KOORDINASI PEMERINTAHAN DI DAERAH - Repository IPDN

  KOORDINASI PEMERINTAHAN DI DAERAH

  OLEH :

FERNANDES SIMANGUNSONG

  

Kesepakatan

Bersama

  Selamat… Selamat… Pagi! Pagi! Semangat… Semangat… Pagi! Pagi! PESERTA PESERTA BIMTEK BIMTEK Luar…..Biasa Luar…..Biasa Salam Kita Biodata Narasumber

  • • Nama : Dr. Fernandes Simangunsong, S.STP, S.AP, M.Si

  • Lahir : Jambi, 4 Maret 1977
  • NIP : 19770304 1995 11 1 001
  • Jabatan : Dosen Fungsional (Lektor Kepala)
  • Pangkat : Pembina TK. I (IV/b)
  • Instansi : Kampus IPDN Jatinangor • Alamat : Komp. Singgasana Pradana

  Jl. Karangkamulyan No.2 A Cibaduyut-BANDUNG

  • Email :

  

  • HP : 08122445916
  • WA : 082119982722
  • Website :

A. PENDAHULUAN

  Makin maju suatu masyarakat, maka makin • beraneka ragam kegiatannya disertai dengan spesialisasi bidang pekerjaan dan keahlian yang semakin mendalam dan khusus. Untuk memadukan dan menyelaraskan aktivitas tsb diperlukan generalis yang berfungsi sebagai koordinator.

  Di bidang pemerintahan, juga telah terjadi • spesialisasi bidang-bidang pekerjaan, yang dari waktu ke waktu menjadi semakin spesifik. Untuk pencapaian tujuan pemerintahan, diperlukan adanya koordinator. B. KOORDINASI PEMERINTAHAN MENURUT UU NOMOR 5 TAHUN 1974

  • Dalam sistem desentralisasinya, UU Nomor 5 Tahun 1974 menganut pendekatan uniteritorial dan unipersonal sebagai konsekuensi logis dari prinsip integrated field administration.
  • Kepala Daerah karena jabatannya adalah juga Kepala Wilayah. Sebagai Wakil Pemerintah Pusat di Daerah Kepala Wilayah menjalankan fungsi koordinasi terhadap semua instansi vertikal dan

    dinas daerah yang ada diwilayahnya (PP Nomor 6

    Tahun 1988).
  • Untuk memudahkan komunikasi dibangun forum yang dinamakan MUSYAWARAH PIMPINAN DAERAH (MUSPIDA).

  Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 10 Tahun • 1976, Pimpinan Muspida secara ex-officio dijabat oleh Kepala Wilayah dengan keanggotaan dari :

  • Pimpinan unsur Pertahanan (AD, AL, AU);
  • Pimpinan unsur Kepolisian;
  • Pimpinan unsur Peradilan;
  • Unsur Kejaksaan;

  Kepala Wilayah secara ex-officio menjabat sebagai • Pimpinan MUSPIDA. Koordinasi jauh lebih mudah dilaksanakan karena • adanya satu garis komando dari masing-masing pimpinan instansi yang semuanya bermuara di tangan Presiden. Wibawa Kepala Wilayah sebagai Pimpinan MUSPIDA • disegani karena dilengkapi dengan kewenangan yg bersifat desisif.

C. KOORDINASI PEMERINTAHAN MENURUT UU NOMOR 22 TAHUN 1999.

  UU Nomor 22 Tahun 1999 menggunakan prinsip • kompetensi umum (general competence principles) dengan memberi kewenangan yang luas kepaa daerah dalam rangka desentralisasi dengan membatasi asas dekonsentrasi. Di tingkat Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota tidak • lagi menjabat sebagai Kepala Wilayah. Begitu juga di tingkat kecamatan, Camat bukan lagi Kepala Wilayah melainkan sbg Perangkat Daerah.

  Posisi Kepala Wilayah hanya ada di tingkat Provinsi • yang secara ex-officio dijabat oleh Gubernur sbg Kepala Daerah Provinsi. Fungsi Gubernur sbg Wakil Pemerintah Pusat di • Daerah adalah :

  a. melakukan koordinasi dengan instansi vertikal yang ada di tingkat provinsi.

  b. melakukan pembinaan, pengawasan dan fasilitasi penyelenggaraan otonomi daerah di kabupaten/kota diwilayahnya. Fungsi ini dikaburkan dengan bunyi pasal 4 ayat (2) UU Nomor 22 Tahun 1999 yang mengatakan tidak adanya hierarkhi antara Daerah Provinsi dengan Daerah Kabupaten/Kota.

  • Bagi Gubernur PP Nomor 6 Tahun 1988 masih dapat digunakan sbg dasar hukum untuk melaksanakan koordinasi horisontal maupun vertikal ke bawah.

  Tanggung jawab MPR MPR MPR MPR Pemerintah Pemerintah Pusat Pusat Pemerintah Pemerintah Pusat Pusat DPR DPR DPR DPR Pemerinta Pemerinta h h Kecamatan Kecamatan Pemerinta Pemerinta h h Kecamatan Kecamatan Gambar : Gambar : Model Orbitasi Pemerintahan Model Orbitasi Pemerintahan Menurut Menurut UU No 22 Tahun 1999 UU No 22 Tahun 1999      

  Pemerintah Pemerintah Propinsi Propinsi Pemerintah Pemerintah Propinsi Propinsi Pemerintah Pemerintah Kab./Kota Kab./Kota Pemerintah Pemerintah Kab./Kota Kab./Kota Pemerintah Pemerintah Desa Desa Pemerintah Pemerintah Desa Desa

   

   

   

   DPRD DPRD Propinsi Propinsi DPRD DPRD Propinsi Propinsi DPRD DPRD Kab./Kota Kab./Kota DPRD DPRD Kab./Kota Kab./Kota Pengawasan

  Tanggung jawab Tanggung jawab Tanggung jawab Was Was Was Bin Bin Bin Bin

  : Peraturan Perundang-undangan  : Peraturan Perundang-undangan

  Rakyat Rakyat Rakyat Rakyat

BPD BPD BPD BPD

  Penyelenggaraan Kewenangan Dalam Rangka Dekonsentrasi Mnrt UU 22/1999

  Menteri/ Pimpinan LPND Presiden Gubernur

  Dinas Propinsi Yang Relevan Perangkat Daerah

  Propinsi Unit Pelaksana Khusus

  (1) (2) (3) Keterangan: 1. Priode pelaksanaan Dekonsentrasi adalah Dinas Propinsi yang relevan dengan bidang yang dilimpahkan Perhubungan : Dinas Perhubungan Pendidikan : Dinas Pendidikan, dsb 2. Apabila Belum ada Dinas Propinsi yang relevan, Gubernur dapat menugaskan perangkat Daerah lainnya; 3. Apabila Alternatif (1) dan (2) tidak tersedia, Gubernur + Direktorat ?

  • + Biro
Tata Cara Pelimpahan Wewenang Dalam Rangka Dekonsentrasi Mnrt UU 22/1999

  a. Inisiatif dari Presiden

  b. Inisiatif dari Menteri/Pimpinan LPND Presiden Gubernur

  Dengan Keppres Presiden Menteri/

  Pimpinan LPND Gubernur

  IV Usul kpd Preside n

  Konsultasi Kewenangan yg. ada

  Keppres Keterangan:

  :

  Garis konsultasi : Garis Koordinasi : Garis Komando

  1

  2

  3

  

4

PEMERINTAH PUSAT MENTERI MENTERI

  / PLND / PLND

KBL KBU

  IV Pasal 129 DINAS DAERAH PROV. UU 32/2004 Psl 10 (3)

PEJABAT KDH K/K

IV DINAS DAERAH K/K

  Gambar : Instansi Pemerintah di Daerah, IV =Instansi Vertikal, PLND= Pimpinan Lembaga Non Departemen, KBU = Kewenangan Bidang Utama, KBL=

  Di tingkat Kabupaten/ Kota, Bupati/Walikota bukan •

lagi sebagai Kepala Wilayah, sehingga PP Nomor 6

Tahun 1988 tidak dapat digunakan sbg landasan hukum melakukan koordinasi dengan Instansi Vertikal (IV) yang ada di Daerah.

  Kedudukan Bupati/Walikota sbg koordinator • pemerintahan di daerahnya tidak diatur secara jelas di dalam UU Nomor 22 Tahun 1999.

  Karena Bupati/Walikota bukan lagi sbg Kepala •

Wilayah/Wakil Pemerintah Pusat di Daerah, maka komposisi dan hubungan kerja dalam Forum

MUSPIDA perlu ditata ulang. Terlebih lagi setelah adanya perubahan paradigma kekuasaan di tingkat nasional. D. KOORDINASI MENURUT UU NOMOR 32 TAHUN 2004

  • Pengaturan koordinasi pemerintahan dalam UU Nomor 32/2004 sama tidak jelasnya dengan

    pengaturan pada UU Nomor 22/1999. Pada UU ini,

    kedudukan Gubernur sbg Wakil Pemerintah Pusat

    lebih kuat dibandingkan masa UU 22/1999. Gubernur

    mempunyai kewenangan untuk mengevaluasi dan

    bahkan membatalkan Perda APBD Kabupaten/Kota. Gubernur juga mempunyai kewenangan untuk melakukan evaluasi terhadap usulan pengisian jabatanb eselon II di tingkat Kabupaten/Kota.

  PERUBAHAN PARADIGMA PADA PEMERINTAHAN NASIONAL

  • Dengan adanya amandemen UUD 1945 (amandemen

    I sd IV), telah terjadi perubahan paradigma dalam

    pembagian kekuasaan pemerintahan di tingkat nasional, dari paradigma pembagian kekuasaan ( distribution of power ) ke paradigma pemisahan kekuasaan (

  ) mengikuti model

  separation of power Trias Politica dari Montesqieu.

  • * Pada UUD 1945 yang asli, kekuasaan pemerintahan

    terpusat pada tangan Presiden, karena Presiden merupakan satu-satunya mandataris MPR. Terlebih lagi pada penjelasan UUD 1945 dikemukakan bahwa : “

  Concentration of power and responsibility upon The President”. MODEL PEMBAGIAN KEKUASAAN MENURUT UUD 1945 YANG ASLI

  LEGISLATIF EKSEKTUTIF YUDIKATIF AUDITIF (DPR) (PRESIDEN) (MA) (BPK)

  INTERVENSI KEKUASAAN

  = KETERANGAN : Pada UUD 1945 yang Asli dikemukakan bahwa • Presiden memegang kekuasaan membuat UU dengan persetujuan DPR (pasal 5 ayat 1).

  • Presiden mengangkat duta besar. Fungsi-fungsi peradilan berada di bawah • Presiden. Presiden memberi grasi, amnesti, abolisi dan • rehabilitasi.
  • Ketua Badan Pemeriksa Keuangan diangkat

    oleh Presiden. Ketua Mahkamah Agung diangkat oleh • Presiden.

  MODEL PEMISAHAN KEKUASAAN

MENURUT UUD 1945 YANG DIAMANDEMEN

  LEGISLATIF EKSEKTUTIF YUDIKATIF AUDITIF (DPR) (PRESIDEN) (MA) (BPK)

  Koordinasi dan kerjasama

  • =
KETERANGAN : Kekuasaan menyusun UU berada di tangan DPR, • dengan persetujuan Presiden (pasal 20 UUD 1945 Amandemen).

  • Kekuasaan kehakiman berada di bawah Mahkamah Agung dan bebas dari pengaruh pemerintah.( lihat UU Nomor 4 Tahun 2004, khususnya pasal 2). Ketua BPK diangkat dari Presiden berdasarkan • rekomendasi DPR. Dibangun Mahkamah Konstitusi untuk •

    menyelesaikan persengketaan yang berkaitan

    dengan UUD.

  Perubahan paradigma pembagian kekuasaan • menjadi pemisahan kekuasaan di tingkat nasional, berdampak pada hubungan antar unsur pemerintahan di tingkat Daerah. Mengingat Unsur pengadilan tidak lagi berada di bawah eksekutif – melainkan sebagai institusi di bawah MA yang bebas dari pengaruh kekuasaan cabang-cabang pemerintahan lainnya, maka komposisi MUSPIDA juga perlu disusun ulang. Unsur Pengadilan ( Pengadilan Negeri di tingkat Kabupaten/Kota dan Pengadilan Tinggi di tingkat Provinsi) sudah seharusnya tidak lagi menjadi anggota MUSPIDA.

  • Diperlukan dasar hukum baru, sekurang-kurangnya dalam bentul PP yang mengatur tentang koordinasi pemerintahan di daerah sebagai pengganti PP Nomor 6 Tahun 1988.

  Menurut UU Nomor 32 Tahun 2004, Bupati/Walikota • tidak lagi berkedudukan sbg Kepala Wilayah.

  Dengan demikian tidak otomatis mempunyai kewenangan melakukan koordinasi instansi vertikal di daerah. Koordinasi yang dijalankan saat ini, termasuk forum MUSPIDA hanyalah meneruskan praktik pemerintahan yg selama ada tetapi tanpa dasar hukum yg jelas. PP Nomor 6 Tahun 1988 tidak berlaku lagi untuk Bupati/ Walikota maupun Camat.

  • Di dalam pasal 25 UU Nomor 32 Tahun 2004 yang mengatur mengenai tugas dan wewenang Kepala Daerah sama sekali tidak disinggung kewenangan mengenai melakukan koordinasi pemerintahan.

  Instansi Vertikal yang ada di Daerah Kabupaten/ • Kota antara lain :

  a. Instansi TNI AD (Kodim) TNI AL yang setingkat atau TNI AU yang setingkat; b. Instansi Kepolisian ( Polres/Polresta dlsb);

  c. Instansi Pengadilan (Pengadilan Negeri);

  d. Instansi Kejaksaan (Kejaksaan Negeri);

  e. Kantor Statistik;

  f. Kantor Departemen Agama;

  g. Badan Pertanahan Nasional Kab/Kota; i. Instansi Vertikal lainnya yang bersifat tentatif.

  KOORDINASI DI TINGKAT KECAMATAN

  Kecamatan bukan lagi wilayah administrasi • pemerintahan melainkan lingkungan kerja perangkat daerah. Camat bukan lagi Kepala Wilayah melainkan sebagai • perangkat Daerah.

  Pada pasal 126 ayat (3) UU Nomor 32/2004 • disebutkan bahwa Camat menjalankan fungsi koordinasi terhadap penyelenggaraan pemerintahan di tingkat kecamatan. Tetapi mekanisme koordinasinya belum diatur secara jelas, termasuk hubungan kerja dan kewenangan camat terhadap- Instansi Vertikal dan Dinas Daerah yang ada di kecamatan.

   

  TERIMAKASIH TERIMAKASIH Atas Perhatiannya Atas Perhatiannya

Mohon Maaf Kalau

  

Mohon Maaf Kalau

Kurang Kurang Memuaskan!!!! Memuaskan!!!!