasi gigi (Indrawati, 2009). Pencegahan karies lainnya adalah dengan menggunakan obat kumur antiseptik misalnya klorheksidin. Klorheksidin merupakan derivat dari bis-guanid bis – fenol yang bersifat bakterisidal baik terhadap bakteri Gram negatif maupun positif. Klorheksidin mampu mengubah struktur permukaan sel, sehingga menyebabkan hilangnya keseimbangan osmotik, selanjutnya terjadi penonjolan membran sitoplasma, terbentuk vesikel dan keluarnya sitoplasma, dapat menghambat perbaikan sel dan akhirnya terjadi kematian sel. Kerugian penggunaan klorheksidin sebagai obat kumur adalah terjadi pewarnaan pada gigi dan lidah serta menyebabkan iritasi pada mukosa (Sumono dkk., 2009). Xylitol adalah gula alkohol atau polyol yang secara alami terdapat dalam metabolisme manusia, dan dapat digunakan secara aman dalam produk dental ataupun bahan makanan. Xylitol dilaporkan dapat mempengaruhi sintesis polisakarida S.mutans, yang mengarah pada penurunan perlekatan bakteri.
Triklosan adalah komponen organik dengan kemampuan antibakteri yang telah digunakan dalam pasta gigi. Triklosan menghambat pertumbuhan S.mutans dengan mensensitisasi glikolisis untuk menghambat asam dengan bekerjasama dengan karier proton transmembran yang bersifat asam lemah, seperti fluoride.
Xylitol dapat dianggap sebagai substansi pencegah plak yang lebih aman
digunakan daripada triklosan, karena triklosan dapat bereaksi dengan klorin dalam air keran dan membentuk kloroform yang bersifat toksik (Forrsten, dkk., 2010)
Penelitian yang dilakukan oleh Sumono dkk. (2009) menunjukkan bahwa kumur dengan air rebusan daun salam dapat mengurangi jumlah koloni bakteri
Streptococcus sp. , dan semakin tinggi konsentrasi rebusan daun salam maka
jumlah bakteri Streptococcus sp. akan semakin sedikit. Hal ini disebabkan adanya kandungan kimia aktif daun salam yaitu tanin (senyawa fenol, bekerja dengan mendenaturasi protein dan menurunkan tegangan muka, sehingga permeabilitas bakteri meningkat, pertumbuhan sel terhambat dan akhirnya kematian sel), flavonoid, minyak atsiri 0,05% (mempunyai efek analgesik) yang terdiri dari sitral dan eugenol.