HPI 3 Recent site activity teeffendi

Subjek Hukum Pidana
Internasional

Subjek Hukum pidana internasional
Di dalam disiplin ilmu hukum, subjek hukum
selalu menjadi bagian yang penting untuk
dibahas dan dijabarkan, hal ini dikarenakan,
subjek hukum merupakan unsur mutlak dalam
setiap kajian disiplin hukum. Jika sebuah disiplin
hukum memiliki objek kajian, maka salah satu
unsur yang mengisi dalam objek kajian tersebut
adalah subjek hukum.

Subjek Hukum pidana internasional
Sebagai sebuah disiplin hukum yang merupakan
gabungan dari dua disiplin hukum yang telah
ada, yaitu hukum pidana dan hukum
internasional, maka sedikit banyak subjek
hukum dari hukum pidana internasional juga
berasal dari dua disiplin hukum pendahulunya,
yaitu subjek hukum dalam hukum pidana dan

subjek hukum dalam hukum internasional.

Tujuan mempelajari Subjek Hukum
pidana internasional
Tujuan utama mempelajari subjek hukum
dalam hukum pidana internasional ini
adalah untuk mengetahui dan menjawab
pertanyaan mengenai, siapa sajakah yang
dapat dipertanggung jawabkan dalam
tindak pidana internasional.

Subjek Hukum pidana internasional
Pertanyaan besarnya adalah, siapakah subjek hukum
pidana internasional?
1. Menurut International Law Commission (ILC/ Komisi
Hukum Internasional) dan Statuta Roma 1998,
subjek hukum pidana internasional adalah individu
atau orang perseorangan.
2. Dalam sudut pandang tanggung jawab negara, dan
di luar yurisdiksi materiil Statuta Roma 1998, belum

ada kesamaan pendapat mengenai pihak-pihak
yang menjadi subjek hukum pidana internasional.

Individu
Individu sebagai subjek hukum pidana internasional
dapat dilihat salah satunya dalam Piagam London
1945.
Pasal 6 Piagam London:
…Leaders, organizers, instigators and accomplices
participating in the formulation or execution of a
common plan or conspiracy to commit any of the
foregoing crimes are responsible for all acts
performed by any persons in execution of such plan

Negara
Dalam konflik bersenjata yang berskala internasional, baik
melibatkan dua negara maupun lebih dalam bersengketa tidak
menutup kemungkinan terjadinya pelanggaran aturan-aturan
perang. Pelanggaran tersebut tentunya dilakukan oleh individuindividu baik atas nama negara (pemerintah) maupun atas nama
pribadi (bukan karena perintah dari otoritas yang lebih tinggi).

Negara tidak bertanggungjawab dalam hal terjadi tindak pidana
internasional. Pertanggungjawaban negara diselesaikan
berdasarkan hukum internasional pada umumnya, diplomasi dan
negoisasi atau diselesaikan melalui organisasi internasional dimana
negara yang bersangkutan merupakan anggotanya.

Badan Hukum Swasta
Badan-badan hukum swasta, baik swasta nasional
maupun swasta transnasional atau multinasional dapat
menjadi subjek hukum pidana nasional, dan dengan
demikian tentunya dapat menjadi subjek hukum pidana
internasional, hanya saja dalam ruang lingkup yang lebih
terbatas dibandingkan dengan individu.
Contoh dalam hal terjadinya tindak pidana lingkungan
yang berskala internasional.
(Lihat I Wayan Parthiana, 2006: 81)

Pertanggungjawaban Pidana
Internasional


Pertanggungjawaban Pidana
Sistem pertanggungjawaban pidana modern pada pokoknya
menganut ajaran dualistis, yaitu pemidanaan harus
memenuhi syarat adanya actus reus dan mens rea.
Actus reus yaitu suatu perbuatan harus dibuktikan adanya
suatu kesalahan dan atau adanya pemenuhan rumusan
tindak pidana,
Mens rea adalah pertanggungjawaban yang dapat
dilakukan setelah pelaku tindak pidana memenuhi syarat
actus reus.
(Lihat Oemar Seno Adji dan Indriyanto Seno Adji, 2007: 82)

Pertanggungjawaban Individu
Prinsip pertanggungjawaban yang dianut dalam
tindak pidana internasional adalah prinsip
pertanggungajawaban individual atau
perseorangan. Pertanggungjawaban individual
(individual responsibility) merupakan prinsip
yang diikuti sejak diperkenalkan dalam Peradilan
Nuremberg.

(Lihat Arie Siswanto, 2005: 44)

Pertanggungjawaban Individu
(lanjutan)
Prinsip pertanggungjawaban individual ini diadopsi oleh
ILC sebagai prinsip dasar hukum pidana internasional
yang menyatakan, any person who commits an act which
constitutes a crime under international law is responsible
therefore and liable to punishment .
Prinsip ini dianggap sebagai perkembangan yang sangat
penting di dalam hukum internasional, karena dengan
begitu, individu dalam batas tertentu bisa menjadi subjek
hukum internasional.
(Lihat Romli Atmasasmita, 2006: 12)

Pertanggungjawaban Komando
Pertanggungjawaban pidana komando berkaitan dengan
salah satu bentuk tindak pidana, yaitu tindak pidana
omissions atau dalam teori hukum pidana disebut sebagai
comissions by omissions.

Omissions dapat dikatakan tidak melakukan sesuatu,
walaupun ia mungkin ingin melakukan sesuatu, namun
tidak terdapat pergerakan otot. Omissions merupakan
tidak adanya pergerakan tubuh yang secara harfiah
diartikan tidak melakukan pergerakan apa-apa.
(Lihat George P. Fletcher, 1998: 46)

Pertanggungjawaban Komando
(lanjutan)
Pertanggungjawaban komando mensyaratkan adanya
keadaan-keadaan tertentu sehingga seorang komandan
atau seseorang yang memiliki kedudukan/ pangkat
lebih tinggi dimungkinkan dikenakan
pertanggungjawaban pidana, syarat tersebut adalah
jika dia gagal untuk mencegah atau menghukum
tindakan pidana yang dilakukan oleh bawahannya
dengan mana ia mengetahui atau memiliki alasan
untuk mengetahuinya.

Pertanggungjawaban Komando

(lanjutan)
Terdapat 3 aspek penting yang harus dipenuhi untuk
menentukan seorang perwira atau komandan harus bertanggung
jawab atas tindakan kejahatan bawahannya:
1. Ada hubungan atasan-bawahan dalam kasus terjadinya
tindakan kejahatan yang telah dilakukan. Ini ditunjukkan
dengan bukti-bukti yang jelas, saksi, dokumen, dsb;
2. Atasan mengetahui atau diduga patut mengetahui adanya
tindakan kejahatan yang dilakukan oleh bawahan;
3. Komandan atau atasan gagal untuk mencegah atau
menindak (menghukum) pelaku kejahatan tersebut atau
menyerahkan pelakunya kepada pihak yang berwenang.

Non Impunity
Sebelum mempelajari prinsip non impunity, ada
baiknya jika dijelaskan terlebih dahulu perbedaan
antara imunitas dan impunitas.
Imunitas adalah kekebalan hukum yang dimiliki oleh
orang-orang tertentu karena jabatan yang dia miliki,
misalnya Kepala Negara dan Perwakilan Diplomatik,

Sedangkan Impunitas adalah keadaan tidak dapat
dituntut secara pidana terhadap orang-orang yang
memiliki imunitas tersebut.

Non Impunity (lanjutan)
Tujuan utama prinsip ini adalah agar setiap atasan, baik
sipil atau militer wajib bertanggungjawab terhadap
setiap kejahatan yang dilakukan oleh bawahannya.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka tidak boleh
adanya imunitas terhadap setiap orang yang dipandang
wajib dan sangat bertanggungjawab atas kejahatan
tersebut terlepas dari asal usul atau status sosial atau
kepangkatannya
(Lihat Romli Atmasasmita, 2004: 15)

Daftar Referensi
1. Arie Siswanto, Yurisdiksi Material Mahkamah Kejahatan
Internasional, 2005
2. George P. Fletcher, Basic Concepts of Criminal Law, 1998
3. I Wayan Parthiana, Hukum Pidana Internasional, 2006

4. Oemar Seno Adji dan Indriyanto Seno Adji, Peradilan
Bebas & Contempt of Court, 2007
5. Romli Atmasasmita, Pengantar Hukum Pidana
Internasional, 2006
6. _______, Pengantar Hukum Pidana Internasional Bagian
II, 2004,