Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Sistem Pengendalian Kredit (Studi Kasus pada KSP Tabita Kota Salatiga) T1 162007049 BAB II

(1)

BAB II LANDASAN TEORI

Suatu penelitian kaitan antara landasan teori dan fakta empirik sangat penting. Menghindari kesalahan pengertian dalam pemahaman dan untuk memperoleh kesatuan pandangan terhadap beberapa istilah, maka bab II ini akan mengemukakan beberapa hal yang akan digunakan sebagai dasar pemikiran dalam penelitian, secara rinci sebagai berikut :

2.1. Konsep Koperasi

Pengertian koperasi secara umum adalah “ Suatu badan yang merupakan organisasi ekonomi dengan ciri-ciri khusus”. Menurut Entri Sulistari (2010:16) “Koperasi adalah suatu badan kerjasama yang bergerak dibidang ekonomi, yang anggota-anggotanya adalah orang-orang atau badan-badang hukum koperasi yang bergabung secara sukarela atas dasar persamaan hak dan kewajiban melakukan suatu usaha atau lebih, untuk memenuhi kebutuhan para anggotanya.”

Menurut Bab I Pasal 1 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 khususnya Pasal 33 ayat (1) menyatakan bahwa perekonomian Indonesia disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Selanjutnya penjelasan Pasal 33 antara lain menyatakan bahwa kemakmuran orang-seorang dan bangun


(2)

perusahaan yang sesuai dengan itu adalah Koperasi. Penjelasan Pasal 33 menempatkan Koperasi baik dalam kedudukan sebagai sokoguru perekonomian nasional maupun sebagai bagian integral tata perekonomian nasional. Penjelasan diatas, nampak bahwa koperasi memiliki peranan penting dalam sistem perekonomian nasional.

2.2. Jenis-Jenis Koperasi

Pengelompokan koperasi berdasarkan bidang usaha, dapat digolongkan (Drs. Subandi, M.M., 2009: 35) sebagai berikut :

a. Koperasi simpan pinjam

Adalah koperasi yang melayani penyediaan jasa penyimpanan uang (tabungan) dan jasa peminjaman uang (kredit).

b. Koperasi konsumsi

Adalah koperasi yang berusaha dalam bidang penyediaan barang-barang konsumsi yang dibutuhkan oleh para anggotanya.

c. Koperasi produksi

Adalah koperasi yang kegiatan utamanya memproses bahan baku menjadi barang jadi atau setengah jadi.

d. Koperasi pemasaran

Adalah koperasi yang dibentuk terutama untuk membantu para anggotanya dalam memasarkan barang-barang yang dihasilkannya.

Berdasarkan penjelasan tersebut, obyek penelitian yang dimaksut dalam penelitian ini adalah Koperasi Simpan Pinjam.


(3)

2.3. Koperasi Simpan Pinjam

Dalam Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi disebutkan bahwa pengertian Koperasi simpan pinjam adalah Koperasi yang kegiatannya hanya usaha simpan pinjam. Sedangkan pelaksanaan simpan pinjam dilakukan secara terpisah dari unit usaha lainnya (pasal 12 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1995). Dengan demikian, koperasi simpan pinjam merupakan salah satu lembaga keuangan dalam bentuk koperasi yang melayani penyediaan jasa penyimpanan uang (tabungan) dan jasa peminjaman uang (kredit). Tujuan dari Koperasi Simpan Pinjam sama dengan tujuan koperasi pada umumnya, yaitu menyejahterakan anggotanya. Sedangkan dari segi mekanisme kerjanya koperasi simpan pinjam merupakan lembaga keuangan non bank.

Berdasarkan penjelasan tersebut maka yang dimaksud dengan Koperasi Simpan Pinjam dalam penelitian ini adalah Koperasi ”TABITA” yang kegiatan usahanya memberikan jasa penyimpanan uang (tabungan) dan memberikan kredit bagi nasabah atau anggota yang membutuhkan dengan syarat yang mudah.

2.4. Konsep Kredit atau Pinjaman

Dalam UU Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga kredit. Menurut asal mulanya kata kredit berasal


(4)

dari Bahasa Yunani “credere” yang artinya adalah kepercayaan atau kombinasi dari Bahasa Latin “credo” yang berarti saya percaya dan yang merupakan kombinasi dari Bahasa Sansekerta “cred” yang berarti kepercayaan dan Bahasa Latin “do” yang berarti saya tempatkan. Maksud dari kepercayaan bagi si pemberi kredit adalah dia percaya kepada si penerima kredit bahwa kredit yang disalurkannya pasti akan dikembalikan sesuai dengan perjanjian, sedangkan bagi si penerima kredit merupakan kewajiban untuk membayar sesuai dengan jangka waktu.

2.5. Unsur Unsur Kredit

Sedangkan menurut Kasmir (2001:94-95), pengertian Kredit jika dilihat secara utuh mengandung unsur-unsur sebagai berikut :

a. Kepercayaan, yaitu suatu keyakinan pemberi kredit bahwa kredit yang diberikan (berupa uang, barang atau jasa) akan benar-benar diterima kembali dimasa tertentu dimasa datang.

b. Kesepakatan, kesepakatan ini dituangkan dalam suatu perjanjian dimana masing pihak menandatangani hak dan kewajibannya masing-masing.

c. Jangka waktu, setiap kredit yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu, jangka waktu ini mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati bisa berbentuk jangka pendek, jangka menengah atau jangka panjang.

d. Resiko. Adanya suatu tenggang waktu pengembalian akan menyebabkan suatu resiko tidak tertagihnya atau macet pemberian kredit. Semakin


(5)

panjang suatu kredit semakin besar resikonya dan sebaliknya dan resiko ini menjadi tanggungan bank.

e. Balas jasa atau bunga. Merupakan keuntungan atas pemberian suatu kredit atau jasa tersebut.

2.6. Fungsi Kredit

Dalam sebuah sistem perekonomian, kredit memiliki posisi yang sangat strategis. Posisi strategis kredit ditunjukkan dalam fungsi (Kasmir, 2001:97) sebagai berikut:

a. Meningkatkan daya guna uang.

Maksudnya jika uang hanya disimpan saja di rumah tidak akan menghasilkan sesuatu yang berguna.

b. Meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang.

Hal ini uang yang disalurkan atau diberikan akan beredar dari satu wilayah ke wilayah lainnya sehingga suatu daerah yang kekurangan uang dengan memperoleh kredit maka daerah tersebut akan memperoleh tambahan uang dari daerah lainnya.

c. Meningkatkan daya guna barang.

Kredit yang diberikan akan dapat digunakan oleh si debitur untuk mengolah barang yang tidak berguna menjadi berguna.

d. Sebagai alat stabilitas ekonomi.

Kredit dapat dikaitkan sebagai alat stabilitas ekonomi karena dengan adanya kredit yang diberikan akan menambah jumlah barang yang diperlukan masyarakat.


(6)

e. Menimbulkan kegairahan berusaha.

Setiap manusia adalah makhluk yang selalu melakukan kegiatan ekonomi yaitu selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhannya.

f. Kredit sebagai jembatan untuk meningkatkan pendapatan nasional.

Para usahawan yang memperoleh kredit tentusaja berusaha untuk meningkatkan usahanya.

Sebagai suatu jenis usaha, kredit mempunyai beberapa tujuan yang dapat disampaikan antara lain sebagai berikut :

a. Bagi nasabah sebagai debitur dengan mendapatkan kredit bertujuan untuk mengatasi kesulitan pembiayaan dan meningkatkan usaha dan pendapatan di masa depan.

b. Sedangkan bagi koperasi sendiri juga diharapkan melalui pemberian kredit akan menghasilkan pendapatan bunga sebagai ganti harga dari pinjaman itu sendiri.

c. Semakin banyaknya kredit yang disalurkan maka peningkatan pembangunan pemerintah di berbagai sektor semakin baik.

Berdasarkan penjelasan tersebut maka yang dimaksud dengan fungsi kredit dalam penelitian ini adalah manfaat yang diberikan oleh Koperasi Simpan Pinjam ”TABITA” untuk pihak Koperasi yang bersangkutan, nasabah atau anggota dan pemerintah.

2.7. Jaminan Kredit

Kredit tanpa jaminan sangat membahayakan posisi koperasi untuk menutupi kerugian jika mengingat peminjam mengalami kemacetan atau kendala


(7)

dalam proses pengembalian kredit. Dengan menutup kredit macet dengan jaminan tersebut, maka koperasi dengan jaminan kredit relatif lebih aman.

Menurut Kamir (2001:102) Jaminan yang dapat digunakan oleh calon peminjam adalah :

1. Dengan Jaminan

a. Jaminan benda berwujud yaitu barang-barang yang dapat dijadikan jaminan seperti tanah, bangunan, kendaraan bermotor, dan lainnya.

b. Jaminan benda tidak berwujud yaitu benda-benda yang merupakan surat-surat yang dijadikan jaminan seperti sertifikat tanah, sertifikat deposito dan lainnya.

c. Jaminan orang yaitu jaminan yang diberikan oleh seseorang dan apabila kredit tersebut macet maka orang yang memberikan jaminan itulah yang menanggung resikonya.

2. Tanpa Jaminan

Kredit tanpa jaminan maksudnya adalah kredit yang diberikan bukan dengan jaminan barang tertentu. Kredit tanpa jaminan hanya dengan penilaian terhadap prospek usahanya atau pertimbangan untuk pengusaha-pengusaha ekonomi lemah.

Kredit yang diberikan oleh Koperasi Simpan Pinjam ”TABITA” perlu dijaga keamanannya sehingga perlu Jaminan dalam pemberian kredit, untuk mengantisipasi terjadinya kredit macet. Jaminan kredit yang diperlukan dalam pemberian kredit oleh Koperasi Simpan Pinjam ”TABITA” Kota Salatiga adalah :


(8)

a. Jaminan benda berwujud, seperti kendaraan bermotor dan emas

b. Jaminan benda tidak berwujud, seperti sertifikat tanah, sertifikat rumah dan BPKB

Berdasarkan penjelasan tersebut maka yang dimaksud dengan jaminan kredit dalam penelitian ini adalah benda berwujud atau tidak berwujud yang diberikan oleh nasabah atau anggota kepada pihak KSP TABITA untuk melindungi dana yang disalurkan dari terjadinya kredit macet. 2.8. Penilaian Dalam Pemberian Kredit

Calon nasabah yang mengajukan permohonan pinjaman diharuskan memenuhi persyaratan yang harus dipenuhi, koperasi akan memberikan penilaian apakah calon nasabah atau anggota tersebut layak atau tidak untuk mendapatkan kredit dengan menggunakan analisi 5C dan 7P. Analisis kredit adalah fungsi untuk memberikan penilaian kredit berdasarkan norma yang berlaku di dalam perkreditan yang sehat dibandingkan dengan fakta calon peminjam.

Penilaian pemberian kredit dengan metode analisis dengan 5C menurut Kasmir (2001:104) adalah :

a. Character

Suatu keyakinan bahwa, sifat atau watak dari orang-orang yang akan diberikan kredit benar-benar dapat dipercaya, hal ini tercermin dari latar belakang si nasabah baik yang bersifat latar belakang pekerjaan maupun bersifat pribadi.


(9)

b. Capasity

Melihat nasabah dalam kemampuannya dalam bidang bisnis yang dihubungkan dengan pendidikannya, kemampuan bisnis juga diukur dengan kemampuannya dalam memahami tentang ketentuan-ketentuan pemerintah.

c. Capital

Melihat penggunaan modal apakah efektif, dilihat laporan keuangan (neraca dan laporan rugi laba) dengan melakukan pengukuran dari segi likuiditas, solvabilitas, rentabilitas dan ukuran lainnya.

d. Colleteral

Merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang bersifat fisik maupun non fisik. Jaminan hendaknya melebihi jumlah kredit yang diberikan. Jaminan juga harus diteliti keabsahannya, sehingga jika terjadi suatu masalah, maka jaminan yang dititipkan akan dapat dipergunakan secepat mungkin.

e. Condition

Dalam menilai kredit hendaknya juga dinilai kondisi ekonomi dan politik sekarang dan dimasa yang akan datang sesuai sektor masing-masing, serta prospek usaha yang dibiayai hendaknya benar-benar memiliki prospek yanmg baik, sehingga kemungkinan kredit tersebut bermasalah relatif kecil.


(10)

Penilaian pemberian kredit dengan metode analisis dengan 7P menurut Kasmir (2001:106) adalah :

a. Personality

Menilai calon peminjam dari segi kepribadiannya atau tingkahlakunya sehari-hari maupun masa lalunya.

b. Party

Mengklasifikasikan peminjam kedalam klasifikasi tertentu atau golongan-golongan tertentu berdasarkan modal, loyalitas serta karakternya.

c. Perpose

Mengetahui tujuan calon peminjam dalam mengambil kredit. d. Prospect

Menilai usaha calon peminjam dimasa yang akan datang menguntungkan atau tidak.

e. Payment

Merupakan ukuran bagaimana calon peminjam mengembalikan kredit yang telah diambil.

f. Profitability

Menganalisis bagaimana kemampuan calon peminjam dalam mencari laba. g. Protection

Bagaimana menjaga agar usaha dan jaminan mendapat perlindungan. Perlindungan dapat berupa jaminan barang atau orang atau jaminan asuransi.


(11)

Berdasarkan penjelasan tersebut maka yang dimaksud dengan metode penilaian pemberian kredit dalam penelitian ini adalah cara-cara yang digunakan oleh Koperasi Simpan Pinjam ”TABITA” untuk menilai calon peminjam yang mengajukan kredit, bahwa kredit yang diberikan akan benar-benar kembali. 2.9. Konsep Sistem

Pengertian sistem menurut Drs. Ibnu Syamsi, S.U. (2004:16) adalah sekumpulan kegiatan yang terdiri dari sub-subsistem yang saling berinteraksi satu dengan lainnya dan berproses untuk mencapai tujuan tertentu. Dari pengertian tersebut yang merupakan subsistem adalah prosedur, antara prosedur yang satu dengan prosedur yang lain dalam satu system itu saling berkaitan. Sedangkan metode itu merupakan komponen dari prosedur. Semuanya merupakan proses yang berkaitan satu dengan lainnya menuju kearah sasaran, maksud atau tujuan tertentu.

Berdasarkan penjelasan tersebut maka yang dimaksud dengan Sistem dalam penelitian ini adalah Tahapan-tahapan yang harus dipenuhi oleh nasabah agar pengajuan kredit diproses oleh pihak koperasi sehingga pengajuan kredit bisa disetujui dan dicairkan.

2.10. Risiko Kredit

Menurut Drs.H.Masyud Ali, M.Ba, MM (2006:199) Risiko kredit adalah risiko yang kemungkinan terjadinya kerugian bank sebagai akibat dari tidak lunasinya kembali kredit yang diberikan bank kepada debitur. Artinya setiap saat bila terdapat peminjam atau debitur yang tidak melunasi kembali pinjamannya


(12)

dan membayar bunga serta kewajiban-kewajiban lainnya maka koperasi sedang berhadapan dengan risiko kredit.

Berdasarkan uraian dan penjelasan tersebut maka yang dimaksud dengan risiko kredit dalam penelitian ini adalah tanggungan yang harus diterima oleh pihak koperasi karena ketidakmampuan nasabah atau anggota dalam pengembalian kredit.

2.11. Prosedur Pemberian Kredit

Secara umum prosedur pemberian kredit oleh badan hukum dilakukan (Kasmir, 2001:110) sebagai berikut :

1. Pengajuan berkas-berkas

Calon peminjam mengajukan permohonan kredit dengan dilampiri berkas-berkas yang dibutuhkan.

2. Penyelidikan berkas pinjaman

Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah berkas yang diajukan sudah lengkap sesuai persyaratan dan sudah benar.

3. Wawancara I

Merupakan penyelidikan kepada calon peminjam secara langsung untuk meyakinkan apakah berkas-berkas telah sesuai dan lengkap.

4. On the spot

Merupakan kegiatan pemeriksaan ke lapangan dengan meninjau berbagai objek yang akan dijadikan usaha atau jaminan.


(13)

5. Wawancara II

Merupakan kegiatan perbaikan berkas jika mungkin ada kekurangan-kekurangan pada saat setelah dilakukan on the spot di lapangan.

6. Keputusan kredit

Merupakan penetuan apakah kredit akan diberikan atau ditolak. 7. Penandatanganan akad kredit atau perjanjian lainnya

Merupakan kelanjutan dari diputuskannya kredit, maka sebelum kredit dicairkan terlebih dahulu pemohon kredit menandatangani akad kredit. 8. Realisasi kredit

Realisasi kredit diberikan setelah penandatanganan surat-surat yang diperlukan dengan membuka tabungan di bank atau koperasi yang bersangkutan.

9. Penyaluran atau penarikan dana

Merupakan pencairan atau pengambilan uang dari rekening sebagai realisasi dari pemberian kredit dan dapat diambil sesuai ketentuan dan tujuan kredit.

Berdasarkan penjelasan tersebut maka yang dimaksud dengan prosedur pemberian kredit dalam penelitian ini adalah langkah-langkah dan persyaratan yang diberlakukan oleh KSP TABITA dalam pemberian kredit, mulai dari pengajuan permohonan kredit sampai dengan pencairan kredit yang diminta. 2.12. Sistem Pengendalian Kredit

Sistem pengendalian kredit dalam penelitian ini adalah suatu sistem yang terdiri dari prosedur dan metode digunakan oleh pihak KSP TABITA kota


(14)

Salatiga untuk mencegah atau menghilangkan kemungkinan terjadinya suatu kerugian yang akan atau telah terjadi, akibat debitur tidak mampu memenuhi kewajiban pokok pinjaman.

2.13. Faktor-Faktor Penyebab dan Pengendalian Kredit Macet

Menurut Kasmir (2001:115) Faktor-faktor penyebab kredit macet antara lain :

1. Pihak koperasi

Dalam melakukan analisisnya, pihak analisis kurang teliti, sehingga apa yang seharusnya terjadi tidak diprediksi sebelumnya. Dapat pula terjadi akibat kolusi dari pihak analisis kredit dengan pihak debitur sehingga dalam analisisnya dilakukan secara subjektif.

2. Pihak nasabah

Dari pihak nasabah kemacetan kredit dapat dilakukan akibat dua hal yaitu:

- Adanya unsur kesengajaan, nasabah sengaja untuk tidak bermaksud membayar kewajibannya kepada bank sehingga kredit yang diberikan macet.

- Adanya unsur tidak sengaja, si debitur mau membayar akan tetapi tidak mampu. Kemampuan untuk membayar kredit tidak ada. Pengendalian terhadap kredit macet menurut Kasmir (2001:103) perlu dilakukan beberapa hal, antara lain:

1. Rescheduling, yaitu dengan menggunakan cara : a. Memperpanjang jangka waktu kredit


(15)

Dalam hal ini debitur atau peminjam diberikan keringanan dalam masalah jangka waktu kredit.

b. Memperpanjang waktu angsuran

Yaitu dengan memperpanjang angsuran hampir sama dengan jangka waktu kredit.

2. Reconditioning, yaitu mengubah berbagai persyaratan yang ada dengan cara :

a. Kapitalisasi bunga yaitu dengan cara bunga dijadikan hutang pokok. b. Penundaan pembayaran bunga sampai waktu tertentu, jadi hanya

bunga yang dapat ditunda pembayarannya, sedangkan pokok pinjamanyya tetap harus dibayar seperti biasa.

c. Penurunan suku bunga, dengan penurunan suku bunga dimaksudkan agar lebih meringankan beban masalah.

d. Pembebasan bunga

3. Restructuring, yaitu dengan menggunakan cara: a. Menambah jumlah kredit

b. Menambah equity yaitu dengan menyetor uang tunai dan tambahan dari pemilik

4. Kombinasi, merupakan kombinasi dari ketiga jenis diatas.

5. Penyitaan jaminan, merupakan jalan terakhir apabila nasabah sudah tidak benar-benar punya etikad baik atau sudah tidak mampu lagi untuk membayar semua hutang-hutangnya.


(16)

Berdasarkan penjelasan tersebut maka yang dimaksud dengan faktor-faktor penyebab kredit macet dalam penelitian ini adalah kredit macet yang disebabkan oleh kecerobohan dari pihak koperasi itu sendiri atau dari pihak nasabah.

2.14. Pengendalian Risiko Preventif dan Kuratif

Menurut Djojosoedarsono Soeisno (1999:57) Mengendalikan secara preventif adalah menghindari harta, orang atau kegiatan dari explosure terhadap risiko dengan jalan :

a. Menyerahkan kembali risiko yang terlanjur diterima atau menghentikan kegiatan begitu kemudian diketahui mengandung risiko.

b. Menolak memiliki atau menolak kegiatan itu walau hanya sementara

Menanggulangi kerugian yang sudah terjadi (kuratif) adalah usaha usaha yang dilakukan untuk memperkecil atau mengurangi keparahan bila suatu risiko atau kerugian memang terjadi.

2.15. Hasil Penelitian Terdahulu

Pingky Indraswari (2011) melakukan penelitian tentang pengendalian kredit modal usaha study kasus pada BPR Kridaharta Salatiga. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat dua langkah yang tidak dilakukan, yaitu:

a. Pengawasan yang kurang dari pihak bank setelah kredit dicairkan untuk memantau perkembangan usaha debitur agar tidak terjadi penunggakan dalam pembayaran kredit.

b. Analisis kredit sebelum dicairkan, pihak bank kurang teliti menganalisis kondisi dari debitur, sehingga adanya kesalahan pencairan kredit yang diberikan.


(17)

2.16. Kerangka Berpikir

Koperasi Simpan Pinjam TABITA merupakan badan usaha yang harus dikelola secara profesional. Pengelolaan yang profesional memerlukan adanya sistem pengendalian kredit, yang digunakan untuk mengantisipasi terjadinya kredit bermasalah atau kredit macet. Sistem pengendalian kredit terdiri dari 2 komponen yaitu :

c. Prosedur

1. Pengajuan berkas-berkas 2. Penyelidikan berkas pinjaman 3. Wawancara I

4. On the spot 5. Wawancara II 6. Keputusan kredit

7. Penandatanganan akad kredit atau perjanjian lainnya 8. Realisasi kredit

9. Penyaluran atau penarikan dana d. Metode

1. Proses pengajuan kredit

2. Pengelompokan jenis pinjaman Sistem Pengendalian

Kredit

PROSEDUR


(18)

3. Penilaian kelayakan 4. Proses pencairan kredit 5. Pengawasan terhadap kredit 6. Pengendalian jaminan kredit

7. Analisis gejala terjadinya kredit macet 8. Pengelolaan terhadap resiko

9. Penggolongan kualitas terhadap terjadinya kredit macet 10.Menghilangkan atas kerugian yang telah terjadi

Berdasarkan data yang diperoleh penggolongan sistem pengendalian kredit sebagai berikut:

1. Baik

Sistem pengendalian baik jika prosedur (langkah-langkah dan persyaratan) yang dilakukan KSP TABITA dalam pemberian kredit dan ke 10 metode pengendalian berjalan dengan baik sehingga tidak ada nasabah yang tidak sanggup mengembalikan pinjaman.

2. Cukup Baik

Sistem pengendalian cukup baik jika prosedur (langkah-langkah dan persyaratan) yang dilakukan KSP TABITA dalam pemberian kredit dan ke 10 metode pengendalian terdapat kendala tetapi masih bisa diatasi sehingga kredit berjalan kurang lancar.


(19)

3. Tidak Baik

Sistem pengendalian tidak baik jika prosedur (langkah-langkah dan persyaratan) yang dilakukan KSP TABITA dalam pemberian kredit dan ke 10 metode pengendalian terdapat kendala yang tidak bisa di atasi sehingga terjadi kredit macet.


(1)

Salatiga untuk mencegah atau menghilangkan kemungkinan terjadinya suatu kerugian yang akan atau telah terjadi, akibat debitur tidak mampu memenuhi kewajiban pokok pinjaman.

2.13. Faktor-Faktor Penyebab dan Pengendalian Kredit Macet

Menurut Kasmir (2001:115) Faktor-faktor penyebab kredit macet antara lain :

1. Pihak koperasi

Dalam melakukan analisisnya, pihak analisis kurang teliti, sehingga apa yang seharusnya terjadi tidak diprediksi sebelumnya. Dapat pula terjadi akibat kolusi dari pihak analisis kredit dengan pihak debitur sehingga dalam analisisnya dilakukan secara subjektif.

2. Pihak nasabah

Dari pihak nasabah kemacetan kredit dapat dilakukan akibat dua hal yaitu:

- Adanya unsur kesengajaan, nasabah sengaja untuk tidak bermaksud membayar kewajibannya kepada bank sehingga kredit yang diberikan macet.

- Adanya unsur tidak sengaja, si debitur mau membayar akan tetapi tidak mampu. Kemampuan untuk membayar kredit tidak ada. Pengendalian terhadap kredit macet menurut Kasmir (2001:103) perlu dilakukan beberapa hal, antara lain:

1. Rescheduling, yaitu dengan menggunakan cara : a. Memperpanjang jangka waktu kredit


(2)

Dalam hal ini debitur atau peminjam diberikan keringanan dalam masalah jangka waktu kredit.

b. Memperpanjang waktu angsuran

Yaitu dengan memperpanjang angsuran hampir sama dengan jangka waktu kredit.

2. Reconditioning, yaitu mengubah berbagai persyaratan yang ada dengan cara :

a. Kapitalisasi bunga yaitu dengan cara bunga dijadikan hutang pokok. b. Penundaan pembayaran bunga sampai waktu tertentu, jadi hanya

bunga yang dapat ditunda pembayarannya, sedangkan pokok pinjamanyya tetap harus dibayar seperti biasa.

c. Penurunan suku bunga, dengan penurunan suku bunga dimaksudkan agar lebih meringankan beban masalah.

d. Pembebasan bunga

3. Restructuring, yaitu dengan menggunakan cara: a. Menambah jumlah kredit

b. Menambah equity yaitu dengan menyetor uang tunai dan tambahan dari pemilik

4. Kombinasi, merupakan kombinasi dari ketiga jenis diatas.

5. Penyitaan jaminan, merupakan jalan terakhir apabila nasabah sudah tidak benar-benar punya etikad baik atau sudah tidak mampu lagi untuk membayar semua hutang-hutangnya.


(3)

Berdasarkan penjelasan tersebut maka yang dimaksud dengan faktor-faktor penyebab kredit macet dalam penelitian ini adalah kredit macet yang disebabkan oleh kecerobohan dari pihak koperasi itu sendiri atau dari pihak nasabah.

2.14. Pengendalian Risiko Preventif dan Kuratif

Menurut Djojosoedarsono Soeisno (1999:57) Mengendalikan secara preventif adalah menghindari harta, orang atau kegiatan dari explosure terhadap risiko dengan jalan :

a. Menyerahkan kembali risiko yang terlanjur diterima atau menghentikan kegiatan begitu kemudian diketahui mengandung risiko.

b. Menolak memiliki atau menolak kegiatan itu walau hanya sementara

Menanggulangi kerugian yang sudah terjadi (kuratif) adalah usaha usaha yang dilakukan untuk memperkecil atau mengurangi keparahan bila suatu risiko atau kerugian memang terjadi.

2.15. Hasil Penelitian Terdahulu

Pingky Indraswari (2011) melakukan penelitian tentang pengendalian kredit modal usaha study kasus pada BPR Kridaharta Salatiga. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat dua langkah yang tidak dilakukan, yaitu:

a. Pengawasan yang kurang dari pihak bank setelah kredit dicairkan untuk memantau perkembangan usaha debitur agar tidak terjadi penunggakan dalam pembayaran kredit.

b. Analisis kredit sebelum dicairkan, pihak bank kurang teliti menganalisis kondisi dari debitur, sehingga adanya kesalahan pencairan kredit yang diberikan.


(4)

2.16. Kerangka Berpikir

Koperasi Simpan Pinjam TABITA merupakan badan usaha yang harus dikelola secara profesional. Pengelolaan yang profesional memerlukan adanya sistem pengendalian kredit, yang digunakan untuk mengantisipasi terjadinya kredit bermasalah atau kredit macet. Sistem pengendalian kredit terdiri dari 2 komponen yaitu :

c. Prosedur

1. Pengajuan berkas-berkas 2. Penyelidikan berkas pinjaman 3. Wawancara I

4. On the spot 5. Wawancara II 6. Keputusan kredit

7. Penandatanganan akad kredit atau perjanjian lainnya 8. Realisasi kredit

9. Penyaluran atau penarikan dana d. Metode

1. Proses pengajuan kredit

2. Pengelompokan jenis pinjaman Sistem Pengendalian

Kredit

PROSEDUR


(5)

3. Penilaian kelayakan 4. Proses pencairan kredit 5. Pengawasan terhadap kredit 6. Pengendalian jaminan kredit

7. Analisis gejala terjadinya kredit macet 8. Pengelolaan terhadap resiko

9. Penggolongan kualitas terhadap terjadinya kredit macet 10.Menghilangkan atas kerugian yang telah terjadi

Berdasarkan data yang diperoleh penggolongan sistem pengendalian kredit sebagai berikut:

1. Baik

Sistem pengendalian baik jika prosedur (langkah-langkah dan persyaratan) yang dilakukan KSP TABITA dalam pemberian kredit dan ke 10 metode pengendalian berjalan dengan baik sehingga tidak ada nasabah yang tidak sanggup mengembalikan pinjaman.

2. Cukup Baik

Sistem pengendalian cukup baik jika prosedur (langkah-langkah dan persyaratan) yang dilakukan KSP TABITA dalam pemberian kredit dan ke 10 metode pengendalian terdapat kendala tetapi masih bisa diatasi sehingga kredit berjalan kurang lancar.


(6)

3. Tidak Baik

Sistem pengendalian tidak baik jika prosedur (langkah-langkah dan persyaratan) yang dilakukan KSP TABITA dalam pemberian kredit dan ke 10 metode pengendalian terdapat kendala yang tidak bisa di atasi sehingga terjadi kredit macet.


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Sistem Pengendalian Kredit: studi kasus pada KSP Artha Prima Kota Salatiga T1 162009096 BAB I

0 0 5

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Sistem Pengendalian Kredit: studi kasus pada KSP Artha Prima Kota Salatiga T1 162009096 BAB II

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Sistem Pengendalian Kredit: studi kasus pada KSP Artha Prima Kota Salatiga T1 162009096 BAB IV

4 41 30

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Sistem Pengendalian Kredit: studi kasus pada KSP Artha Prima Kota Salatiga T1 162009096 BAB V

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Sistem Pengendalian Kredit: studi kasus pada KSP Artha Prima Kota Salatiga

0 1 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Sistem Pengendalian Kredit (Studi Kasus pada KSP Tabita Kota Salatiga)

0 0 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Sistem Pengendalian Kredit (Studi Kasus pada KSP Tabita Kota Salatiga) T1 162007049 BAB I

0 0 5

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Sistem Pengendalian Kredit (Studi Kasus pada KSP Tabita Kota Salatiga) T1 162007049 BAB IV

1 4 18

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Sistem Pengendalian Kredit (Studi Kasus pada KSP Tabita Kota Salatiga) T1 162007049 BAB V

0 1 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Sistem Pengendalian Kredit (Studi Kasus pada KSP Tabita Kota Salatiga)

0 0 8