POLITIK LUAR NEGERI FEDERASI RUSIA STUDI (1)

POLITIK LUAR NEGERI FEDERASI RUSIA
STUDI KASUS: STRATEGI POLITIK LUAR NEGERI FEDERASI
RUSIA DALAM COMMENWEALTH OF INDEPENDENT STATES
TERKAIT ISU ENERGI DI KAUKASUS
Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Kawasan Eropa.
Dosen Pengampu: Bapak Aswin Ariyanto Aziz, S.IP.,M.Dev.St.

Oleh :
Fadhila Luni Listyakirana (115120400111008)
Gigih Taufan Herdianto (115120407111042)

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
tepat pada waktunya. Adapun makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas presentasi

mata kuliah Kawasan Eropa yang membahas tentang Politik Luar Negeri Republik
Federal Rusia dengan judul studi kasus: Strategi Politik Luar Negeri Republik Federal
Rusia dalam Commonwealth of Independent States Terkait Isu Kauskasus Makalah ini
disajikan sesuai dengan ketentuan agar memudahkan pemahaman para pembaca terhadap
isi dari makalah ini. Makalah ini dirangkum dari berbagai sumber yang berkaitan dengan
pembahasan. Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan
dapat menambah wawasan bagi para pembaca.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyajian makalah ini,
maka dari itu kami mengharapkan saran dan kritik yang bersifat konstruktif demi
perbaikan makalah ini di masa yang akan datang. Akhir kata, kami ucapkan terima kasih
kepada para pembaca dan segala pihak yang telah membantu penyelesaian makalah ini.

Malang, 6 Desember 2013
Hormat kami

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 LATAR BELAKANG


Federasi Rusia merupakan negara dengan luas wilayah terbesar di dunia yang
memiliki sejarah pembentukannya yang sangat panjang. Hal ini dikarenakan banyaknya
bangsa-bangsa yang mendiami di wilayah yang sangat luas. Dari zaman tzar hingga saat
ini berbentuk Federasi Rusia, pergolakan pemimpin menjadi suatu yang tidak sulit
ditemukan yang kemudian berdampak pada kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan
pemimpin salah satunya adalah kebijakan luar negeri.
Saat ini Federasi Rusia yang merupakan negara pecahan Uni Soviet terbesar
diantara keempat belas negara merdeka lainnya yang dalam sistem dunia modern ini
memiliki kapasitas dalam negeri yang memadai untuk menjadi negara super power di
level internasional. Hal ini dapat dilihat dari kekuatan perekonomian, militer, politik, luas
wilayah hingga jumlah populasi yang dimiliki oleh Rusia. Kekuatan sentral mereka
dalam sektor perekonomian yang ditunjang dengan kekayaan hasil alam berupa minyak
mentah dan gas alam yang menempatkan mereka menjadi salah satu negara pengekspor
terbesar di dunia. Tidak heran negara ini memiliki bergainning position yang sangat kuat
di level internasional saat ini terutama dalam kebijakan luar negeri Federasi Rusia terkait
isu-isu spesifik termasuk kedudukannya di PBB yang menjadi salah satu dari negara yang
memiliki hak veto serta salah satu dari lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB.
Dalam makalah ini juga akan dijelaskan bagaimana struktur pemerintah domestik,
serta hal-hal yang berkaitan erat dalam mempengaruhi proses pada pembuatan keputusan

dalam hal politik luar negeri Federasi Rusia. Selain itu, penyusun juga akan menjelaskan
secara umum bagaimana hubungan antara Federasi Rusia terhadap Amerika Serikat yang
notabene adalah dua super power yang kini tetap eksis pasca perang dingin. Selain itu
pembahasan lainnya adalah hubungan Federasi Rusia dengan Uni Eropa dan yang
terkahir hubungan-hubungan Rusia dengan negara-negara yang dahulu tergabung dalam
Uni Soviet yang kini telah mengupayakan integrasi untuk membentuk suatu struktur

regionalisme di kawasan yang dahulunya merupakan wilayah Uni Soviet atau yang
disebut juga dengan CIS atau Commonwealth of Independent States. Khusus untuk yang
disebut terakhir, penyusun juga akan menganalisa bagaimana bentuk kebijakan luar
negeri terkait dengan isu energi yang menjadi alasan utama dari integrasi yang dimotori
oleh Rusia terkait isu energi di wilayah Kaukasus.
Penting untuk diketahui salah satu fokus dari national interest Rusia adalah terkait
isu energi yang terdapat pada wilayah Kaukasus. Power Projection Rusia dalam hal ini
adalah wilayah

guna mengamankan akses terhadap sumber energi yang melimpah

disamping juga belum banyaknya aktor yang muncul di wilayah tersebut. Dalam
membahas hal tersebut, penyusun makalah mencoba menganalisa keterkaitan antara

kepentingan Rusia pada regionalization CIS dengan kepentingan lainnya terkait dengan
isu energi di Kaukasus.
Penggunaan beberapa teori-teori seperti teori regionalisme maupun level of
analysis akan dipakai dalam menganalisa bagaimana kepentingan Federasi Rusia terkait
dengan politik luar negerinya. Khusus untuk analisa dari studi kasus yang kami angkat,
fokus kami adalah untuk menganalisa lebih jauh tentang peran dan tujuan politis Rusia di
wilayah Kaukasus dalam regionalisasi CIS yang sesuai dengan pemetaan power
projection oleh Rusia.
Selain itu, juga akan dibahas tentang alasan mengapa wilayah Kaukasus dianggap
Rusia sangat penting serta kemudian akan dibahas pula fakta-fakta terkait wilayah
Kaukasus yang kemungkinan besar menjadi tujuan Rusia beserta perkembangannya
terkini.

1. 2 Rumusan Masalah

 Bagaimana strukutur pemerintahan Federasi Rusia?

 Bagaimana sistem pengambilan keputusan di Federasi Rusia dan apa yang
mempengaruhinya?


 Bagaimana sejarah Foreign Policy Federasi Rusia dari masa ke masa?

 Apa kepentingan Rusia di Kaukasus serta strateginya dalam forum CIS
atau Commonwealth of Independent States?

1.3 Tujuan

 Untuk mengetahui struktur pemerintahan Federasi Rusia
 Untuk mengetahui skema pengambilan keputusan terkait dengan foreign
policy di Rusia beserta dengan analisanya
 Untuk memahami strategi Federasi Rusia dalam isu energi di Kaukasus
serta keterkaitannya pada CIS

BAB II
PEMBAHASAN
2. 1 Struktur Pemerintahan Rusia
Sejatinya Fedrasi Rusia adalah suatu bentuk negara yang unik apabila
dibandingkan dengan negara lainnya di Eropa. Hal ini tidak lain adalah karena faktor
sejarah yang sangat berbeda. Dahulu, permulaan dari negara ini adalah dengan konflik
yang bersejarah yang disebut dengan Revolusi Bolshevik dimana perjuangan sosialis

komunis menjadi motor utama revolusi melawan bentuk kekaisaran tzar. Hasilnya
bahkan hingga saat ini Federasi Rusia masih memiliki pemikiran-pemikiran serta
pandangan yang identik dengan ideologi sosialis komunis.
Dengan mengadopsi sistem pemerintahan Uni Soviet yakni semi-presidensial
federal. Dikatakan demikian karena Rusia memiliki Presiden sebagai kepala negara
sekaligus kepala pemerintahan dan juga Perdana Menteri sebagai kepala negara. Secara
umum

kekuasaan

Presiden

sangat

luas

dengan

kewenangannya


yang

dapat

mengintervensi langsung tugas-tugas dari seorang Perdana Menteri.
Dalam pembagian wilayahnya, Rusia masih mengadopsi gaya dari Uni Soviet
dengan pembagian format wilayah berdasarkan mekanisme “Uni Republik” yang
memiliki negara bagian, oblast, okrug, rayon atau distrik, dan selsovet atau desa yang
secara menyeluruh mengikuti model pemerintah tinggi tingkat nasional1.
Secara politik, Rusia adalah negara yang mencoba untuk mengupayakan
demokrasi dari tahun 1991 hingga saat ini. Dapat dikatakan bahwa Rusia adalah model
yang sangat pas untuk konsep baru bernama “illiberal democracy” hal ini dikarenakan
Rusia memiliki perangkat serta prosedur secara demokrasi, namun dalam penerapannya,
hal ini sangat rentan untuk dirubah secara mendadak oleh penguasa dan beberapa
diantaranya juga terdapat pembatasan-pembatasan tertentu2. Maka yang terjadi pada
1

Inu Kencana, dan Andi Azikin, Perbandingan Pemerintahan, (Bandung: Refika Aditama,2011) hal.112
Patrick H. O’Neil, Karl Fields, dan Don Share, Comparative Politics 2nd Edition, 2006. (New York and
London: W. W. Norton & Company, 2006). Hal. 203

2

akhirnya adalah demokrasi masih menjadi gerakan secara umum saja dengan melihat
konsolidasi power yang dimiliki oleh Presiden yang mampu untuk mengubah beberapa
instrument demokrasi berupa kebijakan-kebijakan pada suatu skema presidensiil. Rusia
selayaknya negara modern, memiliki tiga badan utama dalam pemerintahan yakni
Eksekutif, Legislatif, serta Yudikatif.
Sistem yang diusung oleh Rusia dalam badan eksekutifnya adalah sistem semipresidensil. Power di dalam badan eksekutif Rusia ini memang terbagi menjadi dua
pihak, yakni Presiden dan Perdana Menteri. Namun, di Rusia, kekuasaan lebih condong
dipegang oleh bagian kepresidenan yang memang menguasai setengah bahkan lebih
kekuasaan di badan eksekutif3. Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat melalui dan
direct popular vote. Presiden tersebut dapat terpilih selama dua kali masa pemilihan dan
dalam satu masa pemilihan menjabat selama empat tahun.
Seperti yang sudah dikatakan di atas, bahwa kewenangan presiden Rusia
sangatlah besar, di mana presiden lah yang berhak untuk memilih dan memberhentikan
perdana menteri dan anggota-anggota kabinet lainnya. Namun hal tersebut tetap dalam
persetujuan dari State Duma (the lower house of parliament). Selain itu, presiden adalah
pihak yang menjamin konstitusi dan hak-hak warga negara dan mengambil langkahlangkah untuk melindungi kedaulatan Rusia.
Secara struktur, legislatif di Rusia bersifat bikameral yang terdapat yaitu majelis
tinggi Federation Council dan majelis rendah atau State Duma. Selain itu kekuasaan

diantara kedua relatif sama atau dengan kata lain symmetrical.
Federation Council terdiri atas dua perwakilan dari setiap region yang terdiri atas
satu perwakilan eksekutif dan satu perwakilan legislative dari daerah yang bersangkutan
yang dipilih lewat pemilihan di region yang bersenagkutan juga. Total terdapat 166 kursi
yang ada pada Federation Council dengan segala kewenangan untuk dapat menyetujui
suatu suatu rancangan kebijakan.
Kemudian kamar majelis rendah atau disebut juga dengan State Duma secara
umum tidak berbeda jauh dengan majelis tinggi, hanya saja perwakilan yang duduk di
State Duma harus dipilih melalui pemilu dan disetujui oleh deputi State Duma yang
tugasnya hanya spesifik untuk urusan di lemabag tersebut tanpa boleh merangkap jabatan
3

Patrick H. O’Neil, Karl Fields, dan Don Share, Comparative Politics 2nd Edition, 2006. (New York and
London: W. W. Norton & Company, 2006). Hal. 204

untuk dapat menjabat di region yang diwakilinya. State Duma sendiri berisikan 450 kursi
anggota

dewan.


State

Duma

memiliki

kewenangan

untuk

mengangkat

dan

memberhentikan ketua Bank Sentral Federasi Rusia, Komisaris HAM, serta dapat
memulai prosedur impeachment Presiden dengan suara 2/3 kuorum4. Selain itu, di Rusia
juga terdapat bdan yudikatif yang dimana fungsinya juga sama seperti yang lain guna
menjalankan fungsi pengawasan dan mengadili.
Maka secara umum pemerintahan di Rusia dengan kekuasaan presiden yang sangat luas
dan kuat, dapat digambarkan sebagai berikut:


President
Prime Minister

Constitutional
Court
Federation
Districts

Federation
Council

Duma
Lines of control

Regional
Source: Patrick H. O’Neil, et al. Comparative Politics 2nd Edition,
2006.

Legislature

2. 2 Sistem Pengambilan Keputusan Terkait Foreign Policy di Federasi Rusia

ELECTORATE
Secara mendasar, politik luar negeri Federasi Rusia sangat berhaluan konservatif,
hal ini dikarenakan orientasi yang mereka gunakan adalah pandangan bahwa
keberlanjutan sejarah atas kekuasaan mereka terdahulu sebgai pedoman untuk kembali
mempersatukan bagian-bagian yang terpecah belah menjadi banyak negara. Oleh karena
itu, identitas juga berpengaruh sangat penting dalam mempengaruhi kebijakan luar negeri
negara ini. Hal ini dapat dilihat dari isu politik Pan-Slavism yang berisikan atas
4

Anonymous, “The State Duma of The Federal Assembly of The Russian Federation”.
www.politika.su/e/fs/gd.html. (diakses pada 31 Oktober 2013)

pandangan spetsifika atau keunikan identitas yang seolah-olah menjadi legitimasi mereka
dalam keterlibatan di Balkan. Banyak negara mengambil contoh dari negara Barat
sebagai pedoman dalam kebijakan luar negeri, namun Rusia berbeda dan asangat
dipengaruhi gagasan atas identitas yang sama diantara negara pecahan Uni Soviet untuk
kembali dipersatukan dan menempatkan Rusia sebagai pemimpinnya. Tentunya, hal ini
juga berlaku di setiap wilayah yang menjadi power projection Rusia dengan kedok politis
identitas yang berbeda seperti Eurasianism maupun kedok politis lainnya5.
Sistem politik yang digunakan di Rusia merupakan sistem yang sedikit berbeda
dengan negara – negara lain. Sistem di Rusia ini sarat dengan adanya kekuatan presiden
yang begitu kuat. Pada sistem demokrasi yang lazimnya terjadi di negara – negara lain,
presiden merupakan calon yang dipilih dari partai politik yang nantinya akan berusaha
memenangkan pemilihan di ranah nasional. Namun, di Rusia, sistem yang berjalan
tidaklah seperti hal yang disebutkan sebelumnya mengenai demokrasi yang terjadi di
banyak negara tersebut. Partai politik di Rusia justru muncul dari adanya pemimpin –
pemimpin yang memiliki pengaruh yang kuat terhadap Rusia. Hal tersebut
mengakibatkan adanya ketergantungan yang sangat kuat dari partai politik terhadap
pemimpin tersebut.
Proses pemerintahan di Rusia sangatlah bergantung kepada pemerintahan,
terutama eksekutif. Di pemerintahan sendiri, peran Presiden Rusia yakni Vladimir Putin
sangat penting. Presiden yang merupakan kepala negara, pada masa Boris Yeltsin,
Presiden Federasi Rusia yang pertama, posisinya sangat diperkuat oleh partai politik yang
mendorongnya, Partai Komunis, dikarenakan partai tersebut dapat muncul dan menjadi
besar karena pengaruh dari Boris Yeltsin juga. Sehingga pada saat itu muncul istilah yang
disebut sebagai “partai kekuasaan” sebagai akibat dari adanya partai yang sangat
menunjang posisi presiden di Rusia6.
Salah satu elemen penting yang ada di dalam sistem politik dengan “partai
kekuasaan” adalah jumlah dari partai politik yang ada di negara tersebut sedikit dan
terbatas. Secara idealnya, demokrasi dapat dijalankan dengan dua atau tiga partai politik
5

Bobo Lo, “Russian Foreign Policy in The Post Soviet Era Reality,Illusion, and Mythmaking”, 2002 (New
York: Palgrave Macmilan) hal. 12-13
6
Mikkel Evald, “The Russian Party System”, http://www.ut.ee/ABVKeskus/?
leht=prognoosid&aasta=2006&keel=en&dok=partysys,
Diakses pada 1 Desember 2013.

dengan pengaruh yang berbeda – beda sehingga dapat memunculkan suatu kompetisi di
pemilihan umum. Untuk mewujudkan hal tersebut, di mana “partai kekuasaan” tetap bisa
menjadi penguasa dan terus muncul di ranah publik, terdapat empat cara yang dilakukan
oleh Rusia. Pertama, melakukan manipulasi partai dan peraturan mengenai pemilihan
sehingga dapat memperkecil kemungkinan partai – partai kecil untuk dapat berpartisipasi
lebih di pemilihan. Kedua, afiliasi dan dukungan presiden terhadap partai politik tertentu
di Rusia. Ketiga, memksa media massa, terutama media – media nasional, seperti stasiun
televisi tertentu yang berbasis nasional. Dan yang keempat, adanya pengaturan terhadap
kendala yang akan ditimbulkan di regional, artinya di sini, presiden berusaha untuk
memilih sendiri gubernur – gubernurnya, dibandingkan harus melakukan pemilihan
langsung terhadap gubernur – gubernur di Rusia.
Dari keempat kebijakan yang dilakukan Vladimir Putin di atas, terdapat beberapa
perubahan signifikan yang terjadi. Salah satunya adalah jumlah partai politik di Rusia
yang terus menurun jumlahnya. Pada pemilihan umum di tahun 2007, jumlah partai
politik yang berpartisipasi hanya berjumlah 10 partai, dibandingkan di tahun 1995 dengan
43 partai, tahun 1999 dengan 26 partai dan tahun 2003 dengan 23 partai7.
Di Rusia saat ini, seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa peran elit sangatlah
penting Dimitry Medvedev dan Vladimir Putin dalam hal ini merupakan aktor – aktor
yang sangat penting di Rusia. Kedua aktor ini adalah pembuat kebijakan di Rusia dan
kebijakan – kebijakan luar negeri Rusia banyak diantaranya yang bergantung kepada
kerjasama antara kedua tokoh ini dan juga dengan kerjasama mereka dengan aktor
lainnya. Beberapa foreign policy Rusia diantaranya berdasarkan kepada kepentingan
negara terhadap perusahaan energi. Dengan hal tersebut, baik Dimitry Medvedev dan
Vladimir Putin berusaha untuk bekerjasama dengan beberapa organisasi, terutama
“Gazprom”. Organisasi ini merupakan organisasi pengimpor gas terbesar di dunia dan
salah satu organisasi yang mengontrol uang dalam jumlah yang sangat besar8.
Kebijakan luar negeri suatu negara dapat dilihat dari kepentingan nasional negara
tersebut. Kepentingan nasional yang dibentuk oleh Rusia merupakan suatu gabungan
kepentingan dari individu, masyarakat, dan negara dalam hal ekonomi, politik
7

Ibid
Vidyaykin Andrey, “The Process of Russian Foreign Policy”. http://www.bilgesam.org/en/index.php?
option=com_content&view=article&id=314:the-process-of-russian-foreign-policyformation&catid=104:analizler-rusya&Itemid=133. Diakses pada 1 Desember 2013.
8

internasional, sosial, internasional, informasi, militer, ekologi, dan hal lain yang dapat
mempengaruhi. Kepentingan nasional Rusia sendiri berada pada ranah internasional,
dengan fokus untuk mengatur kedaulatan Rusia, menguatkan posisi Rusia di kancah
dunia, dan menjadi pusat dari sistem dunia yang multipolar. Kepentingan Rusia juga
dapat tumbuh dari adanya keuntungan –keuntungan yang dihasilkannya dengan
hubungannya dengan negara – negara lain, dan yang paling terpenting adalah hubungan
Rusia dengan CIS (Commonwealth of Independent States).
Dengan sistem yang dimiliki oleh Rusia saat ini, Presiden memilki hak untuk
membuat keputusan – keputusan politik sendiri. Hal tersebut juga menjadikannya
politikus yang sangat terkenal. Dengan adanya sistem yang diterapkan Rusia ini, yakni
terdapat dua kekuatan yang sama – sama mempunyai pengaruh, presiden dan perdana
menteri, Rusia memiliki sistem pemeriksaan yang bersifat doble check.
2. 3 Sejarah Foreign Policy Federasi Rusia

Federasi Rusia dalam sejarahnya memiliki bentuk kebijakan luar negeri yang
berbeda-beda yang disesuaikan dengan masa kepemimpinan penguasa dan juga bentukbentuk negara terdahulu. Sesungguhnya, politik luar negeri Rusia sudah ada bahkan
sebelum negara Rusia berdiri dan masih dalam bentuk kekuasaan monarkhi yang disebut
Tzardom atau kekaisaran. Kemudian bentuk selanjutnya adalah kekuasaan Russian
Empire yang merancang dibentuknya dewan perwakilan yang kini dikenal dengan State
Duma. Periode selanjutnya adalah berbentuk negara menjadi Uni Soviet yang dimana
merupakan hasil dari Revolusi Bolshevik dan menempatkan sosialis komunis sebagai
ideology negara dan motor utama pergerakan revolusi. Dimasa ini pula Uni Soviet
kemudian muncul sebagai salah satu super power disamping Amerika Serikat di era
Perang Dingin. Dan yang selanjutnya adalah era Federasi Rusia sebagai negara pecahan
Uni Soviet yang terbesar yang tetap eksis hingga saat ini.
Pada masa Tzardom (1547-1721), Kepemimpinan dari tipikal kekuasaan ini
adalah berbentuk monarkhi absolute yang menempatkan seorang Czar sebagai pemimpin
kerajaaan. Kekuatan seorang Czar sangat mutlak tanpa bisa dielakkan yang juga
merupakan hasil dari keputusan pribadi pemimpin itu sendiri maupun melibatkan

kelompok elit tertentu yang dapat mempengaruhi pemimpin di lingkup lingkungan
kerajaan. Politik luar negeri yang muncul di era ini bersifat ekspansionis serta konfliktual
dengan competitor mereka yang berasal dari Kekaisaran Ottoman, Imperium Mongol
Khan. Dalam periode ini, kekuasaan pada masa Ivan IV sangat terkenal hingga mendapat
julukan Ivan The Terrible. Hal ini dikarenakan pada masa Ivan IV, ia berhasil menaklukan
sebagian besar wilayah seperti Astrakhan, Volga, Laut Kaspia dan daerah-daerah strategis
lainnya yang membuat Rusia kini menjadi negara yang multietnis 9.
Kemudian dimasa Russian Empire (1721-1917), Rusia mengalami pergantian
bentuk pemerintahan dari Tzardom ke Russian Empire yang sama-sama berbentu
monarkhi absolute yang menempatkan kaisar sebagai pemimpin sekaligus pemilik
kekuasaan terbesar. Dimasa ini pembentukan sistem perwakilan mulai digagas dengan
kemudian memunculkan State Duma sebagai lembaga legislatif pada kala itu dimasa
pemerintahan Nikolov II di tahun 190510. Politik luar negeri yang terkenal pada masa ini
adalah “Politik Air Hangat” yang bertujuan untuk menguasai pelabuhan-pelabuhan yang
tidak membeku dikala musim dingin dengan cara menganeksasi hamper seluruh wilayah
Manchuria agar dapat melakukan kegiatan ekonomi dimasa musim dingin akibat dari
membekunya laut-laut dipelabuhan diwilayah Rusia, hasilnya adalah pencaplokan
Vladivostok di tahun 186011.
Kemudian di masa Uni Soviet (1922-1991), negara menjadi salah satu super
power disamping Amerika Serikat pasca Perang Dunia Kedua. Negara meneruskan
ideology sosialis komunis yang menjadi ideology dasar negara sejak Revolusi Bolshevik.
Politik luar negeri Uni Soviet yang paling terkenal adalah pada masa Perang Dingin yang
disebut dengan doktrin Brezhnev dikala Uni Soviet dipimpin bersama Leonid Brezhnev
sebagai Sekretaris Jenderal, Alexei Kosygin selaku Perdana Mneteri, dan Nikolay
Podgorny yang menjabat Ketua Presidium. Brezhnev Doctrine berisikan strategi untuk
aktifasi negara satelit sebagai tameng terhadap pengaruh barat dan juga menginvasi
Czechoslovakia yang dikenal dengan Czechoslowakia disease oleh Alexander Dubcek.

9

Frederick Engels, “Foreign Policy of Russian Tsardom”,
www.marxist.org/archive/marx/works/1890/russian-tsardom. Diakses pada 30 November 2013
10
Anonymous, www.duma.gov.ru/about/history/information/. Diakses pada 30 November 2013
11
Anonymous, “The Russia Quest for Warm Water Ports”,
www.globalsecurity.org/military/world/russia/warm-water-port.htm. Diakses pada 1 Desember 2013

Dan yang terakhir adalah masa Federasi Rusia yang saat ini dipimpin oleh
Vladimir Vladimirovich Putin dan dibantu oleh Perdana Menteri Dimitry Medvedev yang
akan dibahas secara komprehensif pada bagian relasi Rusia terhadap Uni Eropa, Amerika
Serikat dan studi kasus strategi politik luar negeri Federasi Rusia pada CIS.

2. 4 Hubungan Diplomatik Antara Russia-Amerika Serikat dan Russia–Uni Eropa
Relasi Federasi Rusia – Uni Eropa
Hubungan antara Rusia dengan Uni Eropa merupakan hubungan yang sangat
penting, baik bagi Rusia mupun Uni Eropa. Banyak yang berasumsi bahwa Uni Eropa
banyak mengatur strategi dalam menjalin hubungan dengan Rusia. Salah satu cara Uni
Eropa membangun hubungan dengan Rusia adalah dengan menjadikan Rusia sebagai
partner strategisnya.
Hubungan Rusia dengan Uni Eropa cenderung kepada bidang ekonomi dan
energi. Selain sebagai negara yang dianggap tetangga yang wilayahnya paling besar bagi
Uni Eropa, Rusia juga merupakan partner perdagangan ketiga terbesar bagi Uni Eropa
dengan presentase impor minyak dan gas yang sangat besar ke negara – negara anggota
Uni Eropa12.
Secara keseluruhan, memang hubungan Rusia dengan Uni Eropa didasari atas
bidang ekonomi dan energi. Rusia sendiri merupakan negara yang menyediakan lebih
dari seperempat dari total minyak dan gas yang dimilikinya kepada Uni Eropa. Dengan
hal ini, beberapa negara anggota Uni Eropa ada yang memiliki ketergantungan secara
hampir keseluruhan terhadap energi yang disupply oleh Rusia. Ketergantungan akan
energi yang dialami oleh Uni Eropa terhadap supply dari Rusia diperkirakan akan
berlangsung dan akan terus meningkat hingga 20 tahun ke depan. Hal tersebut membuat
kecenderungan Rusia untuk menggunakan pasokan energinya sebagai salah satu
instrumen kebijakan luar negerinya yang akhirnya mengkhawatirkan bagi negara –
negara Uni Eropa.

12

European Union External Action, “EU Relations with Russia”, http://eeas.europa.eu/russia/. Diakses
pada 1 Desember 2013.

Dengan hubungan energi antara kedua belah pihak, Rusia dan Uni Eropa, terdapat
dua arah yang terbentuk, yakni di samping Rusia sebagai penyedia energi yang krusial
bagi Eropa, Rusia juga membutuhkan Uni Eropa sebagai pasar yang sangat penting
baginya. Dalam hal perdagangan dan investasi, Uni Eropa bahkan menjadi partner yang
lebih penting lagi bagi Rusia. Sebaliknya, Rusia juga menjadi partner perdagangan yang
penting bagi UE, di mana seperti yang telah disebutkan, bahwa Rusia merupakan partner
dagang ketiga terbesar UE setelah Amerika Serikat dan China. Uni Eropa dengan Rusia
hingga tahun 2012 telah menjalankan perdagangan dengan total hingga 336 milyar pound
sterling13.
Hubungan antara Uni Eropa dengan Rusia baru – baru ini juga diperkuat dengan
adanya perjanjian antara kedua belah pihak, yakni Energy Roadmap 2050. Kesepakatan
ini ditandatangani di bulan Maret 201314. Perjanjian ini membuat Rusia dan Uni Eropa
terlibat dalam sebuah hubungan kerjasama jangka panjang yang memprioritaskan pada
sektor energi dan juga termasuk di dalamnya jaringan pasar yang terbuka dan transparan.
Perjanjian tersebut merupakan bentuk kesepakatan kembali anatara kedua belah pihak
setelah sebelumnya, Rusia sempat merasa kecewa terhadap Uni Eropa terkait kebijakan
Uni Eropa di tahun 2012 mengenai penyelidikan harga minyak dan gas Rusia oleh
European Commission di delapan negara anggota Uni Eropa.
Relasi Federasi Rusia – Amerika Serikat
Hubungan Amerika Serikat dengan Rusia, sejak Federasi Rusia berdiri hingga
masa kepemimpinan George W. Bush sangatlah tidak stabil bahkan sangat tinggi
intensitas tensi di antara keduanya. Pada 1990, kedua negara sempat setuju menempatkan
satu sama lain sebagai kemitraan strategis maisng – masing. Dengan adanya peristiwa
9/11, kedua negara semakin meningkat tingkat sensitivitas sehingga pada saat itu, Rusia
lebih memilih untuk banyak membangun kerjasama ekonomi dengan negara – negara
Barat. Sehingga pada masa ini, hubungan keduanya memperlihatkan hubungan yang
tidak terlalu baik.

13

Nichol, Jim. Russian Political, Economic, and Security Issues and U. S. Interests. 2013. Congressional
Research Service. Hlm 39.
14
Ibid

Hingga akhirnya, di tahun 2009, Barrack Obama muncul sebagai Presiden
Amerika Serikat dan berusaha untuk membangun kembali hubungan baik antara Amerika
Serikat dengan Rusia. Hubungan ini banyak dikenal sebagai re-set relationship between
US and Russia. Kedua negara saling “berinteraksi” kembali pada 1 April 2009 15 di
London dengan adanya opening nuclear weapons talks dan juga membicarakan hubungan
antara Rusia dengan Amerika Serikat. Pada pertemuan selanjutnya, di tahun yang sama di
bulan Juli bertempat di Moskow, Obama memulai hubungan kedua negara atas dasar
kepentingan bersama dan menganggap kedua negara mempunyai peran yang sama. Hal
ini dikarenakan baik Rusia maupun Amerika Serikat merupakan negara superpower yang
memiliki kapabilitas di bidang nuklir. Selain itu, Obama juga menegaskan bahwa
Amerika Serikat bukan sebagai negara yang berusaha untuk mengintervensi kebijakan
suatu negara dalam menyelesaikan masalah global, namun perannya lebih untuk menjadi
partner dengan negara lain sehingga dapat menyelesaikan permasalahan global secara
bersama – sama, dan dalam konteks ini adalah Rusia.
Salah satu kerjasama yang berusaha dibangun oleh Rusia dan AS adalah U.S. –
Russia Bilateral Presidential Commission (BPC). Kerja sama ini berusaha untuk
menguatkan diplomasi diantara kedua negara dan kerja sama ini pula berfungsi sebagai
elemen dasar dari “re-setting relationship” di antara keduanya. Dalam BPC ini, kedua
presiden akan menjadi co-chairs, dan Sekretaris Negara dan juga Menteri Luar Negeri
yang bertindak untuk mengkoordinasikan pertemuan.
Pada periode kedua Obama menjabat sebagai presiden Amerika Serikat, terdapat
isu yang beredar bahwa Administrasi Obama akan banyak merubah kebijakan Rusia.
Namun, isu itu tidak terlalu terbukti, karena keduanya masih berusaha untuk
mempertahankan sebisa mungkin hubungan kerjasamanya di berbagai sektor.
Salah satunya, Presiden Obama dan Putin melakukan pertemuan pada 17 Juni
2013. Keduanya membahas mengenai hubungan bilateral, kerjasama anti terorisme, dan
juga cyber security. Hasil dari pertemuan tersebut diantaranya:
1. Mempertahankan hubungan di antara keduanya yang masih dalam bidang
yang sama seperti pada periode Obama sebelumnya, yakni mengenai
pengawasan senjata, non proliferasi, perdagangan dan investasi, dan anti
15

Ibid, Hlm 45.

terorisme. Selain itu, dialog antara perdana menteri Rusia, Medvedev, dan
wakil presiden AS, Biden akan semakin diperlias dengan pembahasan utam
yakni perdagangan dan investasi. Lalu, akan ada dialog “two plus two” yang
akan melibatkan Sekretaris Negara, Menteri Pertahanan, dan juga Menteri
Luar Negeri.
2. Keduanya berusaha untuk melawan terorisme dan memperkuat kerjasama
melalui pertukaran informasi antar badan – badan intelijen dan juga saling
menghormati hak untuk kebebasan berekspresi.
3. Kedua negara berusaha bersama – sama untuk menjaga keamanan cyber untuk
melindungi teknologi informasi dan komunikasi, kriminalitas, dan ancaman
terorisme.
Presiden V. Putin menganggap bahwa hubungan antara Amerika Serikat dengan
Rusia ini merupakan hubungan yang sangat sulit dimengerti karena adanya perbedaan
budaya yang mendasar. Apabila identitas Amerika Serikat lebih mengarah kepada
keinginan individual, rasisme, genosida, dan tingkat kekerasan yang tinggi, sedangkan di
Rusia, identitasnya lebih kepada hal – hal yang berhubungan dengan spiritualitas. Putin
juga beranggapan bahwa hubungan AS – Rusia yang berusaha dibangun kembali ini
menghadapi banyak tantangan. Hal ini dikarenakan AS terlalu menganggap dirinya
sebagai negara superpower dan berperilaku seperti ”ruling elite”.

STUDI KASUS
(Strategi Politik Luar Negeri Federasi Rusia Dalam Commonwealth of Independent
States Terkait Isu Energi di Kaukasus)

Federasi Rusia sebagai negara yang memiliki kekayaan alam berupa minyak bumi
dan gas alam yang tersebar d seluruh penjuru negeri telah menempatkan mereka sebagai
salah satu negara penghasil minyak terbesar di dunia. Beberapa perusahaan MNCs yang
bergerak di bidang energi seperti Gazprom yang memproduksi gas alam terbesar di dunia,
kemudian Lukoil yang menjadi perusahaan minyak terbesar kedua di Rusia serta Rosneft
dan Transneft yang memonopoli pipa minyak dan gas di Rusia dan negara tetangga. Hal
ini tentunya merupakan hasil dari concern pemerintah Rusia akan kebutuhan minyak
serta gas alam dalam negerinya. Oleh karena itu banyak kebijakan luar negeri Rusia

sangat berorientasikan pada pengamanan akses kepada sumber-sumber energi seperti
minyak mentah dan gas alam yang memanfaatkan mobilitas dari MNCs mereka untuk
dapat berekspansi dan mengeksplorasi di wilayah yang sarat akan sumber daya alam
berupa minyak mentah dan gas alam. Pemerintah Rusia paham betul atas potensi salah
satu wilayah yang memiliki nilai strategis berupa kekayaan sumber daya alam berupa
minyak mentah dan gas alam yang terkandung di daerah yang terletak di wilayah
Kaukasus Selatan. Kaukasus dibagi menjadi dua bagian yakni Kaukasus Utara dan
Kaukasus Selatan, Kaukasus Utara adalah wilayah yang seluruhnya merupakan yurisdiksi
Federasi Rusia, sedangkan Kaukasus Selatan adalah wilayah yang terletak di dekat Laut
Kaspia yang didiami oleh tiga negara yakni Georgia, Azerbaijan, dan Armenia.

Kaukasus diperkirakan memiliki cadangan minyak mentah sebesar 25 milyar
barel yang berarti terdapat 4% cadangan minyak dunia yang terpendam di dalam Laut
Kaspia dan menghampar di negara seperti Kazakhstan, Uzbekistan, Azerbaijan dan
Turkmenistan yang juga diperkirakan mirip dengan apa yang ada di Kuwait serta lebih

besar daripada di Laut Utara Alaska dan hal ini membuat kawasan tersebut memiliki nilai
strategis serta menjadikannya isu sentral dalam politik pasca Perang Dingin. Selain itu
yang menarik untuk disimak adalah keterlibatan Rusia dan Barat untuk dapat menguasai
wilayah tersebut. Sebagai contohnya adalah keterlibatan militer Rusia dalam konflik
Chechnya, sengketa Ossetia, serta perselisihan yang terjadi diantara Armenia dan juga
Azerbaijan yang secara keseluruhan adalah guna memperebutkan titik-titik tertentu yang
dianggap sebagai sumber minyak mentah dan juga gas alam16.
Kepentingan Rusia
Rusia memiliki kepentingan dalam mengamankan akses terhadap sumber minyak
mentah di wilayah tersebut. Hal ini sebagai salah satu power projection mereka yang
tentu saja tidak lepas dari keterkaitan mereka atas wilayah itu dan menganggap bahwa
kekayaan alam berupa sumber minyak mentah yang terdapat di Kaukasus Selatan
sebagian adalah merupakan hak mereka yang perlu diberdayakan Disamping itu, Rusia
juga memiliki strategi untuk memastikan bahwa pihak barat tidak ikut campur atas hal ini
maupun permasalahan yang terjadi di regional tersebut.
Namun yang paling penting adalah aset Rusia berupa pipa minyak dan gas bumi
yang menyebar keseluruh kawasan tersebut yang menuju Eropa. Pipa tersebut selain
sebagai alat transportasi hasil dari pertambangan minyak mentah dan gas bumi yang
beberapa diantaranya bahkan sudah ada dari era Uni Soviet yang kemudian diakuisisi
oleh pemerintah Rusia. Hal ini berkenaan dengan fungsinya sebagai pemasok minyak
tersbut ke pasar Eropa yang tentunya menghasilkan devisa yang sangat besar bagi negara.

16

Ariel Cohen, “The New“Great Game”: Oil Politics in the Caucasus and Central Asia”,
www.heritage.org/research/report/1996/01/bg1065nbsp-the-new-great-game. Diakses pada 2 Desember
2013

Strategi Foreign Policy Federasi Rusia Terkait Isu Kaukasus Selatan
Rusia sebagai negara yang dikatakan sebagai contoh negara yang illeberal
democracy tentunya sangat berpedoman sesuai dari titah Presiden dalam hal ini adalah
Vladimir Putin sebagai pemimpin negara dan juga pemerintahan serta memiliki kekuasan
yang bersifat overlap dan dapat mengintervensi urusan kenegaraan apapun tidak
terkecuali urusan politik luar negeri Rusia. Hal ini tidak lepas dari pengaruh politik pada
masa Uni Soviet yang menempatkan presiden sebagai pemimpin utama negara yang
memiliki kekuasaan yang sangat besar. Oleh karena itu, pendekatan untuk menganalisa
politik luar negeri Rusia sangat cocok apabila menggunakan Level of Analysis level
Individu.
 LoA Level Individu: Vladimir Vladimirovich Putin

Vladimir Putin adalah presiden Rusia saat ini. Ia lahir di Leningrad 1952 dan
menempuh pendidikan hukum di universitas disana. Setelah ia lulus ditahun 1975, ia
bergabung dengan KGB dan menjadi salah satu pejabat elit yang ditugaskan di Jerman
Timur. Karier Putin terus meningkat dan ia telah banyak melewati masa dimana
kekuasaan Uni Soviet sangat superior hingga pada masa dimana Uni Soviet runtuh dan
terpecah menjadi beberapa negara. Jabatan Ketua Partai United Russia pernah
disandangnya sebelum menjabat sebagai presiden Rusia menggantikan Boris Yeltsin
tahun 2000 hingga kini ia menjabat prseiden Rusia dan dibantu oleh Dimitry Medvedev
setelah sebelumnya pernah bertukar posisi selama satu periode. Pribadi Putin adalah
seorang yang berpandangan bahwa Russia harus bisa bangkit seperti sedia kala masa Uni
Soviet dengan mempersatukan kembali negara yang terpecah belah. Ia juga pernah
dijuluki siloviki atau “men of power”. Kecenderungannya ia untuk mempercayai militer
diyakini sejumlah peneliti bahwa ia akan membawa negara ke arah yang cukup
berbahaya dengan menekankan ketertiban dan kontrol atas demokrasi17.
Putin juga dilatarbelakangi oleh paham konservatif dimana ia cenderung ingin
menyatukan kembali semua negara bekas Uni Soviet kedalam satu kesatuan dalam
kepemimpinan dengan Rusia sebagai pemimpinnya. Namun hal ini tentu sudah tidak
relevan mengingat banyak negara sudah merdeka seperti Ukraina, Latvia, Lithuania,
Armenia dan lainnya. Oleh karena itu output dari tujuan tersebut adalah pembentukan
suatu regionalisme di kawasan tersbut yang terdiri atas negara pecahan Uni Soviet yang
disebut dengan Commonwealth of Independent States atau CIS.
17

Patrick H. O’Neil et al., Op.Cit hal. 206

 Commonwealth of Independent States (C I S)

Commonwealth of Independent States atau CIS adalah bentuk regionalisme yang
pada dasarnya dilatarbelakangi pada situasi yang bersifat security dilemma. Hal ini
dikarenakan pasca merdeka dari Uni Soviet, negara-negara baru yang tergabung dalam
CIS membutuhkan sebuah pengakuan atas persamaan eksistensi kedaulatan dan
mengindari keberlanjutan konflik terkait atas hak dan kewajiban serta tuntutan-tuntutan
sebagai negara pecahan Uni Soviet. Hal ini dapat dimaklumi karena hubungan antar
negara pecahan Uni Soviet pada kala itu memang dihadapkan pada posisi tidak aman
seperti contoh dimana negara seperti Ukraina dulunya adalah wilayah Uni Soviet yang
sarat akan senjata yang kemudian negara seperti Moldova memerlukan kepastian bahwa
Ukraina tidak menyerang mereka begitupula negara-negara lainnya dikawasan ini.
CIS didirkan pada 8 Desember 1991 atas gagasan dari negara Belarusia, Rusia,
dan Ukraina yang kemudian diikitu oleh negara seperti Azerbaijan, Armenia, Kazakhstan,
Kyrgizstan, Turkmenistan, Tajikistan, Moldova, Uzbekistan untuk dapat melakukan
kerjasama politis terkait dengan harmonisasi hubungan lewat politik luar negeri masingmasing negara18.
Yang menarik salah satu kesepakatan dalam deklarasi pembentukannya diantara
negara anggota CIS adalah terdapat poin yang menyatakan bahwa kewajiban dari setiap
negara anggota untuk menjamin perdamaian, keamanan dengan cara melakukan langkahlangkah efektif untuk mengurangi persenjataan dan belanja militer serta melucuti
persenjataan pemusnah massal dan nuklir. Hal tersebut mencerminkan bahwa hubungan18

Anonymous, “About Commonwealth of Independent States”, www.cisstat.com/eng/cis.htm. Diakses pada
2 Desember 2013

hubungan antara negara pecahan Uni Soviet memang konfliktual sehingga diantara
negara-negara anggota CIS tersebut menyepakati pembentukan suatu skema aliansi
Collective Security Treaty Organization atau CSTO ditahun 1994 namun hanya bertahan
selama 5 tahun karena terdapat negara yang justru malah berafiliasi dengan barat..
Hingga saat ini, CIS telah mendeklarasikan berbagai kerjasama sektor ekonomi
hingga budaya dengan memiliki badan-badan khusus yang spesifik dalam bidang
tertentu. Namun, tetap saja CIS merupakan regionalisme yang masih bersifat
regionalization yang bersifat top-down yang pembahasannya masih pada kalangan elit
politik pejabat tinggi negara tanpa mengikutsertakan masyarakat level grassroots. Oleh
karenanya, CIS dapat dilihat sebagai kendaraan politis untuk meraih kepentingan
nasional yang sangat berhaluan politik dengan embel-embel kerjasama integrasi semua
sektor diantara negara-negara pecahan Uni Soviet. Perlu disadari bahwa tidak semua
negara pecahan Uni Soviet bergabung dalam regionalisme ini. Seperti halnya Latvia,
Lithuania yang dari awal pembentukan memang tidak bergabung dan Georgia yang
memisahkan diri setelah sebelumnya sempat bergabung akbiat dari hubungan politik
yang memanas dengan Rusia selain dengan pergantian rezim dikala pengunduran diri
Georgia dari CIS.
Dari pembahasan diatas dapat diketahui bahwa Rusia dibawah pimpinan Vladimir
Putin sangat berambisi untuk mengamankan wilayah-wilayah yang dianggap sarat akan
potensi minyak mentah di wilayah Kukasus Selatan tersebut. Rusia menyadari
pentingnya wilayah tersebut untuk dikuasai dengan menambah intensitas daya pengaruh
Rusia di wilayah tersebut.
Tujuan Rusia untuk mengontrol wilayah itu begitu kuat oleh karenanya Rusia
mencoba menggunakan strategi seperti “memerintah” di wilayah tersebut, dengan kontrol
langsung dari Rusia atas wilayah Kaukasus Selatan yang dianggap sebagai mitra. Selain
itu Rusia juga mendukung rezim separatis, seperti munculnya negara kecil seperti
Abkhazia, dan konflik Ossetia Selatan bertujuan untuk melemahkan secara langsung tiga
negara yakni Georgia, Armenia, dan Azerbaijan.
Sifat imperialistik Rusia tidak bisa membiarkan negara-negara Kaukasia Selatan ,
serta negara bekas Uni Soviet lainnya pergi, sehingga mencoba untuk menggunakan
semua cara yang mungkin untuk mempertahankan pengaruh di wilayah ini. Secara umum

kebijakan Rusia didasarkan pada prinsip yang telah menjadi kekuatan regional dan
memiliki hegemoni atas wilayah tersebut untuk menjamin keinginan imperialistik ini,
negara-negara Kaukasia harus menjadi anggota Commonwealth of Independent States, di
bawah kuasa pemimpin Rusia. Hal inilah yang menjadi legitimasi atas masuknya pasukan
bersenjata Rusia di daerah-daerah tertentu dengan misi yang berasal dari komando pusat,
dalam hal ini tentunya pemimpin Rusia yang memiliki kewenangan yang luas.
Kebijakan luar negeri Putin terhadap CIS didorong atas dasar untuk membangun
kembali “Rusia yang besar”. Rusia telah menyadari bahwa tidak mungkin untuk
membangun kembali Uni Soviet tetapi berusaha untuk membangun kembali setidaknya
daerah di mana Rusia memiliki kuasa atas suatu wilayah tertentu yang dahulu merupakan
bagian dari Uni Soviet19.

BAB III
PENUTUP
3. 1 Kesimpulan
Federasi Rusia sebagai negara terbesar di dunia yang sekalugus merupakan
pecahan dari Uni Soviet dalam melakuka kebijakan luar negerinya sangat berorientasi
pada identitas awal mereka sebagai negara super power di masa Uni Soviet. Hal ini
terbukti dari adanya jargon politis seperti Pan Slavinism dan melegitimasi atas
keikutsertaan mereka di negara Balkan. Selain itu, Federasi Rusia memiliki tipikal model
“illiberal democracy” dimana negara ini telah memiliki instrumen untuk demokrasi
namun hal tersebut tertutupi oleh kekuasan Presiden yang memiliki kewenangan yang
luas bahkan dapat mengintervensi tugas dari aparatur nagara tingkat manapun,
19

Salome Gogberashvili,”Why Does the Caucasus Matter For the EU and Russia” (Master Thesis,
Institute of European Studies at Tbilisi State University, Tbilisi, Juni 2010) hal. 21-23

Kebijakan luar negeri Federasi Rusia tidak lepas juga dari figur seorang
pemimpin. Dari masa ke masa, Pemimpin memiliki tampuk kekuasaan penuh untuk
menentukan arah dari kebijakan luar negerinya baik dari era Tzar hingga Federasi Rusia
saat ini. Beberapa contoh hubungan luar negeri Rusia seperti antara Rusia - Uni Eropa
dan Rusia – Amerika Serikat dapat dilihat sebagai refleksi atas kebijakan luar negeri
Rusia secara kumulatif. Begitupun politik luar negeri Rusia terkait power projection ke
arah Kaukasus yang menjadi tujuan dari kepentingan nasional demi mengamankan akses
terhadap

sumber

energi

dengan

mengandarai

“kendaraan”

politik

bernama

Commonwealth of Independent States atau CIS untuk memuluskan langkah Federasi
Rusia tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Buku dan Jurnal:
 Patrick H. O’Neil, Karl Fields, dan Don Share, Comparative Politics 2nd Edition,
(New York and London: W. W. Norton & Company, 2006)
 Bobo Lo, “Russian Foreign Policy in The Post Soviet Era Reality,Illusion, and
Mythmaking”, (New York: Palgrave Macmilan, 2002)
 Inu Kencana, dan Andi Azikin, Perbandingan Pemerintahan, (Bandung: Refika
Aditama, 2011)

 Nichol, Jim. Russian Political, Economic, and Security Issues and U. S. Interests.
2013. Congressional Research Service.
 Salome Gogberashvili,”Why Does the Caucasus Matter For the EU and Russia”
(Master Thesis, Institute of European Studies at Tbilisi State University, Tbilisi, Juni
2010)
 Nuraeni S, Deasy Silvya, Arfin Sudirman, Regionalisme Dalam Studi Hubungan
Internasional, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010)

Situs Internet:

 Anonymous, “The State Duma of The Federal Assembly of The Russian Federation”.
www.politika.su/e/fs/gd.html. (diakses pada 31 Oktober 2013)
 Mikkel Evald, “The Russian Party System”, http://www.ut.ee/ABVKeskus/?
leht=prognoosid&aasta=2006&keel=en&dok=partys.Diakses pada 1 Desember 2013.
 Vidyaykin Andrey, “The Process of Russian Foreign Policy”.
http://www.bilgesam.org/en/index.php?
option=com_content&view=article&id=314:the-process-of-russian-foreign-policyformation&catid=104:analizler-rusya&Itemid=133. Diakses pada 1 Desember 2013.
 Frederick Engels, “Foreign Policy of Russian Tsardom”,
www.marxist.org/archive/marx/works/1890/russian-tsardom. Diakses pada 30
November 2013
 Anonymous, www.duma.gov.ru/about/history/information/. Diakses pada 30
November 2013

 Anonymous, “The Russia Quest for Warm Water Ports”,
www.globalsecurity.org/military/world/russia/warm-water-port.htm. Diakses pada 1
Desember 2013
 European Union External Action, “EU Relations with Russia”,
http://eeas.europa.eu/russia/. Diakses pada 1 Desember 2013.
 Ariel Cohen, “The New“Great Game”: Oil Politics in the Caucasus and Central Asia”,
www.heritage.org/research/report/1996/01/bg1065nbsp-the-new-great-game. Diakses
pada 2 Desember 2013
 Anonymous, “About Commonwealth of Independent States”,
www.cisstat.com/eng/cis.htm. Diakses pada 2 Desember 2013