PERCERAIAN LANSIA (STUDI KASUS 3 PASANGAN LANSIA DI KOTA SALATIGA) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum

  

PERCERAIAN LANSIA

(STUDI KASUS 3 PASANGAN LANSIA DI KOTA SALATIGA)

SKRIPSI

  

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum

Oleh:

Muhammad Rudy Darussalam

  

NIM : 21113015

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARI’AH

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

2018

  

MOTTO

DO GOOD, AND GOOD WILL COME TO YOU

  

PERSEMBAHAN

  Puji syukur kehadirat Allah SWT. Atas limpahan rahmat serta karunian- Nya, shalawat salam semoga tetap tercurah kepada rasulullah SAW, skripsi ini penulis persembahkan untuk:

  ❖ Kedua orang tua saya tercinta, Bapak Muchsin dan Ibu Nur Hidayati yang selalu memberi semangat, dukungan, doa dan kasih sayang tak terbatas.

  ❖ Kakak-kakak saya yang saya banggakan yang selalu memberi semangat dan dukungan serta tak henti mengingatkan untuk menyelesaikan karya ini secepatnya agar bisa meraih cita-cita.

  ❖ Sahabat terbaik saya yang disebut dengan GGS yang beranggotakan:

  Syaechu, Hajir, Apid, Dicky, Mahmud, Ayis, Susanto, Rudy, dan Samsul yang selalu memberikan warna dan semangat hingga dapat menyelesaikan skripsi ini. ❖

  Saudara dan sahabat saya lainnya yang tetap memberi dukungan dan tersenyum saat sedang lelah dan hampir menyerah.

  ❖ Seluruh teman-teman jurusan Ahwal Al Syakhshiyyah angkatan 2013 atas segala semangat dan hiburannya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

  

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirahim

  Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur penulis panjatkat kepada Allah SWT, yang selalu memberikan rahmat serta hidayah dan taufiq-Nya kepada penulis, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan judul “PERCERAIAN LANSIA (Studi Kasus 3 Pasangan Lansia di Kota Salatiga)” tanpa halangan yang berarti.

  Shalawat serta salam penulis ucapkan kepada nabi Akhiruzaman, Nabi Muhammad SAW, kepada keluarga, sahabat serta pengikutnya yang senantiasa setia dan menjadikannya suritauladan. Beliaulah visioner yang telah memberikan spirit perjuangan kepada penulis dan semoga kita semua sebagai umatnya mendapatkan Syafaatnya min hadza ila yaumil qiyamah, Aamiin Yaa Robbal’alamin.

  Penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa bentuan dan dukungan dari berbagai pihak yang telah tulus ikhlas membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1.

  Dr. Rahmat Haryadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga.

  2. Dra. Siti Zumrotun, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Syariah.

  3. Dr. Ilyya Muhsin, S.HI.,M.Si., selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama Fakultas Syariah yang juga selaku dosen pembimbing yang dengan ikhlas memimbing, mengarahkan, serta mencurahkan waktu dan tenaganya sehingga skripsi ini terselesaikan.

  4. Sukron Ma’mun, M.Si., selaku Ketua Jurusan Hukum Keluarga Islam.

  5. Dosen IAIN Salatiga yang telah memberikan ilmunya yang sangat bermanfaat.

  6. Kepada orang tua dan kakak-kakak penulis yang telah memberikan dan mencurahkan segala kemampuannya untuk mendukung memenuhi keinginan penulis hingga saat ini. Tanpa mereka mungkin karya ini tidak akan pernah ada.

  7. Sahabat terbaik dan orang spesial yang selalu ada untuk memberikan dukungan, semangat serta doa kepada penulis sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaIkan.

  8. Seluruh teman-teman seperjuangan di Hukum Keluarga Islam angkatan 2013 atas segala semangat dan hiburannya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

  9. Seluruh teman-teman dan semua pihak yang telah membantu mendukung dalam penyelesaian skripsi ini.

  Penulis sepenuhnya sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, serta pembaca pada umumnya.

  Aamiin. Salatiga, 19 Maret 2018 Muhammad Rudy Darussalam NIM : 211 13 015

  

ABSTRAK

  Rudy Darussalam, Muhammad. “Perceraian Lansia (Studi Kasus 3 Pasangan

  Lansia di Kota Salatiga ”. Skripsi. Fakultas Syari’ah. Jurusan Hukum

  Keluarga Islam. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing Dr. Ilyya Muhsin, S.HI., M. Si. Kata Kunci: Perceraian, Perceraian Lansia, Akibat Perceraian

  Penelitian ini berusaha mengungkap perceraian yang terjadi di Kota Salatiga yaitu perceraian lansia. Dalam penelitian ini, peneliti berusaha mengungkap bagaimana perceraian lansia di Kota Salatiga secara detail. Pertanyaan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah bagaimana bentuk dan proses perceraian lansia di Kota Salatiga? Apa saja faktor-faktor perceraian lansia? Serta bagaimana akibat perceraian lansia?

  Melalui penelitian kualitatif, peneliti berusaha untuk mengungkap fokus permasalahan di atas. Dengan metode tersebut dilakukan wawancara kepada beberapa narasumber sesuai dengan data yang dibutuhkan. Untuk mendukung penelitian ini, peneliti juga mencari sumber-sumber yang berkaitan dengan permasalahan tersebut. Peneliti juga akan menggunakan data serta dokumentasi yang ada. Dan untuk menguji hasil temuan data tersebut maka peneliti menganalisis data dengan menggunakan kerangka teoritik yang peneliti susun.

  Temuan penelitian ini menunjukan bahwa perceraian 3 pasangan lansia di Kota Salatiga terdiri dari dua bentuk yaitu cerai talak dan cerai gugat. Sedangkan untuk prosesnya berjalan sebagaiman proses sidang pada umumnya. Perceraian lansia di Kota Salatiga terjadi karena berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain ialah karena salah satu pihak meninggalkan selama tujuh tahun berturut-turut dan tidak diberi nafkah, kekerasan dalam rumah tangga, serta terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran. Akibat perceraian lansia di Kota Salatiga tidak jauh berbeda dengan perceraian pada umumnya, dimana suami memiliki tanggungan nafkah terhadap mantan isteri yang terdiri dari nafkah iddah dan nafkah mut’ah, tanggungan nafkah pemeliharaan anak, serta tanggungan harta bersama. Namun kewajiban nafkah iddah dan nafkah mut’ah tidak dilaksanakan karena dari pelaku cerai talak tidak sanggup untuk melaksankan kewajiban tersebut. Dan dalam penerapannya tanggungan nafkah pemeliharaan anak menjadi gugur terhadap perceraian lansia. Sedangkan tanggungan terhadap harta bersama tidak dibagi sebagaimana mestinya menurut KHI, namun dibagi secara musyawarah. Dilihat dalam perspetif sosiologis perceraian lansia berakibat berupa perubahan status dan peran,dimana seorang isteri menjadi janda dan seorang suami menjadi duda dan hidup sendiri. Sedangkan dilihat dalam perspektif psikologis perceraian lansia dilihat dari kondisi mental dan psikis,mereka merasa lebih bahagia dan lebih tenang menjalani hidup ketimbang sebelum bercerai.

  DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................... ii PENGESAHAN .............................................................................................. iii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ..................................................... iv MOTTO .......................................................................................................... v PERSEMBAHAN ........................................................................................... vi KATA PENGANTAR .................................................................................. vii ABSTRAK ..................................................................................................... ix DAFTAR ISI ................................................................................................... x DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiii

  BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................... 5 C. Tujuan Penelitian ..................................................................... 5 D. Manfaat Penelitian ................................................................... 5 E. Telaah Pustaka ......................................................................... 6 F. Metode Penelitian .................................................................. 11 1. Jenis Penelitian ................................................................ 11 2. Pendekatan ........................................................................ 11 3. Kehadiran Peneliti ............................................................ 12 4. Lokasi dan Subjek Penelitian ........................................... 12

  5. Sumber Data ...................................................................... 12 6.

  Metode Pengumpulan Data ............................................... 14 7. Pengecekan Keabsahan Data ............................................. 15 8. Analisa Data ...................................................................... 16 G. Sistematika Penulisan .............................................................. 16

  BAB II PERCERAIAN DALAM KAJIAN HUKUM ISLAM DAN PERUNDANG-UNDANGAN, SERTA TINJAUAN UMUM TENTANG LANSIA ....................................................................... 18 A. Tinjauan Umum tentang Perceraian ........................................ 18 1. Menurut Hukum Islam ...................................................... 18 2. Menurut perundang-undangan di Indonesia ...................... 31 B. Bentuk dan Proses Perceraian ................................................. 35 1. Bentuk Perceraian .............................................................. 35 2. Proses Perceraian ............................................................... 39 C. Faktor-Faktor Penyebab Perceraian ........................................ 41 1. Menurut Hukum Islam ...................................................... 41 2. Menurut Perundang-undangan di Indonesia ...................... 45 D. Akibat Perceraian dalam Perspektif Hukum Islam maupun Perundang-undangan di Indonesia .......................................... 46 1. Nafkah Mantan Suami Terhadap Mantan Isteri ............... 46 2. Nafkah Pemeliharaan Anak ............................................. 47 3. Nafkah Pembagian Harta Bersama .................................. 48 E. Tinjauan Umum tentang Lansia .............................................. 48

  1. Pengertian Lansia ............................................................ 48 2.

  Batasan Umur Lansia ...................................................... 49 3. Klasifikasi Lansia ............................................................ 50 4. Tipe Lansia ...................................................................... 50

  BAB III PERCERAIAN 3 PASANGAN LANSIA DI KOTA SALATIGA 52 A. Profil Pasangan Lansia ............................................................ 52 B. Bentuk dan Proses Perceraian Lansia ...................................... 57 1. Cerai Talak ........................................................................ 57 2. Cerai Gugat ........................................................................ 60 C. Faktor-Faktor Perceraian Lansia .............................................. 63 BAB IV AKIBAT PERCERAIAN LANSIA ................................................. 67 A. Hukum Islam dan Perundang-Undangan .................................. 67 B. Sosiologis .................................................................................. 72 C. Psikologis .................................................................................. 73 BAB V PENUTUP ...................................................................................... 75 A. Kesimpulan ............................................................................ 75 B. Saran ...................................................................................... 77 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 78 LAMPIRAN-LAMPIRAN .................................................................................

DAFTAR LAMPIRAN

  Lampiran I Daftar Riwayat Hidup Lampiran II Penunjukan Pembimbing Skripsi Lampiran III Permohonan Izin Penelitian Lampiran IV Daftar Nilai SKK Lampiran V Lembar Konsultasi Skripsi

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sudah merupakan naluri manusia untuk memiliki rasa cinta dan sayang

  kepada lawan jenisnya, karena memang manusia diciptakan untuk hidup berpasang-pasangan sesuai dengan firman Allah SWT :

  ۡ نِمَو ۡ ِۡهِتَٰ َياَء ۡ ۦۡ ۡ َلَعَجَوۡاَه َلَِإۡ

  ْا وُنُك سَتِ لۡاٗجََٰو زَأۡ مُكِسُفنَأۡ نِ مۡمُكَلۡ َقَلَخۡ نَأ َۡنوُرَّكَفَتَيٖۡم وَقِ لۡ ٖتََٰيلَأٓۡ َكِلََٰذۡ ِفَِّۡنِإًۡۚ ةَ حَۡرَوۡٗةَّدَوَّمۡمُكَن يَب ٢١ ۡ

  ۡ ۡ Artinya : “Dan diantara tanda-tanda kekuasaannya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram padanya, dan dijadikanNya kamu rasa kasih dan sayang”. (Q.S. Ar-Arum ayat 21)

  Islam memberikan wadah untuk merealisasikan keinginan tersebut sesuai dengan syari’at Islam yaitu melalui perkawinan yang sah. Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan untuk hidup berumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (UU Perkawinan No. 1 tahun 1974 pasal 1).

  Oleh karena itu pernikahan harus dapat dipertahankan oleh kedua belah pihak agar dapat mencapai tujuan dari pernikahan tersebut. Sehingga dengan demikian perlu adanya kesiapan-kesiapan dari kedua belah pihak mental maupun material. Artinya secara fisik laki-laki dan perempuan sudah sampai pada batas umur yang dikategorikan menurut hukum positif baligh menurut hukum Islam. Akan tetapi faktor lain yang sangat penting yaitu kematangan dalam berfikir dan kemandirian dalam hidup (sudah bisa memberikan nafkah kepada istri dan anaknya). Hal ini yang sering dilupakan oleh masyarakat.

  Dengan demikian, tujuan pernikahan (membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal) akan tercapai. Adapun dalam hukum Islam pada dasarnya ketentuan-ketentuan mengenai batas umur tidak berlaku karena hukum Islam tidak melarang terjadinya pernikahan dini. Kenyataan yang terjadi di kalangan umat Islam pada masyarakat desa, adalah jika keadaan yang memaksa pernikahan dilangsungkan oleh pihak keluarga kedua calon mempelai atau salah satu pihak, yaitu dari pihak wanita, dengan memenuhi Hukum Perkawinan Islam yang dilaksanakan bersama petugas agama terutama petugas pencatat nikah di tempat kediaman bersangkutan.

  Dalam suatu perkawinan semua orang menghendaki kehidupan rumah tangga yang bahagia, kekal, dan sejahtera, sesuai dengan tujuan dari perkawinan yang terdapat dalam UU No.1 tahun 1974. Akan tetapi, tidak semua orang dapat membentuk suatu keluarga yang dicita-citakan tersebut, hal ini dikarenakan adanya perceraian, baik cerai mati, cerai talaq, maupun cerai atas putusan hakim.

  Perceraian merupakan lepasnya ikatan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-isteri, yang dilakukan di depan sidang Pengadilan, yaitu Pengadilan Negeri untuk non muslim dan Pengadilan Agama bagi yang beragama Islam. Sedangkan pengertian perceraian menurut hukum perdata adalah penghapusan perkawinan dengan putusan hakim atas tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu (Djumairi, 1990: 65).

  Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, sebagaimana yang tercantum dalam pasal 39 Undang-undang Perkawinan No.1 tahun 1974 dan

  pasal 19 PP No.9 tahun 1975. Pasal 39 UU Perkawinan menyebutkan: 1. Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.

  2. Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami- isteri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami-isteri.

  3. Tata cara perceraian di depan sidang Pengadilan diatur dalam Peraturan Perundang-undangan tersendiri.

  Sedangkan dalam pasal 19 PP No.9 tahun 1975 menyebutkan: 1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.

  2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut- turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya.

  3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.

  4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan yang membahayakan pihak lain.

  5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri.

  6. Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

  Realitanya saat ini banyak terjadi pernikahan dan berakhir pada perceraian. Tidak hanya perceraian dari kalangan yang muda saja, akan tetapi banyak juga perceraian yang dilakukan oleh pasangan yang sudah masuk usia lanjut. Padahal usia lansia merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan lingkungan. Sangat disayangkan apabila masa-masa tua yang seharusnya dijadikan waktu untuk menghabiskan hidup bersama dengan pasangan dan anak serta cucu, harus memutuskan tali pernikahan.

  Hal ini terbukti, dari beberapa kasus perceraian yang diajukan oleh pasangan yang sudah lansia di Kota Salatiga dan sekitarnya yang perkaranya diputus di Pengadilan Agama Salatiga.

  Dari latar belakang tersebut, penulis sangat tertarik untuk mengkaji lebih lanjut dalam sebuah skripsi yang berjudul “PERCERAIAN LANSIA

  (Studi Kasus 3 Pasangan Lansia di Kota Salatiga) ”.

B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang skripsi ini, maka dapat dirumuskan sebagai berikut:

  1. Bagaimana bentuk dan proses perceraian lansia? 2.

  Apa sajakah faktor-faktor perceraian lansia? 3. Bagaimanakah akibat perceraian lansia? C.

   Tujuan Penelitian

  Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui bentuk dan proses perceraian lansia.

  2. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab perceraian lansia.

  3. Untuk mengetahui akibat perceraian lansia.

D. Manfaat Penelitian

  Untuk memberikan hasil penelitian yang berguna serta diharapkan mampu menjadi dasar secara keseluruhan untuk dijadikan pedoman bagi pelaksanaan secara teoritis maupun praktis, maka penelitian ini sekiranya dapat bermanfaat, diantaranya:

1. Manfaat Teoritis a.

  Dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap fiqh munakahat dan penerapan Undang-Undang dalam praktek perkawinan. b.

  Untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dan pengembangan pola pikir yang kritis sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan ilmu fiqh.

  c.

  Guna menambah khazanah ilmu pengetahuan di bangku perkuliahan sebagai bekal untuk praktik dan hidup bermu’amalah di masyarakat dan lingkungan kerja.

  d.

  Penulisan ini dapat dijadikan sebagai tambahan informasi dan referensi dalam ilmu hukum islam, khususnya mengenai pernikahan dan perceraian.

2. Manfaat Praktis a.

  Memberikan informasi kepada masyarakat bahwa perceraian memiliki dampak-dampak bagi pelaku perceraian itu sendiri.

  b.

  Menambah pengetahuan dan wacana pembaca akan faktor dari perceraian.

  c.

  Memberikan informasi tambahan bagi masyarakat yang bersangkutan.

E. Telaah Pustaka

  Berdasarkan penelusuran pustaka yang telah dilakukan, tentang perceraian sudah banyak dituangkan dalam beberapa penelitian, diantara penelitian-penelitian tersebut yang mirip dengan penelitian yang penyusun tulis adalah:

  Skripsi berjudul “Homoseksual Sebagai Pemicu Perceraian (Studi Putusan di Pengadilan Agama Jakarta Timur) yang ditulis oleh Epni Juliana Tahun 2010. Skripsi ini memiliki dua rumusan maslah, yaitu apakah homoseksual dapat dijadikan sebagai alasan perceraian dan apa saja pertimbangan hakim untuk mengabulkan permohonan perkara perceraian dengan alasan homoseksual. Dari penelitian ini dihasilkan bahwa apakah homoseksual dapat dijadikan alasan perceraian yaitu Islam membolehkan isteri atau suami menggugat cerai bila salah satu terbukti menderita cacat yang sulit disembuhkan. (1) Dalam kasus ini, isteri yang merasa sudah tidak diberikan haknya karena suami mengidap homoseksual. Homoseksual sendiri dalam Islam tidak diterangkan secara spesifik bahwa penyakit tersebut dianggap salah satu penyakit atau cacat yang dianggap boleh bagi sang isteri untuk menggugat cerai, tetapi menurut sebagian Ulama, pada dasarnya penyakit apapun yang menyebabkan penderitaan bagi salah satu pihak, yang berakibat tidak mampu lagi menjalankan kewajiban suami-isteri dengan baik, maka dianggap sah dan dibolehkan untuk menuntut cerai ke Pengadilan Agama, dan itupun harus sesuai dengan prosedur Pengadilan Agama. Dengan demikian, homoseksual dapat menjadi pemicu perceraian, tetapi tidak bisa menjadi alasan perceraian.

  (2) Dalam putusan Majelis Hakim setelah melihat bukti-bukti dan juga kesaksian dari para saksi, yakni homoseksual yang kerap kali menjadi akar perselisihan bagi pasangan. Tergugat juga mengakui dan membenarkan kelainan sex yang dideritanya dalam sidang perkara yang dihadirinya. Selain itu, tergugat juga meninggalkan penggugat selama kurang lebih 8 bulan tanpa memberikan nafkah lahir maupun batin dan juga pernah melakukan KDRT terhadap penggugat. Oleh karena itu, pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan

  Agama Jakarta Timu, dalam memutuskan perkara cerai gugat, yaitu: Pertama,

  pasal 39 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974 (tentang Perkawinan). Kedua, pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 (tentang pelakasanaan UU No. 1 Tahun 1974), dan pasal 116 huruf (f) KHI (Inpres RI No. 2 Tahun 1991). Dalam pasal 116 huruf (f) KHI menjelaskan tentang salah satu alasan perceraian yaitu “antar suami dan isteri terus menerus terjadi perselesihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga”. Menurut Hakim dengan adanya kelainan seks (homoseks) yang diderita Tergugat maka akan mengakibatkan ketidakharmonisan dalam rumah tangga, dan sehingga sering terjadi pertengkaran dan masalah tersebut menjadi tidak sesuai dengan tujuan perkawinan yaitu membangun rumah tangga yang sakinah mawaddah dan rahmah. Maka Majelis Hakim mengabulkan pengajuan gugatan tersebut.

  Skripsi berjudul “Perceraian Karena Salah Satu Pihak Murtad (Studi Putusan di Pengadilan Agama Salatiga)” yang ditulis oleh Nastangin Tahun 2012. Skripsi ini memiliki dua rumusan masalah, yaitu apa pertimbangan dan dasar hukum hakim dalam memutus perkara perceraian karena salah satu pihak murtad dan apa akibat hukum perceraian karena salah satu pihak murtad. Dari penelitian ini dihasilkan bahwa pertimbangan hakim dalam memutus perkara perceraian karena salah satu pihak murtad yaitu kelurga penggugat dan tergugat tidak harmonis karena tergugat keluar dari agama Islam dan sebelumnya mediasi telah dilakukan akan tetapi hasilnya gagal kemudian dasar hukum hakim dalam memutus perkara cerai gugat karena salah satu pihak murtad ialah Pasal 116 KHI pada huruf h dan mengambil pendapat ahli yang dijadikan pendapat sendiri yang termuat dalam kitab At-Thalaq hal 39. Bahwa akibat hukum perceraian secara umum, yakni menjadikannya putus tali perkawinan, masih berlakumasa iddah dipenuhi setelah terjadinya perceraian diantaranya: masih menanggung hadhanah, memberi nafkah kepada anak sampai usia dewasa (usia 21 tahun).

  Skripsi berju dul “Pertengkaran Sebagai Alasan Perceraian (Studi Putusan di Pengadilan Agama Salatiga Tahun 2010-2012) yang ditulis oleh Husnul Robiah Tahun 2001. Skripsi ini memiliiki tiga rumusan masalah, yaitu (1) faktor apa yang mendorong terjadinya pertengkaran? (2) bagaimana hasil putusan hakim terhadap perkara pertengkaran sebagai alasan perceraian? (3) apakah dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara pertengkaran sebagai alasan perceraian?. Dalam penelitian ini factor penyebab terjadinya perceraian secara umum antara lain disebabkan karena terus berselisih atau pertengkaran dengan alasan antara lain karena cacat biologis, poligami tidak sehat, cemburu, kawin paksa, ekonomi, kawin dibawah umur, politis, tidak ada keharmonisan, gangguan pihak ke-3. Dan dari beberapa factor tersebut, diantara factor yang menyebabkan pertengkaran atau perselisihan dari hasil penelitian yakni karena ekonomi dan kawin paksa. Untuk hasil putusan dari perkara pertengkaran sebagai alasan perceraian semuanya dikabulkan oleh Majelis Hakim setelah mendengar keterangan-keterangan dari saksi maupun keterangan lainnya yang berupa alasan-alasan yang digunakan dalam permohonan atau gugatan perceraian, bukti surat dan alat bukti lain yang digunakan sebagai dasar Majlis Hakim memberikan putusan. Dasar petimbangan hakim dalam memutus perkara pertengkaran dari hasil penelitian sudah cukup jelas, yakni mulai dari tahap persidangan, pemanggilan serta perdamaian. Hakim melihat alasan-alasan atau dalil-dalil yang diajukan permohonan, alat bukti, keterangan dari beberapa saksi serta fakta hukum yang ditemukan di dalam persidangan, bahwa dalam perkara cerai thalak dasar pertimbangannya yakin: istri telah pergi dari rumah tanpa ijin dan tidak diketahui keberadaanya hingga sekarang, maka suami mempunyai kekuasaan untuk menceraikannya. Dan untuk perkara cerai gugat, bahwa ada pelanggaran taklik thalak oleh suami isteri. Hal tersebut yang menjadikan dasar pertimbangan hakim dalam mengabulkan pekara tersebut.

  Dari beberapa penelitian yang telah penulis pelajari, pada hakikatnya pembahasan tentang perceraian sudah ada, tetapi sejauh yang penulis ketahui belum ada sebuah penelitian yang membahas tentang perceraian pada pasangan lansia. Oleh karena itu, menurut penulis akan sangat menarik jika fenomena perceraian pasangan lansia di Kota Salatiga diteliti, ditelaah, dan diangkat untuk dijadikan sebuah karya ilmiah. Dalam penelitian ini penulis akan lebih menekankan pada faktor-faktor, permasalahan-permasalahan yang dihadapi, dan dampak dari perceraian lansia.

F. Metode Penelitian

  Metode dalam suatu penelitian merupakan suatu hal yang sangat lazim digunakan oleh peneliti setiap melakukan penelitian ilmiah. Di dalam dunia penelitian, penggunaan metode penelitian untuk mengkaji dan meneliti suatu objek penelitian telah diatur dan ditentukan dengan persyaratan yang sangat ketat berdasarkan disiplin keilmuan yang telah diberlakukan.

  Pada penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian sebagai berikut:

  1. Jenis Penelitian Permasalahan yang akan dikaji oleh peneliti merupakan masalah yang bersifat sosial. Oleh karena itu, peneliti memilih jenis penelitian kualitatif untuk menentukan cara mencari, mengumpulkan, mengolah dan menganalisis data hasil penelitian tersebut. Penelitian kualitatif ini dapat digunakan untuk memahami interaksi sosial, misalnya dengan wawancara mendalam sehingga akan ditemukan pola-pola yang jelas.

  Menurut soerjono soekanto (1986 : 43) penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan temuan-temuan yang tidak diperoleh oleh alat-alat prosedur statistic atau alat-alat kuantifikasi lainnya. Hal ini dapat mengarah pada penelitian tentang kehidupan, sejarah, perilaku seseorang atau hubungan-hubungan interaksional.

  2. Pendekatan Dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan sosiologis-normatif, yaitu dengan menggambarkan keadaan masyarakat secara utuh, lengkap dengan struktur lapisan serta gejala sosial lainnya yang saling berkaitan satu sama lain, dan peraturan perundang-undangan yang mengikat mengenai perceraian.

  3. Kehadiran Peneliti Dalam penelitian ini, penulis hadir dan ikut serta dalam proses penelitian di lapangan dan mencari informasi mengenai perceraian usia lansia di Pengadilan Agama Salatiga.

  Adapun penelitian ini mulai dilakukan pada 20 Januari 2018 sampai dengan selesai penelitian dan pembuatan skripsi ini selesai.

  4. Lokasi dan Subjek Penelitian Lokasi penelitian adalah di Kota Salatiga dengan fokus penelitian masyarakat yang melakukan perceraian lansia.

  5. Sumber Data Data merupakan suatu fakta dan keterangan yang diperoleh saat penelitian. Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut: a.

  Sumber Data Primer, yakni sumber yang langsung memberi data kepada peneliti (Tanzeh, 2009:55). Macam-macam data primer sebagai berikut: 1)

  Hasil Observasi Hasil observasi adalah hasil yang menjelaskan suatu informasi yang berkaitan dengan segala sesuatu yang akan diobservasi berdasarkan dengan fakta yang ada secara sistematik dan objektif (Moeloeng, 2002 : 172).

  2) Informan

  Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasinya tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian. Jadi seorang informan harus mempunyai banyak pengalaman tentang latar belakang penelitian. Seorang informan berkewajiban secara suka rela menjadi anggota tim penelitian walaupun hanya bersifat informal. Sebagai anggota tim dengan kebaikannya dan dengan kesukarelaannya ia dapat memberi pandangan dari segi orang dalam, tentang nilai-nilai, sikap, bangunan, proses dan kebudayaan yang menjadi latar penelitian setempat (Moeloeng, 2002: 90). Informan sebagai sumber data dalam penelitian ini adalah para pelaku perceraian usia lansia dan para tokoh masyarakat yang dianggap paham dan mengetahui permasalahan tersebut. Selain sumber tersebut, ada juga sumber berupa keterangan dari perangkat desa setempat.

  3) Dokumen

  Dokumen adalah setiap bahan tertulis ataupun film (Moeloeng, 2002:161). Sumber tertulis dapat terbagi atas sumber buku dan majalah ilmiah, sumber arsip, dokumen pribadi dan dokumen resmi (Moeloeng, 2002:113). Dalam penelitian ini setiap bahan tertulis berupa data-data mengenai pelaku perceraian usia lansia. Dalam penelitian ini, bentuk dokumen yang akan dikumpulkan peneliti adalah berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK), salinan putusan pengadilan.

  b.

  Sumber Data Sekunder, yakni sumber data yang tidak langsung diberikan oleh peneliti (Tanzeh, 2009:57). Diantaranya ialah buku dan artikel.

6. Metode Pengumpulan Data

  Dalam memperoleh data yang valid dalam penelitian ini, diperlukan teknik-teknik pengumpulan yang sesuai. Peneliti menggunakan beberapa metode sebagai berikut: a.

  Observasi Observasi yang digunakan ialah observasi terbuka dimana kehadiran peneliti dalam meneliti terhadap informan diketahui secara terbuka, sehingga antara informan dengan peneliti terjadi hubungan atau interaksi secara wajar (Maslikhah, 2013:322).

  Dalam penelitian ini, Penulis melakukan pengamatan baik dengan melihat, memperhatikan, mendengar atau sebagainya tentang hal-hal yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Dalam observasi ini peneliti menggunakan metode observasi terkendali dimana peneliti tidak perlu berbaur dengan obyek penelitian dan mengikuti aktifitas yang mereka lakukan, peneliti cukup menempatkan objek yang akan diteliti dalam satu lingkup. b.

  Wawancara Wawancara yaitu dalam mencari dan memperoleh data yang dianggap penting dengan mengadakan wawancara secara langsung diantaranya dengan pelaku perceraian usia lansia, tokoh agama, tokoh masyarakat, aparat desa, pegawai KUA.

  c.

  Dokumentasi Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variable yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda dan sebagainya (Arikunto, 1998: 236).

  Dalam penelitian ini dokumentasi yang dimaksud adalah pengambilan beberapa data tentang berbagai dokumen terkait dengan perceraian yang diperoleh dari Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK), salinan putusan perceraian.

7. Pengecekan Keabsahan Data

  Dalam suatu penelitian, data mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam menentukan hasil akhir suatu penelitian sehingga untuk mendapatkan data yang valid diperlukan suatu teknik pemeriksaan keabsahan data. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain dalam membandingkan hasil wawancara terhadap objek penelitian (Moleong, 2009:330). Untuk melakukan triangulasi yaitu keterangan informan dicek dengan informan lainnya, kemudian keterangan informan dicek dengan obeservasi dan dokumentasi.

8. Analisis Data

  Setelah data terkumpul kemudian data tersebut dianalisis seperlunya agar diperoleh data yang matang dan akurat. Dalam penganalisaan data tersebut penulis menggunakan analisa kualitatif yaitu: analisis untuk meneliti kasus setelah terkumpul kemudian disajikan dalam bentuk uraian (Moeloeng, 2011: 288).

  Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode analisis data model Miles dan Huberman (1984) atau yang sering disebut dengan analisis alur (Flow) dimana aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya jenuh. Ukuran kejenuhan data ditandai dengan tidak diperolehnya lagi data atau informasi baru (Emzir, 2011 : 128).

  Aktivitas dalam analisis ini meliputi tiga tahap yaitu tahap reduksi data (data reduction), tahap penyajian data (data display) serta tahap penarikan kesimpulan dan verifikasi (conclusion drawing / verification).

G. Sistematika Penulisan

  Secara sistematis penulisan penelitian ini akan disusun sebagai berikut: Bab pertama berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, telaah pustaka, metode penelitian, dan diakhiri dengan sistematika penulisan.

  Bab kedua berisi perceraian dalam kajian hukum Islam dan perundang- undangan, serta tinjauan umum tentang lansia.

  Bab ketiga berisi tentang perceraian 3 pasangan lansia di Kota Salatiga yang terdiri dari profil pasangan lansia, bentuk dan proses perceraian lansia, faktor-faktor perceraian lansia.

  Bab keempat berisi akibat perceraian lansia yang meliputi perspektif hukum, sosiologis, dan psikologis.

  Bab lima adalah penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran - saran yang diperoleh dari hasil penelitian untuk kemajuan obyek penelitian.

BAB II PERCERAIAN DALAM KAJIAN HUKUM ISLAM DAN PERUNDANG- UNDANGAN, SERTA TINJAUAN UMUM TENTANG LANSIA A. Tinjauan Umum tentang Perceraian 1. Menurut Hukum Islam a. Pengertian Perceraian Secara bahasa talak (perceraian) bermakna melepas,

  mengurai, atau meninggalkan; melepas atau mengurangi tali pengikat, baik tali pengikat itu riil atau maknawi seperti tali pengikat perkawinan (Supriatna, 2009: 19).

  Adapun perceraian dalam istilah ahli fiqh disebut talak atau furqah. Talak berarti membuka ikatan atau membatalkan perjanjian, sedangkan furqah berarti bercerai. Kemudian dua kata ini sering digunakan oleh ahli fiqh sebagai salah satu istilah yang berarti perceraian antara suami dan isteri. Perkataan talak atau furqah dalam istilah ahli fiqh mempunyai arti yang umum dan arti yang khusus.

  Arti umumnya adalah segala bentuk perceraian yang dijatuhkan oleh suami, perceraian yang ditetapkan oleh hakim dan perceraian alamiah seperti kematian salah satu diantara suami atau isteri. Adapun arti khususnya adalah perceraian yang dijatuhkan oleh suami saja.

  Perceraian adalah kata-kata Indonesia yang umum dipakai dalam pengertian yang sama dengan talak dalam istilah Fiqh yang berarti bubarnya nikah (Harjono, 1987: 234).

  Oleh karena itu, jiwa peraturan tentang perceraian dalam hukum Islam senantiasa mengandung pendidikan, yakni pendidikan untuk tidak mempermudah perceraian. Moral Islam menghendaki untuk menjadikan perkawinan sesuatu yang berusia kekal dan abadi untuk selama hidup. Hanya kematian sajalah hendaknya satu-satunya sebab yang menjadi alasan bagi berpisahnya laki-laki dan wanita yang sudah menjadi satu kesatuan sebagai suami isteri (Harjono,1987: 235).

  Dengan demikian perceraian tidak lain dianggap sebagai suatu bencana. Tetapi pada waktu-waktu tertentu, ia adalah satu bencana yang diperlukan. Dengan itu, ia memberikan kebebasan sepenuhnya kepada kedua belah pihak untuk mempertimbangkan segala sesuatunya dengan semasak-masaknya dalam batas-batas yang dapat dipertanggungjawabkan. Karena disamping banyaknya bencana yang dapat dibayangkan dari sesuatu perceraian yang menyangkut kehidupan kedua belah pihak dan terutama yang menyangkut anak- anak mereka, maka dapat pula dibayangkan betapa tersiksanya seseorang, terutama pihak wanita, yang kedamaian rumah tangganya sudah tidak dapat dipertahankan lagi, tetapi jalan perceraian tidak dibuka. Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa perceraian atau talak merupakan berakhirnya hubungan suami isteri dengan kata-kata tertentu yang bermakna memutuskan tali perkawinan serta mempunyai akibat bagi suami isteri tersebut.

  b.

  Hukum Perceraian Tentang hukum cerai ini hukum cerai ini para ahli fiqh berbeda pendapat dalam menetapkan hukum perceraian. Pendapat yang paling benar adalah pendapat yang menyatakan bahwa perceraian itu terlarang. Mereka yang berpendapat begini ialah golongan Hanafi dan Hambali. Dilarangnya perceraian, karena perceraian merupakan salah satu bentuk kekufuran terhadap nikmat Allah SWT yaitu perkawinan. Kufur terhadap nikmat yang diberikan Allah merupakan hal yang haram, kecuali karena darurat. Ketegori darurat yang membolehkan perceraian adalah apabila suami meragukan kebersihan tingkah laku isteri atau karena sudah tidak saling mencintai lagi. Dalam pandangan para ulama perceraian mempunyai beberapa macam hukum sesuai dengan keadaan dan masalah yang dihadapi oleh keluarga tersebut, adakalanya wajib, sunnat, haram dan makruh (Sabiq,1980: 9).

  Oleh karena itu, dengan menilik kemaslahatan dan kemudharatan, maka hukum talak dalam Islam ada empat yaitu: 1)

  Wajib Yaitu jika suami telah bersumpah tidak akan lagi menggauli isterinya hingga masa tertentu,sedangkan ia juga tidak mau membayar kafarah, sehingga pihak isteri teraniaya karenanya (Saleh,2008: 320).

  2) Sunnat

  Yaitu apabila suami tidak sanggup lagi membayar dan mencukupi kewajibannya (nafkahnya), atau perempuan tidak menjaga kehormatan dirinya (Rasyid,1994: 420). 3)

  Haram Yaitu jika dilakukan tanpa alasan yang dibenarkan, sedangkan isteri dalam keadaan haid atau suci, padahal sebelumnya telah ia gauli (Saleh,2008: 320). 4)

  Makruh Yaitu jika suami menjatuhkan talak kepada isteri yang saleh dan berakhlak baik, karena hal demikian bisa mengakibatkan isteri dan anaknya terlantar dan akan menimbulkan kemudharatan.

  c.

  Rukun dan Syarat Perceraian Rukun perceraian (talak) ialah unsur pokok yang harus ada dalam talak dan terwujudnya talak tergantung adanya dan lengkapnya unsur-unsur dimaksud. Masing-masing rukun tersebut harus memenuhi persyaratan. Syarat talak ada yang disepakati oleh para ulama tetapi ada pula yang diperselisihkan (Supriatna,2009: 26-29).

  Rukun dan syarat talak tersebut adalah sebagai berikut:

  1) Suami yang sah akad nikah dengan isterinya, disamping itu suami dalam keadaan: a)

  Baligh, sebagai suatu perbuatan hukum, perceraian tidak sah dilakukan oleh orang yang belum baligh.

  b) Berakal sehat, selain sudah baligh suami yang akan menceraikan isterinya juga harus mempunyai akal yang sehat, maka dari itu orang gila tidaklah sah untuk menjatuhkan talak kepada isterinya.

  c) Atas kemauan sendiri, perceraian yang dilakukan karena adanya paksaan dari orang lain bukan atas dasar kemauan dan kesadarannya sendiri adalah perceraian yang tidak sah.

  2) Isteri, unsur yang kedua dari perceraian ialah isteri. Untuk sahnya talak isteri harus dalam kekuasaan suami, yaitu isteri tersebut belum pernah ditalak atau sudah ditalak tetapi masih dalam masa iddah.

  3) Sighat perceraian, yang dimaksud dalam hal ini adalah lafal yang diucapkan oleh suami atau wakilnya diwaktu menjatuhkan cerai kepada isterinya. Semua lafal yag artinya memutuskan ikatan perkawinan dapat dipakai untuk perceraian. Sighat perceraian ada diucapkan dengan kepada makna yang jelas, disamping itu ada pula sighat yang diucapkan dengan kata-kata sindiran, baik sindiran itu dengan lisan, tulisan, isyarat (bagi suami tuna wicara), ataupun dengan suruhan orang lain. Kesemuanya ini dapat dianggap sah kalau suami dalam keadaan sadar serta atas kemauan sendiri.

  Sighat cerai dalam penjelasan tersebut dihukumi sah apabila: a)

  Ucapan suami itu disertai dengan niat menjatuhkan cerai dengan isterinya.

  b) Suami harus menyatakan kepada hakim, bahwa maksud ucapannya itu untuk menyatakan keinginannya menjatuhkan cerai kepada isterinya. Apabila ternyata tujuan suami dengan perkataannya itu bukan untuk menyatakan keinginan menjatuhkan cerai kepada isterinya, maka shigat talak yang demikian tidak sah dan cerainya tidak jatuh.

  d.

  Bentuk-Bentuk Perceraian Perceraian dapat dibagi menjadi beberapa bentuk dengan melihat kepada siapa yang mengajukan perceraian, kemungkinan suami kembali ke isterinya, cara menjatuhkan, dan lain-lain (Supriatna, 2009: 31).

  Diantara bentuk-bentuk perceraian ialah sebagai berikut: 1)

  Perceraian apabila ditinjau dari siapa yang mengajukan perceraian ke pengadilan yaitu: a)

  Cerai Talak Perceraian yang diajukan oleh pihak suami terhadap isteri. b) Cerai Gugat

  Perceraian yang diajukan oleh pihak isteri terhadap suami.

  2) Perceraian apabila ditinjau dari segi boleh tidaknya suami rujuk kembali kepada isterinya setelah ditalak, maka perceraian ini ada dua bentuk yaitu:

  a) Talak Raj’i

  Adalah talak yang si suami diberi hak untuk kembali kepada isteri yang ditalaknya tanpa harus melalui akad nikah yang baru, selama isteri masih dalam masa iddah. Talak Raj’i tidak menghilangkan ikatan perkawinan sama sekali. Yang termasuk kedalam talak raj’i ialah talak satu atau talak dua. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Q.S. Al-Talaq ayat 1:

  َ َ ْۡاو ُص ح لَط َۡۡف ۡ ۡ اَهُّي أَٰٓ َي

  َۡء ا َسِ نلٱ ۡ ُمُت قَّل َطۡ اَذِإ أَوۡ َّنِهِتَّدِعِلۡ َّنُهوُقِ ُّۡ ِبَّلنٱ

  َ ۡ َن جُر َيَۡ ۡ َۡ َّللّٱ ۡ ْۡاوُقَّتٱ َۡۡو لٱ ُتُۡ َلَۡ مُكَّبَر ۡ َةَّدِع لََوۡ َّنِهِتوُيُبۡۢنِمۡ َّنُهوُجِر

  َ َّ َۡدوُدُحَّۡدَعَتَيۡنَمَو ۡ ۡ ُۡدو ۡ َۡيِت أَيۡن أۡ ًِۡۚ َّللّٱ لَِإ

  ُۡدُحۡ َك لِتَوٖٖۡۚةَنِ يَبُّمٖۡة َشِحَٰ َفِب َ َ ۡ ١ۡ ۡاٗر م ۡ َۡ َّللّٱ لَ ُۡه َس فَنَۡمَل َظۡ دَقَف ۡ ِۡ َّللّٱ

  أۡ َكِلََٰذَۡد عَبۡ ُثِد ُيُ ًۡۚۥ ۡ َّلَعَلۡيِر دَتۡ Artinya: Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri- isterimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah

  Tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah dan barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru. (Q.S. At-Talaq : 1)

  b) Talak Ba’in

  Adalah talak yang tidak diberikan hak kepada suami untuk rujuk kepada isterinya. Apabila suami ingin kembali kepada mantan isterinya, harus dilakukan dengan akad nikah yang baru yang memenuhi unsur-unsur dan syarat-syaratnya.

  Talak bai’in ini menghilangkan tali ikatan suami isteri. Talak ba’in ini dibagi menjadi dua macam yaitu talak ba’in sughra dan talak ba’in kubra. (1)

  Talak Ba’in Sughra ialah talak yang tidak memberikan hak rujuk kepada suami tetapi suami bisa menikah kembali kepada isterinya dengan tidak disyaratkan isteri harus menikah dahulu dengan laki-laki lain. Yang termasuk talak ba’in sughra ialah talak satu dan dua.

Dokumen yang terkait

SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

0 1 26

SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

0 0 14

SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

0 0 16

SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

0 0 102

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL SAWAH TAHUNAN (STUDI KASUS DI DESA PURWOREJO KECAMATAN SURUH KABUPATEN SEMARANG) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

0 0 90

PERCERAIAN PASANGAN PERNIKAHAN DINI (Studi Kasus di Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang Tahun 2016-2017) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

0 0 162

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

0 0 121

Susukan Tahun 2010 ) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

0 0 84

PERKAWINAN ENDOGAMI DITINJAU DARI HUKUM ISLAM (STUDI KASUS ANGGOTA KADER PARTAI KEADILAN SEJAHTERA SALATIGA) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

0 1 89

PROBLEMATIKA NAFKAH SEBAGAI PENYEBAB PERCERAIAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI KASUS DI DESA KERTANEGARA KABUPATEN PURBALINGGA) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

0 0 116